BAB I PENDAHULUAN. di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan
|
|
- Hendra Sumadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik merupakan salah satu tinggalan budaya masa lampau yang ada di Indonesia. Secara harfiah megalitik sering diartikan sebagai bentuk peninggalan batu besar. Ron L. Adams (2007) dalam disertasinya mendefinisikan struktur megalitik sebagai berikut: Generally, megaliths can probably be best described as structures built with a few or more unmodified or minimally modified very large boulders reflecting a considerable investment in labour and time, but which do not reach the level of refinement and elaboration found among such structures as the pyramids of Egypt and the Americas and large temples of ancient Greece, Rome and various states in South, East and Southeast Asia typically constructed with numerous cut blocks of stone. Sementara itu, kebudayaan megalitik tidak harus selalu dikaitkan dengan batu besar. Menurut Fritz A. Wagner (1959 : 72), terminologi megalitik yang berarti batu besar telah menyebabkan sebuah kesalahpahaman. Menurutnya, objek-objek yang lebih kecil juga dapat dimasukkan ke dalam kategori kebudayaan megalitik. Selama objek-objek tersebut digunakan dalam sebuah tujuan sakral tertentu. Asal-usul mengenai masuknya kebudayaan megalitik ini ke Indonesia telah menghasilkan beberapa pandangan. W.J. Perry berpendapat bahwa kebudayaan megalitik dibawa oleh migrasi para pencari emas dan mutiara dari Mesir Kuno. Mereka menganggap dirinya sebagai anak matahari (Children of Sun), yang selalu menyebarkan kebudayaan dan kepercayaan mereka pada masyarakat yang mereka datangi. Beberapa unsur kebudayaan para stone-using immigrant ini 1
2 2 seperti pemujaan matahari, pengetahuan mengenai bercocok tanam, dan cara pembuatan alat batu (Perry, 1918; Sutaba, 2008 : 88-92). Pandangan W.J. Perry mendapat penolakan dari beberapa ahli. Salah satunya adalah I Made Sutaba. Di dalam catatan pendeknya yang dipublikasikan pada 2008, Sutaba menyatakan bahwa terdapat beberapa hal yang membuat teori W.J. Perry tidak dapat diterima. Pertama adalah mengenai pemujaan dewa matahari, atau di Indonesia dikenal dengan Dewa Surya. Matahari merupakan gejala alam yang memberikan kehidupan, dan bersifat universal. Tidak perlu mencari asal-usul pemujaan matahari hingga ke Mesir. Kedua, mengenai teknologi pembuatan alat batu sendiri sudah berkembang di Nusantara sejak masa berburu dan mengumpul makanan tingkat sederhana. Keahlian tersebut terus berkembang dan menjadikan bangsa Indonesia memiliki keahlian dalam pengolahan batu. Terakhir, dari segi lingkungan alam di Indonesia yang melimpah dengan sumber daya batu, juga mendukung perkembangan teknologi pengerjaan alat batu (Sutaba, 2008 : 88-92). Pada 1928, Von Heine Geldren mengembangkan sebuah teori mengenai tradisi megalitik di Asia Tenggara dan Pasifik (Poesponegoro, 2010 : 249). Geldren berpendapat bahwa kebudayaan megalitik di Indonesia berasal dari daerah Laut Tengah (Afrika Utara dan Eropa Selatan). Hal ini didasarkan pada bentuk-bentuk monumen megalitik yang ada di Indonesia. Menurutnya, monumen-monumen tersebut memiliki persamaan dengan bentuk-bentuk monumen di wilayah Oseania, Asia Tengah, India, Palestina Kuno, dan Eropa. Selain bentuk monumen, latar belakang kepercayaannya juga memiliki persamaan (Sonjaya, 2008 : 27).
3 3 Beberapa ahli menyatakan bahwa masuknya megalitik ke Indonesia pada masa neolitik (Poesponegoro, 2010 : 249). Pada perkembangan terbaru, pertanggalan karbon di beberapa situs megalitik Indonesia menghasilkan usia yang lebih muda dibandingkan pendapat di atas (Prasetyo, 2008 : 1-2). Salah satu wilayah di Indonesia yang kaya dengan peninggalan megalitik ialah Pulau Jawa bagian Timur, khususnya daerah Bersituwoso (Bondowoso, Jember, Situbondo) (Prasetyo, 2000b). Dari tiga daerah tersebut, Muhammad Hidayat (2007) menyatakan bahwa bukan tidak mungkin bahwa Bondowoso merupakan pusat kebudayaan megalitik di wilayah tersebut. Pandangan ini berdasarkan banyaknya tinggalan situs megalitik yang cukup signifikan dalam perkembangan penelitian di wilayah tersebut. Berdasarkan penelitian yang dilakukan hingga saat ini, telah ditemukan kurang lebih situs megalitik yang tersebar di daerah Bondowoso dan sekitarnya (Sudarsono, 1995 ; Prasetyo, 2000a). Daerah Bondowoso merupakan sebuah lembah yang diapit oleh tiga buah pegunungan. Sebelah barat terdapat Pegunungan Iyang-Argapura, sebelah utara terdapat Pegunungan Ringgit Besar, dan Pegunungan Raung-Ijen di sebelah timur. Berdasarkan karakteristik geomorfologinya, daerah Bondowoso terbagi menjadi empat bagian. Pertama adalah daerah lembah ; area lereng landai yang mengarah ke gunung api di bagian tenggara ; perbukitan dekat Ringgit Besar yang yang berderet dengan lereng-lereng di sepanjang Pegunungan Iyang dan Ijen ; dan perbukitan vulkanik di area Pegunungan Iyang, seperti Gunung Pandu, Welirang, Semar, Cemara, dan Argopuro (Pendowo, 1997; Prasetyo, 2000).
