Laporan Ekonomi Bulanan
|
|
- Shinta Darmali
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Oktober 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav. 2-3 Kuningan Jakarta Selatan
2 INDIKATOR EKONOMI No Indikator Nilai PDB Harga Konstan Tahun 2000 (Rp triliun) 1, , , , (1) 2 Pertumbuhan PDB (%) (1) 3 Inflasi (%) (2) 4 Total Expor (USD milyar) (3) 5 Expor Non Migas (USD milyar) (3) 6 Total Impor (USD milyar) (3) 7 Impor Non Migas (USD milyar) (3) 8 Neraca Perdagangan (USD milyar) (3) 9 Neraca Transaksi Berjalan (USD milyar) (1) 10 Cadangan Devisa (USD milyar, akhir tahun) (7) 11 Posisi Utang Luar Negeri (USD milyar) (8) 12 Rupiah/USD (Kurs Tengah Bank Indonesia) 8,940 8,330 9,355 9,830 9,110 (7) 13 Total Penerimaan Pemerintah (Rp triliun) (*) 14 Total Pengeluaran Pemerintah (Rp triliun) (*) 15 Defisit Anggaran (Rp triliun) (*) 16 Uang Primer (Rp triliun) (4) 17 Uang Beredar (Rp triliun) a. Arti Sempit (M1) (5) b. Arti Luas (M2) , , ,248.2 (5) 18 Dana Pihak Ketiga Perbankan (Rp triliun) , ,199.2 (4) 19 Kredit Perbankan (Rp trilioun) (4) 20 Suku Bunga (% per tahun) a. SBI satu bulan (4) b. Deposito 1 bulan (5) c. Kredit Modal Kerja (5) d. Kredit Investasi (5) 21 Persetujuan Investasi - Domestik (Rp triliun) (3) - Asing (US$ milyar) (3) 22 IHSG BEJ , , ,582.6 (7) 23 Nilai Kapitalisasi Pasar BEJ (Rp triliun) (5) Source: BPS, BI and JSX 1) Semester I 5) Posisi akhir Juli ) Januari Oktober ) Posisi 8 Agustus ) Januari September ) Posisi akhir Oktober ) Posisi akhir Agustus ) Posisi akhir triwulan I 2006 *) dalam APBN 2006 Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 2
3 Perkembangan Ekonomi Indonesia Analisa Bulanan Oleh Sekretariat KADIN Indonesia Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Penasehat Ahli JETRO Shoji MAEDA KADIN Indonesia Oktober 2006 Meskipun pemerintah terus berupaya keras mendorong tingkat investasi dalam negeri, namun minat investasi di Indonesia masih belum meningkat secara berarti sampai saat ini. Hal ini juga terlihat jelas dari hasil Konferensi dan Pameran Infrastruktur Indonesia yang dilaksanakan pada 1-2 November 2006 lalu. Beragam proyek infastruktur yang ditawarkan dinilai cukup menarik dan diminati calon investor, namun sebagian investor masih bersikap wait and see menunggu langkah lanjutan pemerintah dalam mengatasi berbagai kendala investasi. Berkaitan dengan investasi di sektor infrastruktur, hal yang paling mendasar yang diharapkan para investor adalah masalah jaminan oleh pemerintah selama pelaksanaan dan setelah penyelesaian proyek, yang ternyata tidak akan diperoleh oleh pihak swasta. Keterbatasan anggaran negara menyebabkan pemerintah tidak akan mampu memberi jaminan kepada pihak swasta berkaitan dengan pembangunan proyek infrastruktur. Belum membaiknya kondisi investasi secara keseluruhan juga dapat dilihat dari angka-angka yang dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Meskipun angka persetujuan penanaman modal dalam negeri (PMDN) meningkat secara signifikan dalam periode Januari September 2006, namun ternyata bukanlah jaminan sebagai tanda membaiknya investasi dalam negeri. Pada periode tersebut kenaikan realisasi investasi PMDN tidak sampai mencapai 4 persen, dan investasi PMA bahkan mengalami penurunan hingga hampir 44 persen. Rendahnya kenaikan impor bahan baku selama periode Januari September 2006 juga mengidentifikasikan rendahnya investasi fisik selama delapan bulan pertama tahun 2006 ini. Realisasi Investasi (Izin Usaha Tetap) PMDN dan PMA Investasi 1 Jan 30 September Jan 30 September 2005 Pertumbuhan (%) P Investasi (Rp triliun) P Investasi (Rp Triliun) P I P M D N P M A (US$ 4,29 milyar) (US$ 7,64 milyar) Total Catatan: Kurs 1 dollar AS = Rp (patokan APBN 2006) Dengan belum membaiknya tingkat investasi dan minat investasi secara keseluruhan, selayaknya pemerintah berhati-hati dalam menyikapi perkembangan indikator ekonomi makro belakangan ini. Pemerintah hendaknya tidak hanya berpegang pada dicapainya stabilitas ekonomi makro semata, sementara perbaikan sektor riil masih jauh dari harapan. Apalagi harus diakui, bahwa terjadinya stabilitas nilai tukar rupiah bukanlah suatu hasil upaya keras pemerintah, tetapi sangat didukung oleh berbagai faktor eksternal yang memungkinkan kondisi tersebut terjadi. Selain berkaitan dengan terus turunnya harga minyak mentah dunia, mulai digesernya pengaruh perekonomian Amerika Serikat di ASEAN oleh pengaruh China juga mempengaruhi kurs nilai tukar dollar AS terhadap mata uang regional. Dengan relatif stabilnya rupiah dalam beberapa bulan terakhir ini, memungkinkan dicapainya angka inflasi yang rendah dan terus berlangsungnya penurunan suku bunga acuan (BI rate) ke tingkat yang semakin rendah. Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 3
