INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H"

Transkripsi

1 INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN SURYARISMAN PRATAMA. Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6 (dibimbing oleh NOER AZAM ACHSANI, Ph.D dan ANDRIANSYAH, S.Si, M.Fin.) Penelitian ini membahas mengenai sejauh mana hubungan pasar obligasi masing-masing negara ASEAN+6 di dalam perkembangan dan kemajuan dekade ini dimana sistem perekonomian saat ini semakin mengarah kepada pedagangan bebas. Berbagai bentuk kerja sama ekonomi dilakukan oleh beberapa negara yang dikenal dengan istilah integrasi ekonomi dimana salah satu bentuk integrasi ekonomi adalah integrasi dalam bidang finansial. Pasar obligasi merupakan salah satu bagian dari pasar finansial yang dapat memberikan dana tambahan yang dibutuhkan oleh penerbit obligasi dan tempat berinvestasi untuk mendapatkan keuntungan oleh para investor. Dalam penelitian ini secara khusus membahas obligasi negara yang merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah untuk memperoleh dana tambahan dalam melakukan kegiatan belanja negara dan sebagainya. Metode VECM yang digunakan memperlihatkan bahwa terdapat hubungan di antara negara-negara ASEAN+6 dimana terlihat adanya respon dalam bentuk fluktuasi yield obligasi dari negara-negara ASEAN+6 ketika terjadi guncangan dalam pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 tersebut. Selain itu dengan metode ini juga dapat diketahui seberapa besar kontribusi atau peranan negara-negara ASEAN+6 dalam mempengaruhi yield obligasi negara-negara ASEAN+6. Dengan metode ini terlihat bahwa dalam jangka pendek terjadi fluktuasi yield obligasi negara-negara ASEAN+6 dan terjadinya kestabilan dalam jangka panjang ketika terjadi guncangan di antara negara-negara ASEAN+6. Selain itu dalam penelitian ini juga akan dilihat bagaimana hubungan antara pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 dengan pasar obligasi Amerika Serikat yang merupakan negara dengan perekonomian besar sehingga dalam penelitian ini terdapat dua model yang diperoleh yaitu model di antara negara-negara ASEAN+6 dan model di antara negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat. Berdasarkan hasil analisis impulse response function (IRF) negara-negara ASEAN+6 terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia terlihat bahwa pada beberapa negara ASEAN seperti Singapura, Filipina,dan Thailand mengalami peningkatan yield obligasi negaranya akan tetapi lain halnya dengan yang terjadi pada yield obligasi negara Malaysia yang justru mengalami penurunan. Selain itu terlihat beberapa negara maju yang mengalami peningkatan yield obligasi negaranya yaitu Cina dan Korea Selatan sebagai respon yang terjadi akibat guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia sedangkan sebagian lagi negara maju yang lain mengalami penurunan yield obligasi negaranya yaitu Jepang, Australia, dan Selandia Baru.

3 Langkah selanjutnya yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan mempertimbangkan pasar obligasi Amerika Serikat dimana kita ketahui bahwa Amerika Serikat merupakan negara yang memiliki ukuran perekonomian yang relatif sangat besar. Berdasarkan hasil analisis IRF diketahui bahwa apabila terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi maka beberapa negara meresponnya positif yaitu dengan mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami peningkatan perubahan yield obligasi negaranya antara lain Indonesia, Jepang, Thailand, Singapura, Korea Selatan, dan Malaysia. Respon sebaliknya juga terjadi pada beberapa yield obligasi negara yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi Amerika Serikat sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negaranya. Negara-negara yang mengalami hal ini antara lain adalah Australia, Selandia Baru dan Cina. Ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 ternyata beberapa negara di respon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat dimana terjadi perubahan peningkatan yield obligasi negara Amerika Serikat. Beberapa negara yang direspon positif oleh yield obligasi negara Amerika Serikat adalah Australia, Jepang, Selandia Baru, Thailand, Korea Selatan, Malaysia, dan Cina. Respon sebaliknya juga terjadi pada yield obligasi negara Amerika yaitu ketika terjadi guncangan pada pasar obligasi negara-negara ASEAN+6 sebesar satu standar deviasi ternyata direspon negatif dengan mengalami perubahan penurunan yield obligasi negara Amerika Serikat. Negaranegara yang direspon negatif dalam hal ini antara lain adalah Indonesia, Filipina, dan Singapura. Secara keseluruhan hasil analisis FEVD diketahui bahwa pasar obligasi negara yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negaranegara ASEAN+6 dan Amerika Serikat adalah Australia dimana dalam kawasan ASEAN+6 Australia dominan atas pasar obligasi Singapura, Jepang, Selandia Baru dan Thailand. Sedangkan dalam kawasan ASEAN+6 dan Amerika Serikat, pasar obligasi Australia dominan atas pasar obligasi Jepang, Amerika Serikat, Selandia Baru, Thailand dan Singapura.

4 INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 Oleh SURYARISMAN PRATAMA H Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

5 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa Nomor Registrasi Pokok Program Studi Judul Skripsi : Suryarisman Pratama : H : Ilmu Ekonomi : Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6 dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Pembimbing I, Pembimbing II, Noer Azam Achsani, Ph.D. Andriansyah, S.Si, M.Fin. NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi, Rina Oktaviani, Ph.D. NIP Tanggal kelulusan:

6 PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. Bogor, September 2009 Suryarisman Pratama H

7 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Suryarisman Pratama lahir pada tanggal 30 Juli 1987 di Majene, sebuah kota kecil yang berada di Provinsi Sulawesi Barat. Penulis anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Mohammad Ismail dan Rafniah Husain. Jenjang pendidikan penulis dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN Cendrawasih Makassar, kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Makassar dan lulus pada tahun Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 3 Makassar dan lulus pada tahun Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor menjadi pilihan penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga dapat menjadi sumber daya yang berguna bagi pembangunan kota Makassar tercinta. Penulis masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di organisasi Ikatan Kekeluargaan Mahasiswa / Pelajar Indonesia asal Sulawesi Selatan (IKAMI SULSEL).

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah S.W.T karena atas berkat, rahmat dan hidayah- Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul Integrasi Pasar Obligasi Negara di antara Negara-negara ASEAN+6 ini dengan baik serta tak lupa penulis curahkan shalawat dan salam kepada junjungan kita Rasulullah S.A.W. Penulis melakukan penelitian ini karena isu pembentukan kerja sama regional dalam bidang perekonomian merupakan isu yang saat ini hangat dibahas oleh beberapa negara dan ekonom-ekonom karena diyakini mampu memperkuat daya tahan negara yang membentuk kerja sama ini terhadap krisis ekonomi yang terjadi. Obligasi negara di Indonesia pada khususnya merupakan instrumen investasi yang saat ini merupakan sumber pembiayaan anggaran pemerintah yang jumlahnya semakin besar dibandingkan dengan pinjaman langsung kepada negara lain. Oleh karena itu kerjasama ekonomi dalam pasar obligasi akan memberikan kemudahan bagi pemerintah untuk memperoleh tambahan dana untuk membiayai keperluan fiskal pemerintah. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada: 1. Bapak Noer Azam Achsani, Ph.D. dan Bapak Andriansyah, S.Si, M.Fin. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah sabar memberikan bimbingan dalam menyusun skripsi ini yang tidak hanya memberikan bimbingan secara teknis dan teoritis tetapi juga secara moril sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Bapak Muhammad Firdaus, Ph.D. selaku dosen penguji utama yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini.

9 3. Bapak Tony Irawan, M.App.Ec selaku komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat bermanfaat dalam penyempurnaan skripsi ini. 4. Bapak DS. Priyarsono, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan kepada penulis. 5. Ayahanda Mohammad Ismail dan Ibunda Rafniah serta saudara penulis Armanto Dwi Cahyo yang telah memberikan doa, semangat, kasih sayang, dan dukungan kepada penulis. 6. Teman-teman satu bimbingan skripsi Khaerani Putri, Tia Rahmina, dan Amalia Ayuningtyas atas bantuan dan kerjasamanya selama ini. 7. Teman-teman Ilmu Ekonomi 42 (Vagha, Gerry, Bayu, Adrian, Riza, Lukman, Joger, Hengky, Budi, Lestari, Acun, Awi, Adit), 43,41, Ka Iqbal Irfany atas informasinya, Teh Heni dan Ka Ade Holis atas konsultasi dan bimbingannya. 8. Segenap Tata Usaha Departemen Ilmu Ekonomi yang dengan sabar membantu segala proses administrasi berkaitan dengan pengerjaan skripsi ini. 9. Rekan-rekan Asrama Mahasiswa Latimojong Bogor dan Mahasiswa asal Sulawesi Selatan atas kebersamaannya selama ini. 10. Semua pihak yang tidak dapat disebut satu persatu yang secara langsung maupun tidak langsung telah banyak membantu penyelesaian skripsi ini. Bogor, September 2009 Suryarisman Pratama H

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv DAFTAR ISTILAH...xv I. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Ruang Lingkup Penelitian...13 II. TINJAUAN PUSTAKA Obligasi Yield Obligasi Negara Integrasi Ekonomi Roadmap for Financial and Monetary Integration of ASEAN (RIA- Fin) Penelitian Terdahulu Kerangka Pemikiran III. METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Metode Analisis Data Vector Autoregression (VAR) Uji Granger Causality Ordering for Cholesky Impulse Response Function (IRF) Forecasting Error Variance Decomposition (FEDV)

11 IV. TRANSMISI YIELD OBLIGASI NEGARA-NEGARA ASEAN+6: PENDEKATAN VAR Deskriptif Statistik Data Unit Root Test Penentuan Lag Optimal Pengujian Stabilitas VAR Uji Kointegrasi Uji Granger Causality Hasil Empiris Impulse Response Function (IRF) Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD)...65 V. PENUTUP Kesimpulan Saran...76 DAFTAR PUSTAKA...77 LAMPIRAN... 80

12 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1.1. Rating Tingkat Risiko Negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat Tahapan Integrasi Balassa Ringkasan Statistik Data Yield Harian Obligasi Negara-negara ASEAN Uji Akar Unit pada Level Uji Akar Unit pada First Difference Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ASEAN+6 (dalam persen) Analisis Forecasting Error Variance Decomposition (FEVD) ASEAN+6 dan Amerika Serikat (dalam persen)... 69

13 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.1. Defisit dan Pembiayaan APBN Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB year Government Bond Yield (dalam persen) Kerangka Pemikiran Respon yield obligasi negara negara-negara ASEAN+6 terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Indonesia Respon yield obligasi negara Indonesia terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi negara-negara ASEAN Respon yield obligasi negara negara-negara ASEAN+6 terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi Amerika Serikat Respon yield obligasi negara Amerika Serikat terhadap guncangan yang terjadi pada pasar obligasi negara-negara ASEAN

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Uji Lag Optimal Uji Stabilitas VAR Uji Kointegrasi Estimasi VECM Uji Granger Causality Impulse Response Function...89

15 DAFTAR ISTILAH Credit Risk, risiko dimana penerbit obligasi tidak mampu membayar bunga dan pokok obligasi pada saat jatuh tempo. Credit risk ini sering juga disebut Default risk. Discount Bonds (zero coupon bonds), obligasi yang tidak memberikan kupon atau bunga, dijual dengan diskonto dan pada saat jatuh tempo obligasi dibayarkan atau dilunasi sesuai dengan nilai nominalnya. Diskonto obligasi, selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan obligasi, tidak termasuk bunga berjalan (accrued interest) untuk obligasi dengan kupon. Financial market, pasar keuangan, kelompok pasar dimana instrumen jangka pendek dan jangka panjang diperdagangkan, meliputi pasar uang dan pasar modal. Fixed Rate Bonds, Obligasi yang memiliki suku bunga tetap sampai dengan jatuh tempo. Bunga dibayarkan setiap enam bulan pada tanggal 15 pada bulan yang telah ditentukan. Floating rate bonds (variable rate bonds), obligasi yang tingkat bunganya disesuaikan secara periodik berdasarkan tingkat bunga Treasury Bills atau ratarata deposito berjangka bank-bank tertentu. Obligasi bunga variable yang diterbitkan pemerintah dalam rangka rekap suku bunganya ditetapkan setiap 3 bulan berdasarkan tingkat bunga SBI 3 bulan. Hedge Bonds, obligasi yang suku bunganya ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SIBOR (Singapore interbank offered rate) 3 bulan + 2% pada pokok yang diindeks dengan perubahan kurs rupiah terhadap US$. Obligasi ini dimaksudkan untuk menutup posisi devisa neto (net open position) bank-bank rekap. Instrumen investasi pendapatan tetap (fixed income asset), surat berharga yang menawarkan pendapatan yang tetap dari waktu ke waktu. Di Indonesia surat berharga dimaksud (biasanya obligasi) ditawarkan perusahaan sekuritas sebagai produk reksadana pendapatan tetap.

16 Kupon, besarnya bunga yang dibayarkan secara reguler, yang dinyatakan dalam persentase terhadap nilai nominal obligasi. Lelang Surat Utang Negara, penjualan Surat Utang Negara dengan cara pengajuan penawaran pembelian secara kompetitif maupun nonkompetitif dalam suatu periode waktu penawaran yang telah ditentukan dan diumukan sebelumnya. Obligasi Negara, Surat Utang Negara yang berjangka waktu lebih dari 12 (dua belas) bulan dengan pembayaran bunga secara periodik dan/atau dengan pembayaran bunga secara diskonto. Over-the-Counter, pasar Obligasi Negara yang dilakukan pelaku pasar melalui perdagangan di luar bursa. Paperless (scriptless), sekuritas atau surat berharga tanpa warkat. Pasar Perdana, kegiatan penawaran dan penjualan Surat Utang Negara untuk pertama kali. Pasar Sekunder, kegiatan perdagangan Surat Utang Negara yang telah dijual di pasar perdana. Primary market (pasar primer), kegiatan penawaran dan penjualan surat berharga (termasuk obligasi pemerintah) untuk pertama kali. Secondary market (pasar sekunder), kegiatan perdagangan surat berharga (termasuk obligasi negara) yang telah dijual di pasar primer. Setelmen, penyelesaian transaksi Surat Utang Negara yang terdiri dari setelmen dana dan setelmen kepemilikan Surat Utang Negara. Surat Perbendaharaan Negara (SPN), Surat Utang Negara (obligasi) dalam mata uang rupiah tanpa kupon yang dijual secara diskonto, berjangka waktu sampai dengan 12 (dua belas) bulan, dan pada saat jatuh tempo dilunasi dengan nilai nominalnya. Surat Utang Negara (SUN), surat berharga yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang rupiah maupun valuta asing yang dijamin pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia, sesuai dengan masa berlakunya. Tenor, jangka waktu jatuh tempo obligasi. Time to maturity, waktu yang tersisa (umumnya dalam tahun) hingga suatu obligasi dilunasi atau jatuh tempo.

17 Treasuries, surat pengakuan hutang Pemerintah Federal AS yang dijamin pembayarannya (full faith and credit), diterbitkan dalam berbagai jangka waktu jatuh tempo dan dapat diperdagangkan. Surat Berharga ini terdiri dari Treasury Bills, Treasury Notes dan Treasury Bonds. Treasury Bills, surat berharga yang berjangka waktu satu tahun atau kurang dijual dengan cara diskonto (at discount) dari nilai nominalnya melalui lelang.berjangka pendek yang diterbitkan oleh pemerintah Amerika Serikat (US Treasury) dengan diskonto dan pada saat jatuh tempo dibayarkan sesuai dengan nilai nominalnya. Treasury Bonds (T-Bonds), surat berharga berjangka waktu panjang yang jatuh temponya 10 tahun atau lebih yang diterbitkan dengan denominasi minimum USD 10. Treasury Notes (T-Notes), surat berharga berjangka waktu tempo menengah yaitu satu sampai dengan 10 tahun dijual dengan cara langsung (cash subscription) melalui penukaran utang pemerintah yang masih berjalan atau yang jatuh tempo, atau dengan melalui cara lelang. Denominasinya mulai dari USD Variable Rate Bonds, obligasi yang suku bunganya ditetapkan berdasarkan tingkat bunga SBI 3 bulan. Bunga dibayarkan setiap 3 bulan pada tanggal 25 pada bulan yang telah ditentukan. Yield (Imbal Hasil), keuntungan yang diharapkan oleh investor dalam persentase per tahun. Yield curve (kurva hasil), grafik yang menggambarkan hubungan antara tingkat keuntungan (rate of return) atau yield dengan berbagai jangka waktu jatuh tempo obligasi. Yield to maturity (YTM), tingkat keuntungan (rate of return) yang akan diterima investor dari suatu obligasi apabila dimiliki sampai dengan jatuh tempo. Sumber: UN.pdf

18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Obligasi negara merupakan surat berharga yang diterbitkan oleh pemerintah dalam bentuk yang dapat diperdagangkan maupun tidak dapat diperdagangkan di pasar sekunder. Obligasi negara yang dapat diperdagangkan tidak berbeda jauh dengan dengan instrumen-instrumen investasi lainnya seperti deposito, investasi pada saham, investasi pada reksadana atau investasi pada instrumen keuangan lainnya. Obligasi yang diperdagangkan terdiri dari obligasi yang berdenominasi mata uang domestik dan obligasi yang berdenominasi mata uang asing. Tujuan penerbitan obligasi negara pada umumnya adalah untuk membiayai defisit anggaran pemerintah. Oleh karena itu semua obligasi negara dilindungi oleh undang-undang yang menyebabkan instrumen finansial ini relatif berisiko rendah bahkan tidak memiliki risiko sama sekali (Departemen Keuangan Republik Indonesia, 2009). Perkembangan dan kemajuan politik, teknologi, dan finansial saat ini ternyata telah memfasilitasi terjadinya gelombang liberalisasi dalam pasar finansial global yang mengarah kepada peningkatan sifat saling ketergantungan terhadap pasar saham dan obligasi dunia (Laopodis, 2008). Perubahan yang besar dan signifikan telah terjadi pada pasar finansial internasional yang disebut integrasi pasar finansial (Jung, et al., 2004). Integrasi pasar finansial merupakan suatu proses yang mengarah kepada penghapusan atau penghilangan hambatanhambatan yang relevan yang terdapat dalam pasar.

