GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013"

Transkripsi

1

2

3 GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013

4 GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA KALIMANTAN TENGAH 2013 Nomor Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku Jumlah halaman : 15 x21 cm : ix + 81 halaman Naskah, Gambar Kulit dan Tata Letak : Tim Penyusunan Analisis Gini Ratio dan Konsumsi Rumah Tangga, Analisa Data Kemiskinan, Potret Angkatan Kerja dan Pekerja Provinsi Kalimantan Tengah 2013 Diterbitkan oleh: Bappeda Provinsi Kalimantan Tengah Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya

5

6

7 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...III DAFTAR ISI... V DAFTAR TABEL... VII DAFTAR GAMBAR... IX PENDAHULUAN LATAR BELAKANG PERMASALAHAN TUJUAN... 6 KONSEP DAN METODOLOGI KAJIAN TEORITIS PENDEKATAN PENGHITUNGAN KETIMPANGAN PENDAPATAN KRITERIA BANK DUNIA INDEKS THEIL DAN INDEKS-L SUMBER DATA PENDAPATAN PERKAPITA KALIMANTAN TENGAH PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA ANALISIS KETIMPANGAN PENDAPATAN ANALISIS KOEFISIEN GINI KRITERIA BANK DUNIA KESIMPULAN KESIMPULAN LAMPIRAN...49 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 v

8

9 Tabel 3.1. DAFTAR TABEL Perkembangan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota, (juta rupiah) Tabel 3.2. Rangking PDRB Perkapita dan IPM Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 3.3. Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran Dan Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, Tabel 3.4. Pengeluaran Rata-Rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, Tabel 3.5. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Konsumsi, Tabel 3.6. Pengeluaran Perkapita Rata-Rata Sebulan Menurut Kabupaten/Kota, Tabel 4.1. Tabel 4.2. Koefisien Gini dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota, Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota Menurut Kriteria Bank Dunia, (%) Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 vii

10

11 DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Arah Tujuan Pembangunan... 4 Gambar 2.1. Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz Gambar 3.1. Komposisi Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Kalimantan Tengah, Gambar 3.2. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Untuk Konsumsi Makanan Menurut Kabupaten/Kota, Gambar 4.1. Koefisien Gini Kabupaten/Kota, Gambar 4.2. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan dan Koefisien Gini Kabupaten/Kota, Gambar 4.3. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan Kalimantan Tengah, Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013 ix

12

13 Pendahuluan

14

15 1.1 LATAR BELAKANG Tujuan pembangunan adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut diantaranya tercermin dari meningkatnya pendapatan riil perkapita penduduk. Supaya pendapatan perkapita riil penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan pertumbuhan ekonomi yang bersifat sustainable. Pertumbuhan ekonomi yang tumbuh dengan cepat dapat didorong dengan peningkatan atau penambahan faktor produksi modal (capital). Pendekatan pembangunan ekonomi yang menekankan pada pentingnya proses pembentukan modal mungkin merupakan pendekatan yang paling berpengaruh dan bertahan lama, pertama, bila dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan lain mempunyai landasan teoritis yang cukup kuat, seperti ditunjukkan oleh model Harrod-Domar. Model tersebut menunjukkan hubungan antara pertumbuhan investasi dengan pendapatan nasional. Kedua karena aliran fundamentalis modal ini sejalan dengan tujuan-tujuan dan keinginan dari para donor bantuan luar negeri pada era 1950-an dan 1990-an. Pada akhirnya keterbatasan modal dinilai sebagai satusatunya hambatan pokok bagi percepatan pembangunan ekonomi (Lincolin Arsyad, 1998: 89-90). Namun perlu diingat bahwa pembangunan ekonomi yang berorientasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi yang tinggi seringkali mengabaikan aspek pemerataan distribusi pendapatan masyarakat. Mengingat untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, penambahan kapital akan lebih berperan dari pada penambahan tenaga kerja. Proporsi faktor produksi, baik modal Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

16 maupun tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa akan berpengaruh terhadap balas jasa yang akan diterima oleh masing-masing faktor produksi tersebut. Gambar 1.1 Arah Tujuan Pembangunan Kesejahteraan: Pendapatan per Kapita Distribusi Pendapatan Meningkat dan Merata Menurun Meningkat dan tidak Tidak Berubah dan Tidak Merata Pemerintah Berhasil Pemerintah Tidak Berhasil Masalah pokok Negara berkembang adalah kesenjangan ekonomi atau ketimpangan distribusi pendapatan atau tingkat kemiskinan atau jumlah orang yang hidup di bawah garis kemiskinan. Ketimpangan yang makin tinggi antar golongan dan antar wilayah ini dapat memunculkan masalah kecemburuan sosial, kerawanan disitegrasi wilayah dan disparitas ekonomi yang makin lebar dan tajam. Sekarang yang menjadi pertanyaan adalah apakah keberhasilan pembangunan ekonomi di Kalimantan Tengah telah benar-benar meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya? Apakah hasil pembangunan ekonomi tersebut merata dinikmati oleh masyarakat Kalimantan Tengah? Apakah pembangunan telah merata di semua wilayah Kalimantan Tengah? Untuk melihat hal tersebut tentunya 4 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

17 diperlukan ukuran-ukuran (indikator) yang dapat menggambarkan kondisi tersebut. 1.2 PERMASALAHAN Provinsi Kalimantan Tengah merupakan salah satu wilayah di wilayah Kalimantan yang memiliki area sangat luas dengan karakteristik potensi wilayah di kabupaten/kota, sumber daya alam, dan kegiatan ekonomi penduduk yang berbeda, serta memilki topologi wilayah yang cukup beragam. Keadaan ini menimbulkan perbedaan kecepatan pembangunan pada masing-masing wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah. Di Kalimantan Tengah, secara umum perekonomian masih ditopang sektor Pertanian. Hal ini karena potensi kewilayahan yang masih sangat luas dan belum termanfaatkan secara maksimal. Ada juga kabupaten/kota yang memiliki potensi Sumber Daya Alam mineralnya sangat potensial. Kondisi ini dapat menimbulkan ketimpangan pendapatan di masyarakat Kalimantan Tengah. Dengan dasar pemikiran tersebut maka perlu dilakukan kajian yang dapat melihat tingkat kesenjangan baik dilihat sisi ketimpangan pendapatan maupun ketimpangan antar wilayah. Koefisien Gini merupakan salah satu indikator yang dapat melihat ketimpangan pendapatan antar golongan penduduk, untuk melihat karakteristik ketimpangan lainnya dapat menggunakan data PDRB perkapita sebagai proxy pendapatan perkapita. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

18 1.3 TUJUAN Tujuan dari penyusunan publikasi ini adalah membuat indikator yang memberikan gambaran proporsi tingkat pendapatan yang dapat digunakan untuk perencanaan pembangunan daerah secara umum serta sebagai bahan evaluasi pembangunan daerah, khususnya di wilayah Provinsi Kalimantan Tengah. Sehingga diharapkan dapat memberikan beberapa hal sebagai berikut: a. Memberi gambaran tentang pendapatan perkapita masyarakat; b. Memberikan gambaran tentang konsumsi pengeluaran masyarakat; c. Mengambarkan ketimpangan pendapatan antar wilayah dan antar golongan penduduk. 6 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