4 Namun, belum berkembangnya sektor produksi riil, yang antara lain terlihat dari rendahnya pertumbuhan produksi, masih tingginya angka pengangguran, dan lemahnya daya beli masyarakat, selayaknya menjadi fokus perhatian pemerintah jika ingin mencapai pertumbuhan sekitar 6,3 persen pada tahun 2007 mendatang. Tanpa stimulus perekonomian melalui kebijakan-kebijakan yang kondusif nampaknya target sebesar itu terlalu optimis, sementara untuk pertumbuhan sebesar 5,8 saja untuk seluruh tahun 2006 juga tidak mudah dicapai. Tanda-tanda penguatan ekonomi hanya terlihat dari nilai ekspor yang meningkat pesat sejak bulan Mei 2006, namun sayangnya tidak diikuti oleh peningkatan yang berarti pada impor barang modal dan bahan baku sebagai indikasi meningkatnya kegiatan sektor riil. Itupun masih diikuti dengan kekhawatiran dan kecurigaan telah terjadinya transhippment pada ekspor Indonesia. Jika benar kenaikan nilai ekspor bukan berasal dari produk domestik Indonesia, maka pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan akan meningkat cukup tinggi pada triwulan III 2006 bisa hanya menjadi pertumbuhan semu, yang tidak menggambarkan kenaikan pendapatan yang sebenarnya. Memang, upaya pemerintah untuk memperbaiki iklim investasi sudah cukup baik dengan berbagai kegiatan untuk menarik investor dan membuka peluang investasi, dan juga dengan menjalin kerjasama dengan sejumlah negara. Penurunan suku bungapun terus diupayakan untuk menurunkan biaya investasi, namun permasalahan yang berkaitan dengan regulasi investasi tidak kunjung terpecahkan. Besarnya vested interested pada kelompok tertentu dalam masyarakat menyebabkan perbaikan citra dan iklim investasi tidak kunjung membaik. Oleh karena itu, yang diperlukan tidak hanya pembenahan implementasi investasi di lapangan, tetapi juga adanya jaminan pemerintah terhadap investasi domestik maupun asing, baik berupa jaminan penegakan hukum maupun jaminan keamanan saat berlangsungnya pengerjaan proyek. Kekhawatiran akan berbagai persoalan yang berkaitan dengan investasi nampaknya akan terus berlangsung, dan akan menjadi penghambat investasi selama RUU investasi sebagai payung politik tidak kunjung selesai dibahas di DPR. Perkembangan Pasar Uang dan Pasar Modal Terus membaiknya nilai ekspor dan meningkatnya cadangan devisa menyebabkan nilai tukar rupiah terus menguat selama bulan Oktober Jika di akhir September 2006 kurs tengah rupiah berada pada level Rp 9.235, maka pada akhir Oktober 2006 menguat ke posisi Rp per dollar AS atau terapresiasi sekitar 1,35 persen. Cenderung menurunnya harga minyak mentah dunia dan terus membaiknya harga saham di pasar modal Indonesia menjadikan nilai rupiah relatif menguat. Sementara itu, rendahnya tekanan inflasi dan terus turunnya suku bunga acuan (BI rate) sehingga berada di level 10,25 persen pada awal November 2006, semakin meyakinkan masyarakat akan kondisi perekonomian yang lebih baik di masa mendatang. Rp/US$ 8,400 8,700 9,000 9,300 9,600 9,900 2-Jan-06 Kurs Rupiah & Indeks Harga Saham Gabungan Januari Oktober 2006 Rupiah/US$ IHSG 19-Jan-06 7-Feb Feb Mar Mar Apr-06 9-May May Jun-06 3-Jul Jul-06 4-Aug Aug Sep Sep Oct-06 1,600 1,500 1,400 1,300 1,200 1,100 1,000 Sementara itu tren kenaikan harga saham dalam negeri terus berlanjut sejalan dengan terjaganya stabilitas moneter dan membaiknya gairah pasar modal dunia. Pada 31 Oktober 2006 indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta (BEJ) tercatat berada pada level 1.582,63 atau naik 48,01 poin (sekitar 3,1 persen) dari level 1.534,62 pada akhir September Dicapainya level tersebut menunjukkan bahwa indeks bursa saham Indonesia kembali mencatat rekor-rekor baru, dan sudah melebihi level yang dicapai pada 11 Mei Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 4
5 Bersamaan dengan itu indeks Dow Jones yang mencapai ,73 pada akhir Oktober 2006, mengalami kenaikan sebesar 3,44 persen dari level ,07 pada akhir September Bahkan indeks Dow Jones sempat mencapai angka tertinggi pada 26 Oktober 2006, yaitu pada level ,66. Perkembangan Laju Inflasi Setelah mengalami tekanan inflasi yang relatif rendah sejak Maret 2006, tingkat inflasi kembali mencatat angka yang tinggi pada bulan Oktober Seperti biasanya, setiap menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri perkembangan harga barang dan jasa secara umum menunjukkan kenaikan yang cukup berarti, sehingga menaikkan angka inflasi. Sungguhpun demikian, angka inflasi yang mencapai 0,86 persen pada bulan Oktober 2006 relatif rendah dibandingkan angka inflasi bulan Ramadhan tahun-tahun sebelumnya, yang umumnya mencapai di atas 1 persen. Pada bulan Ramadhan tahun lalu, yang jatuh di bulan November 2005 tingkat inflasi mencapai 1,31 persen. Relatif tingginya inflasi di bulan Oktober lalu terutama disebabkan kenaikan harga yang cukup tinggi pada kelompok bahan makanan yang mencapai 2,17 persen, sehingga dari 0,86 persen angka inflasi umum, sebesar 0,53 persen berasal dari kelompok bahan makanan. Selain itu, meningkatnya permintaan akan sandang untuk kebutuhan lebaran menyebabkan angka inflasi kelompok sandang mencapai 1 persen, lebih tinggi dari inflasi kelompok makanan jadi yang hanya mencatat kenaikan harga sekitar 0,64 persen. Terjaganya pasokan dan distribusi dari kelompok barang ini membuat harga pada kelompok komoditi ini lebih terkendali. Kondisi ini diperkuat oleh kurs rupiah yang stabil dengan kecenderungan menguat, sehingga dampak imported inflation dapat diminimalisir. Inflasi Menurut Kelompok Pengeluaran (%) Tahun/ Bahan Makanan Jadi, Minuman Perumahan Sandang Kesehatan Pendidikan, Rekreasi Transportasi Bulan Umum Makanan Rokok dan Tembakau dan Olahraga Komunikasi Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Sumber: Badan Pusat Statistik. Meskipun relatif tinggi dibandingkan dengan tingkat inflasi pada bulan-bulan sebelumnya, namun inflasi bulan Oktober 2006 tidak menyebabkan kenaikan inflasi kumulatif yang tinggi. Pada Januari Oktober 2006 inflasi kumulatif hanya mencapai 4,96 persen, yang memastikan angka inflasi untuk seluruh tahun 2006 tidak akan melampaui 8 persen. Bahkan diperkirakan hanya akan mencapai sekitar 6,5% - 7,3%. Jauh lebih rendahnya inflasi bulan Okober 2006 terhadap bulan Oktober 2005 mengakibatkan inflasi tahunan (year on year) hanya