19 Dalam hal ini, suatu pasar terdiri dari seperangkat instrumen atau jasa finansial yang terintegrasi penuh. Pasar finansial terintegrasi dalam arti jika semua partisipan yang berpotensial menghasilkan beberapa karakteristik yang relevan sama misalnya menghadapi seperangkat peraturan tunggal ketika mereka memutuskan untuk bertransaksi dengan instrumen-instrumen atau jasa-jasa tersebut, memiliki akses yang sama terhadap instrumen-instrumen atau jasa-jasa finansial yang terdapat dalam pasar, dan diperlakukan sama ketika mereka aktif di dalam pasar (Jikang dan Xinhui, 2004). Menurut Bartram dan Dufey dalam Bartram,Taylor dan Wang (2004) integrasi pasar finansial telah lama menjadi isu yang menarik di sebagian besar para ekonom dalam bidang finansial dunia akademisi dan praktisi investasi, karena hal ini membawa banyak kendala dan peluang untuk investasi portofolio internasional dengan implikasi penting untuk alokasi portofolio dan harga aset. Berdasarkan teori, jika pasar finansial tidak terintegrasi, keperluan investasi yang berbeda dan rintangan-rintangan investasi akan mempengaruhi pilihan-pilihan portofolio investor dan keputusan pembiayaan bagi perusahaan. Dalam kasus nilai tukar, jika purchasing power parity tidak tetap, nilai tukar mempengaruhi biaya konsumsi di sepanjang negara, dan oleh sebab itu, risiko nilai tukar mempengaruhi harga aset-aset untuk investor luar negeri. Model-model harga aset internasional mengakui semua dampak ini dengan memasukkan risiko nilai tukar sebagai faktor-faktor harga (Solnik, 1974; Stulz, 1981; Adler dan Dumas, 1983) dan dapat digunakan secara empiris untuk menginvestigasi isu integrasi pasar finansial (Dumas dan Solnik, 1995).

20 Berdasarkan teori, salah satu cara negara-negara berkembang dapat mempercepat pertumbuhan mereka adalah dengan menarik modal asing baik itu dalam bentuk investasi portofolio maupun foreign direct investment (FDI). Investasi portofolio dapat diperoleh negara berkembang dari pasar finansial internasional yang dapat meningkatkan tingkat pertumbuhan ekonomi dengan menambah tabungan dan mengurangi biaya modal dengan sektor-sektor finansial domestik. Akan tetapi, integrasi keuangan internasional sendiri tidak mengarah kepada suatu bentuk konvergensi di antara negara-negara maju dan berkembang karena pada negara-negara maju terdapat banyak gangguan atau distorsi yang disebabkan oleh ketidaksempurnaan pasar finansial yang tidak kekal dimana dapat menghilang sepanjang waktu seiring dengan perkembangan pasar finansial. Tingkat pertumbuhan ekonomi utamanya ditentukan oleh produktivitas, bukan oleh gangguan yang dapat terjadi pada pasar modal (Jung, et al., 2004). Konsep integrasi pasar finansial merupakan integral dari pasar finansial internasional dan hal ini menjelaskan bahwa integrasi pasar finansial berubah berdasarkan kondisi ekonomi yang terjadi. Penjelasan ekonomi yang umumnya diterima adalah perubahan tingkat risk aversion dan para investor memerlukan kompensasi atas risiko dari aset-aset finansial (Lucey et al., 2004) Rumusan masalah Pembentukan ASEAN pada tahun 1967 lebih ditujukan pada kerja sama yang berdasarkan urusan politik yang memiliki tujuan untuk menciptakan dan menjaga kestabilan kedamaian dan keamanan di wilayah Asia Tenggara. ASEAN yang pada awalnya terdiri dari lima negara anggota yang merupakan negara

21 pendiri, yaitu Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand, kini telah berjumlah sepuluh negara yang bergabung kemudian, yaitu Brunei Darussalam (1984), Vietnam (1995), Myanmar dan Laos (1997), serta Kamboja (1999). Kemudian kerja sama regional yang awalnya berdasarkan kepentingan politik ini diperkuat oleh semangat pembangunan dan pencapaian stabilitas ekonomi dan sosial di kawasan Asia Tenggara yang dilakukan dalam bentuk usaha percepatan pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial, dan budaya dengan tetap memerhatikan kesetaraan dan kemitraan, sehingga menjadi landasan untuk tercapainya masyarakat yang sejahtera dan damai (Arifin et al., 2008). Negara-negara ASEAN bekerja sama dengan semangat stabilitas ekonomi dengan tujuan untuk meningkatkan kekuatan, efisiensi, dan ukuran sistem finansial mereka. Perhatian pemerintah ASEAN terhadap reformasi capital market secara dramatis meningkat sejak terjadinya Asian Currency Crisis pada tahun Beberapa tahun yang lalu, krisis keuangan yang menimpa negara-negara ASEAN menyebabkan negara-negara ASEAN berjuang menghadapi tantangan resolusi utang pada umumnya serta terjadi non-performing loan (NPLs) dan rekapitalisasi perbankan pada khususnya (Plummer dan Click, 2003). Usaha yang dilakukan setelah terjadinya krisis tersebut adalah memberikan prioritas pengembangan pasar obligasi negara-negara Asia. Hal ini disebabkan karena krisis mata uang yang kemudian menyebabkan perlambatan pertumbuhan ekonomi menjelaskan kenyataan bahwa keseluruhan perekonomian telah bergantung kepada sektor perbankan dan tidak memiliki daya tahan ketika sistem perbankan collapse. Pada saat krisis, ketergantungan yang berlebihan pada

22 pinjaman perbankan untuk pembiayaan telah menjadi karakteristik khusus. Perbankan tersendiri, sebaliknya, telah sering bergantung pada dana pinjaman dalam mata uang dollar jangka pendek pada skala besar karena perbankan tidak mampu meningkatkan dana jangka panjang dalam mata uang masing-masing negara tersebut. Ekspektasi terhadap pengembangan pembiayaan langsung, khususnya pasar obligasi telah meningkat di negara-negara ASEAN+3 (sepuluh negara ASEAN ditambah Jepang, Korea Selatan, dan Cina) (Hirose et al, 2004). Asian Development Bank (ADB) dalam publikasinya dalam Plummer dan Click (2003) mencatat bahwa pada akhir tahun 1998 (masa sebelum krisis berakhir), dugaan biaya restrukturisasi perbankan di ASEAN-4 sebesar US$43 juta di Thailand (32 persen dari GDP), US$70 juta di Indonesia (29 persen dari GDP), US$13 juta di Malaysia (18 persen dari GDP), dan US$3 juta di Filipina (4 persen dari GDP). Biaya bunga tahunan pada penerbitan obligasi negara untuk membayar restrukturisasi perbankan dalam persentase GDP menjadi 3 persen, 3.5 persen, 1.3 persen, dan 0.5 persen di Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Filipina secara berturut-turut. Dugaan NPLs di keempat negara ini oleh IMF dalam persentase total utang (persentase GDP) menjadi 35 persen (70 persen), 70 persen (53 persen), 30 persen (42 persen) dan 15 persen (5 persen) secara berturut-turut. Singkatnya, hal ini jelas bahwa krisis pada 1997 telah sangat merugikan sistem finansial ASEAN-4. Dalam kasus yang lebih khusus untuk Indonesia, pentingnya obligasi negara bagi Indonesia dapat dilihat pada Gambar 1.1 dan Gambar 1.2. Pada Gambar 1.1 terlihat bahwa pada tahun 1998 hingga tahun 2001 pembiayaan

23 dengan surat berharga-neto tidak ada sedangkan pada tahun 2002 dan 2003 pembiayaan dengan surat berharga-neto terlihat negatif yang besarnya adalah -2 trilliun Rupiah (-0.2 persen terhadap PDB) dan -3 trilliun Rupiah (-0.3 persen terhadap PDB) secara berturut-turut dan setelah itu dimulai pada tahun 2004 hingga tahun 2009 pembiayaan dengan surat berharga-neto semakin meningkat dimana pada tahun 2004 hanya sebesar 7 trilliun Rupiah (0.9 persen terhadap PDB) sedangkan pada tahun 2009 mencapai 99 trilliun Rupiah (8 persen terhadap PDB). Hal yang sebaliknya justru terjadi pada pinjaman luar negeri-neto yang pada tahun 1998 hingga 2002 masih bernilai positif yaitu sebesar 21 trilliun Rupiah (1.7 persen terhadap PDB) pada tahun 1998 dan menurun pada tahun 2002 menjadi tujuh trilliun Rupiah (0.5 persen terhadap PDB) akan tetapi pada tahun 2004 hingga tahun 2009 bernilai negatif. Pada tahun 2004 pinjaman luar negerineto sebesar -28 trilliun Rupiah (-2 persen terhadap PDB) sedangkan pada tahun 2009 pinjaman luar negeri neto sebesar -14 trilliun Rupiah (-1 persen terhadap PDB). Terlihat bahwa kecenderungan untuk melakukan pembiayaan APBN dengan pinjaman utang luar negeri kini menurun dan surat berharga negara kini telah menjadi instrumen pembiayaan utama APBN.

