BAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia.
|
|
- Surya Tedjo
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Letak geografis Indonesia yang sangat strategis mengakibatkan adanya hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. Kondisi tersebut sangat mendukung perkembangan bangsa Indonesia di segala bidang. Perkembangan tersebut tentu tidak terlepas dari perkembangan budaya masyarakat pendukungnya. Masuknya kebudayaan asing juga turut membentuk tradisi yang ada di Indonesia, walaupun bukan merupakan unsur yang utama. Unsur kebudayaan asing yang masuk ke Indonesia tersebut berbaur dengan kebudayaan asli setempat sehingga terjadi proses yang saling mempengaruhi satu sama lain, atau disebut akulturasi budaya. Salah satu bentuk kebudayaan yang masuk dan berkembang di Indonesia adalah kebudayaan megalitik. Perkembangan kebudayaan ini diyakini oleh para ahli telah ada sejak lama. Menurut R.P. Soejono (1992), Von Heine Geldern membedakan adanya dua gelombang besar kebudayaan yang masuk ke Indonesia. Dua gelombang kebudayaan tersebut adalah megalitik tua sekitar ± SM dan megalitik muda sekitar ribuan pertama SM. Kebudayaan megalitik tua dimasukkan ke dalam masa neolitik yang didukung oleh pemakai bahasa Austronesia yang menggunakan alat-alat beliung persegi. Peninggalan megalitik tua antara lain berupa punden berundak, dolmen, limas (piramid berundak), pelinggih, tembok batu, dan jalan batu. Megalitik muda berkembang pada masa perundagian dengan peninggalan antara lain berupa peti kubur batu, dolmen semu, sarkofagus, 1
2 dan bejana batu. Kedua gelombang tersebut akhirnya bercampur dan tumpang tindih dalam perkembangannya membentuk variasi-variasi lokal. Bahkan dalam tingkat perkembangan selanjutnya bercampur dengan budayabudaya India, Islam dan Eropa yang secara bertahap telah meluaskan pengaruhnya di Kepulauan Indonesia. Unsur-unsur megalitik dengan keanekaragamannya dari berbagai bentuk peradaban masih dapat dipelajari sebagai bagian integral dari budaya yang kini masih hidup di Indonesia (Soejono, 1992: 206). Budaya megalitik yang masuk ke Indonesia tersebar hampir di seluruh wilayah kepulauan, yaitu di Nias, Toraja, Pasemah, Gunung Padang, Minahasa, Purbalingga, Sulawesi Tengah, Sumba, Flores, Purbalingga, Karanganyar dan Bali. Beberapa di antaranya berkembang dalam bentuk kebudayaan yang bersifat lebih besar seperti di Nias, Toraja, Gunung Padang, dan wilayah Pasemah. Budaya megalitik lainnya berkembang dalam skala yang lebih kecil dalam pengertian tinggalan material budayanya, seperti di Purbalingga, Minahasa, serta Karanganyar. Salah satu wilayah yang jarang diamati adalah Pegunungan Muria. Wilayah ini lebih banyak menghasilkan laporan penelitian tentang tinggalan masa pengaruh Islam di Indonesia, yaitu peninggalan makam Sunan Muria serta peninggalan lainnya yang berhubungan dengan salah satu penyebar ajaran agama Islam di Pulau Jawa. Pegunungan Muria terletak di Semenanjung Muria, yaitu sebelah Timur Laut kota Semarang. Daerah ini terbagi menjadi tiga wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Jepara pada bagian Barat - Utara, Kabupaten Pati pada bagian Timur - Tenggara dan Kabupaten Kudus pada bagian Selatan. Lokasinya 2
3 berada pada koordinat Bujur Timur dan Lintang Selatan dengan titik tertinggi pada Puncak Saptorenggo dengan ketinggian meter di atas permukaan laut. Berdasarkan klasifikasi Direktorat Vulkanologi, gugusan Gunungapi Muria tidak termasuk gunung api aktif (van Padang 1951; Kusumadinata 1979 dalam Mulyaningsih 2007: 64). Menurut Bemmelen (1970), Gunungapi Muria terletak di luar rangkaian utama gunungapi di Pulau Jawa. Berdasarkan data gaya berat dapat diketahui bahwa pola struktur geologi di selatan Gunungapi Muria dan daerah sekitarnya memperlihatkan arah Timur Laut Barat Daya. Pola struktur geologi ini merupakan jejak tektonik jaman Kapur - Paleosen yang berbentuk jalur subduksi, akibat interaksi antara Lempeng Hindia - Australia dengan Lempeng Mikrosunda (Sunarto, 2004: 7). Pegunungan Muria memiliki tujuh puncak utama, yaitu Saptorenggo, Rahtawu, Candi Angin, Argopiloso, Abiyoso, Argo Djembangan, dan Tremulus. Berdasarkan survei yang pernah dilakukan oleh penulis pada lereng Puncak Saptorenggo, beberapa peninggalan tradisi megalitik yang ditemukan antara lain adalah menhir, batu pelinggih, punden berundak, dan jalan batu. Sebagian besar batu pelinggih yang ada sampai sekarang masih digunakan oleh pelaku ritual kepercayaan Kejawen di sekitar wilayah Pegunungan Muria dan sekitarnya, terutama saat bulan Suro pada penanggalan Jawa. Setiap batu pelinggih yang ada diberi nama berdasarkan nama tokoh-tokoh pewayangan, di antaranya ialah Pertapaan Eyang Abiyoso, Petilasan Eyang Nakulo-Sadewo, Petilasan Eyang Pandhudewanata, Petilasan Eyang Semar, Petilasan Sang Hyang Wenang pada pundak tertinggi, dan masih ada beberapa lagi. Pada setiap petilasan yang ada dapat 3
4 terlihat sisa-sisa jalan batu, walaupun hanya pada beberapa bagian. Sisa jalan batu tersebut kemungkinan menunjukkan pola atau arah yang digunakan sebagai rute pemujaan. Perkembangan budaya megalitik sering dikaitkan dengan konsep pemujaan terhadap leluhur atau nenek moyang. Kesimpulan tersebut didapat dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan di berbagai lokasi. Tradisi megalitik dibawa oleh masyarakat yang telah mengenal kehidupan menetap, bercocok tanam, domestikasi hewan, sistem stratifikasi sosial, serta sistem religi. Pada masa prasejarah, religi tidak hanya mempengaruhi kehidupan yang berkaitan dengan upacara adat, misalnya yang berhubungan dengan cara-cara penguburan, tetapi juga memegang peranan penting dalam kehidupan sehari-hari. Perkembangan religi ini erat hubungannya dengan kepercayaan yang menganggap bahwa arwah nenek moyang atau arwah leluhur sangat menentukan dalam kehidupan manusia. Arwah leluhur harus diperhatikan sebaik mungkin agar zat tertinggi (menurut anggapan masyarakat pendukungnya) tersebut senantiasa merasa diperhatikan sehingga selalu melindungi masyarakat yang ditinggalkannya. Pada masa prasejarah di Indonesia, masyarakat hidup dalam tantangan kondisi alam. Ada yang menetap di pesisir pantai, dan ada pula yang tinggal di daerah pedalaman dengan kondisi lingkungan berupa dataran tinggi. Keadaaan alam yang berbeda-beda melahirkan jenis kebudayaan yang berbeda pula. Perbedaaan kondisi sumberdaya alam walaupun sekecil apapun sudah cukup kuat untuk melahirkan kebudayaan yang bercorak lain, meskipun sedikit banyak masih dapat dijumpai adanya persamaan. Hal tersebut pula yang dijumpai di kawasan Pegunungan Muria. Tinggalan tradisi 4
5 megalitik yang ada masih digunakan sampai sekarang oleh masyarakat sekitar yang menganut kepercayaan Kejawen. Oleh karena itu, dirasa perlu untuk mengungkapkan perkembangan konsep religi yang ada pada situs-situs tinggalan tradisi megalitik di wilayah Pegunungan Muria dengan cara pendekatan etnoarkeologi. B. RUMUSAN MASALAH DAN TUJUAN PENELITIAN Sejalan dengan uraian sebelumnya, penelitian ini berusaha untuk memusatkan perhatian kepada aspek spiritual atau religi yang ada pada situssitus tradisi megalitik di Pegunungan Muria melalui pendekatan etnoarkeologi. Dalam penelitian ini permasalahan yang diajukan adalah sebagai berikut: Bagaimanakah kontekstualisasi situs-situs megalitik di Pegunungan Muria dalam sistem religi Kejawen? Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui konteks situs-situs tersebut pada masa kini, terutama dalam sistem religi Kejawen. Untuk mencapai tujuan tersebut, dengan sendirinya penulis perlu mengumpulkan data tentang perkembangan religi di kawasan Pegunungan Muria lereng selatan. Caranya adalah dengan melakukan observasi mengikuti cara kerja kajian etnografi terhadap situs, perilaku ritual, serta gagasan-gagasan di balik ritual dan keberadaan situssitus tersebut. C. KEASLIAN PENELITIAN Kajian mengenai tinggalan tradisi megalitik di seluruh Indonesia memang sudah banyak dilakukan, terlebih mengenai hubungan antara situs 5
6 megalitik dengan kondisi sumberdaya lingkungan pendukungnya, serta konsep religi yang ada pada situs tersebut. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan antara lain tentang tinggalan tradisi megalitik di Kabupaten Kuningan Jawa Barat oleh Jajang A. Sonjaya pada tahun Selain itu juga pernah dilakukan penelitian serupa di Situs Gunung Lumpang Cirebon oleh Sudarti Prijono (2001). Selanjutnya Septihandri juga pernah melakukan kajian mengenai aspek arsitektural pada peninggalan tradisi megalitik di kawasan Puncak Gunung Lawu (1992). Oleh karena Indonesia memiliki banyak lokasi tinggalan tradisi megalitik, banyak penelitian mengenai situs-situs tersebut. Beberapa lokasi yang pernah dilaporkan memiliki tinggalan dan diteliti antara lain di Pasemah Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung Utara, Jember, P. Nias, Situbondo, Sumbawa, Bali, Banyumas, Purbalingga, Minahasa, Sulawesi Tengah, serta Gunung Padang Jawa Barat. Penelitian di Pegunungan Muria sendiri pernah beberapa kali dilakukan, seperti kajian tentang geologi dan geomorfologi daerah tersebut, di antaranya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Sunarto tahun 2004 yang mengkaji mengenai perubahan geomorfik pada daerah pesisiran di Semenanjung Muria. Selanjutnya Astjario dan Kusnida melakukan penelitian mengenai penafsiran struktur geologi Semenanjung Muria dari data citra satelit pada tahun Penelitian tentang gunungapi maar di komplek Pegunungan Muria juga pernah dilakukan oleh Sutikno Bronto dan Sri Mulyaningsih yang diterbitkan dalam Jurnal Geologi Tahun Penelitian mengenai peninggalan purbakala yang pernah dilakukan di Pegunungan Muria antara lain survei kepurbakalaan yang pernah dilakukan oleh Hasan M. Ambary, di seluruh wilayah Kabupaten Kudus. Beberapa 6
7 temuan yang dilaporkan antara lain masjid-masjid kuno selain masjid Menara, kompleks makam kuno, serta beberapa temuan masa Hindu-Buddha seperti yoni dan arca batu (Ambary, 1977). Selain penelitian tersebut, pernah juga dilakukan penelitian oleh Balai Arkeologi Yogyakarta mengenai tinggalan kepurbakalaan di Pegunungan Muria yang dipimpin oleh Diman Suryanto pada tahun 1988, yang melakukan survei awal untuk mengungkapkan tinggalan masa prasejarah di wilayah tersebut. Dari laporan penelitian tersebut, ditemukan beberapa tinggalan yang diduga merupakan ciri peninggalan tradisi megalitik tersebar di wilayah Kabupaten Kudus dan Jepara. Selain kedua penelitian kepurbakalaan di Pegunungan Muria yang dilakukan di wilayah Kabupaten Kudus, penelitian lainnya lebih banyak menitikberatkan pada kajian masa pengaruh Islam dan kolonial. Adapun kajian mengenai peninggalan situs masa prasejarah yang menekankan pada aspek religi dengan pendekatan etnoarkeologi di lereng selatan Pegunungan Muria wilayah Kab. Kudus belum pernah dilakukan sebelumnya. D. RUANG LINGKUP PENELITIAN Untuk mendapatkan hubungan antara situs megalitik dengan konsep religi yang melatarbelakanginya, akan digunakan pendekatan etnoarkeologi. Etnoarkeologi sendiri adalah salah satu kajian dalam disiplin ilmu arkeologi yang mempelajari dan menggunakan data etnografi untuk menangani atau membantu memecahkan masalah-masalah arkeologi. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa etnoarkeologi adalah alat, bukan data. Kajian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara data arkeologi yang 7
8 ditemukan dengan pola tingkah laku manusia yang menyebabkannya, berdasarkan suatu perbandingan dengan gejala masa kini (Tanudirjo,1987: 4). Lokasi penelitian dibatasi pada kawasan lereng selatan Pegunungan Muria mencakup wilayah Ds. Rahtawu, Kec. Gebog, Kabupaten Kudus. Pemilihan lokasi ini karena banyaknya situs megalitik yang terdapat di wilayah tersebut berdasarkan survei oleh penulis yang pernah dilakukan sebelumnya serta hasil laporan penelitian yang pernah dilakukan oleh Balai Arkeologi Yogyakarta pada tahun Selain alasan di atas, peninggalan arkeologis yang ditemukan masih sering digunakan oleh masyarakat yang melakukan ritual terutama pada bulan Suro dalam penanggalan Jawa. Oleh karena itu, lereng selatan Pegunungan Muria dianggap sebagai representatif dari keseluruhan situs dari wilayah ini. Dalam kajian etnoarkeologi, terdapat tolok ukur yang digunakan untuk memperoleh tujuan penelitian. Ada dua tolok ukur yang akan digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan di lereng selatan Pegunungan Muria ini, yaitu tolok ukur berdasarkan lingkup penelitiannya dan berdasarkan peran penalarannya. Berdasarkan lingkup penelitiannya berarti penelitian yang akan dilakukan meliputi lingkup strategis atau konstruktif yang bertujuan untuk menentukan model sebagai kerangka acuan untuk proses penelitian arkeologi. Berdasarkan peran dalam penalaran yang digunakan yaitu hasil dari penelitian yang akan dilakukan sebagai interpretasi eksplanasi, karena data etnografi digunakan sebagai bahan penjelasan dan konstruksi pola tingkah laku yang melatarbelakangi data arkeologis di lokasi tersebut. 8
9 E. METODE PENELITIAN Sebagai sebuah ilmu, arkeologi memiliki seperangkat metode dan teknik khusus untuk mengumpulkan atau memproduksi dan mereproduksi informasi budaya. Pemilihan metode tersebut disesuaikan dengan permasalahan dan tujuan penelitian (Haryono 1993: 10). Data arkeologi dapat diartikan secara sempit ataupun luas. Pengertian secara sempit meliputi artefak, ekofak dan fitur, sedangkan pengertian data secara luas termasuk konteks (matriks, keletakan, asosiasi, stratigrafi) dan sebaran (dalam satu situs atau antar situs). Data arkeologi adalah suatu hasil dalam perilaku, tetapi perilaku tersebut sudah tidak dapat diamati lagi sehingga perlu ditafsirkan. Dalam menghadapi kondisi yang demikian, arkeologi perlu melihat pada data yang lain. Salah satu data yang dapat membantu memecahkan masalah arkeologi adalah data etnografi. Penggunaan data etnografi dalam arkeologi kemudian dikenal sebagai etnoarkeologi. Penelitian ini bersifat deskriptif mendalam, yaitu memberikan gambaran data arkeologi yang ditemukan berupa artefak, ekofak, fitur serta konteks temuan, baik dalam kerangka waktu, bentuk, maupun keruangan mengikuti cara kerja bidang etnografi. Pengamatan dilakukan terhadap situs, perilaku ritual, serta gagasan-gagasan di balik ritual dan keberadaan situs-situs tersebut. Adapun penalaran yang dipakai adalah induktif, yaitu suatu penalaran untuk mendapatkan data yang mendukung dalam pemecahan suatu masalah. Data tersebut digunakan sebagai penarik kesimpulan melalui analisis dan sintesis. Penalaran ini bergerak dari kajian fakta-fakta atau 9
10 gejala-gejala khusus kemudian disimpulkan sebagai gejala yang bersifat umum atau generalisasi empiris (Tanudirjo, : 34). Berdasarkan metode yang telah diungkapkan di atas, maka tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan yaitu: 1. Tahap pengumpulan data. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara survei arkeologi dan observasi lapangan, studi pustaka, serta wawancara etnografi. Survei dalam arkeologi adalah upaya untuk memperoleh data di lapangan tanpa harus melakukan penggalian atau memodifikasi lahan tempat ditemukannya data arkeologi. Observasi berarti pengamatan data di lapangan, sehingga konteks temuan data tersebut masih dapat diketahui. Observasi biasanya merupakan kegiatan mengidentifikasikan dan melakukan pencatatan lengkap data yang ada (Piggot 1959, dalam Tanudirdjo : 31). Data kepustakaan yang digunakan merupakan data tertulis yang berhubungan dengan situs yang akan diteliti, baik dari publikasi arkeologis maupun sumber-sumber sejarah atau etnosejarah. Selain itu, data kepustakaan dapat juga berupa gambar, foto dan peta, baik peta rupa bumi maupun peta tematik (Puslitarkenas 2008: 21). Wawancara etnografi juga akan dilakukan kepada para pelaku ritual di Pegunungan Muria. Wawancara cukup efektif dilakukan untuk mengungkap aspek kognitif (pikiran) dan afektif (perasaan) dari informan, apalagi bila wawancara dapat dilakukan secara lebih mendalam (indepth interview) (Spradley, 1979). 10
11 2. Tahap analisis data. Analisis data dilakukan terhadap hasil survey arkeologi dan observasi lapangan, serta terhadap hasil wawancara etnografi yang telah dilakukan. Analisis yang akan dilakukan meliputi: a) Analisis Artefaktual. Untuk melakukan analisis artefaktual dilakukan pengelompokan situs ke dalam tipe-tipe tertentu berdasarkan kesamaan ciri yang dimiliki masing-masing situs. Pengelompokan situs-situs tersebut kemudian dikaitkan dengan religi yang pernah berkembang. Temuan pada masing-masing situs juga akan dianalisis berdasarkan aspek fungsional-religi yang melekat pada artefak, ekofak, dan fitur situs tersebut. Data situs-situs tradisi megalitik tersebut nantinya digunakan untuk melihat fungsi artefak tersebut dalam peranannya dalam konsep religi. b) Analisis Simbolis. Analisis ini dilakukan terhadap data arkeologi yang ditemukan di lapangan. Data tinggalan arkelogi yang didapatkan akan dideskripsikan secara terperinci secara simbolis. Untuk mengetahui makna keseluruhan situs secara simbolis, diperlukan teori-teori kajian arkeologi simbol agar dapat diketahui pemaknaannya. Teori tentang simbol tersebut dapat digunakan untuk mengetahui makna keseluruhan yang ada pada situs-situs tradisi megalitik di Pegunungan Muria, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui latar belakang religi situs-situs tersebut. 11
12 Dalam studi etnoarkeologi terdapat tiga perspektif dalam melakukan analisis, yaitu perspektif yang menekankan pada proses historis dari masa lampau hingga kini (diakronis), masa kini untuk menjelaskan masa lampau (sinkronis), dan perspektif yang menganalisis kesinambungan budaya (interaksionis) (Sonjaya, 2008: 21). Perspektif diakronis, yang menekankan proses kesinambungan historis terhadap tinggalan arkeologis dipilih untuk menjelaskan perkembangan konsep religi yang melatarbelakangi situs-situs megalitik di Pegunungan Muria. 3. Tahap Sintesis Data Pada tahap ini akan dilakukan sintesis data yang telah dianalisis. Sintesis yang dilakukan pada dasarnya merupakan penafsiran atas data yang telah terolah, sehingga diharapkan dapat memberikan hipotesis tentang perkembangan religi yang melatarbelakangi situssitus tradisi megalitik di Pegunungan Muria. 4. Kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan setelah mendapatkan hasil sintesis dari data-data yang telah dianalisis. Kesimpulan yang didapatkan diharapkan dapat menjelaskan konsep religi yang menjadi latar belakang situs-situs tradisi megalitik di Pegunungan Muria dilihat dari kajian etnoarkeologi yang telah dilakukan. 12
13 BAGAN ALUR PENELITIAN Gambar 1.1 Bagan Alur Penelitian. 13
BAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2003: 13). Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Permasalahan Kebudayaan merupakan hasil karya manusia yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan hidup. Beberapa kebudayaan diantaranya dimulai pada masa prasejarah yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). Sebagian besar tinggalan
Lebih terperinci02/10/2012. Cupture 2. Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia. Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM
Cupture 2 Sejarah Seni Rupa dan Kebudayaan Indonesia Oleh: Handriyotopo, M.Sn NEOLITIKUM 1 Kebudayaan Austronesia yang datang dari Yunan, Sungai Yan-Tse atau Mekong, dari Hindia Belakang telah mengubah
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memuaskan kebutuhan hidup. Akan tetapi, pada perkembangan selanjutnya sebagai
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kegiatan ekonomi merupakan salah satu perwujudan adaptasi manusia terhadap lingkungan. Faktor yang mendorong manusia untuk melalukan kegiatan ekonomi pada awalnya
Lebih terperinciSIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN
SIMBOLISME KEPURBAKALAAN MEGALITIK DI WILAYAH PAGAR ALAM, SUMATERA SELATAN AGUS ARIS MUNANDAR Departemen Arkeologi Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Disampaikan dalam Seminar Nasional
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kudus merupakan kabupaten terkecil di Jawa Tengah dengan luas wilayah mencapai 42.516 hektar yang terbagi dalam 9 kecamatan. Kabupaten Kudus memiliki potensi pariwisata
Lebih terperinciSARKOFAGUS SAMOSIR: KREATIVITAS LOKAL MASYARAKAT SAMOSIR
SARKOFAGUS SAMOSIR: KREATIVITAS LOKAL MASYARAKAT SAMOSIR TAUFIQURRAHMAN SETIAWAN Abstrack One of the megalithic culture is sarcophagus. It appeared in someplace in Indonesia, such as Sulawesi, Nusa Tenggara,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan masyarakat masa lampau merupakan catatan sejarah yang sangat penting dan berharga. Kebudayaan tersebut dapat menjadi pedoman atau pegangan hidup bagi masyarakat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berkembangnya Islam di Nusantara tidak lepas dari faktor kemunduran kerajaan-kerajaan Hindu di Indonesia, sehingga kemudian jalur perdagangan berpindah tangan ke para
Lebih terperinciTINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH
TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Geografis Regional Jawa Tengah berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah utara, Samudra Hindia dan Daerah Istimewa Yogyakarta di sebelah selatan, Jawa Barat di sebelah barat, dan
Lebih terperinciMASA PRA AKSARA DI INDONESIA
Pola Kehidupan Manusia Purba Manusia Purba di Indonesia Kedatangan Nenek Moyang Bangsa Indonesia A. Pengertian Apakah kalian sudah pernah membuat peristiwa sejarah? Tentunya setiap manusia sudah membuat
Lebih terperinciBAB 1: SEJARAH PRASEJARAH
www.bimbinganalumniui.com 1. Studi tentang kebudayaan adalah suatu studi yang mempelajari... (A) Gagasan-gagasan untuk mewujudkan tindakan dan artefak (B) Kesenian (C) Karya sastra dan cerita rakyat (D)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
Lebih terperinciMENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO. Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta)
MENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta) I. Budaya Megalitik Bondowoso: Permasalahan, Jenis, dan Persebarannya Tinggalan budaya megalitik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI DAN MODEL PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka yang akan digunakan dalam penelitian ini menggunakan pustaka yang berkaitan dengan topik yang
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah
1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah Negara yang sangat luas. Wilayah Indonesia memiliki luas sekitar 1.910.931.32 km. dengan luas wilayah yang begitu besar, Indonesia memiliki banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pulau Alor merupakan salah satu pulau yang terletak di Kepulauan Nusa Tenggara Timur. Di pulau ini ditemukan banyak tinggalan arkeologis yang diperkirakan berasal dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Warisan budaya mengekspresikan suatu hubungan yang panjang antara manusia dan lingkungannya (Rossler, 2009: 19). Warisan Budaya dapat diartikan sebagai suatu yang
Lebih terperinciHasil Kebudayaan masa Praaksara
Hasil Kebudayaan masa Praaksara 1. Hasil Kebudayaan Paleolithikum Kebudayan paleolithikum merupakan kebudayaan batu, dimana manusia masih mempergunakan peralatan yang terbuat dari batu, serta teknik pembuatanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa perkembangan seni rupa Indonesia dimulai sejak zaman prasejarah. Dalam periodesasinya disebut seni prasejarah indonesia. Seni prasejarah disebut juga seni primitif.
Lebih terperinciNISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU
NISAN ARCA SITUS MAKAM KUNO MANUBA KECAMATAN MALLUSETASI KABUPATEN BARRU Bau Mene (Balai Arkeologi Jayapua) Abstract Statue tomb at the site of Manuba ancient grave at Mallusetasi District in Barru Residence.
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1. Menhir. Waruga. Sarkofagus. Dolmen
SMA/MA IPS kelas 10 - SEJARAH IPS BAB 3. PERADABAN AWAL INDONESIALatihan Soal 3.1 1. Bangunan megalithikum yang berbentuk batu bertingkat berfungsi sebagai tempat pemujaan terhadap nenek moyang disebut...
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan
7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
Lebih terperinciKata Kunci: Punden Berundak, Sumber Belajar Sejarah. Dosen Pembimbing Artikel
Eksistensi Punden Berundak di Pura Candi Desa Pakraman Selulung, Kintamani, Bangli (Kajian Tentang Sejarah dan Potensinya Sebagai Sumber Belajar Sejarah) Oleh : I Wayan Pardi, (NIM 0914021066), (e-mail:
Lebih terperinci4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur
4.10. G. IYA, Nusa Tenggara Timur G. Iya KETERANGAN UMUM Nama : G. Iya Nama Lain : Endeh Api Nama Kawah : Kawah 1 dan Kawah 2 Tipe Gunungapi : Strato Lokasi Geografis : 8 03.5' LS dan 121 38'BT Lokasi
Lebih terperinciTINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM. Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi
1 TINGGALAN TRADISI MEGALITIK DI DESA BASANGALAS, KECAMATAN ABANG, KABUPATEN KARANGASEM Kadek Yogi Prabhawa Program Studi Arkeologi Abstrak Archeology studies try to reconstruct human culture in the past
Lebih terperinciMASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami
MASA BERCOCOK TANAM DAN DAN BERTERNAK a. Kehidupan sosial-ekonomi Manusia Purba pada Masa Bercocok Tanam Kehidupan manusia senantiasa mengalami perkembangan. Perkembangan itu dapat disebabkan karena ada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia termasuk Negara Kepulauan yang memiliki rangkaian pegunungan dengan jumlah gunung berapi yang cukup tinggi, yaitu sekitar 240 gunung. Diantaranya, sekitar 70
Lebih terperinciKebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia. SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto
Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia SMA kelas X Semester 2 Tahun 2008/2009 Artmy Tirta Ikhwanto Kebudayaan Masyarakat Prasejarah di Indonesia z Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pra-aksara
Lebih terperinciPENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH KABUPATEN MALUKU TENGAH
PENGGUNAAN TINGGALAN BATU PAMALI SEBAGAI MEDIA PELANTIKAN RAJA DI DESA LIANG KEC. TELUK ELPAPUTIH KABUPATEN MALUKU TENGAH The Use of Batu Pamali as a Medium of King s Inauguration at The Liang Village
Lebih terperinciEksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai
Eksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai Kedaulatan Rakyat, 2001 Petualangan mencari situs-situs arkeologis di lereng timur Gunung Ciremai telah menorehkan pengalaman dan hasil yang tak terduga.
Lebih terperinci89 Kapata Arkeologi Vol. 1 No. 1 Agustus / Marlyn Salhuteru Masyarakat Maluku Tenggara
pulau Bali ke daerah mereka, maka pasti ada unsur budaya yang dibawa serta pada saat kedatangan mereka, dalam hal ini budaya Hindu-Budha. Berpatokan pada keadaan di atas, dengan menggunakan data sejarah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciKONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus
30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Menara Kudus. (Wikipedia, 2013)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Menara Kudus terletak di Kelurahan Kauman, Kecamatan Kota Kudus, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, sekitar 40 km dari Kota Semarang. Oleh penduduk kota Kudus dan sekitarnya,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. aktivitas masyarakat. Komponen-komponen pendukung kota dapat dibuktikan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Surakarta atau lebih dikenal dengan Kota Solo merupakan sebuah kota yang memiliki fasilitas publik untuk mendukung berjalannya proses pemerintahan dan aktivitas masyarakat.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng besar dunia, antara lain Lempeng Indo-Australia, Lempeng Pasifik dan Lempeng Eurasia. Karena pertemuan ketiga
Lebih terperinciDirektorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014
Direktorat Pelestarian Cagar Budaya dan Permuseuman Direktorat Jenderal Kebudayaan 2014 Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai negara yang memiliki beragam kebudayaan. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya peninggalan peninggalan sejarah yang tersebar luas hampir
Lebih terperinciBAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,
BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksploitasi cadangan minyak bumi dan gas di bagian Barat Indonesia kini sudah melewati titik puncak kejayaannya, hampir seluruh lapangan minyak di bagian barat Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.3 Batasan Masalah Penelitian ini dibatasi pada aspek geologi serta proses sedimentasi yang terjadi pada daerah penelitian.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir mahasiswa merupakan suatu tahap akhir yang wajib ditempuh untuk mendapatkan gelar kesarjanaan strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE. dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis tersebut
BAB I PENDAHULUAN PENELITIAN ARTEFAK ASTANA GEDE A. Latar Belakang Indonesia adalah Negara kepulauan yang berada di garis khatulistiwa dan terapit oleh dua benua. Ribuan pulau yang berada di dalam garis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentang luas lautan yang merupakan pesisir utara pulau Jawa. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Tuban provinsi Jawa Timur merupakan wilayah yang berada di Jalur Pantai Utara (Pantura) Pulau Jawa. Sebelah utara Kabupaten Tuban membentang luas lautan
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KETENONG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PINANG BERLAPIS, KABUPATEN LEBONG, BENGKULU TUGAS AKHIR A
GEOLOGI DAERAH KETENONG DAN SEKITARNYA, KECAMATAN PINANG BERLAPIS, KABUPATEN LEBONG, BENGKULU TUGAS AKHIR A Diajukan sebagai syarat pembuatan tugas akhir sarjana (strata-1) di Program Studi Teknik Geologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan empat lempeng tektonik yaitu lempeng Benua Asia, Benua Australia, lempeng Samudera Hindia