mencatat 6,29 persen, yang menurun drastis dari inflasi year on year bulan September 2006, yaitu sebesar 14,5 persen. Terjadinya kenaikan harga BBM yang drastis pada Oktober 2005 telah menyebabkan angka inflasi bulan itu mencapai 8,7 persen, dan menaikan angka inflasi tahunan selama periode Oktober 2005 September Namun inflasi inti (core inflation) kembali mencatat kenaikan yang berarti pada bulan Oktober 2006, setelah jauh melambat pada bulan September Pada Oktober 2006 inflasi inti tercatat sebesar 0,72 persen yang disebabkan kenaikan inflasi yang tinggi pada komponen bergejolak, yaitu sebesar 2,18 persen. Sedangkan inflasi dari komponen yang harganya diatur pemerintah hanya tercatat sebesar 0.15 persen. Selama bulan September 2006 inflasi inti hanya mencapai 0,35 persen (month to month) sedangkan pada bulan Agustus 2006 inflasi inti tercatat 0,78 persen. Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 5
6 % January Kumulatif 2005 Kumulatif 2006 March Inflasi Kumulatif (%) (Januari - Oktober) May July eptember November Perkembangan Suku Bunga Setelah melakukan relaksasi sejak Mei 2006, Bank Indonesia kembali menurunkan suku bunga acuan (BI Rate) pada awal Oktober 2006 dan awal November Dengan penurunan yang mencapai 50 bps pada Oktober 2006 dan 50 bps pada November 2006 berarti BI telah menurunkan suku bunganya sebesar 250 bps dan menjadikan BI Rate berada pada level 10,25 persen di awal November Keberanian Bank Indonesia menurunkan suku bunga secara kontinyu di tengah fenomena kenaikan suku bunga global ini dimungkinkan karena membaiknya beberapa indikator ekonomi, seperti ekspor serta cadangan devisa yang meningkat, inflasi yang cenderung menurun, serta kurs rupiah yang stabil. Selain itu spread dengan suku bunga di luar negeri juga masih cukup tinggi dengan tetap stagnannya suku bunga Fed Funds pada level 5,25 persen, yang merupakan posisi terakhir sejak Juni Kekhawatiran terjadinya capital outflow dapat dikatakan tidak muncul, dengan masih meningkatnya aliran dana dari luar negeri yang masuk ke Indonesia, terutama dalam bentuk investasi di pasar finansial seperti saham dan obligasi pemerintah. Kondisi ini mengakibatkan cadangan devisa terus meningkat, yang pada akhir September 2006 mencapai US$ 42,35 milyar. Posisi Cadangan Devisa September 2006 US$ billion Feb 2006 April 2006 Juni 2006 Agts 2006 Oktober 2006 Menguatnya cadangan devisa ini telah mendorong pemerintah untuk kembali mempercepat pembayaran sisa utang ke IMF. Sehingga di bulan Oktober 2006 ini Indonesia sudah terbebas dari kewajiban membayar utang ke IMF dan membuat Indonesia lebih independen dalam menentukan arah kebijakannya. Hal ini juga berpengaruh baik Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 6
7 terhadap performance Indonesia, terbukti dari naiknya credit rating serta turunnya country risk untuk berinvestasi di Indonesia. Namun pembayaran utang telah menurunkan cadangan devisa ke posisi US$ 39,77 milyar pada akhir Oktober Penurunan BI Rate yang telah dilakukan untuk keenam kalinya oleh Bank Indonesia ini juga direspon baik oleh bursa saham, yang tercermin dari menguatnya indeks harga saham gabungan (IHSG). Namun sayangnya kenaikan BI Rate ini belum sepenuhnya ditransmisikan pada suku bunga perbankan, terutama suku bunga kredit. Akan tetapi pada suku bunga simpanan telah terjadi penurunan yang relatif cepat. Hal ini terlihat dari turunnya suku bunga deposito berjangka yang dewasa ini sudah berada di bawah level 10% atau turun lebih dari 200 bps dibandingkan dengan posisinya di awal tahun Sementara itu suku bunga kredit hanya turun sekitar 18 bps untuk kredit modal kerja, Sedangkan suku bunga kredit investasi dan kredit konsumsi justru mengalami kenaikan. Suku Bunga SBI, Deposito dan Kredit Modal Kerja Januari Agustus 2006 (%) % Kredit Modal Kerja SBI 1 Bulan Deposito 1 Bulan Jan. 04 Mar. 04 May. 04 July. 04 Sept. 04 Nov. 04 Jan. 05 Mar. 05 May. 05 July. 05 Sept. 05 Nov. 05 Jan.06 Mar.06 May. 06 Juli.06 Perkembangan Ekspor Setelah terus menerus mengalami kenaikan, nilai ekspor Indonesia pada bulan September 2006 mengalami penurunan sebesar 1,18 persen dibandingkan dengan nilai ekspor bulan Agustus Meskipun demikian nilai ekspor untuk bulan September masih berada pada level US$ 8,78 milyar, yang menyebabkan nilai ekspor selama periode Januari September 2006 mencapai US$ 73,47 milyar atau meningkat 17,2 persen terhadap nilai ekspor pada periode yang sama tahun Perkembangan Nilai Ekspor dan Nilai Impor Indonesia (US$ Milyar) US$ Milyar Jan - Sept Ekspor Impor Jan - Sept 2006 Dengan nilai ekspor sebesar itu, maka neraca perdagangan dalam periode Januari - September 2006 mencapai surplus sebesar US$ 27,84milyar atau meningkat 47,7 persen dibandingkan dengan surplus yang terjadi pada Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 7