4 4 Salah satu bentang lahan yang menyimpan potensi kepurbakalaan megalitik adalah pegunungan Iyang-Argopuro dengan puncak tertingginya Gunung Argopuro. Secara administratif, pegunungan ini masuk ke dalam Kabupaten Situbondo, Jember, Probolinggo, dan Bondowoso. Pegunungan yang terletak di sebelah barat Bondowoso ini ditemukan tinggalan megalitik pada lereng-lereng hingga Puncak-Puncaknya. Kepurbakalaan megalitik yang terdapat di lereng pegunungan ini contohnya situs Kodedek, situs Grujugan, situs Tanahwulan, situs Suco Lor, situs Curahpoh, dan situs Sumberanyar (Karihadi, 1994; Sudarsono, 1995). Selain di lerengnya, kepurbakalaan megalitik di Pegunungan Iyang- Argopuro juga terdapat di puncak-puncaknya, yaitu di Puncak Welirang atau Rengganis, dan Puncak Iyang atau Puncak Arca. Pegunungan Iyang-Argopuro oleh penduduk setempat sering disebut dengan Gunung Argopuro. Penyebutan ini berdasarkan nama puncak tertinggi di pegunungan ini, yaitu Puncak Argopuro (3088 mdpl). Penamaan Argopuro sendiri berasal dari kata argo yang berarti gunung dan puro atau tempat suci. Secara harfiah nama Argopuro dapat diartikan sebagai bangunan suci di atas gunung. Selain Puncak Argopuro, di pegunungan ini juga terdapat Puncak Rengganis atau sering disebut dengan Gunung Welirang (3040 mdpl). Di antara Puncak Argopuro dan Puncak Rengganis terdapat sebuah puncak kecil yang bernama Puncak Iyang atau Puncak Arca (3060 mdpl). Puncak Rengganis dan Puncak Iyang inilah yang memiliki potensi kepurbakalaan megalitik. Secara geologis, tanah pegunungan Iyang-Argopuro merupakan hasil sedimentasi gunung api kwarter tua ± 1 juta tahun yang lalu (Herawati, 1988 dalam
5 5 Afriono, 2011). Berdasarkan peta geologi lembar Besuki serta peta geologi lembar Jember, jenis batuan yang mendominasi pegunungan ini adalah Breksi Argopuro (Pendowo & Samodra, 1997), sementara di wilayah Selatan didominasi dengan batuan Tuff Argopuro (Sapei, T. dkk., 1992) (lihat peta II.2). Tinggalan megalitik di Pegunungan Iyang-Argopuro ini telah menimbulkan perdebatan oleh para ahli purbakala Hindia-Belanda. Kohlbrugge menyebut peninggalan batu tegak yang berada di punden berundak Puncak Rengganis adalah sebuah lingga dengan latar belakang agama Hindu. Pendapat ini disetujui oleh W.F. Stutterheim, sebaliknya dibantah oleh Van Hekereen yang menyatakan bahwa dilihat dari bentuknya, batu tegak di Puncak Rengganis sama sekali bukan lingga (Poesponegoro, 1992 : 252). Sementara itu Rizky Afriono (2011) dalam skripsinya memposisikan punden berundak di Pegunungan Iyang- Argopuro sebagai peninggalan Majapahit akhir, berdasarkan perbandingan gaya arsitektur dengan punden berundak di Gunung Penanggungan. Selain itu, temuan arca berinskripsi di Puncak Arca memperkuat dugaan tersebut. Jika melihat dari hasil pertanggalan karbon yang dilakukan pada situs megalitik di lereng dan lembah Pegunungan Iyang-Argopuro (Prasetyo, 2008 : 6), hasilnya berada pada kurun waktu 684 M-1422 M. Hasil lengkap mengenai pertanggalan karbon tersebut dapat dilihat pada tabel I.1.
6 6 No Situs Sampel untuk pertanggalan Konteks Pertanggal an Kalibrasi Zigma 1 Laboratorium 1 Kamal Arang Dolmen 580±100 BP 2 Dawuhan Arang Dolmen 1230±100 BP 3 Pakauman Arang Silindris 840±200 batu BP M 1376 M M P3G Bandung M P3G Bandung M- P3G Bandung 1306 M M Tabel I.1 Hasil pertanggalan karbon pada tiga situs megalitik di Lembah Pegunungan Iyang-Ijen (Prasetyo, 2008 : 6). Data awal yang dimiliki penulis mengenai tinggalan megalitik di Pegunungan Iyang-Argopuro berasal dari survei penjajagan yang dilakukan pada 28 Agustus-2 September Selain dari hasil survei, data ini juga berasal dari Skripsi Rizky Afriono (2011) yang berjudul Identifikasi Komponen-Komponen Bangunan Berundak Kepurbakalaan Pegunungan Iyang-Argopuro. Hasilnya adalah terdapat sebuah situs yang terdiri dari dua buah punden berundak di Pegunungan Iyang-Argopuro. Selanjutnya di dalam tulisan ini, situs ini akan disebut dengan Punden Berundak Argopuro. Punden berundak atau teras berundak adalah salah satu bentuk peninggalan kebudayaan megalitik. Struktur ini merupakan wujud dari unsur kebudayaan megalitik yang berupa struktur bertingkat atau berundak-undak sebagai tempat pemujaan (Sulistyo, 1999). Berbeda dengan candi, punden berundak tidak memiliki bilik pemujaan (Garbha Grha). Selain itu punden berundak juga tidak memiliki atap, akan tetapi merupakan sebuah struktur terbuka yang menyatu
7 7 langsung dengan lingkungannya. Karakteristik lainnya dari punden berundak ialah strukturnya yang rebah mengikuti garis kemiringan lereng, dan bertingkat meninggi ke belakang. Biasanya terdapat altar sebagai media pemujaan di teras yang paling tinggi (Atmodjo, 1986). Peranan punden berundak ini tidak hanya dipakai oleh masyarakat pada jaman prasejarah, akan tetapi tetap berlanjut hingga masa Hindu- Budha, Islam, hingga sekarang. Penempatan punden berundak sendiri biasanya berada di dataran tinggi, lereng bukit/gunung, bahkan di tempat-tempat sulit seperti tepi jurang hingga di puncak bukit/gunung. Pemilihan lokasi yang cukup sulit diakses ini, merupakan wujud manifestasi dari sulitnya proses mencapai hubungan dengan nenek moyang/dewa yang dipuja (Atmodjo, 1986). Selain itu, hal ini juga berkaitan dengan kepercayaan megalitik mengenai gunung atau tempat yang tinggi-- merupakan tempat bersemayamnya roh nenek moyang. H. Quaritch Wales dalam bukunya dalam jurnalnya yang berjudul The Sacred Mountain in the Old Asiatic Religion (1953), memandang jika gunung merupakan tempat bersemayamnya para Dewa maupun roh leluhur. Gunung juga menyediakan sumber kehidupan untuk makhluk hidup berupa air yang memberikan kesuburan. Bentang lahan Pegunungan Iyang-Argopuro relatif landai dan mempunyai banyak lembah yang luas dan datar, menarik untuk diamati. Selain itu beberapa aliran sungai juga didapati di Pegunungan ini. Pada puncak musim kemarau yaitu sekitar bulan Juli-Agustus, sungai-sungai ini masih menghasilkan debit air yang tinggi.
8 8 Penelitian keruangan di puncak Pegunungan Iyang-Argopuro belum pernah dilakukan. Beberapa penelitian yang melibatkan pegunungan ini hanya terbatas pada lereng-lerengnya saja, tidak termasuk puncaknya. Sebagai contoh penelitian Johanda Karihadi (1994) mengenai Situs Kodedek di lereng timur Pegunungan Iyang-Argopuro. Penelitian Rizky Afriono (2007) masih sebatas pada identifikasi bangunan dan latar belakang religinya. Penelitian tersebut tidak melibatkan unsur-unsur lingkungan seperti lansekap, sumber bahan, sumber air, dan topografi dalam melakukan analisisnya. Disertasi Bagyo Prasetyo (2008) yang melakukan kajian keruangan dengan pendekatan determinan ekologi masih terbatas pada ruang lingkup lembah yang terletak di sebelah timur Pegunungan Iyang- Argopuro, sedangkan kawasan puncak tidak menjadi fokus penelitian Prasetyo (2008). B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang di atas maka permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah : 1. Seperti apa bentuk keletakan punden berundak yang terdapat di Puncak Rengganis dan Puncak Iyang Pegunungan Iyang-Argopuro? 2. Apa saja aspek-aspek yang mempengaruhi penempatan punden berundak yang terdapat di Puncak Rengganis dan Puncak Iyang Pegunungan Iyang-Argopuro? C. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan pertama yang ingin diperoleh dari penelitian ini untuk melihat keletakan punden berundak di
9 9 Pegunungan Iyang-Argopuro dan hubungannya unsur-unsur lansekap di sekitarnya. Dengan begitu akan terlihat pola penempatan kedua punden berundak tersebut dan komponen-komponen penyusunnya. Setelah ditemukan pola penempatan situs, maka tujuan kedua untuk mencari latar belakang penempatan situs tersebut. Aspek yang dilibatkan di dalam mencari latar belakang penempatan situs adalah aspek lingkungan dan aspek-aspek lainnya, seperti religi dan ekonomi. Hal ini berdasarkan pendapat Mundardjito (1993) yang menyatakan bahwa latar belakang penempatan bangunan di dataran tinggi tidak dapat diungkapkan hanya dengan pendekatan ekologi saja. D. KEASLIAN PENELITIAN Beberapa penelitian mengenai megalitik pernah dilakukan, di antaranya berlokasi di daerah Bondowoso dan sekitarnya. Termasuk penelitian mengenai kepurbakalaan Pegunungan Iyang-Argopuro juga pernah dilakukan. Penelitian yang pernah berhubungan dengan kepurbakalaan Pegunungan Iyang-Argopuro dapat dilihat pada tabel I.2. Judul Penelitian/Penulis/Tahun 1. Fungsi dan Peranan Situs Kodedek pada Masyarakat Pendukung Budaya Megalitik Bondowoso/ Johanda Karihadi (1994). Objek yang Dikaji Situs Megalitik Kodedek Tujuan Penelitian Mencari fungsi dari Situs Kodedek dan hubungannya dengan situs lain di wilayah Bondowoso, yang berguna untuk mengungkap cara hidup masyarakat megalitik Bondowoso. Hasil Penelitian Situs Kodedek berfungsi sebagai tempat untuk melakukan ritual kesuburan, yaitu menyabut datangnya musim hujan.
10 10 2. Pola Sebaran Situs- Situs Megalitik di Bondowoso : Kajian Spasial Skala Makro/ Slamet Prihadi Sudarsono (1995). 3. Identifikasi Komponen- Komponen Punden berundak Kepurbakalaan Pegunungan Iyang- Argopuro/ Rizky Afriono (2011) 4. Penempatan Benda- Benda Megalitik Kawasan Lembah Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur. Bagyo Prasetyo (2008). Situs-situs megalitik di Kabupaten Bondowoso Temuan megalitik di Puncak Rengganis, dan Puncak Arca Gunung Argopuro. Temuantemuan megalitik di lembah Pegunungan Iyang-Ijen. Tabel I.2 Keaslian Penelitian Mengetahui pola sebaran 41 situs megalitik di Bondowoso dan aspek-aspek geografis yang mempengaruhinya. Merekam data lokasional yang lengkap dan akurat mengenai punden berundak di Pegunungan Iyang- Argopuro dan mengidentifikasi fitur dan artefak di Pegunungan Iyang- Argopuro Memperoleh gambaran mengenai kesesuaian pola sebaran megalitik dengan berbagai variabel lingkungan yang terkait. Proses penempatan situs megalitik di Bondowoso dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan religi. Faktor religi sebagai bentuk integrasi sosial dan faktor lingkungan sebagai bentuk adaptasi. Punden berundak di Pegunungan Iyang-Argopuro merupakan peninggalan kepurbakalaan Majapahit akhir. Terdapat enam variabel lingkungan yang mempengaruhi penempatan situs-situs megalitik di Lembah Iyang- Ijen, Bondowoso. Keenam variabel tersebut adalah : bentuklahan, jenis tanah, ketinggian tempat, kelerengan, sumber batuan, dan jarak sungai
11 11 Skripsi ini berbeda dengan disertasi Bagyo Prasetyo, walaupun dari segi lokasi penelitian relatif berdekatan. Hal yang membedakan adalah lokasi objek penelitiannya. Disertasi Bagyo Prasetyo membahas kepurbakalaan dalam lingkup lembah Bondowoso-Jember yang diapit Pegunungan Iyang-Argopuro dan Raung- Ijen, sedangkan penelitian ini difokuskan pada puncak Pegunungan Iyang- Argopuro (lebih detail akan dijelaskan di bagian lokasi penelitian). Penelitian ini juga berbeda dengan penelitian Rizky Afriono pada Skripsi Rizky Afriono lebih mengedepankan pada identifikasi artefaktual dan melihat latar belakang keagamaannya. Hasil penelitiannya untuk meletakkkan kedudukan struktur tersebut pada periode Majapahit akhir. Penelitian dari Johanda Karihadi (1994) dan Slamet Prihadi S. (1995), memiliki lokasi pada lereng-lereng Pegunungan Iyang-Argopuro. Kedua penelitian ini tidak menyentuh kedua puncak Pegunungan Iyang-Argopuro. Penelitian Johanda Karihadi (1994) difokuskan pada pencarian fungsi dan peranan watu kenong yang terdapat pada Situs Kodedek, Bondowoso. Penelitian Slamet Prihadi S. (1995) mencari pola sebaran dan hubungan situs dengan lingkungan pada situssitus di Bondowoso, bukan di puncak gunung. E. RUANG LINGKUP PENELITIAN Lokasi penelitian ini berada pada dua puncak Pegunungan Iyang- Argopuro, yaitu Puncak Rengganis atau Gunung Welirang dan Puncak Iyang atau Arca. Pegunungan Iyang-Argopuro sendiri menjadi bagian dari empat kabupaten di Jawa Timur, seperti yang telah disebutkan di dalam latar belakang di atas. Untuk
12 12 pengelolaannya berada di bawah Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kabupaten Jember. Objek penelitian ini adalah unsur-unsur megalitik yang menyusun sebuah punden berundak, termasuk di dalamnya menhir, batu lumpang, kolam, pagar keliling, talud, altar, dan jalan batu, yang terdapat pada kawasan puncak Pegunungan Iyang-Argopuro. Kata kawasan digunakan karena di setiap lokasi tersebut terdapat lebih dari satu situs. Hal ini disesuaikan dengan pengertian kawasan, yaitu satuan ruang geografis yang memiliki dua Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan/atau memperlihatkan ciri tata ruang yang khas (Undang-Undang Benda Cagar Budaya No. 11 tahun 2010). F. METODE PENELITIAN Dalam menempatkan dirinya untuk bertahan hidup di bumi, komunitas manusia dilatar belakangi oleh pertimbangan-pertimbangan tertentu. Latar belakang tersebut diantaranya, pertimbangan tekno-ekologi, sosial, dan ideologis (Mundardjito, 1995). Di dalam penelitiannya mengenai latar belakang ekologi mengenai penempatan situs Hindu-Budha di daerah Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Mundardjito (1993 : ) menyatakan ada empat kategori situs. Kategori pertama, yaitu situs Ratu Boko, Candi Barong, Dawangsari, Candi Ijo. Merupakan kategori yang tidak menguntungkan secara ekologi. Situs-situs tersebut terletak di atas Perbukitan Batur Agung yang gersang dan jauh dari sumber air. Sehingga Mundardjito berkesimpulan bahwa situs-situs yang terletak di Perbukitan Batur Agung tidak dapat diteliti dengan pendekatan ekologi saja.
13 13 Sebagai sebuah situs yang berada di puncak gunung, Pegunungan Iyang- Argopuro memang tidak menguntungkan secara ekologi maupun ekonomi. Hal jika dibandingkan dengan situs yang berada di dataran rendah, seperti situs-situs di Lembah Iyang-Ijen, Bondowoso. Akan tetapi penulis memiliki dugaan, walaupun tidak menguntungkan secara ekologis, tetap ada latar belakang lingkungan yang mendasari penempata Pegunungan Iyang-Argopuro. Latar belakang lingkungan itulah yang kemudian dikorelasikan dengan ideologi yang dimiliki oleh masyarakat pendukung kebudayaan. Oleh karena itu, dalam melakukan penelitiaan ini dipakai penalaran induktif dan bersifat deskriptif-analitis. Pendekatan yang dipakai adalah pendekatan keruangan. Pendekatan ini tidak memandang sebuah objek hanya sebagai bentuk artefaktual, namun sebuah ruang yang saling berhubungan. Pendekatan keruangan ini melibatkan variabel-variabel lingkungan di dalam analisisnya. Variabel lingkungan yang dipakai ialah : topografi, sumber air, dan sumber bahan. G. TAHAPAN PENELITIAN Penelitian ini akan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Pengumpulan data Tahap pengumpulan data dibagi menjadi dua tahap. Hal ini berdasarkan jenis data yang dikumpulkan. Tahap-tahap tersebut adalah : a. Tahap pra-observasi lapangan. Kegiatannya adalah mengumpulkan data sekunder mengenai keberadaan Pegunungan Iyang-Argopuro. Di dalam pengumpulan data sekunder, penulis sebagian besar mendapatkan dari skripsi Rizky Afriono (2011). Di samping itu, juga
14 14 dilakukan pengamatan terhadap peta. Hal ini dilakukan untuk menentukan lokasi survei, dan strategi survei lapangan. Peta yang diamati adalah Peta Army Map Service (AMS) lembar Lotjari skala 1 : , Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Plaosan skala 1 : , dan denah punden berundak puncak Pegunungan Iyang-Argopuro oleh Rizky Afriono (2011). Peta AMS digunakan untuk merencanakan strategi survei lapangan. Hal ini dikarenakan peta AMS lebih akurat jika digunakan untuk melakukan navigasi darat. Peta RBI Bakosurtanal digunakan sebagai pendukung karena informasinya yang lebih aktual. b. Tahap kedua adalah tahap observasi lapangan. Observasi yang dilakukan meliputi kegiatan pengamatan, pengukuran dan pencatatan terhadap objek dan keadaan lingkungannya. Jenis observasi yang dilakukan adalah direct observation (Sharer & Ashmore 2003 : ). Pengamatan ini dilakukan secara langsung ke lokasi, berdasarkan informasi yang telah didapat sebelumnya. Tahap-tahap observasi ini meliputi : identifikasi situs, plotting objek, dan pemetaan objek. Dalam observasi ini hal yang diobservasi adalah kedua punden berundak yang terdapat di puncak-puncak Pegunungan Iyang- Argopuro berdasarkan hasil pengamatan peta. Pengamatan dilakukan dua kali. Pengamatan tahap pertama dilakukan pada bulan Agustus Tujuan dari pengamatan pertama ini adalah untuk memastikan keberadaan situs di puncak Pegunungan Iyang-Argopuro. Pengamatan
15 15 dilakukan dengan cara jalan kaki ke Puncak Rengganis saja. Pada tahap pertama, punden berundak di Puncak Iyang tidak diamati. Pengamatan pertama menghasilkan beberapa foto dokumentasi yang akan dicocokkan dengan penelitian Afriono (2011). Pengamatan tahap kedua dilakukan pada bulan Mei Tujuan dari pengamatan yang kedua ini adalah untuk mengambil dokumentasi lengkap mengenai merekam lebih detil situs di puncak Pegunungan Iyang-Argopuro. Sasaran data yang dikumpulkan melalui survei lapangan adalah bentuk arsitektur bangunan, lansekap, keletakan bangunan, dan keletakan sumber daya lingkungan seperti sumber bahan, dan sumber air. Peralatan dan bahan yang dipakai untuk membantu observasi lapangan ini adalah : Peta Army Map Service (AMS) lembar Plaosan skala 1 : , Peta Rupa Bumi Indonesia lembar Plaosan skala 1 : GPS Receiver Garmin GPS Map 62s, skala batang ukuran 50 meter dan 1 meter, kompas bidik, rol meter 50 m dan 7 m, serta kamera saku Nikon Coolpix L Pengolahan data Pada tahap ini data yang diperoleh baik data arkeologis dan data lingkungan yang diperoleh di lapangan akan diolah dan dianalisis. Alat bantu yang digunakan ialah Sistem Informasi Geografis (SIG). Perangkat lunak yang dilakukan untuk pengolahan data ini adalah QuantumGIS (QGIS). Perangkat lunak ini merupakan aplikasi open source yang dikembangkan oleh para pengguna SIG di
16 16 seluruh dunia. QGIS dipilih karena merupakan sebuah software open source dan multi platform, sehingga dapat digunakan pada beberapa sistem operasi seperti Windows, Mac OS, dan Linux Based Operating System. Peta yang digunakan dalam analisis ini adalah peta geologi Lembar Besuki tahun 1997 skala 1 : , Peta Rupa Bumi Indonesia terbitan BIG skala 1 : , Citra ASTER DEM (Digital Elevation Mode), dan Peta RBI lembar Plaosan skala 1 : tahun Peta geologi digunakan untuk mengetahui klasifikasi batuan yang ada di Pegunungan Iyang-Argopuro. Peta RBI digunakan untuk data-data batas admin, sungai, jalan, dan pemukiman. Citra ASTER DEM digunakan untuk mendapatkan informasi ketinggian melalui garis kontur. 3. Sintesis Pada tahapan ini pengkajian terhadap hasil analisis dilakukan dengan pendekatan yang dipilih. Beberapa teori keruangan dan lingkungan akan dipakai untuk menafsirkan dan merekontruksi aktivitas masa lampau masyarakat megalitik di Pegunungan Iyang-Argopuro dalam memilih lokasi bangunan sucinya. 4. Kesimpulan Pada tahapan terakhir ini dilakukan penarikan kesimpulan dari hasil sintesis untuk melihat pengaruh lingkungan dalam penempatan punden berundak di kompleks situs Pegunungan Iyang-Argopuro.
BAB I PENDAHULUAN. berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Megalitik berasal dari kata mega yang berarti besar dan lithos yang berarti batu, sehingga dapat diartikan sebagai batu besar (Soejono, 2010). Sebagian besar tinggalan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN Latar belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang Pengertian Megalitik telah banyak disinggung oleh para ahli sebagai suatu tradisi yang menghasilkan batu-batu besar, mengacu pada etimologinya yaitu mega berarti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wilayah Kerinci secara administratif merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi Jambi, wilayahnya mencakup daerah di sepanjang aliran sungai Batang Merangin,
Lebih terperinciUNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI KOMPONEN-KOMPONEN BANGUNAN BERUNDAK KEPURBAKALAAN SITUS GUNUNG ARGOPURO SKRIPSI RIZKY AFRIONO
UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI KOMPONEN-KOMPONEN BANGUNAN BERUNDAK KEPURBAKALAAN SITUS GUNUNG ARGOPURO SKRIPSI RIZKY AFRIONO 0705030406 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA PROGRAM STUDI ARKEOLOGI DEPOK
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara kronologis, sejarah Indonesia meliputi masa prasejarah, hindu-budha, masa pengaruh islam dan masa pengaruh eropa. Bagian yang menandai masa prasejarah, antara
Lebih terperinciMENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO. Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta)
MENENGOK KEMBALI BUDAYA DAN MASYARAKAT MEGALITIK BONDOWOSO Muhammad Hidayat (Balai Arkeologi Yogyakarta) I. Budaya Megalitik Bondowoso: Permasalahan, Jenis, dan Persebarannya Tinggalan budaya megalitik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia.
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Letak geografis Indonesia yang sangat strategis mengakibatkan adanya hubungan dengan daerah-daerah atau bangsa-bangsa lain di luar Indonesia. Kondisi tersebut sangat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan salah satu negara yang sejarah kebudayaannya dipengaruhi oleh kebudayaan India. Salah satu pengaruh kebudayaan India ialah dalam aspek religi, yakni
Lebih terperinciRESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
RESUME PENELITIAN PEMUKIMAN KUNO DI KAWASAN CINDAI ALUS, KABUPATEN BANJAR, KALIMANTAN SELATAN SEJARAH PENEMUAN SITUS Keberadaan temuan arkeologis di kawasan Cindai Alus pertama diketahui dari informasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pulau Jawa merupakan busur gunungapi memanjang barat-timur yang dihasilkan dari pertemuan lempeng Eurasia dan Hindia-Australia. Kondisi geologi Pulau Jawa ditunjukkan
Lebih terperinciI.PENDAHULUAN. provinsi di Indonesia. Sebagai bagian dari Indonesia, Lampung tak kalah
1 I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia memiliki ragam budaya dan nilai tradisi yang tinggi, hal tersebut dapat dilihat dari berbagai macam peninggalan yang ditemukan dari berbagai provinsi
Lebih terperinciGeologi dan Analisis Struktur Daerah Cikatomas dan Sekitarnya, Kabupaten Lebak, Banten. BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Lebih terperinciBAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan
7 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini diuraikan beberapa konsep yang dapat dijadikan
Lebih terperinci1 BAB I PENDAHULUAN. lainnya tidak selalu sama. Bentukan khas pada bentang alam ini disebabkan
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Bentang alam karst merupakan suatu bentang alam yang memiliki bentukan yang sangat unik dan khas. Bentang alam karst suatu daerah dengan daerah yang lainnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan. Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang
BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Wilayah Prambanan yang meliputi Kabupaten Sleman DIY dan Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah merupakan suatu wilayah yang kaya akan situs-situs arkeologi baik yang
Lebih terperinciPDF Compressor Pro BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Profil adalah kenampakan permukaan alam disebabkan adanya beda tinggi apabila beda tinggi dua tempat tersebut dibandingkan dengan jarak lurus mendatar. Manfaat profil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Plato 1 Dieng merupakan sebuah dataran tinggi yang berada di atas 2000 m.dpl. dan dikelilingi oleh Pergunungan Api Dieng. Secara administratif Plato Dieng berada
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepulauan Indonesia adalah tuan rumah budaya megalitik Austronesia di masa lalu dan sekarang. Bangunan megalitik hampir tersebar di seluruh kepulauan Indonesia,
Lebih terperinciBAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. Secara Geografis Kota Depok terletak di antara Lintang
BAB IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak, Luas dan Batas Wilayah Secara Geografis Kota Depok terletak di antara 06 0 19 06 0 28 Lintang Selatan dan 106 0 43 BT-106 0 55 Bujur Timur. Pemerintah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pada masa lalu, wilayah nusantara merupakan jalur perdagangan asing yang sangat strategis, yang terletak di tengah-tengah jalur perdagangan yang menghubungkan antara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG 1.2 TUJUAN 1.3 LOKASI PENELITIAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Daerah Rembang secara fisiografi termasuk ke dalam Zona Rembang (van Bemmelen, 1949) yang terdiri dari endapan Neogen silisiklastik dan karbonat. Stratigrafi daerah
Lebih terperinciBAB 8 PENUTUP. Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam
BAB 8 PENUTUP 8.1 Rangkuman Penempatan benda-benda megalitik di Kawasan Lembah Iyang-Ijen Kabupaten Bondowoso dan Jember, Jawa Timur merupakan bentuk perwujudan manusia dalam menyikapi lingkungan. Oleh
Lebih terperinciBAB III: TINJAUAN LOKASI
BAB III: TINJAUAN LOKASI 3.1. Tinjauan Taman Wisata Prambanan 3.1.1. Profil Taman Wisata Prambanan Gagasan pendirian PT. TWCBPRB ini diawali dengan adanya Proyek Pembangunan Taman Wisata Candi Borobudur
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Data Elevasi 1. DEM dan Kontur BIG Perbandingan antara data elevasi DEM dan Kontur BIG disajikan dalam perbandingan 100 titik tinjauan elevasi yang tersebar merata
Lebih terperinciBAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI
BAB III: GAMBARAN UMUM LOKASI STUDI 3.1 Deskripsi Umum Lokasi Lokasi perancangan mengacu pada PP.26 Tahun 2008, berada di kawasan strategis nasional. Berda satu kawsan dengan kawasan wisata candi. Tepatnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. geologi secara detail di lapangan dan pengolahan data di studio dan laboratorium.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian pada tugas akhir ini berjudul Geologi dan Analisis Struktur Untuk Karakterisasi Sesar Anjak Daerah Cijorong dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Lebih terperinciBAB III DATA LOKASI. Perancangan Arsitektur Akhir Prambanan Hotel Heritage & Convention. 3.1 Data Makro
BAB III DATA LOKASI 3.1 Data Makro 3.1.1 Data Kawasan wilayah Kabupaten Sleman yaitu : Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten
Lebih terperinciGambar 9. Peta Batas Administrasi
IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Letak Geografis Wilayah Kabupaten Garut terletak di Provinsi Jawa Barat bagian Selatan pada koordinat 6 56'49'' - 7 45'00'' Lintang Selatan dan 107 25'8'' - 108 7'30'' Bujur
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dibedakan dengan kebudayaan-kebudayaan lain baik yang berlangsung pada masa
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Megalitik merupakan salah satu hasil kebudayaan masa lampau baik berbentuk artefak 1 maupun fitur 2. Kehadiran megalitik sebagai sebuah kebudayaan dapat dibedakan dengan
Lebih terperinciKONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Situs Candi Muara Takus
30 KONDISI UMUM Batas Geografis dan Administratif Wilayah perencanaan situs Candi Muara Takus terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. Jarak kompleks candi
Lebih terperinciPERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS. Oleh :
PERAN PERBUKITAN BOKO DALAM PEMBANGUNAN CANDI-CANDI DI DATARAN PRAMBANAN DAN SEKITARNYA, SUATU TINJAUAN GEOLOGIS Oleh : Sugeng Widada Salatun Said Hendaryono 1 POKOK BAHASAN : PENDAHULUAN GEOLOGI PERBUKITAN
Lebih terperinciPOLA PERSEBARAN TINGGALAN BUDAYA MEGALITIK DI LEUWISARI, TASIKMALAYA The Distribution Pattern of Megalithic Cultural Remains in Leuwisari, Tasikmalaya
POLA PERSEBARAN TINGGALAN BUDAYA MEGALITIK DI LEUWISARI, TASIKMALAYA The Distribution Pattern of Megalithic Cultural Remains in Leuwisari, Tasikmalaya Balai Arkeologi Bandung Jl. Raya Cinunuk K.17 Cileunyi,
Lebih terperinciBAB IV METODE PENELITIAN
BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan salah satu provinsi yang memiliki potensi wisata untuk dikembangkan dan diupayakan menjadi daya tarik wisata daerah. Potensi wisata tersebut
Lebih terperinciGEOLOGI DAERAH KLABANG
GEOLOGI DAERAH KLABANG Geologi daerah Klabang mencakup aspek-aspek geologi daerah penelitian yang berupa: geomorfologi, stratigrafi, serta struktur geologi Daerah Klabang (daerah penelitian). 3. 1. Geomorfologi
Lebih terperinciBAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN
BAB IV GEOMORFOLOGI DAN TATA GUNA LAHAN 4.1 Geomorfologi Pada bab sebelumnya telah dijelaskan secara singkat mengenai geomorfologi umum daerah penelitian, dan pada bab ini akan dijelaskan secara lebih
Lebih terperinciIntegrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan
JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5, No.2, (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) G-169 Integrasi Budaya dan Alam dalam Preservasi Candi Gambarwetan Shinta Octaviana P dan Rabbani Kharismawan Jurusan Arsitektur,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Pulau Bali merupakan salah satu dari kepulauan Indonesia yang terkenal di dunia, hal ini disebabkakan oleh kehidupan dan kebudayaan masyarakat Bali yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tinggalan budaya masa lalu sebagai hasil kreativitas merupakan buah pikiran yang dapat berbentuk fisik (tangible) dan non-fisik (intangible). Tinggalan fisik
Lebih terperinciBAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN
BAB III: DATA DAN ANALISA PERENCANAAN 3.1 Data Lokasi Gambar 30 Peta Lokasi Program Studi Arsitektur - Universitas Mercu Buana 62 1) Lokasi tapak berada di Kawasan Candi Prambanan tepatnya di Jalan Taman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masuk dan berkembangnya Kebudayaan Hindu-Budha di Indonesia pada sekitar abad IV sampai pada akhir abad XV M, telah meninggalkan begitu banyak peninggalan arkeologis.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7).
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Masa klasik yang berkembang di Nusantara dipengaruhi oleh masuknya kebudayaan India yang dipengaruhi agama Hindu-Budha (Pamungkas, 1986: 7). Masa ini berkembang
Lebih terperinciGeologi Daerah Perbukitan Rumu, Buton Selatan 19 Tugas Akhir A - Yashinto Sindhu P /
BAB III GEOLOGI DAERAH PERBUKITAN RUMU 3.1 Geomorfologi Perbukitan Rumu Bentang alam yang terbentuk pada saat ini merupakan hasil dari pengaruh struktur, proses dan tahapan yang terjadi pada suatu daerah
Lebih terperinciEksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai
Eksplorasi Tinggalan Batu Besar di Lereng Ciremai Kedaulatan Rakyat, 2001 Petualangan mencari situs-situs arkeologis di lereng timur Gunung Ciremai telah menorehkan pengalaman dan hasil yang tak terduga.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gejala Pariwisata telah ada semenjak adanya perjalanan manusia dari suatu tempat ke tempat yang lain. Selain itu tinggal secara tidak menetap. Semenjak itu pula
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Perbandingan Peta Topografi
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perbandingan Peta Topografi 1. DEM dan Kontur RBI Perbandingan peta topografi antara data DEM dan Kontur RBI disajikan dalam bentuk degredasi warna yang diklasifikasikan menjadi
Lebih terperinciKARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Fisiografi
III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Fisiografi 1. Letak Wilayah Secara Geografis Kabupaten Sleman terletak diantara 110 33 00 dan 110 13 00 Bujur Timur, 7 34 51 dan 7 47 30 Lintang Selatan. Wilayah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1. BAB I
BAB I PENDAHULUAN 1. BAB I 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu kota besar di Pulau Jawa yang memiliki kekayaan akan peninggalan kebudayaan. Bentuk dari peninggalan kebudayaan dibagi menjadi
Lebih terperinciMETODE. Waktu dan Tempat
Dengan demikian, walaupun kondisi tanah, batuan, serta penggunaan lahan di daerah tersebut bersifat rentan terhadap proses longsor, namun jika terdapat pada lereng yang tidak miring, maka proses longsor
Lebih terperinciKONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN
15 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Lokasi Kabupaten Lebak secara geografis terletak antara 6º18'-7º00' Lintang Selatan dan 105º25'-106º30' Bujur Timur, dengan luas wilayah 304.472 Ha atau 3.044,72 km².
Lebih terperinciSKRIPSI. Oleh : MUHAMMAD TAUFIQ
APLIKASI TEKNIK PENGINDERAAN JAUH DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) UNTUK ESTIMASI KOEFISIEN LIMPASAN PERMUKAAN SUB DAS PADANG JANIAH DAN PADANG KARUAH PADA DAS BATANG KURANJI KECAMATAN PAUH KOTA PADANG
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sejarah kebudayaan di Nusantara terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Seperti yang telah kita ketahui bahwa perkembangan kebudayaan tersebut secara kronologis
Lebih terperinciGambar 1 Lokasi penelitian.
7 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Perencanaan tapak ini dilaksanakan di KHDTK Cikampek, Kabupaten Karawang, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2012. Gambar
Lebih terperinciANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA)
ANALISIS KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN PEMUKIMAN (STUDI KASUS DAERAH WADO DAN SEKITARNYA) Nandian Mareta 1 dan Puguh Dwi Raharjo 1 1 UPT. Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Jalan Kebumen-Karangsambung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Sukajadi dan Sekitarnya, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat (Bab I Pendahuluan)
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dari penelitian ini adalah untuk memenuhi syarat dalam mencapai gelar sarjana strata satu (S1) dari Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu
Lebih terperinciCAGAR BUDAYA. Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan CAGAR BUDAYA Kab. Boyolali, Provinsi Jawa Tengah Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Boyolali, 29 Maret 2017 1 April 2017 Daftar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi
9 HASIL DAN PEMBAHASAN Luas DAS Cileungsi Wilayah DAS Cileungsi meliputi wilayah tangkapan air hujan yang secara keseluruhan dialirkan melalui sungai Cileungsi. Batas DAS tersebut dapat diketahui dari
Lebih terperinciSMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3.
SMA/MA IPS kelas 10 - GEOGRAFI IPS BAB 8. SUPLEMEN PENGINDRAAN JAUH, PEMETAAN, DAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI (SIG)LATIHAN SOAL 8.3 1. Data spasial merupakan data grafis yang mengidentifikasi kenampakan
Lebih terperinciAPLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG
APLIKASI SIG DALAM MENENTUKAN LOKASI TPA DI KECAMATAN BALEENDAH KABUPATEN BANDUNG Latar Belakang Masalah sampah akan berdampak besar jika tidak dikelola dengan baik, oleh karena itu diperlukan adanya tempat
Lebih terperinciBAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN
BAB III GEOLOGI DAERAH PENELITIAN 3.1 Geomorfologi 3.1.1 Kondisi Geomorfologi Bentuk topografi dan morfologi daerah penelitian dipengaruhi oleh proses eksogen dan proses endogen. Proses endogen adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Studi Longsoran Desa Sirnajaya dan Sekitarnya, Kecamatan Gununghalu, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gununghalu merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bandung Barat yang terletak di bagian selatan dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Cianjur. Bentang alamnya
Lebih terperincigeografi Kelas X PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I KTSP & K-13 A. PENGERTIAN GEOGRAFI a. Eratosthenes b. Ptolomeus
KTSP & K-13 Kelas X geografi PENGETAHUAN DASAR GEOGRAFI I Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami pengertian geografi dan lingkungan
Lebih terperinciINTERAKSI KEBUDAYAAN
Pengertian Akulturasi Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing
Lebih terperinciGeologi dan Studi Fasies Karbonat Gunung Sekerat, Kecamatan Kaliorang, Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur. BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batuan karbonat menarik untuk dipelajari karena memiliki karakteristik yang berbeda dengan batuan sedimen lainnya. Pembentukan batuan karbonat ini memerlukan berbagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Gunungkidul dengan ibukota Kabupaten Wonosari terletak di sebelah Tenggara Kota Yogyakarta dengan jarak sekitar 39 km. Kabupaten Gunungkidul juga dikenal
Lebih terperinciBAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 6. Perkembangan Danau Borobudur dipengaruhi oleh adanya aktivitas vulkanik, tektonik, dan manusia. Ekosistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geologi Daerah Beruak dan Sekitarnya, Kabupaten Kutai Kartanegara, Provinsi Kalimantan Timur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Batubara merupakan salah satu sumber energi yang telah lama digunakan dan memegang peranan penting saat ini. Peranannya semakin meningkat seiring dengan perkembangan
Lebih terperinciBAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah
BAB II GEOMORFOLOGI 2. 1 Fisiografi Regional Jawa Tengah Van Bemmelen (1949) membagi Jawa Tengah menjadi beberapa zona fisiografi (Gambar 2.1), yaitu: 1. Dataran Aluvial Jawa bagian utara. 2. Antiklinorium
Lebih terperinciIV. GAMBARAN UMUM. Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung.
IV. GAMBARAN UMUM A. Kondisi Umum Kabupaten Lampung Tengah Kabupaten Lampung Tengah adalah salah satu Kabupaten di Provinsi Lampung. Luas wilayah Kabupaten Lampung Tengah sebesar 13,57 % dari Total Luas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas akhir merupakan persyaratan utama untuk mendapatkan gelar sarjana strata satu (S-1) di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut
Lebih terperinciBAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN
BAB 5 KESIMPULAN PENELITIAN Para ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pembagian gaya seni candi masa Majapahit maupun Jawa Timur antara lain adalah: Pitono Hardjowardojo (1981), Hariani Santiko
Lebih terperinciTINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH
TINGGALAN MEGALITIK DI DESA TUHAHA KECAMATAN SAPARUA KABUPATEN MALUKU TENGAH A. Pendahuluan Maluku merupakan propinsi dengan sebaran tinggalan arkeologis yang cukup beragam. Tinggalan budaya ini meliputi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) (2014), jumlah penduduk di Kecamatan Salaman mencapai 68.656 jiwa dengan kepadatan penduduk 997 jiwa/km 2. Jumlah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin hari kian pesat, hal tersebut dapat kita lihat dan kita rasakan di sekeliling kita secara
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH
BAB III TINJAUAN WILAYAH 3.1. TINJAUAN UMUM DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Pembagian wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) secara administratif yaitu sebagai berikut. a. Kota Yogyakarta b. Kabupaten Sleman
Lebih terperinci5.1 Peta Topografi. 5.2 Garis kontur & karakteristiknya
5. Peta Topografi 5.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini, disamping tinggi rendahnya permukaan dari pandangan
Lebih terperinci5.1 PETA TOPOGRAFI. 5.2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA
.1 PETA TOPOGRAFI..2 GARIS KONTUR & KARAKTERISTIKNYA . Peta Topografi.1 Peta Topografi Peta topografi adalah peta yang menggambarkan bentuk permukaan bumi melalui garis garis ketinggian. Gambaran ini,
Lebih terperinciGenerated by Foxit PDF Creator Foxit Software For evaluation only. BAB I PENDAHULUAN
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Bentuk Tugas Akhir yang dilaksanakan adalah Tugas Akhir A yakni berupa penelitian lapangan. Daerah penelitian Tugas Akhir berlokasi di Desa Bantargadung, Sukabumi,
Lebih terperincidua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara yang dilewati oleh garis katulistiwa di apit oleh dua benua dan dua samudera. Posisi unik tersebut menjadikan Indonesia sebagai daerah pertemuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari sangat penting. Namun, pada
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu kebutuhan pokok manusia adalah air. Ketersediaan air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sehari-hari sangat penting. Namun, pada beberapa tempat di Indonesia,
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
63 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi dalam penelitian ini mengacu pada tujuan yang telah ditentukan yaitu untuk mengetahui konsep, makna atau nilai dan pengaruh dari perilaku dan tradisi budaya
Lebih terperinciPERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI
PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.59/Menhut-II/2013 TENTANG TATA CARA PENETAPAN BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKONDISI UMUM WILAYAH STUDI
16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49
Lebih terperinciBAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI
BAB III METODE PEMETAAN EKOREGION PROVINSI 3.1 Konsep Dasar Penetapan Ekoregion Provinsi Konsep dasar dalam penetapan dan pemetaan ekoregion Provinsi Banten adalah mengacu pada Undang-Undang No.32/2009,
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN
BAB III TINJAUAN WILAYAH KABUPATEN SLEMAN 3.1. Tinjauan Umum Kota Yogyakarta Sleman Provinsi Derah Istimewa Yogyakarta berada di tengah pulau Jawa bagian selatan dengan jumlah penduduk 3.264.942 jiwa,
Lebih terperinciPANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA
PANDANGAN CIVITAS AKADEMIA UII MENGENAI CANDI KIMPULAN DI KAMPUS TERPADU UII YOGYAKARTA Irfanuddin Wahid Marzuki (Balai Arkeologi Manado) Abstrak The slopes of Mount Merapi are found the remains of the
Lebih terperinciGEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA
GEOMORFOLOGI BALI DAN NUSA TENGGARA PULAU BALI 1. Letak Geografis, Batas Administrasi, dan Luas Wilayah Secara geografis Provinsi Bali terletak pada 8 3'40" - 8 50'48" Lintang Selatan dan 114 25'53" -
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Yogyakarta merupakan salah satu daerah di Indonesia yang sangat kaya akan peninggalan kebudayaan pada jaman Hindu Budha. Kebudayaan sendiri berasal dari bahasa sansekerta
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk bersemayam para dewa (Fontein, 1972: 14). Dalam kamus besar
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Candi adalah bangunan yang menggunakan batu sebagai bahan utamanya. Bangunan ini merupakan peninggalan masa kejayaan Hindu Budha di Indonesia. Candi dibangun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Geologi dan Analisis Struktur Daerah Pasirsuren dan Sekitarnya, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas Akhir adalah matakuliah wajib dalam kurikulum pendidikan sarjana strata satu di Program Studi Teknik Geologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi
Lebih terperinciJumlah desa, dusun dan luas Kabupaten Bantul per kecamatan dapat
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Daerah Penelitian 1. Letak dan Luas Daerah Penelitian Secara astronomis Kabupaten Bantul terletak antara 07 0 44 04-08 0 00 27 LS dan 110 0 12 34 110 0 31 08 BT.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Longsorlahan merupakan perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau mineral campuran tersebut, bergerak ke bawah atau keluar lereng
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989).
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dinamika aktivitas magmatik di zona subduksi menghasilkan gunung api bertipe komposit strato (Schmincke, 2004; Sigurdsson, 2000; Wilson, 1989). Meskipun hanya mewakili
Lebih terperinciIII. KEADAAN UMUM LOKASI
III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,
Lebih terperinciBAB II Geomorfologi. 1. Zona Dataran Pantai Jakarta,
BAB II Geomorfologi II.1 Fisiografi Fisiografi Jawa Barat telah dilakukan penelitian oleh Van Bemmelen sehingga dapat dikelompokkan menjadi 6 zona yang berarah barat-timur (van Bemmelen, 1949 op.cit Martodjojo,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM
BAB II TINJAUAN UMUM Kegiatan penelitian dilakukan di Laboratorium BALAI BESAR KERAMIK Jalan Jendral A. Yani 392 Bandung. Conto yang digunakan adalah tanah liat (lempung) yang berasal dari Desa Siluman
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG
BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Di Indonesia banyak sekali terdapat gunung berapi, baik yang masih aktif maupun yang sudah tidak aktif. Gunung berapi teraktif di Indonesia sekarang ini adalah Gunung
Lebih terperinciIII. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
III. KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 3.1. Letak Geografis dan Administrasi Pemerintahan Propinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 37.530,52 km 2 atau hampir 7 % dari luas seluruh pulau Kalimantan. Wilayah
Lebih terperinci'; Soekanto Soerjono, Prof, Dr, SH, MA, Sosiologi Suatu Ppngantar, CV Rajawali, Jakarta, 1982.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Indonesia mempunyai sejarah kebudayaan yang telah tua, berawal dari masa prasejarah (masa sebelum ada tulisan), masa sejarah (setelah mengenal tulisan)
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Persiapan merupakan rangkaian kegiatan sebelum memulai pengumpulan dan pengolahan data. Dalam tahap persiapan disusun hal hal yang harus dilakukan dengan tujuan
Lebih terperinci