IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IV. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kondisi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 92 hari dengan pengambilan sampel sebanyak 13 kali untuk penelitian akumulasi Cs-134 dalam tubuh ikan lele dan 5 kali untuk penelitian eliminasi Cs-134 dari tubuh ikan lele. Media pemeliharaan ikan lele yang digunakan adalah air kran yang bersumber dari sumber artesis di kawasan PTNBR BATAN yang dikontaminasi Cs-134 dengan konsentrasi awal sebesar 9,95 Bq/mL. Volume air kolam penelitian dikontrol agar selalu tetap 500 L dengan cara menambahkan air baru apabila air terlihat berkurang. Pada penelitian ini, penambahan Cs-134 hanya dilakukan satu kali pada awal penelitian sesuai dengan skenario kecelakaan nuklir yang melepaskan produk fisinya ke dalam lingkungan pada satu waktu saja yaitu pada saat terjadinya ledakan nuklir. Penelitian dilakukan di Green House Pusat Teknologi Nuklir Bahan dan Radiometri, BATAN di Jl. Tamansari 71 Bandung, Indonesia dari tanggal 25 Mei 2007 sampai 24 Agustus Selama penelitian, dalam 2 kali sehari dilakukan pengukuran kelembaban ruang, suhu ruang, ph air kolam dan suhu air kolam. Dari pengukuran yang dilakukan, kelembaban ruang berkisar antara 52%-100%, suhu o o ruang berkisar antara 20 C-40 C. Untuk kolam perlakuan, ph air berkisar antara 6-7 o dan suhu air berkisar antara 20 C-33 C, sedangkan untuk kolam kontrol ph air berkisar antara 6-7 dan suhu air berkisar antara 19 C-29 C. o o o Data suhu dan kelembaban selama penelitian disajikan dalam Lampiran B. Tujuan dilakukan pengukuran kelembaban ruang, suhu ruang, ph air kolam dan suhu air kolam adalah untuk menjaga agar kondisi air kolam sesuai dengan persyaratan hidup ikan lele yaitu ikan lele dapat hidup pada suhu 20 o C dengan suhu optimal antara 25 o C- 28 o C dan ph 6,5 9 (Prihatman, 2000). Dari pengukuran parameter-parameter tersebut dapat disimpulkan bahwa pada kolam perlakuan dan kolam kontrol, ph dan suhu air memenuhi persyaratan untuk hidup ikan lele. IV-1

2 Tujuan dilakukan pengukuran kelembaban dan suhu ruang adalah untuk mengetahui kondisi suhu air kolam. Hal ini disebabkan atap green house terbuat dari bahan fiber yang membutuhkan waktu cukup lama untuk melepas dan menyerap panas, sehingga suhu ruang akan mempengaruhi suhu air kolam. Pengukuran suhu ruang dan suhu kedua air kolam dilakukan 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan suhu yang cukup signifikan pada malam hari dan siang hari. Sifat air lebih lambat dalam menyerap dan melepas panas daripada daratan. Oleh karena itu, efek suhu ruang terhadap suhu air kolam pada malam hari dapat dilihat pada pagi hari dan efek suhu pada siang hari dapat dilihat pada sore hari. Pengaruh yang diberikan suhu ruang terhadap suhu air kolam dapat dilihat pada Grafik IV.1.dan Grafik IV Suhu (Celcius) Suhu ruang Suhu air kolam perlakuan Suhu air kolam kontrol Waktu (Hari ke-) Gambar IV.1 Suhu ruang, suhu air kolam perlakuan dan air kolam kontrol pada pagi hari Suhu (Celcius) Suhu ruang 10 Suhu air kolam perlakuan 5 Suhu air kolam kontrol Waktu (Hari ke-) Gambar IV.2 Suhu ruang, suhu air perlakuan dan air kolam kontrol pada sore hari IV-2

3 Pada pagi hari suhu ruang berkisar antara 20 o C-35 o C, sementara pada kolam perlakuan berkisar antara 20 o C-33 o C dan 19 o C-27 o C pada kolam kontrol. Sedangkan pada sore hari, suhu ruang berkisar antara 21 o C-40 o C, sementara pada kolam perlakuan berkisar antara 20 o C-32 o C dan 21,5 o C-29 o C. Dengan mengamati Gambar IV.1 dan IV.2 dapat dilihat suatu kecenderungan bahwa suhu air kolam perlakuan dan kolam kontrol dipengaruhi oleh suhu ruang. Adapun perbedaan rentang suhu antara kolam perlakuan dengan kolam kontrol disebabkan kolam perlakuan terletak di dekat jendela yang langsung terkena sinar matahari sedangkan kolam kontrol terletak di tempat yang lebih teduh. Fluktuasi suhu ruang maupun suhu air kolam dapat mempengaruhi laju reaksi kimia dalam air kolam maupun senyawa dalam tubuh ikan. Semakin tinggi suhu, maka laju reaksi berjalan semakin cepat. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa tingkat peningkatan suhu mengakibatkan peningkatan viskositas, reaksi kimia, evaporasi, volatilasi dan penurunan kelarutan gas dalam air (Hasunia, 2007). Peningkatan suhu meningkatkan dekomposisi bahan organik oleh mikroba, sehingga pada penelitian ini air kolam lebih cepat kotor. Bioakumulasi Cs-137 pada ikan meningkat dengan peningkatan suhu (Topcuoglu, 2000). Karena sifat kimia Cs-134 sama dengan Cs-137, maka pengaruh suhu diperkirakan juga berlaku terhadap Cs-134. Menurut literatur, suhu air akan mempengaruhi laju pertumbuhan, laju metabolisme ikan dan nafsu makan ikan serta kelarutan oksigen dalam air (Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, 2003). Dari literatur tersebut, maka pemberian pakan dilakukan pada pagi dan sore hari. Pada Lampiran B dapat diamati bahwa ph air berkisar antara 6-7. Perubahan ph yang terjadi pada kedua air kolam dipengaruhi oleh terjadinya deposisi zat organik yang berasal dari kotoran ikan dan sisa makanan ikan (pellet). Hal ini terjadi karena kolam tidak dilengkapi dengan filter untuk menyaring kotoran dan sisa makanan ikan. Filter tidak diperlukan pada penelitian ini karena ikan lele dapat hidup di perairan yang agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O 2 (Prihatman, 2000). Selain itu, perubahan ph juga IV-3

4 dipengaruhi proses respirasi hewan dan tumbuhan serta fotosintesis tumbuhan. Faktor lain yang mempengaruhi ph adalah nitrifikasi yang memiliki kecenderungan untuk meningkatkan keasaman air (Fauzana, 2007). Peningkatan ph dapat meningkatkan alkalinitas dan penurunan CO 2 bebas yang bersifat asam. ph juga mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia. Hal ini diperkuat dengan adanya fakta bahwa pada ph rendah terdapat lebih banyak cesium dalam fasa terlarut dibandingkan dengan pada ph tinggi (Hakanson et al., 1998). Selain itu, kondisi ph yang terlalu rendah bisa menyebabkan kematian ikan (Rahmawati, 2006). Oleh karena itu, pengontrolan ph sangat perlu dilakukan pada penelitian ini. Kondisi air kolam kontrol tanggal 5 Juli 2007 pada saat penelitian ditunjukkan pada Tabel IV.1 dengan mengacu pada Standar Methods For The Examination of Water and Wastewater 20 th Edition 1998 (SMEWW) dan baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah No.82 tahun 2001 kelas 3 sesuai dengan peruntukannya untuk pembudidayaan ikan air tawar. Pada penelitian ini tidak dilakukan pemeriksaan air dari kolam perlakuan disebabkan air tersebut mengandung bahan radioaktif yang tidak diperbolehkan dibawa keluar area penelitian. Oleh karena perlakuan kedua kolam sama, maka pemeriksaan air pada kolam kontrol dianggap cukup mempresentasikan kondisi air kolam perlakuan selama peneliti Tabel IV.1. Karakteristik air kolam kontrol pada saat penelitian tanggal 5 juli 2007 (Lab. Air TL, FTSL ITB) No. Parameter Analisis Satuan Methoda analisis Kadar maksimum Hasil Analisis 1 Zat padat tersuspensi mg/l SMEWW-2540-D Oksigen terlarut (DO) mg/l SMEWW-4500-O 3 3,9 3 BOD mg/l SMEWW-5220-B COD mg/l SMEWW-5210-B ,44 5 Kalium (K) mg/l SMEWW-3500-K-B - 116,57 6 Ammonium (NH 4 ) mg/l SMEWW 4500-NH 4-0,403 Kandungan zat padat tersuspensi melebihi batas baku mutu yaitu sebesar 1421 mg/l. Kandungan zat padat tersuspensi memiliki dampak langsung yang berbahaya IV-4

