Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y. Proposal Tugas Akhir. Oleh: Vera Christanti Agusta"

Transkripsi

1 Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y Proposal Tugas Akhir Oleh: Ditujukan kepada: FAKULTAS TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2014

2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Minyak dan gas bumi saat ini masih menjadi sumber energi utama yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, baik digunakan pada kegiatan rumah tangga ataupun pada kegiatan industri. Hal tersebut mengakibatkan banyaknya industri minyak dan gas bumi yang bergerak untuk mencari, mengelola dan mengembangkan cadangan minyak dan gas bumi di dunia. Industri minyak dan gas bumi merupakan salah satu industri yang berkembang sangat pesat karena perannya yang sangat penting sebagai penghasil minyak dan gas bumi yang masih banyak digunakan saat ini. Perkembangan industri minyak dan gas bumi juga disebabkan oleh kelebihan yang dimiliki oleh sumber energi minyak dan gas bumi dibandingkan dengan sumber energi yang lainnya. Kelebihan dari sumber energi minyak dan gas bumi dibandingkan dengan sumber energi seperti kandungan energi yang dihasilkannya besar dan wujud energinya yang berupa fluida. Oleh sebab itu, meskipun telah banyak berkembang penemuan mengenai sumber energi terbarukan, namun sumber energi minyak dan gas bumi tetap menjadi sumber energi yang paling banyak digunakan di dunia. Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Maka mulai dikembangkan teknologi-teknologi yang akan mendukung dalam kegiatan tersebut. Dan sejalan dengan perkembangan teknologi tersebut, dibutuhkan juga tenaga-tenaga profesional yang dapat memahami, menjalankan, dan mengembangkan diri dalam kemajuan industri minyak dan gas bumi, termasuk dalam perkembangan penelitian geokimia minyak dan gas bumi. Dengan uraian diatas, maka penulis mengajukan tema tugas akhir ini, yaitu: Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi pada Batuan Induk Formasi X Cekungan Y

3 1.2 Indentifikasi Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk? 2. Apakah hidrokarbon yang terdapat pada suatu cekungan sedimen sama tipenya dan berasal dari batuan induk yang sama? 3. Apakah suatu batuan induk pada cekungan sedimen dapat menghasilkan tipe hidrokarbon yang berbeda-beda? 4. Bagaimana jalur migrasi dari hidrokarbon yang terakumulasi? 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian Dalam indutri minyak dan gas bumi, diperlukan beberapa penelitian dalam menentukan keekonomisan suatu sumber energi yang baru ditemukan. Oleh karena itu, maksud dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui, mengidentifikasi dan menginterpretasi kuantitas dan kualitas suatu material organik dalam batuan induk dan hubungannya dengan tingkat kematangan suatu hidrokarbon. Adapun tujuan dari penetian ini, yaitu: 1. Mengetahui kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk. 2. Mengetahui tipe dan asal hidrokarbon yang berasal dari cekungan yang sama. 3. Mengetahui bagaimana suatu cekungan dapat menghasilkan tipe hidrokarbon yang berbeda. 4. Mengetahui jalur migrasi dari suatu hidrokarbon hingga terakumulasi. 1.4 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian akan dilakukan berdasarkan data pada Formasi X Cekungan Y yang sekiranya akan dilakukan selama tiga bulan dimulai dari bulan Maret hingga bulan Mei dan bertempat di kantor PT Pertamina EP, atau disesuaikan dengan waktu pelaksanaan tugas akhir yang diberikan oleh perusahaan.

4 1.5 Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian yang dilakukan adalah: 1. Memberikan pengetahuan,pengalaman, serta wawasan dunia industri dalam menjalankan kegiatan eksplorasi dan produksi migas. 2. Mengetahui penerapan konsep-konsep aplikatif dan integratif yang dijalankan dalam melakukan eksplorasi maupun produksi. 3. Memberikan kontribusi khususnya bagi perkembangan Ilmu Geologi serta bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pada saat ini. 4. Mendapatkan pemahaman tentang perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang pada dunia migas Indonesia saat ini.

5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dasar Geokimia Minyak dan Gas Bumi Geokimia minyak dan gas bumi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang menerapkan prinsip-prinsip dasar kimia untuk mempelajari asal terbentuknya, migrasi, akumulasi dan alterasi minyak bumi. Dengan menggunakan ilmu ini, maka dapat diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan, migrasi dan akumulasi minyak bumi. Geokimia minyak dan gas bumi juga dapat digunakan untuk: 1. Mengetahui batuan induk dan menentukan jumlah, tipe dan tingkat kematangan dari material organiknya 2. Mengevaluasi waktu terjadinya migrasi minyak dan gas bumii dari batuan induk 3. Memperkirakan jalur migrasi minyak dan gas bumi 4. Mengkorelasikan minyak dan gas bumi yang terdapat pada reservoir untuk mengetahui asal terbentuknya. A. Batuan Induk Dalam petroleum system telah dipelajari beberapa komponen penting seperti batuan induk, migrasi, reservoir, trap dan batuan perangkap. Batuan induk merupakan batuan yang mengandung material organik dengan kompisisi kimia tertentu dan dalam jumlah yang cukup untuk membentuk dan mengeluarkan hidrokarbon (Miles, 1989). Batuan induk yang dapat menghasilkan hidrokarbon harus mengalami pengendapan dan memiliki tingkat kematangan yang cukup. Dan batuan induk yang baik juga harus memiliki material organik dengan kualitas dan kuantitas yang baik. Material organik pada batuan induk dinyatakan dalam Total Organik Carbon (TOC) yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:

6 1. Bitumen : material organik larut yang hanya sedikit menunjukan TOC 2. Kerogen : material organik yang tidak larut yang lebih menunjukkan TOC B. Bitumen Bitumen merupakan fraksi material organik pada batuan yang dapat larut dalam pelarut organik. Komposisi bitumen memiliki kesamaan dengan mnyak bumi pada umumnya tetapi proporsinya berbeda yang meliputi hidrokarbon jenuh, hidrokarbon aromatic dan komponen non-hidrokarbon seperti resin dan aspaltene. C. Kerogen Kerogen merupakan fraksi material organik dalam batuan yang tidak dapat larut dalam pelarut organik karena molekulnya berukuran besar ( Tissot dan Welte, 1984). Unsur utama pembentuk kerogen berupa karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Pembentukan kerogen dilakukan secara berturut-turut dalam dua tahap yaitu tahap polimerisasi yang melibatkan pembentukan geopolimer dari geomonomer yang terjadi setelah organisme mati dan penyusun kembali komposisi kerogen yang terjadi setelah geopolimer pertama terbentuk dan akan terus berlangsung selama kerogen masih ada. Tahap selanjutnya adalah pembentukan kerogen yang diawali dengan terjadinya diagenesis pada kolom air, tanah dan sedimen yang menyebabkan ukuran molekul geopolimer menjadi lebih besar dengan susunan struktur yang lebih kompleks dan makin tidak teratur karena hilangnya air, CO 2 dan amonia dari geopolimer asalnya. 1. Komposisi kerogen Komposisi kerogen dipengaruhi oleh proses pematangan termal yang terjadi pada material organik yaitu diagenesis, katagenesis dan metagenesis. Tahap diagenesis menyebabkan hilangnya nitrogen dan lepasnya oksigen dalam bentuk air, CO dan CO 2 yang biasanya terjadi pada temperatur < C. Pada tahap katagenesis terjadi kehilangan hidrogen dalam bentuk hidrokarbon, minyak berat terbentuk lebih dulu kemudian hidrogen yang lebih ringan, kondensat dan

7 kemudian baru dihasilkan dry gas. Kemudian tahap metagenesis terjadi reorganisasi dari struktur aromatic pada kerogen sisa menjadi struktur grafit ada suhu >150 0 C. Pada tahap ini terbentuk metana, H 2 S dan nitrogen. 2. Tipe kerogen Kerogen menyusun sebagian besar dari material organik. Berdasarkan analisis mikroskopis dari material material (maseral), kerogen dapat dibagi menjadi 4 kelompok yaitu : a. Grup alginit Didominasi oleh maseral alginit yang merupakan alga air tawar, bersifat menghasilkan minyak (oil prone) b. Grup eksinit Didominasi oleh maseral eksinit (spora, polen), kutinit (kutikula dari tumbuhan darat), resinit(resin dari tumbuhan darat, getah dammar), dan liptinit (lemak dari tumbuhan darat dan alga marin), bersifat oil-gas prone c. Grup vitrinit Didominasi oleh maseral vitrinit (material selulosa dari tumbuhan berkayu) bersifat gas-prone d. Grup inertinit Didominasi oleh arang kayu (charcoal), material organik yang teroksidasi dan terbawa dari tempat lain (reworked), sulit menghasilkan hidrokarbon. Berdasarkan material organik dan analisis kimia, kerogen dibagi menjadi empat tipe yaitu: a. Kerogen Tipe I Berasal dari alga danau dan terbatas pada danau anoksik Memiliki kandungan hidrogen tertinggi di antara tipe kerogen yang lain tetapi mengandung oksigen jauh lebih rendah dibandingkan tipe III dan