19 Konsep dan Metodologi

20

21 2.1 KAJIAN TEORITIS Disamping peningkatan pendapatan, aspek pemerataan pendapatan merupakan hal yang penting untuk dipantau, karena pemerataan hasil pembangunan merupakan salah satu strategi dan tujuan pembangunan nasional Indonesia. Ketimpangan dalam menikmati hasil pembangunan di antara kelompok-kelompok penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan masalah-masalah sosial. Penghitungan distribusi pendapatan menggunakan data pengeluaran sebagai proxy pendapatan. Walaupun hal ini tidak dapat mencerminkan keadaan yang sebenarnya, namun paling tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melihat arah dari perkembangan yang terjadi. Menurut Atkinson (1976) yang dikutip oleh Rusli, et.al (1996) mendefinisikan bahwa ketidakmerataan pendapatan sebagai perbedaan, persebaran, atau pemusatan pendapatan, yang keseluruhannya berpangkal pada ketidaksamaan dilihat secara kumulatif. Pemerataan hasil-hasil pembangunan biasanya dikaitkan dengan masalah ketimpangan, kesenjangan, dan kemiskinan. Secara logika, jurang pemisah (gap) yang semakin besar antara kelompok penduduk kaya dan miskin berarti kemiskinan semakin meluas. Dengan demikian, orientasi pemerataan merupakan upaya untuk memerangi kemiskinan. Pengukuran ketidakmerataan pendapatan sesungguhnya sudah dimulai jauh sebelum Simon Kuznets menyampaikan hipotesanya. Pareto (1897), setelah melakukan penelitian mengenai distribusi Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

22 pendapatan di Eropa, mendapatkan bentuk kurvanya (untuk setiap negara) tidaklah mengikuti distribusi normal, tetapi mengikuti perumusan sebagai berikut: Dimana : A = Jumlah penduduk yang mempunyai pendapatan lebih besar daripada X, N = Jumlah penduduk total, b = parameter yang nilainya antara 1 dan 2. Berdasarkan hasil tersebut, Pareto, menyatakan bahwa akan selalu ditemui ketimpangan dalam setiap negara, dimana kelompok penduduk yang terkaya mendapatkan porsi yang terbanyak dari pendapatan nasional negaranya. Penemuannya ini selanjutnya dikenal sebagai Pareto Law, yang menyatakan bahwa 20 persen kelompok penduduk terkaya menikmati 80 persen dari pendapatan nasional negaranya. Distribusi pendapatan dapat berwujud pemerataan maupun ketimpangan, yang menggambarkan tingkat pembagian pendapatan yang dihasilkan oleh berbagai kegiatan ekonomi (Ismoro, 1995 yang dikutip oleh Rahayu, dkk., 2000). Distribusi dari suatu proses produksi terjadi setelah diperoleh pendapatan dari kegiatan usaha. Pengukuran 10 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

23 masalah pemerataan telah sejak lama menjadi perdebatan di kalangan ilmuwan. Namun, pendekatan pengukuran yang sering digunakan untuk mengukur ketidakmerataan dari distribusi pendapatan adalah Gini Coefficient yang dibantu dengan menggunakan Lorentz curve. Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini di dekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumahtangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis ini akan digunakan empat ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio), Ukuran Bank Dunia, Indeks Theil dan Indeks-L. 2.2 PENDEKATAN PENGHITUNGAN KETIMPANGAN PENDAPATAN Koefisien Gini Ratio Koefisien Gini merupakan alat ukur atau indikator yang menerangkan distribusi pendapatan aktual, pengeluaran-pengeluaran konsumsi atau variabel-variabel lain yang terkait dengan distribusi di mana setiap orang menerima bagian secara sama atau identik (Bappenas, 2002). Menurut Cobwell (1977) yang dikutip oleh Mitchell (1991) menyatakan bahwa pengukuran ketidakmerataan dapat menggunakan gini coefficient. Koefisien Gini (Gini Ratio) adalah salah satu ukuran yang paling sering digunakan untuk mengukur tingkat Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

24 ketimpangan pendapatan secara menyeluruh. Rumus Koefisien Gini adalah sebagai berikut: dimana: GR = Koefisien Gini (Gini Ratio) fp i = frekuensi penduduk dalam kelas pengeluaran ke-i Fc i = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke-i Fc i-1 = frekuensi kumulatif dari total pengeluaran dalam kelas pengeluaran ke (i-1) Nilai Koefisien Gini berada pada selang 0 sampai dengan 1. Semakin tinggi nilai indeks Gini menunjukkan ketidakmerataan pendapatan yang semakin tinggi. Bila nilai Koefisien Gini mendekati satu maka terjadi ketidakmerataan dalam pembagian pendapatan. Sedangkan semakin kecil atau mendekati nol suatu nilai gini maka semakin meratanya distribusi pendapatan aktual dan pengeluaran konsumsi. Untuk publikasi resmi BPS, baik ukuran ketidakmerataan pendapatan versi Bank Dunia maupun Koefisien Gini, penghitungannya menggunakan data pengeluaran. Menurut Todaro (1981) angka GC untuk negara-negara sedang berkembang dinyatakan bahwa distribusi pendapatan sangat timpang jika angka gini terletak antara 0,5 sampai 0,7 dan relatif sama ketimpangannya jika angka gininya antara 0,2 sampai 0,3. 12 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

25 Selain itu, tingkat ketimpangan dapat diukur juga melalui personal income dengan menggunakan Kurva Lorenz, yaitu yang menggambarkan hubungan kuantitatif antara persentase populasi penerima pendapatan dengan persentase total pendapatan yang benar-benar diperoleh selama jangka waktu tertentu, seperti terlihat pada Gambar (Santosa dan Prayitno, 1996 yang dikutip oleh Rahayu, dkk., 2000). Pada gambar tersebut, sumbu horisontal mewakili jumlah populasi penerima pendapatan dan sumbu vertikal menggambarkan pendapatan yang diterima oleh masing-masing presentase penduduk (Todaro, 1981). Garis Kurva Lorenz akan berada di atas garis horisontal, bila kurva tersebut menjauh dari kurva diagonal maka tingkat ketimpangan akan semakin tinggi. Koefisien Gini didasarkan pada kurva Lorenz, yaitu sebuah kurva pengeluaran kumulatif yang membandingkan distribusi dari suatu variabel tertentu (misalnya pendapatan) dengan distribusi uniform (seragam) yang mewakili persentase kumulatif penduduk. Untuk membentuk Koefisien Gini, grafik persentase kumulatif penduduk (dari termiskin hingga terkaya) digambarkan pada sumbu horizontal dan persentase kumulatif pengeluaran (pendapatan) digambarkan pada sumbu vertikal. Ini menghasilkan kurva Lorenz seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Garis diagonal mewakili pemerataan sempurna. Koefisien Gini didefinisikan sebagai A/(A+B), dimana A dan B seperti yang ditunjukkan pada grafik. Jika A=0 Koefisien Gini bernilai 0 yang berarti pemerataan sempurna, sedangkan jika B=0 Koefisien Gini akan bernilai 1 yang berarti ketimpangan sempurna. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

26 Namun pengukuran dengan menggunakan Koefisien Gini tidak sepenuhnya memuaskan. Gambar 2.1. Koefisien Gini Menurut Kurva Lorenz Daimon dan Thorbecke (1999:5) berpendapat bahwa penurunan ketimpangan (perbaikan distribusi pendapatan) selalu tidak konsisten dengan bertambahnya insiden kemiskinan kecuali jika terdapat dua aspek yang mendasari inkonsistensi tersebut. Pertama, variasi distribusi pendapatan dari kelas terendah meningkat secara drastis sebagai akibat krisis. Kedua, merupakan persoalan metodologi berkaitan dengan keraguan dalam pengukuran kemiskinan dan indikator ketimpangan. Oshima menetapkan sebuah kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah pola pengeluaran suatu masyarakat ada pada ketimpangan taraf rendah, sedang atau tinggi Untuk itu ditentukan kriteria sebagai berikut: Ketimpangan taraf rendah, bila G < 0,3 14 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

27 Ketimpangan taraf sedang, bila G antara 0,3-0,5 Ketimpangan taraf tinggi, bila G > 0, Kriteria Bank Dunia Bank Dunia mengelompokkan penduduk ke dalam tiga kelompok sesuai dengan besarnya pendapatan: 40% penduduk dengan pendapatan rendah, 40% penduduk dengan pendapatan menengah dan 20% penduduk dengan pendapatan tinggi. Ketimpangan pendapatan diukur dengan menghitung persentase jumlah pendapatan penduduk dari kelompok yang berpendapatan 40% terendah dibandingkan total pendapatan seluruh penduduk. Kategori ketimpangan ditentukan dengan menggunakan kriteria seperti berikut: Jika proporsi jumlah pendapatan dari penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk kurang dari 12 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan tinggi; Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk antara persen dikategorikan ketimpangan pendapatan sedang/menengah. Jika proporsi jumlah pendapatan penduduk yang masuk kategori 40 persen terendah terhadap total pendapatan seluruh penduduk lebih dari 17 persen dikategorikan ketimpangan pendapatan rendah Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

28 2.2.3 Indeks Theil dan Indeks-L Ada sejumlah ukuran ketimpangan yang memenuhi semua kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik (di atas). Di antaranya yang paling banyak digunakan adalah Indeks Theil dan Indeks-L (ukuran deviasi log rata-rata). Kedua ukuran tersebut masuk dalam famili ukuran ketimpangan generalized enthropy. Rumus generalized enthropy secara umum dapat ditulis sebagai berikut: Dimana adalah rata-rata pendapatan (pengeluaran). Nilai GE bervariasi antara 0 dan dengan 0 mewakili distribusi yang merata dan nilai yang lebih tinggi mewakili tingkat ketimpangan yang lebih tinggi. Parameter α dalam kelompok ukuran GE mewakili penimbang yang diberikan pada jarak antara pendapatan pada bagian yang berbeda dari distribusi pendapatan. Untuk nilai α yang lebih rendah, GE lebih sensitif terhadap perubahan pada ekor bawah dari distribusi (penduduk miskin), dan untuk nilai α yang lebih tinggi GE lebih sensitif terhadap perubahan yang berakibat pada ekor atas dari distribusi (penduduk kaya). Nilai α yang paling umum digunakan adalah 0 dan 1. GE (1) disebut sebagai indeks Theil, yang dapat ditulis sebagai berikut : 16 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

29 GE (0), juga dikenal dengan indeks-l, disebut ukuran deviasi log rata-rata (mean log deviation) karena ukuran tersebut memberikan standar deviasi dari log (y). Beberapa kriteria bagi sebuah ukuran ketimpangan yang baik misalnya: a) Tidak tergantung pada nilai rata-rata (mean independence). Ini berarti bahwa jika semua pendapatan bertambah dua kali lipat, ukuran ketimpangan tidak akan berubah. Koefisien Gini memenuhi syarat ini. b) Tidak tergantung pada jumlah penduduk (population size independence). Jika penduduk berubah, ukuran ketimpangan seharusnya tidak berubah, jika kondisi lain tetap (ceteris paribus). Koefisien Gini juga memenuhi syarat ini. c) Simetris. Jika antar penduduk bertukar tempat tingkat pendapatannya, seharusnya tidak akan ada perubahan dalam ukuran ketimpangan. Koefisien Gini juga memenuhi hal ini. d) Sensitivitas Transfer Pigou-Dalton. Dalam kriteria ini, transfer pandapatan dari si kaya ke si miskin akan menurunkan ketimpangan. Gini juga memenuhi kriteria ini. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

30 Ukuran ketimpangan yang baik juga diharapkan mempunyai sifat : a) Dapat didekomposisi Hal ini berarti bahwa ketimpangan mungkin dapat didekomposisi (dipecah) menurut kelompok penduduk atau sumber pendapatan ataudalam dimensi lain. Indeks Gini tidak dapat didekomposisi atau tidak bersifat aditif antar kelompok. Yakni nilai total Koefisien Gini dari suatu masyarakat tidak sama dengan jumlah nilai indeks Gini dari sub-kelompok masyarakat (sub-group). b) Dapat diuji secara statistik Seseorang harus dapat menguji signifikansi perubahan indeks antar waktu. Hal ini sebelumnya menjadi masalah, tetapi dengan teknik bootstrap interval (selang) kepercayaan umumnya dapat dibentuk. 2.3 SUMBER DATA Sumber data yang digunakan adalah data hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS). Untuk melengkapi digunakan juga beberapa sumber data lain seperti data PDRB, IPM, dan Kemiskinan. 18 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

31 Pendapatan Perkapita Kalimantan Tengah

32

33 3.1 PENDAPATAN PERKAPITA PENDUDUK Ketersediaan data pendapatan perkapita untuk daerah di Indonesia dapat dikatakan tidak tersedia, oleh karena itu pengukuran kesejahteraan masyarakat suatau wilayah umumnya didekati dengan dua pendekatan (proxy) pendapatan yaitu Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita dan Pengeluaran Konsumsi Perkapita. Walaupun kedua nilai tersebut tidak menggambarkan pendapatan riil penduduk akan tetapi secara empiris terbukti dapat memberikan gambaran pendapatan penduduk untuk dapat menjadi indikator kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Tingkat pendapatan pendapatan suatu wilayah selain dari kemampuan ekonomi wilayah tersebut juga tergantung jumlah penduduk yang ada di wilayah tersebut, jadi wilayah yang mempunyai nilai PDRB tertinggi belum tentu memiliki PDRB perkapita yang tinggi pula apabila jumlah penduduk wilayah tersebut sangat tinggi. Peningkatan pendapatan yang tinggi merupakan salah satu ukuran terhadap meningkatnya pendapatan dan tingkat kemakmuran masyarakat. Pendapatan masyarakat ini didekati dengan PDRB per kapita. PDRB per kapita dihitung dengan membagi nilai nominal PDRB dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Untuk memacu peningkatan PDRB per kapita, maka laju pertumbuhan ekonomi harus jauh lebih besar dari pada laju pertumbuhan penduduk. Namun demikian perlu diperhatikan bahwa PDRB perkapita yang disajikan disini belum memperhitungkan pendapatan yang keluar atau Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

34 pendapatan yang masuk ke Provinsi Kalimantan Tengah (Net Factor Income From Abroad). Sehingga pendapatan perkapita yang disajikan disini belum sepenuhnya menggambarkan pendapatan riil masyarakat. Kesulitan memperoleh data pendapatan yang keluar-masuk Kalimantan Tengah tersebut, menyebabkan PDRB perkapita tersebut digunakan sebagai pendekatan untuk mengukur rata-rata pendapatan penduduk. Tabel 3.1. Perkembangan PDRB Perkapita Menurut Kabupaten/Kota, (juta Rp) Kabupaten/Kota PDRB PDRB Rangking Rangking Perkapita Perkapita (1) (2) (3) (4) (5) 01. Kotawaringin Barat 23, , Kotawaringin Timur 26, , Kapuas 18, , Barito Selatan 22, , Barito Utara 24, , Sukamara 26, , Lamandau 20, , Seruyan 20, , Katingan 22, , Pulang Pisau 13, , Gunung Mas 15, , Barito Timur 17, , Murung Raya 26, , Palangka Raya 20, ,40 9 Kalimantan Tengah 23,99 xxx 26,63 xxx Sumber: PDRB, BPS Prov. Kalimantan Tengah Berdasarkan penghitungan atas dasar harga berlaku, PDRB perkapita Kalimantan Tengah pada tahun 2013 mencapai Rp. 26,63 juta. Walaupun angka ini masih belum dikurangi dengan pendapatan 22 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

35 yang keluar-masuk Kalimantan Tengah, namun telah menunjukkan adanya peningkatan pendapatan masyarakat dalam kurun waktu lima tahun terakhir. Secara peringkat, PDRB perkapita kabupaten/kota tidak terlalu banyak berubah bila dibandingkan kondisi 2012 dan Pada dasarnya pembangunan terdiri dari dua aspek kehidupan yaitu aspek ekonomi dan aspek sosial, salah satu indikator dari aspek ekonomi adalah PDRB perkapita sedangkan dari aspek sosial adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang merupakan ukuran keberhasilan pembangunan manusia dalam salah satu wilayah tertentu. Peningkatan pembangunan ekonomi diharapkan akan mendorong peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui penciptaan peningkatan pendapatan dan penciptaan lapangan kerja. Hal ini tentunya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mendorong peningkatan kualitas sumber Daya Manusia (SDM), demikian pula peningkatan kualitas SDM akan turut membantu meningkatan produktivitas kegiatan ekonomi yang membantu peningkatan penciptaan nilai tambah kegiatan ekonomi. Dengan melihat keterkaitan tersebut maka dapat dilihat hubungan antara aspek ekonomi yang diukur dengan PDRB perkapita dan kualitas manusianya yang diukur dengan IPM. Dari Tabel Berikut, terlihat bahwa tidak semua kabupaten/kota yang PDRB perkapita besar juga turut memiliki Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang tinggi pula. Kotawaringin Timur, Sukamara, Murung Raya, Barito Utara, dan Kotawaringin Barat merupakan lima Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

36 kabupaten terbesar dalam penciptaan PDRB perkapita. Sementara dalam Indeks Pembangunan Manusia (IPM), lima besar ditempati Palangka Raya, Barito Utara, Kotawaringin Timur, Kotawaringin Barat, dan Barito Selatan. Tabel 3.2. Rangking PDRB Perkapita dan IPM Menurut Kabupaten/ Kota, 2013 Sumber: PDRB dan IPM, BPS Prov. Kalimantan Tengah Perbedaan yang mencolok antara rangking PDRB perkapita dan rangking IPM, apabila dilihat pada pencapaian diperlihatkan Kabupaten Sukamara. Dimana PDRB perkapita menduduki urutan kedua sedangkan IPM menduduki urutan ke tiga belas. Struktur ekonomi Sukamara ditopang oleh sektor Pertanian (66,93 persen). Penyebab 24 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

37 PDRB perkapita Sukamara besar adalah jumlah penduduk yang hanya 2,14 persen dari total penduduk Kalimantan Tengah tahun Sementara IPM Sukamara masih rendah karena pencapaian programprogram yang dijalankan dalam kaitan dengan IPM belum seluruhnya memberikan hasil di jangka pendek (pendidikan dan kesehatan), mengingat Sukamara termasuk salah satu kabupaten muda di Kalimantan Tengah. Sementara kondisi sebaliknya, dimana rangking IPM tinggi, namun PDRB perkapita menduduki peringkat yang jauh dari IPM dialami Kota Palangka Raya. Palangka Raya menduduki urutan pertama IPM di Kalimantan Tengah namun menduduki urutan kesembilan PDRB perkapita. Secara struktur ekonomi, perekonomian Palangka Raya ditopang sektor Jasa-jasa dan Perdagangan; Hotel; dan Restoran, dengan penduduk Kalimantan Tengah merupakan 10,25 persen dari total penduduk Kalimantan Tengah. PDRB perkapita Palangka Raya terbilang kecil karena penduduk yang besar. Bila dilihat secara struktur ekonomi, dapat dikatakan tidak banyak nilai tambah sektor Jasa-jasa dan Perdagangan; Hotel; dan Restoran yang dibawa keluar Palangka Raya. 3.2 POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA Secara makro ekonomi pengeluaran konsumsi rumah tangga memiliki peranan penting dalam suatu perekonomian. Hal ini dikarenakan pertama, konsumsi rumah tangga memberikan pemasukan kepada pendapatan nasional. Di kebanyakan negara pengeluaran konsumsi sekitar persen dari pendapatan nasional. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

38 Kedua, konsumsi rumah tangga mempunyai dampak dalam menentukan fluktuasi kegiataan ekonomi dari satu waktu ke waktu lainnya. Konsumsi seseorang berbanding lurus dengan pendapatannya. (Sukirno, 2003). Pengeluaran rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Pergeseran pola pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan terhadap makanan pada umumnya rendah, sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang bukan makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh, sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan barang bukan makanan atau ditabung. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat dipakai sebagai salah satu alat untuk mengukur tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan tingkat kesejahteraan. 26 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

39 Gambar 3.1. Komposisi Konsumsi Rumah Tangga Per Kapita Kalimantan Tengah, Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Persentase pengeluaran penduduk Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013 terbesar di kelompok pengeluaran makanan, meskipun secara perlahan dalam kurun tiga tahun terakhir terlihat terjadi pengurangan secara rata-rata sebesar satu persen. Pengeluaran makanan masih menjadi porsi masyarakat Kalimantan Tengah, terutama bagi kelompok pengeluaran < rupiah. Semakin tinggi kelompok pengeluarannya, pengeluaran untuk makanan semakin menurun. Pada tahun 2013, ada sedikit pengecualian, pada kelompok pengeluaran , pengeluaran makanan terlihat meningkat, dan pada kelompok pengeluaran berikutnya kembali berkurang. Hal ini terlihat pada Tabel 3.3 berikut. Untuk lingkup kabupaten/kota, pola tersebut tidak terjadi pada Kabupaten Gunung Mas. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

40 Tabel 3.3. Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Golongan Pengeluaran dan Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, 2013 Golongan Pengeluaran Makanan (1) (2) (3) (4) (5) < ,07 74,24 25,93 25, ,51 73,55 28,49 26, ,38 68,73 29,62 31, ,31 71,62 29,69 28, ,70 60,87 39,30 39, ,94 58,97 42,06 41, ,59 45,47 56,41 54,53 Rata-rata 56,07 55,47 43,93 44,53 Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Non Makanan 28 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

41 Tabel 3.4. Pengeluaran Rata-rata Perkapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Provinsi Kalimantan Tengah, Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

42 Bila melihat komposisi pola konsumsi masyarakat Provinsi Kalimantan Tengah tahun terlihat bahwa pengeluaran konsumsi untuk makanan bergeser dari 56,07 persen menjadi 55,77 persen dan konsumsi non makanan bergeser dari 43,93 persen menjadi 44,53 persen, secara teoritis komposisi pola konsumsi dapat dikatakan bahwa masyarakat Kalimantan Tengah mengalami peningkatan kesejahteraan. Namun yang harus diperhatikan, perlu dilakukan kajian lebih mendalam terkait hal ini. Hal ini karena kondisi diatas merupakan asumsi dan teori berdasarkan data dan kondisi di masa lalu. Bila dibedakan menurut wilayah, perkotaan dan pedesaan, konsumsi makanan di wilayah perkotaan pada tahun 2013 sebesar 47,73 persen dan di wilayah pedesaan sebesar 61,01 persen. Artinya secara kewilayahan, masyarakat Kalimantan Tengah di wilayah pedesaan masih mementingkan pengeluaran untuk makanan dibandingkan pengeluaran untuk non makanan. Angka ini juga dapat menjadi penduga, bahwa masyarakat Kalimantan Tengah yang di wilayah pedesaan masih jauh dari kategori sejahtera. Secara persentase, konsumsi makanan di perkotaan dan pedesaan jika dibandingkan tahun 2012 menunjukkan penurunan persentase. Pergeseran pola konsumsi penduduk Kalteng menimbulkan sebuah kekhawatiran, khususnya dari segi kesehatan. Pada Tabel 3.4 terlihat adanya penurunan pengeluaran konsumsi makanan secara total tahun 2013 bila dibandingkan dengan kondisi tahun Secara persentase pengeluaran makanan yang meningkat dan menjadi perhatian bagi kesehatan masyarakat adalah komoditi Minuman 30 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

43 Beralkohol. Komoditi Tembakau dan Sirih masih dikonsumsi cukup tinggi meskipun ada penurunan dari tahun sebelumnya. Komoditi terakhir ini yang cukup mengkhawatirkan bila terus dibiarkan dalam jangka panjang. Sementara disisi golongan pengeluaran untuk non makanan, terlihat ada penurunan pengeluaran untuk komoditi Pakaian, Alas Kaki, dan Tutup Kepala; Barang Tahan Lama; dan Keperluan Pesta dan Upacara/Kenduri. Tabel 3.5. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan Menurut Kabupaten/Kota dan Jenis Konsumsi, Kabupaten/Kota Non Non Makanan Makanan Makanan Makanan (1) (2) (3) (4) (5) 01. Kotawaringin Barat 50,28 49,72 48,45 51, Kotawaringin Timur 56,03 43,97 59,63 40, Kapuas 60,24 39,76 62,11 37, Barito Selatan 64,32 35,68 64,01 35, Barito Utara 56,11 43,89 52,39 47, Sukamara 55,41 44,59 51,21 48, Lamandau 54,69 45,31 53,20 46, Seruyan 63,05 36,95 58,78 41, Katingan 62,33 37,67 60,81 39, Pulang Pisau 63,59 36,41 62,51 37, Gunung Mas 58,55 41,45 63,42 36, Barito Timur 50,30 49,70 54,02 45, Murung Raya 57,41 42,59 55,08 44, Palangka Raya 49,86 50,14 45,47 54,53 Kalimantan Tengah 56,07 43,93 55,47 44,53 Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

44 Bila dilihat menurut kabupaten/kota, pada 2013 masih ada lima kabupaten yang pengeluaran konsumsi perkapita untuk non makanan masih cukup rendah, dibawah 40 persen yaitu Kabupaten Kapuas, Barito Selatan, Katingan, Pulang Pisau, dan Gunung Mas. Kondisi ini secara kasat mata dapat menggambarkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di kabupaten tersebut belum sepenuhnya sejahtera. Wilayah di Provinsi Kalimantan Tengah yang proporsi konsumsi perkapita sebulannya lebih besar untuk non makanan hanya ada di Kota Palangka Raya dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Gambar 3.2. Persentase Pengeluaran Perkapita Sebulan untuk Konsumsi Makanan Menurut Kabupaten/Kota, 2013 Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Gambar diatas menunjukkan posisi persentase konsumsi makanan masing-masing kabupaten/kota terhadap rata-rata Kalimantan Tengah. Terlihat ada tujuh dari 14 kabupaten/kota yang persentase konsumsi makanan dibawah rata-rata Kalimantan Tengah. 32 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

45 Gambar 3.3. Pengeluaran Perkapita Rata-rata Sebulan Menurut Kabupaten/Kota, (000 rupiah) Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Pada Gambar di atas disajikan visualisasi rata-rata konsumsi perkapita sebulan di wilayah Kalimantan Tengah untuk tahun 2012 dan Terlihat bahwa pengeluaran perkapita di Barito Timur pada 2012 paling besar dibandingkan 13 kabupaten/kota lainnya dan Kapuas merupakan kabupaten yang konsumsi perkapitanya paling rendah. Kondisi pada 2013, Kota Palangka Raya memiliki rata-rata konsumsi perkapita perbulan paling tinggi dan Kapuas tetap merupakan kabupaten dengan rata-rata konsumsi perkapita paling rendah di Kalimantan Tengah. Terdapat enam kabupaten/kota yang perubahannya rata-rata konsumsi perkapitanya diatas 20 persen, yaitu Katingan, Barito Utara, Lamandau, Palangka Raya, Seruyan dan Gunung Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

46 Mas. Kabupaten yang perubahan rata-rata konsumsinya terkecil adalah Kotawaringin Timur. 34 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

47 Analisis Ketimpangan Pendapatan

48

49 4.1 ANALISIS KOEFISIEN GINI Koefisien Gini merupakan salah satu indikator yang memberikan gambaran tingkat ketimpangan pendapatan suatu wilayah. Koefisien Gini Kalimantan Tengah tahun 2013 sebesar 0,335, ini berarti bahwa Kalimantan Tengah termasuk wilayah yang memiliki ketimpangan pendapatan yang sedang/moderat. Koefisien Gini Kalimantan Tengah tercatat lebih tinggi 0,015 dibanding Koefisien Gini 2012 sebesar 0,320. Artinya ada penurunan pemerataan pendapatan, meskipun relatif kecil. Tabel 4.1. Koefisien Gini dan Peringkatnya Menurut Kabupaten/Kota, Kabupaten/Kota Koefisien 2012 Koefisien Gini Ranking 2012 Koefisien 2013 Ranking 2013 (1) (2) (3) (4) (5) 01. Kotawaringin Barat 0, , Kotawaringin Timur 0, , Kapuas 0, , Barito Selatan 0, , Barito Utara 0, , Sukamara 0, , Lamandau 0, , Seruyan 0, , Katingan 0, , Pulang Pisau 0, , Gunung Mas 0, , Barito Timur 0, , Murung Raya 0, , Palangka Raya 0, , Kalimantan Tengah 0,320 xxx 0,335 xxx Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

