Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2016

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2016"

Transkripsi

1 Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2016 Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Pendahuluan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam pelaksanaannya dihadapkan pada berbagai macam tantangan perubahan kondisi ekonomi global maupun domestik, yang mempengaruhi besaran asumsi dasar ekonomi makro yang menjadi dasar penyusunan APBN. Pengalaman menunjukkan bahwa gejolak ekonomi global akan mempengaruhi pengelolaan APBN. Krisis keuangan global dan kenaikan harga minyak mentah dunia hingga menembus USD140 per barel pada tahun 2008 berdampak sangat besar terhadap APBN. Dampak yang sangat terasa adalah membengkaknya subsidi BBM yang ditanggung oleh APBN. Tanpa adanya pengelolaan risiko yang baik, tentu kejadian-kejadian semacam itu bisa menjadi ancaman bagi APBN dan kesinambungan fiskal pada umumnya. Saat ini, risiko ekonomi global yang perlu diperhatikan antara lain antisipasi normalisasi fed fund, perlambatan ekonomi Tiongkok, dan penurunan harga komoditas global. Sedangkan risiko yang bersumber dari dalam negeri dan berpotensi memicu tekanan terhadap APBN yaitu kemungkinan terealisasinya jaminan yang diberikan oleh Pemerintah, keberlanjutan program jaminan sosial, kemungkinan Pemerintah kalah dalam perkara gugatan oleh pihak ketiga, dan terjadinya bencana alam yang mewajibkan Pemerintah menyediakan dana untuk tanggap darurat, rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana. Sumber Risiko Fiskal Risiko fiskal didefinisikan sebagai segala sesuatu yang di masa mendatang dapat menimbulkan tekanan fiskal terhadap APBN. Sebelumnya risiko fiskal didefinisikan sebagai potensi tambahan defisit APBN yang disebabkan oleh sesuatu di luar kendali Pemerintah. Perubahan definisi ini didasari atas kondisi bahwa risiko terhadap APBN tidak hanya berupa tambahan defisit yang hanya terkait dengan pendapatan dan belanja negara, tetapi juga berupa adanya tekanan di sisi pembiayaan. Pengungkapan risiko fiskal ditujukan untuk: 1. Meningkatkan kesadaran seluruh pemangku kepentingan (stakeholder) dalam pengelolaan kebijakan fiskal 2. Meningkatkan keterbukaan (transparency) fiskal 3. Meningkatkan tanggung jawab (accountability) fiskal 4. Menciptakan kesinambungan fiskal (fiscal sustainability) Kesadaran akan adanya risiko fiskal yang dapat membebani APBN dan pencapaian tujuan kebijakan fiskal diharapkan dipahami oleh seluruh elemen bangsa sehingga APBN yang sehat dan berkesinambungan dapat terjaga kedepannya. Pada tahun 2016, sumber risiko fiskal dapat diidentifikasi ke dalam tiga kelompok, yaitu: 1. Risiko deviasi anggaran pendapatan dan belanja negara 2. Risiko kewajiban kontinjen Pemerintah Pusat; 3. Risiko fiskal tertentu

2 Risiko Deviasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APBN disusun berdasarkan beberapa variabel sebagai berikut: 1. Indikator-indikator ekonomi makro yang mendasari penetapan asumsi dasar ekonomi makro 2. Peraturan dan regulasi serta keputusan hukum yang berlaku 3. Berbagai langkah antisipasi dan mitigasi terhadap ketidakpastian ekonomi, kondisi darurat dan bencana alam 4. Langkah-langkah kebijakan atau policy measures (administrative measures) yang ditempuh baik dari sisi pendapatan negara, belanja negara, dan pembiayaan anggaran Variabel-variabel tersebut akan memengaruhi besaran target pendapatan negara, alokasi belanja negara, dan pembiayaan anggaran. Perubahan-perubahan yang terjadi pada variabel tersebut dan deviasi dari target pendapatan negara atau belanja negara akan berdampak pada realisasi APBN dan menimbulkan risiko fiskal. A. RISIKO ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO Asumsi dasar ekonomi makro yang digunakan sebagai dasar penyusunan APBN meliputi pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi, suku bunga Surat Perbendaharaan Negara (SPN) tiga bulan, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS, harga minyak mentah Indonesia (Indonesian Crude Oil Price/ICP), lifting minyak, dan lifting gas. 1. Sensitivitas APBN Tahun 2016 Terhadap Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro SENSITIVITAS APBN 2016 TERHADAP PERUBAHAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO (triliun rupiah) URAIAN Pertum buhan Nilai T ukar Inflasi SPN ICP Lifting Ekonomi Rupiah +0,1% +1% +1% +Rp100/USD +USD1 +10rb A. Pendapatan Negara a. Penerimaan Perpajakan b. PNBP B. Belanja Negara a. Belanja Pemerintah Pusat b. Transfer ke Daerah dan Dana Desa C. Surplus/(Defisit) Anggaran (1.7) - (1.4) D. Pem biay aan (0.5) Kelebihan/(Kekurangan) Pem biay aan (1.7) - (1.4) Sumber: Kementerian Keuangan Risiko fiskal atas perubahan asumsi dasar ekonomi makro terhadap APBN 2016 dihitung dengan mempertimbangkan probabilitas/kemungkinan terjadinya deviasi asumsi dasar ekonomi makro, besaran deviasinya, dan dampak perubahannya pada postur APBN Deviasi asumsi dasar ekonomi makro mengakibatkan terjadinya perbedaan antara target defisit APBN dengan realisasinya yaitu pada pendapatan negara, belanja negara dan pembiayaan anggaran. Apabila realisasi defisit melebihi target defisit yang ditetapkan dalam APBN, maka hal tersebut merupakan risiko fiskal yang harus dicarikan sumber pembiayaannya. Page 2

3 2. Sensitivitas Risiko Fiskal BUMN terhadap Perubahan Variabel Ekonomi Makro Risiko fiskal yang berasal dari kinerja BUMN timbul jika terdapat penyimpangan target penerimaan negara dari BUMN, alokasi pengeluaran negara kepada BUMN, dan alokasi kewajiban kontijensi negara kepada BUMN. Eksposur penerimaan negara dari BUMN berasal dari penerimaan pajak, dividen, privatisasi, atau pendapatan Pemerintah atas bunga pengembalian pokok atas utang BUMN. Sedangkan eksposur pengeluaran negara kepada BUMN dapat melalui subsidi, penyertaan modal negara (PMN), maupun pinjaman kepada BUMN. B. RISIKO DEVIASI PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA Risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara diungkapkan untuk memberikan informasi atas berbagai kemungkinan terjadinya deviasi pada penerimaan dan belanja Negara. Deviasi pendapatan dan belanja Negara diukur dari selisih antara target penerimaan dan pagu belanja Negara dengan realisasinya. Hal ini dilakukan guna merumuskan langkah langkah kebijakan (policy measures) yang akan ditempuh oleh Pemerintah dalam mengamankan APBN. 1. Risiko Pelaksanaan Pemungutan Pajak Pada tahun 2016 penerimaan perpajakan ditargetkan meningkat sekitar 5,1 persen dari APBN-P tahun 2015 atau 14,5 persen dari perkiraan realisasi tahun Dalam pelaksanaannya, terdapat risiko bahwa upaya-upaya yang dilakukan Pemerintah dalam rangka pencapaian penerimaan target perpajakan tidak terlaksana secara optimal sehingga belum mendukung pemenuhan target penerimaan perpajakan seperti yang diharapkan. Dampak dari tidak tercapainya target penerimaan pajak karena risiko tersebut di atas akan berpengaruh pada meningkatnya defisit sehingga perlu dicarikan sumber pembiayaannya. 2. Pengeluaran Negara yang Diwajibkan (Mandatory Spending) Pengeluaran negara yang diwajibkan (mandatory spending) adalah pengeluaran negara pada program-program tertentu yang dimandatkan atau diwajibkan dalam ketentuan peraturan perundangan yang berlaku yaitu kewajiban penyediaan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN/APBD, kewajiban penyediaan dana perimbangan berupa Dana Alokasi Umum (DAU) sekurang-kurangnya sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto, Dana Bagi Hasil (DBH), dan Dana Alokasi Khusus (DAK), penyediaan dana otonomi khusus masing-masing sebesar 2 (dua) persen dari DAU Nasional untuk Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Provinsi Papua yang mencakup Provinsi Papua dan Papua Barat, alokasi dana kesehatan sekurang-kurangnya sebesar 5 (lima) persen dari APBN di luar gaji, dan alokasi Dana Desa sekurang-kurangnya sebesar 10 (sepuluh) persen dari dana perimbangan yang diterima Kabupaten/Kota dalam APBD setelah dikurangi Dana Alokasi Khusus. Pengeluaran yang diwajibkan ini mengakibatkan ruang gerak fiskal (fiscal space) menjadi terbatas, sehingga ketika target penerimaan tidak tercapai, maka deficit anggaran akan membesar. Hal tersebut dapat membuat Pemerintah harus menambah pembiayaan atau memotong belanja K/L. 3. Kualitas Belanja Negara Belanja negara dapat dikatakan berkualitas apabila efisien dari sisi alokasi, teknis maupun ekonomi. Efisiensi alokasi terkait dengan alokasi yang disesuaikan dengan kebutuhan, tepat sasaran pada sektor-sektor kunci dan mendukung fungsi-fungsi pokok. Efisiensi teknis merefleksikan bahwa belanja dilaksanakan dalam mekanisme dan proses bisnis yang sederhana oleh birokrasi yang efisien sehingga dapat mempercepat penyerapan. Efisiensi ekonomi berkaitan dengan peran belanja dapat menjaga stabilitas makro ekonomi, mendukung pembangunan infrastruktur yang memadai untuk mendukung daya saing. Page 3

4 Dalam hal peningkatan kualitas belanja, Pemerintah berhadapan dengan berbagai tantangan. Tantangan yang pertama adalah ruang gerak fiskal (fiscal space) yang terbatas. Tantangan kedua terkait dengan daya serap yang belum optimal dan adanya penumpukan belanja pada kuartal terakhir. C. RISIKO UTANG PEMERINTAH Risiko utang Pemerintah diungkapkan untuk memberikan informasi atas berbagai variable yang mempengaruhi besaran utang seperti pembayaran bunga utang, cicilan pokok dan surat utang jatuh tempo. Pengelolaan risiko utang Pemerintah yang baik akan memberi persepsi positif kepada pasar atas instrument utang yang diterbitkan oleh Pemerintah. 1. Risiko Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Pembiayaan Kembali Risiko Tingkat Bunga, Nilai Tukar Rupiah dan Pembiayaan Kembali Risiko tingkat bunga (interest rate risk) adalah potensi tambahan beban pembayaran bunga utang akibat peningkatan suku bunga. Perkembangan risiko tingkat bunga dalam kurun waktu 2011 s.d Mei 2015 menunjukan tren yang relatif menurun sebagaimana terlihat pada rasio utang dengan tingkat bunga mengambang (variable rate) dan refixing rate yang mengalami penurunan. Risiko nilai tukar (exchange rate risk) adalah potensi tambahan beban pembayaran kewajiban utang valas (bunga dan pokok utang) akibat melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing. Perkembangan risiko nilai tukar dalam kurun waktu 2011 s.d Mei 2015 menunjukan indikasi yang semakin membaik seiring dengan semakin berkurangnya porsi utang dalam valuta asing terhadap total utang dan terhadap PDB. Risiko pembiayaan kembali (refinancing risk) adalah potensi ketidakmampuan Pemerintah membiayai utang jatuh tempo melalui penerbitan /pengadaan utang baru dengan biaya dan risiko yang wajar. Perkembangan risiko pembiayaan kembali (refinancing risk) selama kurun 2011 s.d. Mei 2015 relatif stabil. Hal ini terutama disebabkan oleh kebijakan pengelolaan utang yang bertujuan untuk meminimalkan biaya utang dalam tingkat risiko yang terkendali. 2. Potensi Kekurangan (Shortage) Pembiayaan Melalui Utang Pembiayaan melalui utang berperan penting untuk menutup defisit anggaran, membiayai kewajiban utang yang jatuh tempo (refinancing) serta kebutuhan investasi Pemerintah, misalnya untuk PMN. Mengingat peran penting pembiayaan utang, terdapat risiko dimana Pemerintah dalam kondisi tertentu tidak dapat mengadakan/menerbitkan utang baru untuk memenuhi kebutuhan pembiayaan. Risiko shortage utang dan penerbitan utang baru ini berkaitan erat dengan kondisi perekonomian dan pasar keuangan. Untuk mengatasi hal tersebut, Pemerintah telah menyiapkan beberapa langkah antisipasi antara lain Asset Liability Management (ALM), bond stabilization framework dan Crisis Management Protocol. Risiko Kewajiban Kontinjen Pemerintah Pusat Kewajiban kontinjensi merupakan kewajiban potensial bagi Pemerintah yang timbul akibat adanya peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi pasti dengan terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa di masa depan, yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali Pemerintah. Terealisasinya kewajiban kontinjensi merupakan risiko fiskal bagi Pemerintah karena mengakibatkan terjadinya tambahan pengeluaran. Page 4

5 A. DUKUNGAN DAN/ATAU JAMINAN PEMERINTAH PADA PROYEK PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR KPS & NON-KPS Risiko fiskal yang terkait dengan proyek pembangunan infrastruktur berasal dari dukungan dan/atau jaminan yang diberikan oleh Pemerintah terhadap beberapa proyek, yaitu Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik MW (Fast Track Program/FTP) I dimana Pemerintah memberikan jaminan penuh Pemerintah (full credit guarantee), Program Percepatan Pembangunan Pembangkit Tenaga Listrik MW (Fast Track Program/FTP) II dimana Pemerintah memberikan dukungan dalam bentuk penjaminan kelayakan usaha PT PLN (Persero), Program Percepatan Penyediaan Air Minum dimana Pemerintah memberikan jaminan dan subsidi bunga, Proyek Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha melalui Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur serta Penugasan Percepatan Pembangunan Jalan Tol di Sumatera dimana Pemerintah memberikan Jaminan terhadap kewajiban pembayaran PT Hutama Karya (Persero) atas pendanaan berupa penerbitan obligasi dan pinjaman dari lembaga keuangan. B. RISIKO PROGRAM JAMINAN SOSIAL NASIONAL DAN JAMINAN PNS Sesuai amanat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), mulai 1 Januari 2014 Indonesia menjalankan sistem jaminan sosial yang baru. Program SJSN diharapkan akan memberikan dampak positif terhadap pengentasan kemiskinan, perlindungan atas kebutuhan dasar hidup yang layak, bahkan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah berpandangan bahwa program ini merupakan investasi besar bagi masa depan bangsa. Meski demikian, Pemerintah menyadari bahwa apabila tidak didisain dan dikelola dengan baik, program SJSN berpotensi menjadi salah satu sumber risiko fiskal. Untuk tahun 2016, potensi risiko fiskal dari implementasi program SJSN berasal dari program JKN yaitu kondisi kesehatan keuangan Dana Jaminan Sosial Kesehatan. Sedangkan risiko fiskal dari Progam Tabungan Hari Tua PNS dan TNI/Polri berasal dari unfunded past service liability (UPSL) yang menjadi kewajiban Pemerintah seiring dengan kebijakan meningkatkan kesejahteraan pegawai dengan menaikkan gaji pokok PNS dan TNI/Polri. C. RISIKO PENUGASAN KHUSUS EKSPOR Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) didirikan oleh Pemerintah Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2009 tentang Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia yang bertujuan untuk menunjang kebijakan Pemerintah dalam rangka mendorong program ekspor nasional dengan menyediakan fasilitas pembiayaan, penjaminan, asuransi dan jasa konsultasi bagi eksportir. Sumber risiko penugasan khusus terjadi dalam hal terjadinya kejadian gagal bayar atas penugasan khusus, dan program ekspor yang dijadikan penugasan tidak memberikan manfaat secara perekonomian sehingga tidak menghasilkan devisa bagi negara. D. RISIKO FISKAL DARI LEMBAGA KEUANGAN TERTENTU (MENJAGA KESEHATAN KEUANGAN BI, LPS DAN LPEI) Sumber risiko dari lembaga keuangan tertentu berdasarkan amanat dari peraturan perundangundangan yang mengatur modal minimal BI, LPS dan LPEI. Dalam hal modal minimal BI, LPS dan LPEI tidak memenuhi persyaratan peraturan perundangan yang berlaku, Pemerintah dengan persetujuan DPR menutup kekurangan tersebut. Potensi risiko fiskal yang berasal dari pemenuhan modal minimal BI, LPS dan LPEI di tahun 2016 relatif tidak ada mengingat 3 lembaga keuangan tersebut. E. RISIKO FISKAL TERTENTU Selain risiko deviasi APBN dan risiko kewajiban kontinjensi Pemerintah Pusat, terdapat sumber risiko fiscal tertentu yang berasal dari risiko bencana, stabilisasi harga pangan, tuntutan hukum Pemerintah, risiko transaksi internasional dan risiko program pembiayaan perumahan pada masyarakat berpenghasilan rendah. Page 5

6 Mitigasi Risiko Fiskal Setelah mengidentifikasi sumber risiko fiscal, Pemerintah mengambil serangkaian kebijakan guna melakukan mitigasi risiko fiscal. Mitigasi risiko fiscal meliputi mitigasi risiko deviasi APBN, mitigasi risiko kewajiban kontinjensi Pemerintah Pusat dan mitigasi risiko fiscal tertentu. A. Mitigasi Risiko Deviasi APBN Mitigasi risiko deviasi APBN meliputi serangkaian tindakan Pemerintah dalam melakukan mitigasi risiko asumsi dasar ekonomi makro, mitigasi risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara, serta mitigasi risiko utang Pemerintah Pusat. 1. Untuk mengantisipasi terjadinya tambahan defisit akibat deviasi asumsi dasar ekonomi makro dengan realisasinya, Pemerintah mengalokasikan dana cadangan risiko asumsi dasar ekonomi makro. Dana cadangan ini berfungsi sebagai bantalan (cushion) untuk mengurangi besaran defisit APBN. 2. Untuk mengantisipasi risiko deviasi pendapatan dan belanja Negara, khususnya terkait pelaksanaan pemungutan pajak, Pemerintah mengawasi dengan cermat proses transformasi kelembagaan Direktorat Jenderal Pajak yang diharapkan dapat lebih memastikan perbaikan proses bisnis pemungutan pajak, penguatan unit pemungut pajak dan pengembangan kapasitas dan kompetensi pegawai pemungut pajak. 3. Untuk mengantisipasi risiko penurunan kualitas belanja, Pemerintah berusaha untuk melaksanakan kebijakan mengalihkan program kurang produktif ke program yang lebih produktif antara lain mengurangi alokasi untuk kegiatan konsumtif seperti perjalanan dinas dan konsinyering. Pemerintah juga telah mengambil kebijakan pelaksanaan penganggaran berbasis kinerja sehingga pengalokasian anggaran diharapkan dapat sesuai kebutuhan dan pencapaian target guna meminimalisir revisi. 4. Dari sisi penyerapan, Pemerintah juga telah berusaha menyederhanakan proses realisasi dengan menyempurnakan regulasi mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa, mekanisme revisi DIPA, serta penyederhanaan mekanisme pencairan anggaran. 5. Mitigasi risiko pengelolaan utang pemerintah pusat dilakukan dengan: a) mengoptimalkan sumber pendanaan utang dari dalam negeri dengan mengutamakan utang baru dalam mata uang rupiah dan membatasi porsi penerbitan SBN valas; b) memaksimalkan utang baru dengan tenor menengah panjang dan tingat bunga tetap; c) melakukan liability management melalui mekanisme buyback dan/atau debt switch; d) memanfaatkan intrumen lindungi nilai. 6. Mitigasi risiko pemenuhan target pembiayaan utang dilakukan melalui diversifikasi intrumen utang dan basis investor, pendalaman pasar SBN domestik, pengadaan pinjaman siaga sebagai sumber pendanaan utang pada saat kondisi pasar keuangan memburuk (second line of defense), dan pemanfaatan fleksibilitas pembiayaan uang tunai. 7. Dalam kerangka yang lebih luas, Pemerintah telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi risiko shortage utang dan penerbitan baru antara lain: a) pengelolaan utang dalam kerangka Asset Liabilities Management (ALM), yang berperan dalam memberikan alternatif kebijakan secara dini atas adanya risiko ketidakpastian di pasar keuangan global dan domestik; b) mekanisme stabilisasi pasar SBN melalui Bond Stabilization Framework dan Crisis Management Protocol dalam hal mengantisipasi dampak krisis terhadap pasar SBN. Page 6

7 B. Mitigasi Risiko Kewajiban Kontinjensi Pemerintah Pusat Dalam mengelola risiko fiskal yang muncul dari kewajiban kontinjensi, telah disediakan beberapa langkah mitigasi diantaranya adalah memantau mitigasi risiko yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait (seperti PT PLN, PDAM yang mendapat jaminan dari Pemerintah, dan pihak terkait lainnya), mengelola dan memantau risiko residual yang tidak dapat dimitigasi oleh pihakpihak dimaksud dan mengelola kewajiban kontinjensi Pemerintah. Sebagai salah satu bentuk mitigasi atas risiko fiskal yang timbul dari sisi penjaminan proyek infrastruktur dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU), Pemerintah mendirikan sebuah badan usaha untuk menjamin proyek-proyek infrastruktur yang menggunakan skema KPBU yakni Badan Usaha Penjaminan Infrastruktur dhi. PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PT. PII (Persero)). PT PII (Persero) akan melakukan upaya-upaya mitigasi risiko infrastruktur berdasarkan prinsip alokasi risiko sehingga kemungkinan keterjadian atas risiko infrastruktur menjadi berkurang. C. Mitigasi Risiko Fiskal Tertentu Mitigasi risiko fiskal tertentu mencakup serangkaian tindakan yang dilakukan Pemerintah, antara lain: a) Mitigasi Bencana alam dilakukan dengan diversifikasi pembiayaan risiko bencana, baik dari segi sumber maupun pola pengalokasiannya. b) Mitigasi risiko fiskal yang bersumber dari fluktuasi harga pangan, Pemerintah mengeluarkan kebijakan harga serta kebijakan perijinan dan pengendalian dalam rangka menjaga stabilisasi harga pangan, seperti beras/gabah ketersediaan pasokan bahan pokok terjamin. c) Mitigasi dalam rangka mengurangi dampak risiko gugatan hukum kepada Pemerintah dapat dilakukan melalui pelaksanaan prinsip kehati-hatian dalam proses pengambilan kebijakan dan upaya semaksimal mungkin oleh masing-masing K/L untuk meminimalisir jumlah kewajiban bagi Pemerintah. d) Mitigasi risiko untuk mencegah defisit neraca berjalan dilakukan dengan upaya peningkatan ekspor. Secara umum, strategi yang dilakukan adalah dengan melakukan pengembangan investasi pada industri dan pendukung industri, pengembangan metode pembiayaan ekspor dan perbaikan mekanisme biaya di pelabuhan. e) Mitigasi risiko penerimaan negara yang berasal dari perjanjian FTA dan perjanjian lain yang sejenis, maka Pemerintah mulai melakukan perubahan terhadap Tarif Bea Masuk MFN (Most Favourable Nations). f) Mitigasi risiko fiskal dari program pembiayaan perumahan MBR, Pemerintah memberikan penugasan kepada Badan Layanan Umum (BLU) Pusat Pembiayaan Perumahan untuk menyalurkan FLPP bagi MBR, dukungan pembiayaan sekunder perumahan oleh PT Sarana Multigriya Finansial (SMF), dan perluasan manfaat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan untuk menyediakan pilihan manfaat Jaminan Hari Tua sebagai alternatif pembiayaan perumahan serta rencana pemanfaatan dana Bapertarum PNS dan PT Taspen (Persero). Agar program pembiayaan tepat sasaran, salah satu langkah mitigasi risiko adalah menetapkan kritera-kritera debitur yang dapat memanfaatkan KPR-FLPP. Lebih lanjut, BLU Pusat Pembiayaan Perumahan akan memeriksa apakah pemohon KPR-FLPP sesuai dengan kategori debitur MBR yang dapat memanfaatkan KPR dengan bunga 5 persen. Kegiatan ini akan mengurangi kemungkinan terjadinya salah sasaran penyaluran kredit KPR-FLPP. Page 7

Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2017

Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2017 Pengungkapan Risiko Fiskal Dalam Nota Keuangan 2017 Direktorat Pengelolaan Risiko Keuangan Negara Pendahuluan Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dipengaruhi oleh kondisi ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

RINGKASAN APBN TAHUN 2017 RINGKASAN APBN TAHUN 2017 1. Pendahuluan Tahun 2017 merupakan tahun ketiga Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mewujudkan sembilan agenda priroritas (Nawacita)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DISCLAIMER

DAFTAR ISI DISCLAIMER DAFTAR ISI 1. Tujuan dan Kebijakan Pengelolaan Utang 2. Realisasi APBNP 2017 dan Defisit Pembiayaan APBN 3. Perkembangan Posisi Utang Pemerintah Pusat dan Grafik Posisi Utang Pemerintah Pusat 4. Perkembangan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELAN NJA NEGAR RA TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA

PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA PERKEMBANGAN UTANG INDONESIA Utang merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang digunakan sebagai salah satu bentuk pembiayaan ketika APBN mengalami defisit dan untuk membayar kembali utang yang jatuh tempo

Lebih terperinci

RUANG FISKAL DALAM APBN

RUANG FISKAL DALAM APBN RUANG FISKAL DALAM APBN Ruang fiskal secara umum merupakan ketersediaan ruang dalam anggaran yang memampukan Pemerintah menyediakan dana untuk tujuan tertentu tanpa menciptakan permasalahan dalam kesinambungan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015

Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro APBNP 2015 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nov Des Asumsi Dasar Ekonomi Makro 2015 Asumsi Dasar Ekonomi Makro Tahun 2015 Indikator a. Pertumbuhan ekonomi (%, yoy) 5,7 4,7 *) b. Inflasi (%, yoy) 5,0 3,35

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN

SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN SUN SEBAGAI INSTRUMEN PEMBIAYAAN DEFISIT APBN Salah satu upaya untuk mengatasi kemandegan perekonomian saat ini adalah stimulus fiskal yang dapat dilakukan diantaranya melalui defisit anggaran. SUN sebagai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2017 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5462 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2014. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 182) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER

INDONESIA PADA GUBERNUR BANK PANITIA ANGGARAN SEMESTER PANDANGAN GUBERNUR BANK INDONESIA PADA RAPAT KERJA PANITIA ANGGARAN DPR RI MENGENAI LAPORAN SEMESTER I DAN PROGNOSIS SEMESTER II APBN TA 2006 2006 Anggota Dewan yang terhormat, 1. Pertama-tama perkenankanlah

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Pembiayaan APBNP 2017 masih didukung oleh peran utang Pemerintah Pusat. Penambahan utang neto selama bulan Agustus 2017 tercatat sejumlah Rp45,81 triliun, berasal dari penarikan pinjaman

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011

PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011 PENGELOLAAN KEWAJIBAN KONTINJENSI TAHUN ANGGARAN 2011 DIREKTORAT STRATEGI DAN PORTOFOLIO UTANG DIREKTORAT JENDERAL PENGELOLAAN UTANG KEMENTERIAN KEUANGAN DESEMBER 2011 00 Pendahuluan Dalam rangka mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia

Andri Helmi M, SE., MM. Sistem Ekonomi Indonesia Andri Helmi M, SE., MM Sistem Ekonomi Indonesia Pemerintah bertugas menjaga stabilitas ekonomi, politik, dan sosial budaya kesejahteraan seluruh masyarakat. Siapa itu pemerintah? Bagaimana stabilitas di

Lebih terperinci

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi Selasa, 20 Mei 2014 INDEF 1 Diskusi Dwi Bulanan INDEF Menyoal Efektifitas APBN-P 2014 Mengatasi Perlambatan Ekonomi

Lebih terperinci

Angka 2. Pasal 3. Cukup jelas. Angka 3. Pasal 4. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a. Cukup jelas.

Angka 2. Pasal 3. Cukup jelas. Angka 3. Pasal 4. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a. Cukup jelas. PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 I. UMUM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg No.108, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2012. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget

BAB I PENDAHULUAN. kondisi anggaran pendapatan belanja negara (APBN) selalu mengalami budget 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara sedang berkembang yang tengah menuju tahap kemapanan ekonomi, Indonesia membutuhkan anggaran belanja dalam jumlah besar untuk membiayai berbagai program

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman BAB I PENDAHULUAN I-1 1.1 Umum... 1.2 Pokok-pokok Perubahan Asumsi

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI

RINGKASAN EKSEKUTIF DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF Utang Pemerintah Pusat berperan dalam mendukung pembiayaan APBNP 2017. Penambahan utang neto selama bulan September 2017 tercatat sejumlah Rp40,66 triliun, berasal dari penerbitan Surat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada pertengahan tahun 1997 mengakibatkan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator yang sangat penting dalam perekonomian setiap negara, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Krisis ekonomi yang terjadi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Boks... ix BAGIAN I RINGKASAN RAPBN PERUBAHAN TAHUN 2016 1 Pendahuluan... 2 Perubahan Asumsi Dasar Ekonomi Makro

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) No. 4848 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan

I. PENDAHULUAN. Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebijakan fiskal merupakan kebijakan yang diambil pemerintah untuk mengarahkan kondisi perekonomian untuk menjadi lebih baik dengan melakukan perubahan kebijakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2015

RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2015 RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : a. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN

DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TA 2009 Pendahuluan Pada tahun anggaran

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI

KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI KEBIJAKAN KONVERSI PENYALURAN DBH DAN/ ATAU DAU DALAM BENTUK NON TUNAI 1 DASAR HUKUM Pasal 15 ayat (2) dan (3) UU Nomor 14 Tahun 2015 tentang APBN Tahun 2016 (1) Ketentuan mengenai penyaluran anggaran

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL

BIRO ANALISA ANGGARAN DAN PELAKSANAAN APBN SETJEN DPR RI SAL DALAM RAPBN I. Data SAL SAL DALAM RAPBN 12 I. Data SAL 4-12 Tabel 1. Saldo Anggaran Lebih (SAL) TA 4-12 (dalam miliar rupiah) 4 5 6 7 8 9 1 11 12 Saldo awal SAL 1) 24.588,48 21.574,38 17.66,13 18.83,3 13.37,51 94.616,14 66.523,92

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.259, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Tahun Anggaran 2015. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5593) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent No.233, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2018. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6138) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan efektivitas dan

Lebih terperinci

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0)

Pembiayaan Defisit pada APBN-P URAIAN Realisasi APBN-P Realisasi APBN SURPLUS/(DEFISIT) (4,1) (129,8) (87,2) (98,0) Pembiayaan Defisit pada APBN-P 2010 Sebagai konsekuensi dari Penerimaan Negara yang lebih kecil daripada Belanja Negara maka postur APBN akan mengalami defisit. Defisit anggaran dalam batasan-batasan tertentu

Lebih terperinci

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN

NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN NAIK LAGI, UTANG PEMERINTAH RI KINI RP 3.323,36 TRILIUN Detik.com Hingga akhir Mei 2016, total utang pemerintah i pusat tercatat Rp3.323,36 triliun. Naik Rp44,08 triliun dibandingkan akhir April 2016,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2016 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5907) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1

PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH. Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PINJAMAN LUAR NEGERI DAN KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH Oleh : Ikak G. Patriastomo 1 PENDAHULUAN Bantuan luar negeri dapat berupa pinjaman maupun hibah luar negeri. Pinjaman luar negeri lebih mendesak dibahas

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH

PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH I. UMUM PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2011 TENTANG PINJAMAN DAERAH Sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, penyelenggaraan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) No. 63, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16

Lebih terperinci

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III PERUBAHAN KERANGKA EKONOMI DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Kerangka Ekonomi Rancangan Kerangka Ekonomi Daerah merupakan kerangka implementatif atas pelaksanaan RKPD Kabupaten Sijunjung Tahun

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi,

BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA. negara selain faktor-faktor lainnya seperti PDB per kapita, pertumbuhan ekonomi, BAB IV GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN INDONESIA 4.1 Perkembangan Laju Inflasi di Indonesia Tingkat inflasi merupakan salah satu indikator fundamental ekonomi suatu negara selain faktor-faktor lainnya seperti

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan

BAB 1 PENDAHULUAN. pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Surat Berharga Negara (SBN) dipandang oleh pemerintah sebagai instrumen pembiayaan alternatif selain pembiayaan melalui perjanjian pinjaman (loan agreement). Kondisi APBN

Lebih terperinci

RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2016

RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2016 RANCANGANRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN

Lebih terperinci

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008

LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT UTANG NEGARA TAHUN 2008 DISAMPAIKAN SEBAGAI BAGIAN DARI PERTANGGUNGJAWABAN PELAKSANAAN APBN 2008 LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN PENGELOLAAN SURAT BERHARGA NEGARA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah

I. PENDAHULUAN. yang lebih baik dengan mengubah penerimaan dan pengeluaran pemerintah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan ekonomi untuk mengendalikan keseimbangan makroekonomi dan mengarahkan kondisi perekonomian ke arah yang lebih baik dengan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6138 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. APBN. Tahun 2018. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 233) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN

Lebih terperinci

-2- penggerak pertumbuhan perekonomian. Berbagai paket kebijakan yang telah diterbitkan diharapkan juga mampu mendorong tumbuhnya investasi swasta yan

-2- penggerak pertumbuhan perekonomian. Berbagai paket kebijakan yang telah diterbitkan diharapkan juga mampu mendorong tumbuhnya investasi swasta yan TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 240). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2016

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah)

I. PENDAHULUAN. B. Belanja Negara (triliun Rupiah) 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang sedang fokus terhadap pembangunan nasional. Menurut data Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006 2012... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006 2012... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara

Lebih terperinci

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG

PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG PENDAPAT AKHIR PEMERINTAH PADA RAPAT PARIPURNA DPR-RI DALAM RANGKA PEMBICARAAN TINGKAT II/PENGAMBILAN KEPUTUSAN TERHADAP RANCANGAN UNDANG-UNDANG TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014

Lebih terperinci