24 Catatan: + Realisasi sementara ++ APBN 2009 Stimulus Fiskal +++ Jumlah SBN Neto pada tahun 2009 sebesar Rp triliun sudah termasuk Pinjaman siaga yang akan digunakan sebesar Rp triliun. Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia (2009) Gambar 1.1. Defisit dan Pembiayaan APBN Sedangkan pada Gambar 1.2. terlihat bahwa rasio utang Indonesia terhadap PDB dari tahun 1996 hingga 2009 mengalami penurunan seiring dengan meningkatnya PDB Indonesia. Pada tahun 2004 dari keterangan yang terdapat pada Departemen Keuangan Republik Indonesia dijelaskan bahwa tambahan utang tahun 2004 hingga 2008 menghasilkan tambahan PDB yang jauh lebih besar, sehingga rasio utang menurun tajam dari 57 persen akhir 2004 dan diproyeksikan menjadi sekitar 32 persen akhir 2009 atau lebih baik dari sebelum krisis sekitar 38 persen. Jumlah utang pemerintah dalam bentuk pinjaman memiliki tren yang meningkat sepanjang tahun akan tetapi dalam jumlah yang lebih kecil dibandingkan dengan jumlah utang pemerintah yang melalui surat berharga negara dimana jumlah pinjaman pada tahun 1999 adalah 438 triliun Rupiah dan

25 pada bulan Juni 2009 sebesar 644 triliun Rupiah sedangkan surat berharga negara pada tahun 1999 sebesar 502 triliun Rupiah dan pada bulan juni 2009 sebesar 961 triliun Rupiah. Catatan: *) Angka sementara **) Angka sangat sementara per Juni 2009 Angka PDB 2009 menggunakan asumsi PDB APBN Dokumen Stimulus Rasio pembayaran kewajiban = Bunga utang LN+Amortisasi pinjaman LN Sumber: Departemen Keuangan Republik Indonesia (2009) Gambar 1.2. Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB Kegiatan pembiayaan di sebagian besar negara dilakukan dengan menerbitkan surat berharga negara yang di Indonesia dikenal dengan surat perbendaharaan negara, surat utang negara, dan sukuk. Salah satu surat berharga negara yang menjadi sumber pembiayaan pemerintah adalah obligasi negara dimana di Indonesia dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN). Obligasi negara memiliki jangka waktu yang berbeda-beda. Tingkat jatuh tempo suatu surat obligasi negara dapat mencerminkan tingkat risiko investasi dari obligasi tersebut. Obligasi sebagai instrumen investasi tentunya memberikan pendapatan dimana tingkat pendapatan yang diharapkan dari obligasi dikenal dengan istilah yield.

26 Salah satu jenis obligasi yang menjadi sumber pembiayaan pemerintah adalah obligasi yang berjatuh tempo lima tahun. Gambar 1.3 merupakan gambar data yield obligasi pemerintah yang berjatuh tempo lima tahun periode 25 Juli 2005 hingga 21 Maret 2007 dimana dapat dilihat pergerakan yield obligasi negara dari negara-negara ASEAN+6 (data obligasi negara India tidak tersedia) yang memiliki masa jatuh tempo lima tahun dimana sebagian besar bergerak sama dan relatif memiliki selisih yield yang tidak terlalu jauh. Akan tetapi Indonesia dan Filipina merupakan negara yang memiliki yield yang relatif lebih tinggi. Pada kasus Indonesia terlihat yield obligasi sangat tinggi pada sekitar bulan September dan Oktober dimana diketahui bahwa pada saat ini terjadi kenaikan harga bahan bakar minyak yang memicu meningkatnya inflasi sehingga untuk meredam laju inflasi maka bank sentral melakukan kebijakan meningkatkan tingkat suku bunga dimana tingkat suku bunga memiliki hubungan yang berbanding lurus dengan besarnya yield pada obligasi. Penjelasan yang relevan mengenai pergerakan yield obligasi negara ini juga dapat berdasarkan tingkat risiko dari tiap negara. Terlihat bahwa untuk Indonesia peringkat iklim bisnis berdasarkan penilaian Coface adalah C artinya bahwa lingkungan bisnis di Indonesia relatif sulit. Informasi finansial perusahaan kadang tidak tersedia dan ketika tersedia, informasi tersebut tidak reliable sedangkan rating berdasarkan Indonesia memiliki peringkat standar B yang artinya outlook ekonomi dan politik Indonesia tidak pasti dan probabilitas gagal bayar perusahaan dapat terjadi (lihat tabel 1.1).

27 Sumber: CEIC (Diolah) Gambar year Government Bond Yield Jan- Malaysia Jan- Indonesia Jan- Singapura Jan- US Jan- Australia Jan- Thailand Jan- Filipina Jan- Selandia Baru Jan- Cina Jan- Korea Selatan Jan- Jepang 10

28 Berdasarkan penjelasan sebelumnya, alasan penting untuk mengembangkan pasar obligasi menurut Plummer dan Click (2003) adalah (1) mengurangi tingkat ketergantungan terhadap perbankan dan mencegah ketidakseimbangan mata uang dan maturity pada masa lalu dan (2) karena sebagian besar negara-negara mengalami situasi yang sama maka pendekatan regional terhadap masalah ini yang tepat dilakukan. Selain itu alasan penting untuk mengembangkan pasar obligasi adalah untuk mengurangi ketergantungan pemerintah terhadap utang luar negeri yang berasal dari usaha meminjam langsung kepada negara lain. Perkembangan pada pasar obligasi dikenal dengan istilah integrasi pasar obligasi yang merupakan salah satu bentuk perkembangan pasar finansial internasional secara khusus. Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam kesempatan ini antara lain: 1. Bagaimanakah hubungan pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+ 6? 2. Negara manakah yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6?

29 Tabel 1.1. Rating Tingkat Risiko Negara-negara ASEAN+6 dan Amerika Serikat Negara Business Climate Rating Australia A1 A2 Selandia Baru A1 A2 India A4 A3 Jepang A1 A2 Cina B A3 Korea Selatan A2 A2 Indonesia C B Singapura A1 A2 Malaysia A3 A2 Thailand A3 A3 Filipina B B US A1 A2 Sumber: Coface (2009) Keterangan: A1: Situasi ekonomi dan politik sangat baik. A2: Situasi ekonomi dan politik baik. A3: Perubahan yang terjadi pada umumnya baik akan tetapi perubahan pada volatilitas politik dan ekonomi dapat mempengaruhi perilaku pembayaran perusahaan. A4: Guncangan pada outlook politik dan ekonomi serta volatilitas secara relatif dapat mempengaruhi perilaku pembiayaan perusahaan. B: Kondisi politik dan ekonomi yang tidak jelas dan lingkungan yang kadangkadang sulit dapat mempengaruhi pembiayaan perusahaan. C: Lingkungan outlook politik dan ekonomi yang sangat tidak jelas dengan banyaknya kelemahan dapat memiliki dampak yang signifikan terhadap perilaku pembiayaan perusahaan. Business Climate Rating A1: Lingkungan bisnis sangat baik. A2: Lingkungan bisnis baik. A3: Lingkungan bisnis relatif baik. A4: Lingkungan bisnis dapat diterima. B: Lingkungan bisnis sedang/cukup. C: Lingkungan bisnis sulit

30 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya maka tujuan penelitian ini antara lain : 1. Menganalisis hubungan pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN Mengetahui negara yang dominan dalam sistem integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN Manfaat Penelitian Berdasarkan latar belakang yang dijelaskan sebelumnya maka manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: 1. Bagi penulis dan masyarakat, dapat menambah pengetahuan mengenai bentuk kerja sama regional dalam bentuk integrasi ekonomi yaitu integrasi pasar obligasi. 2. Bagi pemerintah, dapat menjadi bahan pertimbangan dalam usaha memperkuat sistem finansial Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas mengenai bentuk kerjasama yang merupakan bagian dari teori integrasi ekonomi yaitu dalam integrasi pasar obligasi di antara negara-negara ASEAN+6 yang terdiri dari 10 negara ASEAN, China, Jepang, Korea Selatan, India, Australia, dan Selandia Baru yang secara geografis diketahui terletak dekat satu sama lain dan secara ekonomi memiliki tingkat pertumbuhan

31 yang relatif tinggi dan merupakan mitra dagang satu sama lain. Penelitian ini juga membahas pergerakan yield dari obligasi negara di antara negara-negara ASEAN+6. Dengan terbentuknya integrasi pasar obligasi dalam kawasan ASEAN+6 diharapkan ketergantungan pembiayaan terhadap sektor perbankan berkurang dan pemerintah negara dapat memperoleh dana yang lebih banyak untuk pembiayaan dengan mudah.