8 periode yang sama tahun 2005 sebesar US$ 18,84 milyar. Peningkatan surplus sebesar itu disebabkan karena kenaikan nilai impor hanya mencapai sebesar 4,04 persen pada periode yang sama. Sedikit menurunnya nilai ekspor pada bulan September 2006 disebabkan oleh penurunan nilai ekspor migas sebesar 13,7 persen dari US$ 1,85 milyar pada Agustus 2006 menjadi US$1,59 milyar pada September Penurunan yang terkait dengan penurunan harga minyak mentah dunia ini terlihat dari penurunan ekspor minyak mentah sebesar 6,4 persen pada bulan September 2006, dan bersamaan dengan itu nilai ekspor hasil minyak juga turun sebesar 26,9 persen. Sementara itu nilai ekspor non migas meningkat dari US$ 7,04 milyar pada Agustus 2006 menjadi US$ 7,2 milyar pada September Dan secara kumulatif, selama sembilan bulan pertama tahun 2006, nilai ekspor non migas mencatat kenaikan sebesar 18 persen dari US$ 48,73 milyar pada Januari-September 2005 enjadi US$ 57,52 milyar pada Januari-September Nilai Ekspor, Januari - September 2006 (Juta US$) 80,000 US$ Juta 60,000 40,000 20,000 48, , , ,949.9 Non-migas Migas 0 Jan-Sept 2005 Jan-Sept 2006 Note : Ekspor total naik sekitar 17,17%. Menurut negara tujuan ekspor, selama periode Januari-September 2006, ekspor non migas ke beberapa negara tujuan ekspor menunjukkan peningkatan yang cukup berarti, dimana peningkatan tertinggi terjadi untuk ekspor ke negara China sebesar 38,5%, dan berturut-turut Republik Korea Selatan: 27,7%;Taiwan: 26,5%; Australia: 22,9%; baru kemudian Jepang: 22,1% dan Amerika Serikat:14,2%. Tetapi secara absolut nilai ekspor terbesar tetap berasal dari Jepang, Amerika Serikat dan Singapura. Perkembangan Impor Sementara itu pertumbuhan impor masih tetap menunjukkan perlambanan, meskipun mulai meningkat. Realisasi nilai impor pada bulan September 2006 hanya mencapai US$ 5,657 milyar atau naik 0,67 persen dari nilai impor bulan Agustus Sehingga secara kumulatif nilai impor selama Januari September 2006 hanya naik sebesar 4,04 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, yaitu dari US$ 43,86 milyar pada Januari-September 2005 menjadi US$ 45,63 milyar pada Januari-September Dalam periode ini impor migas meningkat sebesar 8,7 persen dari US$ 13,32 milyar menjadi US$ 14,47 milyar sedangkan impor non migas hanya naik sekitar 2 persen, dari US$ 30,54 milyar menjadi US$ 31,2 milyar. Dilihat dari impor menurut golongan barang, pada periode Januari-September 2006, kenaikan impor yang terjadi pada semua golongan barang tidak dapat dikatakan cukup berarti untuk mendorong kegiatan ekonomi dalam negeri. Impor barang modal yang mengalami peningkatan paling tinggi hanya mencapai 5,6 persen, sedangkan impor bahan baku hanya naik sekitar 3,7 persen setelah mengalami penurunan yang cukup berarti pada bulanbulan sebelumnya. Rendahnya kenaikan impor bahan baku secara jelas mengindikasikan belum berlangsungnya kegiatan produksi di sektor riil secara nyata selama periode tersebut. Kondisi ini terlihat sangat kontradiktif dengan peningkatan nilai Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 8
9 ekspor, khususnya ekspor sektor industri yang cukup berarti dalam periode tersebut. Pada Januari September 2006 kenaikan nilai ekspor sektor industri mencapai 15,4 persen, sementara ekspor sektor pertambangan non migas mencatat kenaikan sebesar 37,4 persen. Impor Menurut Golongan Barang (US$ Milyar) US$ Milyar Jan- Barang Konsumsi Bahan Baku Sept 2005 Barang Modal Jan- Sept 2006 [Laporan Khusus] ASEAN-China FTA. Mampukah Indonesia? China dan 10 negara ASEAN telah memfinalkan suatu kesepakatan untuk meliberalisasikan perdagangan antara kedua belah pihak. Dalam kerangka kerja kesepakatan ini, negara-negara ASEAN dan China mempunyai komitmen untuk mendirikan suatu wilayah perdagangan bebas (FTA) pada tahun 2010, yang artinya tarif terhadap semua barang yang masuk dalam kategori FTA ini akan dihilangkan. Yang menarik dari kesepakatan ini, adalah bahwa penurunan tarif untuk sejumlah produk pertanian yang diperdagangkan selama ini antara ASEAN dan China sudah mulai diturunkan dan akan dihapuskan sepenuhnya pada Januari Ini, yang disebut Early Harvest Program ("EHP"), adalah awal dari implementasi kesepakatan ASEAN-China FTA tersebut. Produk-produk pertanian yang masuk di dalam program ini adalah antara lain binatang hidup, daging, sayur-sayuran, ikan, dan buah-buahan. Sekarang pertanyaannya, apakah Indonesia akan diuntungkan oleh EHP (atau kesepakatan FTA 2010) tersebut. Terutama melihat kenyataan bahwa kapasitas sektor pertanian Indonesia sangat buruk. Misalnya untuk buah-buahan, berdasarkan data FAO, Indonesia lebih banyak mengimpor dari China daripada mengekspor ke negara tersebut. Tahun 2004, impor buah-buahan dari China tercatat 722 mt, dan tidak ada ekspor sama sekali ke China, walaupun pada tahun yang sama Indonesia mengekspor komoditas tersebut ke pasar dunia sebanyak 1819 mt. Untuk sayur-sayuran, impor Indonesia dari China terus meningkat sedangkan Indonesia tidak mengekspor ke China. Tahun 1998, impor Indonesia dari negara tersebut tercatat 18 mt, dan pada tahun 2004 sudah mencapai 4235 mt. Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 9
10 Secara teori, EHP mempunyai tiga dampak utama terhadap Indonesia. Pertama, ekspor Indonesia ke China akan naik, tentu jika komoditas pertanian Indonesia lebih murah dibandingkan China dan negara-negara ASEAN lainnya. Kedua, ekspor Indonesia ke China akan turun apabila keunggulan Indonesia lebih rendah dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya. Bahkan Indonesia bisa digusur sepenuhnya dari China oleh produk-produk dari misalnya Vietnam yang sektor pertaniannya semakin baik. Ketiga, impor Indonesia dari China akan meningkat dan ini berarti akan mematikan pertanian di dalam negeri. Secara sederhana (walaupun memerlukan suatu analisa yang komprehensif), dari tiga dampak tersebut, yang mana yang sangat mungkin terjadi bisa diukur dengan sejumlah indikator daya saing. Misalnya dengan Revealed Comparative (atau Competitive) Advantage (RCA) untuk pasar dunia, yang jika nilainya di atas 1 (satu) berarti negara tersebut untuk produk bersangkutan lebih unggul dari rata-rata dunia. Hasil penghitungan menunjukkan bahwa RCA sayur-sayuran Indonesia jauh di bawah 1, sedangkan dari China tahun 1996, misalnya 2,15 dan tahun 2004 sedikit menurun ke 1,40. Untuk buah-buahan, RCA Indonesia sama buruknya dengan China, yakni dibawah rata-rata dunia. Untuk binatang hidup, RCA Indonesia selalu dibawah satu, sedangkan China beberapa tahun di atas 1. Untuk ikan, Indonesia memang unggul dengan RCA tahun 1996 sebesar 2,44 dan tahun 2004 sekitar 1,85. Tetapi RCA China juga di atas 1, walaupun rata-rata per tahun lebih rendah daripada Indonesia. Ini artinya, produk-produk ikan Indonesia menghadapi persaingan ketat dari China. Jadi, kesimpulan sementara adalah bahwa rasanya Indonesia akan lebih dirugikan daripada diuntungkan oleh adanya ASEAN-China FTA. Memang, capacity building, terutama dalam hal teknologi, SDM dan infrastruktur, di sektor pertanian Indonesia sudah merupakan suatu keharusan yang tidak bisa ditunda-tunda lagi. Jika Indonesia kalah bersaing dalam perdagangan produk-produk manufaktur, terutama yang footloose, seperti elektronik dan TPT, sektor pertanian merupakan satu-satunya pertahanan terakhir Indonesia, karena memang pada dasarnya Indonesia memiliki keunggulan komparatif (belum tentu kompetitif) di sektor tersebut. Table: World Production of Fruits and Vegetables in Indonesia and China (1000 tonnes) Period Indonesia China Source: UNCTAD database This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy any institution. The information herein was obtained or derived from sources that we believe are reliable, but whilst all reasonable care has been taken to ensure This report is for use by professional and business investors only and has been prepared for information purposes and is not an offer to sell or a solicitation to buy that stated facts are accurate and opinions fair and reasonable, we do not represent that it is accurate or complete and it should not be relied upon as such. All opinions and estimates included in this report constitute our judgment as of this date and are subject to change without notice. This document is for the information of clients only and must not be copied, reproduced or mare available to others. Laporan Ekonomi Bulan Oktober 2006 Kamar Dagang dan Industri Indonesia 10
Laporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Juli 27 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Desember 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Edisi Juli 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA Indikator Ekonomi Indikator 2000 2001 2002 2003 2004
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Desember 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Juli 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciKAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA. Laporan Ekonomi Bulanan. Mei 2006
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Laporan Ekonomi Bulanan Mei 2006 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO Yojiro OGAWA Shoji MAEDA Erna Zetha Tulus Tambunan
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Edisi Desember 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA Shoji MAEDA Erna Zetha Rusman Indikator Ekonomi Indikator
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Juli 2008 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5 Kav.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Edisi Januari 2006 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA INDIKATOR EKONOMI Indikator 2001 2002 2003 2004 2005
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Edisi September 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA Indikator Ekonomi Indikator 2001 2002 2003 2004
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Maret 2006 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA Indikator Ekonomi Indikator 2002 2003 2004 2005 2006 1. Nilai
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Mei 27 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Februari 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan November 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Oktober 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Edisi November 2005 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin ndonesia Kerjasama KADN ndonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA ndikator Ekonomi ndikator 2001 2002 2003 2004 2005 1.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Februari 2008 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan September 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said
Lebih terperinciKondisi Perekonomian Indonesia
KAMAR DAGANG DAN INDUSTRI INDONESIA Kondisi Perekonomian Indonesia Tim Ekonomi Kadin Indonesia 1. Kondisi perekonomian dunia dikhawatirkan akan benar-benar menuju jurang resesi jika tidak segera dilakukan
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Juni 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Agustus 27 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Agustus 2006 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Juni 2006 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Oleh Yojiro Ogawa Shoji Maeda Erna Zetha Tulus Tambunan Kamar Dagang dan Industri Indonesia Sekretariat: Menara Kadin Lt.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Januari 2007 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Laporan Ekonomi Bulanan Februari 2006 Diterbitkan oleh Sekretariat Kadin Indonesia Kerjasama KADIN Indonesia dan JETRO JETRO Expert: Yojiro OGAWA Indikator Ekonomi Indikator 2002 2003 2004 2005 2006 1.
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Januari 2008 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha Rusman Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna Said X-5
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi
Lebih terperinciLaporan Ekonomi Bulanan
Kamar Dagang dan Industri Indonesia Laporan Ekonomi Bulanan Maret 27 Sekretariat Kamar Dagang dan Industri Indonesia oleh Erna Zetha dan DR. Tulus Tambunan Menara Kadin Indonesia 29 th Floor Jl. HR. Rasuna
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2011 Nomor. 30/AN/B.AN/2010 0 Bagian Analisa Pendapatan Negara dan Belanja Negara Biro Analisa Anggaran dan Pelaksanaan APBN SETJEN DPR-RI Analisis Asumsi Makro Ekonomi
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JANUARI 2002 Posisi uang primer pada akhir Januari 2002 menurun menjadi Rp 116,5 triliun atau 8,8% lebih rendah dibandingkan akhir bulan
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN SEPTEMBER 2001 World Economic Report, September 2001, memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2001 hanya mencapai 2,6% antara lain
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN APRIL 2002 Pada bulan April 2002 pemerintah berhasil menjadwal ulang cicilan pokok dan bunga utang luar negeri pemerintah dalam Paris Club
Lebih terperinciEconomic Update. Exhibit 1. Kontribusi Lapangan Usaha Terhadap Pertumbuhan Ekonomi. Exhibit 2. Kontribusi Penggunaan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
Highlights PDB Indonesia Triwulan I 2010 Tumbuh +5,7% YoY Laju Inflasi April 2010 Meningkat Pertumbuhan Impor Lebih Cepat Dari Ekspor Maret 2010 BI Rate Tetap Pada Level 6,5% Ratna Lim Ratna@megaci.com
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,
BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti
Lebih terperinciKinerja CARLISYA PRO MIXED
29-Jan-16 NAV: 1,707.101 Total Dana Kelolaan 12,072,920,562.29 - Pasar Uang 0-90% - Deposito Syariah - Efek Pendapatan Tetap 10-90% - Syariah - Efek Ekuitas 10-90% - Ekuitas Syariah 12.37% 48.71% 38.92%
Lebih terperinciKinerja CARLISYA PRO SAFE
29-Jan-16 NAV: (netto) vs per December 2015 () 5.15% 6.92% Total Dana Kelolaan 395,930,218.07 10 0-100% Kinerja - Inflasi (Jan 2016) 0.51% Deskripsi Jan-16 YoY - Inflasi (YoY) 4.14% - BI Rate 7.25% Yield
Lebih terperinciPERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH
PERKEMBANGAN DAN VOLATILITAS NILAI TUKAR RUPIAH Asumsi nilai tukar rupiah terhadap US$ merupakan salah satu indikator makro penting dalam penyusunan APBN. Nilai tukar rupiah terhadap US$ sangat berpengaruh
Lebih terperinciINDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER
PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah
Lebih terperinciTINJAUAN EKONOMI Januari 2010
TINJAUAN EKONOMI Januari 2 Cadangan Devisa Sumber : Bank Indonesia dan Data Olahan Erdikha Awal Tahun 2, BI rate inline dengan konsensusnya Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan
Lebih terperinciTinjauan Ekonomi Desember 2009
Tinjauan Ekonomi Desember 2009 Akhir Tahun 2009, BI rate tetap 6,50% Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia akhirnya menetapkan untuk mempertahankan BI rate sebesar 6,50%, menurut Dewan Gubernur Bank Indonesia
Lebih terperinciASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012
ASUMSI NILAI TUKAR, INFLASI DAN SUKU BUNGA SBI/SPN APBN 2012 A. Nilai Tukar Realisasi rata-rata nilai tukar Rupiah dalam tahun 2010 mencapai Rp9.087/US$, menguat dari asumsinya dalam APBN-P sebesar rata-rata
Lebih terperinciBAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 2003
BAB II PROSES PEMULIHAN EKONOMI TAHUN 23 Secara ringkas stabilitas moneter dalam tahun 23 tetap terkendali, seperti tercermin dari menguatnya nilai tukar rupiah; menurunnya laju inflasi dan suku bunga;
Lebih terperinciKinerja CENTURY PRO FIXED
29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 3,058,893,148.56 - Keuangan - Infrastruktur 0-80% AAA A - 66.33% 15.52% 18.15% - Inflasi (Jan 2016) - Inflasi (YoY) - BI Rate 0.51% 4.14% 7.25% Kinerja Sejak pe- Deskripsi
Lebih terperinciPEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN
PEREKONOMIAN INDONESIA TAHUN 2007: PROSPEK DAN KEBIJAKAN KANTOR MENTERI NEGARA PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) DIREKTORAT PERENCANAAN MAKRO FEBRUARI
Lebih terperinci1. Tinjauan Umum
1. Tinjauan Umum Perekonomian Indonesia dalam triwulan III-2005 menunjukkan kinerja yang tidak sebaik perkiraan semula, dengan pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan lebih rendah sementara tekanan terhadap
Lebih terperinciANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Ma kro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007
ANALISIS Perkembangan Indikator Ekonomi Makro Semester I 2007 Dan Prognosisi Semester II 2007 Nomor. 02/ A/B.AN/VII/2007 Perkembangan Ekonomi Tahun 2007 Pada APBN 2007 Pemerintah telah menyampaikan indikator-indikator
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami peningkatan yang semakin pesat sejak krisis ekonomi global pada tahun 1998 yang tidak hanya melanda di negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULAN. yang sedang berkembang (emerging market), kondisi makro ekonomi
BAB I PENDAHULAN A. Latar Belakang Masalah Di era globalisasi ini pasar modal merupakan instrumen penting dalam perekonomian suatu negara. Pasar modal yang ada di Indonesia merupakan pasar yang sedang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Investasi menurut Bodie (2005) adalah suatu komitmen terhadap dana tertentu yang ditanamkan pada periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mendapatkan pembayaran di kemudian
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. 10-Mar-2004 Pasar Uang 100% Obligasi
Lebih terperinciKinerja CARLISYA PRO FIXED
29-Jan-16 NAV: Total Dana Kelolaan 1,728,431,985.66 Pasar Uang 0-80% Deposito Syariah 6.12% 93.88% Infrastruktur 87.50% Disetahunkaluncuran Sejak pe- Deskripsi Jan-16 YoY Keuangan 12.50% Yield 0.64% 7.66%
Lebih terperinciLAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001
REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN II/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam triwulan II/2001 proses pemulihan ekonomi masih diliputi oleh ketidakpastian.
Lebih terperinciANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014
ANALISA PERUBAHAN NILAI TUKAR RUPIAH TERHADAP DOLLAR AMERIKA DALAM RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN 2014 Pendahuluan Akibat dari krisis ekonomi yang dialami Indonesia tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini, permasalahan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 263 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan IV - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinciANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III
ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 127 ANALISIS TRIWULANAN: Perkembangan Moneter, Perbankan dan Sistem Pembayaran, Triwulan III - 2009 Tim Penulis
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100.00% Deposito
Lebih terperinciMEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta Tel: /Fax:
KEMENTERIAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA MEDIA BRIEFING Pusat HUMAS Departemen Perdagangan Jl. M.I Ridwan Rais No. 5, Jakarta 10110 Tel: 021-23528446/Fax: 021-23528456 www.depdag.go.id Prospek Ekspor
Lebih terperinciAnalisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI
Analisis Asumsi Makro Ekonomi RAPBN 2008 Nomor. 01/ A/B.AN/VI/2007 Asumsi Dasar dan Kebijakan Fiskal 2008 Sesuai dengan ketentuan UU Nomor 17 Tahun 2003, Pemerintah Pusat diwajibkan untuk menyampaikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Small open economic, merupakan gambaran bagi perekonomian Indonesia saat ini. Sekalipun pengaruh aktifitas ekonomi Indonesia tidak besar terhadap perekonomian dunia,
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Obligasi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN III/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Pada awal triwulan III/2001 perekonomian membaik seperti tercermin dari beberapa
Lebih terperinciPerkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global
2015 Vol. 2 Perkembangan Indikator Makroekonomi Indonesia di tengah Ketidakseimbangan Global Oleh: Irfani Fithria dan Fithra Faisal Hastiadi Pertumbuhan Ekonomi P erkembangan indikator ekonomi pada kuartal
Lebih terperinciRealisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN
PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN, DAN KEMISKINAN PERKEMBANGAN EKONOMI, KETENAGAKERJAAN DAN KEMISKINAN Kinerja perekonomian Indonesia masih terus menunjukkan tren peningkatan dalam beberapa triwulan
Lebih terperinciMACROECONOMIC REPORT JUNI, 2014
INFLASI BULAN MEI TERCATAT 0,1% Pada bulan Mei 2014, laju inflasi tercatat sebesar 0,1%. Faktor pendukung inflasi karena harga makanan jadi dan minuman yang meningkat. Inflasi tahun kalender sebesar 1,56%,
Lebih terperinciRingkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia
Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter
Lebih terperinciBAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 2004
BAB I KONDISI EKONOMI MAKRO TAHUN 24 Kondisi ekonomi menjelang akhir tahun 24 dapat disimpulkan sebagai berikut. Pertama, sejak memasuki tahun 22 stabilitas moneter membaik yang tercermin dari stabil dan
Lebih terperinciBAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN
BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro tahun 2005 sampai dengan bulan Juli 2006 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi membaik dari
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. antar negara. Nilai tukar memainkan peran vital dalam tingkat perdagangan
I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Nilai tukar atau kurs merupakan indikator ekonomi yang sangat penting karena pergerakan nilai tukar berpengaruh luas terhadap aspek perekonomian suatu negara. Saat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian Sektor Properti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Sektor Properti Sektor properti merupakan sektor yang rentan terhadap perubahan dalam perekonomian, sebab sektor properti menjual produk yang
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO
PERKEMBANGAN EKONOMI TERKINI, PROSPEK DAN RISIKO PEREKONOMIAN GLOBAL PEREKONOMIAN DOMESTIK PROSPEK DAN RISIKO KEBIJAKAN BANK INDONESIA 2 2 PERTUMBUHAN EKONOMI DUNIA TERUS MEMBAIK SESUAI PERKIRAAN... OUTLOOK
Lebih terperinciMengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro
Mengobati Penyakit Ekonomi Oleh: Mudrajad Kuncoro Melemahnya nilai tukar rupiah dan merosotnya Indeks Harga Saham Gabungan membuat panik pelaku bisnis. Pengusaha tahu-tempe, barang elektronik, dan sejumlah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan
0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Harga mata uang suatu negara dalam harga mata uang negara lain disebut kurs atau nilai tukar (Miskhin, 2007:435). Bagi negara berkembang dengan perekonomian
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN JUNI 2001 Kondisi ekonomi makro bulan Juni 2001 tidak mengalami perbaikan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Kepercayaan masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan sektor properti dan real estat yang ditandai dengan kenaikan harga tanah dan bangunan yang lebih tinggi dari laju inflasi setiap tahunnya menyebabkan semakin
Lebih terperinciCENTURY PRO MIXED Dana Investasi Campuran
29-Jan-16 NAV: 1,949.507 Total Dana Kelolaan 3,914,904,953.34 Pasar Uang 0-90% Ekuitas 77.38% Efek Pendapatan Tetap 10-90% Obligasi 12.93% Efek Ekuitas 10-90% Pasar Uang 8.82% 0.87% Keuangan A Deskripsi
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN
BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Perkembangan Inflasi di Indonesia Indonesia merupakan salah satu Negara berkembang, dimana adanya perubahan tingkat inflasi sangat berpengaruh terhadap stabilitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sehubungan dengan fenomena shock ini adalah sangat menarik berbicara tentang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Guncangan (shock) dalam suatu perekonomian adalah suatu keniscayaan. Terminologi ini merujuk pada apa-apa yang menjadi penyebab ekspansi dan kontraksi atau sering juga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perdagangan internasional mempunyai peranan sangat penting sebagai motor penggerak perekonomian nasional. Perdagangan internasional dapat didefinisikan sebagai
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2002 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2002
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/22 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 22 Mengawali tahun 22, kepercayaan masyarakat kembali meningkat seperti yang tercermin dari
Lebih terperinciMACROECONOMIC REPORT JULI, 2014
INFLASI BULAN JUNI TERCATAT 0,43% Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi pada bulan Juni 2014 mencapai 0,43%. Inflasi Juni lebih tinggi dari Mei 2014 yang sebesar 0,16%. Inflasi secara berurutan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam pasar modal di Indonesia, ada beberapa kelompok saham yang paling banyak diminati oleh para investor karena saham tersebut sangat liquid. Sahamsaham tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada awal tahun 2008 terjadi krisis energi yang membayangi perekonomian global, ditandai dengan meningkatnya harga minyak dunia sampai menyentuh harga tertinggi $170
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makro adalah pandangan bahwa sistem pasar bebas tidak dapat mewujudkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kegiatan perekonomian setiap negara tidak selalu stabil, tetapi berubahubah akibat berbagai masalah ekonomi yang timbul. Salah satu aspek penting dari kegiatan
Lebih terperinciLAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001
REPUBLIK INDONESIA LAPORAN PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN TRIWULAN I/2001 DAN PROYEKSI PERTUMBUHAN EKONOMI TAHUN 2001 Dalam tahun 2000 pemulihan ekonomi terus berlangsung. Namun memasuki tahun
Lebih terperinciPERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002
REPUBLIK INDONESIA PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO SAMPAI DENGAN BULAN FEBRUARI 2002 Kepercayaan masyarakat baik dalam maupun luar negeri masih relatif lemah sebagaimana yang tercermin dari survei yang dilakukan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem Perbankan sebagai bagian dari sistem keuangan diharapkan dapat meningkatkan perannya secara optimal sebagai lembaga intermediasi didalam momentum recovery setelah
Lebih terperinciBAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO
BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan
Lebih terperinciLAPORAN KINERJA BULANAN - PANIN Rp CASH FUND
LAPORAN BULANAN - PANIN Rp CASH FUND 10-Mar-2004 Panin Rp Cash Fund bertujuan untuk memberikan hasil yang relatif stabil melalui penempatan terutama pada instrumen pasar uang. Pasar Uang 100% Deposito
Lebih terperinciECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report
1 Februari 1 ECONOMIC & DEBT MARKET Daily Report RESEARCH Data Pasar Hari Kerja Sebelumnya Perubahan Tingkat Suku Bunga dan Kurs Acuan BI Nilai Tukar Rupiah terhadap Mata Uang Utama Dunia Keterangan Hari
Lebih terperinciInflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan
Inflasi mtm sedikit meningkat, BI Rate Akan Kembali Diturunkan Inflasi Akhir semester I 2009 Inflasi sebesar 0,11% dengan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 114,10 terjadi pada penghujung Jun. Inflasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perekonomian di Indonesia. Fluktuasi kurs rupiah yang. faktor non ekonomi. Banyak kalangan maupun Bank Indonesia sendiri yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada saat krisis keuangan global beberapa tahun belakan ini kurs, inflasi, suku bunga dan jumlah uang beredar seolah tidak lepas dari masalah perekonomian di Indonesia.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pesat sesuai dengan kemajuan teknologi. Dalam era globalisasi peran transportasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Globalisasi dari sisi ekonomi adalah suatu perubahan dunia yang bersifat mendasar atau struktural dan akan berlangsung terus dalam Iaju yang semakin pesat
Lebih terperinciAnalisis Ekonomi Mingguan
Implikasi Indikator Ekonomi Terkini Terhadap Pasar Modal Analisis Ekonomi Mingguan Economic & Business Research Senior economist: Ibnu Edy Wiyono ibnu.wiyono@cp.co.idi id Business & economic analyst: M
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA- SAUDI ARABIA BULAN : JUNI 2015 A. Perkembangan Perekonomian Saudi Arabia. 1. Dana Moneter Internasional (IMF) menyatakan pertumbuhan ekonomi di Saudi Arabia diatur melambat
Lebih terperinci