8 IV karena terbentuk dari material lemak yang miskin oksigen, misalnya fitoplankton yang tak mengandung lignin atau selulosa Cenderung menghasilkan minyak (oil prone) b. Kerogen Tipe II Berasal dari sedimen laut dengan kondisi reduksi dengan jenis sumber yang berbeda, yaitu dari alga laut, polen, spora, lapisan lilin tanaman, fosil resin dan lemak tanaman Kandungan hidrogen relatif tinggi dan cenderung bersifat oil prone c. Kerogen Tipe III Berasal dari material organik darat yang sedikit mengandung lemak (fat) dan lilin (wax) Memiliki kandungan oksigen karena sumber material mengandung lignin dan selulosa Kandungan hidrogen rendah dan cenderung menghasilkan gas d. Kerogen Tipe IV Terdiri dari material teroksidasi yang berasal dari berbagai sumber dan mengandung sejumlah besar oksigen Mengandung sistem aromatik dan mempunyai kandungan hydrogen terendah, sehingga tak menghasilkan hidrokarbon Tipe Kerogen Maseral Material Organik Asal I Alginit Eksinit Kutinit Alga air tawar Polen, Spora Lapisan lilin tanaman II Resinit Resin tanaman Liptinit Lemak tanaman, alga laut III Vitrinit Material tanaman keras (kayu, selulosa) IV Inertinit Arang, material tersusun ulang yang teroksidasi Pembagian Tipe Kerogen (Waples, 1985)

9 Berdasarkan produk yang dihasilkan, kerogen dapat digolongkan menjadi berikut: a. Oil prone kerogen Kerogen golongan ini memiliki material lipid dan hidrogen yang kaya serta cenderung menggenerasikan minyak (molekul C 6+ ) ketimbang gas (molekul C 1-5 ), suhunya berkisar antara C dibawah permukaan bumi. b. Gas prone kerogen Kerogen golongan ini didominasi oleh lignin dan sedikit hidrogen serta cenderung menggenerasikan gas (molekul C 1-5 ) pada suhu berkisar antara C dibawah permukaan bumi. 3. Kematangan Kerogen Kematangan kerogen dikontrol oleh dua faktor utama yaitu suhu dan waktu. Pengaruh suhu tinggi dalam waktu yang singkat atau sebaliknya akan menyebabkan kerogen terubah dan menghasilkan hidrokarbon. Selain suhu dan waktu, terdapat faktor umur batuan yang berkaitan dengan proses pemanasan dan jumlah panas yang diterima batuan induk. Kematangan material organik pada umumnya ditentukan dengan: a. Pemantulan vitrinit (R o %) Analisis ini didasari pada suatu pengertian bahwa kematangan pada kerogen akan mengakibatkan perubahan pada fisik kerogen yang dibarengi dengan kemampuannya memantulkan cahaya. Vitrinit sendiri adalah jenis maseral utama penyusun batubara yang juga tersebar luas pada sedimen. Peningkatan pantulan vitrinit akan meningkat seiring panambahan kematangan dan kedalaman. b. Skala alterasi termal (Thermal Alteration Scale-TAS) Merupakan salah satu analisis penentuan kematangan material organik yang berbasis pada adanya pengaruh kematangan termal terhadap perubahan fisik pada fosil dari kelompok spora dan polen.

10 c. Penentuan temperature maksimum (Tmax) dan indeks produksi minyak (Oil Production Index-OPI) Tmax merupakan suhu maksimum pada saat pembentukan hidrokarbon yang terjadi selama pirolisis kerogen, sedangkan indeks produksi adalah rasio antara hidrokarbon dalam batuan dan hidrokarbon yang dihasilkan sebagai akibat perubahan kerogen menjadi bitumen selama pembentukan hidrokarbon. OPI akan bertambah seiring meningkatnya material organik. Tipe Kerogen Hidrogen Indeks Jenis Hidrokarbon S 2 / S 3 (mg HC/g TOC) yang Dihasilkan I >600 >15 Minyak II Minyak II/III Campuran minyak dan gas III Gas IV <50 <1 Tidak ada hidrokarbon Tipe Kerogen dan Kecenderungan Jenis Hidrokarbon Berdasarkan Hidrogen Indeks dan S 2 /S 3 (Peters & Cassa, 1994) Tingkat Mikroskopis Rock-Eval Pirolisis Kematangan OPI Ro (%) TAS Tmax ( 0 C) Termal S 1 /(S 1 +S 2 ) Belum matang ¾ <435 <0.10 Matang Awal ¾ - 4/ Puncak ¾ - 4/ Akhir >0.40 Lewat matang >1.35 >6 >470 - Klasifikasi Tingkat Kematangan Material Organik Berdasarkan Analisi Mikroskopis dan Rock-Eval Pyrolisis (Peters & Cassa, 1994)

11 2.2 Lingkungan Pengendapan dan Kematangan Material Organik Penentuan lingkungan pengendapan dari material organik dapat menggunakan parameter biomarker. Biomarker merupakan senyawa organik komleks yang terdiri dari karbon, hidrogen dan unsur-unsur lain. Biomarker sering digunakan sebagai indikator kematangan material organik dalam batuan induk, karena perubahan komponen dalam batuan dipengaruhi oleh laju perubahan temperature di bawah permukaan dan lama waktu yang dibutuhkan biomarker untuk mengalami pemanasan. Terdapat beberapa biomarker yang biasa digunakan dalam penentuan lingkungan pengendapan, yaitu isoprenoid, triterpana dan sterena. 1. Isoprenoid adalah suatu senyawa yang terdiri dari atom karbon rantai lurus dengan kelompok metil (CH 3 ) yang terikat pada setiap atom karbon keempat. Senyawa isopenoid yang umum digunakan adalah pristan dan fitan yang berkaitan dengan aktifitas bakteri yang hidup saat proses fotosintesa, berasosiasi dengan porfirin dan menunjukkan lingkungan metasalin sampai hipersalin. Batuan induk karbonat seringkali memperlihatkan rasio pristan dan fitan < 1 yang menunjukkan bahwa material organik pada batuan induk tersebut terendapkan dalam lingkungan anoksik. 2. Triterpana adalah senyawa yang terdiri dari lima atom karbon segi enam yang berkaitan dengan kelompok metil. Senyawa triterpana terbentang dari C 27 sampai C 35, tetapi yang sering digunakan adalah norhopana (C 29 ) dan hopana (C 30 ). Untuk menunjukkan lingkungan pengendapan harus dilakukan perbandingan terhadap konsentrasi C 29 dan C 30. Jika konsentrasi C 29 > C 30, maka material organik berasal dari lingkungan karbonat, sebaliknya jika konsentrasi C 29 < C 30, maka material organik berasal dari serpih yang terendapkan di lingkungan laut. Menurut Peters dan Moldowan (1991), tingginya konsentrasi C 35 secara spesifik menunjukkan lingkungan laut, sedangkan lingkungan karbonat atau hipersalin ditandai dengan dominasi C 34 dan C 35. Dalam hal ini jika C 35 >C 34, maka material organik dapat diasumsikan diendapkan di lingkungan karbonat

12 yang berasosiasi dengan lingkungan yang sangat reduksi (Moldowan et al, 1992). Apabila dalam fragmentogram massa terdapat hopana panjang (C 31 -C 35 ) yang semakin mengecil dengan penambahan jumlah karbon, maka pada umumnya material organik tersebut berasosiasi dengan kondisi lingkungan yang oksik. Pada senyawa triterpana terdapat pula parameter kematangan, yaitu trisnorneohopana (Ts, terdapat pada C 27 akibat proses termal) dan trisnorhopana (Tm, terdapat pada C 27 akibat hasil biologis), dimana apabila Ts > Tm maka diasumsikan batuan sudah matang. Selain pada C 27, parameter kematangan juga didapat pada C 31, C 32 dan C 33, yaitu jika S (sinister) > R (rectus), maka batuan sudah matang. 3. Sterana adalah senyawa yang terdiri dari tiga lingkar atom karbon segienam dan satu lingkar atom karbon segilima yang saling berkaitan. Senyawa ini terdapat pada C 21,C 22, C 27,C 28, dan C 29 pada fragmentogram massa. Lingkungan karbonat atau hipersalin diketahui berdasarkan konsentrasi C 21,C 22 > C 27,C 28, dan C 29 (Ten Havern et al, 1985 dan Mello et al, 1988). C 27 akan mendominasi pada material organik yang berasal dari alga atau lingkungan laut, sedangkan kontribusi alga danau ditunjukkan dengan kehadiran C 28 <C 27 dan C 29. Material organik yang berasal dari tanaman keras atau merupakan material darat ditunjukkan dengan dominasi C 29, sementara itu dominasi C 30 mengindikasikan pengaruh kondisi laut (Moldowan et al, 1985). Pada senyawa sterana juga terdapat suatu parameter kematangan, yaitu pada C 29 yang ditunjukkan dengan notasi 20 R dan 20 S, dimana 20R > 20 S maka batuannya belum matang. Selain itu untuk mengetahui tingkat kehadiran karbon dalam material organik digunakan suatu biomarker berupa n-alkana yang nerupakan seri hidrokarbon yang paling sederhana karena tidak memiliki cabang yang dapat pula digunakan sebagai indikator kematangan material organik. Tingkat kehadiran karbon (Carbon Preferences Index-CPI) didasari pada tingkat konsentrasi karbon C 23, C 24, C 25, C 26, C 27, C 28, C 29, C 30, C 31 dan dirumuskan sebagai berikut : CPI = (C 23 + C 25 + C 27 + C 29 ) + (C 25 + C 27 + C 29 + C 31 ) 2 (C 24 + C 26 + C 28 + C 30 )

13 Property Carbonate Marine Shale Deltaic Shale Bulk properties API gravity Sulfur, wt% Sat/Arom CPI Biomarker properties Pr/Ph Ph/nC 18 Steranes Steranes/hopanes C 24 Tetra-/C 26 Tric.Trep C 29 /C 30 hopanes C 35 /C 30 hopanes Gammacerane > < <0.2 >2 >1.5 <1 >0.3 C 27 >C 29 Low Medium-high High (>1) High High <0.3 C 27 <C 29 High Low-medium Low Low Low 2 4 <0.1 C 27 <C 29 High Low Low Low Low Klasifikasi Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Karakter Kimia (Peters & Moldowan, 1994) 2.3 Aplikasi Biomarker pada Geokimia Minyak dan Gas Bumi Dalam eksplorasi minyak dan gas bumi, biomarker sering digunakan untuk antara lain: 1. Mengetahui jumlah relative material organik yang bersifat oil-prone dan gas-prone pada kerogen 2. Mengetahui umur batuan 3. Mengetahui lingkungan pengendapan 4. Mengetahui tingkat kematangan termal 5. Mengetahui korelasi hidrokarbon dengan batuan induk Terdapat empat kelompok biomarker utama yang sering digunakan yaitu terpane, sterane, steroid aromatic dan porfirin.

14 1. Terpane a. m/z 191 fingerprint Sebagian besar dari senyawa golongan terpane pada hidrokarbon berasal dari lipid pada membran bakteri. Senyawa ini meliputi beberapa seri yang homolog seperti komponen asiklik, bisiklik (drimane), trisiklik, tetrasiklik dan pentasiklik (mis. hopane). Komponen terpane (m/z 191) seperti trisiklik, tetrasiklik, hopane biasanya digunakan untuk mengkorelasikan minyak dengan batuan induk (Seifert et al., 1980). Terpane trisiklik berkisar dari C 19 hingga C 45. Trisiklik C 28 dan C 29 sering digunakan untuk melakukan korelasiminyak dan bitumen. Terpane trisiklik (<C 30 ) kemungkinan berasal dari isoprenoid C 30 reguler yang merupakan penyusun membran prokariotik. Diterpane trisiklik (C 19 -C 20 ) diyakini berasal dari diterpenoid seperti asam abietik yang dihasilkan oleh tumbuhan vaskuler. Terpane bisiklik terdapat pada hampir semua sedimen dan minyak mentah sehingga dianggap berasal dari mikroba. Terpane tetrasiklik C 24 -C 27 nampaknya merupakan hopane yang terdegradasi. Tetrasiklik terpane lebih resistan terhadap biodegradasi dan maturasi ketimbang hopane. Hopane merupakan triterpane pentasiklik yang biasanya mengandung atom karbon pada struktur naftenik yang tersusun atas empat cincin segi enam dan satu cincin segi lima. Hopane berasal dari prekursor membran bakteri. b. Homohopane Homohopane (C 31 -C 35 ) diyakini berasal dari bakteriohopanetetrol dan hopanoid C 35 lain yang terdapat pada organisme prokariotik. Homohopane sering diaplikasikan sebagai indikator potensial redoks dari sedimen laut selama diagenesis, tetapi dipengaruhi oleh efek maturasi. c. Rasio Pristane/Phytane

15 Rasio Pr/Ph yang tinggi (>3) mengindikasikan material organik terestrial dengan kondisi oksik, sedangkan nilai yang rendah (<0.6) mengindikasikan lingkungan anoksik, umumnya hipersalin. Rasio Pr/Ph akan meningkat seiring dengan meningkatnya kematangan. d. Botryococcane menunjukkan lingkungan lakustrin atau brackish karena berasal dari alga Botryoccus braunii. e. Oleanane/C 30 Hopane (Indeks Oleanane) mengindikasikan input dari tumbuhan tingkat tinggi berumur Kapur atau lebih muda. f. Gammacerane merupakan triterpane C 30 yang mengindikasikan kondisi hipersalin. g. β-carotane mengindikasikan lingkungan lakustrin. h. Cardinane mengindikasikan input material resin dari tumbuhan tingkat tinggi. i. Tetrasiklik diterpane mengindikasikan input material organik terestrial terutama konifer. j. Trisiklik terpane/hopane tahan terhadap biodegradasi. Konsentrasi yang rendah pada minyak dan bitumen dari batuan karbonat. k. Tetrasiklik terpane tahan terhadap biodegradasi. Konsentrasi C 24 yang tinggi mengindikasikan lingkungan karbonat atau evaporit. 2. Sterane a. -hopane Rasio sterane dengan hopane merefleksikan input dari material eukariotik (alga dan tumbuhan tingkat tinggi) dengan prokariotik (bakteri). Rasio sterane/hopane >1 menunjukkan lingkungan marin dengan alga.

16 b. Sterane C 27 -C 28 -C 29 Nilai C 27 -C 28 -C 29 dapat diplot pada suatu diagram segitiga untuk menentukan lingkungan pengendapan. Diaram ini dapat digunakan untuk membedakan hidrokarbon dari batuan induk yang berbeda atau fasies organik berbeda pada batuan induk yang sama. c. C 30 / (C 27 -C 28 -C 29 -C 30 ) Rasio sterane C 30 / (C 27 -C 28 -C 29 -C 30 ) jika diplot dengan rasio oleanane/hopane akan dapat mengidentifikasi input material darat dengan marin. Lingkungan pengendapan lagoon yang salin dicirikan oleh rendahnya rasio sterane C 30 /(C 27 -C 28 -C 29 -C 30 ) ketimbang rasio pada lingkungan laut terbuka. Nilai rasio sterane C 30 /(C 27 -C 28 -C 29 -C 30 ) yang nol menunjukkan minyak nonmarin. Tidak terdapatnya sterane C 30 pada hidrokarbon yang lebih tua dari 500 juta tahun lalu diinterpretasikan sebagai gap evolusi saat munculnya sterol C 30 pada organisme laut atau dominasi dari biota marin oleh spesies yang tak mengandung sterol C 30. d. Diasterane C 27 -C 28 -C 29 Aplikasi penting dari plot Diasterane C 27 -C 28 -C 29 pada diagram segitiga adalah untuk identifikasi minyak yang terbiodegradasi dimana sterane teralterasikan, sementara diasterane tidak. e. Diasterane/sterane Aplikasi utamanya adalah untuk membedakan hidrokarbon yang berasal dari material karbonat dengan yang berasal dari material klastik. Rasio diasterane/sterane yang rendah menunjukkan batuan induk karbonatan poor clay yang anoksik, sedangkan batuan induk yang kaya akan clay ditunjukkan oleh rasio sebaliknya. Nilai rasio yang tinggi juga dapat disebabkan oleh efek maturasi dan biodegradasi.

17 3. Steroid Aromatik Biomarker aromatik dapat memberikan informasi input material organik serta berguna dalam oil-source correlation dan identifikasi maturasi termal. a. Steroid monoaromatik (MA) C 27 -C 28 -C 29 Diagram segitiga dari steroid MA dan sterane memberikan bukti korelasi yang lebih kuat karena mempresentasikan komponen dari asal yang berbeda, sehingga dapat memberikan bukti independen dalam korelasi. Selain itu, lokasi plot dari diagram ini tidak berubah secara signifikan di sepanjang oil window. b. Steroid triaromatik (TA) C 26 -C 27 -C 28 Aplikasinya serupa dengan steroid monoaromatik hanya saja steroid TA lebih sensitif terhadap efek maturasi karena steroid TA sendiri merupakan produk maturasi dari proses aromatisasi steroid MA. c. Benzohopane Benzohopane memiliki kisaran rantai karbon mulai dari C 32 -C 35. Minyak dan bitumen dari batuan induk karbonat dan evaporit menunjukkan konsentrasi benzohopane yang tinggi meskipun hanya ditemukan sebagai trace pada batuan induk dan hidrokarbon 4. Porfirin Porfirin merupakan komponen organometalik tetrapirolik yang tersusun atas vanadium dan nikel pada hidrokarbon (Boduszynski, 1987). Komponen ini cukup resistan terhadap biodegradasi. Rasio V/(V+Ni) porfirin menunjukkan kondisi pengendapan batuan induk pada kondisi reduksi. 2.4 Korelasi Sumber Minyak dan Gas Bumi Oil-source correlation didefinisikan sebagai hubungan kausal antara minyak dengan fasies batuan sumbernya berdasarkan integrasi data geologi dan

18 geokimia (Jones, 1987). Hubungan kausal ini didasarkan pada kondisi saat batuan induk menghasilkan minyak, bukan didasarkan pada perubahan yang terjadi terhadap komposisi batuan induk dan minyak. Jadi, tugas dari seorang ahli geokimia dalam melakukan oil-source correlation adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi perubahan komposisi yang terjadi baik pada batuan induk maupun minyak setelah minyak meninggalkan batuan induknya serta membuat kompensasi dari perubahan tersebut yaitu pada saat belum terjadi perubahan komposisi (Curiale, 1993). Suatu korelasi batuan induk dengan minyak yang baik harus dapat memperkirakan volume minyak yang dihasilkan serta menentukan jalur migrasinya. Apabila peta-peta lokasi dan geokimia minyak baik yang didapat dari indikasi permukaan (oil seep), sumur, dan akumulasi minyak yang komersial tersebut dibandingkan dan ternyata memiliki kesamaan, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh minyak yang terdapat di lokasi tersebut berasal dari sumber yang sama. Apabila data geokimia mengindikasikan hubungan genetik antara minyak dengan batuan induk, atau jika hasil korelasinya positif, maka dapat ditentukanlah petroleum system di suatu tempat. Peta distribusi daripada minyak dan batuan induk ini menunjukkan lingkup stratigrafi dan geografi dari petroleum system tersebut.sedangkan jalur migrasi berada diantara batuan induk dan lingkup geografi dari sistem tersebut dan volume dari minyak yang dihasilkan dapat diperkirakan. Dalam melakukan korelasi minyak dengan batuan induk, fosil geokimia atau biomarker memiliki peranan yang sangat penting. Data tersebut diperoleh dari hasil analisis Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GC-MS). Selain itu informasi penting untuk melakukan korelasi juga didapat dari data rasio isotop karbon.

19 BAB III METODE PENELITIAN Analisis Geokimia Minyak dan Gas Bumi biasanya digunakan untuk mengetahui kuantitas, kualitas dan tingkat kematangan suatu material organic yang terdapat pada suatu batuan induk, dan bisa digunakan untuk mengetahui korelasi hidrokarbon dengan batuan induk. Pada pengerjaan tugas akhir ini, diperlukan proses identifikasi dan deskripsi untuk mengetahui kondisi daerah penelitian dan analisis hasil laboratorium. Pada bab ini akan membahas mengenai objek penelitian, tahap penelitian, tahap persiapan, tahap pembahasan dan penyusunan laporan. 3.1 Objek Penelitian Objek penelitian merupakan data lapangan berupa sampel tanah atau batuan yang digunakan sebagai data primer, dan datsa hasil laboratorium yang merupakan data sekunder. 3.2 Tahap Penelitian Tahap penelitian merupakan tahap pengerjaan yang meliputi tahap persiapan dan tahap analisis Tahap Persiapan Tahap persiapan dimulai dengan pembuatan usulan penelitian. Kemudian dilakukan pekerjaan yang bersifat menunjang kelancaran tahap analisis data. Persiapan yang dilakukan berupa studi pustaka yaitu mencari studi literatur tentang daerah penelitian dari peneliti terdahulu, bacaan dari laporan penelitian, text book, publikasi, dan makalah Tahap Analisis

20 Tahap analisis dilakukan berdasarkan hasil data laboratorium. analisis yang diperlukan yaitu analisis kuantitas, analisis kualitas dan analisis tingkat kematangan material organic, juga korelas hidrokarbon dengan batuan induk. 1. Analisis Kuantitas Material Organik Kuantitas atau jumlah hidrokarbon yang dihasilkan pada suatu batuan induk, pada prinsipnya berhubungan dengan kandungan material organk di dalamnya. Faktor kuantitas material organic umumnya disebut Karbon Organik Total atau Total Organik Carbon (TOC). Nilai TOC dapat diperoleh dari proses pemanasan. Kandungan TOC yang tinggi menunjukkan batuan cukup mampu untuk memproduksi hidrokarbon. Kandungan TOC yang rendah tidak perlu dilakukan analisis karena tidak menghasilkan hidroarbon yang baik. Kandungan TOC yang cukup untuk memproduksi hidrokarbon adalah 0.5% untuk batuan serpih atau non karbonat dan 0.3% untuk batuan karbonat (Tissot dan Welte, 1984 ). %TOC KUALITAS <0.5 Sangat Buruk Buruk 1 2 Cukup 2 4 Baik 4 12 Sangat Baik >12 Serpih Minyak / Batubara Nilai Kuantitas dan Kualitas Material Organik pada Suatu Batuan (Waples,1985) 2. Analisis Kualitas Material Organik Rock-Eval Pyrolysis dilakukan untuk mengetahu tipe dan kematangan dari material organik dan untuk mengetahui potensi hidrokarbon. Analisis ini terdiri dari pemanasan temperatur pada oven pirolisis dengan sedikit sampel yang secara kuantitatif dan selektif menentukan kandungan hidrokarbon bebas pada sampel

21 dan kandungan senyawa hidrokarbon dan oksigen (CO 2 ) yang lepas selama peretakan kandungan organik yang tidak bisa diekstraksi pada sampel. Selama pemanasan, hidrokarbon yang sudah ada pada batuan (S 1 ) yang dianggap setara dengan jumlah bitumen pada batuan tersebut akan tervolatilisasikan untuk pertama kali. Kemudian pirolisis berlanjut hingga munculnya aliran hidrokarbon kedua dari penguraian termal (S 2 ). Temperatur teringgi pada saat aliran hidrokarbon S 2 mencapai maksimum disebut Tmax. S 2 merupakan indikator penting dalam penentuan kualitas material organik karena mengindikasikan kemampuan kerogen dalam memproduksi hidrokarbon saat ini. Selain mengeluarkan hidrokarbon, pada proses pirolisis kerogen juga mengeluarkan sejumlah karbon dioksida (S 3 ). Diagram Skematik Rock-Eval Pyrolisis (Diadaptasi dari Waples, 1985) Setelah parameter S 1, S 2, S 3 dan Tmax didapat, maka dapat dihitung Oxygen Index (OI) dan Hidrogen Index (HI) dalam kerogen serta nilai Oil Production Index (OPI) dan Potential Yield (PY). Dengan memplot nilai OI dan HI pada diagram Van Krevelen didapat jalur evolusi kerogen.

22 Berikut rumus perhitungan Hidrogen Index (HI), Oxygen Index (OI), Oil Production Index (OPI), dan Potential Yield (PY) HI = (100 x S 2 ) / TOC OI = (100 x S 3 ) / TOC OPI = S 1 / (S 1 +S 2 ) PY = S 1 +S 2

23 Tipe Kerogen Hidrogen Indeks (mg HC/g TOC) S 2 / S 3 Jenis Hidrokarbon yang Dihasilkan I >600 >15 Minyak II Minyak II/III Campuran minyak dan gas III Gas IV <50 <1 Tidak ada hidrokarbon Tipe Kerogen dan Kecenderungan Jenis Hidrokarbon Berdasarkan Hidrogen Indeks dan S 2 /S 3 (Peters & Cassa, 1994) Setelah diperoleh nilai HI dan OI, nilai tersebut kemudian diplot kedalan diagram Van Krevelen, sehingga diperoleh jalur evolusi kerogen atau tipe kerogen yang dihasilkan. Diagram Van Krevelen (Dimodifikasi dari Espitalie et al., 1977

24 dalam Tissot, 1978) 3. Analisis Tingkat Kematangan Material Organik Evolusi termal dari batuan induk selama diagenesis, katagenesis dan metagenesis dapat merubah parameter fisika dan kimia dari material organik.parameter tersebut dapat dianggap sebagai indikator maturasi/ kematangan yang diperoleh dari hasil pengamatan optikal dari kerogen, analisis fisikokimia dari kerogen serta analisis kimia dari bitumen (oil). a. Vitrinite Reflectance (R o ) Pengukuran pemantulan vitrinit dilakukan dengan mengamati vitrinit pada sinar langsung yang kemudian diukur pantulannya oleh sebuah alat fotometer. Untuk mengetahui tingkat kematangan batuan induk digunakan dua parameter tingkat suhu pematangan berdasarkan hasil pengukuran refleksitansi vitrinit dan suhu pematangan (Tmax) dari pirolisis batuan b. Penentuan Tmax pada Rock-Eval Pyrolisis Hidrokarbon akan mulai terbentuk apabila temperatur maksimumnya telah terapai. Oleh sebab itu temperatur maksimum dapat digunakan sebagai salah satu indikator kematangan. Nilai Tmax diperoleh bersamaan dengan pencatatan parameter S 1, S 2 dan S 3 pada Rock-Eval Pyrolisis, dan Tmax adalah puncak S 2. Tingkat Mikroskopis Rock-Eval Pirolisis Kematangan OPI Ro (%) TAS Tmax ( 0 C) Termal S 1 /(S 1 +S 2 ) Belum matang ¾ <435 <0.10 Matang Awal ¾ - 4/ Puncak ¾ - 4/ Akhir >0.40 Lewat matang >1.35 >6 >470 -

25 Klasifikasi Tingkat Kematangan Material Organik Berdasarkan Analisi Mikroskopis dan Rock-Eval Pyrolisis (Peters & Cassa, 1994) c. Penentuan Carbon Preference Index (CPI) CPI merupakan salah satu indikator kematangan material organik yang diperoleh dari kromatografi pada bitumen.cpi adalah rasio n-alkana bernomor ganjil dengan genap. Dominasi n-alkana nomor ganjil terdapat pada sedimen di lingkungan dangkal. Dominasi ini akan berkurang seiring penambahan kematangan sampai jumlah n-alkana ganjil seimbang dengan n-alkana genap yang menunjukkan late mature - post mature. 4. Korelasi Hidrokarbon dengan Batuan Induk Teknik korelasi geokimia secara garis besar dapat dibagi menjadi dua metode utama yaitu bulk methods dan molecular methods. Bulk methods meliputi karakteristik fisik, fraksinasi komposisi, konsentrasi elemen dan rasio isotop. Sedangkan molecular method melibatkan paramater fosil geokimia atau yang sering disebut biomarker. a. Bulk Methods Karakteristik fisik meliputi warna, nilai API gravity dan viskositas. Penggunaan parameter karakter fisik sebagai alat korelasi memiliki keterbatasan karena bersifat sangat kasar dan sangat terpengaruh oleh efek non-genetic seperti biodegradasi, maturasi, migrasi dan water washing. Fraksinasi komposisi merupakan separasi fraksi komposisional dari minyak dan ekstrak batuan serta perbandingan dari distribusi fraksi-fraksi tersebut baik pada minyak maupun pada batuan sumber yang diperkirakan menggenerasikan minyak tersebut. Tahap ini meliputi analisis komposisi SANA (saturate, aromatic, NSO, aspalten) dan SBC (hidrokarbon rantai lurus). Fraksi ini merupakan parameter korelasi kimia pertama yang masih sangat rentan dipengaruhi oleh faktor non genetik, sehingga belum memadai untuk digunakan sebagai alat korelasi.

26 Konsentrasi elemen cukup umum digunakan sebagai parameter korelasi. Teknik ini merupakan pengukuran konsentrasi sulfur dan elemen transisi lain seperti vanadium dan nikel. Meskipun teknik ini sudah umum digunakan, tetapi konsentrasi elemen juga rentan berubah karena pengaruh proses alterasi, sehingga penggunaan teknik ini juga harus berhati-hati terhadap faktor biodegradasi dan alterasi termal pada reservoir. Dari keseluruhan parameter korelasi dengan bulk method, maka rasio isotop adalah parameter yang paling dapat dipercaya. Rasio isotop karbon yang stabil pada minyak, ekstrak batuan induk, kerogen, dan fraksi kromatografi gas merupakan alat korelasi yang baik. Ada aturan yang mengatakan bahwa minyak harus lebih ringan secara isotopis sekitar % dibandingkan kerogen sumbernya (Peters et.al, 1989). Rasio isotop karbon dari fraksi komponen yang bersifat soluble seperti hidrokarbon aromatik relatif tidak terpengaruh oleh migrasi dan biodegradasi ringan sampai sedang, sedangkan rasio isotop karbon dari fraksi yang lain seperti hidrokarbon alifatik dapat bervariasi karena dipengaruhi oleh proses non genetic b. Molecular Methods Molecular methods yang merupakan metode yang cukup terpercaya dalam melakukan korelasi melibatkan penggunaan biomarker yang diperoleh dari Gas Chromatography-Mass Spectrometry (GCMS). Pada dasarnya parameter biomarker untuk korelasi haruslah mudah diisolasi dan dikarakterisasi, tetapi memiliki properti fisika dan kimia yang serupa seperti polaritas, kelarutan dan berat molekul. Steroid dan triterpenoid merupakan biomarker yang cukup dapat dipercaya untuk melakukan korelasi. Gas Chromatography-Mass Spectrometry merupakan metode yang digunakan untuk mengevaluasi biomarker dengan prinsip kerja, yaitu: 1. Separasi komponen oleh kromatografi gas 2. Transfer dari komponen yang terseparasi ke ruang ionisasi dari spektrometri massa

27 3. Ionisasi 4. Analisis massa 5. Deteksi ion oleh electron multiplier 6. Akuisisi, pemrosesan, dan penyajian data oleh computer GCMS dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi komponen berdasarkan waktu retensi, pola elusi dan pola fragmentasi spektrum massa yang mencirikan strukturnya. Data GCMS diperoleh dengan menggunakan kolom kapiler beresolusi tinggi (sekitar 50 m), spektrometer massa dan rapid scanning (Peters dan Moldowan, 1993) Pada kromatografi gas, fraksi aromatik atau jenuh disuntikan melalui suatu syringe. Molekul yang lebih besar akan terperangkap pada fase stasioner pada kepala GC, proses ini disebut cold trapping. Suhu dinaikkan secara bertahap oleh oven sehingga komponen yang terperangkap akan bergerak maju. Pada GC, setiap sampel yang diinjeksi akan diuapkan dan dicampur dengan gas pembawa yang inert seperti He. Gas ini (fase mobile) dan sampel bergerak melewati kolom kapiler tipis yang panjang yang bagian dalamnya dilapisi film tipis dari cairan nonvolatil (fase stasioner). Komponen-komponen akan diseparasikan saat sampel ditangkap oleh fase stasioner dan dilepaskan ke fase mobile. Setelah komponen dipisahkan oleh GC, maka selanjutnya akan ditransfer ke spektrometer massa (MS) untuk dianalisis. Molekul yang masuk akan diionisasi dengan cara ditembak oleh elektron sehingga akan membentuk ion molekuler. Ion ini akan dianalisis berdasarkan rasio massa dengan muatannya (m/z). Hasilnya adalah pola fragmentasi atau spektrum massa dari molekul tersebut. Setelah dilakukan korelasi terhadap parameter seperti pada, dilakukanlah integrasi dengan data seismik dan data log geokimia atau data log geofisika untuk merekonstruksi peta distribusi source rock (geochemical map). Log geokimia biasanya berisi data Rock-Eval Pyrolisis, Total Organic Carbon (TOC), Vitrinite Reflectance (R o ), serta litologi yang berguna dalam

28 mengidentifikasi keterdapatan batuan induk, evolusi termal, serta keterdapatan hidrokarbon in-situ maupun yang telah bermigrasi. Peta distribusi source rock (geochemical map) dapat direkonstruksi dari beberapa log geokimia yang dikombinasikan dengan data seismik. Dengan data seismik, maka dapat diperkirakan perkiraan distribusi source rock serta kemungkinan terjadinya migrasi sekunder baik melalui mekanisme pensesaran (faulting) maupun perangkap stratigrafi. 3.4 Tahap Pembahasan dan Penyusunan Laporan Tahap ini merupakan hasil akhir dari penelitian yang berupa pembahasan dari awal hingga akhir penulis membuat Tugas akhir ini yang secara sistematis disusun dalam sebuah laporan yang terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka, metode penelitian, pembahasan, dan kesimpulan serta saran.

29 PENUTUP Demikian proposal tugas akhir ini saya ajukan dengan harapan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pengajuan Program Tugas Akhir yang ditujukan kepada PT Pertamina EP. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah dan kelancaran pada kegiatan ini sehingga dapat berjalan dengan lancar dan memberikan manfaat bagi semua pihak. Atas perhatian yang telah diberikan, saya ucapkan terima kasih. REKOMENDASI : Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran, Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21 Jatinangor Telp./Fax. : (022) ftg@unpad.ac.id Jatinangor, 24 Januari 2014 Mahasiswa Pemohon,

30 DAFTAR PUSTAKA Koesoemadinata, R. P., 1980, Geologi Minyak dan Gas Bumi, Penerbit ITB, Bandung Lewan, 1986, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk. Universitas Padjajaran, Bandung. Peters, KennethE., and J. Michael Moldowan, 1993, The Biomarker Guide, Prentice-Hall Inc, New Jersey Tissot and Welte, 1984, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk. Universitas Padjajaran, Bandung. Tearpock dan Biscke, 1991, dalam Heru Tanjung, 2007, Skripsi kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk. Universitas Padjajaran, Bandung. Waples.1985, dalam Heru Tanjung, 2007,Skripsi kualitas, kuantitas dan kematangan material organik pada batuan induk, Universitas Padjajaran, Bandung.

31 CONTACT PERSON: VERA CHRISTANTI AGUSTA NPM No.HP : vera.christanti@yahoo.com

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Korelasi geokimia petroleum merupakan salah satu pendekatan untuk pemodelan geologi, khususnya dalam memodelkan sistem petroleum. Oleh karena itu, studi ini selalu dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batuan Induk Batuan induk merupakan batuan sedimen berbutir halus yang mampu menghasilkan hidrokarbon. Batuan induk dapat dibagi menjadi tiga kategori (Waples, 1985), di antaranya

Lebih terperinci

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM

BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM BAB IV GEOKIMIA PETROLEUM 4.1 Analisis Sampel Sampel yang dianalisis dalam studi ini berupa sampel ekstrak dari batuan sedimen dan sampel minyak (Tabel 4.1). Sampel-sampel ini diambil dari beberapa sumur

Lebih terperinci

Geokimia Minyak & Gas Bumi

Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya

Lebih terperinci

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik

Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Bab III Teori Dasar III.1 Kekayaan Material Organik Jumlah material organik yang ada pada batuan dinyatakan sebagai nilai karbon organik total (TOC/Total Organic Carbon) dalam satuan persen dari batuan

Lebih terperinci

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD

1.2 MAKSUD DAN TUJUAN MAKSUD BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Hidrokarbon masih menjadi sumber energi utama di dunia yang digunakan baik di industri maupun di masyarakat. Bertolak belakang dengan meningkatnya permintaan, hidrokarbon

Lebih terperinci

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi

Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi Geokimia Organik 5. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi - Pembentukan Minyak Bumi - Pentingnya Waktu dan Suhu dalam Pembentukan Minyak Bumi - Migrasi Hidrokarbon - Komposisi Minyak Bumi - Terbentuknya

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian

Bab I Pendahuluan. Peta lokasi daerah penelitian yang berada di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Satyana, 2005). Lokasi daerah penelitian Bab I Pendahuluan I.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian adalah studi batuan induk hidrokarbon di Cekungan Jawa Timur bagian barat (Gambar I.1), sedangkan objek penelitian meliputi data geokimia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan penggerak di seluruh aspek kehidupan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Energi diartikan sebagai daya (kekuatan) yang dapat digunakan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Dalam melakukan eksplorasi hingga pengembangan lanjut di daerah suatu lapangan, diperlukan pemahaman akan sistem petroleum yang ada. Sistem petroleum mencakup batuan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lapangan Devon merupakan salah satu lapangan migas yang sudah berproduksi, dimana lapangan tersebut adalah bagian dari Blok Jabung yang dikelola oleh Petrochina Indonesia.

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel...

DAFTAR ISI. Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... DAFTAR ISI Lembar Pengesahan... Abstrak... Abstract...... Kata Pengantar... Daftar Isi... Daftar Gambar... Daftar Tabel... i iii iv v viii xi xiv BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang Penelitian...

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi

Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi Bab IV Hasil Analisis dan Diskusi IV.1 Kekayaan dan Kematangan Batuan Induk IV.1.1 Kekayaan Kekayaan batuan induk pada daerah penelitian dinilai berdasarkan kandungan material organik yang ada pada batuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan minyak dan gas bumi di dunia, dibutuhkan pengembangan dalam mengeksplorasi dan memproduksi minyak dan gas bumi tersebut. Oleh karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus

BAB I PENDAHULUAN. Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Zona Kendeng memiliki sistem minyak dan gas bumi yang masih terus didiskusikan para ahli. Kegiatan eksplorasi yang dilakukan pada zona ini diawali dengan

Lebih terperinci

Bab III Interpretasi Data Geokimia

Bab III Interpretasi Data Geokimia Bab III Interpretasi Data Geokimia III.1. Umum Data yang diperlukan dalam pembuktian hipotesis ini terdiri atas dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer meliputi data sumur serta data

Lebih terperinci

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM

BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM BAB IV PROSPECT GENERATION PADA INTERVAL MAIN, DAERAH OSRAM 4.1 PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai Prospect Generation pada interval Anggota Main, Formasi Cibulakan Atas di Daerah Osram yang merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Cekungan Jawa Timur merupakan salah satu cekungan minyak yang produktif di Indonesia. Dari berbagai penelitian sebelumnya, diketahui melalui studi geokimia minyak

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon

KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon KANDUNGAN MATERIAL ORGANIK DAN SIFAT GEOKIMIA BATULEMPUNG PALEOGEN DAN NEOGEN DI CEKUNGAN SERAYU: Suatu Analisis Potensi Batuan Induk Hidrokarbon E. Slameto, H. Panggabean dan S. Bachri Pusat Survei Geologi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO EVALUASI BATUAN INDUK FORMASI TANJUNG BERDASARKAN DATA GEOKIMIA HIDROKARBON PADA LAPANGAN ROSSA DI CEKUNGAN MAKASSAR SELATAN, INDONESIA TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR

UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR UNIVERSITAS DIPONEGORO STUDI FAMILI MINYAK DI LAPANGAN EDELWEISS DAN CRISAN SERTA KORELASI TERHADAP KEMUNGKINAN BATUAN INDUK, CEKUNGAN JAWA TIMUR TUGAS AKHIR ELOK ANNISA DEVI 21100113120033 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT

PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT PENELITIAN BATUAN INDUK (SOURCE ROCK) HIDROKARBON DI DAERAH BOGOR, JAWA BARAT Praptisih 1, Kamtono 1, dan M. Hendrizan 1 1 Pusat Penelitian Geoteknologi LIPI, Jl. Sangkuriang Bandung 40135 E-mail: praptisih@geotek.lipi.go.id

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV

BAB I PENDAHULUAN. Kerogen tipe III. - H/C < 1,0 dan O/C > 0,3 - Menghasikan minyak. Kerogen tipe IV BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Batuan Induk (Source Rock) adalah batuan karbonat yang berasal dari zat-zat organic yang terendapkan oleh batuan sedimen. Sehingga tidak terjadi siklus carbon seperti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO

UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO Evaluasi Batuan Induk dan Studi Karakterisasi untuk Korelasi Minyak Bumi-Batuan Induk Berdasarkan Analisis Geokimia Biomarker dan Isotop Karbon Stabil pada Sumur Bayan-2, Cekungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hidrokarbon Alifatik (n-alkana) 4.1.1. Identifikasi hidrokarbon alifatik Identifikasi hidrokarbon alifatik (n-alkana) dilakukan dengan melihat kromatogram senyawa alifatik

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii KATA PENGANTAR...... iv SARI...... v DAFTAR ISI...... vi DAFTAR GAMBAR...... x DAFTAR TABEL... xvi DAFTAR LAMPIRAN... xvii

Lebih terperinci

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN...

II Kerogen II Kematangan II.2.2 Basin Modeling (Pemodelan Cekungan) II.3 Hipotesis BAB III METODE PENELITIAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... ii IZIN PENGGUNAAN DATA... iii HALAMAN PERNYATAAN... iv KATA PENGANTAR... v SARI... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR

Lebih terperinci

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI

BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI BAB IV ESTIMASI SUMBER DAYA HIDROKARBON PADA FORMASI PARIGI 4.1 Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas hal-hal yang berkaitan dengan analisis untuk memperkirakan sumber daya hidrokarbon di daerah penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Blok Mambruk merupakan salah satu blok eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi yang terdapat pada Cekungan Salawati yang pada saat ini dikelola oleh PT. PetroChina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat

BAB I PENDAHULUAN. adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Salah satu cekungan Tersier yang mempunyai prospek hidrokarbon yang baik adalah Cekungan Kutai. Cekungan Kutai dibagi menjadi 2 bagian, yaitu bagian barat atau sering

Lebih terperinci

STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS

STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS STUDI BATUAN INDUK HIDROKARBON DI CEKUNGAN JAWA TIMUR BAGIAN BARAT TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh DANIS AGOES WILOSO NIM

Lebih terperinci

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan

OLEH : Ayu Puji Budiarti ( ) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan OLEH : Ayu Puji Budiarti (1405 100 050) Pembimbing : Prof. Dr. R. Y. Perry Burhan Kelangkaan minyak bumi batubara cukup banyak bentuk batubara kurang efektif analisa senyawa biomarka pencairan batubara

Lebih terperinci

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO

FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI UNIVERSITAS DIPONEGORO UNIVERSITAS DIPONEGORO KORELASI ANTARA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI BERDASARKAN ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON PADA SUMUR LUK-2, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR LUKLUK MAHYA RAHMAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit

BAB I PENDAHULUAN. lapangan minyak baru di Indonesia diyakini masih tinggi walaupun semakin sulit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan eksplorasi minyak dan gas bumi menjadikan penelitian dan pengoptimalan studi cekungan lebih berkembang sehingga potensi untuk mencari lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses

BAB I PENDAHULUAN. tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Eksplorasi hidrokarbon memerlukan pemahaman mengenai cekungan tempat terbentuk dan terakumulasinya hidrokarbon, dimulai dari proses terbentuknya cekungan, konfigurasi

Lebih terperinci

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal.

Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu penghuni jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal Aspal merupakan bahan perkerasan untuk jalan raya. Tentu "penghuni" jurusan Teknik Sipil mengenalnya. Mari kita bahas bersama mengenai aspal. Pengertian Aspal adalah bahan yang bersifat

Lebih terperinci

Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan

Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan Evaluasi Batuan Induk Sub-Cekungan Aman Utara, Cekungan Sumatra Tengah Dengan Parameter Tipe Material Asal, Kekayaan Dan Kematangan Reza Mohammad Ganjar Gani, Yusi Firmansyah, Nisa Nurul Ilmi Abstrak Fokus

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA

HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA HUBUNGAN ANTARA GEOKIMIA MINYAK BUMI DAN BATUAN INDUK DI SUB-CEKUNGAN ARDJUNA TENGAH, CEKUNGAN JAWA BARAT UTARA Yusron Yazid, Dr. Eng. Ir. Agus Didit Haryanto MT., Dr. Ir. Johanes Hutabarat M.Si Fakultas

Lebih terperinci

STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK TUNGKAL, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN BULLETIN OF GEOLOGY Scientific Group of Geology, Faculty of Earth Sciences and Technology Institut Teknologi Bandung (ITB) STUDI GEOKIMIA DAN PEMODELAN KEMATANGAN BATUAN INDUK FORMASI TALANGAKAR PADA BLOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Cekungan Sumatera Selatan merupakan salah satu cekungan di Indonesia yang berada di belakang busur dan terbukti menghasilkan minyak dan gas bumi. Cekungan Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British

BAB I PENDAHULUAN. setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Konsumsi energi dunia selalu mengalami peningkatan dengan laju 1,6 % di setiap tahunnya (International Energy Agency, 2004). Menurut laporan dari British Petroleum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu

BAB I PENDAHULUAN. diantaranya memiliki status plug and abandon, satu sumur menunggu BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil minyak dan gas bumi yang cukup besar, baik dari jumlah minyak dan gas yang telah diproduksi maupun dari perkiraan perhitungan

Lebih terperinci

Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity

Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity B-20 JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 5 No. 2 (2016) 2337-3520 (2301-928X Print) Prediksi Log TOC dan S2 dengan Menggunakan Teknik Log Resistivity Dwi Ayu Karlina, Bagus Jaya Santosa Jurusan Fisika, Fakultas

Lebih terperinci

ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON LAPANGAN X CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Budi Muljana Laboratorium Stratigarfi, FMIPA, Universitas Padjadjaran ABSTRACT South Sumatra Basin belong to back-arc basin that is one

Lebih terperinci

Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah

Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah Potensi Batuan Induk Batu Serpih dan Batu Lempung di Daerah Watukumpul Pemalang Jawa Tengah The Source Rock Potention of Shale And Claystone of Watukumpul Area Pemalang Central Java Sachrul Iswahyudi,

Lebih terperinci

KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR

KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR KARAKTERISASI DAN KORELASI GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK DI BLOK JABUNG, SUB-CEKUNGAN JAMBI, CEKUNGAN SUMATRA SELATAN TUGAS AKHIR Disusun untuk memenuhi syarat menyelesaikan sarjana S1 Program Studi

Lebih terperinci

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA

KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA KORELASI KARAKTER BIOMARKA BATUBARA MEDIUM RANK KALIMANTAN TIMUR DENGAN PRODUK PENCAIRANNYA Latar Belakang SUMBER ENERGI 1. Pendahuluan Kompatibel Kurang Kompatibel Minyak Bumi Gas Alam Batubara Bahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA

UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA UNIVERSITAS DIPONEGORO ANALISIS GEOKIMIA HIDROKARBON DAN ESTIMASI PERHITUNGAN VOLUME HIDROKARBON PADA BATUAN INDUK AKTIF, CEKUNGAN JAWA TIMUR UTARA TUGAS AKHIR SYAHRONIDAVI AL GHIFARI 21100113120019 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA 4.1. Analisa Data Litologi dan Stratigrafi Pada sumur Terbanggi 001, data litologi (Tabel 4.1) dan stratigrafi (Tabel 4.2) yang digunakan untuk melakukan pemodelan diperoleh

Lebih terperinci

PENENTUAN KEMATANGAN MINYAK BUMI (CEUDE OIL) SUMUR MINYAK PETAPAHAN-KAMPAR, RIAU DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER ISOPRENOID

PENENTUAN KEMATANGAN MINYAK BUMI (CEUDE OIL) SUMUR MINYAK PETAPAHAN-KAMPAR, RIAU DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER ISOPRENOID PENENTUAN KEMATANGAN MINYAK BUMI (CEUDE OIL) SUMUR MINYAK PETAPAHAN-KAMPAR, RIAU DENGAN MENGGUNAKAN PARAMETER ISOPRENOID Fazlin 1, Emrizal M. Tamboesai 2, Halida Sophia 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Data seismik dan log sumur merupakan bagian dari data yang diambil di bawah permukaan dan tentunya membawa informasi cukup banyak mengenai kondisi geologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang terbentuk di permukaan bumi dari akumulasi sisa-sisa material organik dan anorganik. Material organik tumbuhan merupakan unsur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan industri baik lokal maupun global yang membutuhkan minyak bumi sebagai sumber energi mengakibatkan semakin tingginya tuntutan dalam meningkatkan kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT

BAB I PENDAHULUAN. Pliosen Awal (Minarwan dkk, 1998). Pada sumur P1 dilakukan pengukuran FMT BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Lapangan R merupakan bagian dari kompleks gas bagian Selatan Natuna yang terbentuk akibat proses inversi yang terjadi pada Miosen Akhir hingga Pliosen Awal

Lebih terperinci

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran

kimia MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran K-13 kimia K e l a s XI MINYAK BUMI Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi dan pembentukan minyak bumi. 2. Memahami fraksi-fraksi

Lebih terperinci

STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI

STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI STUDI KARAKTERISASI MINYAK BUMI BERDASARKAN SIDIKJARI BIOMARKER DI INDONESIA BAGIAN BARAT ANGGI YUSRIANI 0305030077 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN KIMIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Cekungan Salawati adalah salah satu cekungan minyak dan gas bumi Indonesia yang produktif karena sebelumnya telah dilakukan banyak eksplorasi di sana. Berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minyak bumi merupakan senyawa kimia yang sangat kompleks, sebagai gabungan antara senyawa hidrokarbon (unsur karbon dan hidrogen) dan nonhidrokarbon (unsur oksigen,

Lebih terperinci

Karakterisasi Dan Penentuan Kematangan Minyak Mentah (Crude Oil Langgak, Riau

Karakterisasi Dan Penentuan Kematangan Minyak Mentah (Crude Oil Langgak, Riau Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung, 2013 Karakterisasi Dan Penentuan Kematangan Minyak Mentah (Crude Oil Langgak, Riau M.Hatta I 1, Emrizal. M.T 2, S.Anita 3 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karbon organik merupakan unsur yang penting selain hidrogen, oksigen serta nitrogen dan dalam bentuk senyawa merupakan dasar bagi semua kehidupan. Sumber bahan organik pada

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BIOMARKER DAN PENENTUAN KEMATANGAN TERMAL MINYAK MENTAH (CRUDE OIL) DARI SUMUR MINYAK MINAS (OSM-1)

KARAKTERISASI BIOMARKER DAN PENENTUAN KEMATANGAN TERMAL MINYAK MENTAH (CRUDE OIL) DARI SUMUR MINYAK MINAS (OSM-1) KARAKTERISASI BIOMARKER DAN PENENTUAN KEMATANGAN TERMAL MINYAK MENTAH (CRUDE OIL) DARI SUMUR MINYAK MINAS (OSM-1) R. Oktaviani 1, E. M. Tamboesai 2, A. Awaluddin 2 1 Mahasiswa Program Studi S1 Kimia 2

Lebih terperinci

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan 1. Kandungan air bawaan batubara relatif menjadi turun pada setiap penurunan kedalaman dari lapisan bagian atas (roof) menuju lapisan bagian bawah (floor)

Lebih terperinci

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA

KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA KEGIATAN OPERASI DAN PRODUKSI MINYAK DAN GAS BUMI DI PT. MEDCO E&P INDONESIA ( S&C SUMATERA ) FIELD SOKA Diajukan untuk Memenuhi Syarat Permohonan Kuliah Kerja Lapangan O l e h Veto Octavianus ( 03111002051

Lebih terperinci

BAB I. Pasific Indonesia (CPI) dan merupakan lapangan yang belum dikembangkan.

BAB I. Pasific Indonesia (CPI) dan merupakan lapangan yang belum dikembangkan. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Lapangan Sukowati terletak di Kabupaten Tapanuli Selatan, Provinsi Sumatera Utara yang merupakan salah satu lapangan yang menghasilkan minyak bumi. Daerah ini termasuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya

BAB I PENDAHULUAN. Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kegiatan eksplorasi migas untuk mengetahui potensi sumber daya energi di Indonesia terus dilakukan seiring bertambahnya kebutuhan energi yang semakin meningkat. Berbagai

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan

Bab I Pendahuluan. I.1 Maksud dan Tujuan Bab I Pendahuluan I.1 Maksud dan Tujuan Pemboran pertama kali di lapangan RantauBais di lakukan pada tahun 1940, akan tetapi tidak ditemukan potensi hidrokarbon pada sumur RantauBais#1 ini. Pada perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi 1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dewasa ini kebutuhan akan minyak dan gas bumi adalah vital bagi hampir seluruh negara di dunia. Ini terbukti dengan semakin meningkatnya angka konsumsi komoditas

Lebih terperinci

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan.

PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI. A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. PEMISAHAN ZAT WARNA SECARA KROMATORAFI A. Tujuan Memisahkan zat-zat warna yang terdapat pada suatu tumbuhan. B. Pelaksanaan Kegiatan Praktikum Hari : Senin, 13 April 2009 Waktu : 10.20 12.00 Tempat : Laboratorium

Lebih terperinci

STUDI GEOKIMIA HUBUNGAN BATUAN INDUK CINTAMANI DAN JANTUNG DENGAN MINYAK BUMI BLOK OK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN

STUDI GEOKIMIA HUBUNGAN BATUAN INDUK CINTAMANI DAN JANTUNG DENGAN MINYAK BUMI BLOK OK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN STUDI GEOKIMIA HUBUNGAN BATUAN INDUK CINTAMANI DAN JANTUNG DENGAN MINYAK BUMI BLOK OK, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN Muhammad Arief Lagoina 1*, Ildrem Syafri 2, Yoga Andriana S. 3, Bayu Sapta F. 4. 1, 2, 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Lapangan Ibrahim merupakan salah satu lapangan minyak dari PT. Pertamina EP yang berada di Jawa Barat (Gambar 1.1). Lapangan tersebut mulai diproduksi pada

Lebih terperinci

KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF

KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF KEMATANGAN MOLEKULER FRAKSI HIDROKARBON AROMATIK CORE BADAK 1/208 MUARA BADAK, KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR: SUATU TINJAUAN KUALITATIF R. Arizal Firmansyah 1 dan R.Y. Perry Burhan 2 ABSTRAK Kajian

Lebih terperinci

Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP

Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP STUDI POTENSI BATUBARA PADA FORMASI SAJAU SEBAGAI BATUAN INDUK MINYAK DAN GASBUMI DI CEKUNGAN BERAU, KALIMANTAN TIMUR, DENGAN MENGGUNAKAN METODA PIROLISA BATUAN Oleh : Ahmad Helman Hamdani NIP. 195508281982031

Lebih terperinci

Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau

Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau Penggunaan Parameter Geokimia Isoprenoid untuk Menentukan Tingkat Kematangan Minyak Bumi (Crude Oil) Sumur Minyak Langgak Riau Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia FMIPA,Universitas Riau, Pekanbaru,

Lebih terperinci

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI

EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI EKSTRAKSI ASPHALTENE DARI MINYAK BUMI Adharatiwi Dida Siswadi dan Gita Permatasari Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Diponegoro Jln. Prof. Soedarto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058

Lebih terperinci

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi

A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi A. Pembentukan dan Komposisi Minyak Bumi Istilah minyak bumi diterjemahkan dari bahasa latin (petroleum), artinya petrol (batuan) dan oleum (minyak). Nama petroleum diberikan kepada fosil hewan dan tumbuhan

Lebih terperinci

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG

PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN REGRESI MULTILINEAR DENGAN PENDEKATAN DATA WELL LOG ISSN : 2579-5821 (Cetak) ISSN : 2579-5546 (Online) Alamat URL : http://journal.unhas.ac.id/index.php/geocelebes Jurnal Geocelebes Vol. 2 No. 1, April 2018, 1-5 PREDIKSI TOTAL ORGANIC CARBON (TOC) MENGGUNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sejalan dengan kebutuhan energi terutama energi fosil yang semakin meningkat sementara produksi minyak akan semakin berkurang, perusahaanperusahaan minyak

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PARAMETER GEOKIMIA UNTUK MENENTUKAN KEMATANGAN MINYAK BUMI DARI SUMUR PRODUKSI LIRIK, RIAU

PENGGUNAAN PARAMETER GEOKIMIA UNTUK MENENTUKAN KEMATANGAN MINYAK BUMI DARI SUMUR PRODUKSI LIRIK, RIAU PENGGUNAAN PARAMETER GEOKIMIA UNTUK MENENTUKAN KEMATANGAN MINYAK BUMI DARI SUMUR PRODUKSI LIRIK, RIAU APLLIED GEOCHEMISTRY PARAMETERS TO DETERMINE THE MATURITY OF CRUDE OIL FROM OIL PRODUCTION WELLS LIRIK,

Lebih terperinci

GEOKIMIA MINYAK BUMI

GEOKIMIA MINYAK BUMI GEOKIMIA MINYAK BUMI Tugas Mata Kuliah Geokimia Oleh : Dwi Indriyati H1F007005 KEMENTRIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS SAINS DAN TEKNIK JURUSAN TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK

Lebih terperinci

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN

Potensi Panas Bumi Berdasarkan Metoda Geokimia Dan Geofisika Daerah Danau Ranau, Lampung Sumatera Selatan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya energi yang melimpah dan beraneka ragam, diantaranya minyak bumi, gas bumi, batubara, gas alam, geotermal, dll.

Lebih terperinci

KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU

KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU ISSN 2085-0050 KAJIAN KORELASI GENETIKA GEOKIMIA MOLEKULAR MINYAK BUMI CEKUNGAN SUMATRA TENGAH, RIAU Emrizal Mahidin Tamboesai Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Maksud dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan minyak dan gas bumi sebagai sumber daya bahan baku konsumsi kegiatan manusia sehari-hari masih belum dapat tergantikan dengan teknologi maupun sumber daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Lempeng mikro Sunda. Pada awalnya Cekungan Asri merupakan satu bagian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Lempeng mikro Sunda. Pada awalnya Cekungan Asri merupakan satu bagian BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Geologi Regional Cekungan Asri Berdasarkan tinjauan geologi regional, Cekungan Asri terletak di bagian ujung tenggara dari Lempeng Eurasia dan secara lebih spesifik merupakan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil

BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Katalis CaO Terhadap Kuantitas Bio Oil Kuantitas bio oil ini menunjukkan bahwa banyaknya dari massa bio oil, massa arang dan massa gas yang dihasilkan dari proses pirolisis

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK BATUAN INDUK HIDROKARBON DAN HUBUNGANNYA DENGAN REMBESAN MINYAK DI LAPANGAN MINYAK CIPLUK, KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH

KARAKTERISTIK BATUAN INDUK HIDROKARBON DAN HUBUNGANNYA DENGAN REMBESAN MINYAK DI LAPANGAN MINYAK CIPLUK, KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH KARAKTERISTIK BATUAN INDUK HIDROKARBON DAN HUBUNGANNYA DENGAN REMBESAN MINYAK DI LAPANGAN MINYAK CIPLUK, KABUPATEN KENDAL, PROVINSI JAWA TENGAH THE CHARACTERISTIC OF HYDROCARBON SOURCE ROCK AND ITS RELATIONSHIP

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Asam Lemak a. Asam lemak saturasi Identifikasi asam lemak dilakukan berdasarkan hasil kromatogram senyawa asam lemak yang telah direkam selama 5 menit. Karakteristik asam lemak

Lebih terperinci

Potensi Batuan Induk Hidrokarbon Serpih Gumai Di Talang Padang, Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung

Potensi Batuan Induk Hidrokarbon Serpih Gumai Di Talang Padang, Kabupaten Tanggamus Propinsi Lampung Potensi Batuan Induk Hidrokarbon Serpih Gumai Listriyanto 1 Sugeng Widada 2, Basuki Rahmad 3, Salatun Said 4, Hendaryono 5 1 Staf Pengajar Prodi Teknik Perminyakan, Fakultas Teknik, Universitas Proklamasi

Lebih terperinci

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography)

Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi Gas-Cair (Gas-Liquid Chromatography) Kromatografi DEFINISI Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran didasarkan atas perbedaan distribusi dari komponen-komponen campuran tersebut diantara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurunnya angka produksi minyak dan gas bumi dewasa ini memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi kehidupan masyarakat. Kebutuhan akan sumber daya minyak dan gas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi di Indonesia secara umum meningkat pesat sejalan dengan pertumbuhan penduduk, pertumbuhan perekonomian maupun perkembangan teknologi. Pemakaian energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

SPEKTROMETRI MASSA INTERPRETASI SPEKTRA DAN APLIKASI. Interpretasi spektra dan aplikasi

SPEKTROMETRI MASSA INTERPRETASI SPEKTRA DAN APLIKASI. Interpretasi spektra dan aplikasi SPEKTROMETRI MASSA INTERPRETASI SPEKTRA DAN APLIKASI Interpretasi spektra dan aplikasi 1. Interpretasi spektra massa: penentuan struktur untuk senyawa sederhana 2. Interpretasi spektra massa: beberapa

Lebih terperinci

GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM:

GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM: GENESIS DAN KARAKTERISASI GEOKIMIA DI LAPANGAN SUBAN, CEKUNGAN SUMATERA SELATAN TESIS MAGISTER OLEH MOHAMMAD KUSUMA UTAMA NIM: 22006022 BIDANG KHUSUS MIGAS PROGRAM STUDI MAGISTER GEOLOGI PROGRAM PASCA

Lebih terperinci

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS

SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS SEMINAR TUGAS AKHIR KAJIAN PEMAKAIAN SAMPAH ORGANIK RUMAH TANGGA UNTUK MASYARAKAT BERPENGHASILAN RENDAH SEBAGAI BAHAN BAKU PEMBUATAN BIOGAS Oleh : Selly Meidiansari 3308.100.076 Dosen Pembimbing : Ir.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Distribusi Temperatur Pirolisis Terhadap Waktu Pirolisis dilakukan dengan variasi tiga temperatur yaitu 400 C, 450 C, dan 500 C pada variasi campuran batubara dan plastik

Lebih terperinci

Qi Adlan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

Qi Adlan Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran GENESIS DAN KORELASI HIDROKARBON MENGGUNAKAN ANALISIS GEOKIMIA BATUAN INDUK DAN MINYAK BUMI, DI LAPANGAN LEPAS PANTAI BARAT MADURA, CEKUNGAN LAUT JAWA TIMUR UTARA NORTHEAST JAVA SEA BASIN SOURCEROCK AND

Lebih terperinci

Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang. tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya

Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang. tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya BAB PENDAHULUAN Minyak dan gas bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui. Kebutuhan minyak bumi tidak hanya sebagai sumber energi saja, tetapi juga sebagai bahan baku plastik, pupuk, pestisida

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK

KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK KARAKTERISTIK CONTO BATUAN SERPIH MINYAK FORMASI SANGKAREWANG, DI DAERAH SAWAHLUNTO - SUMATERA BARAT, BERDASARKAN GEOKIMIA ORGANIK Oleh: Robet Lumban Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jln. Soekarno - Hatta

Lebih terperinci