32 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Obligasi Obligasi dalam istilah keuangan merupakan debt security dimana pihak yang menerbitkan obligasi berhutang sejumlah besar dana terhadap pihak yang memegang obligasi dan terdapat jangka waktu dari obligasi tersebut dimana penerbit obligasi diharuskan untuk membayar bunga (coupon) dan/atau membayar uang pokok pada masa jatuh tempo kepada pemegang obligasi. Hal ini merupakan kontrak resmi untuk membayar pinjaman dengan interval tingkat suku bunga fixed atau variabel. Jadi, obligasi merupakan utang, pihak yang menerbitkan merupakan pihak yang berhutang, pihak yang memegang obligasi adalah pihak yang memberi pinjaman dan coupon merupakan bunga dari pinjaman tersebut. Obligasi menyediakan dana eksternal bagi para peminjam untuk membiayai investasi jangka panjang mereka atau pada kasus obligasi negara, untuk membiayai pengeluaran pemerintah saat ini. Obligasi dan saham kedua-duanya merupakan securities, akan tetapi perbedaan besar di antara keduanya adalah pemegang saham memiliki hak kepemilikan atas aset dari penerbit misalnya dalam suatu perusahaan sedangkan pemegang obligasi hanya meminjamkan dana kepada pihak yang mengeluarkan obligasi. Obligasi diterbitkan oleh publik yang berwenang, institusi kredit, perusahaan dan institusi supranational dalam pasar primer. Proses yang paling umum dalam menerbitkan obligasi melalui underwriting. Dengan underwriting satu atau lebih perusahaan atau bank securities membentuk suatu kongsi

33 (syndicate), membeli keseluruhan obligasi yang diterbitkan dari penerbit dan menjual ulang obligasi tersebut kepada para investor. Perusahaan security menanggung risiko tidak dapat terjualnya obligasi kepada para investor hingga waktu jatuh tempo. Sedangkan obligasi negara umumnya dilelang. Berikut ini merupakan fitur dari obligasi. Nominal, principal atau face of amount Jumlah dana yang dibayar oleh penerbit dan yang harus dibayar pada akhirnya. Issue price Harga dimana para investor membeli obligasi ketika pertama kali diterbitkan dimana pada umumnya kira-kira sama dengan besarnya jumlah nominal. Keuntungan bersih pendapatan yang diterima oleh penerbit adalah harga penerbitan dikurangi biaya pengeluaran. Maturity date Waktu dimana para penerbit harus membayar sejumlah nominal. Selama semua pembayaran telah dilakukan, para penerbit tidak memiliki lagi kewajiban terhadap para pemegang obligasi setelah masa jatuh tempo. Lamanya waktu hingga masa jatuh tempo sering dihubungkan dengan jangka waktu atau tenor atau maturity obligasi. Kebanyakan obligasi memiliki jangka waktu hingga 30 tahun. Beberapa obligasi diterbitkan dengan masa jatuh tempo hingga 100 tahun dan beberapa bahkan tidak memiliki waktu jatuh tempo sama sekali. Pada awal tahun 2005, suatu pasar dikembangkan dalam euro

34 untuk obligasi dengan waktu jatuh tempo 50 tahun. Pada pasar U.S. Treasury securities terdapat tiga kelompok waktu jatuh tempo: 1) Short term (bills) : jatuh tempo hingga 1 tahun. 2) Medium term (notes) : jatuh tempo antara 1-10 tahun. 3) Long term (bonds) : jatuh tempo lebih dari 10 tahun. Akan tetapi terdapat jenis obligasi yang tidak memiliki maturity yaitu consol bond. Coupon Tingkat suku bunga yang dibayar oleh penerbit obligasi kepada pemegang obligasi. Tingkat suku bunga ini fixed dan juga variabel. Adapun cara untuk menghitung bunga berdasarkan publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia yaitu: Jika kupon 10% dibayarkan dua kali setahun, nominal Rp. 100,-, maka besarnya bunga per periode pembayaran bunga dihitung sebagai berikut: Bunga = 10% 2 x 100 = 500 High yield bonds adalah obligasi yang dinilai di bawah tingkat investasi oleh credit rating agencies. Karena obligasi ini lebih berisiko daripada investasi obligasi yang memiliki peringkat bagus, investor berharap untuk mendapatkan suatu yield yang lebih tinggi. Obligasi ini juga disebut junk bonds.

35 Coupon dates Waktu dimana para penerbit obligasi membayar coupon kepada para pemegang obligasi. Di US dan UK serta Eropa, sebagian besar obligasi adalah semi-annual yang berarti mereka membayar suatu coupon setiap enam bulan sekali. Pasar obligasi merupakan suatu pasar keuangan dimana partisipan membeli dan menjual debt securities, yang biasanya dalam bentuk obligasi. Referensi-referensi pasar obligasi mengacu kepada pasar obligasi negara karena ukuran, likuiditas, rendahnya resiko kredit, dan sensitivitas terhadap tingkat suku bunga. Karena hubungan yang berlawanan antara bond valuation dan tingkat suku bunga, pasar obligasi sering digunakan untuk mengindikasikan perubahan pada tingkat suku bunga atau bentuk dari yield curve. Securities Industry and Financial Markets Association mengklasifikasikan pasar obligasi yang lebih luas ke dalam lima spesifik pasar obligasi yaitu : Perusahaan Obligasi perusahaan merupakan obligasi yang diterbitkan oleh suatu perusahaan. Hal ini merupakan obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan untuk meningkatkan jumlah dana atau modal dengan tujuan untuk mengekspansi bisnis perusahaan tersebut. Negara/Pemerintah Obligasi negara merupakan obligasi yang diterbitkan oleh suatu pemerintah negara yang didenominasi dalam mata uang domestik

36 negara tersebut. Obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah nasional dalam mata uang asing secara normal lebih dikenal sebagai suatu sovereign bonds. Obligasi negara pertama kali diterbitkan oleh pemerintah Inggris pada tahun 1693 untuk meningkatkan uang dengan tujuan untuk membiayai perang melawan Perancis. Agency Agency debt merupakan suatu sekuriti, biasanya suatu obligasi, yang diterbitkan oleh suatu perwakilan sponsor pemerintah Amerika Serikat. Penawaran oleh perwakilan ini didukung oleh pemerintah tetapi tidak dijamin oleh pemerintah karena agen-agen tersebut merupakan swasta. Agen-agen tersebut dibentuk untuk mengizinkan beberapa orang tertentu untuk mengakses pembiayaan murah seperti pelajar dan pembeli rumah. Beberapa penerbit terkemuka sekuriti agen adalah Student Loan Marketing Association (Sallie Mae), Federal National Mortgage Association (Fannie Mae) dan Federal Home Loan Mortgage Corporation (Freddie Mac). Sekuriti agen biasanya dibebaskan dari pajak lokal dan negara tetapi bukan federal tax. Municipal Municipal bond merupakan obligasi yang diterbitkan oleh pemerintah kota atau lokal atau perwakilan mereka. Penerbit potensial municipal bonds meliputi kota, kabupaten, dan kesatuan pemerintah yang lain di bawah level negara bagian. Pendapatan bunga yang diterima oleh

37 pemegang municipal bonds sering kali bebas dari pajak pendapatan federal dan dari pajak pendapatan negara bagian dimana obligasi tersebut diterbitkan. Untuk partisipan pasar yang memiliki obligasi, mengumpulkan coupon dan menahan hingga maturity tidak berhubungan dengan volatilitas pasar, pokok dan bunga diterima berdasarkan jadwal yang telah ditetapkan sebelumnya. Tetapi para partisipan yang membeli dan menjual obligasi sebelum jatuh tempo terekspos pada berbagai risiko, yang terpenting perubahan pada tingkat suku bunga. Ketika tingkat suku bunga meningkat, nilai obligasi turun, karena penerbit baru membayar keuntungan yang lebih tinggi. Sebaliknya ketika tingkat suku bunga turun, nilai obligasi meningkat, karena penerbit yang baru membayar lebih rendah. Hal ini merupakan konsep fundamental dari volatilitas pasar obligasi: perubahan harga obligasi berbanding terbalik dengan perubahan pada tingkat suku bunga. Fluktuasi pada tingkat suku bunga merupakan bagian dari kebijakan moneter suatu negara dan volatilitas pasar obligasi merupakan respon terhadap kebijakan moneter yang diharapkan dan perubahan perekonomian. Menurut para ekonom, indikator-indikator ekonomi berlawanan dengan data aktual yang dikeluarkan dan berkontribusi terhadap volatilitas. Konsensus yang ketat umumnya direfleksikan pada harga obligasi dan terdapat pergerakan kecil pada harga pasar setelah dikeluarkan pada on-line data. Jika economic release berbeda dari pandangan konsensus pasar biasanya mengalami pergerakan harga yang pesat karena partisipan menginterpretasikan data tersebut. Ketidakpastian umumnya menyebabkan volatilitas yang lebih sebelum dan

38 sesudah economic release. Obligasi yang diterbitkan oleh perusahaan maupun oleh pemerintah memiliki suatu penilaian atau rating tertentu yang menjelaskan tingkat risiko dari obligasi yang dihadapi oleh investor. Adanya penilaian atas risiko obligasi ini dikarenakan oleh investor ingin memastikan apakah kupon dan pokok atas obligasi dapat diperolehnya sesuai jadwal dan dalam jumlah yang telah ditentukan sesuai dengan ketentuan dan persyaratan obligasi tersebut. Untuk melakukan riset mengenai hal ini sangat sulit dilakukan oleh individu oleh karena itu investor umumnya memanfaatkan suatu lembaga jasa pemeringkat untuk menentukan rating suatu institusi penerbit obligasi sehingga tingkat risiko dari obligasi dapat diukur. Tingkat risiko yang semakin tinggi dari suatu obligasi menjelaskan bahwa obligasi tersebut memiliki rating yang rendah begitu pula sebaliknya tingkat risiko yang semakin rendah menjelaskan bahwa obligasi tersebut memiliki rating yang tinggi. Tingkat yield suatu obligasi berbanding terbalik dengan rating dari suatu obligasi dimana hal ini dijelaskan bahwa semakin tinggi rating suatu obligasi maka tingkat yield obligasi tersebut rendah yang dikarenakan oleh tingkat risiko dari obligasi tersebut rendah begitupun sebaliknya. Tingkatan rating obligasi bermacam-macam dari suatu lembaga pemeringkat ke lembaga pemeringkat yang lain. Contohnya adalah Moody s menggunakan Aaa untuk rating tertinggi, diikuti Aa, A, Baa, Ba, B, Caa, Ca, C, dan D untuk rating terendah. Sedangkan Standard & Poor s menggunakan AAA untuk rating tertinggi, diikuti AA, A, BBB, BB, B, CCC, CC, dan C untuk yang

39 terendah. Dua lembaga ini merupakan lembaga pemeringkat yang diterima di seluruh dunia Yield Yield merupakan tingkat keuntungan yang diperoleh oleh para investor. Yield obligasi terbagi menjadi dua jenis yaitu yield to maturity merupakan tingkat keuntungan dari investasi pada obligasi yang memiliki tingkat ketepatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan current yield. Sedangkan current yield merupakan yield yang diukur dengan cara membagi tingkat kupon obligasi dengan harga beli obligasi tersebut. Selain itu yield to maturity juga merupakan tingkat diskon yang digunakan untuk mem-present value-kan cash flow obligasi di masa yang akan datang (baik itu kupon maupun pokok) sehingga sama dengan harga belinya. Dan jenis yield ini merupakan yield yang sering digunakan dalam istilah sehari-hari dimana interpretasi lain dari yield adalah juga harga dari uang. Adapun cara menghitung yield berdasarkan publikasi Departemen Keuangan Republik Indonesia ialah: Current yield Current yield mengukur tingkat pendapatan pada saat ini berdasarkan tingkat bunga kupon yang diterima dengan harga pasar saat ini. Obligasi negara seri FR0028 dengan tingkat kupon 10% dibeli pada harga 95 (artinya 95% dari nominal), maka current yield adalah sebesar:

40 kupon tahunan Current yield = harga saat ini Current yield = Coupon Price = 10% 95% x Rp.100, Rp.100, = % Dengan demikian, tingkat keuntungan investor sebenarnya adalah sebesar % bukan 10% (kuponnya). Yield to maturity Yield to maturity mengukur tingkat pengembalian hasil investasi dari obligasi yang dipegang hingga masa jatuh temponya, termasuk pendapatan dari bunga kupon yang diinvestasikan kembali pada tingkat bunga yang besarnya sama dengan tingkat bunga kupon tersebut (Fakhruddin, 2008). Yield to maturity dapat dihitung sebagai berikut: YTM = C i i + M 1 1+i n C = nominal pembayaran kupon semi-annually N = jumlah periode (jumlah tahun dikali 2) I = tingkat bunga periodik (i dibagi 2) M = nominal saat jatuh tempo Seorang investor membeli obligasi yang membayar bunga setiap tahun sekali sebesar 5% dari nominalnya. Nominal obligasi sebesar Rp. 10,-. Obligasi tersebut akan jatuh tempo tepat lima tahun mendatang dari saat dibelinya obligasi. Berapa harga obligasi (P)

41 tersebut jika investor menghendaki yield to maturity 4%, 5%, atau 6%? Jika yield to maturity 4%, maka harga obligasi (P): P= 5% % % % % % % 1+4% 2 1+4% 3 1+4% 4 1+4% 5 1+4% 6 = 1.054,52 Dengan demikian, investor harus membayar Rp ,52 untuk memperoleh obligasi tersebut. Dengan perhitungan yang sama, jika yield to maturity yang diharapkan adalah 5% dan 6% maka harganya secara berturut-turut adalah Rp.1000,- dan Rp.957,87. Selain dari dua jenis yield diatas juga terdapat yield to call yang mengukur tingkat pengembalian hasil investasi atas obligasi yang dipegang hingga obligasi tersebut dibeli kembali oleh penerbit obligasi tersebut. Perhitungan yield to call berdasarkan kupon (coupon rate), jangka waktu hingga call, dan harga pasar (Fakhruddin, 2008). Pergerakan yield obligasi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain ekspektasi inflasi, persepsi risiko, kondisi likuiditas ekonomi, serta suku bunga acuan bank sentral. Ekspektasi inflasi, persepsi risiko, kondisi likuiditas ekonomi, serta suku bunga memiliki hubungan yang berbanding lurus atau positif dengan besarnya tingkat yield suatu obligasi.

42 2.3. Obligasi Negara Obligasi negara atau biasa disebut dengan obligasi pemerintah (government bond) merupakan instrumen investasi yang diterbitkan oleh pemerintah suatu negara yang bertujuan sebagai sumber pembiayaan fiskal pemerintah. Menurut laporan tahunan Bank Indonesia dalam Sasanti (2008) obligasi negara diterbitkan dalam denominasi mata uang domestik maupun mata uang asing yang biasa disebut dengan obligasi internasional (sovereign bond). Obligasi negara merupakan obligasi yang memiliki tingkat risiko rendah atau obligasi yang bebas risiko karena pemerintah dapat menaikkan pajak ataupun mencetak uang guna melunasi pembayaran obligasinya pada saat jatuh tempo. Terdapat catatan dimana obligasi pemerintah pernah mengalami gagal bayar seperti yang terjadi pada pemerintah Rusia, walaupun ini sangat langka terjadi. Di Indonesia menurut Departemen Keuangan Republik Indonesia dalam publikasinya (2009) tentang mengenal surat utang negara menjelaskan bahwa obligasi negara dikenal dengan Surat Utang Negara (SUN) yang merupakan surat berharga negara yang berupa surat pengakuan utang dalam mata uang Rupiah maupun valuta asing yang pembayaran bunga dan pokoknya oleh Negara Republik Indonesia sesuai dengan masa berlakunya. Dasar hukum penerbitan SUN dan pengelolaannya diatur dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang Surat Utang Negara (SUN). Tujuan dari penerbitan SUN adalah membiayai defisit APBN, menutupi kekurangan kas jangka pendek, dan mengelola portofolio utang negara.

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H

INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H INTEGRASI PASAR OBLIGASI NEGARA DI ANTARA NEGARA NEGARA ASEAN+6 OLEH SURYARISMAN PRATAMA H14053246 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN SURYARISMAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO

ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO ANALISIS INVERSTASI DAN PORTOFOLIO Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya pembayaran sejumlah uang tetap pada suatu tanggal jatuh

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2

PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 PELATIHAN MANAJEMEN OBLIGASI DAERAH TAHAP MIDDLE/2 BAGI STAF BPKD PEMPROF DKI JAKARTA DI GEDUNG DIKLAT 23 27 MEI 2011 OBLIGASI PEMERINTAH RILYA ARYANCANA Topik KARAKTERISTIK OBLIGASI PEMERINTAH JENIS OBLIGASI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset

BAB I PENDAHULUAN. Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi adalah alat bagi seorang investor untuk meningkatkan nilai aset yang dimilikinya. Investor dapat melakukan investasi pada beragam aset finansial, salah satunya

Lebih terperinci

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51

OVERVIEW investasi obligasi. 1/51 http://www.deden08m.wordpress.com OVERVIEW Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. 1/51 OBLIGASI PERUSAHAAN Obligasi perusahaan

Lebih terperinci

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

MATERI 7.  TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 7 http://www.deden08m.com TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya

Lebih terperinci

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi.

OVERVIEW 1/51. Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OVERVIEW 1/51 Konsep pengertian obligasi. Karakteristik dan jenis obligasi. Hasil-hasil (yields) yang diperoleh dari investasi obligasi. OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056

ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 i ANALISIS PERGERAKAN NILAI TUKAR RUPIAH DAN EMPAT MATA UANG NEGARA ASEAN OLEH RUSNIAR H14102056 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 ii RINGKASAN RUSNIAR.

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA TAHUN 2009 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2009 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima

BAB I PENDAHULUAN. yang membeli obligasi disebut pemegang obligasi (bondholder) yang akan menerima BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dewasa ini perkembangan dunia investasi semakin marak. Banyaknya masyarakat yang tertarik dan masuk ke bursa untuk melakukan investasi menambah semakin berkembangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang,

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sejarah liberalisasi sektor keuangan di Indonesia bisa dilacak ke belakang, setidaknya sejak tahun 1983 saat pemerintah mengeluarkan deregulasi perbankan (Pakjun 1983).

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi suatu negara sangat ditunjang oleh indikator tabungan dan investasi domestik yang digunakan untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian, baik di dalam negeri maupun di tingkat dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah

BAB I PENDAHULUAN. Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep keuangan berbasis syariah Islam (Islamic finance) dewasa ini telah tumbuh secara pesat, diterima secara universal dan diadopsi tidak hanya oleh negaranegara Islam

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Obligasi Korporasi Obligasi merupakan salah satu instrumen keuangan yang cukup menarik bagi kalangan investor di pasar modal ataupun

Lebih terperinci

MATERI 7. TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO

MATERI 7.  TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO MATERI 7 http://www.deden08m.com TEORI INVESTASI DAN PORTFOLIO OBLIGASI PERUSAHAAN 2/51 Obligasi perusahaan merupakan sekuritas yang diterbitkan oleh suatu perusahaan yang menjanjikan kepada pemegangnya

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H

ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H ANALISIS PENGARUH NERACA PERDAGANGAN DAN CAPITAL INFLOW TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI INDONESIA OLEH PRIMA ANDRIANI H14104090 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai negara berkembang, Indonesia membutuhkan dana yang tidak sedikit jumlahnya di dalam pembangunan nasional. Dalam konteks pembangunan nasional maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Investasi pada dasarnya adalah uang yang dipakai untuk menghasilkan uang (Sjahrir, 2006). Dengan demikian uang ditanam atau diinvestasikan dalam objek yang

Lebih terperinci

ririkyunita@yahoo.co.id Beberapa Istilah Dalam Nilai nominal ( nominal value atau face value ) atau nilai pari ( par value ) Besarnya nilai rupiah obligasi yang diterbitkan tertera pada lembaran obligasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Era globalisasi telah menghapuskan batasan bagi perusahaan dalam melaksanakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Era globalisasi telah menghapuskan batasan bagi perusahaan dalam melaksanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Era globalisasi telah menghapuskan batasan bagi perusahaan dalam melaksanakan kegiatan usaha. Dengan adanya penghapusan batasan ini, persaingan dalam dunia

Lebih terperinci

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti

repository.unisba.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pasar modal tempat diperjual belikannya keuangan jangka panjang seperti utang, ekuitas (saham), instrumen derivatif dan instrumen lainnya. Pasar modal merupakan salah

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK INDONESIA (SBI) DAN KINERJA BANK TERHADAP LABA PERBANKAN OLEH LIA AMALIA H14102098 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan untuk melakukan hedging kewajiban valuta asing beberapa bank. (lifestyle.okezone.com/suratutangnegara 28 Okt.2011). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa Orde Baru, pemerintah menerapkan kebijakan Anggaran Berimbang dalam penyusunan dan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang artinya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan

BAB I PENDAHULUAN. merupakan biaya yang ditanggung pemerintah untuk melakukan peminjaman, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Risiko gagal bayar dari sebuah negara dapat diukur melalui premi risiko dari surat utangnya yang dapat dilihat dari sovereign bond spread 1. Sovereign bond spread

Lebih terperinci

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti

XXI. Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10. PPA Univ. Trisakti PPA Univ. Trisakti XXI Resume Investasi Obligasi Ritel Indonesia Seri 10danSimulasi Perhitungan ORI 10 Tugas Mata Kuliah : Manajemen Keuangan dan Pasar Modal Dosen Pengajar : Ibu Susi Muchtar Mahasiswa

Lebih terperinci

Risk associated with investing in bonds & sector overview RAYNALDI KALATA H WAHYUDI WIBOWO

Risk associated with investing in bonds & sector overview RAYNALDI KALATA H WAHYUDI WIBOWO Risk associated with investing in bonds & sector overview RAYNALDI KALATA H-3112030 WAHYUDI WIBOWO-3112062 INTRODUCTION 11 resiko yang akan dihadapi investor ketika berinvestasi pada obligasi, yaitu:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010.

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis dampak..., Wawan Setiawan..., FE UI, 2010. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan ekonomi dunia dewasa ini berimplikasi pada eratnya hubungan satu negara dengan negara yang lain. Arus globalisasi ekonomi ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Beberapa literatur tentang Obligasi Negara, serta tingkat resiko finansial yang akan dibahas dalam tesis ini dijelaskan dalam bab ini. Demikian pula pendekatanpendekatan analisis

Lebih terperinci

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H

STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H STABILITAS MONETER PADA SISTEM PERBANKAN GANDA DI INDONESIA OLEH HENI HASANAH H14103001 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 STABILITAS MONETER PADA SISTEM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS

BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS BAB II LANDASAN TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS II.1 Landasan Teori II.1.1 Obligasi Korporasi (Corporate Bond) II.1.1.1 Definisi Obligasi Korporasi Menurut Harmono, obligasi merupakan surat tanda utang

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% RD Pasar

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa

BAB I PENDAHULUAN. 12,94% meskipun relatif tertinggal bila dibandingkan dengan kinerja bursa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Beragam isu membayangi, indeks Pasar Modal Indonesia sukses melewati semua ujian. Sepanjang 2012, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencerminkan kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan, yaitu modal sendiri dan utang. Utang bisa didapatkan melalui

BAB I PENDAHULUAN. pendanaan, yaitu modal sendiri dan utang. Utang bisa didapatkan melalui BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber pendanaan suatu perusahaan bisa didapatkan dari dua jenis pendanaan, yaitu modal sendiri dan utang. Utang bisa didapatkan melalui sistem perbankan dalam bentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU,

BAB I PENDAHULUAN. menjadi pemicu kenaikan jumlah nominal utang pemerintah Indonesia (DJPU, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pasar keuangan global yang sangat cepat dan semakin terintegrasi telah mengakibatkan pasar obligasi memainkan peranan penting sebagai alternatif sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor

BAB I PENDAHULUAN. Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi dapat dilakukan dibanyak sektor, salah satunya adalah sektor properti. Pada umumnya banyak masyarakat yang tertarik menginvestasikan dananya di sektor properti

Lebih terperinci

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3%

Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% 1 Prediksi Tingkat Suku Bunga SPN 3 Bulan 6,3% Prediksi tingkat suku bunga SPN 3 Bulan tahun 2016 adalah sebesar 6,3% dengan dipengaruhi oleh kondisi ekonomi internal maupun eksternal. Data yang digunakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi

Pendek (< 1 Tahun) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi Produk Investasi Deposito SBI Pendek (< 1 Tahun) Jangka Waktu Investasi Menengah (1-5 Thn) Panjang (>5 Thn) Obligasi Mata Uang Asing Saham Properti Emas Koleksi 2 INSTRUMEN INVESTASI JANGKA PENDEK 3 Dipergunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsekuensi dari krisis keuangan global yang mulai terjadi pada tahun 2008 lalu, Federal Reserve (bank sentral Amerika) dan bank sentral dari negara-negara maju harus

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah)

BAB 1 PENDAHULUAN. Grafik 1.1 Perkembangan NFA periode 1997 s.d 2009 (sumber : International Financial Statistics, IMF, diolah) BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam beberapa dekade terakhir, perekonomian Indonesia telah menunjukkan integrasi yang semakin kuat dengan perekonomian global. Keterkaitan integrasi ekonomi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya setiap perusahaan membutuhkan dana untuk dapat mengembangkan bisnisnya. Sumber pendanaan dapat berasal dari pihak eksternal maupun pihak internal

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara.

Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara SUN Ritel Jakarta, 30 November 2017 Pembicara: SANDI ARIFIANTO Kepala Seksi Perencanaan

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang

I. PENDAHULUAN. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah sebuah indikator yang menunjukkan pergerakan harga saham di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks ini mencakup pergerakan seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal

BAB I PENDAHULUAN. pihak yang membutuhkan dana. Menurut Fahmi dan Hadi (2009:41), pasar modal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran aktif lembaga pasar modal merupakan sarana untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal dengan mempertemukan kepentingan investor selaku pihak

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% BII (TD)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang yang sedang membangun, membutuhkan dana yang cukup besar untuk membiayai pembangunan. Penanaman modal dapat dijadikan sebagai

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang

menyebabkan meningkatnya risiko gagal bayar (default risk). Hal ini berpotensi mengganggu kestabilan sistem keuangan dan ekonomi makro seperti yang TANYA JAWAB PERATURAN BANK INDONESIA NO.16/20/PBI/2014 TANGGAL 28 OKTOBER 2014 TENTANG PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN DALAM PENGELOLAAN UTANG LUAR NEGERI KORPORASI NONBANK 1. Q: Apa latar belakang diterbitkannya

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Obligasi. Pendidikan Investasi Dua Bulanan. Cara Kerja Obligasi

Dasar-Dasar Obligasi. Pendidikan Investasi Dua Bulanan. Cara Kerja Obligasi September 2010 Dasar-Dasar Pasar obligasi dikenal juga sebagai pasar surat utang dan merupakan bagian dari pasar efek yang memungkinkan pemerintah dan perusahaan meningkatkan modalnya. Sama seperti orang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan multifinance di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. Objek dari penelitian ini adalah perusahaan multifinance di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Objek dari penelitian ini adalah perusahaan multifinance di Indonesia. Berdasarkan data Biro Riset Infobank (biri), pada Januari 2010, posisi pembiayaan multifinance

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat,

BAB I PENDAHULUAN. berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, nilai serta norma masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan investasi di suatu negara akan dipengaruhi oleh pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Semakin baik tingkat perekonomian suatu negara, maka semakin baik pula

Lebih terperinci

1 Universitas indonesia

1 Universitas indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beberapa pertanyaan menggelitik dari penelitian-penelitian terdahulu mengenai pelarian modal yang terjadi di suatu Negara cukup menarik perhatian untuk dicermati oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS

BAB I PENDAHULUAN. perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Krisis global tahun 2008 disebabkan oleh permasalahan pembayaran kredit perumahan (subprime mortgage default) di Amerika serikat. Krisis ekonomi AS terjadi karena

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas

BAB I PENDAHULUAN. dalam suatu periode tertentu, baik atas dasar harga berlaku maupun atas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara, terutama untuk negara-negara yang sedang berkembang. Peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Perusahaan agar dapat menguasai pasar, maka harus mampu bersaing dan dapat terus mengembangkan usahanya. Perusahaan untuk mengembangkan usahanya memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Sebuah negara yang memiliki keuangan yang kuat dan modern, berarti telah memiliki perubahan pola pikir tentang uang dan pengalokasiannya. Hal ini menjadi sangat di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. 2.r. vii profil Suku Bunga Surat 25 Utang Negara. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.

DAFTAR ISI. 2.r. vii profil Suku Bunga Surat 25 Utang Negara. Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1. DAFTAR ISI Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Tabel Daftar Gambar BAB I 1.1 L2 1.3 L.4 1.5 PENDAHULUAN Peran Pemerintah Dalam Perekonomian Perkembangan APBN dan Defisit 1990-2OO9 Perkembangan Surat Utang

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H

ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H ANALISIS PENGARUH ALIRAN MODAL TERHADAP PEREKONOMIAN DOMESTIK INDONESIA OLEH MARDI EFRIZA H14102119 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN MARDI

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV

ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis

Lebih terperinci

By: Muhammad Andryzal Fajar

By: Muhammad Andryzal Fajar By: Muhammad Andryzal Fajar andryzal_fajar@uny.ac.id Obligasi Saham Obligasi (bond) dapat didefinisikan sebagai utang jangka panjang yang akan dibayarkan kembali pada saat jatuh tempo dengan bunga yang

Lebih terperinci

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H

KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H KAJIAN EMPIRIS INTEGRASI EKONOMI ASEAN+3 : ANALISIS PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KONVERGENSI KURS OLEH AMALIA AYUNINGTYAS H14051325 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi dalam perkembangannya ditandai dengan adanya perdagangan bebas. Perdagangan bebas merupakan suatu kegiatan jual beli produk antar negara tanpa adanya

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA

ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA ANALISIS KETERKAITAN ANTARA INDEKS SAHAM SYARIAH DI BEBERAPA NEGARA DAN INDEKS SAHAM JAKARTA ISLAMIC INDEX (JII) DI INDONESIA OLEH Zainul Abidin H14103065 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejarah perkembangan obligasi di Indonesia ini berawal dari Pemerintah Orde

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Sejarah perkembangan obligasi di Indonesia ini berawal dari Pemerintah Orde BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejarah perkembangan obligasi di Indonesia ini berawal dari Pemerintah Orde Lama yang menerbitkan empat jenis obligasi negara ritel di tahun 1946, 1950 dan 1959. Dalam

Lebih terperinci

MODUL 15 PENILAIAN OBLIGASI

MODUL 15 PENILAIAN OBLIGASI MODUL 15 PENILAIAN OBLIGASI 1. BEBERAPA ISTILAH PENTING DALAM VALUASI OBLIGASI Pengetahuan mengenai efek bersifat hutang seperti obligasi beserta metode valuasinya tidak dapat dipisahkan dari beberapa

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN)

PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Direktorat Surat Utang Negara PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA (SUN) Jakarta, 30 November 2017 DJPPR Kemenkeu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan

BAB I PENDAHULUAN. A.Latar Belakang. Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Di era globalisasi perdagangan diseluruh dunia, dimana siklus perdagangan dapat dengan bebas bergerak ke setiap Negara di penjuru dunia. yang secara langsung berpengaruh

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mekanisme transmisi kebijakan moneter merupakan suatu proses yang menjelaskan bagaimana kebijakan moneter yang ditetapkan oleh bank sentral mempengaruhi aktivitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara.

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup. besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang penelitian Pasar modal (capital market) telah terbukti memiliki andil yang cukup besar dalam perkembangan perekonomian suatu negara. Pasar modal memiliki beberapa daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pasar modal yang pesat memiliki peran penting dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Perkembangan pasar modal yang pesat memiliki peran penting dalam 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan pasar modal yang pesat memiliki peran penting dalam meningkatkan pertumbuhan perekonomian. Pada penelitian yang dilakukan (Sulystari, 2013),

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2007 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2007 I. Pendahuluan Laporan pertanggungjawaban pengelolaan Surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang menganut sistem perekonomian terbuka. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang berintegrasi dengan banyak negara lain baik dalam

Lebih terperinci

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA

NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2002 TENTANG SURAT UTANG NEGARA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara yang sedang berkembang sehingga perekonomian masih sangat bergantung pada negara lain. Teori David Ricardo menerangkan perdagangan

Lebih terperinci

PROSES KEPUTUSAN INVESTASI

PROSES KEPUTUSAN INVESTASI PROSES KEPUTUSAN INVESTASI A. Mengenal Sekuritas Ekuitas Dan Sekuritas Hutang Sekuritas hutang adalah bukti kepemilikan hutang perusahaan lain berupa surat berharga yang menunjukan hak investor untuk mendapatkan

Lebih terperinci

DAN JANGKA PENDEK H DEPARTEMEN MEN. Oleh :

DAN JANGKA PENDEK H DEPARTEMEN MEN. Oleh : ANALISIS KAUSALIT TAS ANTARA INVESTASI PORTOFOLIO DAN PERKEMBANGAN INDEKS HARGAA SAHAM GABUNGAN (IHSG) DALAM JANGKA PENDEK DAN JANGKA PANJANG DI INDONESIA Oleh : MOCHAMMAD AKBAR H14104054 DEPARTEMEN ILMU

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND

LAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS

BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS BAB II KAJIAN PUSTAKA, RERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Kajian Pustaka 1. Teori Sinyal (Signalling Theory) Teori yang dapat digunakan sebagai landasan dalam yield to maturity adalah teori sinyal (Theory

Lebih terperinci

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global

Fokus Negara IMF. Fokus Negara IMF. Ekonomi Asia yang Dinamis Terus Memimpin Pertumbuhan Global Fokus Negara IMF Orang-orang berjalan kaki dan mengendarai sepeda selama hari bebas kendaraan bermotor, diadakan hari Minggu pagi di kawasan bisnis Jakarta di Indonesia. Populasi kaum muda negara berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus

BAB I PENDAHULUAN. akan sangat mempengaruhi iklim usaha di Indonesia. Para pelaku bisnis harus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan kondisi perekonomian baik global maupun regional dalam beberapa tahun terakhir ini mengalami pasang surut, contohnya krisis ekonomi yang terjadi di Eropa

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang

BAB I PENDAHULUAN. Perusahaan menerbitkan obligasi dengan tujuan untuk menghindari risiko yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu kebijakan perusahaan agar bisa mendapatkan dana tanpa harus berutang ke perbankan dan menerbitkan saham baru adalah menerbitkan obligasi. Perusahaan

Lebih terperinci