II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan
|
|
- Utami Pranoto
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 6 II. PENDEKATAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka Kemiskinan Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural, kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang disebabkan karena kondisi struktur sosial yang ada dalam suatu masyarakat tidak dapat memberikan kesempatan untuk menggunakan sumbersumber pendapatan yang sebenarnya tersedia. Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang disebabkan karena faktor budaya yang ada pada masyarakat, seperti malas, pola hidup kosumtif, sulit dalam mengorganisasi diri, dan sebagainya. Sedangkan kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor alam,dimana kondisi sumber daya alam yang ada pada suatu daerah tidak mendukung untuk kegiatan ekonomi produktif, melainkan secara alamiah rusak karena faktor alam maupun faktor manusia. Pada wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin adalah tidak memiliki akses dalam pemanfaatan sarana dan prasarana dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman yang jauh dibawah standar kelayakan dan mata pencaharian yang tidak menentu. Pada kasus kemiskinan dalam PNPM Mandiri Perkotaan, kemiskinan termasuk dalam kemiskinan struktural yang bersifat multidimensional yaitu; 1. Dimensi politik dapat dilihat dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin, sehingga mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta berdampak pada tidak ada akses pada sumber daya dan informasi. 2. Dimensi sosial berkaitan dengan internalisasi budaya kemiskinan yang berpengaruh pada kualitas hidup manusia dan etos kerja serta masyarakat miskin tidak diintegrasikan ke dalam institusi sosial yang ada.
2 7 3. Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan lebih tampak dalam bentuk rendahnya penghasilan sehingga masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup mereka sampai pada batas hidup yang layak. 4. Dimensi aset ditandai oleh rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap modal serta kualitas sumber daya manusia, peralatan kerja dan perumahan. (Sulistyowati,2002) Pengembangan Masyarakat dan Partisipasi Menurut Ambadar (2008), pengembangan masyarakat adalah salah satu pendekatan yang harus menjadi prinsip utama bagi seluruh unit-unit kepemerintahan maupun pihak korporasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya dalam memberikan pelayanan sosial. Bagi perusahaan, pengembangan masyarakat merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada sekedar aktivitas charity ataupun tujuh dimensi CSR lainnya. Hal ini disebabkan dalam pelaksanaan pengembangan masyarakat terdapat kolaborasi kepentingan bersama antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, dan keberlanjutan. Menurut Nasdian (2006) komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Aktivitas suatu komunitas dicirikan dengan partisipasi dan keterlibatan langsung anggota komunitas dalam kegiatan tersebut, dimana semua usaha swadaya masyarakat diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat untuk meningkatkan taraf hidup dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri, serta pembentukan pelayanan teknis, sifat berswadaya dan kegotongroyongan sehingga proses pembangunan berjalan efektif. Peran serta masyarakat selama ini hanya dilihat dalam konteks yang sempit, yaitu manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya pembangunan. Pada kondisi ini, partisipasi masyarakat hanya sebatas biaya pembangunan. Melihat kondisi ini, partisipasi masyarakat hanya sebatas pada implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya menjadi kreatif dari dalam dirinya dan harus menerima keputusan yang sudah diambil pihak luar. Akhirnya, partisipasi menjadi bentuk yang pasif dan tidak
3 8 memiliki kesadaran kritis (Nasdian, 2006). Payne (1979) dalam Nasdian (2006) menjelaskan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang harus ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya Definisi Partisipasi Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai berikut (Masril,2011): 1. Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam Sastropoetro, 1988:13). 2. Partisipasi masyarakat adalah berbagai kegiatan orang seorang, kelompok atau badan hukum yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak di penyelenggaraan penataan ruang (UU 24/1992). 3. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat sesuai dengan hak dan kewajibannya sebagai subyek dan obyek pembangunan; keterlibatan dalam tahap pembangunan ini dimulai sejak tahap perencanaan sampai dengan pengawasan berikut segala hak dan tanggung jawabnya (Kamus Tata Ruang,1998:79). Sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat sangat erat kaitannya dengan kekuatan atau hak masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan dalam tahap identifikasi masalah, mencari pemecahan masalah sampai dengan pelaksanaan berbagai kegiatan. Ada tiga alasan utama mengapa partisipasi
4 9 masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga, timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan bahwa merekapun mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini selaras dengan konsep man-centreddevelopment (suatu pembangunan yang dipusatkan pada kepentingan manusia), yaitu jenis pembangunan yang lebih diarahkan demi perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai suatu kejadian nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya, yaitu: 1. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi. 2. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut. 3. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran, tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya (Slamet, 1994). Faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian. Faktor internal berasal dari individu itu sendiri. Secara teoritis, tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis, yaitu:
5 10 1. Jenis Kelamin; partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. Di dalam sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki sejumlah hak istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak ikut berpartisipasi. 2. Usia; perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat. Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk berpartisipasi. Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan keputusan. 3. Tingkat Pendidikan; demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan. Salah satu karakteristik partisan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usahausaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan. Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan melalui pendidikan yang diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat tanggap terhadap inovasi. 4. Tingkat Penghasilan; tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat. Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga. Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi masyarakat untuk berpartisipasi. Tingkat penghasilan ini mempengaruhi
6 11 kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan bersedia untuk mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai akan sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka 5. Mata Pencaharian; mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibatdalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya Tingkat Partisipasi Masyarakat Partisipasi masyarakat adalah sebuah proses yang menyediakan individu suatu kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan publik dan merupakan komponen dalam proses keputusan yang demokratis. Partisipasi masyarakat merupakan arti sederhana dari kekuasaan masyarakat (citizen power). Hal tersebut menyangkut redistribusi kekuasaan yang memperbolehkan masyarakat miskin dilibatkan secara sadar dalam proses-proses ekonomi dan politik. Partisipasi masyarakat juga merupakan strategi dimana masyarakat miskin ikut terlibat dan menentukan bagaimana pemberian informasi, tujuan dan kebijakan dibuat, jumlah pajak yang dialokasikan, pelaksanaan program-program, dan keuntungan-keuntungan seperti kontrak dan perlindungan-perlindungan diberikan. Arnstein (1995) menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu pola bertingkat (ladder patern). Suatu tingkatan yang terdiri dari delapan tingkat dimana tingkatan paling bawah merupakan tingkat partisipasi masyarakat sangat rendah, kemudian tingkat yang paling atas merupakan tingkat dimana partisipasi masyarakat sudah sangat besar dan kuat. Tingkatan partisipasi masyarakat di atas bisa dijelaskan sebagai berikut. 1. Manipulasi (Manipulation); pada tingkat ini partisipasi masyarakat berada di tingkat yang sangat rendah. Bukan hanya tidak berdaya, akan tetapi pemegang kekuasaan memanipulasi partisipasi masyarakat melalui sebuah program untuk mendapatkan persetujuan dari masyarakat. Masyarakat sering ditempatkan sebagai komite atau badan penasehat dengan maksud sebagai pembelajaran
7 12 atau untuk merekayasa dukungan mereka. Partisipasi masyarakat dijadikan kendaraan public relation oleh pemegang kekuasaan. Praktek pada tingkatan ini biasanya adalah program-program pembaharuan desa. Masyarakat diundang untuk terlibat dalam komite atau badan penasehat dan sub-sub komitenya. Pemegang kekuasaan memanipulasi fungsi komite dengan pengumpulan informasi, hubungan masyarakat dan dukungan. Dengan melibatkan masyarakat di dalam komite, pemegang kekuasaan mengklain bahwa program sangat dibutuhkan dan didukung. Pada kenyataannya, hal ini merupakan alas an utama kegagalan dari program-program pembaharuan pedesaan di berbagai daerah. 2. Terapi (Therapy); untuk tingkatan ini, kata terapi digunakan untuk merawat penyakit. Ketidakberdayaan adalah penyakit mental. Terapi dilakukan untuk menyembuhkan penyakit masyarakat. Pada kenyataannya, penyakit masyarakat terjadi sejak distribusi kekuasaan antara ras atau status ekonomi (kaya dan miskin) tidak pernah seimbang. 3. Pemberian Informasi (Informing); tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini merupakan transisi antara tidak ada partisipasi dengan tokenism. Kita dapat melihat dua karakteristik yang bercampur. Pertama, pemberian informasi mengenai hak-hak, tanggung jawab, dan pilihan-pilihan masyarakat adalah langkah pertama menuju partisipasi masyarakat. Kedua, pemberian informasi ini terjadi hanya merupakan informasi satu arah (tentunya dari aparat pemerintah kepada masyarakat). Akan tetapi tidak ada umpan balik (feedback) dari masyarakat. Alat yang sering digunakan dalam komunikasi satu arah adalah media massa, pamflet, poster, dan respon untuk bertanya. 4. Konsultasi (Consultation); konsultasi dan mengundang pendapat-pendapat masyarakat merupakan langkah selanjutnya setelah pemberian informasi. Arnstein menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi langkah yang sah menuju tingkat partisipasi penuh. Namun, komunikasi dua arah ini sifatnya tetap buatan (artificial) karena tidak ada jaminan perhatian-perhatian masyarakat dan ide-ide akan dijadikan bahan pertimbangan. Metode yang biasanya digunakan pada konsultasi masyarakat adalah survai mengenai perilaku, pertemuan antar tetangga, dan dengar pendapat. Di sini partisipasi
8 13 tetap menjadi sebuah ritual yang semu. Masyarakat pada umumnya hanya menerima gambaran statistik, dan partisipasi merupakan suatu penekanan pada berapa jumlah orang yang datang pada pertemuan, membawa pulang brosurbrosur, atau menjawab sebuah kuesioner. 5. Penentraman (Placation); strategi penentraman menempatkan sangat sedikit masyarakat pada badan-badan urusan masyarakat atau pada badan-badan pemerintah. Pada umumnya mayoritas masih dipegang oleh elit kekuasaan. Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah dikalahkan dalam pemilihan atau ditipu. Dengan kata lain, mereka membiarkan masyarakat untuk memberikan saran-saran atau rencana tambahan, tetapi pemegang kekuasaan tetap berhak untuk menentukan legitimasi atau fisibilitas dari saran-saran tersebut. Ada dua tingkatan dimana masyarakat ditentramkan: (1) kualitas pada bantuan teknis yang mereka miliki dalam membicarakan prioritas mereka; (2) tambahan dimana masyarakat diatur untuk menekan prioritas tersebut. 6. Kemitraan (Partnership); pada tingkat kemitraan, partisipasi masyarakat memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Kekuatan tawar menawar pada tingkat ini adalah alat dari elit kekuasaan dan mereka yang tidak memiliki kekuasaan. Kedua pemeran tersebut sepakat untuk membagi tanggung jawab perencanaan dan pengambilan keputusan melalui badan kerjasama, komite-komite perencanaan, dan mekanisme untuk memecahkan kebuntuan masalah. Beberapa kondisi untuk membuat kemitraan menjadi efektif adalah: (1) adanya sebuah dasar kekuatan yang terorganisir di dalam masyarakat di mana pemimpin pemimpinnya akuntabel; (2) pada saat kelompok memiliki sumber daya keuangan untuk membayar pemimpinnya, diberikan honor yang masuk akan atas usaha-usaha mereka; (3) ketika kelompok memiliki sumber daya untuk menyewa dan mempekerjakan teknisi, pengacara, dan manajer (community organizer) mereka sendiri. 7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power); pada tingkat ini, masyarakat memegang kekuasaan yang signifikan untuk menentukan program-progam pembangunan. Untuk memecahkan perbedaan-perbedaan, pemegang kekuasaan perlu untuk memulai proses tawar menawar dibandingkan dengan memberikan respon yang menekan.
9 14 8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control); pada tingkat tertinggi ini, partisipasi masyarakat berada di tingkat yang maksimum. Pengawasan masyarakat di setiap sektor meningkat. Masyarakat meminta dengan mudah tingkat kekuasaan (atau pengawasan) yang menjamin partisipan dan penduduk dapat menjalankan sebuah program atau suatu lembaga akan berkuasa penuh baik dalam aspek kebijakan maupun dan dimungkinkan untuk menegosiasikan kondisi pada saat di mana pihak luar bisa menggantikan mereka. Tabel 2.1 Matriks Tangga Partisipasi Arnstein, 1969 Tangga/Tingkatan Partisipasi 1.Manipulasi (Manipulation) Hakikat Kesertaan Permainan oleh pemerintah 2.Terapi (Therapy) Sekedar agar masyarakat tidak marah/mengobati 3.Pemberitahuan (Information) 4.Konsultasi (Consultation) 5.Penentraman (Placation) 6.Kemitraan (Partnership) Sekedar pemberitahuan searah/sosialisasi Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya Saran masyarakat diterima tapi tidak selalu dilaksanakan Timbal-balik dinegosiasikan Tingkatan Pembagian Kekuasaan Tidak ada partisipasi (Non-Participant) Tokenisme/sekedar justifikasi agar masyarakat mengiyakan (Degree of Tokenism) 7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated power) 8. Kontrol Masyarakat (Citizen control) Sumber: Suciati, 2006 Masyarakat diberi kekuasaan (sebagian/seluruh program) Sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat Tingkatan kekuasaan ada di masyarakat (Degree of Citizen Power) Partisipasi dan Pemberdayaan Perempuan Angka kemiskinan di dunia menunjukan bahwa 2/3 perempuan di dunia termasuk kategori miskin. Perempuan masih menjadi pihak yang dirugikan oleh kemiskinan dan dipinggirkan oleh proses pembangunan. Dalam bidang pendidikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal masih lebih banyak diberikan kepada laki-laki dibanding perempuan. Di Indonesia 65 persen anak tidak sekolah adalah perempuan. Dalam bidang kesehatan angka kematian
10 15 ibu, merupakan angka terbesar di Asia yaitu 375 per kelahiran. (Masril,2011) Untuk pembangunan keterlibatan perempuan, masih banyak di sektor domestik dibandingkan dalam sektor publik. Perempuan, terutama di kalangan miskin seringkali menjadi penerima informasi kedua karena tidak pernah terlibat dalam rembug-rembug yang diselengarakan untuk memecahkan permasalahan masyarakat. Memang dibeberapa tempat kehadiran perempuan dalam penentuan keputusan terjadi walaupun jumlahnya relatif kecil, akan tetapi seringkali suaranya kalah dengan suara laki-laki yang jumlahnya cukup besar, bahkan kadang-kadang mereka hanya ikut hadir tetapi tidak bisa memberikan suaranya. Padahal rembug-rembug yang dilakukan warga merupakan asset yang besar sebagai modal sosial untuk melibatkan masyarakat dalam proses memecahkan persoalan kehidupan mereka. Menjadi strategis melibatkan perempuan dalam proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan monitoring dan evaluasi, karena: 1. Penghargaan terhadap perempuan sebagai manusia yang merdeka yang berhak untuk menentukan pemecahan masalah yang dihadapinya. 2. Ada pemecahan masalah-masalah; termasuk masalah kemiskinan yang menyangkut perempuan akan lebih tepat apabila dibicarakan bersama dengan perempuan karena merekalah yang betul-betul merasakan masalah dan kebutuhannya. Keputusan yang diambil hanya oleh kaum laki-laki seringkali hanya berhubungan dengan dunia laki-laki dan tidak mempunyai sensitivitas kepada masalah perempuan. Bila memikirkan masalah perempuanpun seringkali dasarnya tidak kuat karena mereka tidak mengalami masalahnya. 3. Memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya sebagai manusia. 4. Potensi yang besar yang dipunyai oleh perempuan, akan sangat berarti apabila digunakan bukan hanya sektor domestik akan tetapi juga dalam sektor publik sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat. 5. Keterlibatan dalam semua proses pembagunan memberikan kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan informasi yang sama.
11 16 Pendekatan pembangunan yang dipakai adalah pendekatan yang adil dan setara, sehingga ada jaminan terbukannya seluruh akses baik bagi laki-laki maupun perempuan untuk ikut berperan aktif dalam seluruh kegiatan masyarakat, karena sebagai manusia laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama. Pendekatan yang sejajar dan setara memberi peluang kemitraan bagi laki-laki dan perempuan sehinggga akan saling melengkapi sesuai dengan potensi yang dimiliki masing-masing bukan untuk saling menguasai. Pada kenyataanya perempuan harus berjuang untuk melibatkan diri dalam proses pembangunan. Makin banyak pembangunan tersebut semakin memunculkan fenomena mensubordinsaikan perempuan. Selama ini bukan pembangunan untuk perempuan akan tetapi perempuan untuk pembangunan. Upaya memberdayakan perempuan perlu terus dilakukan agar mereka tidak terlibat sebagai objek melainkan sebagai subjek dan memberikan seluruh potensinya untuk proses pembangunan. Proses pembangunan, seperti yang didefinisikan oleh sebagaian besar agenagen pembanguanan, memerlukan keterlibatan aktif kelompok sasaran sebagai peserta dalam proses pembangunan itu, mereka tidak boleh hanya menjadi penerima bantuan proyek yang pasif, tetapi harus memperbaiki kapasitas mereka agar mampu mengenali dan mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Untuk sampai definisi ini, proses pembangunan perempuan harus mengkombinasikan konsep kesetaraan gender dan konsep pemberdayaan perempuan dimana perempuan dapat terlibat dalam semua proses pembangunan. Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan tujuan hakiki pembangunan perempuan, maka wajar pemberdayaan perempuan menjadi alat utama untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan kesetaraan perempuan. Menurut Sudirja (2007), terdapat lima tingkat kesetaraan perempuan agar perempuan terlibat dalam proses pembangunan, yaitu : 1. Kesejahteraan; perempuan lebih dianggap sebagai penerima pasif kesejahteraan. Kesenjangan gender dapat diidentifikasi melalui tingkat kesejahteraan yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan dengan indikator keadaan gizi, angka kematian dan lain sebagainya. Pemberdayaan perempuasn tidak terjadi secara murni pada tingkat kesejahteraan ini karena tindakan untuk memperbaiki kesejahteraan masyarakat mensyaratkan akses perempuan atas
12 17 sumber daya harus meningkat dan ini berarti perempuan maju ke tahap berikutnya. 2. Akses; tingkat produktivitas perempuan lebih rendah karena adanya pembatasan akses atas sumberdaya pembangunan dan produksi dalam masyarakat, seperti tanah, kredit, lapangan kerja dan pelayanan. Mengatasi kesenjangan gender berarti akan meningkatkan akses perempuan sehingga setara dengan laki-laki. Pemberdayaan berarti perempuan disadarkan akan situasi-situasi yang tidak adil ini dimana kesadaran baru tersebut akan mendorong untuk berjuang mendapatkan haknya, termasuk memperoleh akses yang setara dan adil atas berbagai macam sumber daya baik di dalam rumah tangga komunitas dan masyarakat. 3. Kesadaran Kritis; tingkat kesadaran ini akan meningkatkan kesadaran perempuan bahwa masalah-masalah mereka tidak bersal dari ketidakmampuan pribadi mereka, melainkan karena ditundukan oleh sistem sosial diskriminasi yang sudah terinstitusi di dalam diri perempuan. Kesadaran ini akan membangkitkan kemampuan perempuan untuk menganalisis masyarakat secara kritis dan mengenai semua hal yang dianggap perlu normal atau bagian dari pemberian dunia yang permanen dan tidak bisa diubah jika menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan. Keyakinan pada kesetaraan gender ni merupakan elemen ideologis yang sangat penting dalam proses pemberdayaan, yang menyediakan basis konseptual untuk penggalangan kekuatan menuju keadilan dan kesetaraan perempuan. 4. Partisipasi; konsep partisipasi disini diartikan bahwa perempuan setara terhadap laki-laki untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan. Kesetaraan dalam tingkat ini diartikan sebagai partisipasi setara perempuasn dalam proses pengambilan keputusan.dalam sebuah proyek pembangunan, partisipasi dapat berarti bahwa perempuan perempuan diwakili oleh perempuan dalam proses penilaian kebutuhan, identifikasi masalah, perencanaan proyek, manajemen, penerapan dan evaluasi. Kesetaraan dalam partisipasi juga berarti melibatkan perempuan dari komunitas dampingan dalam proses pengambilan keputusan dikomunitasnya. Kesetaraan dalam partisipasi ini tidak mudah diperoleh. Mobilisasi perempuan yang meningkat akan menghasilkan
13 18 meningkatnya jumlah perempuan yang duduk dalam institusi-institusi yang berhak mengambil keputusan. Meningkatnya jumlah perempuan dalam posisiposisi penting dalam komuitasnya merupakan hasil pemberdayaan sekaligus menjadi sumbangan potensial bagi peningkatan upaya pemberdayaan perempuan. 5. Kontrol; partisipasi perempuan yang meningkat pada proses pengambilan keputusan akan berdampak pada akses dan distribusi keuntungan yang adil bagi perempuan jika partisipasi tersebut diikuti dengan kontrol yang meningkat pula atas faktor-faktor produksi. Kesetaraan dalam hal kontrol berarti sebuah keseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, dimana tidak ada satu pihak pun berada di bawah dominasi yang lainnya. Ini berarti perempuan mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki untuk mempengaruhi masa depan mereka dan masa depan masyarakat mereka. Hanya dengan memiliki kontrol inilah perempuan dapat meningkatkan aksesnya terhadap sumberdaya dan karenannya akan mensejahterakan diri dan anak-anaknya. Kesetaraan dalam partisipasi dan kontrol merupakan persyaratan yang diperlukan jika kita mau membuat kemajuan pada kesetaraan gender dalam hal kesejahteraan. Mengacu pada konsep tersebut, maka tingkat keberhasilan program dilihat dari sejauhmana tercapai tingkat keberdayaan perempuan yang diukur dari tingkat akses dan kontrol perempuan dalam program tersebut. Hal ini juga merujuk dari Soeharto (2005), tentang indikator pemberdayaan ekonomi Tabel 2.2 Matriks Keberdayaan Ekonomi (Suharto, 2005) Jenis Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi Kekuasaan di dalam: Meningkatknya kesadaran dan keinginan untuk berubah Kekuasaan untuk: Meningkatnya kemampuan individu untuk berubah. Meningkatnya kesempatan untuk memperoleh akses. Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya Keinginan ekonomi yang setara Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat Akses terhadap pelayanan keuangan mikro Akses terhadap pendapatan Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumahtangga Akses terhadap pasar Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak
14 19 Kekuasaan atas: Perubahan pada hambatanhambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro. Kekuasaan atau tindakan individu untuk mengahadapi hambatan-hambatan tersebut. Kekuasaan dengan: Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern Mampu memberi gaji terhadap orang lain Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro Sumber: Suharto, Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM MP) Pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat. Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial, ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Penguatan kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam melembagakan' dan membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilainilai dan prinsip-prinsip di PNPM-MP), sebagai nilai-nilai utama yang melandasi aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih layak huni di dalam permukiman yang lebih responsif, dan dengan sistem sosial
15 20 masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan. Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi PNPM-MP secara partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan, yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman. Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. Melalui pendekatan kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat kelurahan sasaran, PNPM-MP cukup mampu mendorong dan memperkuat partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai gerakan masyarakat, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. (Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri,2008)
16 Tujuan PNPM-MP 1. Memperbaiki sarana dan prasarana dasar perumahan dan pemukiman masyarakat miskin di perkotaan. 2. Mengenalkan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan, baik masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang pendapatannya menjadi tidak berarti karena inflasi, maupun masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi. 3. Tercipta organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang representatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik. 4. Memperkuat agen-agen lokal (pemerintah, dunia usaha, dan kelompok peduli) untuk membantu masyarakat miskin Sasaran PNPM-MP Kelompok sasaran program PNPM Mandiri perkotaan adalah warga masyarakat miskin perkotaan, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan setempat yang disepakati oleh warga, termasuk di dalamnya adalah masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang penghasilannya merosot dan tidak berarti akibat inflasi serta masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena krisis ekonomi. 2.2 Kerangka Pemikiran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM- MP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok peduli setempat, sehingga dapat terbangun "Gerakan Kemandirian Penanggulangan Kemiskinan dan Pembangunan Berkelanjutan.
17 22 Program ini memiliki tujuan yaitu: (1) memperbaiki sarana dan prasarana dasar perumahan dan pemukiman masyarakat miskin di perkotaan, (2) mengenalkan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara mandiri dan berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan, (3) tercipta organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang representatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik dan (4) memperkuat agen-agen lokal (pemerintah, dunia usaha, dan kelompok peduli) untuk membantu masyarakat miskin. Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam setiap kegiatan di dalam PNPM-MP tersebut. Salah satu program (kegiatan) PNPM-MP yang sasarannya ditujukan pada perempuan miskin adalah program dana bergulir. Partisipasi perempuan peserta program dana bergulir dipengaruhi oleh faktor tingkat kemauan, kemampuan, dan kesempatan peserta program. Tingkat kemauan peserta program meliputi persepsi dan sikap peserta terhadap program dan motivasi peserta untuk terlibat dalam program. Tingkat kemampuan peserta program meliputi tingkat pendidikan dan pendapatan peserta. Tingkat kesempatan peserta program meliputi tingkat keterdedahan informasi peserta dan tingkat pendampingan yang diterima peserta dari pihak perusahaan. Serta mencakup faktor demografi: usia dan status perkawinan. Partisipasi perempuan diukur dari tingkat partisipasi Arnstein, yaitu: manupulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penentraman, kemitraan, pendelegasian kekuasaan dan kontrol masyarakat. Selanjutnya digolongkan menjadi tiga tingkat partisipasi: rendah, sedang, dan tinggi. Partisipasi perempuan dalam program ini berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan ekonomi perempuan peserta program, mencakup: akses dan kontrol terhadap sumberdaya dan manfaat program. Akses mencakup: Akses terhadap pelayanan keuangan mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumahtangga, Akses terhadap pasar, Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. Serta kontrol mencakup: Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya,
18 23 kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga, kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. (Gambar 1) Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Keberhasilan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM-MP) Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan Akses : Akses terhadap pelayanan keuangan mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap pasar, Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak Kontrol : Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya, Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. Faktor-faktor Pendorong Partisipasi Tingkat Kemauan Persepsi terhadap manfaat program Sikap terhadap program Motivasi untuk terlibat dalam program Tingkat Kemampuan Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Tingkat Kesempatan Tingkat keterdedahan informasi Tingkat pendampingan yang diterima Faktor Demografi Usia Status Perkawinan Tingkat Partisipasi Perempuan Manipulasi Terapi Pemberitahuan Konsultasi Penenangan Kemitraan Pendelegasian Kontrol masyarakat Keterangan: :mempengaruhi : variabel yang diteliti Gambar 1. Kerangka Pemikiran
19 Hipotesis Penelitian 1. Terdapat hubungan antara tingkat kemauan perempuan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan dengan tingkat partisipasi. 2. Terdapat hubungan antara tingkat kemampuan perempuan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan dengan tingkat partisipasi 3. Terdapat hubungan antara tingkat kesempatan perempuan dalam program PNPM Perkotaan dengan tingkat partisipasi. 4. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dalam program PNPM dengan tingkat keberdayaan ekonominya. 2.4 Definisi Operasional Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengenai faktor pendorong partisipasi dan tingkat partisipasi untuk mengukur sejauh mana partisipasi peserta program dan pengaruhnya terhadap tingkat keberhasilan program terkait dengan penanggulangan kemiskinan. A. Faktor pendorong partisipasi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi responden sehingga untuk turut serta dalam program, diantaranya: 1. Tingkat kemauan adalah keinginan responden untuk berpartisipasi dalam program. Tingkat kemauan diukur melalui akumulasi skor dari aspek psikologis individu, meliputi persepsi dan sikap responden terhadap program. Sedangkan motivasi untuk berpartisipasi digunakan untuk melihat alasan keterlibatan komunitas dalam program. a. Persepsi terhadap manfaat program adalah pemberian makna oleh responden terhadap manfaat program dengan mengenali dan memahami stimulus yang diterima responden. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah sampai tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi tidak bermanfaat, bermanfaat, dan sangat bermanfaat dengan mengakumulasi jumlah skor persepsi.
20 25 b. Sikap terhadap program adalah pernyataan evaluatif yang mengindikasikan kecenderungan responden dalam menanggapi program, berupa penerimaan atau penolakan. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah sampai tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi positif, netral, dan negatif dengan mengakumulasi jumlah skor persepsi. c. Motivasi adalah dorongan dari dalam diri responden untuk terlibat dalam program. Motivasi mencakup faktor-faktor yang melatarbelakangi responden untuk berpartisipasi dalam program. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah sampai tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju (skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan mengakumulasi jumlah skor motivasi. Penilaian terhadap tingkat kemauan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor persepsi, sikap, dan motivasi dan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai berikut: 2. Tingkat kemampuan adalah daya yang dimiliki responden sehingga sanggup berpartisipasi dalam program karena adanya pengetahuan, pendapatan, dan lokasi tempat tinggal yang berada di Kelurahan Semplak, Kabupaten Kemang, Kota Bogor. a. Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang penuh ditamatkan oleh responden. Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.
21 26 b. Tingkat pendapatan adalah besarnya penghasilan responden dalam waktu satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah. Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Penilaian terhadap tingkat kemampuan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor pendidikan dan pendapatan dan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. 3. Tingkat kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang mempengaruhi responden sehingga mempunyai peluang untuk berpartisipasi dalam program meliputi tingkat keterdedahan informasi dan tingkat pendampingan yang diterima responden. a. Tingkat keterdedahan informasi adalah besarnya informasi mengenai program yang diterima responden. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi dengan mengakumulasi jumlah skor keterdedahan informasi. b. Tingkat pendampingan yang diterima adalah frekuensi pendampingan pelaksana program yang diterima responden dalam pelaksanaan program. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi dengan mengakumulasi jumlah skor pendampingan. Penilaian terhadap tingkat kesempatan yaitu dengan mengakumulasi jumlah skor keterdedahan informasi dan pendampingan yang diterima dan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai berikut:
22 27 B. Tingkat partisipasi adalah tingkat keterlibatan responden dalam tahapan program. 1. Tingkat manipulasi dinyatakan sebagai bentuk partisipasi yang tidak menuntut responden untuk terlibat banyak dalam suatu kegiatan dan pihak perusahaan yang aktif karena ingin kepentingannya tercapai melalui program. 2. Tingkat terapi, sudah terjadi kegiatan dengar pendapat antara responden dengan perusahaan, namun pendapat dari responden tidak akan mempengaruhi kebijakan program. 3. Tingkat pemberitahuan, komunikasi sudah banyak terjadi namun hanya satu arah dan sifatnya sosialisasi dari perusahaan kepada responden. 4. Tingkat konsultasi, responden diberikan pendampingan dan konsultasi sehingga terjadi komunikasi dua arah dimana wakil dari responden dapat menyampaikan pandangannya dan aspirasi akan didengar, namun belum ada jaminan aspirasi tersebut akan dilaksanakan. 5. Tingkat penenangan, dalam komunikasi sudah ada negosiasi antara pihak yang terlibat, dicirikan dengan pemberian insentif kepada responden tetapi sebatas untuk meredam keinginan responden menolak program. 6. Tingkat kemitraan, dimana responden dan perusahaan bersama stakeholder lainnya bertindak sebagai mitra sejajar sehingga dapat mewujudkan keputusan bersama melalui negosiasi. 7. Tingkat pendelegasian, perusahaan sudah memberikan kewenangan kepada responden untuk mengelola program mulai dari perencanaan, implementasi, dan monitoring terhadap program tetapi tetap dipantau oleh perusahaan. 8. Tingkat kontrol masyarakat, sudah terbentuk independensi dari responden untuk mengelola program tanpa intervensi dari perusahaan. 9. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah (tidak ada partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (kontrol pada masyarakat).
23 28 Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai berikut: C. Tingkat keberdayaan ekonomi perempuan sebagai indikator keberhasilan program pemberdayaan ekonomi yang mencangkup akses terhadap keuangan mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumahtangga, Akses terhadap pasar, Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. Serta kontrol yang mencakup: Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya, Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga, Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga. 1. Akses yang mencangkup akses terhadap keuangan mikro adalah responden dapat memperoleh pinjaman modal dari bank atau lembaga keuangan sejenis. 2. Akses terhadap pendapatan adalah pendapatan yang responden peroleh dari usaha yang dijalankan yang modalnya berasal dari program. 3. Akses terhadap pasar adalah responden dapat menjual barang yang diusahakan 4. Penurunan beban dalam pekerjaan domestik adalah pengurangan intensitas pekerjaan rumah responden setelah penerimaan program 5. Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkan adalah responden dapat menggunakan pinjaman modal dari program untuk membuka usaha dan mengembangkannya serta mampu mengembalikan dana pinjaman secara teratur dan tepat waktu. 6. Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga teratur dan tepat waktu adalah responden dapat mengontrol dan membagi alokasi waktu dalam bekerja dalam rumah tangga secara teratur dan tepat waktu. 7. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1) dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi. Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai berikut:
V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN
44 V. TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 5.1 Profil Perempuan Peserta Program PNPM Mandiri Perkotaan Program PNPM Mandiri Perkotaan memiliki syarat keikutsertaan yang harus
Lebih terperinciPartisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan
2.1 Definisi Partisipasi Partisipasi berasal dari bahasa Inggris yaitu participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Menurut Mubyarto dalam Ndraha (1990), partisipasi adalah kesediaan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk
13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat miskin
Lebih terperinciISSANTIA RETNO SULISTIAWATI I
i TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DAN PENGARUHNYA TERHADAP TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN PESERTA PROGRAM NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT (PNPM) MANDIRI PERKOTAAN ISSANTIA RETNO SULISTIAWATI I34070029
Lebih terperinciTINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN
65 VII. TINGKAT KEBERDAYAAN EKONOMI PEREMPUAN 7.1 Akses dan Kontrol Peserta Perempuan Program Terhadap Sumberdaya Tingkat keberdayaan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan program PNPM Mandiri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Badan Keswadayaan Masyarakat ( BKM) dan fungsi BKM Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) merupakan suatu institusi/ lembaga masyarakat yang berbentuk paguyuban, dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana tertulis dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan visi pembangunan yaitu Terwujudnya Indonesia yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut para ahli, kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera dituntaskan, karena kemiskinan merupakan persoalan multidimensional yang tidak saja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kerja bagi angkatan kerja di perdesaan. Permasalahan kemiskinan yang cukup
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian Permasalahan kemiskinan di Indonesia dapat dilihat dari tiga pendekatan yaitu kemiskinan alamiah, kemiskinan struktural, dan kesenjangan antar wilayah.
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Bab ini merupakan kesimpulan yang menjabarkan pernyataan singkat hasil temuan penelitian yang menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian. Kesimpulan penelitian akan dimulai
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang
BAB II KAJIAN TEORI A. KONSEP PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Menurut keputusan menteri kesehatan No. 193/ MenKes/ SK/ X/2004 tentang kebijakan nasional promosi kesehatan dan keputusan Menteri Kesehatan No. 114/MenKes/SK/VII
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tahun-2008-penduduk-miskin-turun-221-juta-.html (diakses 19 Oktober 2009)
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan memiliki konsep yang beragam. Kemiskinan menurut Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Republik Indonesia (TKPKRI, 2008) didefinisikan sebagai suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi
Lebih terperinciSIDANG UJIAN TUGAS AKHIR
SIDANG UJIAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PERBAIKAN LINGKUNGAN FISIK PERMUKIMAN (STUDI KASUS : KECAMATAN RUNGKUT) Disusun Oleh: Jeffrey Arrahman Prilaksono 3608 100 077 Dosen Pembimbing:
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
116 BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan Untuk mengatasi permasalahan kemiskinan yang kompleks dibutuhkan intervensi dari semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Selain peran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian proses multidimensial yang berlangsung secara terus menerus untuk mewujudkan cita-cita berbangsa dan bernegara, yaitu terciptanya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 1. TinjauanPustaka PNPM Mandiri PNPM Mandiri adalah program nasional penanggulangan kemiskinan terutama yang berbasis pemberdayaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. upaya dan kegiatan aktifitas ekonomi masyarakat tersebut. Untuk mencapai kondisi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat pada suatu wilayah adalah merupakan suatu manifestasi yang diraih oleh masyarakat tersebut yang diperoleh dari berbagai upaya, termasuk
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. penerima program pembangunan karena hanya dengan adanya partisipasi dari
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Strategi pembangunan yang berorientasi pada pembangunan manusia dalam pelaksanaannya sangat mensyaratkan keterlibatan langsung dari masyarakat penerima program
Lebih terperinciBAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN
50 BAB VI KEBERLANJUTAN KELEMBAGAAN Dalam penelitian ini, keberlanjutan kelembagaan dikaji berdasarkan tingkat keseimbangan antara pelayanan-peran serta (manajemen), tingkat penerapan prinsip-prinsip good
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V SIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Simpulan Faktor yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi pelembagaan partisipasi perempuan dalam perencanaan dan penganggaran daerah adalah pertama munculnya kesadaran
Lebih terperinci- 1 - BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
- 1 - LAMPIRAN PERATURAN MENTERI SOSIAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN SOSIAL TAHUN 2015-2019. BAB I PENGUATAN REFORMASI BIROKRASI
Lebih terperinciBAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Pada bagian ini yang merupakan bagian penutup dari laporan penelitian memuat kesimpulan berupa hasil penelitian dan saran-saran yang perlu dikemukakan demi keberhasilan proses
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan otomomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah mengamanatkan dua hal yang amat penting, pertama adalah
Lebih terperinciBAB I P E N D A H U L U A N
BAB I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Pemerintah mempunyai program penanggulangan kemiskinan yang ditujukan untuk kesejahteraan masyarakat baik dari segi sosial maupun dalam hal ekonomi. Salah
Lebih terperinciBAB II KERANGKA TEORI
BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat Pembangunan pada hakikatnya merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mendorong terjadinya perubahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program Penanggulangan Kemiskinan dilaksanakan sejak tahun 1999 sebagai suatu upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan pemerintah daerah dalam menanggulangi
Lebih terperinciTINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH
45 TINGKAT PARTISIPASI STAKEHOLDER DALAM PENGEMBANGAN PENDIDIKAN MENENGAH Bentuk Partisipasi Stakeholder Pada tahap awal kegiatan, bentuk partisipasi yang paling banyak dipilih oleh para stakeholder yaitu
Lebih terperinciBAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI
BAB V TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK SOSIAL EKONOMI 5.1. Penggolongan dan Non- LKMS Kartini Komunitas perdesaan dalam konteks penelitian ini tidak hanya dipahami sebagai sekumpulan orang, namun juga sebagai
Lebih terperinciGENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN
G E N D E R B R I E F S E R I E S NO. 1 GENDER, PEMBANGUNAN DAN KEPEMIMPINAN The Australia-Indonesia Partnership for Reconstruction and Development Local Governance and Community Infrastructure for Communities
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pelaksanaan kegiatan pembangunan nasional di Indonesia sesungguhnya merupakan salah satu upaya untuk mewujudkan cita-cita bangsa yakni terciptanya kesejahteraan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dari tahun-ketahun, tetapi secara riil jumlah penduduk miskin terus
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dasar lingkungan yang memadai dengan kualitas perumahan dan permukiman
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Permasalahan kemiskinan di Indonesia sudah sangat mendesak untuk ditangani. Khususnya di wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebutuhan fisik seperti makan, minum, pakaian dan perumahan tetapi juga non. (ketetapan-ketetapan MPR dan GBHN 1998).
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Indonesia diarahkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan masyarakat seluruhnya. Termasuk dalam proses pembangunan adalah usaha masyarakat untuk
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Kelompok Tani Lestari Indah di Tanjung Laut Indah, Bontang Selatan, Bontang adalah:
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Kesimpulan dari analisis data mengenai Dampak Pemberdayaan Masyarakat bagi Perempuan mengenai Pelaksanaan CSR PT. Badak NGL terhadap Anggota Perempuan Kelompok Tani Lestari
Lebih terperinciBAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT
41 BAB V KARAKTERISTIK PETANI DAN HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PARTISIPASI DALAM PROGRAM SL-PTT Responden dalam penelitian ini adalah petani anggota Gapoktan Jaya Tani yang berasal dari tiga kelompok tani
Lebih terperinciPENGANTAR PERKOPERASIAN
PENGANTAR PERKOPERASIAN BAB V : NILAI-NILAI DASAR DAN PRINSIP-PRINSIP KOPERASI OLEH ; LILIS SOLEHATI Y PENTINGNYA IDEOLOGI Ideologi adalah keyakinan atas kebenaran dan kemanfaatan sesuatu, jika sesuatu
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciSiklus PNPM Mandiri - Perkotaan
BUKU 1 SERI SIKLUS PNPM- Mandiri Perkotaan Siklus PNPM Mandiri - Perkotaan 3 Membangun BKM 2 Pemetaan Swadaya KSM 4 BLM PJM Pronangkis 0 Rembug Kesiapan Masyarakat 1 Refleksi Kemiskinan 7 Review: PJM,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak
Lebih terperinciPeningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender
XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 telah meningkatkan angka kemiskinan di Indonesia, dari 25,9 juta (17,7%) pada tahun 1993 menjadi 129,6 juta atau 66,3% dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah sosial yang senantiasa hadir di tengahtengah masyarakat, khususnya di negara-negara berkembang. Di Indonesia masalah kemiskinan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG
PEMERINTAH KABUPATEN PEMALANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PEMALANG NOMOR 23 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PEMALANG, Menimbang : a. bahwa sistem
Lebih terperinciBAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT
57 BAB IV IMPLEMENTASI SPP (SIMPAN PINJAM KELOMPOK PEREMPUAN) DAN PENGARUHNYA TERHADAP PEMBERDAYAAN EKONOMI MASYARAKAT A. Implementasi SPP (Simpan Pinjam Kelompok Perempuan) di Desa Tungu Kecamatan Godong
Lebih terperinciWALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 14 TAHUN 2016 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PEKALONGAN, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 02 Tahun : 2008 Seri : E Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL NOMOR 5 TAHUN 2008 TENTANG PEDOMAN
Lebih terperinciPENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN
53 VI. PENGARUH FAKTOR PENDORONG TERHADAP TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PNPM MANDIRI PERKOTAAN 6.1. Pengaruh Tingkat Kemauan Terhadap Perempuan dalam Program PNPM mandiri perkotaan Tingkat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Didalam kehidupan ekonomi pada umumnya, manusia senantiasa berusaha untuk dapat memperbaiki tingkat kesejahteraannya dengan berbagai kegiatan usaha sesuai dengan bakat,
Lebih terperinciBUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO
BUPATI GORONTALO PROVINSI GORONTALO PERATURAN DAERAH KABUPATEN GORONTALO NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PERENCANAAN, PELAKSANAAN PEMBANGUNAN, PEMANFAATAN, DAN PENDAYAGUNAAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciRio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011.
Rio Deklarasi Politik Determinan Sosial Kesehatan Rio de Janeiro, Brasil, 21 Oktober 2011. 1. Atas undangan Organisasi Kesehatan Dunia, kami, Kepala Pemerintahan, Menteri dan perwakilan pemerintah datang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang
BAB I PENDAHULUAN Dalam bab ini membahas secara berurutan tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan hipotesis. A. Latar Belakang Masalah. Kemiskinan seringkali
Lebih terperinci54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI
54 PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT PNPM MANDIRI Oleh: Dhio Adenansi, Moch. Zainuddin, & Binahayati Rusyidi Email: dhioadenansi@gmail.com; mochzainuddin@yahoo.com; titi.rusyidi06@yahoo.com
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Pemerintah Kota Bandung, dalam hal ini Walikota Ridwan Kamil serta Dinas Tata Ruang dan Cipta Karya, telah menunjukkan pentingnya inovasi dalam dalam program
Lebih terperinciVII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN
VII. RANCANGAN PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS MISKIN 7.1. Latar Belakang Rancangan Program Kemiskinan di Desa Mambalan merupakan kemiskinan yang lebih disebabkan oleh faktor struktural daripada faktor
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG
LEMBARAN DAERAH KOTA SEMARANG TAHUN 2008 NOMOR 6 PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Pemberdayaan Masyarakat
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaan adalah pengembangan diri dari keadaan tidak atau kurang berdaya menjadi berdaya, guna mencapai kehidupan yang lebih
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Studi Literatur. Survei Lokasi. Pengumpulan Data
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Kerangka Penelitian Tahapan dalam penelitian ini dimulai dari studi literatur hingga penyusunan Laporan Tugas Akhir, dapat dilihat pada gambar 3.1 dibawah ini: Studi Literatur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan problematika kemanusiaan yang telah mendunia dan hingga kini masih menjadi isu sentral di belahan bumi mana pun. Selain bersifat laten dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA KEDIRI
PEMERINTAH KOTA KEDIRI SALINAN PERATURAN DAERAH KOTA KEDIRI NOMOR 4 TAHUN 2009 TENTANG PEMBERDAYAAN KOPERASI, USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA KEDIRI, Menimbang
Lebih terperinciWALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012
WALIKOTA BANJAR PERATURAN WALIKOTA BANJAR NOMOR 17 TAHUN 2012 TENTANG PEDOMAN PENGGUNAAN BANTUAN KEUANGAN DESA TAHUN ANGGARAN 2012 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, WALIKOTA BANJAR, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL
BAB VI TINGKAT PARTISIPASI DAN DAMPAK EKONOMI SERTA SOSIAL CSR BERDASARKAN PELAPISAN SOSIAL.1 Karakteristik Komunitas Dampak CSR dan Bukan Dampak CSR.1.1 Jenis Kelamin Berdasarkan hasil penelitian diketahui
Lebih terperinciModel Pengembangan Ekonomi Kerakyatan
Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Model Pengembangan Ekonomi Kerakyatan Pendekatan Kultural Pendekatan Struktural Model Pendekatan Pengembangan Ekonomi Kerakyatan 1. Pendekatan Kultural adalah program
Lebih terperinciProgram Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan
Program Pengentasan Kemiskinan melalui Penajaman Unit Pengelola Keuangan I. PENDAHULUAN Pembangunan harus dipahami sebagai proses multidimensi yang mencakup perubahan orientasi dan organisasi sistem sosial,
Lebih terperinciLAMPIRAN. Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam. Nama :... Peran di PNPM-MPd :...
LAMPIRAN Panduan Pertanyaan dalam Wawancara Mendalam Nama :............................. Jenis Kelamin Umur : Laki-laki/Perempuan* :.... Tahun Peran di PNPM-MPd :............................. 1. Meningkatkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
62 III. METODE PENELITIAN A. Definisi dan Indikator Variabel 1. Difinisi Variabel Definisi variabel dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis data
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pedesaan sebagai bagian dari pembangunan nasional memfokuskan diri pada masalah kemiskinan di pedesaan. Jumlah penduduk miskin di Indonesia pada bulan Maret 2006
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. fasilitas mendasar seperti pendidikan, sarana dan prasarana transportasi,
27 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemiskinan Masyarakat miskin adalah masyarakat yang tidak memiliki kemampuan untuk mengakses sumberdaya sumberdaya pembangunan, tidak dapat menikmati fasilitas mendasar seperti
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS
53 KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS Kerangka Pemikiran Kemiskinan Proses pembangunan yang dilakukan sejak awal kemerdekaan sampai dengan berakhirnya era Orde Baru, diakui atau tidak, telah banyak menghasilkan
Lebih terperinciVII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah
VII. Pola Hubungan dalam Lembaga APKI di Kecamatan Kahayan Kuala Kabupaten Pulang Pisau Kalimantan Tengah Kecamatan Kahayan Kuala merupakan salah satu wilayah Kecamatan di Kabupaten Pulang Pisau yang sangat
Lebih terperinciAskeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) Kemanakah Engkau? Masyarakat Miskin Membutuhkanmu
Askeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) Kemanakah Engkau? Masyarakat Miskin Membutuhkanmu Oleh : Agus Sumarsono Sekedar mengingatkan bahwa persoalan kemiskinan memang sampai sekarang masih saja
Lebih terperinciA. Latar Belakang. C. Tujuan Pembangunan KSM
A. Latar Belakang Dalam Strategi intervensi PNPM Mandiri Perkotaan untuk mendorong terjadinya proses transformasi sosial di masyarakat, dari kondisi masyarakat yang tidak berdaya menjadi berdaya, mandiri
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri juga memiliki tugas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di era modern ini peran wanita sangat dibutuhkan dalam membangun perkembangan ekonomi maupun sektor lain dalam kehidupan sehari-hari. Akan tetapi wanita sendiri
Lebih terperinciWALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR
SALINAN WALIKOTA SURABAYA PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN WALIKOTA SURABAYA NOMOR 59 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN UMUM PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI SOSIAL DAERAH KUMUH KOTA SURABAYA DENGAN RAHMAT TUHAN
Lebih terperinciTINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT)
TINGKAT PARTISIPASI PETANI DALAM KELOMPOK TANI PADI SAWAH TERHADAP PROGRAM SEKOLAH LAPANG PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (SL-PTT) (Studi Kasus pada Campaka Kecamatan Cigugur Kabupaten Pangandaran) Oleh: 1
Lebih terperinciPERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO
PERAN MANAJER RUMAH TANGGA SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBERDAYAAN PEREMPUAN PESISIR DI KABUPATEN SITUBONDO Setya Prihatiningtyas Dosen Program Studi Administrasi Bisnis Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Lebih terperinciP E N D A H U L U A N
P E N D A H U L U A N Latar Belakang Krisis di Indonesia berlangsung panjang, karena Indonesia memiliki faktor internal yang kurang menguntungkan. Faktor internal tersebut berupa konflik kebangsaan, disintegrasi
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan 1997 lalu, membawa dampak yang sangat besar terhadap hampir semua lapisan masyarakat. Angka kemiskinan dan pengangguran
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang sangat penting untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembangunan. Tidaklah mudah untuk mengadakan perubahan pembangunan di setiap
Lebih terperinciTRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA. Arie Sujito
TRANSFORMASI DESA PENGUATAN PARTISIPASI WARGA DALAM PEMBANGUNAN, PEMERINTAHAN DAN KELOLA DANA DESA Arie Sujito Apa pelajaran berharga yang dibisa dipetik dari perubahan desa sejak UU No. 6/ 2014? Apa tantangan
Lebih terperinciPENANGGULANGAN KEMISKINAN HLM, LD Nomor 4 SERI D
PENANGGULANGAN KEMISKINAN 2016 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SIDOARJO NOMOR 2 PENANGGULANGAN KEMISKINAN 19 HLM, LD Nomor 4 SERI D TAHUN 2016 TENTANG ABSTRAK : - bahwa dalam rangka memenuhi hak dan kebutuhan
Lebih terperinciBAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN
BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan
Lebih terperinciAnalisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus. pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto
Analisis tingkat kesehatan lembaga unit pengelola kegiatan( studi kasus pada UPK PNPM Kecamatan Kalijambe Kabupaten Sragen ) Oleh : Wawan Apriyanto F.1306618 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
Lebih terperinciV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego
V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Responden Responden penelitian ini adalah masyarakat adat Lampung Abung Siwo Mego Buay Subing di Desa Labuhan Ratu Kecamatan Labuhan Ratu Kabupaten Lampung Timur yang
Lebih terperinciBAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA. Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati
BAB 12. PENANGGULANGAN KEMISKINAN KELUARGA DI INDONESIA Oleh: Herien Puspitawati Tin Herawati Kondisi Kemiskinan di Indonesia Isu kemiskinan yang merupakan multidimensi ini menjadi isu sentral di Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kompleksitas permasalahan yang bersifat krusial seringkali dihadapi para perempuan. Beberapa hal yang menonjol antara lain dihadapkan pada persoalan pemenuhan
Lebih terperinciPEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012
1 PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN DAERAH PROVINSI SULAWESI SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2012 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai. Kemiskinan merupakan masalah kemanusiaan yang telah lama
BAB II LANDASAN TEORI Dalam bab II ini menguraikan tentang pandangan teoritis mengenai kemiskinan, konsep, dan asumsi yang dipakai. A. Pandangan Teoritis Mengenai Kemiskinan. Kemiskinan merupakan masalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 telah menyebabkan jutaan orang miskin khususnya di perdesaan terpuruk di bawah garis kemiskinan. Beberapa indikator ekonomi makro
Lebih terperinciBAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN
BAB V HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DENGAN TINGKAT PARTISIPASI PEREMPUAN 5.1 Faktor Internal Menurut Pangestu (1995) dalam Aprianto (2008), faktor internal yaitu mencakup karakteristik individu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Cagar Biosfer Cagar biosfer adalah suatu kawasan meliputi berbagai tipe ekosistem yang ditetapkan oleh program MAB-UNESCO untuk mempromosikan konservasi keanekaragaman hayati
Lebih terperinciKEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN KSM
KEGIATAN PILOT PENDAMPINGAN Bappenas menyiapkan strategi penanggulangan kemiskinan secara lebih komprehensif yang berbasis pada pengembangan penghidupan berkelanjutan/p2b (sustainable livelihoods approach).
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 4 TAHUN 2008 TENTANG PENANGGULANGAN KEMISKINAN DI KOTA SEMARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SEMARANG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka memenuhi hak
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan di Indonesia merupakan masalah pokok nasional yang penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi pioritas utama dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat.
Lebih terperinciVIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN
VIII. EVALUASI PROGRAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 8.1 Program Pemerintah dalam Penanggulangan Kemiskinan Upaya untuk menanggulangi kemiskinan di masyarakat perlu terus dilakukan. Untuk mengatasi kemiskinan,
Lebih terperinciTAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Masalah kemiskinan sekarang ini masih merupakan penyakit kronis, terutama di Negara-negara berkembang. Indonesia merupakan Negara berkembang yang sebagian
Lebih terperinci