PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK"

Transkripsi

1 179 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) PEMACUAN PERGANTIAN KULIT KEPITING BAKAU (Scylla serrata) MELALUI MANIPULASI LINGKUNGAN UNTUK MENGHASILKAN KEPITING LUNAK Nur Ansari Rangka dan Sulaeman ABSTRAK Balai Riset Perikanan dan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka No. 129, Maros, Sulawesi Selatan Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan komoditas air kepiting lunak merupakan produk dari budidaya kepiting bakau yang permintaan baik lokal maupun ekspornya belum dapat dipenuhi. Kontroversi terhadap penolakan produk kepiting lunak akibat pemotongan kaki kepiting sebagai upaya mempercepat ganti kulit sudah merebak hingga ke mancanegara sehingga perlu dicari jalan lain yang dapat mempercepat ganti kulit tanpa dilakukan pemotongan kaki. Penelitian akan dilakukan di laboratorium BRPBAP selama tiga bulan untuk mendapatkan informasi tentang pemacuan ganti kulit kepiting bakau melalui manipulasi salinitas media pemeliharaan. Cara ini dinilai lebih aman daripada rangsangan ganti kulit dengan manipulasi hormon yang akan mempengaruhi penerimaan konsumen. KATA KUNCI: kepiting bakau, soka, moulting PENDAHULUAN Kepiting bakau (Scylla serrata) yang mengalami perkembangan pesat dalam kegiatan penelitian pada dekade terakhir. Salah satu produk ekspor dari kepiting bakau yang telah dikembangkan adalah kepiting lunak. Keberhasilan perbenihan kepiting dalam beberapa tahun terakhir, diharapkan dapat lebih memacu perkembangan budidaya kepiting lunak atau biasa disebut dengan soft shelled crab atau disingkat dengan kepiting soka (kepiting lunak). Saat ini harga kepiting soka di tingkat produsen Rp ,-/kg. dengan jumlah 10 ekor/kg (Fujaya, 2009), masakan restoran siap saji di Makassar, Sulawesi Selatan menjual Rp ,-/porsi (sekitar 4 5 ekor), dibandingkan dengan harga kepiting bakau biasa (non lunak) dengan bobot g/ekor harga Rp ,- Rp ,-. Semua golongan arthropoda, termasuk kepiting mengalami proses pergantian kulit atau ganti kulit secara periodik, sehingga ukuran badannya bertambah besar. Agar kepiting bisa tumbuh menjadi besar, secara periodik akan melepaskan jaringan penghubung antara epidermis dan kutikula ekstraseluler, segera melepaskan diri dari kutikula (cangkang), menyerap air untuk memperbesar badan dan eksoskeleleton yang baru dan selanjutnya terjadi proses pengerasan dengan mineralmineral dan protein. Proses ganti kulit ini menghasilkan peningkatan ukuran badan (pertumbuhan) secara berkala. Ketika ganti kulit, badan kepiting menyerap air dan bertambah besar, kemudian terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran badan kepiting tetap sampai pada siklus ganti kulit berikutnya. Pada saat ganti kulit, kulit krustase yang tadinya keras digantikan oleh kulit yang lunak sehingga dikenal dengan soft shelling crab yang di Indonesia kemudian disingkat menjadi soka. Kepiting lunak dapat diidentifikasi dengan jalan memijit/menekan secara perlahan bagian badan kepiting. Karena kulitnya yang lunak, maka kepiting tidak dapat mencapit dan mudah penanganannya. Kondisi lunak tersebut hanya bertahan dalam waktu yang singkat kemudian berangsur-angsur mengeras kembali sebagaimana layaknya kepiting normal sehingga perlu pengontrolan yang ketat. Kepiting lunak yang dipasarkan khusus untuk konsumsi adalah kepiting yang baru saja ganti kulit atau paling tidak baru berumur 4 jam sejak ganti kulit. Pada kondisi demikian, bagian cangkang kepitingpun lunak apalagi bagian badan yang lainnya. Berbeda dengan kepiting lunak yang memang diproduksi untuk dikonsumsi, kepiting lunak yang biasanya tercampur dengan kepiting konsumsi yang dijual di pasaran biasanya kondisinya sudah lebih keras. Walaupun secara ekonomis budidaya soka kelihatan menguntungkan, namun sebagian besar pengusaha soka tidak bisa bertahan lama. Periode pemeliharaan yang lama dan waktu ganti kulit yang tidak serentak menjadi masalah utama dalam upaya produksi kepiting lunak. Periode

2 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur pemeliharaan yang lama menyebabkan biaya pakan dan operasional produksi semakin besar, sedangkan waktu ganti kulit yang tidak serentak mengharuskan pengawasan yang ketat selama pemeliharaan sehingga kurang efisien dari segi waktu dan tenaga. Berbagai cara telah dilakukan untuk mengatasi kendala tersebut seperti dengan rangsangan melalui manipulasi makanan, manipulasi lingkungan, dan teknik pemotongan kaki. Hingga saat ini teknik pemotongan kaki yakni dengan mematahkan capit dan kaki jalan kepiting masih merupakan cara yang paling praktis yang dapat dilakukan untuk mempercepat terjadinya pergantian kulit dan dapat diterapkan secara massal. Dengan mematahkan anggota badan kepiting, maka hormon pertumbuhannya akan memacu pembentukan kembali dari anggota badan yang hilang. Dengan cara ini, kepiting muda dapat berganti kulit dalam waktu 2-3 minggu tergantung pada kejelian di dalam memilih kepiting yang sudah mendekati fase ganti kulit. Teknik ini terbukti mampu mempercepat proses ganti kulit. Namun permasalahan lain muncul yaitu mortalitas meningkat dan tidak terjadi peningkatan bobot badan secara nyata bahkan cenderung menurun. Permintaan pasar kepiting soka masih sangat besar terbukti pengusaha kepiting soka belum mampu memenuhi permintaan sekitar 100 ton/bulan dari Kota Semarang untuk pemasaran Jawa Tengah, Masalah utama usaha kepiting soka adalah penyediaan jumlah benih yang bermutu, tepat waktu, untuk itu diharapkan kebutuhan benih Scylla serrata dapat terpenuhi melalui hasil pembenihan di hatcheri (Hanafi, 1995). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukanlah serangkaian penelitian tentang manipulasi faktor lingkungan untuk mempecepat ganti kulit kepiting bakau. Salah satu faktor lingkungan yang diduga dapat mempengaruhi kecepatan pergantian kulit adalah manipulasi salinitas air yang digunakan. Penurunan dan peningkatan salinitas secara mendadak diharapkan dapat mempersingkat fase intermolt dan dapat memacu pergantian kulit secara bersamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang pemacuan pergantian kulit kepiting bakau melalui manipulasi lingkungan. BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian dilaksanakan di Instalasi Perbenihan Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau yang ada di Kabupaten Barru. Penelitian ini merupakan pengamatan laboratorium yang didesain dengan rancangan acak lengkap pola faktorial. Dua faktor akan diuji yaitu perubahan salinitas (A) dan pemotongan kaki (B) masingmasing diulang 3 kali. Perlakuan yang diamati masing-masing adalah salinitas 10 ppt (A), 20 ppt (B), 30 ppt (C), ppt (D), ppt (E), dan 30-0 ppt (F). Bahan-bahan yang akan digunakan meliputi benih kepiting, berbagai bahan kimia untuk analisis kualitas air, dan analisis kondisi fisiologis kepiting, pakan kepiting, dan disinfektan. Berbagai peralatan dibutuhkan seperti refraktometer, termometer, DO-meter, bak fiber glass, aerator, keranjang, selang, pompa dab, terpal dan lain-lain. Pertama-tama semua bahan dan alat yang diperlukan disiapkan dan diset sesuai dengan desain penelitian yang telah ditentukan. Kepiting berukuran rata-rata 45 g/ekor, ditebar secara kelompok sebanyak 10 ekor/bak fiber glass volume 0,01 m 3, ukuran 40 cm x 40 cm x 60 cm bak diisi air sampai ketinggian 20 cm dengan salinitas bervariasi. Jumlah bak yang digunakan 18 buah. Kepiting diberi pakan sekali sehari dengan pakan segar. Pergantian air dilakukan setiap dua hari yang sekaligus mengakomodasi peningkatan atau penurunan salinitas sesuai dengan kombinasi yang telah ditentukan. Adapun perlakuan yang akan diuji yaitu: Faktor salinitas meliputi tiga kombinasi yaitu 30-20, 30-10, dan 30-0 ppt. Artinya media kepiting secara bergantian setiap dua hari berada pada 30 dan 20 ppt, 30 dan 10 ppt, dan 30 dan 0 ppt sampai dengan dua bulan pemeliharaan. Penurunan atau peningkatan salinitas dilakukan secara mendadak. Setiap kombinasi salinitas diperlakukan untuk faktor yang lain yakni pemotongan kaki yang terdiri atas dua level yaitu pemotongan kaki dan tanpa pemotongan kaki. yaitu antara keperluan persiapan bak dapat dilakukan sebagaimana persiapan tambak untuk budidaya bandeng untuk menghasilkan lingkungan tambak yang baik. Oleh karena itu, terdapat enam kombinasi perlakuan yang akan diuji melalui peubah periode ganti kulit, frekuensi ganti kulit, dan perkembangan kandungan

3 181 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) ekdisteroid darah. Data salinitas yang diperoleh dianalisis secara sidik ragam sedangkan data lainnya dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN BAHASAN Hubungan faktor salinitas dengan sintasan kepiting bakau yang dipelihara pasca ganti kulit disajikan pada Tabel 1. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kombinasi salinitas media pemeliharaan berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rata-rata sintasan kepiting bakau pasca moulting kepiting bakau. Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan C dan D masing-masing sebesar 83,3%, disusul berturut-turut perlakuan E: 76,7%; B: 73,3%; A: 50% dan terendah pada perlakuan F: 0% yang disebabkan kematian semua kepiting. Tabel 1. Rata-rata sintasan pasca ganti kulit kepiting bakau terhadap perlakuan kombinasi salinitas pada akhir penelitian Perlakuan Salinitas (ppt) Sintasan pasca ganti kulit (%) A 10 50,0±20,0 a B 20 73,3±5,7 a C 30 83,3±15,2 a D ,3±15,2a E ,7±23,0 a F ,0±0,00 b *) Angka dalam kolom yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Semua golongan arthropoda, termasuk kepiting bakau mengalami proses pergantian kulit atau ganti kulit secara periodik, sehingga ukuran badannya bertambah besar. Agar kepiting bisa tumbuh menjadi besar, secara periodik akan melepaskan jaringan penghubung antara epidermis dan kutikula ekstraseluler, segera melepaskan diri dari kutikula (cangkang), menyerap air untuk memperbesar badan dan eksoskeleleton yang baru dan selanjutnya terjadi proses pengerasan dengan mineralmineral dan protein. Proses ganti kulit ini menghasilkan peningkatan ukuran badan (pertumbuhan) secara diskontinu dan secara berkala. Ketika ganti kulit, badan kepiting menyerap air dan bertambah besar, kemudian terjadi pengerasan kulit. Setelah kulit luarnya keras, ukuran badan udang tetap sampai pada siklus ganti kulit berikutnya. Menurut Wiyanto & Hartono (2003), moulting berfungsi untuk merangsang dan mempercepat pertumbuhan. Selain itu, moulting juga berperan dalam proses pematangan gonad, sehingga betina dapat memproduksi telur dan jantan dapat meproduksi sperma. Selanjutnya, keduanya menyatakan bahwa moulting juga berperan dalam menumbuhkan kembali organ yang cacat. Selain pertumbuhan, pemicu moulting bisa juga akibat perubahan air. Perubahan air yang mendadak bisa menyebabkan kepiting stres. Kondisi ini menjadikan terjadinya perubahan pada struktur daging dan cangkang, yang akhirnya dapat menyebabkan terpisahnya bagian cangkang dengan daging tersebut. Salah satu faktor yang dapat memicu stres lingkungan adalah perubahan salinitas. Salinitas merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi sintasan organisme akuatik. Salinitas dapat memodifikasi peubah fisika dan kimia air menjadi satu kesatuan pengaruh yang menjadi satu kesatuan pengaruh yang berdampak osmotik pada osmoregulasi dan bioenergetik (Karim, 2007). Ketika terjadi perubahan salinitas lingkungan, energi digunakan untuk mengubah konsentrasi cairan badan sesuai dengan lingkungan. Hal inilah yang memicu terjadinya ganti kulit pada kepiting bakau. Pada penelitian ini, manipulasi lingkungan dengan faktor salinitas menghasilkan persentase yang tidak berbeda nyata antar perlakuan namun yang berbeda adalah kecepatan ganti kulitnya. Gambar 1 memperlihatkan perbedaan kecepatan ganti kulit kepiting bakau. Semua kepiting bakau pada perlakuan F mengalami kematian sejak pergantian air pertama. Kepiting pada perlakuan A, C, dan D mengalami ganti kulit sejak ganti air yang pertama. Setelah ganti air yang kedua disusul oleh

4 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Frekuensi moulting A (10 ppt) B (20 ppt) C (30 ppt) D (30-20 ppt) E (30-10 ppt) F (30-0 ppt) Gambar 1. Ganti kulit ke- Kecepatan ganti kulit kepiting bakau pada perbedaan ganti air perlakuan B. Pada ganti air ketiga hanya perlakuan E yang mengalami ganti kulit. Ganti kulit tidak terjadi sejak ganti air ke-4 sampai ganti air ke-9. Ganti kulit kembali terjadi hampir pada setiap perlakuan pada pergantian air ke-10 kecuali pada perlakuan D. Pada pergantian air ke-11 sampai ke- 15 terjadi ganti kulit pada semua perlakuan kecuali perlakuan A pada pergantian air ke-12 dan ke- 13. Pada pergantian air ke-16 hanya kepiting pada perlakuan A dan B saja yang mengalami moulting sedangkan pada pergantian air ke-17, ganti kulit terjadi pada perlakuan A, D, dan E. Ganti kulit hanya terjadi pada perlakuan D dan E pada pergantian air ke-18. Kematian semua kepiting pada perlakuan F (salinitas 30 0 ppt) kemungkinan besar disebabkan karena lingkungan hidup yang hipoosmotik. Pada kondisi hipoosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respons fisiologis untuk mempertahankan lingkungan internalnya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan dan aktivitas rutinitas (Kumlu et al., 2001). Proses adaptasi terhadap kondisi salinitas dilakukan melalui proses osmoregulasi. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam badan dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmosis. Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam badannya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara badan dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya (Setyadi et al., 1997; Supriyatna, 1999). Pada perlakuan ini, osmoregulasi kepiting bakau telah melampaui batas toleransinya, sehingga semua kepiting mati ketika salinitas air diturunkan menjadi 0 ppt. Kemungkinan lain penyebab kepiting bakau yang mati setelah ganti kulit karena disebabkan karena kadar CaCO 3 di dalam badan kepiting bakau tersebut belum cukup. Syarat utama terjadinya ganti kulit adalah cukupnya kadar CaCO 3 di dalam badan kepiting tersebut. CaCO 3 digunakan untuk membentuk karapas baru bagi kepiting. Karena jika dilakukan pergantian air secara mendadak dan kepiting mengalami moulting tetapi kepiting belum ada CaCO 3 -nya maka kepiting akan mati. Ada beberapa kemungkingan lain penyebab kegagalan dalam melakukan moulting, di antaranya adalah kondisi kepiting yang lemah karena berkurangnya aktivitas makan atau karena stres akibat kondisi salinitas yang kurang sesuai. Karim (2007) mengemukakan bahwa salinitas merupakan salah satu faktor lingkungan yang berpengaruh penting pada konsumsi pakan, metabolisme, sintasan, dan pertumbuhan organisme akuatik. Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan perubahan/pertambahan bobot atau ukuran badan yang dipelihara dalam satuan waktu (Effendie, 2004). Pertumbuhan menjadi hal yang krusial bagi kepiting bakau karena

5 183 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) untuk tumbuh menjadi besar harus melepaskan kulit yang lama kemudian kulit yang baru yang lebih besar akan menggantikan tempatnya. Pertumbuhan kepiting dapat terjadi apabila energi yang diretensi positif atau energi yang disimpan lebih besar dibandingkan dengan energi yang digunakan untuk aktivitas tubuh. Megalopa memperoleh energi melalui pakan yang dikonsumsi dan pembelanjaannya digunakan untuk berbagai aktivitas hariannya (Karim, 2007). Terdapat beberapa cara untuk melihat pertumbuhan di antaranya dengan menghitung pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian krablet. Pertumbuhan bobot mutlak dinyatakan sebagai perubahan ukuran bobot dalam kurun waktu tertentu, sedangkan laju pertumbuhan harian dinyatakan sebagai persentase pertumbuhan bobot/hari (Effendie, 2004). Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian krablet S. serrata selama penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian megalopa (Scylla serrata) terhadap perlakuan perbedaan salinitas pada akhir penelitian Salinitas (ppt) Pertumbuhan bobot mutlak (g) Laju pertumbuhan bobot harian (%) 10 26,64±0,07 a 74,16±0,01 a 20 27,45±0,03 b 76,60±0,43 b 30 28,23±0,05 c 78,30±0,10 c 30?20 29,49±0,01 d 81,90±0,01 d 30?10 27,56±0,01 b 76,30±0,10 b 30?0 0,000±0,00 e 0,000±0,00 e *) Angka dalam kolom yang diikuti huruf sama menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Tabel 2 memperlihatkan pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian kepiting soka pada akhir penelitian. Hasil analisis ragam menujukkan bahwa manipulasi salinitas media memberikan pengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian kepiting soka. Hasil penelitian menunjukkan pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian yang terbaik diperoleh pada perlakuan D, disusul berturut-turut oleh perlakuan C, E, B, dan A. Tingginya pertumbuhan bobot mulak dan laju pertumbuhan harian yang dihasilkan perlakuan kombinasi salinitas ppt diduga karena kombinasi salinitas tersebut ideal bagi kepiting soka sehingga energi untuk pertumbuhan lebih besar karena penggunaan energi untuk osmoregulasi lebih rendah. Begitu juga dengan perlakuan salinitas 30 ppt. Media bersalinitas ppt bersifat hipoosmotik. Kondisi ini sebenarnya kurang nyaman bagi kepiting soka, karena kepiting memiliki cairan sel yang besifat isotonik dengan lingkungannya. Sel yang terletak pada lingkungan isotonik akan memiliki volume cairan sel yang konstan karena volume air yang masuk dan keluar dari sel sama banyaknya. Namun kisaran salinitas tersebut masih berada dalam kisaran toleransi hidup kepiting bakau. Pada kondisi hipoosmotik atau hiperosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respons fisiologis untuk mempertahankan lingkungan internalnya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan dan aktivitas rutinitas (Kumlu et al., 2001). Proses adaptasi terhadap kondisi salinitas dilakukan melalui proses osmoregulasi. Osmoregulasi merupakan upaya hewan air untuk mengontrol keseimbangan air dan ion antara di dalam badan dan lingkungannya melalui mekanisme pengaturan tekanan osmosis. Untuk organisme akuatik, proses tersebut digunakan sebagai langkah untuk menyeimbangkan tekanan osmosis antara substansi dalam badannya dengan lingkungan melalui sel yang permeabel. Dengan demikian, semakin jauh perbedaan tekanan osmotik antara badan dan lingkungan, semakin banyak energi metabolisme yang dibutuhkan untuk melakukan osmoregulasi sebagai upaya adaptasi, hingga batas toleransi yang dimilikinya (Setyadi et al., 1997; Supriyatna, 1999). Akibatnya, energi yang diperoleh dari hasil metabolisme dalam badan yang seharusnya digunakan untuk pertumbuhan akan berkurang atau habis yang menyebabkan terhambatnya pertumbuhan kepiting soka.

6 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur Kualitas Air Sintasan dan pertumbuhan megalopa juga dipengaruhi oleh peubah kualitas air dan pakan yang mencukupi. Selama penelitian berlangsung dilakukan pengukuran peubah kualitas air meliputi: suhu, salinitas, ph, oksigen terlarut, dan amonia disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Nilai peubah kualitas air media penelitian pada perlakuan berbeda Parameter Perlakuan A B C D E F Suhu ( C) 24,4-26,3 24,0-26,5 25,0-27,2 24,1-26,6 24,0-27,1 24,7-25,9 Salinitas (ppt) Oksigen terlarut (mg/l) 5,8-6,66 5,8-6,54 5,8-6,61 5,8-6,48 5,8-6,88 5,8-6,26 ph 8,2-8,5 8,0-8,5 8,2-8,3 8,0-8,3 8,0-8,5 8,0-8,2 NH 3 (mg/l) 0,04-0,05 0,02-0,04 0,03-0,05 0,04-0,06 0,02-0,05 0,04-0,05 Zacharia & Kakati (2004) menyatakan, suhu merupakan salah satu faktor abiotik penting yang mempengaruhi aktivitas, nafsu makan, konsumsi oksigen, dan laju metabolisme krustase. Suhu yang optimun untuk kepiting bakau adalah 26 C sampai 32 C (Kuntiyo, 1994). Nilai ph penting karena dapat mempengaruhi proses dan kecepatan reaksi kimia di dalam air serta reaksi biokimia di dalam badan kepiting bakau. Menurut Christensen et al. (2005), ph optimum untuk kepiting bakau berkisar antara 7,5 dan 8,5. Amonia merupakan senyawa produk utama dari limbah nitrogen dalam perairan yang berasal dari organisme akuatik (Cavalli et al., 2000; Neil et al., 2005). Amonia bersifat toksik sehingga dalam konsentrasi yang tinggi dapat meracuni organisme (Lee & Chen, 2003). Oleh sebab itu, dalam media pemeliharaan kepiting bakau maka konsentrasi amonia dalam media tidak lebih dari 0,1 mg/l (Kuntiyo, 1994). Hasil penelitian Yunus et al. (1996) menunjukkan bahwa suhu 25 C- 33 C; salinitas ppt; ph 8,24-8,32; dan oksigen terlarut 5,60-5,68 mg/l mendukung sintasan kepiting bakau 18,55%-74,08%. Berdasarkan hal tersebut maka kualitas air di seluruh wadah penelitian cukup baik dan layak dalam mendukung kehidupan kepiting soka selama penelitian. KESIMPULAN 1. Kombinasi salinitas media pemeliharaan berpengaruh tidak nyata terhadap sintasan kepiting bakau pasca ganti kulit tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kecepatan ganti kulit kepiting bakau. 2. Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan C dan D sebesar 83,3%, disusul berturut-turut perlakuan E: 76,7%; B: 73,3%; A: 50% dan terendah pada perlakuan F: 0% yang disebabkan kematian semua kepiting. 3. Ganti kulit tercepat diperoleh pada perlakuan A (10 ppt). 4. Pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian yang terbaik diperoleh pada perlakuan D (30-20 ppt) 5. Perlu penelitian lanjutan untuk mengetahui efek pengaruh ganti kulit (pada salinitas optimum/ terbaik) pada pertumbuhan kepiting selanjutnya. 6. Usaha kepiting soka lebih menguntungkan dibandingkan dengan usaha pembesara kepiting lainnya. DAFTAR ACUAN Cavalli, R.O., Berghe, E.V., Lavens, P., Thuy, N.T.T., Wille, M, & Sorgeloos, P Ammonia toxicity as a criterion for the evaluation of larval quality in the prawn Macrobrachium rosenbergii. Comp. Biochem. Physiol., 125C: Christensen, S.M., Macintosh, D.J., & Phuong, N.T Pond production of the mud crab Scylla paramamosain (Estampador) and S. olivacea (Herbst) in the Mekong Delta, Vietnam, using two different supplementary diets. Aqua. Res., 35:

7 185 Pemacuan pergantian kulit kepiting bakai... (Nur Ansari Rangka) Effendie, I Pengantar Akuakultur. Penerbit Penebar Swadaya. Bogor Indonesia, 187 hlm. Fujaya, Y Budidaya Kepiting Soka, suatu terobosan usaha perikanan. Harian Fajar Makassar Tanggal, 20 Agustus Hanafi, A Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata). Makalah disampaikan pada acara Desiminasi di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Tengah, Ungaran. Balai Penelitian Perikanan Pantai Maros) Karim, M.Y Pengaruh salinitas dan bobot terhadap konsumsi kepiting bakau (Scylla serrata Forsskal). J. Sains & Teknologi, 7(2): Kumlu, M., Eroldogan, O.T., & Saglamtimur, B The effect of salinity and added substrates on growth and survival of Metapenaeus monoceros (Decapoda: Penaeidae) post-larvae. Aquaculture, 196: Kuntiyo, Arifin, Z., & Supratomo, T Pedoman Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Tambak. Direktorat Jenderal Perikanan, Balai Budidaya Air Payau, Jepara, 29 hlm. Kurniawan, T. & Hartono, R Pembesaran lobster air tawar secara tepat. Penebar Swadaya. Jakarta, 72 hlm. Lee, W.C. & Chen, J.C Hemolymph ammonia, urea and uric acid levels and nitrogenous excretion of Marsupenaeus japonicus at different salinity levels. J. Exp. Mar. Biol. Ecol., 288: Neil, L.L.,. Fotedar, R., & Shelley C.C Effects of acute and chronic toxicity of unionized ammonia on mud crab, Scylla serrata (Forsskal, 1755) larvae. Aqua. Res., 36: Setyadi, I., Azwar, Z.I., Yunus, & Kasprijo Penggunaan jenis pakan alami dan pakan buatan dalam pemeliharaan larva kepiting bakau Scylla serrata. J. Pen. Perik. Indonesia, hlm Supriyatna, A Pemeliharaan larva rajungan Portunus pelagicus dengan waktu pemberian pakan yang berbeda. Prosiding Seminar Nasional Puslitbangkan bekerja sama dengan JICA ATA, 379: Yunus, Rusdi, I., Haryanti, & Sugama K Pemeliharaan larva kepiting bakau (Scylla paramamosain) skala massal. Laporan Balai Besar Perikanan Budidaya Laut, 4 hlm. Zacharia, S. & Kakati, V.S Optimal salinity and temperature of early developmental stages of Penaeus merguensis de Man. Aquaculture, 232:

LAJU PEMANGSAAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) TERHADAP PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp.)

LAJU PEMANGSAAN LARVA KEPITING BAKAU (Scylla serrata) TERHADAP PAKAN ALAMI ROTIFERA (Brachionus sp.) 139 Laju pemangsaan larva kepiting bakau... (Aan Fibro Widodo) ABSTRAK Pemberian rotifera sebagai pakan alami dalam pembenihan kepiting bakau telah banyak dilakukan. Permasalahan penting yang perlu diketahui

Lebih terperinci

POLIKULTUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN METODE TEBAR YANG BERBEDA

POLIKULTUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN METODE TEBAR YANG BERBEDA 211 Polikultur kepiting bakau dan rumput laut... (Sulaeman) POLIKULTUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DAN RUMPUT LAUT (Gracilaria verrucosa) DENGAN METODE TEBAR YANG BERBEDA ABSTRAK Sulaeman, Aan Fibro

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai

V HASIL DAN PEMBAHASAN. pengamatan tersebut diberikan nilai skor berdasarkan kelompok hari moulting. Nilai V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil 5.1.1 Kecepatan moulting kepiting bakau Pengamatan moulting kepiting bakau ini dilakukan setiap 2 jam dan dinyatakan dalam satuan moulting/hari. Pengamatan dilakukan selama

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

PENGARUH PERUBAHAN SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer Bloch)

PENGARUH PERUBAHAN SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer Bloch) PENGARUH PERUBAHAN SALINITAS TERHADAP PERTUMBUHAN DAN SINTASAN IKAN KAKAP PUTIH (Lates calcarifer Bloch) Rizka Diniantari Rayes 1 *, I Wayan Sutresna 2, Nanda Diniarti 1, Apri Imam Supii 3 1 Program Studi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA

PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA 1233 Pertumbuhan calon induk ikan beronang Siganus guttatus... (Samuel Lante) PERTUMBUHAN CALON INDUK IKAN BERONANG Siganus guttatus TURUNAN PERTAMA (F-1) DENGAN BOBOT BADAN YANG BERBEDA ABSTRAK Samuel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva

TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan Larva Rajungan. Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Larva Rajungan Jenis Stadia dan Lama Waktu Perkembangan Larva Tingkat perkembangan rajungan pada umumnya tidak berbeda dengan kepiting bakau. Perbedaannya hanya pada fase

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2

METODE PENELITIAN. M 1 V 1 = M 2 V 2 Keterangan : M 1 V 1 M 2 V 2 11 METODE PENELITIAN Tempat dan waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor untuk pemeliharaan

Lebih terperinci

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA

PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA 419 Pendederan ikan beronang dengan ukuran tubuh benih... (Samuel Lante) ABSTRAK PENDEDERAN IKAN BERONANG (Siganus guttatus) DENGAN UKURAN TUBUH BENIH YANG BERBEDA Samuel Lante, Noor Bimo Adhiyudanto,

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp.

PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN PATIN, Pangasius sp. Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (1): 25 3 (25) 25 Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id PENGARUH TEKNIK ADAPTASI SALINITAS TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki sumber daya hutan bakau yang membentang luas di seluruh kawasan Nusantara. Salah satu komoditas perikanan yang hidup di perairan pantai khususnya di

Lebih terperinci

TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN

TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN 43 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2014 TINGKAT KERJA OSMOTIK UDANG VANAME, Litopenaeus vannamei PADA BUDIDAYA SISTEM INTENSIF DENGAN APLIKASI BIOFLOK DAN PERGILIRAN PAKAN ABSTRAK Herlinah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK

TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK 1117 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2013 ABSTRAK TOLERANSI KADAR GARAM JENIS KEPITING BAKAU DI TAMBAK Burhanuddin Balai Penelitian dan Pengembangan Budidaya Air Payau Jl. Makmur Dg. Sitakka

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA

PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP IKAN BETOK (Anabas testudineus) YANG DIPELIHARA PADA SALINITAS BERBEDA TUGAS PENGENALAN KOMPUTER ZURRIYATUN THOYIBAH E1A012065 PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS KEGURUAN DAN

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015

Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 1, Maret 2015 Pengaruh Salinitas Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila Merah (Oreochromis Niloticus) di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.1 Tahun 2015

Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi Vol.15 No.1 Tahun 2015 KINERJA PRODUKSI KEPITING BAKAU Scylla serrata CANGKANG LUNAK PADA METODE PEMOTONGAN CAPIT DAN KAKI JALAN, POPEY, DAN ALAMI Eko Harianto 1 Abstract Types of crab leading export market is the mangrove crab

Lebih terperinci

MAINTENANCE MUD CRAB (Scylla serrata) WITH DIFFERENT FEEDING FREQUENCY

MAINTENANCE MUD CRAB (Scylla serrata) WITH DIFFERENT FEEDING FREQUENCY MAINTENANCE MUD CRAB (Scylla serrata) WITH DIFFERENT FEEDING FREQUENCY By Juni Handayani 1), Iskandar Putra 2), Rusliadi 2) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Sciene Faculty RiauUniversity

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food

Fattening of Soft Shell Crab With Different Food Fattening of Soft Shell Crab With Different Food By Elvita Sari 1 ), Rusliadi 2 ), Usman M.Tang 2 ) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine Science Faculty Riau University Email : elvitasurbakti@yahoo.co.id

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang

I. PENDAHULUAN. diakibatkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah munculnya penyakit yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia termasuk negara produksi udang terbesar di dunia, namun produksi tambak udang di Indonesia sejak tahun 1992 mengalami penurunan. Peristiwa penurunan produksi

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo Nikè: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume II, Nomor 1, Maret 2014 Pengaruh Pemberian Dosis Pakan Otohime yang Berbeda terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Bebek di BPBILP Lamu Kabupaten Boalemo

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan

Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Benih Ikan Bandeng (Chanos chanos) Pada Saat Pendederan Pengaruh Pemberian Pakan Tambahan Terhadap Tingkat Pertumbuhan Maya Ekaningtyas dan Ardiansyah Abstrak: Ikan bandeng (Chanos chanos) adalah salah satu jenis ikan yang banyak di konsumsi oleh masyarakat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU

PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU PENGENALAN UMUM BUDIDAYA KEPITING BAKAU MAROS, 10 MEI 2016 SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador,

Lebih terperinci

INJEKSI HORMON DARI EKSTRAK TANAMAN HERBAL SEBAGAI STIMULATOR UNTUK MOULTING KEPITING BAKAU, Scylla sp.

INJEKSI HORMON DARI EKSTRAK TANAMAN HERBAL SEBAGAI STIMULATOR UNTUK MOULTING KEPITING BAKAU, Scylla sp. 847 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 INJEKSI HORMON DARI EKSTRAK TANAMAN HERBAL SEBAGAI STIMULATOR UNTUK MOULTING KEPITING BAKAU, Scylla sp. ABSTRAK Early Septiningsih dan Herlinah Balai

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA

PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA 41 Pentokolan udang windu siste hapa... (Erfan Andi Hendrajat) PENTOKOLAN UDANG WINDU (Penaeus monodon) SISTEM HAPA DENGAN UKURAN PAKAN BERBEDA ABSTRAK Erfan Andi Hendrajat dan Brata Pantjara Balai Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele (Clarias gariepinus) merupakan salah satu komoditas perikanan air tawar yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena permintaannya terus meningkat setiap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di. Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2011 bertempat di Balai Budidaya Ikan Hias, Natar, Lampung Selatan. B. Alat dan Bahan Penelitian

Lebih terperinci

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA

UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA 853 Upaya peningkatan produksi pada budidaya... (Gunarto) UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI PADA BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) POLA TRADISIONAL PLUS DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG TAPIOKA ABSTRAK Gunarto

Lebih terperinci

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.)

Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) Pengaruh Metode Aklimatisasi Salinitas Terhadap Kelangsungan Hidup Benih Ikan Nila (Oreochromis sp.) The Effect of Salinity Acclimatization on Survival Rate of Nile Fry (Oreochromis sp.) Yuliana Asri 1,*,

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian.

Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian. Lampiran 1. Rata-rata laju pertumbuhan bobot, lebar karapas dan panjang karapas kebiting bakau, Scyla srerata selama penelitian Perlakuan A B C Ulangan L P (gr/hari) L K (cm) P K (cm) L P (gr/hari) L K

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA

KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA 781 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2015 KONDISI KUALITAS AIR PADA PEMELIHARAAN KEPITING BAKAU (Scylla paramamosain) SECARA RESIRKULASI DENGAN KEPADATAN YANG BERBEDA ABSTRAK Muhammad Nur Syafaat,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting

I. PENDAHULUAN. Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kepiting bakau (Scylla serrata) dapat dijumpai hampir di seluruh perairan pantai. Kepiting hidup di daerah muara sungai dan rawa pasang surut yang banyak ditumbuhi vegetasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

515 Keragaan pertumbuhan benih Cherax... (Irin Iriana Kusmini)

515 Keragaan pertumbuhan benih Cherax... (Irin Iriana Kusmini) 515 Keragaan pertumbuhan benih Cherax... (Irin Iriana Kusmini) KERAGAAN PERTUMBUHAN BENIH Cherax quadricarinatus DARI BERBAGAI LOKASI UNTUK MENCAPAI UKURAN 5 6 INCI ABSTRAK Irin Iriana Kusmini dan Gleni

Lebih terperinci

PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain

PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain 387 Pengaruh intensitas pencahayaan pada pemeliharaan larva kepiting... PENGARUH INTENSITAS PENCAHAYA AN PADA PEMELIHARA AN L ARVA KEPITING BAKAU, Scylla paramamosain Gunarto, Aan Fibro Widodo, dan Herlinah

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada Bulan April 2013 hingga Mei 2013 bertempat di laboratorium budidaya perikanan Ciparanje Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNPAD.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA

PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA PADA TAMBAK INTENSIF DENGAN PADAT TEBAR BERBEDA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 153 158 (25) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 153 PENOKOLAN UDANG WINDU, Penaeus monodon Fab. DALAM HAPA

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :46-56 (2013) ISSN : 2303-2960 PENENTUAN POLA PERUBAHAN SALINITAS PADA PENETASAN DAN PEMELIHARAAN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) ASAL SUMATERA SELATAN

Lebih terperinci

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas

1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Media Litbang Sulteng 2 (2) : 126 130, Desember 2009 1) Staf Pengajar pada Prog. Studi. Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian Universitas Tadulako, Palu ISSN : 1979-5971 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepiting bakau merupakan salah satu hasil perikanan pantai yang banyak disenangi masyarakat karena rasa dagingnya yang enak, terutama daging kepiting yang sedang bertelur,

Lebih terperinci

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar

Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan 2.2 Prosedur Kerja Persiapan Wadah Ukuran dan Padat Tebar II. BAHAN DAN METODE 2.1 Rancangan Percobaan Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan dua perlakuan dan masing-masing menggunakan delapan ulangan, yaitu : 1) Perlakuan A dengan warna

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan ketinggian air yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari beberapa parameter uji (Tabel 5). Tabel 5. Pengaruh perlakuan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus

II. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus II. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2013 di Laboratorium Budidaya Perikanan Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN:

282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : ISSN: 282 Jurnal Perikanan (J. FISH. Sci) X (2) : 282-289 ISSN: 0853-6384 Short Paper Abstract PENGARUH SALINITAS TERHADAP KELULUSAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BAWAL AIR TAWAR, Colossoma macropomum THE

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS L.) SECARA MONOKULTUR. Yusni Atifah

PENGARUH PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS L.) SECARA MONOKULTUR. Yusni Atifah JURNAL EKSAKTA VOLUME 1, 2016 42 PENGARUH PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS L.) SECARA MONOKULTUR Yusni Atifah Dosen Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia

ABSTRACT. Keywords : Biofilter, Cherax quadricarinatus, Glochidia Maintenance Juveniles of Freshwater Crayfish (Cherax quadricarinatus) Using Biofilter Kijing Taiwan (Anadonta woodiana, Lea) With System of Recirculation By Yunida Fakhraini 1), Rusliadi 2), Iskandar Putra

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PEMBESARAN CALON INDUK KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA

PEMBESARAN CALON INDUK KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA 677 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2016 ABSTRAK PEMBESARAN CALON INDUK KEPITING BAKAU HASIL PERBENIHAN DENGAN JENIS PAKAN BERBEDA Herlinah, Gunarto, dan Early Septiningsih Balai Penelitian

Lebih terperinci

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1

TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 TEKNIK PEMBIUSAN MENGGUNAKAN SUHU RENDAH PADA SISTEM TRANSPORTASI UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) TANPA MEDIA AIR 1 Komariah Tampubolon 1 dan Wida Handini 2 ABSTRAK Penelitian ini mengkaji berbagai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERKEMBANGAN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) ASAHAN PADA SALINITAS BERBEDA ABSTRAK

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERKEMBANGAN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) ASAHAN PADA SALINITAS BERBEDA ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume V No 1 Oktober 2016 ISSN: 2302-3600 KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERKEMBANGAN LARVA UDANG GALAH (Macrobrachium rosenbergii) ASAHAN PADA SALINITAS BERBEDA

Lebih terperinci

EFISIENSI BUDIDAYA KEPITING BAKAU Scylla serrata CANGKANG LUNAK PADA METODE PEMOTONGAN CAPIT DAN KAKI JALAN, POPEY, DAN ALAMI EKO HARIANTO

EFISIENSI BUDIDAYA KEPITING BAKAU Scylla serrata CANGKANG LUNAK PADA METODE PEMOTONGAN CAPIT DAN KAKI JALAN, POPEY, DAN ALAMI EKO HARIANTO EFISIENSI BUDIDAYA KEPITING BAKAU Scylla serrata CANGKANG LUNAK PADA METODE PEMOTONGAN CAPIT DAN KAKI JALAN, POPEY, DAN ALAMI EKO HARIANTO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 109-114 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KEPADATAN TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA PENDEDERAN

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Pengaruh Pemberian Viterna Plus dengan Dosis Berbeda pada Pakan terhadap Pertumbuhan Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo 1.2 Robi Hendrasaputro, 2 Rully, dan 2 Mulis 1 robihendra40@gmail.com

Lebih terperinci

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK Media Litbang Sulteng IV (2) : 83 87, Desember 2011 ISSN : 1979 5971 PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Oleh : Madinawati,

Lebih terperinci

BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU

BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU BIMTEK BUDIDAYA KEPITING BAKAU SPECIES KEPITING BAKAU (Keenan et al,. 1998) : Scylla serrata (Forskal, 1775), Scylla tranquiberica (Fabricius, 1798), Scylla paramamosain (Estampador, 1949) Scylla olivacea

Lebih terperinci

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S.

ADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga II TINJAUAN PUSTAKA. Genus Scylla mempunyai tiga spesies lain yaitu Scylla serata, S. oseanica dan S. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Kepiting Bakau Klasifikasi Scylla paramamosain menurut King (1995) dan Keenan (1999) dalam Pavasovic (2004) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Subfilum: Crustacea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2009 sampai dengan bulan September 2009 bertempat di Laboratorium Sistem Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK

PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH FOTOPERIODE TERHADAP PERTUMBUHAN LELE DUMBO (Clarias gariepinus) Belly Maishela *, Suparmono, Rara

Lebih terperinci

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA

EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA 869 Efisiensi penggunaan plankton untuk pembenihan... (Suko Ismi) EFISIENSI PENGGUNAAN PLANKTON UNTUK PEMBENIHAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) PADA HATCHERI SKALA RUMAH TANGGA ABSTRAK Suko Ismi

Lebih terperinci

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%)

Hasil Penelitian. setelah 100%. Percobaan ke-ii. 38 dan C. Hasil. Sintasan (%) ntasan (%) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Penelitian tahap pertama (uji bioassay) Untuk memperoleh suhu subletal, maka dilakukan uji bioassay yang terdiri dari 2 percobaan, masing-masingg dengan 4 perlakuan

Lebih terperinci

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT

Jl. Prof. Dr. Soemantri Brodjonegoro No. 1 Bandar Lampung Surel: ABSTRACT PENGARUH PEMBERIAN NAUPLII Artemia sp. YANG DIPERKAYA SUSU BUBUK TERHADAP KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN LARVA UDANG VANNAMEI ( Litopenaeus vannamei) Marta Purnama Sari 1), Wardiyanto 2) dan Abdullah

Lebih terperinci

Producing speed Moulting in Mud Crab (Scylla serrata) with Soft Shell Ablation And Mutilation Method

Producing speed Moulting in Mud Crab (Scylla serrata) with Soft Shell Ablation And Mutilation Method Producing speed Moulting in Mud Crab (Scylla serrata) with Soft Shell Ablation And Mutilation Method By Nurmadina 1), Mulyadi 2), Usman M. Tang 2) Laboratory Aquaculture of Technology Fisheries and Marine

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

PENGARUH KOMBINASI SUHU DAN SALINITAS TERHADAP KEMATANGAN TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI BAK-BAK PERCOBAAN

PENGARUH KOMBINASI SUHU DAN SALINITAS TERHADAP KEMATANGAN TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI BAK-BAK PERCOBAAN PENGARUH KOMBINASI SUHU DAN SALINITAS TERHADAP KEMATANGAN TELUR KEPITING BAKAU (Scylla serrata Forskal) DI BAKBAK PERCOBAAN ENDANG TRI WAHYURINI, S.Pi.,M.Agr ABSTRAK Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan

Lebih terperinci

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK

EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume III No 1 Oktober 2014 ISSN: 2302-3600 EFEKTIFITAS SISTEM AKUAPONIK DALAM MEREDUKSI KONSENTRASI AMONIA PADA SISTEM BUDIDAYA IKAN Riska Emilia Sartika

Lebih terperinci

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi

Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal air tawar (Collosoma sp.) dengan laju debit air berbeda pada sistem resirkulasi 56 Jurnal Akuakultur Indonesia 9 (1), 56 60 (2010) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id Tingkat pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan bawal

Lebih terperinci

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo

Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas Negeri Gorontalo PADAT TEBAR YANG BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU BEBEK (Cromileptes altivelis) DI BALAI PENGEMBANGAN BENIH IKAN LAUT DAN PAYAU (BPBILP) LAMU KABUPATEN BOALEMO 1 Ipton Nabu, 2 Hasim, dan

Lebih terperinci

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii)

EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) 697 Evaluasi penggunaan pakan dengan kadar protein berbeda... (Reza Samsudin) EVALUASI PENGGUNAAN PAKAN DENGAN KADAR PROTEIN BERBEDA TERHADAP PERTUMBUHAN BENIH IKAN NILEM (Osteochilus hasseltii) ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelautan dan Perikanan Provinsi Gorontalo, yang melaksanakan tugas operasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian BBIP Lamu, merupakan calon Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)/Instalasi Pembenihan dibawah pengawasan dan pengelolaan Dinas Kelautan dan Perikanan

Lebih terperinci

RESPON PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla Serrata Forskal) TERHADAP SALINITAS DAN JENIS PAKAN SEGAR

RESPON PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla Serrata Forskal) TERHADAP SALINITAS DAN JENIS PAKAN SEGAR RESPON PERTUMBUHAN KEPITING BAKAU (Scylla Serrata Forskal) TERHADAP SALINITAS DAN JENIS PAKAN SEGAR Sri Oetami Madyowati Program Studi Budidaya Perairan Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

Pengaruh Ketinggian Air yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo

Pengaruh Ketinggian Air yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan Kota Gorontalo Nike: Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan. Volume 3, Nomor 2, Juni 2015. Pengaruh Ketinggian Air yang Berbeda terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Lele Sangkuriang di Balai Benih Ikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci