BAB II LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB II LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Induk Batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang mampu menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk dapat dibagi menjadi tiga kategori (Waples, 1985), di antaranya yaitu batuan induk efektif (effective source rock), mungkin batuan induk (possible source rock), dan batuan induk potensial (potential source rock). Kategori tersebut dan definisinya dapat ditunjukkan pada tabel 2.1. Tabel 2.1. Kategori batuan induk menurut Waples (1985). Tipe Definisi Batuan induk efektif Setiap batuan induk yang telah membentuk dan (effective source rock) mengeluarkan hidrokarbon. Mungkin batuan induk Setiap batuan sedimen yang belum pernah dievaluasi (possible source rock) potensinya, tetapi mempunyai kemungkinan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon. Batuan induk potensial Setiap batuan sedimen belum matang yang mempunyai (potential source rock) kemampuan membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon jika kematangannya bertambah tinggi. Suatu batuan dapat dikatakan sebagai batuan induk apabila mempunyai kuantitas material organik, kualitas untuk menghasilkan hidrokarbon, dan kematangan termal. Kuantitas material organik dan kualitas material organik merupakan produk hasil pengendapan, sedangkan kematangan termal merupakan fungsi dari sejarah struktur maupun tektonik pada suatu wilayah. Kuantitas material organik umumnya dinilai dengan melakukan pengukuran terhadap karbon organik total (total organic carbon, TOC) yang terkandung dalam batuan. Kualitas ditentukan dengan mengetahui tipe kerogen yang terkandung dalam material organik. Kematangan termal umumnya diperkirakan dengan menggunakan pengukuran reflektansi vitrinit dan data dari 8

2 analisis pirolisis. Tabel 2.2 menunjukan metode yang paling umum digunakan untuk menentukan potensi dari batuan induk. Tabel 2.2. Metode untuk menentukan potensi batuan induk (Law, 1999). Penentuan Pengukuran Kuantitas batuan induk TOC yang terdapat pada batuan induk. Kualitas batuan induk Proporsi kerogen Keberadaan hidrokarbon rantai panjang Kematangan termal batuan induk Reflektansi vitrinit Pirolisis Tmaks Kuantitas Material Organik Kekayaan batuan induk ditentukan dengan mengukur TOC yang hadir pada suatu batuan. TOC digunakan karena hidrokarbon mengandung 75-95% karbon berat molekul dengan rata-rata 83%. Jumlah karbon organik yang terdapat pada batuan merupakan faktor yang dapat menentukan kemampuan batuan untuk menghasilkan hidrokarbon. Teknik yang paling umum untuk menganalisis kandungan TOC pada batuan adalah pirolisis Rock-Eval dengan metode TOC dan LECO. Lingkungan pengendapan mengontrol jumlah karbon organik yang terkandung dalam batuan. Batuan induk umumnya berasosiasi dengan wilayah produktivitas organik tinggi dikombinasikan dengan pengendapan dalam lingkungan anoksik, upwelling, dan sedimentasi yang cepat. Proses-proses ini dapat mengendapkan material organik. Tabel 2.3 berikut ini menunjukkan implikasi batuan induk berdasarkan persen berat TOC menurut Waples (1985). Tabel 2.3. Indikasi potensi batuan induk berdasarkan TOC (Waples, 1985). Implikasi Batuan Induk TOC (% berat) Potensinya rendah <0,5 Kemungkinan sedikit berpotensi 0,5 1,0 Kemungkinan cukup berpotensi 1,0 2,0 Kemungkinan berpotensi baik sampai sangat baik >2,0 9

3 Pirolisis merupakan dekomposisi material organik dengan pemanasan dan dalam kondisi absennya oksigen, yang digunakan untuk mengukur kekayaan dan kematangan dari batuan induk potensial. Pada analisis ini, kandungan organik dipirolisis lalu dibakar. Jumlah hidrokarbon dan karbon dioksida yang dilepaskan kemudian diukur. Teknik pirolisis yang paling umum digunakan adalah Rock-Eval. Pada pirolisis Rock-Eval dikenal empat jenis puncak, yaitu S 1, S 2, dan S 3 dalam satuan miligram hidrokarbon/gram batuan. Menurut Law (1999), S 1 menyatakan hidrokarbon bebas dalam sampel, S 2 merupakan volume hidrokarbon yang terbentuk selama pirolisis termal dari sampel, dan S 3 merupakan CO 2 yang dihasilkan selama pemecahan termal kerogen, yang ditunjukkan pada Gambar 2.1 berikut. Gambar 2.1. Diagram skematik Rock Eval (Waples, 1985) Tipe Material Organik Lingkungan pengendapan merupakan faktor dominan dalam menentukan tipe material organik yang terdapat dalam batuan. Temperatur dan tekanan mengubah 10

4 material organik menjadi suatu substansi yang disebut dengan humin yang kemudian mengalami transformasi menjadi kerogen. Waktu dan temperatur mengubah kerogen menjadi petroleum. Kerogen merupakan fraksi yang berasal dari unsur sedimen organik dalam batuan sedimen yang tidak mudah larut dalam pelarut organik biasa (Tissot dan Welte, 1984 dalam Law, 1999). Kerogen tersusun atas beragam material organik, mencakup ganggang, polen, kayuan, vitrinit, dan material yang tidak terstruktur. Tipe kerogen yang berada pada batuan besar pengaruhnya dalam mengontrol tipe hidrokarbon yang dihasilkan pada batuan tersebut. Beragam tipe kerogen mengandung jumlah hidrogen yang berbeda relatif terhadap karbon dan oksigen. Kandungan hidrogen dalam kerogen merupakan faktor pengontrol untuk minyak dan gas yang dihasilkan dari reaksi pembentuk hidrokarbon primer. Tipe kerogen menentukan kualitas batuan induk. Semakin besar kerogen menghasilkan minyak, maka semakin besar pula kualitasnya. Empat tipe dasar kerogen ditemukan dalam batuan sedimen. Suatu batuan induk dapat mengandung satu atau campuran beberapa tipe kerogen. Tabel 2.4 berikut ini mendefinisikan empat tipe kerogen menurut Law (1999) dengan komposisi kerogen pada Tabel 2.5 menurut Waples (1985). Tabel 2.4. Empat tipe dasar kerogen (Law, 1999). Tipe Potensi Hidrokarbon Utama Tipe Lingkungan Kerogen Pengendapan I Penghasil minyak Danau II Penghasil minyak dan gas Marin III Penghasil gas Darat IV Tidak menghasilkan apapun (umumnya tersusun atas Darat vitrinit atau material inert) Tipe kerogen yang hadir dalam batuan menentukan kualitas batuan induk. Tipe I kerogen mempunyai kualitas tertinggi, tipe III terendah. Tipe I mempunyai kandungan hidrogen tertinggi, tipe III terendah. Penentuan tipe kerogen pada batuan 11

5 induk dapat dilakukan dengan mengeplot indeks hidrogen dan oksigen (HI dan OI) pada diagram van Krevelen (Gambar 2.2). Tabel 2.5. Komposisi kerogen (Waples, 1985). Gambar 2.2. Diagram van Krevelen (Tissot dan Welte, 1984 dalam Law, 1999) Indeks Hidrogen (HI) dengan satuan miligram hidrokarbon/gram TOC mewakili jumlah hidrogen relatif terhadap jumlah karbon organik yang berada pada suatu sampel. Kurva S 2 dalam analisis Rock-Eval dapat membantu menentukan jumlah total hidrogen dalam miligram hidrogen terhadap gram sampel berdasarkan rumus berikut. HI = S 2 (mg/g)/%toc x100 12

6 Indeks oksigen (OI) dengan satuan miligram hidrokarbon/gram TOC mewakili jumlah oksigen relatif terhadap jumlah karbon organik yang berada pada suatu sampel. Kurva S 3 pada analisis Rock-Eval dapat membantu menentukan jumlah total oksigen yang hadir dalam sampel berdasarkan rumus berikut. OI = S 3 (mg/g)/%toc 100 Penggunaan teknik HI/OI hanya untuk menentukan kualitas batuan induk (tipe kerogen) pada batuan yang belum matang. HI dan OI berubah seiring dengan kematangan batuan induk, oleh karena itu pada batuan matang HI dan OI tidak indikatif terhadap kualitas kerogen asal Kematangan Material Organik Sifat kimia material organik yang terkandung dalam batuan sedimen berubah seiring dengan waktu, merefleksikan temperatur dan sejarah pembebanan. Kematangan dapat diukur dan dapat dikombinasikan dengan data kualitas dan kekayaan untuk memperkirakan jumlah hidrokarbon yang dihasilkan oleh material organik. Tingkat kematangan merupakan produk dari sejumlah faktor, seperti tatanan tektonik, sejarah pembebanan, dan sejarah termal. Kematangan dapat diketahui dengan menggunakan beberapa metode, di antaranya yaitu reflektansi vitrinit, indeks alterasi termal (thermal alteration index, TAI), dan Tmaks pirolisis. Metode penentuan kematangan dengan reflektansi vitrinit didasarkan pada fakta bahwa dengan kenaikan termal. Reflektansi vitrinit merupakan pengukuran terhadap presentase sinar yang dipantulkan dari permukaan partikel dalam batuan sedimen. Tmaks merupakan temperatur pada saat laju maksimum pirolisis tercapai (puncak S2) yang dapat digunakan sebagai indikator kematangan. Seiring dengan bertambahnya kematangan, maka bertambah pula Tmaks. Tmaks diperoleh secara otomatis bersama dengan data pirolisis lain pada waktu analisis Rock-Eval. Indikasi kematangan yang dapat ditentukan dengan nilai Tmaks ditunjukkan pada Tabel

7 Tabel 2.6. Indikasi kematangan hidrokarbon berdasarkan Tmaks pirolisis Rock-Eval (Tissot et al., 1987 dalam Law, 1999). Indikasi Kematangan Hidrokarbon Tmaks Pirolisis Rock-Eval ( 0 C) Belum matang < 435 Minyak (dari kerogen tipe II) Minyak (dari kerogen tipe III) Gas (dari kerogen tipe II) > 455 Gas (dari kerogen tipe III) > 465 Indeks alterasi termal (TAI) merupakan indikator kematangan yang dilakukan dengan melakukan analisis perubahan warna palinomorf. Pertambahan gelap partikel kerogen dengan bertambahnya kematangan termal dapat digunakan sebagai indikator kematangan. Kuantifikasi dengan metode ini ditunjukkan pada Tabel 2.7 yang dikaitkan dengan kuantifikasi dengan menggunakan metode lain. Tabel 2.7. Korelasi antara tiga parameter kematangan (Waples, 1985 dalam Law, Reflektansi Vitrinit (% Ro) Indeks Alterasi Termal (TAI) 1999). Tmaks Pirolisis ( 0 C) Indikasi Kematangan Hidrokarbon 0,40 2,0 420 Belum matang 0,50 2,3 430 Belum matang 0,60 2,6 440 Minyak 0,80 2,8 450 Minyak 1,00 3,0 460 Minyak 1,20 3,2 465 Minyak dan gas kering 1,35 3,4 470 Gas kering 1,50 3,5 480 Gas kering 2,00 3,8 500 Metana 3,00 4, Metana 4,00 4, Lewat matang 2.2 Minyak Bumi dan Ekstrak Analisis minyak dan ekstrak batuan bertujuan untuk menyelidiki sifat fisika dan kimia unsur sebagai karakterisasi hidrokarbon pada sampel yang dianalisis. Analisis 14

8 ekstrak batuan membutuhkan material organik terekstrak (extractable organic matter) dari batuan dengan menggunakan pelarut organik seperti kloroform, diklorometana atau campuran keduanya dengan metanol. Teknik ini umumnya menyediakan kuantitas yang mencukupi untuk analisis lebih jauh, seperti Kromatografi Cairan, Kromatografi Gas-Spektrometri Massa dan analisis isotop stabil. Jumlah dan komposisi ekstrak tergantung pada material organik terekstrak pribumi (indigenous), fasies organik, lingkungan pengendapan, kematangan termal, dan tingkat ekspulsi. Minyak bumi merupakan hidrokarbon yang bersifat cair pada kondisi temperatur dan tekanan tertentu. Sebelum pemisahan lebih jauh, minyak tersebut sebaiknya dianalisis untuk karakterisasi yang bersifat spesifik, seperti kandungan sulfur, isotop stabil, dan kromatografi gas. Minyak kemudian didistilasi untuk memperoleh berat residu yang konstan dengan pemanasan sekitar C Biomarker Umum Biomarker atau biological marker merupakan senyawa yang berasal dari molekul biogenik, yang umumnya berupa fosil molekular. Beberapa tipe biomarker ditunjukkan pada Tabel 2.8. Biomarker dapat berasal dari organisme hidup maupun terbentuk akibat transformasi diagenesis dan katagenesis dalam sedimen. Seiring dengan meningkatnya tekanan termal, konsentrasi biomarker cenderung berkurang. Biomarker merupakan senyawa organik kompleks yang tersusun atas unsur C, H, dan unsur lainnya yang ditemukan dalam minyak, bitumen, batuan, dan sedimen serta menunjukkan sedikit atau tanpa perubahan dalam strukturnya dari molekul organik asalnya. Biomarker yang sering dipelajari adalah n-alkana, isoprenoid, porfirin, sterana, terpana, diterpana, dan naftenoaromatik. Sejumlah senyawa organik lainnya yang terkandung dalam minyak dan bitumen tidak termasuk dalam biomarker karena tidak berhubungan langsung dengan asal biogenik. Hidrokarbon aromatik seperti benzene, toluena, dan xylena berasal dari lignin namun juga dianggap berasal dari sumber 15

9 lainnya, sebab asal material organik pembentuknya sulit untuk dikenali akibat transformasi diagenetik dan katagenetik. Tabel 2.8. Kelas penting dari biomarker dan prazatnya (Waples, 1985) Biomarker Penunjuk Lingkungan Pengendapan dan Asal Material Organik Perbedaan lingkungan pengendapan dicirikan oleh adanya perbedaan variasi organisme dan biomarker. Secara umum organisme dapat dikelompokkan menjadi bakteri, alga, dan tumbuhan tinggi, yang dapat dianalisis melalui kehadiran dan distribusi biomarker berikut ini, di antaranya yaitu: n-alkana, merupakan salah satu biomarker pertama yang dipelajari secara intensif. Konsentrasi n-alkana yang tinggi dalam bitumen dan minyak dapat dijelaskan dengan keberadaannya dalam alga dan lemak tumbuhan, serta pembentukannya dari senyawa karbon rantai panjang seperti asam lemak dan alkohol. Indikasi lingkungan pengendapan maupun asal material organik pada n-alkana dapat ditunjukkan oleh distribusi homolog atau anggota dari seri n- alkana. Sebagian besar n-alkana yang berasal dari tumbuhan terestrial mempunyai atom karbon bernomor ganjil, khususnya C 23, C 25, C 27, dan C 31, sebaliknya alga menghasilkan distribusi n-alkana dari C 17 hingga C 22. Sejumlah sedimen dapat mengandung material organik campuran yang berasal dari lingkungan terestrial maupun marin. 16

10 Isoprenoid. Klorofil merupakan sumber untuk sebagian besar molekul pristana dan fitana (Gambar 2.3), yang merupakan dua jenis isoprenoid yang paling umum digunakan. Pristana berasal dari senyawa fitol yang terendapkan dalam kondisi oksik, sedangkan fitana berasal dari senyawa fitol yang terendapkan dalam kondisi anoksik. Gambar 2.3. Struktur dari isoprenoid pristana dan fitana (Waples, 1985). Sterana. Steroid, sebagai senyawa pendahulu biologis dari sterana, terdapat di semua organisme yang lebih kompleks dari alga biru-hijau (cyanobacteria). Diagenesis mengubah molekul steroid menjadi hidrokarbon sterana melalui hidrogenasi ikatan rangkap. Kegunaan utama sterana sebagai biomarker didasarkan atas distribusinya pada sampel. Steroid yang paling umum adalah sterol yang mempunyai atom karbon 27, 28, dan 29 yang hadir dengan beragam proporsi dalam organisme. Terpana, umumnya ditemukan dalam minyak dan bitumen yang berasal dari terpenoid hasil sintesa mikroorganisme. Terpana yang paling umum adalah hopana dan C 29 hopana (norhopana), yang dapat berasosiasi dengan asal material organik atau lingkungan pengendapan tertentu. Sejumlah terpenoid bakteri mempunyai 35 atom karbon dibandingkan seri hopana normal yang mempunyai 27 hingga 30 atom karbon. Terpenoid ini dianggap sebagai asal dari extended hopane (C 31 hingga C 35 ), yang sering ditemukan dalam ekstrak dan minyak. Pola distribusi terpana trisiklik dalam kromatogram massa terpana dapat digunakan untuk menentukan asal material organik, seperti ditunjukkan pada Gambar

11 campuran marin terestrial lakustrin Gambar 2.4. Pola terpana trisiklik yang menunjukkan asal material organik (Price dkk., 1987) Biomarker Penunjuk Kematangan Kematangan memberikan pengaruh yang besar pada komposisi petroleum dan bitumen. Biomarker dapat digunakan sebagai evaluasi tahap kematangan pada sampel batuan sedimen maupun minyak, di antaranya melalui analisis n-alkana, isoprenoid, terpana dan sterana. n-alkana, distribusi senyawa ini sangat dipengaruhi oleh kematangan termal. Panjang rantai karbon secara berangsur akan menjadi lebih pendek, dan n- alkana yang telah ada pada sampel yang belum matang akan melarut dengan n-alkana yang baru dihasilkan selama peristiwa katagenesis. Isoprenoid, distribusinya berubah seiring dengan peningkatan kematangan. Saat kematangan meningkat, fitana akan dihasilkan lebih cepat dibandingkan dengan pristana, sehingga menyebabkan berkurangnya rasio pristana terhadap fitana. Selama pembentukan hidrokarbon, konsentrasi isoprenoid meningkat dengan lebih lambat dibandingkan dengan peningkatan konsentrasi n-alkana. Oleh karena itu, rasio n-alkana terhadap isoprenoid meningkat seiring dengan meningkatnya kematangan. Sterana. Kematangan dapat menyebabkan perubahan pada molekul sterana. Hal ini dapat ditunjukkan melalui perbandingan antara dua bentuk epimer (20R dan 20S) dari αα sterana. Perbandingan yang paling umum digunakan 18

12 adalah 20S/(20R+20S). Pertambahan kematangan akan menyebabkan perbandingan 20S bertambah akibat perubahan konfigurasi molekul 20R. Terpana. Tahap kematangan dapat dianalisis menggunakan parameter terpana, di antaranya yaitu rasio moretana terhadap hopana yang berasosiasi dengan sampel batuan maupun minyak yang telah matang apabila rasio yang menunjukkan perbandingan kedua senyawa tersebut rendah. Selain itu sepasang hopana C 27 (trisnorhopana 17α(H)-22,29-30 dan trisnorneohopana 18α(H)-22,29-30) atau biasa disebut dengan Tm dan Ts, juga dapat digunakan sebagai indikator kematangan. Seiring dengan bertambahnya kematangan, Tm secara berangsur-angsur akan menghilang, sedangkan Ts akan bertambah Teknik Korelasi Korelasi genetik petroleum didasarkan pada prinsip bahwa komposisi komponen organik dalam suatu batuan induk juga terkandung di dalam minyak. Kesamaan tersebut dapat mencakup sifat seperti komposisi isotop karbon stabil hingga rasio senyawa seperti pristana dan fitana maupun keberadaan terpana dan sterana. Korelasi positif tidak selalu menunjukkan bahwa setiap sampel yang dianalisis berhubungan, namun suatu korelasi negatif dapat menjadi bukti yang kuat untuk menganalisis kekurangan pada hubungan antarsampel. Minyak bumi berasal dari material organik yang terpanaskan dalam batuan induk yang kemudian bermigrasi ke reservoir. Proses migrasi ini seringkali membuat bitumen yang terbentuk tertinggal dalam batuan induk sehingga material organik yang dapat larut yang tertinggal dalam batuan dan minyak bumi yang terdapat dalam reservoir dapat menunjukkan kemiripan dalam komposisi kimianya, contohnya yaitu minyak bumi yang terbentuk dari batuan induk yang sama namun berada dalam reservoir yang berbeda dapat menunjukkan kemiripan. 19

13 1. Korelasi Minyak-Minyak Korelasi minyak-minyak membutuhkan parameter yang dapat membedakan minyak dari sumber yang berbeda dan resisten terhadap proses sekunder seperti biodegradasi dan kematangan termal. Pada sejumlah kasus, korelasi minyak-minyak dapat digunakan dengan menggunakan metode kromatografi gas maupun rasio isotop stabil karbon atau sulfur. 2. Korelasi Minyak-Batuan Induk Korelasi minyak-batuan induk didasarkan pada konsep bahwa parameter tertentu yang terdapat pada minyak yang bermigrasi tidak berbeda secara signifikan dengan bitumen yang masih berada pada batuan induk. Korelasi ini memberikan informasi penting mengenai asal dan jalur migrasi minyak yang dapat digunakan untuk menentukan metode eksplorasi. Rasio homolog atau senyawa dengan struktur yang serupa seperti rasio biomarker yang tergantung pada habitat tidak berubah dari bitumen hingga minyak yang telah mengalami migrasi, sebagai contoh rasio sterana C 27 hingga C 29 yang digunakan dalam diagram C 27 -C 28 -C 29 (Gambar 2.5). Gambar 2.5. Diagram segitiga yang menunjukkan ketergantungan lingkungan dari komposisi sterol dalam organisme (Huang dan Meinschein, 1979 dalam Waples dan Machihara, 1991). 20

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Korelasi geokimia petroleum merupakan salah satu pendekatan untuk pemodelan geologi, khususnya dalam memodelkan sistem petroleum. Oleh karena itu, studi ini selalu dilakukan dalam

Lebih terperinci

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Jumlah material organik yang ada pada batuan dinyatakan sebagai nilai karbon organik total (TOC/Total Organic Carbon) dalam satuan persen dari batuan

Lebih terperinci

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi IV.1 Kekayaan dan Kematangan Batuan Induk IV.1.1 Kekayaan Kekayaan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan kandungan material organik yang ada pada batuan

Lebih terperinci

Geokimia Minyak & Gas Bumi

Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi batuan induk hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Gambar I.1), sedangkan objek penelitian meliputi data geokimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan penggerak di seluruh aspek kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Energi diartikan sebagai daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta

Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y Proposal Tugas Akhir Oleh: Ditujukan kepada: FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidrokarbon masih menjadi sumber energi utama di dunia yang digunakan baik di industri maupun di masyarakat. Bertolak belakang dengan meningkatnya permintaan, hidrokarbon

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan sarjana S1 Program Studi

Lebih terperinci

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi - Migrasi Hidrokarbon - Komposisi Minyak Bumi - Terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam melakukan eksplorasi hingga pengembangan lanjut di daerah suatu lapangan, diperlukan pemahaman akan sistem petroleum yang ada. Sistem petroleum mencakup batuan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus

BAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus didiskusikan para ahli. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada zona ini diawali dengan

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisis untuk memperkirakan sumber daya hidrokarbon di daerah penelitian.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO EVALUASI BATUAN INDUK FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA GEOKIMIA HIDROKARBON PADA LAPANGAN ROSSA DI CEKUNGAN MAKASSAR SELATAN, INDONESIA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

Bab III Interpretasi Data Geokimia

Bab III Interpretasi Data Geokimia Bab III Interpretasi Data Geokimia III.1. Umum Data yang diperlukan dalam pembuktian hipotesis ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data sumur serta data

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA TUGAS AKHIR SYAHRONIDAVI AL GHIFARI 21100113120019 FAKULTAS

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidrokarbon Alifatik (n-alkana) 4.1.1. Identifikasi hidrokarbon alifatik Identifikasi hidrokarbon alifatik (n-alkana) dilakukan dengan melihat kromatogram senyawa alifatik

Lebih terperinci

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan OLEH : Ayu Puji Budiarti (1405 100 050) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan Kelangkaan minyak bumi batubara cukup banyak bentuk batubara kurang efektif analisa senyawa biomarka pencairan batubara

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO KORELASI ANTARA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI BERDASARKAN ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON PADA SUMUR LUK-2, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR LUKLUK MAHYA RAHMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR

UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR TUGAS AKHIR ELOK ANNISA DEVI 21100113120033 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon

KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon E. Slameto, H. Panggabean dan S. Bachri Pusat Survei Geologi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lapangan Devon merupakan salah satu lapangan migas yang sudah berproduksi, dimana lapangan tersebut adalah bagian dari Blok Jabung yang dikelola oleh Petrochina Indonesia.

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan eksplorasi minyak dan gas bumi menjadikan penelitian dan pengoptimalan studi cekungan lebih berkembang sehingga potensi untuk mencari lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS

STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh DANIS AGOES WILOSO NIM

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk di permukaan bumi dari akumulasi sisa-sisa material organik dan anorganik. Material organik tumbuhan merupakan unsur

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Yusron Yazid, Dr. Eng. Ir. Agus Didit Haryanto MT., Dr. Ir. Johanes Hutabarat M.Si Fakultas

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI

STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI 0305030077 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN KIMIA

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang

Gambar 4.1. Perbandingan Kuantitas Produk Bio-oil, Gas dan Arang Persentase hasil BAB IV PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Persentase Plastik dan Cangkang Sawit Terhadap Kuantitas Produk Pirolisis Kuantitas bio-oil ini menunjukkan seberapa banyak massa arang, massa biooil, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV

BAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan Induk (Source Rock) adalah batuan karbonat yang berasal dari zat-zat organic yang terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon seperti

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang. tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya

Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang. tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya BAB PENDAHULUAN Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya sebagai sumber energi saja, tetapi juga sebagai bahan baku plastik, pupuk, pestisida

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Oleh karena

Lebih terperinci

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...... iv SARI...... v DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii

Lebih terperinci

GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM:

GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM: GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM: 22006022 BIDANG KHUSUS MIGAS PROGRAM STUDI MAGISTER GEOLOGI PROGRAM PASCA

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Bahan Baku Minyak Minyak nabati merupakan cairan kental yang berasal dari ekstrak tumbuhtumbuhan. Minyak nabati termasuk lipid, yaitu senyawa organik alam yang tidak

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK

KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK Oleh: Robet Lumban Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO Evaluasi Batuan Induk dan Studi Karakterisasi untuk Korelasi Minyak Bumi-Batuan Induk Berdasarkan Analisis Geokimia Biomarker dan Isotop Karbon Stabil pada Sumur Bayan-2, Cekungan

Lebih terperinci

ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Budi Muljana Laboratorium Stratigarfi, FMIPA, Universitas Padjadjaran ABSTRACT South Sumatra Basin belong to back-arc basin that is one

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

Qi Adlan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Qi Adlan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran GENESIS DAN KORELASI HIDROKARBON MENGGUNAKAN ANALISIS GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI, DI LAPANGAN LEPAS PANTAI BARAT MADURA, CEKUNGAN LAUT JAWA TIMUR UTARA NORTHEAST JAVA SEA BASIN SOURCEROCK AND

Lebih terperinci

GEOKIMIA MINYAK BUMI

GEOKIMIA MINYAK BUMI GEOKIMIA MINYAK BUMI Tugas Mata Kuliah Geokimia Oleh : Dwi Indriyati H1F007005 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK JURUSAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI MINYAK TAHUN AJARAN 2011 / 2012

TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI MINYAK TAHUN AJARAN 2011 / 2012 TUGAS MATA KULIAH GEOLOGI MINYAK TAHUN AJARAN 2011 / 2012 Dibuat Oleh : Maizar yudha putra NPM : 09.11.108.700602. 000590 PROGRAM STUDI GEOLOGI PERTAMBANGAN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS KUTAI KARTANEGARA

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2.

Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. SENYAWA ORGANIK A. Sifat khas atom karbon Atom unsur karbon dengan nomor atom Z = 6 terletak pada golongan IVA dan periode-2 konfigurasi elektronnya 1s 2 2s 2 2p 2. Atom karbon mempunyai 4 elektron valensi,

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan

Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan Reza Mohammad Ganjar Gani, Yusi Firmansyah, Nisa Nurul Ilmi Abstrak Fokus

Lebih terperinci

A. Sifat Fisik Kimia Produk

A. Sifat Fisik Kimia Produk Minyak sawit terdiri dari gliserida campuran yang merupakan ester dari gliserol dan asam lemak rantai panjang. Dua jenis asam lemak yang paling dominan dalam minyak sawit yaitu asam palmitat, C16:0 (jenuh),

Lebih terperinci

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM

ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM ARUS ENERGI DALAM EKOSISTEM Transformasi Energi dan Materi dalam Ekosistem KONSEP ENERGI Energi : kemampuan untuk melakukan usaha Hukum Thermodinamika 1 : Energi dapat diubah bentuknya ke bentuk lain,

Lebih terperinci

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 1, April 2018, 1-5 PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU

KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU ISSN 2085-0050 KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si

Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter. Sulistyani, M.Si Senyawa Alkohol dan Senyawa Eter Sulistyani, M.Si sulistyani@uny.ac.id Konsep Dasar Senyawa Organik Senyawa organik adalah senyawa yang sumber utamanya berasal dari tumbuhan, hewan, atau sisa-sisa organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2 O 3 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesis Katalis Katalis Ni/Al 2 3 diperoleh setelah mengimpregnasikan Ni(N 3 ) 2.6H 2 0,2 M yang berupa cairan berwarna hijau jernih (Gambar 4.1.(a)) ke permukaan Al 2

Lebih terperinci

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON?

APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? APAKAH LUMPUR DI SIDOARJO MENGANDUNG SENYAWA HIDROKARBON? Oleh: Didi S. Agustawijaya dan Feny Andriani Bapel BPLS I. Umum Hidrokarbon adalah sebuah senyawa yang terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi yang semakin meningkat. Berbagai

Lebih terperinci

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4

Alkena dan Alkuna. Pertemuan 4 Alkena dan Alkuna Pertemuan 4 Alkena/Olefin hidrokarbon alifatik tak jenuh yang memiliki satu ikatan rangkap (C = C) Senyawa yang mempunyai dua ikatan rangkap: alkadiena tiga ikatan rangkap: alkatriena,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Asam Lemak a. Asam lemak saturasi Identifikasi asam lemak dilakukan berdasarkan hasil kromatogram senyawa asam lemak yang telah direkam selama 5 menit. Karakteristik asam lemak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF

KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF R. Arizal Firmansyah 1 dan R.Y. Perry Burhan 2 ABSTRAK Kajian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah

Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Dasar Ilmu Tanah semester ganjil 2011/2012 (EHN & SIN) Materi 03: Batuan & Tanah Tanah Profil tanah Tanah yang kita ambil terasa mengandung partikel pasir, debu dan liat dan bahan organik terdekomposisi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Hasil pengukuran bilangan peroksida sampel minyak kelapa sawit dan minyak kelapa yang telah dipanaskan dalam oven dan diukur pada selang waktu tertentu sampai 96 jam

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah

Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah The Source Rock Potention of Shale And Claystone of Watukumpul Area Pemalang Central Java Sachrul Iswahyudi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan akan pemenuhan energi semakin meningkat seiring dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk, pengembangan wilayah, dan pembangunan dari tahun ke tahun. Selama

Lebih terperinci

Karakteristik Limbah Padat

Karakteristik Limbah Padat Karakteristik Limbah Padat Nur Hidayat http://lsihub.lecture.ub.ac.id Tek. dan Pengelolaan Limbah Karakteristik Limbah Padat Sifat fisik limbah Sifat kimia limbah Sifat biologi limbah 1 Sifat-sifat Fisik

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR

Prarancangan Pabrik Hidrorengkah Aspal Buton dengan Katalisator Ni/Mo dengan Kapasitas 90,000 Ton/Tahun BAB I PENGANTAR BAB I PENGANTAR A. Latar Belakang Dewasa ini permasalahan krisis energi cukup menjadi perhatian utama dunia, hal ini disebabkan menipisnya sumber daya persediaan energi tak terbarukan seperti minyak bumi

Lebih terperinci

BIOMARKER SEBAGAI INDEKS KEMATANGAN TERMAL MINYAK BUMI LAPANGAN TARAKAN

BIOMARKER SEBAGAI INDEKS KEMATANGAN TERMAL MINYAK BUMI LAPANGAN TARAKAN BIOMARKER SEBAGAI INDEKS KEMATANGAN TERMAL MINYAK BUMI LAPANGAN TARAKAN Ine Mustikasari Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Jakarta, Jln Pemuda 10 Rawamangun,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat

I. PENDAHULUAN. aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembuatan mesin pada awalnya bertujuan untuk memberikan kemudahan dalam aktifitas yang diluar kemampuan manusia. Umumnya mesin merupakan suatu alat yang berfungsi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu permasalahan nasional dewasa ini dan semakin dirasakan pada masa mendatang adalah masalah energi. Perkembangan teknologi, industri dan transportasi yang

Lebih terperinci

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1

Addres: Fb: Khayasar ALKANA. Rumus umum alkana: C n H 2n + 2. R (alkil) = C n H 2n + 1 ALKANA Rumus umum alkana: C n H 2n + 2 R (alkil) = C n H 2n + 1 Alkana Adalah rantai karbon yang memiliki ikatan tunggal (jenuh) A. Alkana 1. Alkana disebut juga senyawa hidrokarbon jenuh (senyawa parafin).

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK FARMASI PERCOBAAN I PERBEDAAN SENYAWA ORGANIK DAN ANORGANIK OLEH: NAMA : ISMAYANI STAMBUK : F1 F1 10 074 KELOMPOK : III KELAS : B ASISTEN : RIZA AULIA JURUSAN FARMASI FAKULTAS

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1. Sintesis Polistiren Sintesis polistiren yang diinginkan pada penelitian ini adalah polistiren yang memiliki derajat polimerisasi (DPn) sebesar 500. Derajat polimerisasi ini

Lebih terperinci

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA Latar Belakang SUMBER ENERGI 1. Pendahuluan Kompatibel Kurang Kompatibel Minyak Bumi Gas Alam Batubara Bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi di dunia terus berjalan seiring dengan timbulnya masalah yang semakin kompleks diberbagai bidang kehidupan, tidak terkecuali dalam bidang

Lebih terperinci

Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau

Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia FMIPA,Universitas Riau, Pekanbaru,

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi

BAB II PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Materi 2.2 Sifat-sifat Materi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Materi dan perubahannya merupakan objek kajian dari ilmu kimia. Ilmu kimia adalah ilmu yang mempelajari tentang materi dan perubahannya. Ilmu kimia juga merupakan ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat. kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG MASALAH Pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh tumpahan minyak bumi akibat kecerobohan manusia telah mengalami peningkatan dan mengganggu kehidupan organisme di

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I PERCOBAAN III SIFAT-SIFAT KIMIA HIDROKARBON OLEH NAMA : HABRIN KIFLI HS. STAMBUK : F1C1 15 034 KELOMPOK ASISTEN : VI (ENAM) : HERIKISWANTO LABORATORIUM KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1

MATERI DAN PERUBAHANNYA. Kimia Kesehatan Kelas X semester 1 MATERI DAN PERUBAHANNYA Kimia Kelas X semester 1 SKKD STANDAR KOMPETENSI Memahami konsep penulisan lambang unsur dan persamaan reaksi. KOMPETENSI DASAR Mengelompokkan sifat materi Mengelompokkan perubahan

Lebih terperinci