SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG. Oleh: KAREN PUSPASARI F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG. Oleh: KAREN PUSPASARI F"

Transkripsi

1 SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG Oleh: KAREN PUSPASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 Karen Puspasari. F Aplikasi teknologi dan bahan tambahan pangan untuk meningkatkan umur simpan mie basah matang. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. dan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc RINGKASAN Mie basah telah menjadi makanan yang populer dalam diet masyarakat Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) , mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Akan tetapi, penggunaan bahan tambahan terlarang, seperti formalin dan boraks, pada produk mie basah matang ternyata marak terjadi di Indonesia beberapa waktu belakangan ini. Formalin umumnya digunakan untuk memperpanjang umur simpan mie mencapai beberapa minggu, sedangkan boraks ditambahkan untuk meningkatkan kekenyalan mie. Larangan penggunaan formalin dan boraks untuk bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88. Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan mutu mie basah matang, khususnya dalam hal umur simpan, dengan aplikasi teknologi dan bahan tambahan pangan, serta untuk memperoleh korelasi antara umur simpan mie basah matang dengan teknologi proses yang diaplikasikan. Istilah mie basah matang untuk selanjutnya akan dipersingkat dengan sebutan mie. Tahapan penelitian meliputi pengaruh garam alkali (Na 2 CO 3 0,6% dan STPP 0,2%), penambahan hidrokoloid (CMC 0,2%, gum Arab 0,5%, dan karagenan 0,5%), aplikasi perlakuan fisik (pemasakan, penyimpanan suhu rendah, dan pengemasan), optimasi bahan pengawet yang diizinkan (natrium asetat, kalsium propionat, dan kalium sorbat), dan pemenuhan syarat CPPB. Setiap perlakuan yang memberikan umur simpan paling lama dan mutu mie terbaik akan diaplikasikan secara bersamaan pada tahapan terakhir untuk dianalisis mutu fisik, kimia, mikrobiologi, dan organoleptiknya. Aplikasi garam alkali Na 2 CO 3 dan STPP kedalam mie memberikan pengaruh terhadap tekstur, warna, dan umur simpan mie. Nilai kekerasan dan elastisitas yang dihasilkan oleh kedua jenis garam alkali ini berbeda secara nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05), sedangkan nilai kelengketan keduanya tidak berbeda secara nyata. Warna mie yang diberi panambahan Na 2 CO 3 dan STPP berada dalam kisaran warna kuning kemerahan dengan nilai kecerahan (L) mie dengan penambahan STPP (L 72,27) lebih tinggi daripada mie dengan penambahan Na 2 CO 3 (L 68,87). Mie dengan panambahan Na 2 CO 3 memiliki umur simpan 44 jam, sedangkan mie dengan penambahan STPP selama 24 jam. Penggunaan Na 2 CO 3 0,6% sebagai garam alkali memberikan hasil yang lebih baik daripada STPP 0,2% dalam hal tekstur, warna, dan umur simpan, sehingga Na 2 CO 3 0,6% untuk selanjutnya akan digunakan sebagai garam alkali yang diaplikasikan dalam formula untuk mie kontrol pada tahapan selanjutnya. Uji statistik menggunakan analisis ragam (ANOVA) dengan uji lanjut Tukey HSD menunjukkan nilai kekerasan mie dengan penambahan gum Arab 0,5% (3732,2 gf) tidak berbeda nyata dengan kontrol (3705,3 gf), namun keduanya berbeda nyata dengan mie dengan penambahan CMC (3956,2 gf) dan karagenan 0,5% (3207,5 gf).

3 Warna ketiga sampel mie penambahan hidrokoloid berada dalam kisaran warna kuning kemerahan. Mie dengan penambahan karagenan memiliki nilai kecerahan tertinggi (L 72,89). Umur simpan mie dengan penambahan karagenan sama dengan mie kontrol, yaitu 44 jam, sedangkan mie dengan penambahan CMC dan gum Arab memiliki umur simpan 48 jam. Penambahan hidrokoloid tidak memperpanjang umur simpan mie karena konsentrasi hidrokoloid yang ditambahkan rendah sehingga tidak mampu menurunkan jumlah air bebas dalam bahan. Penambahan CMC kedalam formula mie memberikan kontribusi yang paling rendah terhadap biaya produksi dibandingkan dua hidrokoloid lainnya. CMC dipilih sebagai perlakuan hidrokoloid terbaik dari segi tekstur dan selanjutnya diaplikasikan pada tahap kombinasi perlakuan terbaik. Minyak yang digunakan untuk melumur mie adalah minyak kelapa. Pelumuran minyak yang dilakukan setelah pemasakan memberikan penampakan mie yang lebih baik dan tidak lengket, serta penggunaan minyak yang lebih efisien. Pengukusan mie yang dilakukan selama 10 dan 12 menit menghasilkan warna yang tidak berbeda nyata (p<0,05). Namun, warna mie yang dikukus lebih gelap dan berbeda nyata (p<0,05) dengan warna mie yang direbus selama 2 menit. Hal ini disebabkan oleh terjadinya reaksi Maillard pada mie yang dikukus karena mie kukus memiliki nilai a w 0,945-0,95, yang lebih rendah dari mie yang direbus (a w 0,97). Umur simpan mie yang dikukus lebih panjang, yaitu 68 jam, dibandingkan dengan mie yang direbus (44 jam). Pemasakan mie dengan cara direbus selama 2 menit memberikan tekstur yang lebih baik (3705,3 gf), dimana mie yang dikukus memiliki tekstur yang liat dan keras dengan nilai kekerasan 9065,0 gf (10 menit) dan 9302,8 gf (12 menit). Berdasarkan pertimbangan terhadap tekstur dan warna, mie yang direbus selama 2 menit dengan pelumuran minyak setelah perebusan dipilih sebagai perlakuan pemasakan dan pelumuran yang diaplikasikan pada tahapan kombinasi perlakuan terbaik. Penggunaan plastik LDPE atau PP tebal tidak berpengaruh terhadap umur simpan mie selama kemasan tertutup rapat, yaitu 44 jam. Pengemasan mie dengan kondisi tertutup mengurangi jumlah kontaminasi mikroba dari lingkungan. Pengemasan vakum terhadap mie menyebabkan penampakan mie menjadi kurang menarik. Penyimpanan mie pada suhu rendah meningkatkan umur simpan, yaitu 10 hari (13 ± 2 o C) dan 40 hari (4 ± 1 o C). Namun, biaya untuk aplikasi suhu rendah masih sangat tinggi dan tidak terjangkau oleh produsen mie. Oleh karenanya, penyimpanan mie pada suhu ruang dengan kemasan LDPE dipilih sebagai perlakuan kondisi penyimpanan yang diaplikasikan pada tahapan kombinasi perlakuan terbaik. Kombinasi pengawet Na-asetat 0,032% + Ca-propionat 0,1% (formula I) dan Na-asetat 0,032% + Ca-propionat 0,05% + K-sorbat 0,05% (formula VI) menghasilkan mie dengan umur simpan 56 jam. Kombinasi pengawet Na-asetat 0,032% + K-sorbat 0,1% (formula III) menghasilkan mie dengan umur simpan 52 jam. Kombinasi pengawet Ca-propionat 0,1% + K-sorbat 0,1% (formula II) dan Capropionat 0,15% + K-sorbat 0,05% (formula V), yang melibatkan penambahan sorbat sebanyak 50%, menghasilkan mie dengan umur simpan paling pendek, yaitu 48 jam. Mie dengan penambahan kombinasi Na-asetat 0,016% + Ca-propionat 0,1% + K- sorbat 0,05% (formula VII) memiliki umur simpan terpanjang, yaitu 60 jam. Formula VII sebagai pengawet terbaik setelah diturunkan konsentrasinya menjadi 25% menghasilkan mie dengan umur simpan 56 jam.

4 Mie kombinasi terbaik adalah mie yang dibuat dengan penambahan Na 2 CO 3 0,6%, CMC 0,2%, dan pengawet Na-asetat 0,004% + Ca-propionat 0,025% + K- sorbat 0,0125% (CPPB 25%), kemudian dimasak dengan cara direbus selama 2 menit, dikemas dengan plastik LDPE, dan disimpan pada suhu ruang. Perubahan warna mie kontrol dan mie kombinasi terbaik terlihat pada nilai kecerahannya, dimana nilai kecerahan akan meningkat seiring dengan bertambahnya waktu penyimpanan. Selama penyimpanan mie terjadi penurunan nilai kekerasan dan peningkatan nilai kelengketan. Nilai kekerasan dan kelengketan mie kontrol tidak berbeda nyata antara jam ke-0, 16, 32, dan 48. Nilai kekerasan mie kombinasi terbaik berbeda nyata dengan jam ke-0 setelah penyimpanan 48 jam, sedangkan nilai kelengketan tertinggi pada jam ke-56. Nilai a w mie kombinasi terbaik hampir sama dengan mie kontrol, sekitar 0,965 dan 0,970. Selama penyimpanan, terjadi penurunan nilai ph mie dimana nilai ph berbeda nyata (p<0,05) setelah penyimpanan selama 48 jam. Perubahan nilai ph mie kontrol tidak berbeda nyata (p<0,05) sampai akhir penyimpanan, sedangkan nilai ph mie berbeda nyata (p<0,05) pada jam ke-48 (ph 6,89). Nilai TAT tidak diukur karena ph mie yang disimpan masih berada di atas ph netral. Total mikroba awal kedua sampel mie tergolong rendah, dimana TPC mie kontrol sebesar 2,96 log cfu/g dan mie kombinasi terbaik 0,57 log cfu/g. Mie kontrol dan mie kombinasi terbaik mencapai batas mutu SNI pada jam yang sama, yaitu jam ke-32, walaupun secara subyektif mie kombinasi terbaik memiliki umur simpan lebih panjang berdasarkan terdeteksinya bau asam dan lendir. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga pengawet yang diaplikasikan dalam mie kombinasi terbaik kurang efektif dalam menghambat pertumbuhan mikroba perusak dan tidak dapat memperpanjang umur simpan mie secara mikrobiologis. Total kapang dan khamir pada sampel mie kontrol maupun mie kombinasi terbaik pada waktu akhir penyimpanan masih memenuhi syarat mutu SNI mie basah, yaitu kurang dari Koliform tidak ditemukan pada kedua sampel mie selama penyimpanan. Kondisi ini dapat tercapai dengan praktek sanitasi yang baik pada saat pengolahan mie. Uji organoleptik dilakukan menggunakan uji hedonik dengan skala hedonik 1 sampai 5. sebagai kontrol positif, ikut diujikan mie yang dijual di pasaran. Berdasarkan penilaian panelis, mie kontrol dan mie kombinasi terbaik tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% (p<0,05) untuk atribut warna (skor 4,21 dan 4,43), aroma (skor 3,62 dan 3,70), tekstur (skor 4,07 dan 3,63), rasa (skor 3,73 dan 3,63), dan keseluruhan (skor 3,94 dan 4,17). Sedangkan mie yang dijual di pasaran berbeda nyata (p<0,05) dengan kedua sampel mie yang dibuat pada skala laboratorium untuk atribut warna (skor 3,45), aroma (skor 1,90), tekstur (skor 2,53), rasa (skor 2,18), dan keseluruhan (skor 2,15). Hal ini menunjukkan bahwa kedua mie yang dibuat pada skala laboratorium secara keseluruhan lebih disukai daripada mie yang dijual di pasaran. Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah praktek higiene dan sanitasi yang baik pada saat pengolahan sangat berperan dalam mengurangi kontaminasi mikroba, sehingga mie yang dihasilkan memiliki umur simpan yang lebih panjang. Selain itu, penyimpanan mie dalam kemasan plastik tertutup juga akan mengurangi peluang terjadinya kontaminasi mikroba dari luar selama distribusi dan penjualan.

5 APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh KAREN PUSPASARI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

6 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh KAREN PUSPASARI F Tanggal lulus: 27 November 2006 Menyetujui, Bogor, Februari 2007 Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. Dosen Pembimbing I Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc. Dosen Pembimbing II Mengetahui, Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen ITP

7 RIWAYAT PENULIS Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 22 September 1984 dan merupakan anak pertama dari pasangan Felix Wirya dan Vonny Kartawinata. Pendidikan formal penulis dimulai di TK Kristen VIII BPK Penabur, SD Kristen VIII BPK Penabur, SLTP Kristen V BPK Penabur, dan SMU Kristen I BPK Penabur. Penulis melanjutkan pendidikan tingginya di Institut Pertanian Bogor melalui jalur masuk SPMB pada tahun Selama kuliah penulis aktif di beberapa organisasi kampus, seperti di kepanitiaan beberapa acara, yaitu Lepas Landas Sarjana 2003, BAUR 2004, Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XII, dan National Student Paper Competition. Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Dasar I dan Analisis Pangan. Penulis berkesempatan mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Penelitian yang diselenggarakan oleh Dikti dan mewakili IPB pada PIMNAS XIX 2006 di Universitas Muhammadiyah Malang, serta meraih penghargaan setara emas untuk kategori presentasi. Sejak tahun 2003 sampai akhir studinya, penulis menerima beasiswa dari Yayasan Goodwill International. Dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Teknologi Pertanian IPB, penulis melakukan penelitian selama 6 bulan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dengan judul Aplikasi Teknologi dan Bahan Tambahan Pangan untuk Meningkatkan Umur Simpan Mie Basah Matang, di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si. dan Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc.

8 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus Yang Maha Pengasih, hanya karena berkat dan pimpinan-nya, penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Nuri Andarwulan, M.Si., selaku dosen pembimbing pertama atas segenap waktu, bimbingan, dukungan, pengetahuan, serta kesempatan-kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk belajar dan berkarya sejak awal masa bimbingan sampai penulisan skripsi ini selesai. 2. Ibu Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc., selaku dosen pembimbing kedua, atas kesediaannya meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi, serta memberikan masukan-masukan yang membangun selama penelitian dan penulisan skripsi ini berlangsung. 3. Dr. Ir. Lilis Nuraida, M.Sc., selaku dosen penguji, atas kesediaannya meluangkan waktu untuk berdiskusi, membimbing, dan memberikan masukan-masukan yang membangun, khususnya dalam hal penulisan ilmiah. 4. Keluarga tercinta: Papi, Mami, Cheryl, Wilman, dan Wilson, terimakasih atas kasih sayang, doa, canda tawa, pengertian, dan perhatiannya selalu. Penulis merasa sangat diberkati memiliki keluarga seperti kalian. 5. Yayasan Goodwill International: Mr. Paul O Hannon, Bapak dan Ibu Hara, Ibu Cri, Mba Rossa, dan segenap keluarga besar YGI, atas dukungan dalam bentuk beasiswa, training kepemimpinan, dan kebersamaan yang tidak terlupakan selama 3 tahun terakhir. 6. Para sahabat: Lilyana, Selvie (Cepi), Foni, Ci Sianne, dan Ps. Rita, atas segala dukungan dalam doa, kata-kata membangun, cerita saat suka dan duka, serta persahabatan yang tulus sampai sekarang ini. 7. Sahabat-sahabat dalam perjuangan: Fenni dan Steisi, terimakasih atas persahabatan, doa, waktu-waktu yang dilalui bersama, canda tawa,

9 dukungan, serta kritik yang membangun sejak awal kuliah sampai saat ini. I thank my God upon every remembrance of you. 8. Teman-teman penelitian: Inggrid, Pretty, Elvina, Meilina, dan Dhenok, atas segala kebersamaan untuk berbagi cerita, suka-duka, canda-tawa, kepanikan, serta doa selama penelitian dan penyusunan skripsi ini berlangsung. Juga untuk Kiki, Shinta, Herold, Ribka, Nanda, Nuy, Dora, Eva, Hana, Mba Nani, Risna, Woro, Manginar, Ijal, Ulik, dan Manto, atas segala waktu dan dukungan selama penelitian bersama di Laboratorium ITP. 9. Para Laboran dan Teknisi: Pak Koko, Ibu Rubiyah, Pak Rojak, Teh Ida, Pak Yahya, Pak Wahid, Pak Gatot, Pak Sobirin, Mas Edi, dan Mba Darsi, atas segala arahan, dukungan, pelayanan, kesabaran, pengertian, dan cerita-cerita menghibur yang menjadikan masa-masa penelitian sebagai pengalaman tidak terlupakan. 10. Teman-teman TPG 39: Tin 2, Hanna, Fany Nene, Farah, Tissa, Ina, Ratry, Mohung, Randy, Inal, Bobby, Prasna, Inda, Papang, Echo, Adjeng, Didin, Dadik, Putra, dan Tono, atas kebersamaan semasa kuliah dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 11. Teman-teman Gilgal Youth Ministry (GYM): Lora, Dessy, Deliana, Melissa, Herman, Yusuf, Dian K., Iko, Ps. Erick, Ps. Ora & Rachel, Ps. Owen & Evelyn, atas perhatian, teladan, dan dukungan yang diberikan kepada penulis. 12. Semua pihak yang telah banyak membantu dan tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa masih banyak keterbatasaan dalam pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya. Bogor, November 2006 Penulis

10 DAFTAR ISI Hal. RIWAYAT PENULIS... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG... 1 B. TUJUAN PENELITIAN... 2 C. MANFAAT PENELITIAN... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE Definisi Mie Jenis Mie Proses Pengolahan Mie Basah... 5 B. KERUSAKAN MIE... 8 C. GARAM ALKALI... 9 D. HIDROKOLOID Gum Arab Karagenan CMC E. BAHAN PENGAWET Propionat dan Garamnya Sorbat dan Garamnya Natrium Asetat F. KONDISI PENYIMPANAN Penyimpanan Suhu Rendah Pengemasan... 22

11 III. METODE PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan Alat B. TAHAPAN PENELITIAN Pengaruh Jenis Garam Alkali Terhadap Mutu Mie Pengaruh Penambahan Hidrokoloid Terhadap Mutu Mie Pengaruh Pemasakan dan Pelumuran Minyak Terhadap Mutu Mie Pengaruh Kondisi Penyimpanan Terhadap Mutu Mie Pengaruh Penambahan Bahan Pengawet Terhadap Mutu Mie Pengaruh Penggunaan Pengawet Terbaik dalam Konsentrasi Rendah Terhadap Mutu Mie Kombinasi Perlakuan Terbaik untuk Pembuatan Mie C. PENGAMATAN Mutu Fisik a. Uji kekerasan, kelengketan, dan elastisitas b. Pengukuran warna Mutu Kimia a. Aktivitas air (Aw) b. Derajat keasaman (ph) c. Total asam tertitrasi (TAT) (Apriyantono et al., 1989) Mutu Mikrobiologis (Fardiaz, 1992) Mutu Organoleptik (Soekarto, 1985) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH JENIS GARAM ALKALI TERHADAP MUTU MIE B. PENGARUH PENAMBAHAN HIDROKOLOID TERHADAP MUTU MIE C. PENGARUH PEMASAKAN DAN PELUMURAN MINYAK TERHADAP MUTU MIE... 43

12 D. PENGARUH KONDISI PENYIMPANAN TERHADAP MUTU MIE E. PENGARUH PENAMBAHAN BAHAN PENGAWET TERHADAP MUTU MIE F. PENGARUH PENGGUNAAN PENGAWET TERBAIK DALAM KONSENTRASI RENDAH TERHADAP MUTU MIE G. KOMBINASI PERLAKUAN TERBAIK UNTUK PEMBUATAN MIE H. PENGARUH KOMBINASI PERLAKUAN TERBAIK TERHADAP MUTU MIE Mutu Fisik a. Warna b. Tekstur Mutu Kimia a. Aktivitas air (Aw) b. Derajat keasaman (ph) c. Total asam tertitrasi (TAT) Mutu Mikrobiologis a. Total mikroba b. Total kapang dan khamir c. Total koliform Mutu Organoleptik V. KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN B. SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 79

13 DAFTAR TABEL Tabel 1. Syarat mutu mie basah... 4 Tabel 2. Formula mie standar Tabel 3. Formula perlakuan penambahan garam alkali Tabel 4. Konsentrasi humektan yang digunakan dalam formula Tabel 5. Formula kombinasi pemasakan dan pelumuran Tabel 6. Kombinasi perlakuan suhu penyimpanan dan pengemasan Tabel 7. Kadar maksimum pengawet yang akan diaplikasikan Tabel 8. Formula bahan pengawet dengan ADI kombinasi Tabel 9. Tahapan penurunan konsentrasi pengawet terbaik Tabel 10. Pengaruh penambahan garam alkali terhadap mutu mie Tabel 11. Pengaruh penambahan hidrokoloid terhadap mutu mie Tabel 12. Kontribusi penambahan hidrokoloid terhadap biaya produksi Tabel 13. Pengaruh pelumuran minyak terhadap umur simpan dan kelengketan Tabel 14. Pengaruh cara pemasakan terhadap mutu mie Tabel 15. Pengaruh kondisi penyimpanan terhadap umur simpan mie Tabel 16. Kontribusi penurunan konsentrasi pengawet terhadap biaya Tabel 17. Perlakuan-perlakuan terbaik yang diaplikasikan dalam mie Tabel 18. Perubahan warna mie selama penyimpanan Tabel 19. Perubahan tekstur mie selama penyimpanan Hal.

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum... 6 Gambar 2. Struktur molekul karagenan Gambar 3. Mekanisme pembentukan gel karagenan Gambar 4. Struktur molekul Na-CMC Gambar 5. Struktur molekul asam propionat Gambar 6. Struktur molekul asam sorbat Gambar 7. Warna mie dengan garam alkali Na 2 CO 3 dan STPP Hal. Gambar 8. Mie dalam kemasan: (a) LDPE; (b) PP tebal; dan (c) PP tebal dengan pengemasan vakum Gambar 9. Pengaruh penambahan berbagai formula pengawet terhadap umur simpan mie secara subyektif (bau asam) Gambar 10. Derajat keasaman (ph) mie berdasarkan penambahan berbagai formula pengawet Gambar 11. Pengaruh penurunan konsentrasi pengawet terbaik terhadap umur simpan mie secara subyektif (bau asam) Gambar 12. Aktivitas air mie Gambar 13. Penurunan derajat keasaman selama penyimpanan mie Gambar 14. Pertambahan total mikroba selama penyimpanan mie Gambar 15. Pertambahan total kapang dan khamir selama penyimpanan mie.. 65 Gambar 16. Skor hasil uji hedonik mie... 69

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Skema tahapan penelitian secara umum Lampiran 2. Spesifikasi hidrokoloid: CMC Lampiran 3. Spesifikasi hidrokoloid: gum Arab Lampiran 4. Spesifikasi hidrokoloid: karagenan Lampiran 5. Spesifikasi pengawet: Kalsium Propionat Lampiran 6. Spesifikasi pengawet: Kalium Sorbat Lampiran 7. Hasil analisis tekstur mie dengan perlakuan garam alkali Lampiran 8. Uji T terhadap tekstur mie dengan perlakuan garam alkali Lampiran 9. Hasil analisis warna mie dengan perlakuan garam alkali Lampiran 10. Uji T terhadap warna mie dengan perlakuan garam alkali Lampiran 11. Hasil analisis tekstur mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 12. Analisis ragam terhadap tekstur mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 13. Uji lanjut Tukey terhadap tekstur mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 14. Hasil analisis warna mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 15. Analisis ragam terhadap warna mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 16. Uji lanjut Tukey terhadap warna mie dengan perlakuan hidrokoloid Lampiran 17. Hasil analisis tekstur mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 18. Analisis ragam terhadap tekstur mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 19. Uji lanjut Tukey tehadap tekstur mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 20. Hasil analisis warna mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 21. Analisis ragam terhadap warna mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 22. Uji lanjut Tukey tehadap warna mie dengan perlakuan pemasakan Lampiran 23. Hasil analisis warna mie kontrol selama penyimpanan Lampiran 24. Analisis ragam warna mie kontrol selama penyimpanan Hal.

16 Lampiran 25. Uji lanjut Tukey tehadap warna mie kontrol selama penyimpanan Lampiran 26. Hasil analisis warna mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 27. Analisis ragam warna mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 28. Uji lanjut Tukey warna mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 29. Hasil analisis tekstur mie kontrol selama penyimpanan Lampiran 30. Analisis ragam tekstur mie kontrol selama penyimpanan Lampiran 31. Uji lanjut Tukey tehadap tekstur mie kontrol selama penyimpanan Lampiran 32. Hasil analisis tekstur mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 33. Analisis ragam tekstur mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 34. Uji lanjut Tukey tehadap tekstur mie kombinasi terbaik selama penyimpanan Lampiran 35. Hasil analisis aktivitas air (a w ) mie Lampiran 36. Hasil analisis derajat keasaman (ph) mie Lampiran 37. Analisis ragam ph mie kontrol Lampiran 38. Uji lanjut Tukey tehadap ph mie kontrol Lampiran 39. Analisis ragam ph mie kombinasi terbaik Lampiran 40. Uji lanjut Tukey tehadap warna mie kombinasi terbaik Lampiran 41. Hasil analisis mikrobiologi mie kontrol Lampiran 42. Hasil analisis mikrobiologi mie kombinasi terbaik Lampiran 43. Scoresheet uji organoleptik Lampiran 44. Skor uji hedonik mie kombinasi terbaik Lampiran 45. Skor uji hedonik mie kontrol skala laboratorium atribut warna. 102 Lampiran 46. Skor uji hedonik Mie kontrol skala laboratorium atribut aroma. 103 Lampiran 47. Skor uji hedonik mie kontrol skala laboratorium atribut tekstur 104 Lampiran 48. Skor uji hedonik mie kontrol skala laboratorium atribut rasa Lampiran 49. Skor uji hedonik mie kontrol skala laboratorium secara106 keseluruhan Lampiran 50. Skor uji hedonik mie matang pasar untuk atribut warna

17 Lampiran 51. Skor uji hedonik mie matang pasar untuk atribut aroma Lampiran 52. Skor uji hedonik mie matang pasar untuk atribut tekstur Lampiran 53. Skor uji hedonik mie matang pasar untuk atribut rasa Lampiran 54. Skor uji hedonik mie matang pasar secara keseluruhan Lampiran 55. Analisis ragam terhadap atribut warna mie Lampiran 56. Uji lanjut Duncan terahadap atribut warna mie (p<0,05) Lampiran 57. Analisis ragam terhadap atribut aroma mie Lampiran 58. Uji lanjut Duncan terhadap atribut aroma mie (p<0,05) Lampiran 59. Analisis ragam terhadap atribut tekstur mie Lampiran 60. Uji lanjut Duncan terhadap atribut tekstur mie (p<0,05) Lampiran 61. Analisis ragam terhadap atribut rasa mie Lampiran 62. Uji lanjut Duncan terhadap atribut rasa mie (p<0,05) Lampiran 63. Analisis ragam terhadap keseluruhan mie Lampiran 64. Uji lanjut Duncan terhadap keseluruhan mie (p<0,05)

18 I. PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Menurut Undang-Undang RI No. 7 Tahun 1996, keamanan pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia, dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan membahayakan kesehatan manusia (Anonim, 1996). Namun ironisnya, masyarakat Indonesia beberapa bulan terakhir ini telah diguncang oleh masalah penggunaan formalin dalam beberapa jenis bahan pangan, antara lain mie basah, bakso, tahu, ikan asin, dan ayam potong. Selain penggunaan formalin, tidak sedikit produsen mie yang juga menambahkan boraks, yang merupakan bahan campuran untuk kuningan dan bahan las, kedalam produknya untuk memperbaiki tekstur menjadi jauh lebih kenyal. Masalah keamanan pangan ini tidak dapat dihindari lagi walaupun sudah ada peraturan yang melarang penggunaan kedua bahan tersebut. Larangan penggunaan formalin dan boraks untuk bahan pangan telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (Permenkes) No. 722/MenKes/Per/IX/88. Mie basah merupakan makanan yang populer dalam diet masyarakat Indonesia. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Produsen mie basah telah menjamur di seluruh kawasan Indonesia, terutama dalam bentuk industri kecil dan industri rumah tangga. Hal tersebut tidaklah mengherankan jika kita mengingat mudahnya cara pengolahan mie basah yang hanya melibatkan teknologi sederhana. Untuk industri kecil yang hanya memiliki modal kecil dan dikelola secara tradisional, teknologi pembuatan mie basah tidaklah menjadi masalah, namun mutu mie basah yang dihasilkan akan bervariasi tergantung kondisi sanitasinya. Berdasarkan penelitian Pahrudin (2006), mie basah matang tanpa penambahan pengawet memiliki umur simpan yang pendek, yaitu 26 jam pada

19 suhu ruang, berdasarkan terdeteksinya bau asam dan lendir. Kerusakan yang terjadi disebabkan oleh kontaminasi mikroba selama proses produksi dan kerusakan selama pengangkutan atau distribusi. Penggunaan bahan tambahan ilegal, seperti formalin, untuk meningkatkan umur simpan pada mie basah masih banyak dilakukan oleh para produsen. Survei terhadap 12 industri mie basah mentah dan 5 industri mie basah matang yang tersebar di daerah Jakarta (5 industri), Bogor (3 industri), Tangerang (3 industri), dan Bekasi (6 industri) yang dilakukan oleh Indrawan (2005) menunjukkan bahwa seluruh industri tersebut menggunakan bahan tambahan ilegal, yaitu formalin ataupun boraks. Perinciannya adalah 13 industri (76,47%) menggunakan formalin dan 16 industri (94,12%) menggunakan boraks. Dari jumlah tersebut, sebanyak 12 industri (70,59%) menggunakan formalin sekaligus boraks, 4 industri (23,53%) menggunakan boraks saja, dan hanya 1 industri (5,88%) yang menggunakan formalin saja. Kandungan formalin rata-rata dalam mie basah di pasar tradisional Jabotabek adalah 106,00 mg/kg (mie basah mentah) dan 2914,36 mg/kg (mie basah matang). Mie yang dijual oleh pedagang produk olahan mie daerah Jabotabek rata-rata mengandung formalin 72,93 mg/kg (mie basah mentah) dan 3423,51 mg/kg (mie basah matang). Sementara itu, mie yang dijual di supermarket Jabotabek mengandung formalin 113,45 mg/kg (mie basah mentah) dan 2914,82 mg/kg (mie basah matang) (Gracecia, 2005; Priyatna, 2005). Mengingat banyaknya penyalahgunaan yang terjadi, maka diperlukan usaha-usaha untuk memproduksi mie basah yang aman dikonsumsi oleh masyarakat. Usaha yang dapat dilakukan adalah mencari alternatif bahan pengawet selain formalin yang aman digunakan dan mengaplikasikan praktek pengolahan yang sesuai dengan prinsip Cara Pengolahan Pangan yang Baik (CPPB). B. TUJUAN PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk memperlajari pengaruh penggunaan garam alkali yang berbeda, penambahan hidrokoloid, aplikasi perlakuan fisik,

20 dan optimasi bahan pengawet yang diizinkan terhadap mutu mie basah matang, khususnya dalam hal umur simpan. C. MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaaat bagi pengusaha mie basah matang, khususnya pada tingkat Usaha Kecil Menengah (UKM), untuk menghasilkan mie basah matang dengan umur simpan yang lebih panjang dengan biaya produksi yang terjangkau.

21 II. TINJAUAN PUSTAKA A. MIE BASAH 1. Definisi Mie Mie merupakan produk pasta yang pertama kali ditemukan oleh bangsa China yang berbahan baku beras dan tepung kacang-kacangan (Pagani, 1985). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan bahan pangan lain dan bahan tambahan pangan yang diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Kualitas mie basah menurut SNI dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu mie basah* No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan : 1.1 Bau Normal Rasa Normal 1.3 Warna Normal 2. Kadar air % b/b Kadar abu (dihitung atas dasar bahan kering) % b/b Maks Kadar protein ((N x 6.25) dihitung atas dasar bahan % b/b Min. 3 kering) 5. Bahan tambahan pangan 5.1 Boraks dan asam borat 5.2 Pewarna Tidak boleh ada Sesuai SNI-0222-M dan Peraturan MenKes. No. 722/Men.Kes/Per/IX/88 Tidak boleh ada 5.3 Formalin 6. Cemaran logam : 6.1 Timbal (Pb) Maks Tembaga (Cu) mg/kg Maks Seng (Zn) Maks Raksa (Hg) Maks Arsen (As) mg/kg Maks Cemaran mikroba : 8.1 Angka lempeng total Koloni/g 8.2 E. coli APM/g 8.3 Kapang Koloni/g *Badan Standarisasi Nasional (1992) Maks. 1.0 x 10 6 Maks. 10 Maks. 1.0 x 10 4

22 2. Jenis Mie Mie diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal, diantaranya ukuran diameter produk, bahan baku, cara pengolahan, dan karakterisitik produk akhirnya. Berdasarkan ukuran diameter produk, Pagani (1985) membedakan mie menjadi tiga, yaitu spaghetti (0,11 0,27 inci), mie (0,07 0,125 inci), dan vermiselli (<0,04 inci). Berdasarkan bahan bakunya, terdapat dua macam mie, yaitu mie yang bahan bakunya berasal dari tepung terutama tepung terigu dan mie transparan (transparance noodle) dari bahan baku pati, misalnya soun dan bihun. Berdasarkan pengolahannya, mie dibedakan menjadi mie mentah (misalnya mie ayam) dan mie matang (misalnya mie bakso). Sedangkan berdasarkan karakterisitik produk akhirnya, terdapat dua jenis mie, yaitu mie basah (mie ayam dan mie kuning) dan mie kering (mie telor dan mie instan). Produk mie kering dan mie basah memiliki komposisi yang hampir sama. Yang membedakan keduanya ialah kadar air, kadar protein, dan tahapan proses pembuatan. Mie basah memiliki kadar air maksimal 35% (b/b) dan sumber prtoteinnya berasal dari tepung terigu yang menjadi bahan baku utamanya. Jenis mie basah dengan bahan baku tepung aren biasa disebut masyarakat dengan mie gleser (Badrudin, 1994). 3. Proses Pengolahan Mie Basah Bahan dasar untuk pembuatan mie basah yang umum digunakan adalah tepung terigu dan air dengan bahan tambahan antara lain garam dapur, air abu, dan minyak goreng. Terigu berfungsi sebagai bahan pembentuk struktur, sumber karbohidrat dan sumber protein, pelarut garam, dan pembentuk sifat kenyal gluten. Garam berperan dalam memberi rasa, memperkuat tekstur, mengikat air, serta meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Penggunaan garam dapur sebanyak 1-2% akan mengembangkan lembaran adonan dan mengurangi kelengketan. Garam dapur yang digunakan sebanyak 2-3% akan memperbaiki keseragaman dari jaringan gluten dan jumlah ini merupakan kontrol

23 terhadap enzim α-amilase jika aktivitasnya sedang minimum (Sunaryo, 1985). Proses pembuatan mie basah matang terdiri dari proses pencampuran, pembentukan lembaran, pembentukan mie, serta pemasakan (Gambar 1). Terigu Pencampuran bahan Pengadukan Pembentukan lembaran Pemotongan Perebusan 100 o C, 2 menit Pemberian minyak goreng pada air rebusan Mie basah matang Gambar 1. Diagram alir pembuatan mie basah secara umum (modifikasi dari Widowati dan Buckle (1991)). Tahap pencampuran bertujuan untuk menghasilkan campuran yang homogen, menghidrasi tepung dengan air, dan membentuk adonan dari jaringan gluten, sehingga adonan menjadi elastis dan halus. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pencampuran adalah jumlah air yang ditambahkan, suhu adonan, dan waktu pengadukan. Air yang ditambahkan sekitar 28-38% dari bobot tepung. Jika air yang ditambahkan kurang dari

24 28%, adonan menjadi keras, rapuh dan sulit dibentuk menjadi lembaran. Jika air yang ditambahkan lebih dari 38%, adonan menjadi basah dan lengket (Oh et al., 1985 di dalam Yustiareni, 2000). Badrudin (1994) menyatakan bahwa waktu pengadukan terbaik adalah 15 sampai 25 menit. Apabila kurang dari 15 menit adonan menjadi lunak dan lengket, sedangkan bila lebih dari 25 menit adonan menjadi keras, rapuh, dan kering. Suhu adonan yang terbaik adalah 25 sampai 40 o C. Apabila suhunya kurang dari 25 o C adonan menjadi keras, rapuh, dan kasar, sedangkan bila suhunya lebih dari 40 o C adonan menjadi lengket dan mie kurang elastis. Campuran yang diharapkan adalah lunak, lembut, tidak lengket, halus, elastis, dan mengembang dengan normal. Setelah pengadukan, dilakukan pembentukan lembaran (sheeting). Proses pembentukan lembaran bertujuan untuk menghaluskan serat-serat gluten dan membuat adonan menjadi lembaran. Hal ini dilakukan dengan jalan melewatkan adonan berulang-ulang di antara dua roll logam. Faktor yang mempengaruhi proses ini adalah suhu dan jarak antara roll. Suhu yang baik adalah sekitar 37 o C, jika kurang 37 o C maka adonan akan menjadi kasar dan pecah-pecah, sehingga mie mudah patah. Hasil akhir yang diharapkan adalah lembaran adonan yang halus dengan arah jalur serat yang searah, sehingga dihasilkan mie yang elastis, kenyal, dan halus (Badrudin, 1994). Setelah dibentuk lembaran, dilanjutkan dengan proses pemotongan. Proses pemotongan lembaran bertujuan untuk membentuk pita-pita mie dengan ukuran lebar 1 sampai 3 mm, kemudian dilakukan pemasakan mie. Pemasakan pita-pita mie dengan cara perebusan atau pengukusan (steaming) dengan uap air bertujuan untuk menggelatinisasi pati dan mengkoagulasi gluten sehingga mie menjadi kenyal. Proses gelatinisasi ini terjadi dalam beberapa tahap yaitu pembasahan, gelatinisasi, dan solidifikasi. Mula-mula, mie mengalami pembasahan pada permukaannya sehingga mie bersifat elastis dan tidak mudah patah. Setelah itu, mie tergelatinisasi karena penetrasi uap panas ke dalam mie sehingga mie menjadi lentur atau liat. Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan

25 granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali pada posisi semula (Winarno, 1991). Gelatinisasi ini membuat pati meleleh dan akan membentuk lapisan tipis (film) pada permukaan mie yang dapat memberikan kelembutan mie, meningkatkan daya cerna pati, dan mempengaruhi daya rehidrasi mie (Badrudin, 1994). Penguapan air permukaan terjadi pada tahap solidifikasi sehingga mie menjadi halus, kering, dan solid (kompak). Pati akan meliputi permukaan mie pada saat mie tergelatinisasi. Fungsinya adalah sebagai pelindung pada saat penggorengan sehingga mie tidak menyerap minyak terlalu banyak dan tekstur mie menjadi lembut, lunak, dan elastis. Selain itu, pemborosan minyak pun dapat dikurangi. Tingkat kematangan mie dapat dilihat dari pati yang tergelatinisai. Bila proses gelatinisasi tidak sempurna, maka mie matang akan bersifat rapuh. Selain itu, bila produk dimasak dalam air, maka air akan menjadi keruh karena larutnya pati yang belum tergelatinisasi. Mie seperti ini saat digoreng akan membentuk gelembung udara dan tekstur mie yang terbentuk kurang baik. Tahap terakhir adalah pemberian minyak goreng. Pelumasan mie yang telah direbus dengan minyak goreng dilakukan agar mie tidak menjadi lengket satu sama lain, untuk memberikan citarasa, serta agar mie tampak mengkilap (Mugiarti, 2001). B. KERUSAKAN MIE Mie matang merupakan mie basah mentah yang telah direbus terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 52%. Mie basah matang memiliki a w sebesar 0,97 dan ph sebesar 9,20 (Pahrudin, 2006). Berdasarkan Fardiaz (1992), makanan dengan kadar air dan ph relatif tinggi (ph > 5,3) dikelompokkan sebagai makanan yang mudah rusak. Kadar air dan a w yang tinggi menyebabkan mie basah riskan mengalami kerusakan jika simpan pada suhu ruang seperti yang umum dilakukan oleh penjual mie di pasaran. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang. Menurut Fardiaz (1992), jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat

26 menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam ditandai dengan terdektesinya bau asam pada mie basah yang telah rusak. Beberapa bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kondisi kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukkan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna hitam (Jay, 2000). Kerusakan pada mie basah matang yang direbus terlebih dahulu terjadi setelah penyimpanan suhu kamar selama 26 jam dengan indikator adanya lendir dan bau asam (Pahrudin, 2006). Mie yang bermutu baik pada umumnya berwarna putih atau kuning terang. Perubahan warna tidak terjadi, karena perebusan dapat merusak enzim polifenoloksidase (Hoseney, 1998). Hasil survei terhadap mie basah matang oleh Gracecia (2005) menunjukkan bahwa ciri-ciri kerusakan ditandai dengan adanya bau asam, tekstur menjadi lengket, berlendir, lembek, atau mie menjadi hancur. Karena mie basah matang cepat mengalami kerusakan atau kebusukan, banyak usaha dilakukan untuk memperpanjang umur simpan dengan penambahan bahan pengawet. C. GARAM ALKALI Garam alkali memiliki peranan yang sangat penting dalam pembuatan mie. Mie tidak akan jadi jika tidak menggunakan garam alkali. Masyarakat kita sebenarnya kurang familiar dengan istilah garam alkali. Umumnya, garam alkali lebih mereka kenal dengan istilah obat mie atau kansui. Garam alkali yang biasa digunakan dalam produk mie adalah natrium karbonat (Na 2 CO 3 ), kalium karbonat (K 2 CO 3 ) dan kalium polifosfat (KH 2 PO 4 ). Garam alkali ini dapat ditambahkan masing-masing atau kombinasi dari 2-3 alkali. Fungsi masing-masing bahan alkali tersebut berbeda-beda. Natrium karbonat berfungsi untuk meningkatkan kehalusan dan

27 tekstur mie. Konsentrasi Na 2 CO 3 yang ditambahkan dalam formula mie basah pada penelitian sebelumnya oleh Pahrudin (2006) adalah sebanyak 0,6% sesuai dengan formula Bogasari. Formula mie dengan penambahan Na 2 CO 3 0,6% dijadikan sebagai formula standar dalam penelitian ini. Kalium karbonat berfungsi untuk meningkatkan sifat kekenyalan mie dan KH 2 PO 4 untuk meningkatkan elastisitas dan fleksibilitas mie. Sodium tripolifosfat atau STPP digunakan sebagai bahan pengikat air agar air dalam adonan tidak mudah menguap sehingga permukaan adonan tidak cepat mengering dan mengeras. Sodium tripolifosfat dapat digunakan untuk menggantikan penggunaan boraks pada mie basah yang sekarang kasusnya sedang marak di pasaran. Kelebihan STPP dibandingkan boraks adalah STPP aman untuk digunakan dalam makanan dan penggunaannya diatur dalam Permenkes No. 722/MenKes/Per/IX/1988. Penambahan STPP dengan konsentrasi 0,1% sampai 0,2% dalam formula mie sudah cukup bagus untuk memberikan kekenyalan. D. HIDROKOLOID Humektan adalah senyawa kimia yang bersifat higroskopis dan mampu menurunkan a w bahan pangan. Humektan juga bersifat antimikroba, memperbaiki tekstur, citarasa, dan dapat meningkatkan kalori (Labuza, 1975). Lebih lanjut Labuza (1975) menjelaskan bahwa ada tiga jenis humektan. Pertama, humektan yang memiliki kemampuan menurunkan a w ; kedua, humektan yang dapat mempertahankan kadar air; dan ketiga, humektan dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba. Salah satu contoh humektan adalah hidrokoloid. Hidrokoloid atau koloid hirofilik adalah polimer berantai panjang yang larut dalam air dan mampu membentuk koloid dan gel. Polimer ini berukuran antara 10 Å sampai 1000 Å. Hidrokoloid juga sering dikenal dengan istilah gum. Ada berbagai macam hidrokoloid yang sekarang banyak digunakan di industri pangan antara lain gum Arab, xanthan gum, agar-agar, pektin, CMC, dan karagenan (Fardiaz, 1989). Hidrokoloid dalam bahan pangan lebih

28 difokuskan untuk membentuk tekstur daripada sebagai pengikat air bebas dalam bahan. Berdasarkan klasifikasinya, hidrokoloid dibagi menjadi 3 jenis, yaitu hidrokoloid alami, hidrokoloid modifikasi, dan hidrokoloid sintetis. Gum Arab termasuk hidrokoloid alami hasil eksudat sedangkan karagenan adalah hidrokoloid alami hasil ekstraksi rumput laut. Hidrokoloid alami hasil ekstraksi tanaman adalah pektin. Xanthan gum merupakan hidrokoloid alami hasil fermentasi bakteri. Contoh hidrokoloid hasil modifikasi adalah CMC (Fardiaz, 1989). Hidrokoloid sangat berperan dalam industri pangan karena hidrokolid memiliki banyak fungsi dalam pengolahan pangan. Hidrokoloid dapat digunakan sebagai perekat, pengikat air, penghambat kristalisasi es, pengeruh, pengemulsi, pembentuk gel, penghambat sineresis, dan pengental dalam produk pangan (Fardiaz, 1989). Berdasarkan fungsinya yang dapat mengikat air, hidrokoloid memiliki kemampuan untuk menurunkan kandungan air bebas dalam bahan pangan (Garbutt, 1997). Kandungan air bebas dalam bahan pangan disebut sebagai aktivitas air (a w ). Nilai a w bahan pangan merupakan salah faktor penting untuk kelangsungan hidup mikroba. Jika suatu hidrokoloid membentuk gel untuk menghasilkan suatu tekstur yang diinginkan dalam bahan pangan, secara langsung hal ini dapat menurunkan nilai a w pangan tersebut, walaupun penurunnya tidak akan terlalu signifikan karena hidrokoloid biasanya digunakan dalam kadar yang sangat rendah, yaitu sekitar 1% dari berat bahan pangan. Jika hidrokoloid ini membentuk gel, maka sebagian air bebas dalam bahan pangan akan terikat sehingga nilai a w akan turun dan jumlah air bebas yang dapat dipakai oleh mikroba untuk hidup akan berkurang juga. Belum ada penelitian yang menunjukkan secara pasti besar penurunan nilai a w oleh gum Arab, karagenan, dan CMC, yang akan digunakan sebagai hidrokoloid dalam penelitian ini. 1. Gum Arab Gum Arab merupakan eksudat dari tanaman spesies Acacia terutama Acacia senegal. Gum ini diperoleh dari bagian kulit kayu yang terluka. Gum Arab merupakan kompleks heteropolisakarida yang tersusun

29 atas unit-unit L-arabinosa, L-rhamnosa, D-galaktosa dan asam D- glukoronat, serta sejumlah kecil protein (2%). Proporsinya bervariasi tergantung pada spesies Acacia. Gum Arab memiliki rantai utama yang tersusun dari β-d-galaktopiranosil yang berikatan dengan ikatan 1 3 (Belitz dan Grosch, 1987). Gum Arab secara alami merupakan campuran kalsium, magnesium, dan garam-garam kalium dari asam arab (Glicksman, 1983). Gum Arab sangat larut dalam air. Kelarutan gum Arab dalam air sangat tinggi bila dibandingkan dengan hidrokoloid lainnya. Gum Arab dapat larut sampai konsentrasi sekitar 55%, sedangkan gum lainnya tidak dapat larut dalam air pada konsentrasi lebih besar dari 5%. Konsentrasi gum yang tinggi memberikan stabilisasi yang baik (Fardiaz, 1989). Kekentalan larutan akan meningkat pada penambahan gum Arab dengan konsentrasi yang sangat tinggi. Sifat ini sangat berbeda dengan jenis polisakarida lainnya, dimana penambahan konsentrasi yang rendah akan menghasilkan larutan yang kental. Kekentalan maksimum yaitu pada konsentrasi 40-50% pada ph 4,5-5,5. Pada ph kurang dari 4,5 dan lebih besar dari 5,5 menyebabkan kekentalannya rendah (Fardiaz, 1989). Menurut Whistler dan Miller (1973), viskositas rata-rata gum Arab pada konsentrasi sebesar 1% adalah 2,015. Kegunaan gum Arab dalam industri pangan antara lain sebagai emulsifier dan stabilizer dalam produk-produk hasil pemanggangan. Selain itu, gum Arab ini juga dapat menghambat proses kristalisasi gula dan pemisahan lemak pada produk-produk confectionery dan es krim. Gum Arab juga digunakan sebagai pengikat flavor pada produksi konsentrat aroma dalam bentuk kapsul ataupun bubuk. Sebagai contoh, minyak esensial diemulsifikasi dengan larutan gum Arab lalu dikeringkan dengan spray dryer. Polisakarida (gum Arab) akan membentuk film yang mengelilingi tetes minyak, yang akan melindungi minyak dari oksidasi (Belitz dan Grosch, 1987).

30 2. Karagenan Karagenan merupakan hidrokoloid dari rumput laut yang paling penting dalam produk pangan. Karagenan terdiri dari ester-ester kalium, natrium, magnesium, kalsium, dan amonium sulfat dari polimer galaktosa dan 3,6-anhidrogalaktosa. Heksosa-heksosa ini secara bergantian terikat dalam polimer melalui ikatan gliko α-1,3 dan β-1,4. Kandungan ester sulfat karagenan berkisar antara 18-40%. Chapman dan Chapman (1980) menyatakan bahwa karagenan merupakan suatu polimer polisakarida yang tersusun dengan ikatan α-1,3 dan β-1,4 D-Galaktopiranosa. Polimer karagenan terdiri dari galaktosa dan dibedakan atas tiga fraksi utama yaitu λ- (lambda), ι- (iota), dan κ- (kappa) karagenan (Gambar 2). Ketiga fraksi tersebut dibedakan berdasarkan gugus ester sulfat dan kandungan 3,6-anhidrogalaktosanya. Fraksi kappa-karagenan dan iota-karagenan dapat membentuk gel, sedangkan fraksi lamdakaragenan tidak dapat membentuk gel. Kandungan ester sulfat dalam kappa-karagenan sebesar 25-30%, dalam iota-karagenan sebesar 28-35%, dan dalam lamda-karagenan sebesar 32-39%. (a) (b) (c) Gambar 2. Struktur molekul karagenan: (a) kappa-; (b) iota-; dan (c) lamda-karagenan (Nussinovitch, 1997) Fraksi kappa karagenan terdiri dari ikatan 1,3 D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa. Kappa karagenan terbentuk sebagai hasil aksi enzim dekinkase yang mengkatalisis μ- (mu) karagenan menjadi kappa karagenan dengan cara menghilangkan sulfat pada C6 dari residu ikatan α-1,4 D-galaktosa-6-sulfat yang bersamaan dengan penutupan cincin membentuk 3,6-anhidro-D-galaktosa (Gliksman, 1983).

31 Berbeda dengan kappa karagenan, iota karagenan terbentuk dari ν- (nu) karagenan, yang terdiri dari ikatan ikatan 1,3 D-galaktosa-4-sulfat dan ikatan 1,4 dari unit 3,6-anhidro-D-galaktosa-2-sulfat. Sama seperti kappa karagenan, dengan menghilangkan sulfat pada C6 dari ν-karagenan maka terbentuklah 3,6-anhidro-D-galaktosa yang selanjutnya menjadi iota karagenan (Gliksman, 1983). Whistler dan Miller (1973) mengemukakan bahwa kelarutan karagenan dalam air dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis karagenan, pengaruh ada tidaknya ion, suhu, ph, dan komponen organik larutan. Selain itu, kelarutan karagenan juga dipengaruhi oleh adanya gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa dan sulfat ester. Karagenan umumnya larut dalam air panas (>70 o C). Dalam air dingin, hanya lamda karagenan dan garam natrium dari kappa dan iota karagenan yang larut (Glicksman, 1983). Viskositas terjadi pada saat dispersi karagenan dengan air. Viskositas ini tergantung pada konsentrasi larutan, suhu, jenis karagenan, dan molekul terlarut lainnya. Jika konsentrasi larutan karagenan meningkat, maka viskositas juga meningkat secara logaritmik. Viskositas larutan karagenan menurun dengan naiknya suhu dan perubahan ini bersifat reversible. Kappa dan iota karagenan mempunyai kemampuan untuk membentuk gel pada saat larutan panas dibiarkan menjadi dingin, karena mengandung gugus 3,6-anhidro-D-galaktosa. Proses ini juga bersifat reversible, artinya gel akan mencair jika dipanaskan dan bila didinginkan akan membentuk gel kembali (Glicksman, 1983). Pada suhu di atas titik cair gel, polimer karagenan dalam larutan berbentuk ramdom coils. Polimer akan membentuk double helix pada proses pendinginan (gel I), pendinginan selanjutnya membentuk struktur tiga dimensi (gel II). Mekanisme pembentukan gel ini dapat dilihat pada Gambar 3 (Rees, 1969).

32 Gambar 3. Mekanisme pembentukan gel karagenan (Rees, 1969) Produk karagenan paling stabil pada ph netral dan alkali. Penurunan ph menyebabkan terjadinya hidrolisis dari iakatan gliko yang mengakibatkan kehilangan viskositas dan potensi untuk membentuk gel, yang dipercepat oleh adanya panas (Moirano, 1977). Namun pada kenyataannya, suatu gel terbentuk pada ph di bawah 7 dan hidrolisis terjadi tidak lama kemudian, sehingga gel dapat tetap stabil (Glicksman, 1983). Di Amerika Serikat, karagenan memiliki status GRAS dan diakui sebagai BTP (21 CFR ) oleh FDA. Di Eropa, karagenan juga telah diakui sebagai BTP dengan E number E407. Kurang lebih 80% produksi karagenan digunakan dalam industri makanan, farmasi, dan kosmetik (Whistler dan Miller, 1973). Karagenan dapat diaplikasikan pada berbagai produk sebagai pembentuk gel atau penstabil, pensuspensi, pembentuk tekstur emulsi, terutama pada produk-produk jeli, jamu, saus, permen, sirup, puding, dodol, salad dressing, gel ikan, nugget, produk susu, bahkan juga untuk industri kosmetik, tekstil, cat, obat-obatan, dan pakan ternak (Suptijah, 2002). Karagenan dapat menghambat pembentukan kristal es pada produk makanan yang dibekukan. Pada umumnya, penggunaan karagenan dikombinasikan dengan CMC (Sodium Carboxy Methyl Cellulose), locust bean gum, guaran, atau beberapa jenis bahan penstabil lainnya (Arbuckle, 1986). 3. CMC CMC (Sodium Carboxy Methyl Cellulose) merupakan hidrokoloid sintetis yang telah dimodifikasi membentuk komponen eter selulosa. CMC

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG. Oleh: KAREN PUSPASARI F

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG. Oleh: KAREN PUSPASARI F SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MATANG Oleh: KAREN PUSPASARI F24102091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Karen

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH. Oleh : PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F

SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH. Oleh : PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F SKRIPSI APLIKASI EKSTRAK KUNYIT (Curcuma domestica) SEBAGAI BAHAN PENGAWET MIE BASAH Oleh : PRETTY ARINIGORA SIHOMBING F24102120 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN INSTITUT

Lebih terperinci

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH. Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH. Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F24102105 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie

I. PENDAHULUAN. Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mie merupakan salah satu bahan pangan yang bernilai ekonomis tinggi. Mie adalah produk pasta atau ekstruksi yang tidak asing bagi masyarakat Indonesia (Teknologi Pangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN

II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS B. TEPUNG BERAS KETAN II. TINJAUAN PUSTAKA A. TEPUNG BERAS Beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia sejak dahulu. Sebagian besar butir beras terdiri dari karbohidrat jenis pati. Pati beras terdiri dari dua fraksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI ), saus sambal 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Saus Sambal Saus Sambal merupakan salah satu jenis pangan pelengkap yang sangat populer di kalangan masyarakat. Berdasarkan (SNI 0129762006), saus sambal didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH. Oleh ELVINA YOHANA F

SKRIPSI. APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH. Oleh ELVINA YOHANA F SKRIPSI APLIKASI EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum Linn.) SEBAGAI PENGAWET MIE BASAH Oleh ELVINA YOHANA F24102127 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Elvina Yohana. F24102127.

Lebih terperinci

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F SKRIPSI FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF Oleh HENDY F24103098 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FORMULASI

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ampas Tahu Ampas tahu merupakan limbah dari pembuatan tahu. Bahan utama pembuatan tahu adalah kacang kedelai (Glycine max Merr) dengan kandungan protein sekitar 33-42% dan kadar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bahan alternatif (Aboulfalzli et al., 2015). Es krim merupakan produk olahan susu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Es Krim Es krim merupakan produk susu beku yang banyak dikonsumsi masyarakat karena memiliki gizi tinggi dan banyak dikembangkan dari berbagai bahan alternatif (Aboulfalzli

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. produk mie yang dikeringkan hingga mencapai kadar air sekitar 8-10% (Mulyadi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mie kering Mie adalah produk olahan makanan yang berbahan dasar tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan yang diizinkan (Faridah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI

PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK BAKSO AYAM SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Guna Mencapai Derajat S-1 Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY

PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY PEMANFAATAN Gracilaria sp. DALAM PEMBUATAN PERMEN JELLY Ella Salamah 1), Anna C Erungan 1) dan Yuni Retnowati 2) Abstrak merupakan salah satu hasil perikanan yang mempunyai nilai ekonomis tinggi dan menjadi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan tanaman umbi umbian yang dikenal luas di masyarakat Indonesia. Pada tahun 2013 produksi singkong di Indonesia mencapai 23 juta ton

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F

SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA. Oleh: TEDDY F SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI FORMALIN TERHADAP KEAWETAN BAKSO DAN CARA PENGOLAHAN BAKSO TERHADAP RESIDU FORMALINNYA Oleh: TEDDY F24103118 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG

PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG PEMBERIAN CHITOSAN SEBAGAI BAHAN PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP KANDUNGAN PROTEIN DAN ORGANOLEPTIK PADA BAKSO UDANG SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Kue Bolu. Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kue Bolu Kue bolu merupakan produk bakery yang terbuat dari terigu, gula, lemak, dan telur. Menurut Donald (2013), kue bolu merupakan produk yang di hasilkan dari tepung terigu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai

BAB I PENDAHULUAN. diizinkan, berbentuk khas mie (Badan Standarisasi Nasional, 1992). Berdasarkan survey oleh USDA dalam Anonim A (2015) mengenai BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie merupakan salah satu masakan yang sangat populer di Asia, salah satunya di Indonesia. Mie adalah produk pangan yang terbuat dari terigu dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Pengolahan Bumbu Pasta Ayam Goreng Proses pengolahan bumbu pasta ayam goreng meliputi tahapan sortasi, penggilingan, penumisan, dan pengentalan serta pengemasan. Sortasi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumping Sumping merupakan makanan tradisional yang berasal dari Bali, pada di Indonesia sumping dikenal dengan kue nagasari. Sumping umumnya dibuat dari tepung beras, santan,

Lebih terperinci

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH. Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F

SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH. Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F SKRIPSI APLIKASI TEKNOLOGI DAN BAHAN TAMBAHAN PANGAN UNTUK MENINGKATKAN UMUR SIMPAN MIE BASAH MENTAH Oleh : VALERIA KOES INGGRID SUKOWATI F24102105 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN ILMU DAN

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays L.) merupakan salah satu tanaman pangan dunia yang terpenting, selain gandum dan padi. Jagung (Zea mays L.) adalah tanaman semusim yang mempunya batang berbentuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Buah Durian Durian (Durio zibethinus Murr.) adalah salah satu buah yang sangat popular di Indonesia. Buah dengan julukan The King of Fruits ini termasuk dalam famili Bombaccaceae

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram

I. PENDAHULUAN. dan bumbu-bumbu yang dibentuk bulat seperti kelereng dengan bera gram I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan yang sangat populer dan bermasyarakat. Bakso banyak ditemukan di pasar tradisional maupun di supermarket, bahkan dijual oleh pedagang

Lebih terperinci

4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Cookies Cookies (kue kering) adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung protein rendah. Proses pembuatan cookies dengan cara dipanggang hingga keras namun masih renyah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Permen Jelly Pepaya Karakteristik permen jelly pepaya diketahui dengan melakukan analisis proksimat dan uji mikrobiologis terhadap produk permen jelly pepaya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer

I. PENDAHULUAN. Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Buah naga (Hylocereus polyrhizus) merupakan buah yang saat ini cukup populer di Indonesia. Buah naga mengandung antara lain vitamin C, betakaroten, kalsium,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta

I PENDAHULUAN. kesehatan. Nutrisi dalam black mulberry meliputi protein, karbohidrat serta I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1 Latar

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan.

TINJAUAN PUSTAKA. makanan yang diijinkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Bakar Bakso merupakan produk daging olahan yang berasal dari daging sapi. Menurut SNI 01 3818 1995 definisi dari bakso daging yaitu produk makanan yang berbentuk bulat,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN NUGGET AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG. Oleh: ADI PUTRA F

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG. Oleh: ADI PUTRA F SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI BUBUK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET ALAMI PADA MI BASAH MATANG Oleh: ADI PUTRA F24103097 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat

Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Shinta Rosalia Dewi Agar hidrokoloid gelling yg kuat, terbuat dari ganggang laut Struktur : polimer D-galaktosa dan 3 6,anhydro-Lgalaktosa dengan sedikit ester sulfat Merupakan polisakarida yang terakumulasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Saus Cabai Saus cabai atau yang biasa juga disebut saus sambal adalah saus yang diperoleh dari bahan utama cabai (Capsicum sp) yang matang dan baik, dengan atau tanpa penambahan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah permen jelly pepaya yang terbuat dari pepaya varietas IPB 1 dengan bahan tambahan sukrosa, ekstrak rumput

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tahu Tahu adalah salah satu jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok kedelai dengan jalan memekatkan protein kedelai dan mencetaknya melalui proses pengendapan protein dengan

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA

PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU SULAWESI TENGGARA Agus Budiyanto, Abdullah bin Arif dan Nur Richana Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian n Disampaikan Pada Seminar Ilmiah dan Lokakarya Nasional 2016

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA PERAN CHITOSAN SEBAGAI PENGAWET ALAMI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PROTEIN SERTA ORGANOLEPTIK PADA BAKSO DAGING SAPI SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S-1 Program Studi

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI

SKRIPSI. APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG. Oleh : MAULITA NOVELIANTI SKRIPSI APLIKASI KOMBINASI EKSTRAK FULI PALA (Myristica fragrans Houtt) DAN NaCl SEBAGAI PENGAWET PADA MI BASAH MATANG Oleh : MAULITA NOVELIANTI F24103090 2007 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment

Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang Lokal 1 dan Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment 7. LAMPIRAN Lampiran 1. Uji Post Hoc One Way Anova Rendemen Kelolosan Tepung Bengkuang "Lokal 1" dan "Lokal 2 dengan Berbagai Perlakuan Pretreatment Rendemen_Kelolosan N 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 6 91.03550

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Tepung terigu merupakan tepung yang berasal dari bulir gandum. Tepung terigu umumnya digunakan sebagai bahan dasar pembuat kue, mie dan roti. Kadar protein tepung

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN

ABSTRAK. Kata kunci: Penaeus sp, stick, limbah kulit udang PENDAHULUAN PEMANFAATAN LIMBAH KULIT UDANG (Penaeus sp) UNTUK PENGANEKARAGAMAN MAKANAN RINGAN BERBENTUK STICK Tri Rosandari dan Indah Novita Rachman Program Studi Teknoogi Industri Pertanian Institut Teknologi Indonesia

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik

I PENDAHULUAN. kandungan gizi yang cukup baik. Suryana (2004) melaporkan data statistik I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Maksud Penelitian, (5) Manfaat Penelitian, (6) Kerangka Pemikiran,

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Alpukat Apokat (KBBI: Avokad), alpukat, atau Persea americana Mill merupakan buah yang berasal dari Amerika Tengah, termasuk famili Lauraceae, yaitu suatu famili tanaman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kulit Jeruk Manis (Citrus sinensis) Jeruk termasuk buah dalam keluarga Citrus dan berasal dari kata Rutaceae. Buah jeruk memiliki banyak khasiat, salah satunya dalam daging

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7 Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : 1.1 Latar Belakang, 1.2 Identifikasi Masalah, 1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian, 1.4 Manfaat Penelitian, 1.5 Kerangka Pemikiran, 1.6 Hipotesis Penelitian, dan 1.7

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG

PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG PROSES PRODUKSI ROTI MANIS DI VIRGIN CAKE & BAKERY SEMARANG Disusun oleh: Ribka Merlyn Santoso 14.I1.0098 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dantujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis dan (7)

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN FERMENTASI SUSU KEDELAI (SOYGURT) DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HIJAU

PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN FERMENTASI SUSU KEDELAI (SOYGURT) DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HIJAU SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK MINUMAN FERMENTASI SUSU KEDELAI (SOYGURT) DENGAN PENAMBAHAN EKSTRAK TEH HIJAU (Camellia sinensis) DI PT FAJAR TAURUS JAKARTA TIMUR Oleh NURUL KARTIKA SARI F24102131 2007 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan

BAB I PENDAHULUAN. Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber. kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berbagai macam umbi-umbian dapat dipergunakan sebagai sumber kalori/karbohidrat, salah satunya adalah singkong. Singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90%

Lebih terperinci

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F

SKRIPSI. STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT. Oleh NANDA HADITTAMA F SKRIPSI STUDI PENGGUNAAN EKSTRAK BAWANG PUTIH (Allium sativum LINN) PADA PENGAWETAN BAKSO DENGAN ASAM ASETAT Oleh NANDA HADITTAMA F24050806 2009 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan.

MODUL 2 NUGGET IKAN. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget ikan yang dihasilkan memiliki tekstur yang kenyal dan rasa khas ikan. MODUL 2 NUGGET IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah nugget ikan yang bertekstur kenyal, lembut dan bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu nugget

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM

LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM LAPORAN PRAKTEK TEKNOLOGI MAKANAN PEMBUATAN SOSIS AYAM Penyusun: Haikal Atharika Zumar 5404416017 Dosen Pembimbing : Ir. Bambang Triatma, M.Si Meddiati Fajri Putri S.Pd, M.Sc JURUSAN PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM:

SKRIPSI. KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH. Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: SKRIPSI KUALITAS MI BASAH DENGAN KOMBINASI EDAMAME (Glycine max (L.) Merrill) DAN BEKATUL BERAS MERAH Disusun oleh: Cellica Riyanto NPM: 100801132 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tapioka Tapioka merupakan salah satu bentuk olahan berbahan baku singkong, Tepung tapioka mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan pembantu dalam berbagai industri.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis, dan (7)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci