BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. penelitian ini baik tentang Tanah Lot ataupun perempuan. Penelitian tersebut

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN. penelitian ini baik tentang Tanah Lot ataupun perempuan. Penelitian tersebut"

Transkripsi

1 12 BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Kajian Pustaka Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang digunakan dalam penelitian ini baik tentang Tanah Lot ataupun perempuan. Penelitian tersebut ditulis oleh Pujani (2010), Kusuma (2012), Widana (2015), Pratiwi (2013), Sri (2013) dan Cukier (1996). Penelitian sebelumnya memfokuskan diri pada pekerja anak pada sektor informal, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat di Tanah Lot, perubahan pengelolaan Tanah Lot dan dampaknya terhadap masyarakat, kehidupan social ekonomi perempuan penjual postcard di Tanah Lot, motivasi perempuan sebagai pengelola pondok wisata di Ubud, dan peluang kerja bagi kaum perempuan di industri pariwisata. Berikut akan dikaji satu per satu untuk melihat perbedaan dengan penelitian ini. Pujani (2010) dalam penelitiannya tentang pekerja anak di sektor informal penjual postcard di Tanah Lot berpendapat bahwa anak-anak terlibat dalam kegiatan sektor nafkah di Tanah Lot sebagai penjual postcard. Adapun yang melatarbelakangi anak-anak berjualan dapat dikategorikan atas dua kategori pokok yakni faktor internal lingkungan keluarga mereka dan faktor eksternal yang berasal dari lingkungan komunitas mereka. Dorongan anak-anak untuk bekerja di 12

2 13 sektor informal menjadi menguat karena mereka berada dalam lingkungan kerja yang mampu memberikan rasa aman bagi mereka. Dikatakan demikian karena, interaksi sosial antara anak komponen-komponen jaringan kerja dan aspek pariwisata lainnya di Tanah Lot di landasi hubungan kebudayaan pseudo dan geniologis. Kusuma (2012) mengungkapkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Beraban dalam pengelolaan Tanah Lot dimulai sejak tahun 2000 sampai sekarang. Keterlibatan masyarakat lokal dalam pembangunan dan pengelolaan pariwisata merupakan salah satu implementasi dari community based tourism. Bentuk keterlibatan masyarakat beraban berupa partisipasi pasif dan partisipasi aktif, partisipasi pasif dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat Desa Beraban dalam setiap kegiatan yang dibuat oleh pihak manajemen operasional dalam memajukan Tanah Lot dan partisipasi aktif dilakukan oleh masyarakat yang langsung terlibat dalam pengelolaan Tanah Lot setiap harinya seperti pegawai atau karyawan dari operasional. Proses pemberdayaan masyarakat desa beraban dilihat dari empat bentuk yaitu pemberdayaan ekonomi, pemberdayaan psikologis, pemberdayaan sosial, dan pemberdayaan politik. Proses pemberdayaan bertujuan untuk membantu masyarakat untuk memiliki kemampuan dalam merencanakan, mengelola, mengambil keputusan, dan mengawasi jalannya pembangunan pariwisata di Tanah Lot. Widana (2015) dalam penelitiannya tentang perubahan pengelola Tanah Lot dan dampaknya terhadap Desa Pakraman didapat bahwa terjadinya perubahan pengelolaan Tanah Lot karena adanya faktor-faktor yang mempengaruhi. Faktor

3 14 yang mempengaruhi pengelolaan dari pihak swasta menjadi tiga pihak seperti kesempatan kerja, tanggunjawab lokal, sumber daya manusia yang memadai, wilayah Desa Pakraman, landasan hukum, dan kondisi politik. Faktor yang mempengaruhi pengelolaan dari tiga pihak menjadi dua pihak yaitu kepentingan pemerintah daerah dan Desa Pakraman, peningkatan hasil pembagian pengelolaan, memiliki sumber daya manusia yang baik untuk mengelola, berakhirnya masa perjanjian, adanya landasan hukum, dan kondisi politik saat itu. Perubahan pengelolaan Tanah Lot telah memberikan dampak secara langsung dan tidak langsung yang dapat dinikmati oleh masyarakat setempat. Dampak tersebut dibagi menjadi tiga aspek, yaitu aspek fisik, sosial budaya, dan ekonomi. Adapun upaya yang dilakukan oleh pengelola yang baru yaitu menambah atraksi wisata, menyediakan lokasi fasilitas pariwisata, mendistribusikan lokasi berdagang, mengatur dan mengawasi kegiatan usaha pariwisata, menjaga kelestarian dan kebersihan kawasan Tanah Lot, dan membentuk membentuk kelompok pedagang serta menjalin hubungan dan komunikasi yang baik dengan pemilik lahan pribadi. Dalam penelitian yang berjudul Kehidupan Sosial Ekonomi Perempuan Penjual Postcard di Kawasan Daya Tarik Wisata Khusus Tanah Lot Pratiwi, (2013) mendapatkan bahwa hal-hal yang memotivasi atau mendorong kaum perempuan untuk bekerja sebagai penjual postcard digolongkan menjadi tiga faktor antara lain : faktor ekonomi, faktor sosial dan faktor etos kerja. Perempuan yang bekerja sebagai penjual postcard memberikan kontribusi bagi kehidupan keluarganya, sehingga dapat disimpulkan bahwa perempuan penjual postcard memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan keluarganya.

4 15 Cukier, Norris dan Wall (1996) dalam studi kasus di Sanur dan Kuta yang dilakukan pada tahun pada 240 pekerja dibidang pariwisata dengan empat kategori kelompok, (1) Staf kantor depan di hotel berbintang; (2) Sopir atau guide yang mengantar wisatawan dalam tour wisata; (3) Bekerja di art shop; (4) Pedagang acung dijalan dan di pantai. Kuisioner dibagikan secara kuota sampling dengan 30 per orang untuk setiap lokasi di dua daerah. Jumlah responden terbagi atas 159 laki-laki dan 81 perempuan. Hasil penelitian, pada pekerja kantor depan ditemukan jumlah pekerja pria dan wanita hampir sama (26 perempuan dan 34 laki-laki), pekerja art shop di dominasi oleh kaum perempuan (46 perempuan dan 14 laki-laki), pedagang acung didominasi oleh laki-laki (51 laki-laki dan 9 perempuan) sebagian besar pedagang berasal dari Jawa, tetapi tour guide tidak ada perempuan untuk menjadi sampel diteliti. Penelitian ini membuktikan bahwa pariwisata memberikan peluang kerja bagi perempuan, walaupun ini menguntungkan bagi laki-laki dan perempuan namun pada sektor formal (pekerja di hotel), perempuan dibayar lebih murah daripada laki-laki. Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah pekerja perempuan didominasi pekerja pada art shop dan bagian kantor depan hotel. Kedua pekerjaan ini memiliki keserasian dengan peraturan tradisional perempuan Bali (Cukier, Norris dan Wall 1996). Dalam Artikel yang berjudul Faktor-faktor yang Memotivasi Perempuan sebagai Pengelola Pondok Wisata di Kelurahan Ubud, Kecamatan Ubud, Kabupaten Gianyar Sri (2013) mengungkapkan motivasi perempuan sebagai pengelola pondok wisata adalah untuk mengaktualisasi diri guna meningkatkan

5 16 ekonomi keluarga. Selain untuk meningkatkan ekonomi demi kesejahteraan keluarga, tetapi juga didasarkan atas pertimbangan faktor budaya, sistem sosial, kemajuan teknologi, pendidikan, dan faktor lingkungan. Meskipun kegiatan perempuan mampu memberikan sumbangan ekonomi yang cukup besar terhadap diri sendiri, keluarga, dan masyarakat, namun dalam kenyataan belum mampu mengurangi beban kerja perempuan di sektor domestik serta memberikan hak yang setara dengan laki-laki dalam membuat keputusan, hal ini terganjal oleh adat patrilineal yang berakar pada agama Hindu (Sri, 2013). Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu sama-sama meneliti tentang kaum perempuan yang bekerja pada ranah publik khususnya sektor informal. Adapun kaitan antara penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang yaitu penelitian terdahulu memberi pemahaman bahwa perempuan dapat melakukan peran yang kompleks tanpa mempertimbangkan perbedaaan jenis kelamin, serta penggunaan fisik yang kuat. Bagi perempuan bekerja merupakan suatu keharusan, karena itu mereka tidak memilih-milih jenis pekerjaan, baik itu pekerjaan kasar atau halus, berat atau ringan semua mesti dapat dilakoni. Yang terpenting pekerjaan tersebut mampu memenuhi kebutuhan ekonominya serta tidak terikat ketat oleh waktu karena perempuan tidak bisa terlepas dari ikatan domestik dan menyama braya (sosial). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu tahun penelitian dilakukan dan subjek penelitian. Penelitian ini meneliti motivasi kaum perempuan untuk membuka usaha sektor informal di kawasan Tanah Lot. Setelah diketahui motivasi maka akan diteliti faktor yang menghambat dan mendukung

6 17 perempuan dalam membuka usaha sektor informal, dan kemudian akan diteliti terkait pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan Tanah Lot. 2.2 Konsep Dalam penelitian ini terdapat tiga konsep yang digunakan dan dijelaskan sebagai berikut Sektor Informal Menurut Effendi Sektor informal di Indonesia telah dirumuskan dengan ciri-ciri pokok yang bersifat kualitatif sebagai berikut : 1. Teknologi yang digunakan masih bersifat tradisional. 2. Modal dan putaran usaha relatif kecil, sehingga skala operasi juga relatif kecil. 3. Pendidikan yang dipergunakan untuk menjalankan usaha tidak memerlukan pendidikan formal, karena pendidikan yang diperoleh dari pengalaman kerja (magang). 4. Pada umumnya unit usaha termasuk golongan oneman enter prise dan tenaga kerja dari keluarga. 5. Hasil produksi atau jasa, terutama dikonsumsi oleh golongan tertentu yaitu masyarakat kota atau wisatawan (Effendi, 1998). Sektor informal pada umumnya ditandai oleh beberapa karakteristik khas seperti sangat bervariasinya bidang kegiatan produksi barang dan jasa, berskala kecil, unit-unit produksinya dimiliki secara perorangan atau keluarga, banyak menggunakan tenaga kerja dan teknologi yang dipakai relatif sederhana. Para

7 18 pekerja yang menciptakan sendiri lapangan kerjanya. Sektor informal ini memiliki banyak keterkaitan dengan sektor-sektor lainnya dalam perekonomian perkotaan, bahkan nasional secara keseluruhan (Erani, 2000). Menurut Safaria (2003) sektor informal dipandang sebagai kekuatan yang semakin signifikan bagi perekonomian lokal dan global, seperti yang dicantumkan dalam pernyataan visi WIEGO (Woman In Informal Employment Globalizing and Organizing) yaitu mayoritas pekerja di dunia kini bekerja di sektor informal dan proporsinya terus membengkak sebagai dampak dari globalisasi: mobilitas capital, restrukturisasi produksi barang dan jasa, dan deregulasi pasar tenaga kerja mendorong semakin banyak pekerja ke sektor informal. Menurut Manning (1991) bahwa sektor informal merupakan suatu istilah yang mencakup dalam istilah usaha sendiri, merupakan jenis kesempatan kerja yang kurang terorganisir, persyaratan kerjanya jarang dijangkau oleh aturan hukum. Mereka adalah kumpulan pedagang, pekerja yang tidak terikat, memiliki pendapatan tidak tetap. Dari pemaparan di atas yang dimaksudkan sektor informal pada penelitian ini yaitu usaha-usaha yang dibuka oleh kaum perempuan seperti penjual jepit rambut, usaha penjualan postcard, dan penjual jajan tradisional Bali (klepon). Semua usaha di atas tergolong informal karena tergolong usaha berskala kecil yang memiliki tujuan mendistribusikan barangnya kepada konsumen untuk mendapatkan keuntungan ekonomi.

8 Kinerja Perempuan Menurut Suyatno (2010:179) keberhasilan usaha industri kecil di pengaruhi oleh berbagai faktor. Kinerja usaha perusahaan merupakan salah satu tujuan dari setiap pengusaha. Kinerja usaha industri kecil dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan dalam pencapaian maksud atau tujuan yang diharapkan. Ukuran keberhasilan usaha suatu perusahaan dapat dilihat dari berbagai aspek, seperti: kinerja keuangan dan image perusahaan. Menurut Luk dalam Suyatno (2010:179) berkaitan dengan faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil ditandai oleh inovasi dan perilaku mau mengambil resiko. Hasil penelitian Murphy dalam sumber yang sama menemukan bahwa keberhasilan usaha kecil disumbangkan oleh kerja keras, dedikasi, dan komitmen terhadap pelayanan dan kualitas.berbagai faktor penentu keberhasilan usaha industri kecil hasil identifikasi penelitian Luk tersebut pada dasarnya adalah cerminan dari kemampuan usaha (pengetahuan, sikap dan keterampilan), pengalaman yang relevan, motivasi kerja dan tingkat pendidikan seseorang pengusaha. Keberhasilan usaha dapat dipengaruhi oleh kemampuan usaha yang tercermin diantarannya melalui pengetahuan, sikap, dan keterampilan dari pengusaha. Keberhasilan suatu usaha diidentikkan dengan laba atau penambahan material yang dihasilkan oleh pengusaha, tetapi pada dasarnya keberhasilan usaha tidak hanya dilihat dari hasil secara fisik tetapi keberhasilan usaha dirasakan oleh pengusaha dapat berupa panggilan pribadi atau kepuasaan batin.

9 20 Beberapa indikator dalam menentukan keberhasilan usaha menurut Noor (2007:397) adalah sebagai berikut : 1. Laba/Profitability Laba merupakan tujuan utama dari bisnis. Laba usaha adalah selisih antara pendapatan dengan biaya. 2. Produktivitas Besar kecilnya produktivitas suatu usaha akan menentukan besar kecilnya produksi. Hal ini akan mempengaruhi besar kecilnya penjualan dan pada akhirnya menentukan besar kecilnya pendapatan, sehingga mempengaruhi besar kecilnya laba yang diperoleh. 3. Daya Saing Daya saing adalah kemampuan atau ketangguhan dalam bersaing untuk merebut perhatian dan loyalitas konsumen. Suatu bisnis dapat dikatakan berhasil, bila dapat mengalahkan pesaing atau paling tidak masih bisa bertahan menghadapi pesaing. Jadi dalam penelitian ini yang dimaksud dengan sukses dalam membuka usaha yaitu: 1. Memiliki laba nyata atau keuntungan selama berjualan di Tanah Lot. 2. Produktivitas dalam penelitian ini yaitu produktivitas perempuan yang bekerja dari sektor informal, lebih lanjut dilihat dari jam kerja dan jumlah hari kerja.

10 21 3. Daya saing yaitu kemampuan para perempuan dalam bersaing secara sehat untuk keberlanjutan usahanya, baik sebagai penjual postcard, klepon, dan jepit Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan masyarakat adalah sebuah konsep pembangunan ekonomi yang merangkum nilai-nilai sosial. Konsep ini mencerminkan paradigma baru pembangunan, yakni yang bersifat people centred, participatory, empowering, and sustainable (Chambers, 1995). Konsep ini lebih luas dari hanya semata-mata memenuhi kebutuhan dasar (basic needs) atau menyediakan mekanisme untuk mencegah proses pemiskinan lebih lanjut (safety net), yang pemikirannya belakangan ini banyak dikembangkan sebagai upaya mencari alternatif terhadap konsep-konsep pertumbuhan di masa yang lalu. Konsep ini berkembang dari upaya banyak ahli dan praktisi untuk mencari apa yang antara lain oleh Friedman (1992) disebut sebagai alternative development, yang menghendaki inclusive democracy, appropriate economic growth, gender equality and intergenerational equaty. Menurut Sumodiningrat (2002) dalam upaya memberdayakan masyarakat dapat dilihat dari tiga sisi, yaitu; 1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang (Enabling ). Titik tolaknya adalah pengenalan bahwa setiap manusia, setiap masyarakat, memiliki potensi yang dapat dikembangkan. Pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan

11 22 mendorong, memotivasikan, dan membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya untuk mengembangkannya. 2. Memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat (empowering). Dalam rangka ini diperlukan langkah-langkah lebih positif, selain dari hanya menciptakan iklim dan suasana. Perkuatan ini meliputi langkahlangkah nyata, dan menyangkut penyediaan berbagai masukan (input), serta pembukaan akses ke dalam berbagai peluang (opportunities) yang akan membuat masyarakat menjadi berdaya. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat, tetapi juga pranatapranatanya. Menanamkan nilai-nilai budaya modern, seperti kerja keras, hemat, keterbukaan, dan kebertanggungjawaban adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan ini. Demikian pula pembaharuan institusi-institusi sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya. Hal terpenting adalah peningkatan partisipasi rakyat dalam proses pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan masyarakatnya. Oleh karena itu, pemberdayaan masyarakat amat erat kaitannya dengan pemantapan, pembudayaan, pengamalan demokrasi. 3. Memberdayakan mengandung arti melindungi. Dalam proses pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah, karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Oleh karena itu, perlindungan dan pemihakan kepada yang lemah sangat mendasar sifatnya dalam konsep pemberdayaan masyarakat. Melindungi tidak berarti mengisolasi atau menutupi dari interaksi, karena hal akan mengerdilkan

12 23 yang kecil dan melunglaikan yang lemah. Melindungi harus dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah. Pemberdayaan masyarakat bukan membuat masyarakat menjadi makin tergantung pada berbagai program pemberian (charity). Pada dasarnya setiap apa yang dinikmati harus dihasilkan atas usaha sendiri (yang hasilnya dapat dipertikarkan dengan pihak lain). Dengan demikian tujuan akhirnya adalah memandirikan masyarakat, memampukan, dan membangun kemampuan untuk memajukan diri ke arah kehidupan yang lebih baik secara berkesinambungan. Adapun yang dimaksud dengan pemberdayaan dalam penelitian ini yaitu upaya yang dilakukan guna mampu meningkatkan kualitas hidup perempuan dan kesejahteraan perempuan selama membuka usaha sektor informal di Tanah Lot. 2.3 Landasan Teori Teori Motivasi Menurut Herzberg ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor tersebut yaitu faktor higiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor higiene memotivasi seseorang untuk ke luar dari ketidakpuasan, termasuk di dalamnya adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan (faktor ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai kepuasan, yang termasuk di dalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat kehidupan (faktor intrinsik). Semakin kuat motivasi intrinsik yang dimiliki oleh seseorang, semakin besar kemungkinan

13 24 ia memperlihatkan tingkah laku yang kuat untuk mencapai tujuan. Motivasi ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh melalui pengamatan sendiri, ataupun melalui saran, anjuran atau dorongan dari orang lain (Luthans, 2006:283). Dari pengertian di atas maka dalam penelitian ini motivasi perempuan membuka usaha sektor informal dipengaruhi oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik. Adapun variabel motivasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Golongan Umur Umur pekerja sangat besar mempengaruhi motivasi seseorang untuk bekerja, semakin tua umurnya maka produktivitasnya akan semakin menurun. Hal ini disebabkan karena kondisi fisiknya yang semakin menurun sehingga mereka cenderung untuk menetap bekerja di satu tempat sebaliknya pekerja diusia yang muda akan memiliki hasrat untuk berpindah-pindah kerja (Siagian, 2002). 2. Tingkat Pendidikan Semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki kaum perempuan maka semakin tinggi juga peluang kerja yang dimilikinya (Siagian, 2002). 3. Pendapatan Keluarga Pendapatan keluarga merupakan keseluruhan hasil yang didapat oleh anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhannya, yang dihitung dalam satuan rupiah. Semakin rendah pendapatan keluarga, maka semakin besar motivasi perempuan untuk bekerja (Siagian, 2002). 4. Status Perkawinan

14 25 Perempuan yang menyandang status kawin, akan meningkatkan aktivitas pergaulan dalam masyarakat. Bertambahnya aktivitas di masyarakat tentu akan bertambah pula kebutuhan sebagai akibat dari interaksi sosial yang ada di dalam masyarakat sehingga akan mampu memotivasi perempuan dalam bekerja (Siagian, 2002). 5. Lokasi Rumah Lokasi bekerja yang dekat dengan rumah memberikan banyak keuntungan, seperti ongkos transportasi murah, bahkan dapat ditempuh dengan berjalan kaki, tidak menyewa tempat tinggal (Siagian, 2002). 6. Kondisi Kerja Kondisi kerja yang baik bisa menjadi motivator untuk bekerja. Adapun kondisi kerja yang dimaksudkan yaitu lingkungan kerja, fasilitas kerja yang baik, keamanan dan keselamatan di tempat kerja juga mempengaruhi motivasi kerja (Siagian, 2002). 7. Pendapatan Tinggi Upah merupakan salah satu jenis pembayaran balas jasa yang diterima oleh tenaga kerja. Bekerja dengan mendapatkan penghasilan yang tinggi akan dapat memotivasi perempuan untuk bekerja atau membuka usaha (Siagian, 2002). 8. Kedudukan Memiliki usaha atau bekerja di publik, maka perempuan akan memiliki penghargaan atau prestise dari keluarganya karena tidak hanya bekerja dirumah sebagai ibu rumah tangga (Siagian, 2002).

15 26 Adapun motivasi instrinsik yang dimaksud dalam penelitian ini yaitu umur, tingkat pendidikan, pendapatan keluarga, dan status perkawinan. Motivasi ekstrinsik dalam penelitian ini yaitu lokasi tempat usaha, kondisi tempat kerja/usaha, pendapatan/upah, kedudukan. Maslow ( ) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia memiliki lima kebutuhan. Lima tingkat kebutuhan itu dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks. Adapun hirarki tersebut seperti gambar berikut : Gambar 2.1 Teori Kebutuhan Menurut Abraham Maslow (Sumber : Maslow, 1943) 1) Kebutuhan fisiologis (sandang, pangan, dan papan) 2) Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya) 3) Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima, dan memiliki) 4) Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan serta pengakuan) Keb. Penghargaan Kebutuhan Sosial Kebutuhan Rasa Aman Kebutuhan fisiologis Aktualisasi diri 5) Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan;

16 27 kebutuhan aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya) Teori motivasi ini akan digunakan untuk menganalisis rumusan masalah yang pertama yaitu motivasi kaum perempuan untuk membuka usaha pariwisata sektor informal di kawasan Tanah Lot Teori Postfeminisme Secara historis, akar gerakan feminisme sebagai gerakan yang memperjuangkan kepentingan kaum perempuan muncul pertama kali pada abad ke-19 pada era victorian. Gelombang pertama gerakan feminisme muncul pada abad 19 ketika kaum perempuan menuntut persamaan hak dengan laki laki dan menyoal berbagai penindasan yang menimpa kaum perempuan, dan terwujud dengan pengakuan atas hak perempuan sebagai warga negara (hak sipil, ekonomi dan sosial), serta berbagai hak formal yang diakui oleh hukum (Van Vutch Tijsen, 2000). Hak tersebut antara lain hak untuk ikut dalam pemilu, hak kepemilikan dan hak hukum lainnya. Prinsip prinsip postfeminisme ini terlihat sejalan dengan ideologi posttrukturalis ide pembebasan menjadi isu utama gerakan mereka. Pembebasan tersebut dilakukan untuk melawan beroperasinya struktur kekuasaan, hegemoni patriarki serta untuk memerdekakan diri (liberating) subjek. Gerakan posfeminisme berusaha untuk mendestabilisasi dan mendekonstruksi ideologi patriarki dan kehidupan masyarakat dunia yang phallosentris, menggantikannya dengan tatanan baru yang lebih cair. Perempuan dapat mengekspresikan dan mengaktualisasikan dirinya tanpa sekat struktural yang membelenggu.

17 28 Menurut Brook (2009) postfeminisme adalah jalan baru bagi upaya sebagian perempuan untuk melakukan kritik dan otokritik dari dalam dan dari luar gerakan feminis yang memberikan suara lain bagi gerakan perempuan untuk memperbaiki kehidupannya, baik dalam lingkungan kerja maupun keluarga, baik dunia pemikiran maupun dunia aktivisme, baik dalam lingkungan real ataupun simbolik, dan baik dunia sosial maupun dunia media. Teori postfeminisme akan digunakan untuk menganalisis rumusan masalah yang kedua terkait faktor yang menghambat dan mendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot Teori Partisipasi Dalam penelitian ini digunakan teori partisipasi Arnstein (1969). Arnstein merupakan orang yang pertama kali mendefinisikan strategi partisipasi yang didasarkan pada distribusi kekuasaan antara masyarakat (komunitas) dengan badan pemerintah (agency). Partisipasi masyarakat identik dengan kekuasaan masyarakat (citizen partisipation is citizen power), Arnstein menggunakan metafora tangga partisipasi, setiap anak tangga mewakili strategi partisipasi yang berbeda yang didasarkan pada distribusi kekuasaan. Tangga terbawah merepresentasikan kondisi tanpa partisipasi (non participation), meliputi: (1) manipulasi (manipulation) dan (2) terapi (therapy). (3) menginformasikan (informing), (4) konsultasi (consultation), dan (5) penentraman (placation), ketiga tangga menggambarkan tingkatan tokenisme (degree of tokenism). Tokenisme dapat diartikan sebagai kebijakan sekadarnya, berupa upaya superfisial (dangkal, pada permukaan) atau tindakan simbolis dalam

18 29 pencapaian suatu tujuan. Tangga ke (6) kemitraan (partnership), (7) pendelegasian wewenang (delegated power), dan (8) pengendalian masyarakat (citizen control). Tiga tangga terakhir ini menggambarkan perubahan dalam keseimbangan kekuasaan yang oleh Arnstein dianggap sebagai bentuk sesungguhnya dari partisipasi masyarakat. Berikut gambar 2.2 menunjukan tangga partisipasi menurut Arnstein: Citizen Control Delegated Power Citizen Power Partnership Placation Consultation Tokenisme Informing Therapy Manipulation Nonparticipation Gambar 2.2 Tangga partisipasi menurut Arnstein (Sumber : Arnstein, 1969) 1. Manipulasi (manipulation) Pada tangga partisipasi ini relatif tidak ada komunikasi dan dialog, tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik partisipan. 2. Terapi (therapy) Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. Tangga ketiga, keempat dan kelima dikategorikan sebagai derajat tokenisme, peran serta masyarakat diberikan

19 30 kesempatan untuk berpendapat dan didengar pendapatnya, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. Peran serta pada jenjang ini memiliki kemungkinan yang sangat kecil untuk menghasilkan perubahan dalam masyarakat. 3. Informasi (information) Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tetapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back). 4. Konsultasi (consultation) Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penentraman (placation) Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. Tiga tangga teratas dikategorikan sebagai bentuk yang sesungguhnya dari

20 31 partisipasi dimana masyarakat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. 6. Kemitraan (partnership) Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan. 7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power) Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program. 8. Pengendalian warga (citizen control) Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah. Jadi dalam penelitian ini teori partisipasi akan digunakan untuk menganalisis rumusan masalah yang ketiga yaitu pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot.

21 Model Penelitian Perkembangan globalisasi memberikan pengaruh terhadap tuntutan hidup masyarakat di Bali, begitu juga dengan perempuan yang berada di kawasan Tanah Lot. Namun satu sisi, perempuan dengan bekerja akan memiliki peran ganda. Kedua sisi ini saling mempengaruhi kehidupan masyarakat lokal khususnya perempuan yang terlibat dalam membuka usaha pariwisata sektor informal di Kawasan Tanah Lot. Partisipasi perempuan dalam membuka usaha sektor informal di Tanah Lot akan dikaji lebih dalam dengan kajian pariwisata terkait motivasi perempuan untuk membuka usaha pariwisata sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot, faktor penghambat dan pendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot, dan upaya pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di kawasan daya tarik wisata Tanah Lot. Model penelitian digambarkan sebagai berikut.

22 33 Pariwisata di Tanah Lot Tuntutan Hidup Perempuan di Tanah Lot Peran Ganda Usaha sektor informal di Tanah Lot Motivasi perempuan membuka usaha sektor informal di Tanah Lot Teori Motivasi - Sektor Informal - Kinerja Perempuan Faktor penghambat dan pendukung perempuan dalam membuka usaha sektor informal di Tanah Lot Teori Postfeminisme - Pemberdayaan Perempuan Pemberdayaan perempuan dalam membuka usaha sektor informal di Tanah Lot Teori Partisipasi Hasil Rekomendasi Keterangan tanda : Hubungan Klausal Hubungan Korelasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia mencapai orang, yang terdiri atas orang lakilaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peluang kerja di Indonesia sangat dipengaruhi oleh laju pertumbuhan penduduk. Menurut hasil sensus penduduk pada tahun 2010 jumlah penduduk di Indonesia mencapai 237.556.363

Lebih terperinci

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program

Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Implementasi Program Pemberdayaan Masyarakat Upaya penanggulangan kemiskinan yang bertumpu pada masyarakat lebih dimantapkan kembali melalui Program Pengembangan Kecamatan (PPK) mulai tahun Konsepsi Pemberdayaan

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan

PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL. Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan PEMBANGUNAN & PERUBAHAN SOSIAL Pendekatan-Pendekatan Alternatif Dalam Pembangunan Bila model pembangunan yang berbasis kapitalisme tidak mampu mensejahterakan masyarakat, apa alternatifnya? Community Development/Community

Lebih terperinci

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN

BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN 50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good

Lebih terperinci

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Disampaikan Pada Gladi Manajemen Pemerintahan Desa Bagi Kepala Bagian/Kepala Urusan Hasil Pengisian Tahun 2011 Di Lingkungan Kabupaten Sleman, 19-20 Desember 2011 Cholisin : Staf

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA.1

II. TINJAUAN PUSTAKA.1 16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Sumber Daya Manusia Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan suatu perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan atas pengadaan, pengembangan, kompensasi,

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH

TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH 45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja BAB II KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Penilaian Kinerja 2.1.1.1 Pengertian Penilaian Kinerja Menurut Veithzal Rivai (2004:309) mendefinisikan penilaian kinerja

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Mewujudkan visi dan misi pembangunan KotaMojokerto di era desentralisasi, demokrasi dan globalisasi ini, strategi dan arah kebijakan pembangunan jangka menengah diterapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Teori Hierarki Kebutuhan Terdapat berbagai macam teori motivasi, salah satu teori motivasi yang umum dan banyak digunakan adalah Teori Hierarki Kebutuhan. Teori

Lebih terperinci

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan masyarakat Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat (Bahan Diskusi) Pendidikan Luar Sekolah STKIP Siliwangi Bandung 2011 1 Pemberdayaan masyarakat Latar Belakang konsep pembangunan pada dasarnya bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan

Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan 2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Proyek Konstruksi Proyek konstruksi merupakan suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka waktu pendek dengan sumber daya tertentu untuk

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori Burung Hantu ( Tyto alba ) dan Pemanfaatannya Partisipasi Masyarakat 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Burung Hantu (Tyto alba) dan Pemanfaatannya Burung hantu (Tyto alba) pertama kali dideskripsikan oleh Giovani Scopoli tahun 1769. Nama alba berkaitan dengan warnanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Motivasi Motivasi berasal dari kata Latin movere yang berarti dorongan atau menggerakkan. Motivasi (motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya

BAB II KAJIAN TEORI. untuk melakukan atau bertindak sesuatu. Keberadaan pegawai tentunya BAB II KAJIAN TEORI 2.1. Pengertian Motivasi Kerja Motivasi adalah proses seseorang untuk mendorong mereka melaksanakan sesuatu yang telah ditetapkan. Sedangkan motivasi kerja adalah keinginan yang timbul

Lebih terperinci

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara

MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara MELIHAT POTENSI EKONOMI BAWEAN pada acara PEMBUKAAN PSB KOTA SURABAYA Oleh: Dr. Asmara Indahingwati, S.E., S.Pd., M.M TUJUAN PROGRAM Meningkatkan pendapatan dan Kesejahteraan masyarakat Daerah. Mempertahankan

Lebih terperinci

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR

SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:

Lebih terperinci

REVIEW DAN ANALISIS JURNAL INOVASI KOTA SUKABUMI DALAM MENGINTEGRASIKAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN AGRIBISNIS

REVIEW DAN ANALISIS JURNAL INOVASI KOTA SUKABUMI DALAM MENGINTEGRASIKAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN AGRIBISNIS REVIEW DAN ANALISIS JURNAL INOVASI KOTA SUKABUMI DALAM MENGINTEGRASIKAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN DAN AGRIBISNIS Penulis Jurnal : RAHMAT SUKANDAR, S.Si, MT., M.Sc. Kepala Bidang Pengkajian, Evaluasi dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)

TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Wilayah Pesisir Sampai saat ini memang belum ditemukan definisi yang pasti mengenai wilayah pesisir karena batas-batas yang ada bisa berubah sewaktu-waktu, namun ada beberapa

Lebih terperinci

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7

Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7 Konsep Konsep Motivasi BAHAN AJAR 7 Konsep Motivasi Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian penelitian ini membahas tentang Pengelolaan Pulau Penyu oleh Masyarakat Lokal Sebagai Daya Tarik Wisata di Tanjung Benoa, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi seperti sekarang ini, pembangunan dilakukan disegala bidang seperti dalam bidang ekonomi yang menjadi pusat perhatian utama dunia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang. Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan zaman melalui kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) dan sistem informasinya memberikan banyak dampak positif bagi kalangan yang jeli membaca

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Strategi Adaptasi Strategi adaptasi dimaksud oleh Edi Suharto dalam Edi (2009:29), sebagai Coping strategies. Secara umum strategi bertahan hidup (coping strategies) dapat didefinisikan

Lebih terperinci

BAPPEDA KAB. LAMONGAN

BAPPEDA KAB. LAMONGAN BAB IV VISI DAN MISI DAERAH 4.1 Visi Berdasarkan kondisi Kabupaten Lamongan saat ini, tantangan yang dihadapi dalam dua puluh tahun mendatang, dan memperhitungkan modal dasar yang dimiliki, maka visi Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi saat ini, kehidupan perekonomian perusahaan

BAB I PENDAHULUAN. Memasuki era globalisasi saat ini, kehidupan perekonomian perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Memasuki era globalisasi saat ini, kehidupan perekonomian perusahaan dihadapkan pada suatu persaingan yang semakin ketat baik secara domestik maupun internasional.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan

BAB I PENDAHULUAN. Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan. kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gender merupakan konstruksi sosial mengenai perbedaan peran dan kesempatan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan peran dan kesempatan tersebut terjadi baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32

BAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk

II TINJAUAN PUSTAKA. kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah cara untuk 13 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1. Pengertian Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan kinerja atau keberhasilan organisasi. Pokok kepemimpinan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Menurut Rivai (2009:1) Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) merupakan salah satu bidang dari manajemen umum yang meliputi segi perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kompensasi 2.1.1 Pengertian Kompensasi Karyawan melakukan pekerjaan di instansi maupun perusahaan untuk memperoleh gaji berupa uang untuk memenuhi kebutuhan kehidupanya seharihari.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 2.1. Tinjauan Hasil Penelitian Sebelumnya Penelitian sebelumnya dilakukan oleh (Adikampana dkk, 2014) yang berjudul Partisipasi Masyarakat Lokal dalam Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya

BAB I PENDAHULUAN. dengan sistem CBT (Community Based Tourism) terhadap kondisi berdaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Penelitian ini membahas tentang dampak atau pengaruh pengelolaan destinasi wisata Gunung Api Purba Nglanggeran yang dalam hal ini dikelola dengan sistem CBT (Community

Lebih terperinci

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI

BAB XIII TEKNIK MOTIVASI BAB XIII TEKNIK MOTIVASI Tim LPTP FIA - UB 13.1 Pendahuluan Tantangan : 1. Volume kerja yang meningkat 2. Interaksi manusia yang lebih kompleks 3. Tuntutan pengembangan kemampuan sumber daya insani 4.

Lebih terperinci

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang

Pilihan Strategi dalam Mencapai Tujuan Berdagang Bab Dua Kajian Pustaka Pengantar Pada bab ini akan dibicarakan beberapa konsep teoritis yang berhubungan dengan persoalan penelitian tentang fenomena kegiatan ekonomi pedagang mama-mama asli Papua pada

Lebih terperinci

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. kawasan Asia terutama yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997

BAB I. A. Latar Belakang Masalah. kawasan Asia terutama yang terjadi di Indonesia pada pertengahan tahun 1997 1 BAB I A. Latar Belakang Masalah Persaingan dunia bisnis yang semakin ketat, mengharuskan perusahaan untuk menyusun rencana strategis sehingga dapat tetap bertahan dalam bisnis dan menjalankan fungsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Manajemen merupakan inti dari organisasi, oleh karena itu penulis menganggap perlu untuk mengemukakan pengertian manajemen, manajemen dari kata to manage

Lebih terperinci

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH

BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH BAB 7 KEBIJAKAN UMUM DAN PROGRAM PEMBANGUNAN DAERAH 7.1 Kebijakan Umum Perumusan arah kebijakan dan program pembangunan daerah bertujuan untuk menggambarkan keterkaitan antara bidang urusan pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran kaum perempuan Indonesia dalam menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidaklah kecil. Perjuangan perempuan Indonesia dalam menegakkan NKRI dipelopori

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan

II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan 6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang masalah Pembangunan kualitas hidup manusia merupakan upaya yang terus dilakukan pemerintah dalam rangka mencapai kehidupan yang lebih baik. Upaya pembanguan ini ditujukan

Lebih terperinci

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat

Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat Konsepsi Pemberdayaan Masyarakat I. Pengertian Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang di Eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diakhir

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga

TINJAUAN PUSTAKA. Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori. Definisi Keluarga 7 Definisi Keluarga TINJAUAN PUSTAKA Definisi Keluarga dan Pendekatan Teori Menurut Undang-Undang nomor 10 Tahun 1992 Pasal 1 Ayat 10, keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami,

Lebih terperinci

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar)

PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) PARTISIPASI PETANI DALAM KEGIATAN KELOMPOKTANI (Studi Kasus pada Kelompoktani Irmas Jaya di Desa Karyamukti Kecamatan Pataruman Kota Banjar) Oleh: Aip Rusdiana 1, Dedi Herdiansah S 2, Tito Hardiyanto 3

Lebih terperinci

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD)

BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah BAB II RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH (RPJMD) A. Visi dan Misi 1. Visi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kabupaten Sleman 2010-2015 menetapkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender,

BAB I PENDAHULUAN. akar perselisihan. Isu dan permasalahan yang berhubungan dengan gender, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat masih terkungkung oleh tradisi gender, bahkan sejak masih kecil. Gender hadir di dalam pergaulan, percakapan, dan sering juga menjadi akar perselisihan.

Lebih terperinci

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penclitian. Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui kondisi kehidupan rumah

III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan Penclitian. Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui kondisi kehidupan rumah III. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN 3.1. Tujuan Penclitian Penelitian ini bertujuan 1). Untuk mengetahui kondisi kehidupan rumah tangga nelayan 2) Untuk mengidentifikasi kegiatan isteri nelayan di Kecamatan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik

BAB IV KESIMPULAN. Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik 68 BAB IV KESIMPULAN Perempuan sebagai subjek yang aktif dalam urusan-urusan publik (ekonomi) merupakan konsep kesetaraan gender. Perempuan tidak selalu berada dalam urusan-urusan domestik yang menyudutkannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dampak terjadinya krisis keuangan global tahun 1998 menyebabkan setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. dampak terjadinya krisis keuangan global tahun 1998 menyebabkan setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minimnya lapangan pekerjaan yang tersedia dan ancaman PHK sebagai dampak terjadinya krisis keuangan global tahun 1998 menyebabkan setiap orang harus memikirkan dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus

BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS. Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan suatu studi kasus BAB II LANDASAN KONSEP DAN TEORI ANALISIS 1.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya Kajian dalam penelitian ini mengambil tentang Pengelolaan Daya Tarik Wisata Alas Pala Sangeh Kabupaten Badung yang merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Pengertian Motivasi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Sedarmayanti (2010) mengatakan bahwa Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yaitu suatu kebijakan dan praktik menentukan aspek "manusia"

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi merupakan sebuah istilah yang berhubungan dengan peningkatan ketergantungan antar bangsa dan antar manusia diseluruh dunia melalui hubungan perdagangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 12 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi merupakan ilmu yang mempelajari tentang bumi. Menurut Bintarto dalam Budiyono (2003:3) geografi ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR

ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR ANALISIS PENGARUH FAKTOR-FAKTOR EKSTERNAL DAN INTERNAL TERHADAP MOTIVASI BERPRESTASI PEGAWAI PADA DINAS PERTAMBANGAN PEMDA KABUPATEN BOGOR Oleh ASTRID WIANGGA DEWI H24103086 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan adalah tiang penyangga dalam rumah tangga. Istilah tersebut menunjukkan bahwa perempuan memiliki posisi vital di tengah-tengah keluarga dengan segala fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kondisi perekonomian saat ini, perusahaan harus dapat

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan kondisi perekonomian saat ini, perusahaan harus dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan kondisi perekonomian saat ini, perusahaan harus dapat bekerjasama dengan karyawannya sehingga terjadi hubungan timbal balik antara perusahaan dengan

Lebih terperinci

Motivasi penting dikarenakan :

Motivasi penting dikarenakan : Motivasi Bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan Pemberian daya penggerak yg menciptakan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI

PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI PENGARUH FAKTOR SOSIAL EKONOMI PETANI DAN PARTISIPASI PETANI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI POLA TANAM PADI (Oryza sativa L) JAJAR LEGOWO 4 : 1 (Studi Kasus pada Kelompoktani Gunung Harja di Desa Kalijaya Kecamatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istimewa Yogyakarta. Data profil kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta pada

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istimewa Yogyakarta. Data profil kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta pada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah tingkat II di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Data profil kependudukan Daerah Istimewa Yogyakarta pada

Lebih terperinci

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi

II. LANDASAN TEORI. Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi 16 II. LANDASAN TEORI A. Definisi Iklim Organisasi Menurut Lussier (2005: 486) mengatakan bahwa iklim organisasi adalah persepsi pegawai mengenai kualitas lingkungan internal organisasi yang secara relatif

Lebih terperinci

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK

PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK PERGESERAN PERAN WANITA KETURUNAN ARAB DARI SEKTOR DOMESTIK KE SEKTOR PUBLIK (Studi Kasus di Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta Provinsi Jawa Tengah) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:

BAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah: BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari analisis data mengenai Dampak Pemberdayaan Masyarakat bagi Perempuan mengenai Pelaksanaan CSR PT. Badak NGL terhadap Anggota Perempuan Kelompok Tani Lestari

Lebih terperinci

KOMPENSASI / IMBALAN

KOMPENSASI / IMBALAN KOMPENSASI / IMBALAN Pengertian Banyak pengertian kompensasi yang telah diberikan. Namun tidak ada satu pengertian pun yang pasati dan diterima secara umum. Pemberian kompensasi merupakan salah satu tugas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diberbagai daerah serta menciptakan kesempatan kerja. Sasaran

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan diberbagai daerah serta menciptakan kesempatan kerja. Sasaran BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan suatu wilayah adalah serangkaian kebijakan sebagai usaha meningkatkan taraf hidup masyarakat, untuk menciptakan keseimbangan pembangunan diberbagai daerah

Lebih terperinci

Oleh, Nurin Fajrina Pada Tahun 2015 ABSTRAK. program pengelolaan hasil laut yang diberikan PT.Petrokimia kepada ibu-ibu nelayan di

Oleh, Nurin Fajrina Pada Tahun 2015 ABSTRAK. program pengelolaan hasil laut yang diberikan PT.Petrokimia kepada ibu-ibu nelayan di PROSES PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI PROGRAM KEMITRAAN PENGELOLAAN HASIL LAUT ( STUDI PADA PELAKSANAAN CSR PT.PETROKIMIA GRESIK DI KELURAHAN LUMPUR, KECAMATAN GRESIK, KABUPATEN GRESIK) Oleh, Nurin Fajrina

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap lembaga pemerintah didirikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagi Lembaga Pemerintah yang berorientasi sosial, tujuan utamanya

Lebih terperinci

Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Kediri Tahun

Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Kediri Tahun Visi dan Misi RPJMD Kabupaten Kediri Tahun 2016-2021 Terwujudnya Ketahanan Pangan bagi Masyarakat Kabupaten Kediri yang Religius, Cerdas, Sehat, Sejahtera, Kreatif, dan Berkeadilan, yang didukung oleh

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997)

BAB II LANDASAN TEORI. berkaitan dengan komitmen afektif dan budaya organisasi. karena mereka menginginkannya (Meyer dan Allen, 1997) BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dijabarkan teori-teori yang menjadi kerangka berfikir dalam melaksanakan penelitian ini. Beberapa teori yang dipakai adalah teori yang berkaitan dengan komitmen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai individu, bekerja merupakan salah satu aktivitas yang dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Untuk beberapa orang bekerja itu merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. upaya dari anggota organisasi untuk meningkatkan suatu jabatan yang ada. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Masyarakat hidup secara berkelompok dalam suatu kesatuan sistem sosial atau organisasi. Salah satu bidang dalam organisasi yaitu bidang politik (Wirawan,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada Era Globalisasi seperti sekarang ini persaingan perusahaan atau

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pada Era Globalisasi seperti sekarang ini persaingan perusahaan atau 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada Era Globalisasi seperti sekarang ini persaingan perusahaan atau organisasi semakin ketat sehingga untuk menghadapinya perusahaan harus mampu bertahan dan berkembang.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah.

BAB I PENDAHULUAN. melibatkan partisipasi masyarakat sebagai elemen penting dalam proses. penyusunan rencana kerja pembangunan daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pelaksanaan otonomi daerah tidak terlepas dari sebuah perencanaan baik perencanaan yang berasal dari atas maupun perencanaan yang berasal dari bawah. Otonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penelitian ini akan dilakukan di UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta. UD Anugerah Sejati Embroidery Yogyakarta adalah perusahan yang bergerak dalam

Lebih terperinci

BAB II TELAAH TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengertian dan Penalaran Konsep Produktivitas

BAB II TELAAH TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka Pengertian dan Penalaran Konsep Produktivitas BAB II TELAAH TEORI 21 Tinjauan Pustaka 211 Pengertian dan Penalaran Konsep Produktivitas Keberhasilan operasi perusahaan akan tergantung pada produktivitas kerja dari tenaga kerja, karena tenaga kerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kerja harus terus diusahakan agar standar kehidupan yang layak dapat

BAB I PENDAHULUAN. kerja harus terus diusahakan agar standar kehidupan yang layak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penciptaan tenaga kerja yang produktif merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan oleh pemerintah saat ini. Peningkatan produktivitas tenaga kerja harus

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan dunia yang semakin global dan ketat, perusahaan dituntut untuk mengelola usahanya dengan baik sehingga perusahaan mampu bersaing dengan

Lebih terperinci

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik

* Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang. 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik Terdapat dua teori besar dalam ilmu social yang melahirkan aliran feminisme, yakni: 1. Teori struktural fungsionalisme, dan 2. Teori struktural konflik * *Tokoh : Robert Merton & Talcott Parsons. *Teori

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN LAMPIRAN LAMPIRAN A Skala Penelitian A-1 SKALA SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA A-2 SKALA KESADARAN KESETARAAN GENDER LAMPIRAN A-1 Skala SIKAP SUAMI TERHADAP ISTRI BEKERJA LAMPIRAN A-2 Skala KESADARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia kebutuhan konsumen merupakan dasar bagi semua pemasaran modern. Kebutuhan merupakan intisari dari konsep pemasaran. Kunci bagi kelangsungan hidup perusahaan,

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN

BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN BAB VI STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Untuk mewujudkan visi dan misi, beserta tujuan dan sasaran yang telah dirumuskan, diperlukan penetapan mengenai upaya mencapai tujuan dan sasaran misi tersebut dalam

Lebih terperinci

PERANAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA

PERANAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA PERANAN MOTIVASI DALAM MENINGKATKAN PRODUKTIVITAS KERJA Oleh : Suhartapa Dosen Akademi Manajemen Putra Jaya ABSTRAK Kemampuan manajer dalam memotivasi, mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia 2.2. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Manajemen Sumber Daya Manusia Dalam menjalankan roda aktivitasnya, suatu perusahaan maupun organisasi tidak lepas dari kebutuhan akan sumber daya. Sumber daya manusia (SDM)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).

BAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia,

BAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi telah masuk dalam berbagai aspek kehidupan manusia, dunia semakin menyatu. Pada masa ini kejadian di suatu negara tidak lagi tertutup bagi dunia

Lebih terperinci