Lebih terperinciBAB 3 PERBANDINGAN BANGUNAN PASIR KARAMAT DENGAN BANGUNAN BERKONSEP MEGALITIK
BAB 3 PERBANDINGAN BANGUNAN PASIR KARAMAT DENGAN BANGUNAN BERKONSEP MEGALITIK Pada bab ini, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian maupun konsep megalitik. Pengertian dan konsep tersebut dikeluarkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laut merupakan bagian tidak terpisahkan dari wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena laut merupakan perekat persatuan dari ribuan kepulauan nusantara yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut catatan sejarah, Sumedang mengalami dua kali merdeka dan berdaulat. Merdeka yang dimaksud adalah terbebas dari kekuasaan Kerajaan Mataram dan masa kabupatian
Lebih terperinciJEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH
JEJAK MIGRASI PENGHUNI PULAU MISOOL MASA PRASEJARAH Klementin Fairyo (Balai Arkeologi Jayapura) Abstrack Humans and the environment are interrelated and inseparable. Environment provides everything and
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Arsitektur merupakan hasil dari faktor-faktor sosiobudaya, sebuah perancangan yang mencakup pengubahan-pengubahan terhadap lingkungan fisik, arsitektur dapat dianggap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Indonesia merupakan salah satu negara dimana terdapat pertemuan 3 lempeng tektonik utama bumi. Lempeng tersebut meliputi lempeng Eurasia, lempeng Indo-Australia, dan
Lebih terperinciBAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah
BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia terkenal sebagai bangsa yang memiliki kekayaan warisan budaya yang bernilai tinggi. Warisan budaya itu ada yang berupa bangunan atau monumen, kesenian,
Lebih terperinciGempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan.
1.1 Apakah Gempa Itu? Gempa atau gempa bumi didefinisikan sebagai getaran yang terjadi pada lokasi tertentu pada permukaan bumi, dan sifatnya tidak berkelanjutan. Getaran tersebut disebabkan oleh pergerakan
Lebih terperinciBab I Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang
Bab I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pesisir Timur pantai Sumatera Utara sejak abad ke-13, merupakan tempat persinggahan bangsa-bangsa asing dan lintas perdagangan. Bangsa India dan Arab datang dengan
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan
Lebih terperinciPENGEMBANGAN KAWASAN WISATA COLO, KUDUS
P LANDASAN PROGRAM PERENCANAAN DAN PERANCANGAN ARSITEKTUR PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA COLO, KUDUS Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Teknik Diajukan Oleh : HANNA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nias merupakan salah satu pulau yang kaya dengan peninggalan megalitik dan peninggalan yang dimaksud masih tetap berdiri tegar diperkampunganperkampungan tradisional
Lebih terperinciUJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah
Nama : UJIAN AKHIR SEMESTER 1 SEKOLAH MENENGAH TAHUN AJARAN 2014/2015 Mata Pelajaran : Sejarah Kelas : 7 Waktu : 10.00-11.30 No.Induk : Hari/Tanggal : Senin, 08 Desember 2014 Petunjuk Umum: Nilai : 1.
Lebih terperinciPENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli
PENGERTIAN DAN KRITERIA CAGARBUDAYA Muhammad Ramli APAKAH ARKEOLOGI Arkeologi terkait dengan identifiaksi atas jejak fisik manusia yang ditinggalakan oleh kehidupan masalampau ARKEOLOGI MARITIM Arkeologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Universitas Kristen Maranatha I 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Zaman prasejarah merupakan sejarah awal kehidupan manusia yang tidak bisa dilupakan begitu saja. Zaman prasejarah di Indonesia dimulai kurang lebih 1,7 juta tahun yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bangunan yang sudah ditetapkan sebagai cagar budaya, namun banyak juga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yogyakarta memiliki banyak bangunan monumental seperti Tamansari, Panggung Krapyak, Gedung Agung, Benteng Vredeburg, dan Stasiun Kereta api Tugu (Brata: 1997). Beberapa
Lebih terperinciMasyarakat perlu diberikan pelatihan mengenai caracara menyelamatkan diri saat bencana terjadi. Sebenarnya di Indonesia banyak perusahaan tambang dan
Dilihat dari kondisi geografisnya, Indonesia merupakan wilayah dengan ancaman bencana gempa bumi dan tsunami dengan intensitas yang cukup tinggi. Banyaknya gunung aktif serta bentuknya yang berupa negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng,
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Candi Cetho merupakan salah satu candi peninggalan jaman Hindu yang dimiliki oleh Kabupaten Karanganyar. Berada di Dusun Cetho, Desa Gumeng, Kecamatan Jenawi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik merupakan salah satu tinggalan budaya masa lampau yang ada di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan batu besar. Ron
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat dapat dikelompokkan menjadi 6 zona fisiografi yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949) (Gambar 2.1). Zona-zona tersebut dari utara ke selatan yaitu:
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE. di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan
BAB V KESIMPULAN DAN IMPLIKASI PENELITIAN ASTANA GEDE A. Kesimpulan Astana Gede Kawali adalah salah satu situs bersejarah yang terdapat di Kabupaten Ciamis. Situs Astana Gede merupakan daerah peninggalan
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi dan Geomorfologi Regional Secara fisiografis, daerah Jawa Barat dibagi menjadi 6 zona yang berarah timur-barat ( van Bemmelen, 1949 ). Zona tersebut dari arah utara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masuknya agama Hindu-Buddha ke Indonesia diawali melalui hubungan perdagangan antara bangsa Indonesia dan India. Hubungan itu kemudian berkembang ke berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. logam tertentu. Kemampuan ini sangat mengagumkan dan revolusioner. Sehingga
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak berubahnya teknologi batu ke teknologi logam, kehidupan manusia dalam segala aspek sosial, politik, maupun ekonomi menjadi semakin maju (Haryono, 2001: 1).
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia di dunia pasti dihadapkan dengan dua keadaan yaitu keadaan yang baik dan keadaan yang buruk. Manusia yang baik adalah menjadikan keadaan baik
Lebih terperinciPOTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA. Oleh : Hendro Murtianto*)
POTENSI KERUSAKAN GEMPA BUMI AKIBAT PERGERAKAN PATAHAN SUMATERA DI SUMATERA BARAT DAN SEKITARNYA Oleh : Hendro Murtianto*) Abstrak Aktivitas zona patahan Sumatera bagian tengah patut mendapatkan perhatian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Kepulauan Indonesia merupakan salah satu daerah dengan kegiatan vulkanisme yang aktif. Suatu hubungan yang erat antara vulkanisme dan tektonik dicerminkan oleh adanya
Lebih terperinci1.5 Ruang lingkup dan Batasan Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gua Pawon dengan segala bentuk temuan prasejarah yang terkandung di dalamnya, begitu juga dengan lingkungannya bila di kaitkan dengan Undang- Undang Nomor 11 Tahun
Lebih terperinciBAB 5 PENUTUP. Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok,
BAB 5 PENUTUP 5.1 Hasil Penelitian Penelitian ini merupakan penelusuran sejarah permukiman di kota Depok, yaitu untuk menjawab pertanyaan mengenai sejak kapan permukiman di Depok telah ada, juga bagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia terletak di antara tiga lempeng aktif dunia, yaitu Lempeng Eurasia, Indo-Australia dan Pasifik. Konsekuensi tumbukkan lempeng tersebut mengakibatkan negara
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA
PENJELASAN ATAS RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PENANGANAN BENCANA I. Umum Indonesia, merupakan negara kepulauan terbesar didunia, yang terletak di antara dua benua, yakni benua Asia dan benua Australia,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Kematian
BAB 1 PENDAHULUAN Menurut Vitruvius di dalam bukunya Ten Books of Architecture, arsitektur merupakan gabungan dari ketiga aspek ini: firmity (kekuatan, atau bisa dianggap sebagai struktur), venustas (keindahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula
Lebih terperinciBAB II GEOLOGI REGIONAL
BAB II GEOLOGI REGIONAL 2.1 Fisiografi Jawa Barat Van Bemmelen (1949) membagi fisiografi Jawa Barat menjadi 4 zona, yaitu: 1. Dataran Pantai Jakarta. 2. Zona Bogor 3. Zona Depresi Tengah Jawa Barat ( Zona
Lebih terperinciINTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM
INTERAKSI LOKAL - HINDU BUDDHA - ISLAM AKULTURASI : menerima unsur baru tapi tetap mempertahankan kebudayaan aslinya jadi budaya campuran ASIMILASI : pernggabungan kebudayaan lokal dan unsur baru tapi
Lebih terperinciSitus Gunung Padang. Nopsi Marga Handayani Gregorian Anjar Prastawa
Situs Gunung Padang Nopsi Marga Handayani 14148118 Gregorian Anjar Prastawa - 14148136 Situs Gunung Padang terletak di kampung Gunung Padang dan Kampung Panggulan,Desa Karyamukti Kecamatan Cempakan, Cianjur.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebudayaan masa prasejarah pada masyarakat sekarang di antaranya hanya dapat dilihat dari tinggalan-tinggalan budaya materi dan beberapa perilaku masyarakatnya.
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Perkembangan Danau Borobudur dipengaruhi oleh adanya aktivitas vulkanik, tektonik, dan manusia. Ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Seiring dengan perkembangan penduduk yang pesat, kebutuhan manusia akan airtanah juga semakin besar. Sedangkan pada daerah-daerah tertentu dengan penduduk yang padat,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman dan kekayaan akan budaya yang telah dikenal luas baik oleh masyarakat baik dalam maupun luar negeri, sehingga menjadikan Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tindakan dalam mengurangi dampak yang ditimbulkan akibat suatu bencana.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Ilmu tentang bencana semakin berkembang dari tahun ke tahun seiring semakin banyaknya kejadian bencana. Berawal dengan kegiatan penanggulangan bencana mulai berkembang
Lebih terperinci