DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN"

Transkripsi

1 DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA

2 DOKUMEN TAMBAHAN NOTA KEUANGAN DAN RAPBN TA 2009 Pendahuluan Pada tahun anggaran 2009 Pemerintah bertekad untuk memenuhi amanat konstitusi dalam pengalokasian anggaran pendidikan sebesar 20 persen, meskipun dalam kondisi anggaran yang masih sangat terbatas. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tanggal 13 Agustus 2008 tentang alokasi dana pendidikan membuat postur RAPBN 2009 berubah. Buku Nota Keuangan dan RAPBN 2009 yang telah diterima oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat disusun berdasarkan postur RAPBN 2009 sebelum putusan Mahkamah Konstitusi tersebut, dan sebelum dimutakhirkan dengan perkembangan yang terkini. Oleh karena itu, Pemerintah menyampaikan Dokumen Tambahan Nota Keuangan dan RAPBN 2009 yang konsisten dengan putusan Mahkamah Konstitusi tersebut dan pemutakhiran asumsi harga minyak. Namun demikian, penyusunan RAPBN tahun 2009 tetap tidak terlepas dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Dalam RPJM telah ditetapkan 3 (tiga) agenda yang ingin dicapai, yaitu (i) Agenda Aman dan Damai, (ii) Agenda Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat, serta (iii) Agenda Adil dan Demokratis. Berkaitan dengan hal itu, tema pembangunan yang ditetapkan pada tahun 2009 adalah Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengurangan Kemiskinan. Sementara itu, prioritas program adalah: (i) Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan; (ii) Percepatan pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur dan energi; dan (iii) Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri. 1

3 RAPBN tahun 2009 di samping disusun dengan berpedoman pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2009 dan upaya maksimal untuk memenuhi anggaran pendidikan sesuai konstitusi, RAPBN 2009 juga didasarkan pada kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal yang telah disepakati antara Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat pada Pembicaraan Pendahuluan RAPBN Penyesuaian Kerangka Makro RAPBN 2009 Berkaitan dengan kerangka ekonomi makro, kondisi ekonomi dalam negeri dalam tahun 2009 tidak terlepas dari perkembangan mutakhir lingkungan ekonomi global, terutama kecenderungan penurunan harga minyak dunia. Pertumbuhan ekonomi dan volume perdagangan global dalam tahun 2009 diperkirakan masih diliputi ketidakpastian. Kondisi pasar minyak dunia masih diliputi ketidakpastian yang tinggi. Harga minyak yang cenderung menurun belakangan ini masih sulit diperkirakan. Ketidakpastian yang berasal dari masalah geopolitik dapat menyebabkan harga minyak berfluktuasi. Dalam semester pertama tahun 2008, harga minyak melonjak mencapai USD147 per barel. Namun, pada bulan Juli dan awal Agustus tahun 2008, harga minyak merosot menjadi di bawah USD115 per barel. Berkaitan dengan hal tersebut, maka Pemerintah mengusulkan asumsi tingkat harga minyak mentah Indonesia untuk tahun 2009 adalah sebesar USD100 per barel. Harga ini masih dalam cakupan harga yang disepakati DPR, yaitu antara USD95 - USD120 per barel. Pilihan harga minyak rata-rata USD100 per barel pada tahun 2009, mencerminkan perkembangan terakhir pergerakan harga minyak dunia dan berbagai proyeksi yang paling mutakhir. Meskipun demikian, penting bagi pemerintah untuk menjaga APBN dari risiko gejolak harga minyak ke atas yang dapat terjadi seperti yang terlihat dalam kurun waktu 18 bulan terakhir. Asumsi tingkat harga minyak USD100 per barel, dengan demikian juga disertai dengan 2

4 penyediaan cadangan anggaran risiko fiskal untuk penutupan kemungkinan risiko kenaikan harga minyak di atas asumsi hingga sampai pada tingkat harga USD130 per barel. Penetapan anggaran untuk menutup risiko kenaikan harga minyak di atas asumsi sangat penting disebabkan APBN jauh lebih rawan terhadap tekanan harga minyak yang lebih tinggi dibanding jika harga minyak turun. Dengan demikian, kepercayaan terhadap RAPBN 2009 dapat terus terjaga sepanjang tahun 2009, pada saat bangsa Indonesia melaksanakan Pemilu legislatif dan Pemilu Presiden. Selain itu, parameter volume konsumsi BBM bersubsidi disesuaikan menjadi 36,8 juta kiloliter dari 38,8 juta kiloliter dalam buku Nota Keuangan dan RAPBN Sementara itu, lifting minyak mentah Indonesia pada tahun 2009 diharapkan dapat semakin ditingkatkan menjadi sebesar 950 ribu barel per hari. Pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam tahun 2009 tetap diperkirakan sebesar 6,2 persen, atau sama dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi dalam tahun Pertumbuhan ekonomi tahun 2009 diperkirakan berasal dari peningkatan laju pertumbuhan investasi dan ekspor serta terpeliharanya konsumsi masyarakat. Perkiraan ini didukung oleh sejumlah kebijakan ekonomi sebagaimana yang tercantum dalam Inpres Nomor 5 Tahun 2008 tentang Fokus Program Ekonomi Tahun dan Paket UU Perpajakan baru. Paket Kebijakan Perpajakan khususnya Pajak Penghasilan diharapkan akan mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat, sekaligus meningkatkan tingkat kepatuhan dalam membayar pajak. Dalam rangka mengendalikan tingkat inflasi, Pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa meningkatkan sinergi dan koordinasi dalam pengelolaan kebijakan fiskal, moneter dan sektor riil (sektoral). Di pihak lain, harga-harga komoditi global khususnya minyak bumi diperkirakan mulai menunjukkan kecenderungan menurun. Dengan kecenderungan tersebut dan koordinasi yang semakin baik, maka tingkat inflasi dalam tahun 2009 diperkirakan sebesar 6,5 persen. Perkiraan inflasi tahun 2009 tersebut berarti 3

5 jauh lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2008 yang diperkirakan mencapai angka dua digit. Dalam rangka memenuhi anggaran pendidikan sebesar 20 persen sesuai amanat konstitusi, Pemerintah terpaksa menaikkan defisit sebesar Rp20,2 triliun. Dengan demikian defisit RAPBN 2009 akan mencapai 1,9 persen terhadap PDB. Pelonggaran defisit RAPBN 2009 dari 1,5 persen terhadap PDB menjadi 1,9 persen terhadap PDB masih dapat didanai baik melalui pinjaman dalam negeri, melalui tambahan penerbitan surat berharga, maupun pinjaman luar negeri. Penurunan tingkat inflasi, disertai dengan perkiraan meningkatnya surplus neraca pembayaran akan mendorong penguatan nilai tukar Rupiah menjadi Rp9.100 per dolar Amerika Serikat. Menurunnya tingkat inflasi dan penguatan Rupiah akan memberikan ruang bagi Bank Indonesia untuk memperlunak kebijakan moneternya. Akibatnya, suku bunga SBI 3 bulan dalam tahun 2009 diproyeksikan turun menjadi rata-rata 8,5 persen, lebih rendah dari proyeksi tahun 2008 sebesar rata-rata 9,1 persen. Pokok-Pokok Besaran RAPBN 2009 Berdasarkan kerangka ekonomi makro tahun 2009 tersebut, dan sejalan dengan RKP tahun 2009 serta amanat konstitusi dalam anggaran pendidikan, besaran RAPBN tahun 2009 adalah sebagai berikut (lihat Tabel 1). - Pendapatan negara dan hibah diperkirakan akan mencapai Rp1.022,6 triliun, atau meningkat Rp127,6 triliun (14,3 persen) dari APBN-P tahun Belanja negara diperkirakan mencapai Rp1.122,2 triliun, atau naik Rp132,7 triliun (13,4 persen) dari APBN-P tahun Keseimbangan primer (primary balance) diperkirakan sebesar Rp10,7 triliun (0,2 persen terhadap PDB). 4

6 Tabel 1 APBN-P 2008 dan RAPBN 2009 (triliun rupiah) APBN-P Perk Real (Lapsem I) % thd PDB RAPBN % thd PDB RAPBN (Dokumen Tambahan) A. Pendapatan Negara dan Hibah 895,0 20, ,0 21, ,0 21, ,6 19,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 892,0 19, ,1 21, ,0 21, ,6 19,3 1. Penerimaan Perpajakan 609,2 13,6 641,0 13,7 748,9 14,1 726,3 13,7 a. Pajak Dalam Negeri 580,2 12,9 606,4 13,0 717,6 13,6 697,8 13,2 i. Pajak penghasilan 305,0 6,8 325,7 7,0 384,3 7,3 364,4 6,9 1. PPh Migas 53,6 1,2 70,4 1,5 85,6 1,6 65,7 1,2 2. PPh Non-Migas 251,4 5,6 255,3 5,5 298,7 5,6 298,7 5,6 ii. Pajak pertambahan nilai 195,5 4,4 199,5 4,3 245,4 4,6 245,4 4,6 iii. Pajak bumi dan bangunan 25,3 0,6 25,5 0,5 28,9 0,5 28,9 0,5 iv. BPHTB 5,4 0,1 5,5 0,1 7,3 0,1 7,3 0,1 v. Cukai 45,7 1,0 46,7 1,0 47,5 0,9 47,5 0,9 vi. Pajak lainnya 3,4 0,1 3,3 0,1 4,3 0,1 4,3 0,1 b. Pajak Perdagangan Internasional 29,0 0,6 34,7 0,7 31,3 0,6 28,5 0,5 i. Bea masuk 17,8 0,4 19,8 0,4 19,2 0,4 19,2 0,4 ii. Bea Keluar 11,2 0,2 14,9 0,3 12,1 0,2 9,3 0,2 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak 282,8 6,3 363,1 7,8 374,1 7,1 295,4 5,6 a. Penerimaan SDA 192,8 4,3 264,8 5,7 288,4 5,4 212,6 4,0 i. Migas 182,9 4,1 254,9 5,4 278,9 5,3 203,1 3,8 - Minyak bumi 149,1 3,3 209,9 4,5 221,4 4,2 159,3 3,0 - Gas alam 33,8 0,8 45,0 1,0 57,5 1,1 43,7 0,8 ii. Non Migas 9,8 0,2 9,9 0,2 9,5 0,2 9,5 0,2 b. Bagian Laba BUMN 31,2 0,7 35,0 0,7 33,0 0,6 33,0 0,6 c. PNBP Lainnya 53,7 1,2 58,1 1,2 46,8 0,9 44,0 0,8 d. Pendapatan BLU 5,1 0,1 5,1 0,1 5,8 0,1 5,8 0,1 II. Hibah 2,9 0,1 3,0 0,1 0,9 0,0 0,9 0,0 B. Belanja Negara 989,5 22, ,6 23, ,3 22, ,2 21,2 I. Belanja Pemerintah Pusat 697,1 15,5 804,0 17,2 867,2 16,4 818,2 15,5 A. Belanja K/L 290,0 6,5 290,1 6,2 312,6 5,9 312,6 5,9 B. Belanja Non K/L 407,0 9,1 513,9 11,0 554,5 10,5 505,6 9,5 a.l. - Pembayaran Bunga Utang 94,8 2,1 97,0 2,1 109,3 2,1 110,3 2,1 - Subsidi 234,4 5,2 327,8 7,0 323,3 6,1 227,2 4,3 a. Subsidi Energi 187,1 4,2 268,7 5,7 258,0 4,9 161,8 3,1 i. BBM (Pertamina) 126,8 2,8 180,3 3,9 179,1 3,4 101,4 1,9 ii. Listrik (PLN) 60,3 1,3 88,4 1,9 78,9 1,5 60,4 1,1 b. Subsidi Non Energi 47,3 1,1 59,1 1,3 65,4 1,2 65,4 1,2 - Belanja Lain-Lain 32,1 0,7 43,4 0,9 54,3 1,0 100,4 1,9 II. Transfer Ke Daerah 292,4 6,5 293,6 6,3 336,2 6,3 303,9 5,7 1. Dana Perimbangan 278,4 6,2 279,6 6,0 327,1 6,2 295,6 5,6 a. Dana Bagi Hasil 77,7 1,7 78,9 1,7 102,8 1,9 89,9 1,7 b. Dana Alokasi Umum 179,5 4,0 179,5 3,8 201,9 3,8 183,4 3,5 c. Dana Alokasi Khusus 21,2 0,5 21,2 0,5 22,3 0,4 22,3 0,4 2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian 14,0 0,3 14,0 0,3 9,1 0,2 8,3 0,2 C. Keseimbangan Primer 0,3 0,0 6,4 0,1 29,9 0,6 10,7 0,2 D. Surplus/Defisit Anggaran (A - B) -94,5-2,1-90,6-1,9-79,4-1,5-99,6-1,9 E. Pembiayaan (I + II) 94,5 2,1 90,6 1,9 79,4 1,5 99,6 1,9 I. Pembiayaan Dalam Negeri 107,6 2,4 105,6 2,3 93,0 1,8 110,7 2,1 1. Perbankan dalam negeri -11,7-0,3-11,7-0,2 9,8 0,2 9,8 0,2 2. Non-perbankan dalam negeri 119,3 2,7 117,3 2,5 83,1 1,6 100,9 1,9 a. Penerimaan Privatisasi 0,5 0,0 0,5 0,0 1,0 0,0 1,0 0,0 b. Penjualan Aset 3,9 0,1 3,9 0,1 0,6 0,0 0,6 0,0 c. Surat Berharga Negara (neto) 117,8 2,6 115,8 2,5 94,7 1,8 112,5 2,1 d. Dana Investasi Pemerintah dan Rest. BUMN -2,8-0,1-2,8-0,1-13,1-0,2-13,1-0,2 II. Pembiayaan Luar negeri (neto) -13,1-0,3-15,1-0,3-13,6-0,3-11,1-0,2 1. Penarikan Pinjaman LN (bruto) 48,1 1,1 47,2 1,0 46,0 0,9 48,5 0,9 a. Pinjaman Program 26,4 0,6 25,4 0,5 21,2 0,4 23,7 0,4 b. Pinjaman Proyek 21,8 0,5 21,8 0,5 24,9 0,5 24,9 0,5 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang LN -61,3-1,4-62,3-1,3-59,6-1,1-59,6-1,1 % thd PDB % thd PDB 5

7 - Defisit anggaran dalam tahun 2009 diperkirakan mencapai Rp99,6 triliun (1,9 persen terhadap PDB), yang dalam persentase terhadap PDB turun dari defisit anggaran dalam APBN-P tahun 2008 sebesar 2,1 persen terhadap PDB. - Pembiayaan defisit RAPBN tahun 2009 direncanakan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp110,7 triliun, dan pembiayaan luar negeri neto, yaitu penarikan pinjaman dikurangi pembayaran pokok utang, sebesar minus Rp11,1 triliun. - Dari total anggaran belanja negara dalam tahun 2009 di atas, Pemerintah mengusulkan sekitar Rp818,2 triliun (72,9 persen) dialokasikan untuk belanja pemerintah pusat guna mendukung berbagai program pembangunan sesuai prioritas yang ditetapkan dalam RKP Dari total anggaran belanja pemerintah pusat tersebut, alokasi anggaran belanja lain-lain meningkat menjadi sebesar Rp100,4 triliun, terutama karena menampung sementara tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp46,1 triliun. - Untuk mendukung pelaksanaan desentralisasi fiskal, dalam tahun 2009 direncanakan anggaran transfer ke daerah sebesar Rp303,9 triliun atau naik sebesar Rp11,5 triliun (3,9 persen) dari APBN-P tahun Anggaran tersebut, direncanakan dalam bentuk dana bagi hasil sebesar Rp89,9 triliun, dana alokasi umum sebesar Rp183,4 triliun, dana alokasi khusus sebesar Rp22,3 triliun, serta dana otonomi khusus sebesar Rp8,3 triliun. Kebijakan Belanja RAPBN 2009 Seperti tahun sebelumnya, alokasi anggaran belanja pemerintah pusat dalam RAPBN 2009 akan lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan dan berbagai program yang output dan outcome-nya secara langsung dapat mendukung dan/atau memberikan dampak multiplikasi (multiplier effect) yang 6

8 besar. Karena itu, keterbatasan anggaran yang ada harus disiasati dengan peningkatan kualitas belanja (quality of spending) yang lebih baik. Rencana alokasi anggaran belanja pemerintah pusat pada RAPBN tahun 2009, juga merupakan momentum yang sangat penting dalam perkembangan sistem penganggaran belanja negara, karena sejak RAPBN tahun 2009 dan tahun-tahun berikutnya, Pemerintah secara bertahap dan konsisten akan mulai menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja (performance based budgeting). Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka untuk mendukung pencapaian sasaran prioritas Peningkatan pelayanan dasar dan pembangunan perdesaan, dalam RAPBN tahun 2009, direncanakan alokasi anggaran sekitar Rp142,8 triliun. Alokasi anggaran tersebut antara lain akan difokuskan pada kegiatan-kegiatan prioritas yang mendapatkan penekanan khusus dalam upaya pengurangan kemiskinan sebesar Rp42,9 triliun dari total keseluruhan alokasi anggaran untuk program-program penanggulangan kemiskinan pada tahun 2009 sebesar Rp66,2 triliun, pembangunan pendidikan sebesar Rp82,9 triliun, pembangunan kesehatan sebesar Rp5,0 triliun, dan pembangunan perdesaan sebesar Rp11,9 triliun. Sasaran yang hendak dicapai dari prioritas tersebut antara lain adalah: Pertama, peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama untuk penurunan angka kemiskinan menjadi persen. Kedua, peningkatan partisipasi jenjang pendidikan dasar hingga tingkat pendidikan tinggi serta perbaikan kualitas pendidikan. Ketiga, peningkatan cakupan pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin secara cuma-cuma di kelas III Rumah Sakit dan pelayanan kesehatan dasar bagi seluruh penduduk di Puskesmas. Keempat, peningkatan aksesibilitas pelayanan transportasi yang terjangkau bagi seluruh lapisan masyarakat. Kelima, pemenuhan kebutuhan energi, terutama di perdesaan dan pulau-pulau terpencil dalam jumlah yang memadai. Keenam, penyediaan hunian sewa/milik yang layak huni bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Ketujuh, peningkatan kepastian hukum hak atas tanah terutama bagi masyarakat miskin. 7

9 Sasaran tersebut akan dicapai melalui peningkatan langkah sinkronisasi program penanggulangan kemiskinan di tingkat pusat dengan programprogram penanggulangan kemiskinan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah. Dalam rangka menjaga keberlanjutan berbagai program penanggulangan kemiskinan, dalam tahun 2009, cakupan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) akan diperluas ke seluruh kecamatan di Indonesia. Dalam rangka mendukung pencapaian sasaran pokok prioritas Percepatan Pertumbuhan yang berkualitas dengan memperkuat daya tahan ekonomi yang didukung oleh pembangunan pertanian, infrastruktur, dan energi, dalam RAPBN tahun 2009, Pemerintah mengusulkan alokasi anggaran sebesar Rp77,7 triliun. Anggaran tersebut akan difokuskan untuk mendukung pembiayaan bagi berbagai kegiatan yang menunjang pertumbuhan ekonomi sebesar Rp37,2 triliun, menjaga stabilisasi ekonomi sebesar Rp978,2 miliar, serta melaksanakan pembangunan infrastruktur dan energi sebesar Rp39,5 triliun. Sasaran yang hendak dicapai dengan prioritas tersebut di antaranya adalah: Pertama, percepatan pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi sebesar 12,1 persen, dan ekspor nonmigas sebesar 13,5 persen. Kedua, meningkatkan perolehan devisa dari sektor pariwisata menjadi sekitar USD8,0 miliar. Ketiga, ekspansi produksi pangan dan sektor pertanian lainnya. Keempat, tumbuhnya industri pengolahan nonmigas sebesar 6 persen. Kelima, menurunnya tingkat pengangguran terbuka menjadi 7-8 persen dari angkatan kerja. Selanjutnya, guna menunjang upaya pencapaian sasaran pokok prioritas Peningkatan upaya anti korupsi, reformasi birokrasi, serta pemantapan demokrasi, pertahanan dan keamanan dalam negeri, dalam RAPBN tahun 2009, Pemerintah mengusulkan alokasi anggaran sebesar Rp25,4 triliun, termasuk di dalamnya anggaran khusus untuk penyelenggaraan Pemilu sebesar Rp16,1 triliun. 8

10 Adapun sasaran yang akan dicapai adalah sebagai berikut. Pertama, menurunnya tindak pidana korupsi, yang tercermin antara lain dari meningkatnya indeks persepsi korupsi, partisipasi masyarakat dalam upaya pemberantasan korupsi, serta peningkatan kinerja lembaga peradilan, lembaga penegakan hukum, dan lembaga pemberantasan korupsi. Kedua, meningkatnya kinerja birokrasi untuk mendukung keberhasilan pembangunan nasional, diantaranya dalam bentuk peningkatan kualitas pelayanan publik dan penataan kelembagaan yang menunjang fungsi-fungsi pemerintahan. Ketiga, terlaksananya Pemilu tahun 2009 secara demokratis, jujur, adil, dan aman. Alokasi Belanja Pemerintah Pusat Dari total anggaran belanja Pemerintah Pusat dalam tahun 2009 sebesar Rp818,2 triliun, Pemerintah mengajukan rencana alokasi anggaran sebesar Rp312,6 triliun (38,2 persen) untuk belanja kementerian negara/lembaga, sedangkan sebesar Rp227,2 triliun (27,8 persen) untuk subsidi, dan sebesar Rp110,3 triliun (13,5 persen) untuk pembayaran bunga utang. Alokasi anggaran yang sangat besar untuk subsidi tersebut jelas akan mempersempit ruang gerak Pemerintah dalam melakukan manuver fiskal untuk stimulasi kegiatan perekonomian, dan membatasi peluang berbagai program strategis lainnya untuk memperoleh alokasi pendanaan yang memadai. Namun demikian, kebijakan tersebut harus dilakukan terutama untuk meringankan beban masyarakat dalam memperoleh kebutuhan dasarnya, dan sekaligus untuk menjaga agar produsen mampu menghasilkan produk, khususnya yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat, dengan harga yang terjangkau. Ke depan, pemberian subsidi tersebut akan terus dievaluasi agar lebih tepat sasaran dan efisien. Anggaran subsidi sebesar Rp227,2 triliun dalam RAPBN tahun 2009 tersebut akan dialokasikan antara lain untuk: subsidi BBM sebesar Rp101,4 triliun; subsidi listrik sebesar Rp60,4 triliun; serta subsidi pangan, pupuk dan 9

11 benih sebesar Rp32,8 triliun. Anggaran yang direncanakan untuk subsidi sektor pertanian diharapkan dapat membantu peningkatan produksi pertanian tahun Sementara itu, program subsidi pangan direncanakan untuk penyediaan beras murah sebanyak 3,4 juta ton, dengan sasaran 19,1 juta rumah tangga serta kuantitas, dan harga yang sama dengan tahun Dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi dan peningkatan kualitas pelayanan publik, dalam RAPBN tahun 2009 Pemerintah mengalokasikan anggaran belanja pegawai sebesar Rp143,8 triliun atau naik sekitar Rp20,2 triliun (16,4 persen) dari APBN-P tahun Kenaikan anggaran yang cukup besar tersebut berkaitan dengan upaya Pemerintah untuk terus memperbaiki penghasilan aparatur negara dan pensiunan serta mengantisipasi rencana tambahan pegawai baru. Dalam kaitan ini, dalam tahun 2009 Pemerintah merencanakan untuk menaikkan gaji pokok pegawai negeri sipil, anggota TNI dan Polri serta pensiun pokok rata-rata sebesar 15 persen. Selain itu, Pemerintah juga akan memberikan gaji dan pensiun bulan ketigabelas yang akan dibayarkan menjelang tahun ajaran baru untuk meringankan beban biaya pendidikan, serta perbaikan sistem pembayaran pensiun. Berdasarkan prioritas RKP 2009, dalam RAPBN tahun 2009, seperti tahun-tahun sebelumnya terdapat sepuluh kementerian negara/lembaga yang mendapat alokasi anggaran cukup besar. Dalam tahun 2009, Departemen Pendidikan Nasional direncanakan memperoleh alokasi anggaran sebesar Rp52,0 triliun. Alokasi anggaran ini belum mencakup tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp46,1 triliun. Departemen Pekerjaan Umum Rp35,7 triliun, Departemen Pertahanan Rp35,0 triliun, Kepolisian Negara Republik Indonesia Rp25,7 triliun, Departemen Agama Rp20,7 triliun juga belum mencakup tambahan anggaran pendidikan, Departemen Kesehatan Rp19,3 triliun, Departemen Perhubungan Rp16,1 triliun, Departemen Keuangan Rp15,9 triliun, Departemen Dalam Negeri Rp9,0 triliun, dan Departemen Pertanian Rp8,4 triliun. Alokasi anggaran dari 10

12 kesepuluh kementerian negara/lembaga tersebut mencapai sekitar Rp237,8 triliun atau 76,1 persen dari total pagu anggaran belanja kementerian negara/lembaga tahun Untuk memenuhi amanat UUD 1945 mengenai besarnya alokasi anggaran pendidikan sebesar minimum 20 persen dari APBN berkenaan dengan putusan Mahkamah Konstitusi tanggal 13 Agustus 2008 terhadap UU Nomor 16 Tahun 2008 tentang APBN TA 2008, dalam RAPBN 2009 pemerintah mengalokasikan tambahan anggaran pendidikan sebesar Rp46,1 triliun yang untuk sementara ditampung dalam pos belanja lain-lain. Guna memenuhi amanat UUD 1945, alokasi anggaran pendidikan pada Departemen Pendidikan Nasional dan Departemen Agama diprioritaskan untuk menuntaskan pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun, dan untuk menaikkan kesejahteraan guru secara signifikan. Peningkatan anggaran pendidikan sesuai amanat konstitusi juga ditujukan untuk meningkatkan mutu pendidikan dan sekolah/perguruan tinggi. Dengan demikian, kualitas sumber daya manusia Indonesia akan semakin baik, produktif dan kompetitif. Anggaran Departemen Pekerjaan Umum dan Departemen Perhubungan terutama untuk peningkatan pembangunan sarana dan prasarana moda transportasi, serta rehabilitasi dan pemeliharaan jalan dan jembatan. Sementara itu, prioritas alokasi anggaran Departemen Pertahanan dan Kepolisian Negara Republik Indonesia ditujukan untuk menjaga kedaulatan NKRI, serta pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Prioritas alokasi anggaran Departemen Kesehatan ditujukan untuk peningkatan pelayanan kesehatan masyarakat. Kebijakan Anggaran Transfer ke Daerah Beberapa kebijakan pokok anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2009 adalah sebagai berikut: 11

13 - DAU direncanakan sebesar 26 persen dari penerimaan dalam negeri neto dengan memperhitungkan subsidi BBM, subsidi listrik, dan subsidi pupuk sebagai bentuk berbagi beban antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah; - penerapan formula perhitungan DAU secara murni tanpa pengecualian (non hold harmless); - pelaksanaan Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah guna meningkatkan kapasitas fiskal daerah; - tambahan DBH minyak bumi dan gas bumi sebesar 0,5 persen diarahkan khusus untuk pendidikan dasar; - peningkatan DBH cukai tembakau; dan - penambahan bidang yang dibiayai DAK yaitu bidang sarana dan prasarana pedesaan dan bidang perdagangan dari realokasi belanja K/L. Penambahan alokasi transfer ke daerah sejalan dengan upaya pemerintah untuk memperkuat desentralisasi, dan sekaligus mengurangi kesenjangan fiskal yang pada gilirannya mengurangi kesenjangan antardaerah. Perbaikan iklim investasi daerah dilakukan terutama dengan pelaksanaan UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang diikuti pula dengan perbaikan sistem pengawasan peraturan daerah. Untuk mempercepat penurunan kemiskinan, mulai tahun 2009 pemerintah akan memperluas program harmonisasi anggaran untuk program kemiskinan dengan mengintegrasikan anggaran pusat dan daerah terutama pada PNPM. Sumber Pendapatan dan Pembiayaan RAPBN 2009 Untuk mendanai anggaran belanja negara dalam tahun 2009 tersebut, dalam RAPBN tahun 2009, pendapatan negara dan hibah direncanakan mencapai Rp1.022,6 triliun, yang berarti mengalami peningkatan 14,3 persen dari sasaran dalam APBN-P tahun Jumlah tersebut direncanakan berasal 12

14 dari penerimaan perpajakan sebesar Rp726,3 triliun, penerimaan negara bukan pajak sebesar Rp295,4 triliun, dan hibah sebesar Rp0,9 triliun. Rencana penerimaan perpajakan sebesar Rp726,3 triliun dalam tahun 2009 tersebut, berarti naik 19,2 persen dari sasaran APBN-P tahun Peningkatan penerimaan perpajakan dalam tahun 2009 terutama berkaitan dengan langkah-langkah perluasan basis pajak, dan perbaikan administrasi perpajakan, yang didukung dengan modernisasi sistem perpajakan. Di sisi lain, mulai tahun 2009 Pemerintah akan melaksanakan UU Pajak Penghasilan yang baru dengan pokok-pokok perubahan antara lain meliputi: perluasan lapisan tarif dan penurunan tarif PPh Orang Pribadi dari 35 persen menjadi 30 persen, serta penyederhanaan lapisan tarif dan penurunan tarif PPh Badan dari 30 persen menjadi 28 persen. Selain itu, juga ditetapkan kenaikan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dari saat ini sebesar Rp13,2 juta menjadi sebesar Rp15,8 juta untuk wajib pajak pribadi, sehingga dapat meringankan wajib pajak menengah ke bawah, serta pemberian fasilitas tarif khusus yang lebih rendah bagi wajib pajak usaha mikro, kecil dan menengah. Di samping itu, Pemerintah tetap memberikan insentif (keringanan) pajak untuk mendorong investasi dan stabilisasi harga pangan, serta mendistribusikan pendapatan yang lebih baik. Untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran penerimaan perpajakan tersebut, dalam tahun 2009 akan ditempuh langkah-langkah kebijakan perpajakan yang meliputi: (i) intensifikasi perpajakan melalui kegiatan pemetaan, pembuatan profil wajib pajak, pembuatan patokan keuntungan untuk industri atau sektor tertentu (benchmarking), pemanfaatan data pihak ketiga, serta optimalisasi pemanfaatan data perpajakan; (ii) ekstensifikasi perpajakan guna memperluas basis pajak yang layak dikenakan; (iii) pelaksanaan amandemen Undang-undang PPh dan PPN; serta (iv) peningkatan kepatuhan wajib pajak (law enforcement), terutama untuk menindaklanjuti kebijakan sunset policy di tahun

15 Di bidang kepabeanan dan cukai, dalam tahun 2009 akan diberlakukan secara penuh penerapan kerjasama perdagangan antara Indonesia-Jepang dengan skema penurunan tarif bea masuk, serta pemberlakuan free trade zone (FTZ) di kawasan pulau Batam, Bintan, dan kepulauan Karimun. Di samping itu, Pemerintah juga akan terus melanjutkan langkah-langkah kebijakan harmonisasi tarif bea masuk, memberikan fasilitas kepabeanan dalam rangka mendorong investasi dan perdagangan, serta melanjutkan langkah-langkah reformasi birokrasi kepabeanan. Sementara itu, target penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dalam RAPBN tahun 2009 yang direncanakan mencapai Rp295,4 triliun, naik Rp12,5 triliun dari APBN-P tahun Untuk mengamankan sasaran PNBP dalam tahun 2009 tersebut akan ditempuh langkah-langkah kebijakan, yang meliputi antara lain: (i) optimalisasi produksi minyak dan gas yang didukung dengan fasilitas fiskal dan nonfiskal; (ii) pengendalian cost recovery melalui pengendalian alokasi biaya, evaluasi komponen biaya produksi yang dapat dibiayakan (negative list) serta evaluasi standar biaya pengadaan barang dan jasa oleh Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS); (iii) optimalisasi sumber PNBP, khususnya dari sektor pertambangan; dan (iv) peningkatan kinerja BUMN. Defisit anggaran sebesar Rp99,6 triliun (1,9 persen terhadap PDB) dalam RAPBN tahun 2009 direncanakan dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri sebesar Rp110,7 triliun, dan pembiayaan luar negeri neto, yaitu penarikan pinjaman dikurangi pembayaran pokok utang, sebesar minus Rp11,1 triliun. Dengan demikian pembayaran cicilan pokok utang luar negeri lebih besar dari pada jumlah utang luar negeri baru. Hal ini sesuai dengan tujuan untuk terus mengurangi porsi utang luar negeri dalam pembiayaan defisit anggaran. Kebijakan pembiayaan anggaran dalam tahun 2009 tidak hanya bertujuan untuk memperkuat tingkat kemandirian dan mengurangi ketergantungan sumber pembiayaan luar negeri, namun juga ditujukan untuk 14

16 mendorong pengelolaan utang yang berhati-hati. Sumber pembiayaan anggaran dari dalam negeri terutama berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yang dilakukan dengan mempertimbangkan kebijakan fiskal dan moneter secara terpadu, pemanfaatan Rekening Dana Investasi (RDI), serta penerimaan hasil privatisasi BUMN. Dengan semakin terbatasnya sumber-sumber pembiayaan nonutang dalam tahun 2009, dan sejalan dengan upaya untuk semakin mengurangi pembiayaan dari utang luar negeri, maka arah pengelolaan SBN tahun 2009 akan difokuskan antara lain pada: (i) pengembangan produk syariah negara; (ii) restrukturisasi portofolio SBN melalui buyback, debt switching, dan transaksi derivatif; (iii) peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SUN melalui pengembangan pasar REPO, diversifikasi instrumen, dan pengelolaan benchmark; serta (iv) pengelolaan SBN dengan memperhitungkan risiko pasar, dinamika pasar global, term dan kondisi penerbitan utang. Sebagian dari pembiayaan anggaran dalam RAPBN 2009 akan digunakan untuk mendukung pembangunan infrastruktur melalui program kerjasama sektor publik dan swasta. Dengan kebutuhan pembiayaan, baik yang berasal dari dalam negeri maupun pembiayaan luar negeri sebagaimana tersebut di atas, meskipun terjadi pelonggaran defisit RAPBN, namun rasio utang pemerintah terhadap PDB dalam tahun 2009 diperkirakan akan tetap menurun dari sekitar 56 persen pada tahun 2004 menjadi sekitar 30 persen pada tahun Dampak Makro APBN Pengendalian Defisit dan Kesinambungan Fiskal Pemerintah tetap pada komitmennya untuk mengarahkan kebijakan fiskal sebagai stimulus pertumbuhan dan dengan tetap melakukan konsolidasi fiskal. Pengaruh kenaikan harga minyak mentah dunia dalam beberapa tahun 15

17 terakhir telah berdampak pada kemampuan sektor swasta untuk meningkatkan aktivitas dunia usaha dan perekonomian. Pemerintah mengambil langkahlangkah proaktif untuk menjamin proses pemulihan dan momentum pertumbuhan ekonomi sehingga dapat terus berjalan, dengan memberikan stimulus fiskal ataupun counter cyclical guna mendorong pertumbuhan ekonomi, menambah lapangan kerja dan mengurangi angka kemiskinan. Stimulus fiskal dilakukan melalui pemberian ruang untuk ekspansi dengan memperhatikan kondisi keuangan negara dan kondisi perekonomian. Target defisit tahun 2009 lebih tinggi dari realisasi defisit APBN dalam tahun yang memberikan sinyal bahwa stimulus fiskal tetap dipertahankan Pemerintah dalam pembangunan jangka menengah periode Sebagai upaya untuk mewujudkan keseimbangan fiskal, sejak tahun 2005, besaran defisit mulai diperlonggar dengan memberikan ruang fiskal (fiscal space) untuk melakukan ekspansi. Keseimbangan fiskal tersebut mencakup upaya konsolidasi fiskal guna mewujudkan ketahanan fiskal yang berkesinambungan (fiscal sustainability). Untuk melakukan pengendalian dan pemantauan defisit anggaran secara nasional, Pemerintah telah melakukan konsolidasi pengendalian defisit APBN dan defisit APBD, dengan menetapkan bahwa jumlah kumulatif defisit APBN dan defisit APBD tidak melebihi 3,0 persen dari PDB. Penetapan batas defisit nasional (APBN dan APBD) tersebut juga sejalan dengan amanat UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Sejalan dengan target defisit RAPBN 2009 sekitar 1,9 persen terhadap PDB, maka anggaran transfer ke daerah dalam tahun 2009 diperkirakan akan mengalami peningkatan menjadi Rp303,9 triliun (5,7 persen terhadap PDB) dibandingkan dengan APBN-P tahun 2008 sebesar Rp292,4 triliun (6,5 persen terhadap PDB). Dengan semakin meningkatnya alokasi APBN ke daerah dalam tahun 2009, sumber-sumber pendapatan daerah diharapkan akan semakin 16

18 meningkat. Dengan adanya peningkatan pendapatan daerah dalam APBD, maka dalam tahun 2009 Pemerintah Daerah juga diharapkan dapat lebih memacu belanja daerah untuk memacu pembangunan, peningkatan pelayanan publik, serta perbaikan kesejahteraan masyarakat di daerah masing-masing. Untuk mencapai target-target pembangunan di daerah sejalan dengan rencana kerja pemerintah tahun 2009, maka total defisit konsolidasi RAPBD tahun 2009 diperkirakan akan berkisar 0,35 persen terhadap PDB. Dengan target defisit RAPBD 2009 pada tingkat tersebut serta target defisit RAPBN 2009 sebesar 1,9 persen terhadap PDB, maka kumulatif defisit RAPBN dan defisit RAPBD dalam tahun 2009 diperkirakan berkisar 2,25 persen terhadap PDB. Dampak Ekonomi RAPBN Tahun 2009 Mengingat kebijakan anggaran negara melalui APBN merupakan bagian integral dari perilaku perekonomian secara keseluruhan, maka besaran-besaran pada APBN secara langsung maupun tak langsung akan mempunyai dampak yang dalam terhadap perekonomian nasional secara keseluruhan. Secara umum, dampak kebijakan APBN terhadap ekonomi makro dapat dilihat pengaruhnya terhadap tiga besaran pokok yaitu: (i) sektor riil; (ii) ekspansi/ kontraksi rupiah; dan (iii) valuta asing. Melihat dampak besaran-besaran RAPBN 2009 pada sektor riil, maka komponen konsumsi pemerintah dalam RAPBN 2009 diperkirakan mencapai Rp541,9 triliun atau sekitar 10,2 persen terhadap PDB. Secara nominal, besarnya konsumsi pemerintah dalam pembentukan PDB mengalami peningkatan sebesar 24,3 persen dari konsumsi pemerintah dalam APBN-P 2008 sebesar Rp436,1 triliun (9,7 persen terhadap PDB). Sama seperti pola pada tahun-tahun sebelumnya, kontribusi terbesar dalam pembentukan konsumsi pemerintah dalam tahun 2009 adalah belanja barang dan jasa yang mencapai nilai Rp563,9 triliun, atau naik 21,8 persen dari APBN-P

19 Sementara itu, peran investasi atau PMTB Pemerintah dalam RAPBN 2009 mencapai Rp164,6 triliun (3,1 persen terhadap PDB), yang berarti mengalami kenaikan 17,2 persen dari APBN-P Sumber utama PMTB Pemerintah dalam tahun 2009 berasal dari belanja modal pemerintah pusat yang mencapai 63,1 persen dari keseluruhan PMTB Pemerintah dalam tahun Adapun sisanya sekitar 36,9 persen berasal dari belanja modal dalam anggaran yang ditransfer ke daerah. Dengan demikian sejalan dengan peran fiskal dalam memacu perekonomian nasional, maka total dampak RAPBN 2009 pada sektor riil diperkirakan mencapai Rp706,5 triliun (13,3 persen terhadap PDB), atau meningkat 22,5 persen dari APBN-P Transaksi keuangan Pemerintah juga berpengaruh terhadap sektor moneter, melalui ekspansi/kontraksi rupiah dalam perekonomian. Pada tahun 2009, total penerimaan rupiah pemerintah diproyeksikan mencapai sekitar Rp872,5 triliun (16,5 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan 17,1 persen dari penerimaan rupiah dalam APBN-P 2008 sebesar Rp745,3 triliun (16,6 persen terhadap PDB). Sumber utama penerimaan rupiah pemerintah dalam RAPBN 2009 diperkirakan berasal dari penerimaan nonmigas, yang mempunyai kontribusi hingga 75,9 persen. Sedangkan, pengeluaran rupiah dalam RAPBN 2009 diperkirakan mencapai Rp1.097,5 triliun (20,7 persen terhadap PDB), yang berarti meningkat 14,4 persen dari APBN-P Pengeluaran rupiah dalam RAPBN 2009 diperkirakan sebagian besar disumbang dari subsidi, belanja pegawai, dan transfer ke daerah. Dengan demikian, maka transaksi keuangan Pemerintah dalam RAPBN Tahun 2009 diperkirakan mengalami ekspansi, yaitu sebesar Rp225,0 triliun (4,2 persen terhadap PDB). Dampak APBN terhadap valuta asing dihitung dengan memisahkan transaksi yang menggunakan konversi dolar Amerika Serikat pada sisi penerimaan dan pengeluaran. Dalam RAPBN 2009, penerimaan valuta asing Pemerintah dari transaksi berjalan diperkirakan mencapai sekitar Rp170,0 triliun (3,2 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan 12,1 persen dari 18

20 perkiraan transaksi yang sama dalam APBN-P 2008 yang mencapai Rp151,7 triliun (3,4 persen terhadap PDB). Surplus transaksi berjalan dari sektor Pemerintah tersebut berasal dari neraca barang sekitar Rp205,6 triliun (3,9 persen terhadap PDB), sedangkan neraca jasa dari sektor Pemerintah di RAPBN 2009 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp35,7 triliun (0,7 persen terhadap PDB). Sementara itu, transaksi modal pemerintah berbentuk valuta asing dalam RAPBN 2009 diperkirakan mengalami defisit sekitar Rp28,0 triliun (0,5 persen terhadap PDB), terutama disebabkan oleh lebih tingginya pembayaran cicilan pokok utang luar negeri dari penarikan pinjaman baru. Dengan demikian, secara keseluruhan dampak RAPBN 2009 dalam pembentukan valuta asing mencapai Rp142,0 triliun (2,7 persen terhadap PDB), atau mengalami peningkatan 14,7 persen dari APBN-P Risiko Fiskal tahun 2009 Sejalan dengan yang telah dimulai oleh Pemerintah sejak tahun anggaran 2008, maka dalam tahun 2009 juga disampaikan risiko fiskal yang kemungkinan dapat dihadapi oleh RAPBN Dalam pelaksanaannya, risiko fiskal yang antara lain bersumber dari perubahan asumsi makro, kinerja BUMN, atau penjaminan pemerintah, dapat terjadi, namun juga dapat tidak nyata. Dari sumber asumsi makro, risiko fiskal yang kemungkinan dapat terjadi terutama berasal dari fluktuasi harga minyak mentah di pasar dunia. Sampai dengan saat ini, masih sulit ditebak arah perkembangan harga minyak mentah dalam waktu ke depan, karena dominannya pengaruh faktor geopolitik, spekulasi, selain keseimbangan permintaan dan penawaran di pasar minyak. Dengan diasumsikannya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude oil Price/ICP) rata-rata USD100 per barel sebagai basis perhitungan RAPBN tahun 2009, Pemerintah mengantisipasi risiko fiskal yang terjadi, bila perkembangan harganya pada tahun 2009 jauh di atas tingkat harga tersebut. Dalam struktur 19

21 RAPBN tahun 2009, bila terjadi kenaikan asumsi harga minyak sebesar USD10 per barel maka akan menambah defisit sekitar Rp1,0 triliun. Kemudian, dalam perhitungan subsidi BBM tahun 2009, Pemerintah memperkirakan volume konsumsi BBM tahun 2009 sebesar 36,8 juta kiloliter. Melihat perkembangan konsumsi BBM yang masih cukup tinggi di tahun 2008 ini, maka risiko lebih tingginya realisasi konsumsi BBM di tahun 2009 dari yang diperkirakan Pemerintah kemungkinan dapat juga terjadi. Diperkirakan bila konsumsi BBM bertambah 1 juta kiloliter maka akan mengakibatkan tambahan defisit sekitar Rp1,6 triliun. Untuk mengantisipasi risiko fiskal dari kenaikan harga minyak mentah dan volume konsumsi BBM pada tahun 2009 di atas, maka dalam RAPBN tahun 2009 telah dicadangkan dana risiko fiskal untuk faktor Migas sebesar Rp6,0 triliun. Dengan dana risiko fiskal sebesar Rp6,0 triliun tersebut, maka paling tidak dapat menampung kombinasi risiko kenaikan harga ICP ke USD130 per barel dan tambahan volume konsumsi BBM sekitar 2 juta kiloliter. Namun demikian, untuk menjaga subsidi BBM, Pemerintah juga akan mengoptimalkan program konversi minyak tanah ke elpiji dalam tahun 2009 agar dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan. Selain itu, dalam RAPBN tahun 2009 juga telah ditampung dana risiko fiskal sebesar Rp2,0 triliun untuk mengantisipasi perubahan asumsi makro yang lain, seperti inflasi, suku bunga SBI, dan nilai tukar rupiah. Risiko inflasi dapat terjadi karena pelonggaran defisit RAPBN 2009 dari 1,5 persen terhadap PDB ke 1,9 persen terhadap PDB. Deviasi realisasi ketiga variabel ekonomi makro yang saling terkait tersebut dari yang diasumsikan dalam RAPBN tahun 2009 dapat saja terjadi, terutama bersumber dari tekanan eksternal, seperti stabilitas ekonomi dan keuangan dunia, serta harga komoditi primer di pasar internasional. Selain dengan itu, menghadapi dampaknya pada beban pembayaran utang, Pemerintah juga melakukan langkah-langkah antisipasi dengan melakukan restrukturisasi portofolio surat berharga negara, diversifikasi instrumen utang, pengelolaan benchmark, dan peningkatan infrastruktur pendukung pengelolaan utang pemerintah. 20

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SEMESTER I 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan sebesar 6,0%.

Lebih terperinci

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014

Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA Perkembangan Perekonomian dan Arah Kebijakan APBN 2014 Jakarta, 10 Juni 2014 Kunjungan FEB UNILA Outline 1. Peran dan Fungsi APBN 2. Proses Penyusunan APBN 3. APBN

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 31 AGUSTUS 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA PERUBAHAN TAHUN ANGGARAN 2012 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... BAB

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN

DATA POKOK APBN DATA POKOK - DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, dan...... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN-P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P 2007 DAN -P 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 :, 2007 dan 2008......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995 2008...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009

PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 PERKEMBANGAN ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO DAN REALISASI APBN SAMPAI DENGAN 30 SEPTEMBER 2009 I. ASUMSI DASAR EKONOMI MAKRO 1. Pertumbuhan Ekonomi Dalam UU APBN 2009, pertumbuhan ekonomi Indonesia ditargetkan

Lebih terperinci

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p

2 Sehubungan dengan lemahnya perekonomian global, kinerja perekonomian domestik 2015 diharapkan dapat tetap terjaga dengan baik. Pertumbuhan ekonomi p TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 44) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2007 DAN APBN 2008 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : dan.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1994/1995...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1994/1995.........

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Umum Enam puluh tiga tahun merdeka memberikan pengajaran kepada bangsa Indonesia bahwa perjalanan sebuah bangsa adalah sebuah perjalanan yang penuh perjuangan dan kerja keras. Proses

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a APBN 2004 dan 2004 Keterangan APBN (1) (2) (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,9 20,3 1. Penerimaan Perpajakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii

DAFTAR ISI. Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... i Daftar Tabel... v Daftar Grafik... vii BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Umum... 1.2 Realisasi Semester I Tahun 2013... 1.2.1 Realisasi Asumsi Dasar Ekonomi Makro Semester

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 2010 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005 2010.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005 2010..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah)

Tabel 1a APBN 2004 dan APBN-P 2004 (miliar rupiah) Tabel 1a 2004 dan -P 2004 Keterangan -P ( (3) (4) (5) A. Pendapatan Negara dan Hibah 349.933,7 17,5 403.769,6 20,3 I. Penerimaan Dalam Negeri 349.299,5 17,5 403.031,8 20,3 1. Penerimaan Perpajakan 272.175,1

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

RINGKASAN APBN TAHUN 2017

RINGKASAN APBN TAHUN 2017 RINGKASAN APBN TAHUN 2017 1. Pendahuluan Tahun 2017 merupakan tahun ketiga Pemerintahan Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk mewujudkan sembilan agenda priroritas (Nawacita)

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 110, 2005 APBN. Pendapatan. Pajak. Bantuan. Hibah. Belanja Negara (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2005 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN-P 2006 DAN APBN 2007 DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK -P DAN DEPARTEMEN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : -.......... 1 Tabel 2 : Penerimaan Dalam Negeri, 1989/1990...... 2 Tabel 3 : Penerimaan Perpajakan, 1989/1990...... 3 Tabel

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN I. Ekonomi Dunia Pertumbuhan ekonomi nasional tidak terlepas dari perkembangan ekonomi dunia. Sejak tahun 2004, ekonomi dunia tumbuh tinggi

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Perkembangan ekonomi makro bulan Oktober 2004 hingga bulan Juli 2008 dapat diringkas sebagai berikut. Pertama, stabilitas ekonomi tetap terjaga

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel 4 : Belanja

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara dan Hibah, 2006...

Lebih terperinci

REALISASI SEMENTARA APBNP

REALISASI SEMENTARA APBNP I. PENDAPATAN NEGARA DAN HIBAH REALISASI SEMENTARA 1 Dalam tahun, realisasi pendapatan negara dan hibah mencapai Rp1.014,0 triliun (16,0 persen dari PDB). Pencapaian ini lebih tinggi Rp21,6 triliun (2,2

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63)

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) No. 4848 TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 63) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2005 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2005.. 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2005..... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara, 2005. 3 Tabel

Lebih terperinci

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak

2 makro yang disertai dengan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal, dan pergeseran anggaran antarunit organisasi dan/atau antarprogram yang berdampak No.44, 2015 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2015. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5669) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada

I. PENDAHULUAN. Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun memberikan dampak pada 1 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997-1998 memberikan dampak pada keuangan Indonesia. Berbagai peristiwa yang terjadi pada masa krisis mempengaruhi Anggaran Pendapatan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2003 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2002 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2006 2012 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2006 2012... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2006 2012... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara

Lebih terperinci

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 35 PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Sejak pertengahan tahun 2006, kondisi ekonomi membaik dari ketidakstabilan ekonomi tahun 2005 dan penyesuaian kebijakan fiskal dan moneter yang

Lebih terperinci

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut

Rincian Penerimaan Perpajakan Tahun Anggaran 2008 adalah sebagai berikut PENJELASAN A T A S RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.142, 2014 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun anggaran 2014. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5547) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A

LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGARAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A LAPORAN PEMERINTAH TENTANG PELAKSANAANN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJAA NEGARA SEMESTER PERTAMA TAHUN ANGGAR RAN 2012 R E P U B L I K I N D O N E S I A Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel...

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN DAERAH REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN NOMOR 74/DPD RI/IV/2012 2013 PERTIMBANGAN TERHADAP KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN POKOK-POKOK KEBIJAKAN FISKAL SERTA DANA TRANSFER DAERAH DALAM RANCANGAN UNDANG-UNDANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA

Lebih terperinci

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN

Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Mandatory Spending, SAL dan Kelebihan Pembiayaan (overfinancing) APBN Pendahuluan Dalam penyusunan APBN, pemerintah menjalankan tiga fungsi utama kebijakan fiskal, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi,

Lebih terperinci

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN

Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Umum Enam puluh tiga tahun merdeka memberikan pengajaran kepada bangsa Indonesia bahwa perjalanan sebuah bangsa adalah sebuah perjalanan yang penuh perjuangan dan kerja keras. Proses

Lebih terperinci

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg

2013, No makro yang disertai dengan perubahan kebijakan fiskal yang berdampak cukup signifikan terhadap besaran APBN Tahun Anggaran 2013 sehingg No.108, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun Anggaran 2012. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5426) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012

REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 REALISASI BELANJA NEGARA SEMESTER I TAHUN 2012 Realisasi Belanja Pemerintah Pusat Pada APBN-P tahun 2012 volume belanja negara ditetapkan sebesar Rp1.548,3 triliun, atau meningkat Rp112,9 triliun (7,9

Lebih terperinci

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan

faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, kualitas birokrasi. Sistem ekonomi yang dianut oleh suatu negara akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu negara sangat ditentukan oleh berbagai faktor yang dimiliki masing-masing negara, antara lain sistem ekonomi, ketersediaan sumber daya, teknologi,

Lebih terperinci

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah)

TABEL 2 RINGKASAN APBN, (miliar rupiah) 2 A. Pendapatan Negara dan Hibah 995.271,5 1.210.599,7 1.338.109,6 1.438.891,1 1.635.378,5 1.762.296,0 I. Pendapatan Dalam Negeri 992.248,5 1.205.345,7 1.332.322,9 1.432.058,6 1.633.053,4 1.758.864,2 1.

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR

M E T A D A T A INFORMASI DASAR M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Operasi Keuangan Pemerintah Pusat 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta 4 Contact : Divisi

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELAN NJA NEGAR RA TAHUN ANGGARAN 2011 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar

Lebih terperinci

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi

STAN KEBIJAKAN FISKAL PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA. oleh: Rachmat Efendi PENGANTAR PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA KEBIJAKAN FISKAL oleh: Rachmat Efendi Sekolah Tinggi Akuntansi Negara Prodip III Kepabeanan Dan Cukai Tahun 2015 TUJUAN PEMBELAJARAN Memahami Kebijakan Fiskal yang

Lebih terperinci

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010

ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 ANALISIS KEBIJAKAN FISKAL/KEUANGAN DAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2010 Penyusun: 1. Bilmar Parhusip 2. Basuki Rachmad Lay Out Budi Hartadi Bantuan dan Dukungan Teknis Seluruh Pejabat/Staf Direktorat Akuntansi

Lebih terperinci

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta KUPA Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta Penetapan KUPA Kebijakan Umum Perubahan Anggaran Tahun Anggaran 2017 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah DIY Kompleks Kepatihan Danurejan Yogyakarta (0274)

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang :

Lebih terperinci

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma

No koma dua persen). Untuk mencapai target tersebut, pemerintah akan meningkatkan kredibilitas kebijakan fiskal, menjaga stabilitas ekonomi ma TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.6111 KEUANGAN. APBN. Tahun 2017. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 186) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar

Lebih terperinci

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA

RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA RENCANA DAN KEBIJAKAN ALOKASI TRANSFER KE DAERAH DAN DANA DESA Disampaikan oleh: Direktur Pembiayaan dan Kapasitas Daerah Dr. Ahmad Yani, S.H., Akt., M.M., CA. MUSRENBANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA R.I No.5907 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 146). PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan fiskal merupakan salah satu kebijakan dalam mengatur kegiatan ekonomi secara makro, di samping kebijakan fiskal juga terdapat kebijakan moneter yang merupakan

Lebih terperinci

DATA POKOK APBN 2007 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

DATA POKOK APBN 2007 2013 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DATA POKOK APBN 2007 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 : Asumsi Ekonomi Makro, 2007... 1 Tabel 2 : Ringkasan APBN, 2007... 2 Tabel 3 : Pendapatan Negara dan Hibah, 2007...

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) No. 63, 2008 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2008. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4848) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442)

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 130, 2004 (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4442) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2004 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA. KETERANGAN PERS Pokok-Pokok UU APBN-P 2016 dan Pengampunan Pajak KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA GEDUNG DJUANDA I, JALAN DR. WAHIDIN NOMOR I, JAKARTA 10710, KOTAK POS 21 TELEPON (021) 3449230 (20 saluran) FAKSIMILE (021) 3500847; SITUS www.kemenkeu.go.id KETERANGAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA

PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA K E M E N T E R I A N K E U A N G A N PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA Budget Goes To Campus UNIVERSITAS AHMAD DAHLAN YOGYAKARTA, 21 NOVEMBER 2017 POKOK BAHASAN PENDAHULUAN PROSES PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN

Lebih terperinci

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN

SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN SAL SEBAGAI SALAH SATU ALTERNATIF SUMBER PEMBIAYAAN DALAM APBN Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran/Sisa Kurang Pembiayaan Anggaran (SiLPA/SiKPA) adalah selisih lebih/kurang antara realisasi penerimaan dan pengeluaran

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, INSTRUKSI PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2003 TENTANG PAKET KEBIJAKAN EKONOMI MENJELANG DAN SESUDAH BERAKHIRNYA PROGRAM KERJASAMA DENGAN INTERNATIONAL MONETARY FUND PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2008 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN

BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN BAB II PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO TAHUN 2002 2004 Bab perkembangan ekonomi makro tahun 2002 2004 dimaksudkan untuk memberi gambaran menyeluruh mengenai prospek ekonomi tahun 2002 dan dua tahun berikutnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri

I. PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang akan melaju secara lebih mandiri apabila pembangunan itu sebagian besar dapat dibiayai dari sumber-sumber penerimaan dalam negeri,

Lebih terperinci

2009, No berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; c. bahwa s

2009, No berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional; c. bahwa s No.118, 2009 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN NEGARA. APBN 2009. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5041) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pengeluaran Pemerintah memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi suatu negara seperti Indonesia. Belanja Pemerintah tersebut dipenuhi dari penerimaan negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2007 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 www.bpkp.go.id DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 REPUBLIK INDONESIA

NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 REPUBLIK INDONESIA NOTA KEUANGAN DAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2008 REPUBLIK INDONESIA Daftar Isi DAFTAR ISI Halaman Daftar Isi... Daftar Tabel... Daftar Grafik... Daftar Boks... Daftar Lampiran...

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Mei 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Mei 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 31 Maret 2017 Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. Maret 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari) 5,1 5,01 4,0 3,61 5,3 5,2 13.300 13.348

Lebih terperinci

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016

Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 Pidato Presiden - Penyampaian Keterangan Pemerintah atas RUU APBN serta..., Jakarta, 16 Agustus 2016 Selasa, 16 Agustus 2016 PIDATO PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENYAMPAIAN KETERANGAN PEMERINTAH ATAS RANCANGAN

Lebih terperinci

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017

INFOGRAFIS REALISASI PELAKSANAAN APBN 2017 INFOGRAFIS REALISASI s.d. 28 April 2017 FSDFSDFGSGSGSGSGSFGSF- DGSFGSFGSFGSGSG Realisasi Pelaksanaan INFOGRAFIS (s.d. April 2017) Perkembangan Asumsi Ekonomi Makro Lifting Minyak (ribu barel per hari)

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2001 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2002 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG

ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 KEPANITERAAN DAN SEKRETARIAT

Lebih terperinci

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO

BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO BAB 34 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka ekonomi makro dan pembiayaan pembangunan memberikan gambaran mengenai kemajuan ekonomi yang akan dicapai dalam tahun 2004 2009, berdasarkan

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.146, 2016 KEUANGAN NEGARA. APBN. Tahun 2016. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5907) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2008 memberi gambaran kondisi ekonomi makro tahun 2006,

Lebih terperinci

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent

2017, No melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (1) Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, perlu membentuk Undang-Undang tent No.233, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEUANGAN. APBN. Tahun 2018. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6138) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017

Lebih terperinci

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN

BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN BAB 3 KERANGKA EKONOMI MAKRO DAN PEMBIAYAAN PEMBANGUNAN Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan pada Rencana Kerja Pemerintah (RKP) Tahun 2006 disempurnakan untuk memberikan gambaran ekonomi

Lebih terperinci

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG

PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2000 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2001 UMUM Anggaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar.

I. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi suatu negara di satu sisi memerlukan dana yang relatif besar. Sementara di sisi lain, usaha pengerahan dana untuk membiayai pembangunan tersebut

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA

KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA KEBIJAKAN EKONOMI INDONESIA Kuliah SEI pertemuan 11 NANANG HARYONO, S.IP., M.Si DEPARTEMEN ADMINISTRASI FISIP UNIVERSITAS AIRLANGGA 2012 Perencanaan Pembangunan Ekonomi ARTHUR LEWIS dalam buku DEVELOPMENT

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2006 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2005 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2006 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 41 TAHUN 2008 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2009 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 10 TAHUN 2010 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA NEGARA TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

21 Universitas Indonesia

21 Universitas Indonesia BAB 3 GAMBARAN UMUM DEPARTEMEN KEUANGAN DAN BALANCED SCORECARD TEMA BELANJA NEGARA 3.1. Tugas, Fungsi, dan Peran Strategis Departemen Keuangan Republik Indonesia Departemen Keuangan Republik Indonesia

Lebih terperinci

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA

MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA MEKANISME PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA NEGARA KOMPETENSI DASAR Mamahami pelaksanaan pasal-pasal yang mengatur tentang keuangan negara INDIKATOR Sumber Keuangan Negara Mekanisme Pengelolaan Keuangan Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menciptakan kemandirian dalam pembiayaan pembangunan dengan. mengurangi ketergantungan pada sumber dana luar negeri. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pajak merupakan sumber penerimaan yang sangat penting artinya bagi perekonomian suatu Negara. Demikian juga dengan Indonesia sebagai negara yang sedang membangun,

Lebih terperinci