5 terhadap kehidupan dalam air dan bisa juga mengakibatkan kerusakan ekologis yang signifikan melalui beberapa mekanisme berikut ini (Walhi, 2006): Abrasi langsung terhadap insang binatang air atau jaringan tipis dari tumbuhan air Penyumbatan insang ikan atau selaput pernapasan lainnya. Menghambat tumbuhnya/smothering telur atau kurangnya asupan oksigen karena terlapisi oleh padatan. Gangguan terhadap proses makan, termasuk proses mencari mangsa dan menyeleksi makanan. Gangguan terhadap proses fotosintesis oleh ganggang atau rumput air karena padatan menghalangi sinar yang masuk. Perubahan integritas habitat akibat perubahan ukuran partikel. Kandungan oksigen terlarut sebesar 2 mg/l sudah cukup mendukung kehidupan organisme perairan secara normal (Akrimi, 2002). Untuk persyaratan hidup ikan lele, O 2 optimal yang dibutuhkan pada interval yang cukup lebar yaitu 0,3 mg/l sampai jenuh (Prihatman, 2000). Hasil uji laboratorium Air TL, FTSL ITB menunjukkan bahwa kandungan oksigen terlarut sebesar 3,9 mg/l. Hasil ini memenuhi persyaratan hidup ikan lele yaitu 0,3 mg/l sampai jenuh. Namun, tidak diketahui apakah terjadi fluktuasi oksigen terlarut selama penelitian berlangsung. Oksigen terlarut dipengaruhi antara lain oleh penyerapan oksigen oleh ikan dan tumbuhan (lumut) dalam proses respirasi, tingkat penguraian zat organik oleh mikroorganisme dan oksigen yang masuk ke dalam air yang berasal dari udara bebas, proses fotosintesis, serta suplai udara dari aerator. Menurut literatur, pada suhu tinggi, kelarutan oksigen terlarut berkurang (Sawyer, 1994). Oksigen terlarut (DO) merupakan kebutuhan vital bagi kelangsungan hidup organisme suatu perairan. Oksigen terlarut dimanfaatkan oleh organisme perairan melalui respirasi untuk pertumbuhan, reproduksi, dan kesuburan. Menurunnya kadar oksigen terlarut dapat mengurangi efisiensi pengambilan oksigen oleh biota air, sehingga dapat menurunkan kemampuan untuk hidup normal dalam lingkungan hidupnya. IV-5

6 Nilai BOD hasil analisis berada jauh di atas baku mutu yaitu 230 mg/l. Nilai BOD yang tinggi menunjukkan tingginya kebutuhan oksigen terlarut untuk mengoksidasi kandungan materi organik di dalam air. Semakin tinggi nilai BOD suatu badan air maka kebutuhan oksigen terlarut semakin besar bahkan mengambil oksigen yang seharusnya dimanfaatkan oleh makluk hidup air. Tingginya nilai BOD menunjukkan rendahnya kualitas perairan dalam mendukung kehidupan lingkungannya. Nilai COD pada saat penelitian (5 Juni 2007) sebesar 945,44 mg/l melebihi baku mutu yaitu 50 mg/l. Nilai COD yang tinggi menunjukkan tingginya kebutuhan oksigen terlarut untuk mengoksidasi material anorganik dalam air. Semakin tinggi nilai COD suatu badan air maka kebutuhan oksigen terlarut semakin besar bahkan mengambil oksigen yang seharusnya dimanfaatkan oleh makluk hidup air. Tingginya nilai COD juga menunjukkan rendahnya kualitas perairan dalam mendukung kehidupan lingkungannya (Prihatman, 2000). Kandungan kalium hasil analisis air kolam sebesar 116,57 mg/l. Kalium dan senyawa Cs-134 mengalami persaingan penyerapan di dalam tubuh ikan. Sementara itu, ikan lebih cenderung untuk menyerap kalium apabila terkandung kalium yang cukup di dalam air. Hal ini disebabkan senyawa Cs-134 tergabung dan terakumulasi di dalam sel-sel ikan melalui mekanisme yang sama dengan kalium. Persyaratan hidup ikan lele membutuhkan kandungan ammonia antara 147,29mg/l-157,56 mg/l (Prihatman, 2000). Hasil uji laboratorium air TL, FTSL ITB menunjukkan kandungan ammonia sebesar 0,403 mg/l. Di perairan alami, ammonia akan di ubah menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas dan kemudian diubah menjadi nitrat oleh Nitrobacters. Nitrat jauh lebih tidak berbahaya dibandingkan nitrit dan ammonia. Di dalam air, ammonia berada dalam kesetimbangan: NH 3 H NH 4 Ammonia bebas (NH 3 ) bersifat toksik, sedangkan ion ammonium tidak bersifat toksik. Hubungan antara kedua unsur ini tergantung kepada ph. Pada air dengan ph di bawah 8 dengan konsentrasi ammonia-nitrogen (NH 3 + NH + 4 ) kurang IV-6

7 dari 1 mg/l, konsentrasi ammonia bebas masih berada masih di bawah batas maksimum 0,02 mg/l (Sawyer, 1994). Kandungan ammonia yang ditemukan dalam air kolam, kemungkinan berasal dari sisa kotoran ikan ataupun organisme lainnya. Ammonia yang berasal dari proses ekskresi berupa urea yang 1000 kali lebih toksik daripada ammonia murni. Tetapi, meskipun urea bersifat toksik, nilainya masih dapat ditoleransi sampai pada batas baku mutu air sesuai peruntukannya. Untuk air golongan kelas 3, tidak terdapat baku mutu ammonia, sehingga dapat disimpulkan bahwa ammonia tidak memberikan pengaruh signifikan pada kehidupan terutama ikan lele. Secara keseluruhan, nilai parameter air yang diukur berada di atas nilai normal untuk hidup ikan lele. Tetapi dalam penelitian ini, kehidupan ikan lele tidak terganggu terbukti dari rendahnya tingkat kematian dan ikan dapat bereproduksi. Pada penelitian ini digunakan air sumur yang bersumber dari sumber artesis di area BATAN dengan kedalaman ± 50 meter di atas permukaan laut. Pada penelitian sebelumnya dengan menggunakan ikan mas dan mujaer, digunakan air kolam alami tetapi ternyata berakibat menumbuhkan lumut yang tidak cukup mendukung kehidupan ikan mas dan mujaer. Oleh karena itu, pada penelitian ini digunakan air sumur yang lebih aman karena tidak terdapat kandungan kaporit di dalamnya. Kolam yang digunakan berupa bak berukuran panjang =1,75 m, lebar =1m, tinggi =0,5 m. Menurut General Protocol for Transfer Parameter Measurement, volume air minimal untuk penelitian ikan di laboratorium adalah 500 L dengan kepadatan individu maksimal 55 ekor. Ikan lele dapat hidup dalam perairan agak tenang dan kedalamannya cukup, sekalipun kondisi airnya jelek, keruh, kotor dan miskin zat O 2 (Prihatman, 2000). Dari literatur tersebut perlakuan pada kedua kolam adalah kolam dipasang pompa dengan tujuan supaya air mengalami sirkulasi (menimbulkan aliran yang agak tenang). Selain untuk sirkulasi, pompa juga menimbulkan terjunan air dengan ketinggian ±10 cm yang berfungsi untuk aerasi. Oleh karena, ikan lele merupakan ikan yang hidup di dasar perairan, maka untuk persediaan udara digunakan 2 buah aerator. Fungsi aerator dan terjunan air adalah menyuplai udara ke dalam air kolam, dan sekaligus menguapkan atau mendorong IV-7

8 hasil sisa-sisa pembakaran ke luar dari kolam. Pada logam-logam tertentu seperti besi yang larut dalam perairan, aerasi dapat mengoksidasi besi terlarut menjadi endapan besi yang sifatnya jauh lebih aman daripada besi terlarut. Selain itu, aerator dapat menghilangkan busa atau schum yang terdapat di atas permukaan kolam yang berasal dari sisa makanan ikan (pellet), sehingga kontak air dengan udara bebas semakin luas. Fungsi lain aerator adalah sebagai mixer atau pengaduk partikel-partikel baik yang terlarut, tersuspensi dan koloid dalam air kolam, sehingga kandungan zat dalam air kolam terkonsentrasi merata. Pada penelitian ini digunakan dua kolam yaitu kolam kontrol dan kolam perlakuan dengan tujuan untuk mengontrol pertumbuhan ikan. Indikator pertumbuhan ikan yang diamati pada penelitian ini adalah pertambahan berat ikan. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi perbedaan pertumbuhan yang signifikan antara ikan yang diberi unsur radioaktif dengan ikan yang hidup normal pada kolam kontrol. Ikan lele dapat hidup pada air yang berkualitas jelek, keruh, kotor dan miskin O 2. Oleh karena itu, selama penelitian ini kolam tidak pernah dikuras. Pada kolam perlakuan tidak mungkin dilakukan pengurasan karena air kolam mengandung unsur radioaktif. Untuk menjaga supaya volume air tetap 500 liter, maka setiap kali air terlihat berkurang selalu dilakukan penambahan air. Air yang berkurang tersebut disebabkan oleh proses penguapan. Meskipun air dalam kolam berkurang tetapi jumlah Cs-134 dalam air kolam adalah tetap karena Cs-134 menguap pada suhu 678,4 o C, akan tetapi konsentrasinya semakin pekat. Oleh karena itu, meskipun dilakukan penambahan air, aktivitas Cs-134 dalam air adalah tetap dengan mengabaikan terjadinya peluruhan alami dan penyerapan Cs-134 oleh ikan dan zat-zat renik lainnya. Ikan lele dapat hidup pada suhu 20 o C tetapi tumbuh secara optimal pada suhu 25 o C-28 o C. Untuk menjaga suhu minimal 20 o C pada malam hari, maka digunakan lampu TL 1 x TLD 18 Watt, 220 Volt 50 Hz. Selain itu, ikan lele hidup dengan baik di daerah dataran rendah sampai daerah yang tingginya maksimal 700 m di atas permukaan laut (Prihatman, 2000). Green house PTNBR BATAN terletak pada IV-8

9 ketinggian ±700 meter di atas permukaan laut (AMDAL Peningkatan Daya Dari 1 MW menjadi 2 MW dan Pengoperasian Reaktor Triga Mar. Pusat Penelitian dan Pengelolaan Teknik Nuklir, 2000). Dapat disimpulkan bahwa lokasi pemeliharaan ikan lele untuk penelitian ini memenuhi persyaratan hidup ikan lele. Pakan ikan lele berupa makanan pellet apung dengan komposisi bahan (% berat): tepung ikan=27, bungkil kacang kedele=20, tepung terigu=10,5, bungkil kacang tanah=18, tepung kacang hijau=9, tepung darah=5, dedak=9, vitamin=1, mineral=0,5. Kandungan gizi pakan lele ditampilkan pada Tabel IV.2 Tabel IV.2 Kandungan nutrisi dalam pellet Kandungan Gizi Jumlah (%) Protein 30 Lemak 4 Serat 6 Kadar air 12 Sumber: Kemasan pellet ikan Dalam komposisi bahan pellet terdapat unsur kalium. Hal ini dapat menghambat terserapnya Cs-134 ke dalam tubuh ikan lele karena senyawa Cs-134 tergabung dan terakumulasi di dalam sel-sel ikan melalui mekanisme yang sama dengan kalium. Ikan lebih cenderung untuk menyerap kalium apabila terkandung kalium yang cukup di dalam air untuk pembentukan otot dan melakukan gerakan. Pada masa akhir adaptasi, sebelum ikan dimasukkan ke kolam perlakuan, ikan direndam dalam air yang diberi antiseptik Amoxcilyn sebanyak 2,5 gram per 200 liter air. Hal ini dilakukan supaya ikan tidak terserang virus atau bakteri selama masa penelitian. Penambahan kapur sebesar 50 gram per 500 liter air dilakukan ketika ph air menurun di bawah 7. Kapur yang digunakan berupa kapur serbuk yang kemudian diencerkan dengan air. Selain untuk menaikkan ph, kapur juga berfungsi sebagai adsorber yaitu menyerap partikel-partikel kecil dalam air sehingga air kolam tidak terlalu keruh. Semakin kecil luas permukaan kapur, maka daya adsorbsinya semakin IV-9

10 besar. Selain itu, pemberian kapur dengan dosis tertentu juga dapat memberantas hama. Pada penelitian ini digunakan ikan, karena menurut literatur untuk menaksir efek toksikologis dari beberapa polutan kimia dalam lingkungan dapat diuji dengan menggunakan species yang mewakili lingkungan yang ada di perairan tersebut. Specis yang diuji harus dipilih atas dasar kesamaan biokemia dan fisiologi dari species dimana hasil percobaan digunakan (Price, 1979). Kriteria organisme yang cocok unutk digunakan sebagai uji hayati tergantung dari beberapa faktor : 1. Organisme harus sensitif terhadap material beracun dan perubahan lingkungan 2. Penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak 3. Mempunyai arti ekonomi, rekreasi dan kepentingan ekologi baik secara daerah maupun nasional. 4. Mudah dipelihara dalam laboratorium 5. Mempunyai kondisi yang baik, bebas dari penyakit dan parasit 6. Sesuai untuk kepentingan uji hayati. Ikan dapat menunjukkan reaksi terhadap perubahan fisik air maupun terhadap adanya senyawa pencemar yang terlarut dalam batas konsentrasi tertentu. Reaksi ini dapat ditunjukkan dalam percobaan di laboratorim, di mana terjadi perubahan aktivitas pernafasan yang besarnya perubahan diukur atas dasar irama membuka dan menutupnya rongga Buccal dan ofer kulum (Mark, 1981). Berdasarkan persyaratan uji hayati, maka ikan lele dapat digunakan sebagai hewan uji hayati karena penyebarannya luas dan mudah didapat dalam jumlah yang banyak, mempunyai arti ekonomi tinggi (dapat dikonsumsi manusia), dan mudah dipelihara dalam laboratorium Latar belakang utama digunakan ikan lele pada penelitian ini adalah untuk mengetahui dosis Cs-134 yang akan diterima manusia yang mengkonsumsi ikan lele. Menurut BPS Kota Bandung, tingkat konsumsi ikan lele adalah 0,004 kg/orang/bulan (BPS, 1999) dan berdasarkan perkiraan akan terus meningkat sebanding dengan peningkatan produksi ikan lele saat ini. Selain itu, Cs-134 dalam air berupa kation yang cenderung berikatan dengan tanah atau pasir yang bersifat anion untuk IV-10

11 membentuk endapan di dasar perairan, maka digunakan ikan lele yang habitatnya di dasar perairan. Pada penelitian ini, pada kolam perlakuan tidak ditambahkan pasir maupun tanah supaya konsentrasi Cs-134 merata. Air diupayakan mengalami sirkulasi, sehingga konsentrasi Cs-134 diharapkan merata. Meskipun tidak terdapat pasir maupun tanah, pada dasar kolam tetap ditemukan endapan yang berasal dari dekomposisi sisa makanan dan kotoran ikan. Pada hari ke-35 sampai ke-67 penelitian dilakukan pengambilan sampel air sebanyak 100 ml secara duplo yaitu pada dasar kolam perlakuan dan pada permukaan kolam yang terletak di tengah kolam. Aktivitas Cs-134 pada permukaan kolam, dasar kolam dan air dasar kolam setelah difiltrasi disajikan pada Tabel IV.3 Pada Tabel 1V.3 dan Gambar IV.3 dapat diamati bahwa pada hari ke-35 dan ke-40 penelitian, aktivitas Cs-134 pada dasar kolam lebih rendah daripada air di permukaan kolam. Tetapi, keduanya memiliki selisih 6,21% dari air pada permukaan kolam untuk hari ke-35 dan 8,18% dari air pada permukaan kolam untuk hari ke-40. Hal ini disebabkan, air kolam mengalami sirkulasi secara terus menerus dengan menggunakan pompa. Pada hari ke-45, aktivitas Cs-134 pada dasar kolam lebih tinggi daripada aktivitas Cs-134 pada permukaan kolam. Hal ini disebabkan pada air dasar terdiri dari 58,48% endapan yang memiliki daya ikat Cs-134 lebih tinggi daripada pada air dengan zat padat terlarut sangat kecil. Pada penelitian hari ke-35 sampai ke-45, kecenderungan aktivitas Cs-134 pada air di permukaan kolam dengan air di dasar perairan adalah sama. Tetapi pada hari ke-50, aktivitas Cs-134 pada air di permukaan kolam dengan air di dasar perairan mengalami ketidakstabilan. Hal ini disebabkan tidak adanya sirkulasi air pada kolam karena sambungan pipa pada pompa pecah. Untuk meratakan konsentrasi Cs-134 dalam kolam perlakuan, maka hanya digunakan aerator. Pada hari ke-55 sampai ke-67 pengamatan, aktivitas Cs-134 baik di dasar kolam maupun di permukaan kolam relatif stabil. IV-11

12 Tabel IV.3 Aktivitas Cs-134 pada permukaan kolam, dasar perairan dan air dasar setelah filtrasi Waktu (hari ke-) Air pada permukaan kolam Aktivitas (Bq) Selisih (%) Air pada dasar Air permukaan kolam dengan air dasar Air dasar kolam setelah difiltrasi Air dasar sebelum dan sesudah difiltrasi ,55 384,11 226,57 6,21 41, ,89 264,34 201,21 8,18 23, ,07 543,29 225,59-84,12 58, ,69 736,05 547,26-20,53 25, , ,31 523,09-82,28 53, , ,96 504,69-59,84 50, , ,67 506,64-42,36 49,67 Pada Tabel IV.3 dan Gambar IV.4 dapat diamati bahwa pada hari ke-35 dan ke-45 penelitian, selisih aktivitas air dasar sebelum dan sesudah difiltrasi adalah terbesar yaitu 41,02% dan 58,48% dari air dasar kolam sebelum difiltrasi. Hal ini berarti aktivitas air dasar kolam sebelum difiltrasi lebih tinggi daripada air dasar setelah difiltrasi karena dalam air dasar sebelum difiltrasi terkandung endapan yang cenderung mengikat Cs-134. Banyaknya endapan pada sampel air dasar kolam disebabkan terjadinya proses dekomposisi makanan dan kotoran ikan oleh mikroorganisme. Dekomposisi makanan dan kotoran ikan ini dipercepat dengan suhu tinggi. Akibat lain dari dekomposisi makanan dan kotoran ikan adalah ph air kemungkinan mengalami penurunan. Ikan lele yang digunakan pada penelitian ini adalah ikan lele dewasa dengan berat awal setelah masa adaptasi ± gram. Pada penelitian ini digunakan ikan lele dengan berat ± gram dengan tujuan untuk mengkaji dosis Cs-134 yang akan diterima manusia jika mengkonsumsi ikan lele. Menurut literatur, ikan lele ukuran konsumsi yang dikehendaki oleh masyarakat adalah 100 gram sampai 200 gram per ekor. Namun demikian seringkali ikan lele berukuran 50 gram sudah dijual sebagai ikan konsumsi (Suyanto, 1986). IV-12

13 1200 Aktivitas Cs-134 (Bq) Air permukaan Air dasar Waktu (hari ke-) Gambar IV.3 Aktivitas Cs-134 pada sampel air di permukaan kolam dan di dasar kolam 1200 Aktivitas Cs-134 (Bq) Air dasar sebelum filtrasi Air dasar setelah filtrasi Waktu (hari ke-) Gambar IV.4 Aktivitas Cs-134 pada sampel air dasar kolam sebelum dan sesudah filtrasi IV.2 Pertumbuhan Ikan Data pertambahan berat rata-rata ikan utuh untuk ikan yang hidup di air kolam perlakuan dan ikan yang hidup di air kolam kontrol dapat dilihat dalam Tabel IV.4. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan atas ikan yang hidup di IV-13

14 air kolam perlakuan jika dibandingkan dengan ikan yang hidup di air kolam kontrol, maka dilakukan uji T atas pertambahan berat rata-rata ikan utuh. Data berat ikan utuh dan berat ikan setelah dipreparasi setiap sampling tertera dalam Lampiran E. Tabel IV.4 Data pertambahan berat utuh ikan selama penelitian akumulasi. Waktu (hari ke-) Perlakuan Kontrol Berat Pertambahan % Berat Pertambahan rata-rata berat rata-rata pertambahan rata-rata berat rata-rata 5 88, , ,33 0 8, , ,67 8,33 6,45 136,67 6,67-36, ,33 6,67-19, ,67 3, ,67-16,67 3,70 103,33 3,33-10, ,33 3,70 93, , ,33-1,67-1, ,67 16, ,67 19,69 131,67 21,67 3, ,33 116, ,33-21,67-22,03 121, , ,33 15,71 116,67 21,67-21, ,5 3,33 2, ,5-21, ,5 73, ,5 % pertambahan Uji T dilakukan dengan menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau tingkat signifikansi 5%. Uji T dua sampel dilakukan dalam dua tahapan. Tahapan yang pertama adalah menguji apakah variasi dari dua perlakuan bisa dianggap sama. Hipotesis untuk pengujian varians adalah: H 0 H 1 = Varians pertambahan berat rata-rata ikan utuh antara perlakuan dan kontrol adalah sama. = Varians pertambahan berat rata-rata ikan utuh antara perlakuan dan kontrol adalah berbeda. Kedua adalah pengujian untuk melihat apakah ada perbedaan yang signifikan antara pertambahan berat rata-rata ikan utuh perlakuan dan berat ikan kontrol. Hipotesis untuk pengujian beda rata-rata adalah sebagai berikut: H 0 H 1 = Pertambahan berat rata-rata ikan utuh antara perlakuan dan kontrol adalah sama. r = Pertambahan berat rata-rata ikan utuh antara perlakuan dan kontrol adalah IV-14

15 e sama. Dasar pengambilan keputusan untuk kedua tahap pengujian di atas adalah sebagai berikut: o Jika probabilitas > 0,05, berarti H 0 diterima. o Jika probabilitas < 0,05, berarti H 0 ditolak. Hasil uji T untuk pertambahan berat rata-rata ikan utuh ditampilkan pada Tabel IV.5a dan IV.5b. Pada tahap pertama terlihat bahwa F hitung untuk pertambahan berat rata-rata ikan utuh dengan mengasumsikan kedua varians sama adalah 5,926 dengan probabilitas 0,561. Oleh karena probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima atau kedua varians sama, maka pada tahap selanjutnya digunakan asumsi varians sama. Tabel IV.5a. Uji T untuk asumsi varians sama Between Groups Sum of Squares df Mean Square F Sig Within Groups Total Pada tahap kedua, dengan asumsi varians sama terlihat bahwa T hitung adalah 3,603 dengan probabilitas 0,0742. Oleh karena probabilitas > 0,05 maka H 0 diterima atau pertambahan berat rata-rata ikan utuh perlakuan dan kontrol adalah sama. Tabel IV.5b Uji T untuk asumsi pertambahan berat rata-rata ikan utuh perlakuan dan kontrol sama Test Value = 0 95% Confidence Interval of the Difference t df Sig. (2-tailed) Mean Difference Lower Upper observasi IV-15

16 Grafik pertambahan berat rata-rata ikan utuh pada kolam perlakuan dan kolam kontrol dapat dilihat pada Gambar IV.5 dan Gambar IV.6. Dari Gambar IV.5 dan Gambar IV.6 dapat diamati bahwa pertambahan berat rata-rata ikan utuh mengalami fluktuasi. Hal ini disebabkan, individu yang ada sangat beragam, meskipun merupakan spesies yang sama. Selain itu, semakin bertambahnya waktu, pertumbuhan akan semakin kecil, tetapi pertambahan berat tetap dapat terjadi meskipun kecil. Pada ikan dewasa, regenerasi sel tubuh digunakan untuk mengganti sel-sel tubuh yang rusak. 80 Pertambahan berat rata-rata (gram Waktu (Hari ke-) Gambar IV.5 Pertambahan berat rata-rata ikan utuh pada kolam kontrol selama penelitian Pertambahan berat rata-rata (gram Waktu (Hari ke-) Gambar IV.6 Pertambahan berat rata-rata ikan utuh pada kolam perlakuan selama penelitian. IV-16

17 IV. 3. Analisis Sampel Air IV Aktivitas Cs-134 Pada Sampel Air Selama Penelitian Akumulasi Sampel air diambil dari tempat atau media ikan hidup sebanyak 100 ml pada satu titik karena diasumsikan distribusi Cs-134 terkonsentrasi merata di semua bagian kolam. Nilai aktivitas sampel air diperoleh dari rasio antara hasil cacah sampel air dengan menggunakan spektrometer gamma dengan efisiensi pengukuran untuk volume dan bentuk sampel yang sama. Contoh perhitungan dari data aktivitas air dapat dilihat dalam Lampiran G. Ditribusi aktivitas air ditampilkan pada Tabel IV.6. Nilai aktivitas sampel air hasil pengukuran spektrometer gamma pada penelitian ini merupakan aktivitas penelitian. Sedangkan nilai aktivitas air yang mengalami peluruhan alami dihitung dengan persamaan III.2 Tabel IV.6 Distribusi aktivitas Cs-134 dalam air kolam perlakuan selama penelitian akumulasi Waktu (hari ke-) Aktivitas Cs-134 (Bq) Penelitian Alami Perhitungan , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,88 Nilai aktivitas perhitungan merupakan selisih antara aktivitas alami dengan aktivitas Cs-134 dalam tubuh ikan yang masih hidup dalam kolam perlakuan. Hal ini dengan mengasumsikan bahwa berkurangnya Cs-134 hanya disebabkan peluruhan IV-17

18 alami dan penyerapan Cs-134 oleh ikan. Persamaan aktivitas perhitungan dihitung dengan persamaan III.6 Dari Gambar IV.7 dapat diamati bahwa dari hari ke-0 sampai ke-5 penelitian, aktivitas Cs-134 pada air kolam perlakuan mengalami penurunan sebanding dengan pertambahan waktu. Hal ini disebabkan, Cs-134 dalam air mengalami peluruhan dan diabsorpsi oleh ikan. Tetapi setelah hari ke-5 penelitian, aktivitas Cs-134 dalam air relatif fluktuatif. Hal ini disebabkan distribusi Cs-134 dalam air tidak merata karena Cs-134 selain terlarut dalam air, sebagian cenderung terikat pada endapan dari sisa makanan dan kotoran ikan. Dalam air, Cs-134 sangat larut dan bersifat sebagai kation yang cenderung terikat pada tanah atau pasir yang bersifat anion. Berdasarkan fakta, radionuklida Cs-134 dapat terikat pada tanah karena tanah mengandung mineral tanah antara lain mineral mika (muskovit, KAlSi 2 O 6 ) dan mineral leusit (KAl 2 (SiO 3 Al 10 )(OH 2 )) yang tersusun dari unsur kalium (Setiawati, 2003). Meskipun dalam penelitian ini tidak disediakan tanah atau pasir, tetapi endapan dari sisa makanan dan kotoran ikan ternyata juga dapat mengikat Cs-134. Data dan pembahasan distribusi Cs-134 pada air dan Cs-134 pada endapan disajikan pada Tabel IV.3, Gambar IV.3 dan Gambar IV.4. Pada hari ke-35 sampai ke-45 penelitian aktivitas Cs-134 mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini dimungkinkan, pada saat sampling ikan sedang dan telah menyerap Cs-134 dari air dan masih mengalami metabolisme dalam tubuhnya, sehingga belum diekskresikan ke air. Setelah hari ke- 45 penelitian, aktivitas Cs-134 pada air menuju ke arah stabil. Pada hari ke-5 sampai ke-35 penelitian, sampling air dilakukan pada permukaan kolam karena diasumsikan dengan adanya pompa sirkulasi akan membuat konsentrasi Cs-134 terdistribusi merata di seluruh bagian air kolam. Pada sampling air selanjutnya, pengambilan air dilakukan secara duplo yaitu di permukaan dan di dasar kolam. Sehingga untuk aktivitas penelitian, digunakan sampel air pada permukaan kolam pada hari ke-5 sampai ke-30 penelitian dan rata-rata penjumlahan dari air permukaan dan air dasar pada hari ke-35 sampai ke-67 penelitian. Hasil perbandingan aktivitas air di permukaan kolam dengan air di dasar kolam ditampilkan pada Table IV.3 dan Gambar IV.3. IV-18

19 Berkurangnya aktivitas Cs-134 dalam air kolam diasumsikan hanya disebabkan oleh peluruhan alami dan penyerapan oleh ikan. Dari segi peluruhan alami, Cs-134 memiliki waktu paruh yang cukup panjang yaitu 2,05 tahun. Sehingga dengan waktu penelitian 67 hari aktivitas Cs-134 tidak akan banyak berkurang akibat peluruhan alami. Hal ini terbukti dengan mengamati Gambar IV.7 dan Tabel IV.7. Penurunan aktivitas Cs-134 akibat peluruhan alami berupa grafik menurun linier dengan kemiringan landai Aktifitas Cs-134 (Bq) Alami Perhitungan Penelitian Waktu (hari ke-) Gambar IV.7 Aktivitas Cs-134 pada air kolam perlakuan selama penelitian akumulasi Tabel IV.7 Perbandingan aktivitas air penelitian dan perhitungan Waktu (hari ke) Aktivitas Cs-134 (Bq) % Hilang Penelitian Perhitungan , , , ,29-0, , ,62 6, , ,43 25, , ,85 4, , ,10-1, , ,68 27, , ,84-8, , ,73-27, , ,34-41, , ,61-35, , ,09-1, , ,34-4, , ,88-1,61 IV-19

20 Dari Tabel IV.7 dapat diamati bahwa pada penelitian ini diperoleh persentase selisih antara aktivitas air penelitian dan perhitungan yang cukup besar yaitu antara - 41,08% sampai 25,29% dari aktivitas perhitungan. Persentase positif menunjukkan bahwa aktivitas penelitian lebih besar daripada aktivitas pada saat perhitungan. Persentase negatif menunjukkan bahwa aktivitas perhitungan lebih besar daripada aktivitas penelitian. Dengan mengamati Tabel IV.7, dapat disimpulkan bahwa selama penelitian aktivitas penelitian dominan lebih kecil daripada aktivitas perhitungan. Tetapi aktivitas perhitungan relatif lebih stabil daripada aktivitas penelitian. Aktivitas penelitian relatif fluktuatif disebabkan distribusi Cs-134 dalam air tidak merata karena terdapat endapan dari sisa makanan dan kotoran ikan yang cenderung mengikat Cs-134 mengendap ke dasar kolam. Dari Tabel IV.8 dapat diamati bahwa aktivitas perhitungan yang cenderung stabil dan memiliki kemiripan dengan aktivitas alami. Hal ini menunjukkan bahwa absorpsi Cs-134 oleh ikan cenderung stabil disebabkan adanya unsur kalium dari makanan ikan dan kotoran ikan dalam air, sehingga ikan cenderung mengabsorpsi kalium dibandingkan Cs-134. Tabel IV.8 Perbandingan aktivitas alami dan aktivitas perhitungan Cs-134 selama penelitian Waktu Aktivitas Cs-134(Bq) % Selisih (hari ke-) Alami Perhitungan , , , ,29 0, , ,62 1, , ,43 1, , ,85 5, , ,10 2, , ,68 3, , ,84 1, , ,73 2, , ,34 2, , ,61 4, , ,09 5, , ,34 4, , ,88 4,62 IV-20

21 Dari hasil pencacahan spektrometer gamma pada sampel air kolam kontrol tidak terdeteksi adanya Cs-134. Dimungkinkan terdapat Cs-134 dalam air kolam kontrol tetapi sangat kecil sehingga tidak mampu dideteksi spektrometer gamma. Radiocesium di lingkungan perairan air tawar cenderung mengendap di dasar bersama endapan, sehingga kemungkinan sangat sedikit ditemukan radiocesium di permukaan perairan air tawar. Oleh karena itu, konsentrasi Cs-134 pada kolam kontrol tidak perlu dikoreksi lagi dengan faktor koreksi konsentrasi Cs-134 yang hadir secara alami. IV.3.2. Aktivitas Cs-134 Pada Sampel Air Selama Penelitian Eliminasi. Setelah hari ke-67 pengamatan akumulasi, sebanyak 19 ekor ikan lele dipindahkan ke kolam yang tidak mengandung Cs-134 dan dilakukan penelitian eliminasi Cs-134 dari ikan ke air selama 25 hari. Selama penelitian eliminasi, terjadi kenaikan aktivitas Cs-134 pada air kolam. Dapat diamati pada Tabel IV.9 dan Gambar IV.8, bahwa tidak terdapat Cs-134 pada hari ke-0 penelitian eliminasi. Tetapi terjadi kenaikan aktivitas Cs-134 selama 25 hari penelitian eliminasi, meskipun fluktuatif. Terdapatnya aktivitas Cs-134 dalam air kolam disebabkan ikan mengeluarkan Cs-134 dari dalam tubuhnya. Fluktuasi kenaikan aktivitas Cs-134 dalam air kolam disebabkan, ikan menyerap kembali Cs-134 yang ada dalam air untuk metabolisme tubuhnya. Tabel IV.9 Aktivitas Cs-134 selama penelitian eliminasi Waktu (Hari ke-) Aktivitas Cs-134 (Bq) , , , , ,58 IV-21

22 Aktivitas Cs-134 (Bq) Waktu (Hari ke-) Gambar IV.8. Aktivitas Cs-134 selama penelitian eliminasi. IV Konsentrasi Cs-134 Pada Sampel Air Selama Penelitian Akumulasi. Konsentrasi Cs-134 dihitung dari perbandingan aktivitas air per 100 ml air yang disampling. Namun, berkurangnya aktivitas Cs-134 selain karena peluruhan alami dan penyerapan oleh ikan juga dapat disebabkan Cs-134 yang menempel pada jaring dan gayung, menempel pada alat bedah, kertas merang sebagai alas bedah, ember, sarung tangan dan sebagian terpercik ketika ikan ditangkap pada saat sampling. Hilangnya aktivitas Cs-134 akibat menempel pada perlengkapan sampling tidak sebesar akibat penyerapan oleh ikan, sehingga dapat diabaikan. Konsentrasi Cs- 134 dalam air kolam perlakuan ditampilkan pada Tabel IV.10 Dengan mengamati Tabel IV.10 dan Gambar IV.9. Pada hari ke-0 sampai ke- 5 penelitian, konsentrasi air mengalami penurunan sebanding dengan pertambahan waktu. Hal ini disebabkan Cs-134 dalam air mengalami peluruhan dan absorpsi oleh ikan sehingga konsentrasinya menurun. Setelah hari ke-5 penelitian, konsentrasi Cs- 134 relatif fluktuatif. Hal ini disebabkan distribusi Cs-134 dalam air tidak merata karena Cs-134 selain terlarut dalam air, sebagian cenderung terikat pada endapan dari sisa makanan dan kotoran ikan. Dalam air, Cs-134 sangat larut dan bersifat sebagai kation yang cenderung terikat pada tanah atau pasir yang bersifat anion. Meskipun dalam penelitian ini tidak disediakan tanah atau pasir, tetapi endapan dari sisa makanan dan kotoran ikan juga dapat mengikat Cs-134. Pada hari ke-35 sampai IV-22

23 ke-45 penelitian kosentrasi Cs-134 mengalami penurunan yang signifikan. Hal ini dimungkinkan, pada saat sampling ikan sedang dan telah menyerap Cs-134 dari air dan masih mengalami metabolisme dalam tubuhnya, sehingga belum diekskresikan ke air. Setelah hari ke-45 penelitian, konsentrasi Cs-134 pada air menuju keadaan stabil. Tabel IV.10 Konsentrasi Cs-134 dalam air kolam perlakuan selama Penelitian akumulasi Waktu (hari ke) Konsentrasi Cs-134 (Bq/ml) Alami Penelitian 0 9,95 9,95 5 9,90 9, ,86 10, ,81 12, ,77 9, ,72 9, ,68 11, ,63 8, ,59 6, ,54 5, ,50 5, ,45 8, ,41 8, ,35 8, Konsentrasi Cs-134 (Bq/ml) alami penelitian Waktu (hari ke-) Gambar IV.9 Konsentrasi Cs-134 pada sampel air selama penelitian akumulasi. IV-23

24 IV Konsentrasi Cs-134 Pada Sampel Air Selama Penelitian Eliminasi. Pada hari ke-5 penelitian eliminasi, terjadi kenaikan konsentrasi Cs-134 pada air kolam. Dapat diamati pada Tabel IV.11 dan Gambar IV.10, bahwa setelah mengalami kenaikan, konsentrasi Cs-134 cenderung menurun menuju kesetimbangan, meskipun dalam skala kecil masih fluktuatif. Hal ini menunjukkan bahwa setelah hari ke-10 penelitian eliminasi, ikan sedikit mengekskresikan Cs-134 dari dalam tubuhnya. Terjadinya fluktuasi, disebabkan sistem metabolisme ikan yang menyerap dan mengeluarkan Cs-134 dari dalam tubuhnya. Tabel IV.11 Konsentrasi Cs-134 selama penelitian eliminasi Waktu (hari ke-) Konsentrasi Cs-134 (Bq/ml) 0 0,00 5 5, , , , ,05 Konsentrasi Cs-134 (Bq/ml) Waktu (Hari ke-) Gambar IV.10 Konsentrasi Cs-134 pada sampel air selama penelitian eliminasi IV-24

25 IV. 4. Analisis Sampel Ikan IV Aktivitas Cs-134 Pada Sampel Ikan Selama Penelitian Akumulasi. Aktivitas Cs-134 pada sampel ikan didapatkan melalui metode perbandingan dengan aktivitas standar yang diperoleh dari hasil pencacahan sampel air yang memiliki volume larutan yang sama yaitu 100 ml. Contoh perhitungan dari data aktivitas ikan dapat dilihat dalam Lampiran I. Distribusi aktivitas Cs-134 pada ikan lele disajikan pada Tabel IV.12 dan Gambar IV.11. Nilai aktivitas Cs-134 pada sampel ikan lele merupakan nilai rata-rata pengambilan 3 sampel ikan untuk setiap sampling yang diukur dengan menggunakan spektrometer gamma. Aktivitas total merupakan penjumlahan dari aktivitas di setiap bagian ikan yaitu daging, tulang, dan organ dalam. Penngamatan akumulasi aktivitas Cs-134 ini dilakukan selama 67 hari pengamatan. Tabel IV.12 Aktivitas Cs-134 dalam sampel ikan selama penelitian akumulasi. Waktu Aktivitas rata-rata (Bq) Standar deviasi (hari ke) Daging Tulang Organ dalam Total Daging Tulang Organ dalam ,61 252,06 85,32 633,99 24,86 74,21 56, ,10 325,82 144,73 910,64 409,17 262,41 115, ,28 419,40 123, ,50 152,58 148,35 66, ,89 597,26 197, ,00 14,48 131,53 619, ,18 583,25 177, ,61 551,31 238,62 82, , ,03 278, ,71 421,10 277,77 107, , ,11 328, ,60 627,67 122,60 112, , ,96 447, ,94 974,77 366,16 18, , ,63 642, ,85 581,24 230,53 176, , ,25 783, ,12 941,42 549,24 902, , ,31 808, ,53 152,49 288,11 657, , ,64 543, ,15 234,15 336,39 84, , ,99 541,97 54,70 817,11 563,22 111,64 Pada lampiran I, dapat diamati bahwa aktivitas Cs-134 untuk setiap waktu sampling bervariasi. Hal ini juga dapat dilihat pada nilai standar deviasi yang terdapat pada Tabel IV.12. Semakin besar standar deviasi, maka nilai keragaman individu IV-25

26 semakin bervariasi. Standar deviasi aktivitas Cs-134 pada setiap bagian sampel ikan sangat bervariasi dan cukup besar. Hal ini disebabkan, kejadian di lingkungan bervariasi dan dapat bersifat acak karena masih ada komponen yang tidak bisa sepenuhnya dijelaskan atau dikontrol dan harus dipandang sebagai kebolehjadian. Dalam penelitian ini, ikan, kolam, perlakuan dan kondisi lingkungan diusahakan sama tetapi karena ikan merupakan mahluk biologis maka ikan memiliki karakteristik yang unik pada setiap individunya. Pada hari ke-5 penelitian, aktivitas Cs-134 pada sampel ikan sudah dapat diamati. Hal ini menunjukkan bahwa laju penyerapan Cs-134 ke dalam tubuh ikan cukup cepat. Rentang standar deviasi pada daging, tulang dan organ dalam sangat bervariasi. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antar sampel ikan pada daging, tulang dan organ dalam dalam menyerap Cs-134. Pada hari ke-0 sampai ke- 55 penngamatan terjadi peningkatan penyerapan Cs-134 oleh ikan sebanding dengan pertambahan waktu. Setelah hari ke-55 pengamatan, aktivitas Cs-134 cenderung menurun sampai hari ke-67 pengamatan. Turunnya aktivitas Cs-134 pada hari ke-55 sampai ke-67 pengamatan ini dipengaruhi oleh sistem metabolisme ikan, yaitu ikan sedikit membutuhkan Cs-134 sebagai pengganti kalium untuk metabolisme tubuhnya. Hal ini disebabkan kondisi ikan yang sudah dewasa dengan berat ± 100 gram per ikan. Aktivitas Cs 134 (Bq) Daging Tulang Organ dalam Total Waktu (Hari ke-) 70 Gambar IV.11 Aktivitas Cs-134 pada ikan lele selama penelitian akumulasi. IV-26

27 Laju penyisihan biologis proporsional dengan laju metabolisme menyeluruh dalam organisme dibagi dengan berat yang akibatnya akan menurun dengan peningkatan berat ikan (Kryshev, 1999). Selain itu, dengan bertambahnya waktu, aktivitas Cs-134 dalam air juga mengalami peluruhan. Di dalam tubuh ikan sendiri, Cs-134 mengalami 2 jenis peluruhan yaitu peluruhan fisis dan peluruhan biologis. Peluruha fisis adalah peluruhan alami dari Cs-134, sementara peluruhan biologis adalah keluarnya Cs-134 dari dalam tubuh ikan akibat sistem metabolisme ikan. Aktivitas puncak Cs-134 pada sampel ikan dicapai pada hari ke-55 penelitian dengan urutan: total > daging > tulang > organ dalam masing-masing sebesar 6342,53 Bq; 3718,81 Bq; 1815,31 Bq dan 808,41 Bq. Setelah hari ke-55 penelitian, aktivitas Cs- 134 dalam sampel ikan relatif menurun. Hal ini menandakan bahwa aktivitas Cs-134 dalam tubuh ikan mulai relatif jenuh. Distribusi aktivitas Cs-134 pada sampel ikan lele memiliki pola yang sama yaitu daging > tulang > organ dalam. Aktivitas Cs-134 pada daging lebih besar daripada tulang dan organ dalam. Hal ini disebabkan, selain tingkat penyerapan logam pada daging yang lebih tinggi, daging memiliki berat yang relatif lebih besar dibandingkan tulang dan organ dalam. Aktivitas pada organ dalam dari tubuh ikan adalah yang terkecil. Hal ini disebabkan Cs-134 dalam organ dalam ikan didistribusikan ke bagian-bagian tubuh lainnya. Aktivitas Cs-134 yang terukur pada organ dalam juga berasal dari darah, makanan, air dan kotoran yang belum dikeluarkan. Setiap species makhluk hidup menyerap nutrisi dari lingkungan dengan jumlah yang berbeda-beda. Dalam hal penyerapan Cs-134 ke dalam tubuh ikan, Cs- 134 mengalami persaingan dengan kalium. Dari sifat kimia, cesium dan kalium termasuk golongan logam alkali dan bersifat sedikit inert serta keduanya merupakan logam yang paling reaktif dari golongan alkali. Cesium dan kalium memiliki reaksi kimia dan fisiologi metabolisme yang sama (Davis, 1963). Kalium merupakan kebutuhan penting bagi makhluk hidup untuk meningkatkan kandungan nutrisi dalam tubuhnya secara intraseluler. Namun, cesium tidak dapat menggantikan kalium untuk menjalankan fungsi metabolisme dan biasanya tidak diabsorpsi oleh organisme IV-27

28 dengan proporsi yang sama dengan kalium (Kornberg, 1961). Dari pernyataan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa cesium dalam ikan akan mengalami proses metabolisme sama seperti kalium. IV Aktivitas Cs-134 Pada Sampel Ikan Selama Penelitian Eliminasi. Setelah hari ke-67 penelitian, 19 ekor ikan lele dari kolam perlakuan dipindahkan ke kolam yang tidak mengandung Cs-134. Penelitian eliminasi Cs-134 dari ikan ke air dilakukan selama 25 hari dengan sampling sebanyak lima kali setiap lima hari sekali. Setiap sampling dilakukan pengambilan tiga ikan secara acak. Aktivitas Cs-134 dalam sampel ikan selama penelitian eliminasi ditampilkan pada Tabel IV.13 dan Gambar IV.12. Pada penelitian eliminasi yang dimulai pada hari ke-67 penelitian dapat diamati pada Gambar IV.10, aktivitas pada tiap bagian tubuh ikan dan total mengalami penurunan sebanding dengan pertambahan waktu. Pada penelitian ini, penurunan aktivitas Cs-134 pada tubuh ikan disebabkan oleh peluruhan alami dari Cs-134 dan ekskresi yang dilakukan ikan dalam menjaga metabolisme tubuhnya. Tabel IV.13 Aktivitas Cs-134 dalam sampel ikan selama penelitian eliminasi Waktu Aktivitas rata-rata (Bq) Standar deviasi (hari ke) Daging Tulang Organ dalam Total Daging Tulang Organ dalam , ,99 541, ,98 817,11 563,22 111, , ,11 811, , ,96 697,63 992, , ,68 434, ,44 590,39 495,45 498, , ,42 279, , ,31 519,57 248, , ,78 238, , ,93 345,61 239, , ,51 222, , ,03 262,55 162,11 Waktu paruh biologi pada tubuh ikan merupakan waktu yang dibutuhkan ikan untuk mengeluarkan bahan radioaktif dalam tubuhnya sehingga tersisa separuh dari jumlah awal. Waktu paruh biologi tergantung pada jenis radionuklida, umur organisme, jenis kelamin dan pola makan dan jenis kegiatan atau pergerakan yang IV-28

29 dilakukan. Sementara, laju eliminasi merupakan kecepatan pembuangan bahan radioaktif untuk dikeluarkan dari dalam tubuh sehingga bahan radioaktif yang tersisa dalam tubuh adalah separuh dari jumlah awal. Laju eliminasi ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (Setiawati, 2003): ln 2 fe... (IV.1) Tb Keterangan: fe : Laju pembuangan atau laju eliminasi (Bq/hari). Tb : Waktu paruh biologi (hari) Aktivitas Cs-134 (Bq) Y=28301x -0,3898 R 2 =0,2728 Y=1129,9x 0,2482 R 2 =0, Waktu (hari ke) Daging Tulang Organ dalam Total Keterangan: Persamaan garis pada total: Persamaan garis pada daging: Y=28301x -0,3898 Y=1129,9x 0,2482 d dengan dengan R 2 =0,2728 R 2 =0,136 Gambar IV.12. Aktivitas Cs-134 pada sampel ikan lele selama penelitian eliminasi. Berdasarkan ekstrapolasi data aktivitas Cs-134 selama penelitian eliminasi, diperoleh bahwa waktu paruh biologi Cs-134 pada ikan lele adalah 450,8 hari. Dari persamaan IV.1 dapat diketahui laju eliminasi Cs-134 dari ikan ke air adalah 1,54 x 10-3 Bq/hari. Nilai ini relatif kecil bila dibandingkan dengan laju uptake Cs-134 dari air ke ikan lele yaitu sebesar 334,62 Bq/hari (Tabel IV.14). Dari nilai waktu paruh biologi maupun laju pembuangan atau laju eliminasi, dapat disimpulkan bahwa Cs- 134 dalam tubuh ikan dilepaskan secara lambat dari dalam tubuh ikan, terutama dari IV-29

30 bagian daging. Ini berarti bahwa Cs-134 dalam daging lambat dimetabolisme, karena kebutuhan kalium telah tercukupi dari pakannya. Tabel IV.14 Laju uptake Cs-134 dari air ke ikan lele Waktu Laju uptake (Bq/hari) (hari ke) Daging Tulang Organ Total dalam ,70 14,75 11,88 55, ,44 18,72-4,18 42, ,32 35,57 14,81 126, ,46-2,80-4,13-5, ,14 120,15 20,33 334, ,92-11,58 9,84 65, ,48-7,83 23,82 74, ,67 84,13 38,98 328, ,84-4,48 28,37-57, ,16 66,01 4,91 177, ,99 1,67-52,95-111, ,69-27,38-0,24-79, ,33-21,98 54,00 150,35 IV.4.3. Konsentrasi Cs-134 Pada Sampel Ikan Selama Penelitian Akumulasi. Nilai konsentrasi rata-rata Cs-134 dalam sampel diperoleh dengan membagi nilai aktivitas rata-rata dari 3 sampel dengan berat rata-rata dari 3 sampel setiap sampling. Konsentrasi total diperoleh dari rata-rata perbandingan jumlah aktivitas dalam daging, tulang dan organ dalam dengan berat total bagian-bagian tersebut. Data dan gambar konsentrasi Cs-134 pada ikan lele dapat dilihat pada Tabel IV.15 dan Gambar IV.13. Pada hari ke-30 dan ke-40 penelitian, konsentrasi organ dalam mengalami ketidakstabilan. Konsentrasi organ dalam pada hari ke-30 dan ke-40 penelitian berada diantara konsentrasi daging dan tulang. Urutan konsentrasi dari terbesar pada hari ke- 30 dan ke-40 penelitian adalah daging organ dalam total tulang. Pada Tabel IV.16. dapat diamati bahwa pada hari ke-30 penelitian terjadi pertambahan berat - 5,88% dari berat hari sebelumnya untuk daging. Sementara pertambahan aktivitas IV-30

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN III.1 Diagram Alir Penelitian Identifikasi masalah Percobaan pendahuluan Persiapan media pemeliharaan ikan Adaptasi Kolam perlakuan (dengan penambahan Cs-134) Kolam kontrol (tanpa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS

BAB VI HASIL. Tabel 3 : Hasil Pre Eksperimen Dengan Parameter ph, NH 3, TSS 6.1 Pre Eksperimen BAB VI HASIL Sebelum dilakukan eksperimen tentang pengolahan limbah cair, peneliti melakukan pre eksperimen untuk mengetahui lama waktu aerasi yang efektif menurunkan kadar kandungan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Limbah Limbah deidefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Limbah adalah bahan buangan yang tidak terpakai yang berdampak negatif jika

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran pada bulan April sampai Mei 2013. Tahapan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sistematika Pembahasan Sistematika pembahasan pada penelitian ini secara garis besar terbagi atas 6 bagian, yaitu : 1. Analisa karakteristik air limbah yang diolah. 2.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL

PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL PENGARUH KUALITAS AIR TERHADAP PERTUMBUHAN IKAN NILA (Oreochromis sp.) DI KOLAM BETON DAN TERPAL FAISOL MAS UD Dosen Fakultas Perikanan Program Studi Manajemen Sumber Daya Perairan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB 4. METODE PENELITIAN

BAB 4. METODE PENELITIAN BAB 4. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama sembilan bulan dari bulan Maret sampai September 2014 di Laboratorium UPT Kolam Pembenihan, Fakultas Perikanan dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian BAB 6 PEMBAHASAN 6.1 Diskusi Hasil Penelitian Penelitian biofiltrasi ini targetnya adalah dapat meningkatkan kualitas air baku IPA Taman Kota Sehingga masuk baku mutu Pergub 582 tahun 1995 golongan B yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam.

BAB I PENDAHULUAN. terutama dipenuhi dengan mengembangkan suplai batu bara, minyak dan gas alam. BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang Konsumsi energi dunia tumbuh dua puluh kali lipat sejak tahun 850 sementara populasi dunia tumbuh hanya empat kali lipat. Pada pertumbuhan awal terutama dipenuhi dengan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen.

Pendahuluan. Pada umumnya budidaya dilakukan di kolam tanah, dan sebagian di kolam semen. OLEH : Ir. SUPRATO Pendahuluan Budidaya lele telah berkembang sejak lama. Awalnya jenis ikan lele yang dibudidayakan adalah lele lokal (Clarias batrachus L.) dengan waktu pemeliharaan 6 8 bulan, dengan

Lebih terperinci

AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM

AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM PENURUNAN KADAR BESI (Fe) PADA AIR SUMUR SUNTIK DENGAN MENGGUNAKAN ALAT PNEUMATIC SYSTEM (Suatu Penelitian di RT 1 Kelurahan Wumialo Kecamatan Kota Tengah Kota Gorontalo) Clara Shinta Dilapanga 1), Herlina

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

PARAMETER KUALITAS AIR

PARAMETER KUALITAS AIR KUALITAS AIR TAMBAK PARAMETER KUALITAS AIR Parameter Fisika: a. Suhu b. Kecerahan c. Warna air Parameter Kimia Salinitas Oksigen terlarut ph Ammonia Nitrit Nitrat Fosfat Bahan organik TSS Alkalinitas Parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Persepsi Persepsi adalah kemampuan otak dalam menerjemahkan stimulus atau proses untuk menerjemahkan stimulus yang masuk ke dalam alat indera manusia. Proses ini yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi

Kombinasi pengolahan fisika, kimia dan biologi Metode Analisis Untuk Air Limbah Pengambilan sample air limbah meliputi beberapa aspek: 1. Lokasi sampling 2. waktu dan frekuensi sampling 3. Cara Pengambilan sample 4. Peralatan yang diperlukan 5. Penyimpanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun

I. PENDAHULUAN. perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok dalam pengembangan industri budidaya perikanan. Bagi biota air, air berfungsi sebagai media baik internal maupun eksternal. Sebagai media

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK

Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor ABSTRAK Efektivitas Eceng Gondok Terhadap Penurunan Kadar COD dan BOD pada Limbah Cair Industri Kembang Gula Lunak Mega Masittha, Dra. Ani Iryani, M.Si dan Farida Nuraeni, M.Si. Program Studi Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan

BAB V PEMBAHASAN. Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan BAB V PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan pengolahan limbah laboratorium dengan menggunakan gabungan metode elektrokoagulasi dan EAPR. Parameter yang digunakan yaitu logam berat Pb, Cu, COD dan ph.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya pertumbuhan dan aktivitas masyarakat Bali di berbagai sektor seperti pariwisata, industri, kegiatan rumah tangga (domestik) dan sebagainya akan meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL

BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL BAB III PROSES PENGOLAHAN IPAL 34 3.1. Uraian Proses Pengolahan Air limbah dari masing-masing unit produksi mula-mula dialirkan ke dalam bak kontrol yang dilengkapi saringan kasar (bar screen) untuk menyaring

Lebih terperinci

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele.

3. METODE Penelitian 1: Kecernaan pakan dan kecernaan protein pada pemeliharaan ikan lele. 17 3. METODE Rangkaian penelitian ini terdiri dari empat tahap penelitian. Seluruh kegiatan dilakukan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai dengan 2011 di Balai Penelitian Pemuliaan Ikan (d/h Loka Riset

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di

BAB I PENDAHULUAN. Kimia: Meliputi Kimia Organik, Seperti : Minyak, lemak, protein. Besaran yang biasa di BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Air adalah semua air yang terdapat di alam atau berasal dari sumber air, dan terdapat di atas permukaan tanah, tidak termasuk dalam pengertian ini air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber daya alam yang sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup, oleh karena itu kualitas air perlu dipertahankan sesuai dengan peruntukannya, khususnya

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Padjadjaran, Jatinangor Sumedang, Jawa Barat. Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.

BAB I PENDAHULUAN. fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah. untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan dasar dari makhluk hidup. Air mempunyai fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya. Salah satunya yaitu berhubungan

Lebih terperinci

Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs

Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs Kajian Enceng Gondok (Eichornia Crassipes) Sebagai Fitoremedia 134 Cs Evi Setiawati Laboraturium Fisika Atom & Nuklir Jurusan Fisika FMIPA UNDIP Abstrak Telah dilakukan penelitian transfer 134 Cs dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu

BAB 1 PENDAHULUAN. kesehatan penduduk dikarenakan tempat tinggal mereka telah tercemar. Salah satu BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam era globalisasi dewasa ini dibeberapa negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia, isu kualitas lingkungan menjadi permasalahan yang perlu dicari pemecahannya.

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Pengujian air sungai, menggunakan alat uji filtrasi buatan dengan media filtrasi pasir kuarsa, zeolit dan arang batok yang dianalisis di Laboraturium Teknik Lingkungan Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Vol 3 Nomor 1 Januari-Juni 2015 Jurnal Fropil PENGARUH PENAMBAHAN KONSENTRASI CaCo3 DAN KARBON AKTIF TERHADAP KUALITAS AIR DI DESA NELAYAN I KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA Endang Setyawati Hisyam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun

I. PENDAHULUAN. bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Rumah sakit merupakan institusi pelayanan bidang kesehatan dengan bidang preventif (pencegahan), kuratif (pengobatan), rehabilitatif maupun promotif (Kusumanto,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014.

BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN. rata-rata nilai BOD dapat dilihat pada Gambar 5.1. Gambar 5.1. Nilai BOD dari tahun 2007 sampai 2014. BAB V ANALISA DAN PEMBAHASAN 5.1. Analisa Parameter Kualitas Air Limbah BOD 5.1.1. Parameter BOD Analisa terhadap nilai BOD pada instalasi pengolahan air limbah pada tahun 2007-2014 dilakukan dengan menganalisa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai

I. PENDAHULUAN. Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gurami ( Osphronemus gouramy ) adalah salah satu ikan air tawar bernilai ekonomis tinggi dan merupakan spesies asli Indonesia. Konsumsi ikan gurami (Osphronemus gouramy)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Batik merupakan suatu seni dan cara menghias kain dengan penutup lilin untuk membentuk corak hiasannya, membentuk sebuah bidang pewarnaan. Batik merupakan salah satu kekayaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS

BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS BAB PENGOLAHAN AIR LIMBAH INDUSTRI TEPUNG BERAS 13.1. Pendahuluan Tepung beras merupakan bahan baku makanan yang sangat luas sekali penggunaannya. Tepung beras dipakai sebagai bahan pembuat roti, mie dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Umum Air Air merupakan suatu kebutuhan yang tidak dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia, karena air diperlukan untuk bermacam-macam kegiatan seperti minum, pertanian,

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah

BAB I PENDAHULUAN. tetapi limbah cair memiliki tingkat pencemaran lebih besar dari pada limbah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah organik. Limbah industri tahu yang dihasilkan dapat berupa limbah padat dan cair, tetapi limbah

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK

KARAKTERISTIK LIMBAH TERNAK KARAKTERISTIK LIMBAH KARAKTERISTIK LIMBAH Karakteristik limbah ternak dipengaruhi : a. unit produksi: padat, semipadat, cair b. Kandang : Lantai keras : terakumulasi diatas lantai kelembaban dan konsistensinya

Lebih terperinci

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus )

Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus ) Uji Toksisitas Akut Limbah Oli Bekas di Sungai Kalimas Surabaya Terhadap Ikan Mujair ( Tilapia missambicus ) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus ) Oleh : Shabrina Raedy Adlina 3310100047 Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Air Sungai Sebagian besar air hujan turun ke permukaan tanah, mengalir ke tempattempat yang lebih rendah dan setelah mengalami bermacam-macam perlawanan akibat gaya berat, akhirnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat

TINJAUAN PUSTAKA. pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teluk Lampung Propinsi Lampung memiliki wilayah yang hampir seluruhnya berbatasan dengan pesisir laut. Batas-batas wilayah tersebut yakni Laut Jawa di sebelah timur, selat sunda

Lebih terperinci

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya.

I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. BAB I PENDAHULUAN I.1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan merupakan salah satu faktor rusaknya lingkungan yang akan berdampak pada makhluk hidup di sekitarnya. Sumber pencemaran lingkungan diantaranya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air 1. Pengertian air a. Pengertian air minum Air minum adalah air yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum. 8) b. Pengertian air bersih Air bersih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya ikan lele merupakan salah satu jenis usaha budidaya perikanan yang semakin berkembang. Budidaya lele berkembang pesat dikarenakan teknologi budidaya yang relatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang

BAB I PENDAHULUAN. Air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air sangat penting bagi kehidupan, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan. Seluruh metabolisme dalam tubuh berlangsung dalam media air. Air didalam kehidupan sehari-hari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Variasi Konsentrasi Limbah Terhadap Kualitas Fisik dan Kimia Air Limbah Tahu Berdasarkan analisis ANAVA (α=0.05) terhadap Hubungan antara kualitas fisik dan kimia

Lebih terperinci