50 Secara umum Koefisien Gini yang tersebar di kabupaten/kota yang berada di Provinsi Kalimantan Tengah termasuk kategori sebagai ketimpangan rendah, hal ini digambarkan oleh rata-rata kabupaten/kota yang memiliki Koefisien Gini <0,3. Dari 14 kabupaten/kota, pada tahun 2013 hanya 6 kabupaten/kota yang memiliki nilai koefisen gini > 0,3 (kelompok sedang/moderat). Gambar 4.1. Koefisien Gini Kabupaten/Kota, Tahun 2012 Tahun 2013 Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Pada gambar diatas terlihat bahwa koefisien gini kabupaten/kota terhadap koefisien gini Provinsi Kalimantan Tengah pada tahun 2013 lebih bervariasi bila dibandingkan tahun Pada tahun 2012, Barito Utara memiliki koefisien gini terendah dan koefisien gini Kotawaringin Timur paling tinggi. Sementara pada 2013, Gunung Mas memiliki koefisien terendah dan yang tertinggi adalah Katingan. Gambar diatas juga memperlihatkan, pada 2013 lebih banyak wilayah yang memiliki koefisien gini diatas koefisien gini Kalimantan Tengah. Pada tahun Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

51 hanya ada satu wilayah yang koefisien gini lebih tinggi dari Kalimantan Tengah. Seperti tampak pada Tabel 4.1. koefisin gini kabupaten/kota selama kurun terletak antara 0,250-0,355 tetapi angkanya berfluktuasi sehingga trennya sulit disimpulkan secara meyakinkan; sementara interpretasinya merupakan masalah perspektif. Dalam konteks ini mungkin bermanfaat untuk dikemukakan pendapat sebagian para ahli yang merujuk pengalaman negara-negara maju sebagai acuan dan menetapkan secara kasar rentang antara 0,25 (khas bagi negara-negara Eropa Utara) dan 0,40 (khas bagi Amerika Serikat, Prancis, Jerman dan Inggris) sebagai semacam batas-aman dari suatu distribusi pendapatan. Bagi ahli itu ketimpangan yang ekstrim tinggi maupun ekstrim rendah tidak kondusif bagi pertumbuhan ekonomi dan menasihati agar public policy should target an efficient inequality range. Kesimpulannya, jika kita percaya kepada pendapat ahli ini maka tingkat ketimpangan kabupaten/kota di Kalimantan Tengah sebenarnya masih dalam batas aman. Tetapi sekali lagi interpretasinya merupakan masalah perspektif. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

52 Gambar 4.2. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan dan Koefisien Gini Kabupaten/Kota, Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Ket: Rasio sumbangan distribusi pendapatan merupakan rasio kelompok pendapatan tinggi terhadap kelompok pendapatan rendah Gambar diatas memperlihatkan arah perubahan ketimpangan pendapatan yang terlihat konsisten antara perubahan Koefisien Gini dan perubahan rasio sumbangan distribusi pendapatan tinggi terhadap pendapatan rendah. 40 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

53 KRITERIA BANK DUNIA Tingkat Kesenjangan distribusi pendapat juga dapat diukur dengan metode Bank Dunia. Pola pengukuran distribusi pendapatan Bank Dunia membagi jumlah populasi penduduk kedalam tiga kelompok, yaitu 40 persen berpendapatan rendah, 40 persen berpendapatan menengah dan 20 persen berpendapatan tertinggi. Kelompok yang 20 persen umumnya dikatakan kelompok terkaya, sedangkan kelompok yang 40 persen terendah umumnya digolongkan kepada kelompok termiskin dan kelompok lainnya dimasukan sebagai kelompok masyarakat kelas menengah. Kelompok yang menjadi fokus dalam penghitungan berdasar kriteria Bank Dunia adalah kelompok 40 persen penduduk dengan pendapatan rendah. Semakin besar persentase pendapatan yang dinikmati oleh kelompok ini menunjukkan distribusi pendapatan di wilayah tersebut semakin merata. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

54 Kabupaten/Kota (1) 40% Penduduk Berpenghasilan Rendah 40% Penduduk Berpenghasilan Sedang 20% Penduduk Berpenghasilan Tinggi 40% Penduduk Berpenghasilan Rendah 40% Penduduk Berpenghasilan Sedang 20% Penduduk Berpenghasilan Tinggi (2) (3) (4) (2) (3) (4) 01. Kotawaringin Barat 22,89 39,12 37,99 19,67 36,54 43, Kotawaringin Timur 21,18 35,76 43,06 22,74 38,01 39, Kapuas 22,26 36,03 41,71 22,41 36,18 41, Barito Selatan 22,74 38,34 38,92 23,09 37,39 39, Barito Utara 24,48 39,29 36,23 22,23 39,70 38, Sukamara 21,50 38,14 40,36 19,16 37,50 43, Lamandau 21,92 38,51 39,57 22,89 38,44 38, Seruyan 23,95 39,30 36,76 22,31 38,39 39, Katingan 20,74 39,52 39,73 18,03 38,59 43, Pulang Pisau 23,44 40,03 36,52 23,57 39,48 36, Gunung Mas 23,09 39,27 37,64 23,59 41,58 34, Barito Timur 20,62 39,55 39,83 22,41 39,84 37, Murung Raya 23,90 37,77 38,33 21,51 37,37 41, Palangka Raya 20,07 39,13 40,80 18,50 38,09 43,41 Kalimantan Tengah ,60 37,95 41,46 19,72 37,54 42,74 Tabel 4.2. Distribusi Pendapatan Kabupaten/Kota Menurut Kriteria Bank Dunia, Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah 42 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

55 Dengan menggunakan kriteria Bank Dunia maka pada tahun 2013, Provinsi Kalimantan Tengah termasuk dalam wilayah yang memiliki ketimpangan distribusi pendapatan rendah, hal ini terlihat dari pendapatan yang dikuasai oleh 40 persen penduduk berpendapatan terendah menguasai 19,72 persen dari total pendapatan populasi penduduk Provinsi Kalimantan Tengah (di atas 17 persen). Sedangkan kelompok kaya menguasai 42,74 persen pendapatan di Kalimantan Tengah. Visualisasi Gambar di bawah ini menunjukkan bahwa tidak ada pergeseran yang nyata untuk rasio kelompok pendapatan Kalimantan Tengah di tahun 2012 dan Sekira 79 persen ( ), kelompok pendapatan menengah dan tinggi menguasai distribusi pendapatan masyakat Kalimantan Tengah. Gambar 4.3. Rasio Sumbangan Distribusi Pendapatan Kalimantan Tengah, Sumber: Susenas (diolah), BPS Prov. Kalimantan Tengah Di level kabupaten/kota, terlihat bahwa ketimpangan distribusi pendapatan tahun 2013 juga rendah (di atas 17 persen). Pada 2012 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

56 ketimpangan pendapatan terendah ada di Kabupaten Barito Utara dan ketimpangan pendapatan tertinggi ada di Kota Palangka Raya. Sementara tahun 2013, terjadi pegeseran. Ketimpangan terendah ada di Kabupaten Gunung Mas dan tertinggi ada di Kabupaten Katingan. Jika dilihat menurut karakteristik wilayah, penduduk, serta potensi kegiatan ekonomi yang ada di kabupaten/kota di Provinsi Kalimantan Tengah, akan bias bila kita menarik kesimpulan penyebab ketimpangan distribusi pendapatan suatu wilayah rendah atau tinggi. Ada hal yang menarik untuk dikaji lebih jauh dari distribusi pendapatan kabupaten/kota ini dimana secara umum distribusi pendapatan antara kelompok berpenghasilan menengah dan kelompok berpenghasilan tinggi di kabupaten/kota tidak terlalu jauh perbedaan persentasenya. Kabupaten Kotawaringin Barat, Kotawaringin Timur, Kapuas, Barito Selatan, Sukamara, Seruyan, Katingan, Murung Raya, dan Palangka Raya adalah kabupaten/kota yang pendapatan masyarakatnya lebih banyak dikuasai oleh 20 persen kelompok berpendapatan teratas. Dari total 14 kabupaten/kota yang ada di Kalimantan Tengah, 9 kabupaten/kota tersebut distribusi pendapatan kelompok 20 persen yang berpengasilan di atas memiliki porsi diatas 39 persen, ini berarti kurang dari 61 persen pendapatan di wilayah tersebut dibagi untuk 80 persen penduduk kelompok lainnya. 44 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah 2013

57 Kesimpulan

58

59 5.1 KESIMPULAN Nilai Koefisien Gini dan Ukuran Bank Dunia memberikan hasil yang sama sehingga dapat menyatakan bahwa tingkat ketimpangan pendapatan di Kalimantan Tengah cenderung rendah. Hasil penghitungan Koefisien Gini Provinsi Kalimantan Tengah tahun 2013 sebesar 0,335. Ukuran kriteria Bank Dunia menghasilkan hitungan distribusi pendapatan penduduk yang berada kelompok berpenghasilan rendah sebesar 19,72 persen dari seluruh total pendapatan penduduk Kalimantan Tengah. Semua hasil penghitungan menunjukkan adanya ada peningkatan ketimpangan distribusi pendapatan dibandingkan tahun Semua wilayah kabupaten/kota di Kalimantan Tengah pada tahun 2013 memiliki tingkat ketimpangan pendapatan yang rendah bila dilihat menurut Ukuran Bank Dunia. Sedangkan bila menurut Koefisien Gini, pada 2013 dari total 14 kabupaten/kota ada 8 kabupaten/kota yang memiliki tingkat ketimpangan rendah dan 6 kabupaten/kota memiliki tingkat ketimpangan sedang/moderat. Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

60

61 Lampiran

62

63 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

64 Lanjutan Tabel B. 52 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

65 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

66 54 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

67 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

68 56 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

69 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

70 58 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

71 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

72 60 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

73 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

74 62 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

75 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

76 64 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

77 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

78 66 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

79 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

80 68 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

81 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

82 70 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

83 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

84 72 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

85 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

86 74 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

87 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

88 76 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

89 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

90 78 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

91 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

92 80 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Provinsi Kalimantan Tengah 2013

93 Gini Ratio dan Konsumsi Rumahtangga Kalimantan Tengah

94

95

96

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2015

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2015 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2014. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2016 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2015. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012

Kata Pengantar. Semoga publikasi ini bermanfaat bagi evaluasi dan perencanaan pembangunan di Kota Semarang. Semarang, 2012 Kata Pengantar Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Pemerataan Pendapatan dan Pola Konsumsi Penduduk Kota Semarang Tahun 2011. Bahasan pada publikasi ini memuat gambaran tingkat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017

ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 Geografis ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 ii ANALISIS GINI RATIO DAN KONSUMSI RUMAH TANGGA 2017 ISBN : Ukuran Buku : 21,5 cm x 16 cm Jumlah Halaman : iv + 37 Naskah : Citra Nugroho,

Lebih terperinci

d i. o.g s p u b. t lu ht /s / : tp PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA DEVELOPMENT OF SULAWESI UTARA POVERTY 2015 Nomor Publikasi /Publication Number : 71523.1600 Katalog BPS / BPS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 Taryono dan Hendro Ekwarso Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif

Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif Prosiding SNaPP2016 Sosial, Ekonomi, dan Humaniora ISSN 2089-3590 EISSN 2303-2472 Keterbatasan Indeks Gini sebagai Ukuran Ketimpangan Pendapatan dan Solusi Metoda Alternatif 1 Westi Riani 1 Program Studi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak

BAB I PENDAHULUAN. untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan serangkaian usaha dalam suatu perekonomian untuk mengembangkan kegiatan ekonominya sehingga infrastruktur lebih banyak tersedia, perusahaan

Lebih terperinci

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara

Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara PEMERATAAN PENDAPATAN KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2008-2012 Katalog BPS : 3201002.3304 No. Publikasi : 33042.13.03 Naskah : Seksi Statistik Sosial Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara Penyunting

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008

GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 GINI RASIO KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2008 Nomor Publikasi : 3204 0810 Nomor Katalog : 4716 3204 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 18,21 cm x 25,7 cm : 50 + vi Naskah Gambar kulit dan seting Diterbitkan : Seksi

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup

BAB I PENDAHULUAN. oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan merupakan salah satu alternatif terbaik yang dapat dilakukan oleh suatu bangsa dalam upaya meningkatkan kesejahteraan maupun taraf hidup masyarakat.

Lebih terperinci

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak

CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA. Abstrak CAPAIAN PERTUMBUHAN EKONOMI BERKUALITAS DI INDONESIA Abstrak yang berkualitas adalah pertumbuhan yang menciptakan pemerataan pendapatan,pengentasan kemiskinan dan membuka kesempatan kerja yang luas. Di

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan.3

DAFTAR ISI. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan.3 Gini Rasio Kabupaten Banyuwangi 2013 i DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN...1 1.1. Latar Belakang.1 1.2. Tujuan.2 1.3. Sistematika Penulisan.3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA...4 2.1. Pertumbuhan Ekonomi Regional 4

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN SUKAMARA TAHUN 2014 ISBN : 979 477 960 1 No. Publikasi : 6206.1305 Katalog BPS : 3206001.6206 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21,5 x 16,5 cm : v + 68 Halaman Naskah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan

I. PENDAHULUAN. kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sasaran penting dari Pembangunan Ekonomi tujuannya adalah untuk menciptakan kondisi masyarakat yang lebih baik, yang ditunjukkan oleh kemajuan perekonomian msyarakat di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 tahun yang lalu. Pada tahun 1945 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Rumusan Masalah 1.3 Tujuan Penulisan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang

BAB I PENDAHULUAN. kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses yang mengakibatkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu daerah dalam jangka panjang yang diikuti oleh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Nomor : 049/08/63/Th. XIX, 15 September 2015 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN MARET 2015 Persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada September 2014 tercatat 4,81 persen

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya pembangunan nasional bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya. Akan tetapi untuk mewujudkan tujuan dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015

KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER 2015 Nomor : 04/01/63/Th. XX, 04 Januari 2016 KONDISI KEMISKINAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN KEADAAN SEPTEMBER Persentase penduduk miskin di Kalimantan Selatan pada Maret tercatat 4,99 persen dan pada September

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat

BAB III METODE PENELITIAN. ini merupakan besarnya tingkat ketimpangan distribusi pendapatan masyarakat BAB III METODE PENELITIAN A. Objek dan Subjek Penelitian Objek dalam penelitian ini adalah Desa Beluk Kecamatan Belik Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa Tengah. Sedangkan subjek dalam penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran

ekonomi K-13 PENDAPATAN NASIONAL K e l a s A. KONSEP PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran K-13 ekonomi K e l a s XI PENDAPATAN NASIONAL Semester 1 Kelas XI SMA/MA K-13 Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan mampu memahami konsep pendapatan nasional, metode penghitungan

Lebih terperinci

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang

Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan. sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan yang BAB III TINJAUAN EKONOMI KABUPATEN BERAU 3.1. Tinjauan Umum Pertumbuhan ekonomi di Kabupaten Berau selama dua tahun ini seiring dan sejalan dengan perkembangan ekonomi nasional yaitu mengalami pertumbuhan

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012

RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 2012 RINGKASAN EKSEKUTIF BUKU INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 Halaman Daftar Isi Daftar Isi... 2 Kata Pengantar... 3 Indikator Makro Pembangunan Ekonomi... 4 Laju Pertumbuhan Penduduk...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan

BAB I PENDAHULUAN. suatu barang dan jasa demi memenuhi kebutuhan dasarnya. Seseorang yang melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam upaya memenuhi kebutuhannya, seseorang akan melakukan sesuatu kegiatan yang disebut konsumsi. Konsumsi merupakan suatu kegiatan menikmati nilai daya guna dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. seorang tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pokok seperti pangan, sandang, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kemiskinan Saat ini banyak terdapat cara pengukuran kemiskinan dengan standar yang berbedabeda. Ada dua kategori tingkat kemiskinan yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah

BAB I PENDAHULUAN. dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang bersifat multidimensional yang berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya yang menjadi masalah dalam pembangunan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

Pendekatan produksi: nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu. Distribusi Pendapatan

Pendekatan produksi: nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan dalam suatu. Distribusi Pendapatan Distribusi Pendapatan Berdasarkan data BPS, 40% penduduk berpendapatan terendah, telah menerima 21,74% pada tahun 2002, sehingga apabila dibandingkan dengan target yang ditetapkan RENSTRA sebesar 20,17%

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016

Angka Kemiskinan Kabupaten Sekadau 2016 Angka Kabupaten Sekadau 2016 No. 01/06/6109/Th. III, 6 Juni 2017 BERITA RESMI STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEKADAU Angka Kabupaten Sekadau 2016 Angka kemiskinan Kabupaten Sekadau pada periode

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting dari pembangunan nasional secara keseluruhan dengan tujuan akhir untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu semua wilayah menetapkan target

Lebih terperinci

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017

KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 No. 47/07/71/Th. XX, 17 Juli 2017 KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PROVINSI SULAWESI UTARA MARET 2017 Angka-angka kemiskinan yang disajikan dalam Berita Resmi Statistik ini merupakan angka yang dihasilkan melalui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa

PENDAHULUAN. 1 Butir 7 UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dijelaskan bahwa BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tentunya terus melakukan pembangunan daerah. Salah satu solusi pemerintah dalam meratakan pembangunan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 No. 27/05/62/Th. II, 5 Mei 2017 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2016 IPM KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2016 TERUS MENINGKAT IPM Kalimantan Tengah Tahun 2016 Pembangunan manusia di Kalimantan Tengah pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara berkembang yang sedang gencar-gencarnya melakukan pembangunan di berbagai daerah dan di segala bidang. Pembangunan ini sendiri bertujuan

Lebih terperinci

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran

Tinjauan Perekonomian Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Berdasarkan PDRB Menurut Pengeluaran Nilai konsumsi rumah tangga perkapita Aceh meningkat sebesar 3,17 juta rupiah selama kurun waktu lima tahun, dari 12,87 juta rupiah di tahun 2011 menjadi 16,04 juta

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sudah jelas bahwa masalah utama dalam distribusi pendapatan adalah terjadinya ketimpangan distribusi pendapatan. Hal ini bisa terjadi akibat perbedaan produktivitas yang dimiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan bidang pertambangan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional, sehingga pembangunan bidang pertambangan merupakan tanggung jawab bersama. Oleh karenanya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik analisis yang BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian yang berkaitan dengan indeks pembangunan manusia juga telah dilakukan oleh para peneliti terdahulu. Alitasari (2014), teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN 2008-2011 Hakim Muttaqim Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013

Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai 2013 i ANALISIS PENDAPATAN REGIONAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 ii KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas terbitnya publikasi Analisis Pendapatan Regional Kabupaten Pulau Morotai

Lebih terperinci

i ii i PERKEMBANGAN TINGKAT KEMISKINAN PROVINSI SULAWESI UTARA DEVELOPMENT OF SULAWESI UTARA POVERTY 2016 Nomor Publikasi /Publication Number : 71520.1708 Katalog BPS / BPS Catalogue : 3205011.71 Ukuran

Lebih terperinci

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015

INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 No. 27/07/62/Th. I, 01 Juli 2016 INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (IPM) TAHUN 2015 IPM Kalimantan Tengah Tahun 2015 Pembangunan manusia di Kalimantan Tengah pada tahun 2015 terus mengalami kemajuan yang ditandai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Secara garis besar kebutuhan rumah tangga dapat dikelompokkan dalam 2 kategori besar, yaitu kebutuhan pangan dan non pangan. Dengan demikian pada tingkat pendapatan tertentu, rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. oleh rumahtangga atas barang-barang akhir dan jasa-jasa dengan tujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pada umumnya bahwa sebagian besar dari pendapatan yang diterima masyarakat akan dibelanjakan kembali untuk memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Pengeluaran

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 12/07/62/Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 944 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 4.116 TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA

5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA 86 5. PROFIL KINERJA FISKAL, PEREKONOMIAN, DAN KEMISKINAN SEKTORAL DAERAH DI INDONESIA Profil kinerja fiskal, perekonomian, dan kemiskinan sektoral daerah pada bagian ini dianalisis secara deskriptif berdasarkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui serangkaian program dan kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan sisi perekonomian secara makro, Jawa Barat memiliki

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian mengenai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian mengenai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Adapun uraian pada tinjauan pustaka yang diuraikan adalah uraian teoriteori penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan secara teoritis kajian mengenai Ketimpangan dan Distribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang

BAB I PENDAHULUAN. pertumbuhan penduduknya. Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator dari kemajuan pembangunan, indikator ini pada dasarnya mengukur kemampuan suatu negara untuk memperbesar outputnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir

BAB I PENDAHULUAN. Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan salah satu masalah utama yang dihadapi hampir seluruh Negara di dunia, terbukti PBB telah menetapkan Millenium Development Goals (MDGs).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ketimpangan Distribusi Pendapatan Pendapatan merupakan suatu gambaran tingkat kemampuan seseorang dalam memenuhi kebutuhan materinya dalam satuan waktu tertentu,

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan

TINJAUAN PUSTAKA. keseluruhan usaha-usaha pembangunan meliputi juga usaha-usaha pembangunan 13 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Konsep dan definisi Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk

Lebih terperinci

Ada 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu:

Ada 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu: Ada 5 (lima) macam ukuran yang digunakan untuk menentukan tingkat keberhasilan dalam pembangunan yaitu: 1. Kekayaan rata-rata 2. Pemerataan pendapatan 3. Kualitas kehidupan 4. Kerusakan lingkungan 5. Keadilan

Lebih terperinci

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab.

Lebih terperinci

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN

V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN V. TIPOLOGI KEMISKINAN DAN KERENTANAN Pada tahap pertama pengolahan data, dilakukan transfer data dari Podes 2003 ke Susenas 2004. Ternyata, dari 14.011 desa pada sample SUSENAS 13.349 diantaranya mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola sumber daya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) No. 13/09/62/Th. VII, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 270.862

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci