Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku)"

Transkripsi

1 TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index (Studi Kasus: Provinsi Maluku) Gilber Payung, Ihsan, Marly Valenti Patandianan Lab. Regional Planning Tourism Disaster Mitigation, Pengembangan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Hasanuddin. Abstrak Pendapatan Provinsi Maluku sebagian besar disumbang oleh dua dari sebelas wilayah kabupaten, yaitu Kota Ambon (44,7%) dan Kabupaten Maluku Tengah (14,5%). Ketimpangan tersebut berimplikasi pada tingginya kemiskinan di Provinsi Maluku. Jumlah penduduk miskin di Maluku mencapai 18,44% dari populasi, lebih tinggi dari tingkat kemiskinan Nasional (11,22%). Penelitian ini mengidentifikasi tipologi wilayah, kemudian mengetahui seberapa besar ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku menggunakan metode Williamson. Pusat ditentukan berdasarkan z- score. Setiap pusat pertumbuhan memiliki wilayah pengaruh yang ditentukan dengan metode gravity index.. Hasil analisis menunjukkan empat wilayah yang teridentifikasi sebagai pusat pertumbuhan, yaitu Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Buru, dan Maluku Tenggara. Hasilnya Seram Bagian Barat, Maluku Tenggara Barat, dan Maluku Barat Daya berorientasi ke Kota Ambon sebagai pusat; Seram Bagian Timur berorientasi ke Maluku Tengah sebagai pusat; Buru Selatan berorientasi ke Buru sebagai pusat; serta Kota Tual dan Kepulauan Aru berorientasi ke Maluku Tenggara sebagai pusat pertumbuhan. Kata-kunci : gravity index, pusat pertumbuhan, z-score Pengantar Provinsi Maluku adalah wilayah yang heterogen berdasarkan sektor/lapangan usaha perekonomian. Perkembangan kegiatan ekonomi dan sosial di Maluku dapat dilihat dari peningkatan nilai PDRB setiap tahunnya. Pada tahun 2013 pendapatan domestik Maluku naik sebesar 5,3 persen, dan pada tahun 2014 meningkat sebesar 6,7 persen. Walaupun secara statistik mengalami peningkatan, pada dasarnya pendapatan domestik bruto Maluku masih jauh dibawah provinsi lain, dan menempati peringkat ketiga provinsi dengan nilai PDRB terendah di Indonesia. Rendahnya nilai PDRB tersebut dapat disebabkan oleh daya saing dan keunggulan komparatif (Ricardo, 1985). Secara spasial, data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) per kabupaten/kota tahun 2014 menunjukkan adanya ketimpangan terkait daya saing masing-masing kota/kabupaten. Hal ini tercermin dari perekonomian Provinsi Maluku yang sebagian besar disumbang oleh dua wilayah saja, yaitu Kota Ambon (44,7%) dan Kabupaten Maluku Tengah (14, 5%), sementara wilayah lainnya memiliki sumbangan relatif kecil yaitu antara 2,8%-7,0%. Ketimpangan tersebut tidak terlepas dari beragamnya nilai tambah dari sektor ekonomi unggulan yang mendorong perekonomian masingmasing daerah. Masalah rendahnya nilai PDRB, kurangnya pemanfaatan sumber daya alam dan daya saing serta keunggulan komparatif turut berimplikasi pada tingkat kemiskinan di wilayah Provinsi Maluku. Pernyataan tersebut sejalan dengan pendapat Adisasmita (2013) mengenai kriteria keterbelakangan wilayah dan teori ketimpangan pendapatan antar wilayah yang dirumuskan oleh Williamson (1965) berdasarkan logika klasik mengenai hubungan antara ketimpangan wilayah dan kemiskinan. Jumlah penduduk miskin di Maluku pada Maret 2015 mencapai 328,41 ribu orang (18,44%), lebih tinggi dari tingkat kemiskinan nasional yaitu 11,22%. Berdasarkan pemaparan fakta diatas, diketahui bahwa permasalahan di Provinsi Maluku antara Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 043

2 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index lain rendahnya nilai PDRB, kurangnya pemanfaatan sumber daya alam dan daya saing serta keunggulan komparatif yang turut berimplikasi pada tingginya tingkat kemiskinan. Permasalahan tersebut dapat diselesaikan dengan konsep pembangunan wilayah hierarkis antara pusat dan wilayah pengaruh, yang di dalamnya menghubungkan antara pembangunan ekonomi dan pembangunan kewilayahan. Adanya sekelompok kegiatan ekonomi terkonsentrasi pada suatu lokasi tertentu merupakan karakteristik dari pusat pertumbuhan. Konsentrasi kegiatan ekonomi tersebut dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan daerah sekitarnya secara dinamis (Sjafrizal, 2015). Pusat pertumbuhan merupakan sebuah teori yang mengintegrasikan antara aspek pertumbuhan ekonomi dan analisis keuntungan lokasi dan keterkaitan antar wilayah. Analisis tersebut memungkinkan teridentifikasinya wilayah baru yang potensial sebagai pusat pertumbuhan sehingga pembangunan tidak terfokus pada satu wilayah saja. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengidentifikasi wilayah yang memiliki peluang besar untuk menjadi pusat-pusat pertumbuhan yang potensial untuk mengurangi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku yang tercermin dari minimnya nilai PDRB, tingginya tingkat kemiskinan dan kurangnya daya saing serta keunggulan komparatif. Untuk menetapkan lokasi pusat-pusat pertumbuhan dalam menyelesaikan permasalahan pembangunan ekonomi wilayah di Provinsi Maluku pertama-tama mengidentifikasi kondisi pembangunan wilayah ditinjau dari pertumbuhan ekonomi dan indikasi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku, setelah itu mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan wilayah berbasis Z-Score Analysis dan Gravity Index. Pusat pertumbuhan bertugas menarik atau mendorong pusat-pusat kecil yang berada di wilayah pengaruhnya (wilayah pertumbuhannya), dengan demikian diharapkan pembangunan fisik dan pertumbuhan ekonomi akan menyebar ke seluruh wilayah pertumbuhan dan berdampak pada laju pertumbuhan ekonomi lokal dan regional. Pertanyaan penelitian dari penelitian ini yaitu: (1) Bagaimana kondisi pengembangan wilayah ditinjau dari pertumbuhan ekonomi dan indikasi ketimpangan pembangunan wilayah di Provinsi Maluku? (2) Dimana saja lokasi pusat-pusat pertumbuhan dan wilayah pengaruhnya di Provinsi C 044 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Maluku berdasarkan metode Z-Score Analysis dan Gravity Index? Metode Dalam penelitian ini, variabel-variabel dianalisis secara kuantitatif dengan beberapa metode analisis, kemudian hasil analisis dipaparkan secara kualitatif-deskriptif. Variabel dalam penelitian ini dapat diklasifikasikan dalam variabel-variabel sarana prasarana, variabel-variabel kependudukan, dan variabel-variabel perekonomian. Variabel Penelitian Tabel 1. Variabel Penelitian Sumber: Hasil pengolahan penulis, 2016 Tujuan Variabel Mengidentifikasi kondisi pembangunan wilayah dan indikasi ketimpangan wilayah di Provinsi Maluku Mengidentifikasi pusat-pusat pertumbuhan berbasis Z- Score Analysis dan Gravity Index Metode Analisis Data PDRB harga konstan PDRB perkapita Laju pertumbuhan ekonomi Nilai PDRB tiap kabupaten Persentase sarana pendidikan dasar/ menengah/tinggi Peresentase sarana kesehatan Persentase pelajar Persentase penduduk Persentase tenaga kerja industri Persentase tenaga kerja jasa Persentase PDRB industri Persentase PDRB jasa Persentase PAD Pesentase tabungan bank Persentase pinjaman Panjang jalan Persentase konsumsi listrik Persentase konsumsi air Jumlah kendaraan bermotor Jumlah Penduduk Jarak Pusat Pertumbuhan Dalam penelitian ini, ketimpangan ditinjau dari distribusi pendapatan wilayah (ekonomi). Ketimpangan wilayah di Provinsi Maluku dapat ditinjau dari Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita dan jumlah penduduknya. Penyetaraan Tahun Dasar Data Dalam menyelesaikan rumusan masalah pertama, dibutuhkan data Pendapatan Domestik Re-

3 gional Bruto untuk mengidentifikasi pembangunan dan ketimpangan di Provinsi Maluku. Karena periode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dari tahun maka untuk menjaga konsistensi data penelitian sebelum tahun 2010, data yang masih menggunakan tahun dasar 2000 harus diubah/dikonversi menjadi bertahun dasar Data Pendapatan Domestik Regional Bruto dikonversikan atas dasar harga konstan tahun 2010 karena pada tahun 2010 kondisi ekonomi Indonesia cenderung stabil seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga Laju Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Laju pertumbuhan ekonomi suatu bangsa dapat diukur dengan menggunakan laju pertumbuhan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan karena tidak dipengaruhi oleh inflasi atau kenaikan harga yang terjadi setiap tahun. Adapun konsep perhitungan pertumbuhan ekonomi dalam satu periode (Sukirno, 2007), yaitu: G = PDRB 1 PDRB 0 100% PDRB 0 Keterangan: G = Laju pertumbuhan ekonomi PDRB 1 = Pendapatan Domestik Regional Bruto suatu tahun PDRB 0 = Pendapatan Domestik Regional Bruto pada tahun sebelumnya PDRB perkapita merupakan gambaran dan ratarata pendapatan yang diterima oleh setiap penduduk selama satu tahun di suatu wilayah /daerah. Rumusnya adalah sebagai berikut: PDRB Perkapita = PDRB jumlah penduduk 2. Klasifikasi Wilayah Berdasarkan Laju Pertumbuhan dan PDRB Perkapita Gilber Payung Untuk mengetahui klasifikasi kondisi perekonomian masing masing kabupaten/kota di Provinsi Maluku, ditinjau dari tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita digunakan analisis tipologi wilayah. Metode analisis tipologi wilayah yang digunakan adalah Tipologi Klassen. Tipologi Klassen pada dasarnya mengklasifikasi wilayah kabupaten/kota di Provinsi Maluku berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan ekonomi dan pertumbuhan perkapita masing-masing kabupaten. Adapun kriteria yang digunakan untuk mengklasifikasikannya adalah sebagai berikut: (1) Wilayah cepat maju dan cepat tumbuh adalah wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita yang lebih tinggi dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (2) Wilayah maju tetapi tertekan adalah wilayah yang memiliki pendapatan perkapita lebih tinggi tetapi tingkat pertumbuhan ekonominya lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (3) Wilayah berkembang cepat adalah wilayah yang memilki tingkat pertumbuhan ekonomi lebih tinggi tetapi tingkat pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku, (4) Wilayah relatif tertinggal adalah wilayah yang memiliki tingkat pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita lebih rendah dibandingkan dengan Provinsi Maluku. 3. Indeks Williamson Indeks Williamson yang dikenalkan oleh Jeffrey G. Williamson merupakan salah satu alat ukur untuk mengukur tingkat ketimpangan daerah atau disparitas pendapatan di suatu wilayah. Menurut Sjafrizal (2008:107), indeks ketimpangan Williamson adalah analisis yang digunakan sebagai indeks ketimpangan regional, dengan menggunakan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) perkapita sebagai data dasar. I w = n i (y i Y) 2. x i X, 0 < I Y w < 1 Keterangan: y i = PDRB per kapita kabupaten/kota i Y = Rata-rata PDRB per kapita Provinsi Maluku x i = Jumlah penduduk kabupaten/kota i X = Jumlah penduduk Provinsi Maluku Angka koefisien Indeks Williamson adalah 0 < IW < 1. Jika Indeks Williamson semakin kecil atau mendekati nol menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil atau semakin merata dan sebaliknya angka yang semakin besar menunjukkan ketimpangan yang semakin melebar (Sjafrizal, 1997:29). Manurut Arsyad (2010), ada tiga kriteria dalam perhitungan Indeks Williamson, yaitu: 0,00 0,20 = Ketidakmerataan rendah 0,21 0,35 = Ketidakmerataan sedang >0,36 = Ketidakmerataan tinggi Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 045

4 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index 4. Analisis z-score Analisis z-score merupakan salah satu analisis dengan menggunakan dua variabel atau lebih secara bersama-sama dalam suatu persamaan, dimana variabel bebas dalam analisis ini adalah rasio-rasio kependudukan, tenaga kerja, PDRB, modal (variabel ekonomi) dan rasio saranaprasarana. Sedangkan variabel terikat adalah prediksi lokasi pusat pertumbuhan. Analisis z- score yang bersifat statistik empiris memungkinkan semua variabel-variabel yang berpengaruh terhadap penentuan wilayah pusat pertumbuhan dapat dianalisis dengan output berupa skor ranking. Persamaan umum metode z- score adalah sebagai berikut: X = a 1 Z 1 + a 2 Z 2 + a 3 Z a i Z i Keterangan: X = Skor Kabupaten a i = Bobot variabel = z-skor tiap variabel Z i 5. Gravity Index Konsep dasar dari analisis gravitasi adalah membahas mengenai ukuran dan jarak antara pusat pertumbuhan dengan daerah sekitarnya. Penggunaan teknik ini akan dapat menghitung kekuatan relatif dari hubungan komersial antara pusat pertumbuhan yang satu dengan pusat pertumbuhan yang lainnya (Warpani, 1984). Analisis dan Interpretasi Analisis Pengembangan Wilayah Provinsi Maluku ditinjau dari Pertumbuhan Ekonomi. 1. Penyetaraan Tahun Dasar Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB). Data Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) dikonversikan atas dasar harga konstan tahun 2010 karena pada tahun 2010 kondisi ekonomi Indonesia cenderung stabil seiring pemulihan ekonomi dunia pasca krisis global yang terjadi sepanjang 2008 hingga Pertumbuhan Ekonomi dan PDRB Perkapita Untuk tahun 2005 sendiri, laju pertumbuhan Provinsi Maluku mencapai 4,67%. Pada tahun 2006, laju pertumbuhan Kota Ambon menjadi yang paling tinggi yaitu 6,43%, sedangkan kabupaten lain berkisar antara 3% - 5%. Laju pertumbuhan Provinsi Maluku sendiri pada tahun 2006 meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2005, yaitu 5,24%, kemudian terjadi penurunan pada tahun 2007, yaitu 5,23%. Fluktuasi laju pertumbuhan lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 1. Rumus untuk menghitung indeks gravitasi suatu wilayah adalah sebagai berikut (Rustiadi, Ernan dkk., 2011) : T ij = k P ip j c d ij Keterangan: T ij = Interaksi/banyaknya perjalanan dari wilayah i ke wilayah j k = Bilangan konstan (Danastri, 2011 dalam skipsinya menyatakan bahwa nilai K dapat ditentukan sebagai rata-rata perjalanan penduduk) P i = Penduduk wilayah i P j = Penduduk wilayah j d ij = Jarak antara i dan j c = eksponen jarak, nilainya 0,4 3,3 berdasarkan topografi wilayah. dalam penelitian ini karena topografi wilayah kajian sangat variatif, maka penulis mengambil rataan nilai tersebut, yaitu 1,94. C 046 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Gambar 1. Laju pertumbuhan Provinsi Maluku tahun Sumber: Hasil analisis penulis, 2016 Pada tahun 2008 terjadi pelambatan pertumbuhan ekonomi, dengan laju pertumbuhan Provinsi Maluku hanya 1,19%. Pertumbuhan tertinggi terjadi di Kota Ambon, walaupun jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, pertumbuhan tahun 2008 cenderung menurun, yaitu 5,91%. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi nasional yang diakibatkan oleh krisis ekonomi global pada tahun Provinsi Maluku pada tahun

5 2008 dimekarkan menjadi 10 kabupaten, dan 2 kota dari sebelumnya 7 kabupaten dan 1 kota. Pada tahun 2009, terjadi peningkatan signifikan pada laju pertumbuhan Provinsi Maluku dari sebelumnya 1,19% meningkat menjadi 5,31%. 3. Analisis Tipologi Wilayah Untuk mengetahui klasifikasi kondisi perekonomian masing masing kabupaten/kota di Provinsi Maluku, ditinjau dari tingkat pertumbuhan dan pendapatan perkapita digunakan analisis tipologi wilayah. Hasil analisis tipologi wilayah kabupaten/ kota di Provinsi Maluku dipaparkan dalam tabel 2. Tabel 2. Tipologi wilayah Provinsi Maluku Sumber: Hasil Analisis, 2016 PDRB Per Kapita Laju Pertumbuhan y1>y y1<y r1>r Wilayah cepat maju dan cepat bertumbuh: Kota Ambon Kota Tual Kepulauan Aru r1<r Wilayah maju tetapi tertekan: Maluku Tenggara Seram Bagian Timur 4. Analisis Ketimpangan Wilayah Wilayah berkembang cepat: Maluku Barat Daya Maluku Tenggara Barat Wilayah relatif tertinggal: Maluku Tengah Seram Bagian Barat Buru Buru Selatan Ketimpangan wilayah diukur dengan Indeks Williamson dari Pendapatan Domestik Regional Bruto perkapita dalam kurun waktu Pada tahun 2005, nilai indeks ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku mencapai 0,767. Angka ini meningkat lagi pada tahun 2006, dan mencapai puncaknya pada tahun 2007 mencapai 0,793. Peningkatan nilai indeks berarti kondisi ketidakmerataan semakin bertambah, dengan kata lain, kondisi pada semakin timpang. Gilber Payung Tahun Indeks Williamson , , , , , , , ,642 Pada tahun 2008, nilai indeks mengalami penurunan menjadi 0,647. Adanya penurunan ini berarti kondisi ketidakmerataan semakin menurun. Penurunan ini terjadi akibat adanya pemekaran wilayah baru menjadi 9 kabupaten dan 2 kota dari sebelumnya 7 kabupaten dan 1 kota. Nilai Indeks Williamson pada tahun 2010 hingga 2014 (tabel 3) mengalami penurunan setiap tahunnya, namun tidak signifikan. Hal ini berarti ketidakmerataan di Provinsi Maluku semakin berkurang, atau dengan kata lain semakin tidak timpang. Walaupun ada penurunan tingkat ketidakmerataan (ketimpangan), penurunan tersebut tidak membuat Provinsi Maluku keluar dari klasifikasi ketidakmerataan tinggi (nilai Indeks Williamson >0,36). Hingga tahun 2014, ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku masih tergolong tidak merata (ketidakmerataan tinggi). A. Analisis Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruh 1. Analisis Pusat Pertumbuhan (z-score) Penentuan pusat pertumbuhan di Provinsi Maluku didasarkan pada teori dan konsep terkait ciri pusat pertumbuhan. Dalam penelitian ini, berdasarkan tinjuan pustaka penulis menetapkan 14 (empat belas) variabel yang berpengaruh terhadap kecenderungan suatu wilayah dapat ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan, sehingga dapat mendorong perkembangan wila-yah di sekitarnya. Selanjutnya variabel-variabel tersebut dikonversi ke dalam rasio masing-masing kabupaten terhadap provinsi dengan satuan persen (%). Penentuan pusat pertumbuhan berdasarkan variabel-variabel yang telah disebutkan diatas dianalisis menggunakan metode analisis z-score. Tabel 3. Indeks Williamson Provinsi Maluku Sumber: Hasil Analisis, 2016 Tahun Indeks Williamson , ,776 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 047

6 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index Gambar 2. Pusat Pertumbuhan berdasarkan analisis Z-Score Sumber: Hasil analisis penulis, 2016 Gambar 3. Indeks gravitasi Maluku Tenggara Barat Berdasarkan hasil analisis (gambar 2), maka 11 kabupaten/kota di Provinsi Maluku dapat diklasifikasikan menjadi 2 kelompok wilayah, yaitu wilayah kabupaten/kota yang menjadi pusat pertumbuhan, dan wilayah kabupaten/kota yang menjadi wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan. Kelompok wilayah yang menjadi pusat pertumbuhan adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara. Kelompok wilayah yang menjadi wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan adalah Kabupaten Seram Bagian Barat, Kabupaten Seram Bagian Timur, Kabupaten Maluku Barat Daya, Kota Tual, Kabupaten Maluku Tenggara Barat, Kabupaten Buru Selatan, dan Kabupaten Kepulauan Aru. Kota Ambon sebagai wilayah yang memiliki skor tinggi, ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan utama. 2. Analisis Wilayah Pengaruh Analisis gravitasi dilakukan dengan menilai interaksi antara keempat pusat pertumbuhan tersebut dengan kabupaten/kota yang menjadi wilayah pengaruh. Selanjutnya untuk memperjelas hasil analisis, pemaparan simpulan analisis dilakukan berpatokan pada wilayah pengaruh, dimana setiap kabupaten/kota wilayah pengaruh tersebut ditinjau interaksinya dengan masingmasing pusat pertumbuhan, seperti pada gambar 3. Kabupaten Maluku Tenggara Barat memiliki interaksi yang cukup kuat dengan Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tenggara, dan Kabupaten Maluku Tengah (Gambar 3). Berdasarkan angka indeks tertinggi, maka Kabupaten Maluku Tenggara Barat cenderung berorientasi pada wilayah pusat pertumbuhan di Kota Ambon. C 048 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 Gambar 4. Indeks gravitasi Kabupaten Kepulauan Aru Kabupaten Kepulauan Aru memiliki interaksi yang tinggi dengan pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tenggara, dengan angka indeks yang terpaut jauh dengan pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tengah, Kota Ambon, dan Kabupaten Buru. Pada gambar 4 disajikan angka indeks paling tinggi dengan Kabupaten Maluku Tenggara sehingga menjadi pusat pertumbuhan dari Kabupaten Kepulauan Aru. Gambar 5. Indeks gravitasi Kabupaten Seram Bagian Barat Berdasarkan gambar 5, Kabupaten Seram Bagian Barat memiliki interaksi yang kuat dengan Kota Ambon, kemudian Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan yang paling rendah interaksinya adalah dengan Kabupaten Maluku Tenggara. Berdasarkan angka indeks ter-

7 tinggi, maka Kabupaten Seram Bagian Barat cenderung berorientasi pada wilayah pusat pertumbuhan di Kota Ambon. Kabupaten Seram Bagian Timur mempunyai interaksi yang kuat dengan Kabupaten Maluku Tengah. Hasil analisis seperti yang ditampilkan pada gambar 6, Kabupaten Seram Bagian Timur adalah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Maluku Tengah. Gilber Payung sedang, serta interaksi yang paling rendah terjadi antara Kabupaten Buru Selatan dengan Kabupaten Maluku Tenggara. Dengan demikian, berdasarkan hasil analisis yang ditampilkan dalam gambar 8, Kabupaten Buru Selatan ada-lah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Buru. Gambar 6. Indeks gravitasi Seram Bagian Timur Hasil analisis gravitasi untuk menentukan orientasi pusat pertumbuhan dari Kabupaten Maluku Barat Daya seperti pada gambar 5.12, menjelaskan bahwa Kabupaten Maluku Barat Daya adalah wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kota Ambon. Interaksi antara Kabupaten Maluku Barat Daya dengan Kabupaten Maluku Tenggara adalah yang paling rendah jika dikomparasikan dengan kabupaten/kota pusat pertumbuhan lainnya. Gambar 8. Indeks gravitasi Kabupaten Buru Selatan Berdasarkan gambar 9, Interaksi antara Kota Tual dengan Kabupaten Maluku Tenggara memiliki hubungan yang sangat kuat, dimana pusat (ibukota) masing-masing wilayah tersebut hanya berjarak 8 kilometer dipisahkan oleh sebuah selat. Interaksi antara Kota Tual dengan Kabupaten Buru adalah yang paling rendah. Hasil analisis yang menunjukkan interaksi yang sangat kuat antara Kota Tual dengan Kabupaten Maluku Tenggara menyebabkan Kota Tual adalah wilayah pengaruh dari kabupaten maluku tenggara. Gambar 7. Indeks gravitasi Maluku Barat Daya Kabupaten Buru Selatan memiliki interaksi yang kuat dengan Kabupaten Buru. Interaksi antara Kabupaten Buru Selatan dengan Kota Ambon dan Kabupaten Maluku Tengah cenderung Gambar 9. Indeks gravitasi Kota Tual terhadap pusat pertumbuhan Hubungan interaksi antara tiap pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruhnya ditampilkan pada gambar 10. Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016 C 049

8 Penentuan Pusat Pertumbuhan dan Wilayah Pengaruhnya Berbasis Z-score Analysis dan Gravity Index Gambar 10. Hasil analisis pusat pertumbuhan dan wilayah pengaruh masing-masing kabupaten Sumber: Hasil Analisis, 2016 Kesimpulan a. Hingga tahun 2014, ketimpangan antar kabupaten di Provinsi Maluku masih tergolong tidak merata (ketidakmerataan tinggi). b. Wilayah yang ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan adalah Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, Kabupaten Buru, dan Kabupaten Maluku Tenggara. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kota Ambon adalah Maluku Tenggara Barat, Maluku Barat Daya, dan Seram Bagian Barat. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Maluku Tengah adalah Seram Bagian Timur. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Kabupaten Buru adalah Buru Selatan. Wilayah pengaruh dari pusat pertumbuhan di Maluku Tenggara. adalah Kepulauan Aru dan Kota Tual. Saran a. Penerapan konsep pusat pertumbuhan dengan wilayah pengaruh (hinterland) seba-gai satu kesatuan, terutama untuk wilayah dengan ketimpangan yang tinggi. Disamping itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terkait hubungan/korelasi terkait dampak pusat-pusat pertumbuhan yang telah ditetapkan terhadap pertumbuhan wilayah Provinsi Maluku. b. Perlunya menganalisis hubungan antara tipologi wilayah (berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita) dan ketimpangan antar wilayah. Salah satu kelemahan penelitian ini adalah belum dilakukannya analisis untuk mengetahui hubungan antara kedua aspek tersebut. c. Penulis menyarankan penelitian lebih lanjut terkait penentuan wilayah pengaruh (hinterland) dengan metode gravitasi yang menggunakan basis data selain jumlah penduduk, atau menerapkan metode penentuan wilayah pengaruh berdasarkan analisis transportasi atau harga-harga barang. Daftar Pustaka Adisasmita, Raharjo.(2013). Teori-Teori Pembangunan Ekonomi: Pertumbuhan Ekonomi dan Pertumbuhan Wilayah. Yogyakarta: Graha Ilmu. Arsyad, Lincolin. (2010). Ekonomi Pembangunan, edisi 5. Yogyakarta: UPP. STIM YKPN Danastri (2011). Analisis Pusat-Pusat Pertumbuhan Baru di Kecamatan Harjamukti, Cirebon Selatan. Semarang: Universitas Diponegoro. Rustiadi, Ernan dkk Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta: Crespent Press. Sjafrizal. (1997). Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma, Maret 1997, hal Yogyakarta: LP3ES., (2008). Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. Baduose Media: Padang., (2015). Ekonomi Wilayah dan Perkotaan. Padang: Rajagrafindo Persada Indonesia. Sukirno, Sadono. (2007). Makro Ekonomi Modern. Jakarta : PT.Raja Grafindo. Persada. Tarigan, Robinson. (2005). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Bumi Aksara., (2010). Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Warpani, Suwardjoko. (1984). Analisa Kota & Daerah. Bandung: Penerbit ITB. C 050 Prosiding Temu Ilmiah IPLBI 2016

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Objek Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Provinsi Kalimantan Barat yang terdiri dari 14 (empat belas) kabupaten/kota (Gambar 3.1) dengan menggunakan data sekunder

Lebih terperinci

Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar

Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar TEMU ILMIAH IPLBI 2016 Disparitas Pembangunan antar Wilayah Makassar, Maros, Gowa, dan Takalar Reza Fauzi Bakri, Mukti Ali, Venny Veronica Natalia Program Studi Pengembangan Wilay ah Kota, F akultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi antar wilayah BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Ketimpangan Ekonomi Antar Wilayah Ketimpangan ekonomi antar wilayah merupaka ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi di suatu wilayah. Ketimpangan ekonomi

Lebih terperinci

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI

PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI PENGARUH ALOKASI DANA PERIMBANGAN TERHADAP KETIMPANGAN EKONOMI REGIONAL DI PROVINSI JAMBI T E S I S Oleh : MASRIDA ZASRIATI,SE BP : 09212 06 023 PROGRAM STUDI PERENCANAAN PEMBANGUNAN PROGRAM PASCA SARJANA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil

I. PENDAHULUAN. dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah usaha meningkatkan pendapatan perkapita dengan jalan mengolah sumberdaya ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder rangkai waktu (Time series) antara tahun 2009 hingga tahun 2013. Data tersebut terdiri dari:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. ketimpangan dan pengurangan kemiskinan yang absolut (Todaro, 2000). BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang melibatkan perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap mental dan lembaga termasuk pula percepatan/akselerasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Jangka Panjang tahun merupakan kelanjutan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan Jangka Panjang tahun 2005 2025 merupakan kelanjutan perencanaan dari tahap pembangunan sebelumnya untuk mempercepat capaian tujuan pembangunan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999).

BAB I PENDAHULUAN. dirasakan oleh masyarakat luas (Lincolin Arsyad, 1999). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu ekonomi dikatakan mengalami pertumbuhan yang berkembang apabila tingkat kegiatan ekonominya lebih tinggi daripada apa yang dicapai pada masa sebelumnya. Pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini berfokus pada penilaian kualtias pertumbuhan ekonomi kawasan Subosukowonosraten. Data diambil secara tahunan pada setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Penerapan desentralisasi di Indonesia sejak tahun 1998 menuntut daerah untuk mampu mengoptimalkan potensi yang dimiliki secara arif dan bijaksana agar peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR

IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR IV. DINAMIKA DISPARITAS WILAYAH DAN PEMBANGUNAN INFRASTRUKTUR 4.1. Dinamika Disparitas Wilayah Pembangunan wilayah merupakan sub sistem dari pembangunan koridor ekonomi dan provinsi dan merupakan bagian

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah

BAB I PENDAHULUAN. Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses. pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap wilayah umumnya mempunyai masalah di dalam proses pembangunannya, masalah yang paling sering muncul di dalam wilayah tersebut yang paling besar adalah masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi

I. PENDAHULUAN. pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari. serta kesejahteraan penduduk. Kesenjangan laju pertumbuhan ekonomi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah tidaklah terpisahkan dari pembangunan nasional, karena pada hakekatnya pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Tujuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu masalah pembangunan suatu wilayah diindikasikan dengan laju pertumbuhan ekonomi wilayah itu sendiri, oleh sebab itu semua wilayah menetapkan target

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Kesenjangan Berdasarkan data PDRB per kapita, diketahui bahwa nilai PDRB per kapita Kota Kupang sangat tinggi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 ANALISIS SEKTOR UNGGULAN DALAM MENINGKATKAN PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN KEEROM TAHUN 2003 2013 Chrisnoxal Paulus Rahanra 1 c_rahanra@yahoo.com P. N. Patinggi 2 Charley M. Bisai 3 chabisay@yahoo.com Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011)

BAB I PENDAHULUAN. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat yang harus terpenuhi, laju pertumbuhan penduduknya. (Todaro, 2011) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan suatu daerah merupakan salah satu tindakan guna mewujudkan tujuan negara dalam bidang perekonomian berupa kemakmuran. Untuk mewujudkannya diperlukan syarat-syarat

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH

KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Jurnal Serambi Ekonomi & Bisnis Vol. 1 No. 1 (2014): 35 40 ISSN 2354-970X KETIMPANGAN PENDAPATAN ANTARA KABUPATEN ACEH TENGAH DAN KABUPATEN BENER MERIAH Khairul Aswadi Program Studi Pendidikan Ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI ANALISIS PERBANDINGAN POTENSI EKONOMI KABUPATEN DAN KOTA DI PROVINSI LAMPUNG SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: SETYO EDI UTOMO 201010180311057 ILMU EKONOMI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pembangunan diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Pembangunan yang dilaksanakan melalui serangkaian program dan kebijakan

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN 2008-2011 Hakim Muttaqim Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi

Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia. Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi Studi Komperatif Ketimpangan Wilayah Antara Kawasan Barat Indonesia dan Kawasan Timur Indonesia Rosmeli Nurhayani Universitas Jambi ABSTRAK Pertumbuhan ekonomi, pemeratan hasil-hasil pembangunan dan kemampuan

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1,no 7 April 2013 Analisis Tipologi Pertumbuhan Sektor Ekonomi Basis dan Non Basis dalam Perekonomian Propinsi Jambi Emilia,

Lebih terperinci

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI

DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol. 9, No. 01 April 2014 DAMPAK BELANJA DAERAH TERHADAP KETIMPANGAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI JAMBI Rosmeli * *Dosen Fakultas Ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perencanaan pembangunan di Indonesia diarahkan untuk mewujudkan masyarakat yang semakin sejahtera, makmur dan berkeadilan. Kebijaksanaan pembangunan dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi dapat diartikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat meningkat dalam jangka panjang. Definisi

Lebih terperinci

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON)

INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON) BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PONTIANAK No : 02/02/6171/Th VI, 12 Pebruari 2008 INDEKS KESENJANGAN EKONOMI ANTAR KECAMATAN DI KOTA PONTIANAK (INDEKS WILLIAMSON) Rata-rata pertumbuhan ekonomi di Kota Pontianak

Lebih terperinci

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN

ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN ANALISIS DISPARITAS PENDAPATAN ANTAR DAERAH DI PROVINSI ACEH DENGAN PENDEKATAN INDEKS KETIMPANGAN WILLIAMSON PERIODE TAHUN 2008-2011 INCOME DISPARITY ANALYSIS AMONG DISTRICTS IN ACEH PROVINCE USING INDEX

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang mempengaruhi pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati

ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA. Etik Umiyati Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) ANALISA PERTUMBUHAN EKONOMI DAN KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTAR WILAYAH DI PULAU SUMATERA Etik Umiyati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian Terdahulu Dharmawan (2016) dalam penelitiannya tentang Analisis Pertumbuhan Ekonomi Dan Pengembangan Sektor Potensial Di Kabupaten Pasuruan Tahun 2008-2012 dengan

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. masyarakat, dan institusi-institusi nasional, di samping tetap mengejar akselerasi BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pembangunan harus dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH

BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Nilai (Rp) BAB II KERANGKA EKONOMI DAERAH Penyusunan kerangka ekonomi daerah dalam RKPD ditujukan untuk memberikan gambaran kondisi perekonomian daerah Kabupaten Lebak pada tahun 2006, perkiraan kondisi

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) DAMPAK PERTUMBUHAN SEKTOR EKONOMI BASIS TERHADAP KEMISKINAN DI PROVINSI JAMBI Imelia, Hardiani ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi sektor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik

BAB III METODE PENELITIAN. data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Berdasarkan sumbernya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang meliputi Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah daerah itu sendiri maupun pemerintah pusat. Setiap Negara akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan adalah tujuan utama yang hendak dicapai oleh suatu Negara dalam melakukan sebuah pembangunan baik yang dicanangkan oleh pemerintah daerah itu sendiri

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan :

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 57 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian dan pembahasan terhadap Disparitas antar Kabupate/kota di Provinsi Sulawesi Selatan : 1. Pada periode pengamatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik

III. METODE PENELITIAN. Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Untuk kepentingan penelitian ini digunakan data sekunder berupa data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Pringsewu dan Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies)

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan nasional merupakan gambaran umum yang memuat arah kebijakan pembangunan daerah (regional development policies) dalam rangka menyeimbangkan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan

BAB I PENDAHULUAN. serta pengentasan kemiskinan (Todaro, 1997). Salah satu indikator kemajuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan dalam perspektif luas dapat dipandang sebagai suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap

Lebih terperinci

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN

DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN IV. DINAMIKA PERTUMBUHAN, DISTRIBUSI PENDAPATAN DAN KEMISKINAN 4.1 Pertumbuhan Ekonomi Bertambahnya jumlah penduduk berarti pula bertambahnya kebutuhan konsumsi secara agregat. Peningkatan pendapatan diperlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja

BAB I PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator keberhasilan kinerja pemerintah dalam meningkatkan pembangunan ekonomi di setiap negara. Setiap Negara di dunia sangat memperhatikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan

I. PENDAHULUAN. jangka panjang (Sukirno, 2006). Pembangunan ekonomi juga didefinisikan I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Pembangunan ekonomi pada umumnya didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu wilayah meningkat dalam jangka panjang (Sukirno,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya

BAB I PENDAHULUAN. (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang menimbulkan ketimpangan dalam pembangunan (disparity) terjadi pada aspek pendapatan, spasial dan sektoral. Golongan kaya makin kaya sedangkan

Lebih terperinci

Listrik, Gas & Air Bersih. Dengan demikiansektor tersebut perlu mendapat perhatian

Listrik, Gas & Air Bersih. Dengan demikiansektor tersebut perlu mendapat perhatian Listrik, Gas & Air Bersih. Dengan demikiansektor tersebut perlu mendapat perhatian utama dalam penentuan arahkebijakan pembangunan ekonomi Kota Medan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi diartikan sebagai proses kenaikan output perkapita yang terus menerus dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi tersebut merupakan salah

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Obyek/Subyek Penelitian Dalam penelitian ini, yang digunakan sebagai obyek penelitan adalah sektor ekonomi di kabupaten Banjarnegara yang menyusun Pendapatan Daerah Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional secara makro pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam meningkatkan kesejahteraan tersebut, salah satunya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional,

BAB III METODE PENELITIAN. struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas tentang laju pertumbuhan ekonomi, struktur dan pertumbuhan ekonomi, tingkat ketimpangan pendapatan regional, serta hubungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010).

I. PENDAHULUAN. panjang yang disertai oleh perbaikan sistem kelembagaan (Arsyad, 2010). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan kenaikan pendapatan riil per kapita penduduk suatu negara dalam jangka panjang yang disertai

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan

I. PENDAHULUAN. mendorong dan meningkatkan stabilitas, pemerataan, pertumbuhan dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada masa diberlakukannya Otonomi Daerah, untuk pelaksanaannya siap atau tidak siap setiap pemerintah di daerah Kabupaten/Kota harus melaksanakannya, sehingga konsep

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk

BAB I PENDAHULUAN. dan distribusi pendapatan yang merata tanpa adanya disparitas. Selain untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada hakikatnya pembangunan ekonomi bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat diperlukan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 71 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Analisis Ketimpangan dan Tingkat Perkembangan Wilayah Adanya ketimpangan (disparitas) pembangunan antarwilayah di Indonesia salah satunya ditandai dengan adanya wilayah-wilayah

Lebih terperinci

ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR ANALISA PERENCANAAN KEBUTUHAN TENAGA KERJA DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Lapeti Sari Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAK Penelitian ini bertujuan antara lain adalah: memberikan gambaran tentang persediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan

BAB I PENDAHULUAN. mengukur keberhasilan pembangunan ekonomi di daerah adalah pertumbuhan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Proses pembangunan daerah diarahkan pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pemerataan hasil-hasil pembangunan yang dilakukan secara terus menerus dan berkesinambungan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya

I. PENDAHULUAN. setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berkembangnya perekonomian dunia pada era globalisasi seperti saat ini memacu setiap negara yang ada di dunia untuk berlomba lomba meningkatkan daya saing. Salah satu upaya

Lebih terperinci

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi.

ABSTRAK. ketimpangan distribusi pendapatan, IPM, biaya infrastruktur, investasi, pertumbuhan ekonomi. Judul : Analisis Pengaruh Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Biaya Infrastruktur, dan Investasi Terhadap Ketimpangan Distribusi Pendapatan Melalui Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Bali Nama : Diah Pradnyadewi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia. Faktor-faktor yang..., Yagi Sofiagy, FE UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan ekonomi adalah serangkaian usaha yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, memperluas lapangan pekerjaan, meratakan pembagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas

BAB I PENDAHULUAN. Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masalah besar yang dihadapi negara sedang berkembang adalah disparitas (ketimpangan) distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Tidak meratanya distribusi

Lebih terperinci

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera

Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Analisa Keterkaitan Ketimpangan Pembangunan Antar Daerah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Wilayah Sumatera Tiur Roida Simbolon Ilmu Ekonomi Regional, Fakultas Ekonomi Pascasarjana Unimed, Medan e-mail :

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

BAB I PENDAHULUAN. cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi ialah peningkatan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui penanaman modal, penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. menciptakan lapangan kerja dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi daerah merupakan suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat mengelola sumberdaya dan membentuk suatu pola kemitraan antara pemerintah

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.4 Oktober 2011 ANALISIS EKONOMI ANTAR WILAYAH DI PROVINSI JAMBI Dra.Imelia.,MSi Dosen Jurusan Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung

BAB I PENDAHULUAN. yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang mempunyai sumber daya alam yang melimpah. Sumber daya alam nantinya dapat digunakan sebagai pendukung kegiatan industri serta

Lebih terperinci

KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU

KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU KETIMPANGAN PEREKONOMIAN DI PROVINSI BENGKULU Septa Sunanda 1), Deavid Ricard Pramesha Saputro ), Ir. Maulidyah Indira,M.S 3) 1 Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Muhammadiyah Surakarta(penulis 1)

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pada dasarnya pembangunan ekonomi ditujukan untuk mengatasi kemiskinan, penggangguran, dan ketimpangan. Sehingga dapat terwujudnya masyarakat yang sejahtera, makmur,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN SKRIPSI

ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN SKRIPSI ANALISIS SEKTOR UNGGULAN, POLA PERTUMBUHAN DAN KETIMPANGAN SPASIAL DI PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT TAHUN 2007-2011 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Oleh :

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN

ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN ANALISIS SEKTOR EKONOMI UNGGULAN PEREKONOMIAN KABUPATEN MALANG TAHUN 2007-2011 JURNAL ILMIAH Disusun oleh : Bakhtiar Yusuf Ghozali 0810210036 JURUSAN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di

III. METODE PENELITIAN. Provinsi Lampung adalah data sekunder berupa PDRB tiap kabupaten/kota di 40 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan untuk menganalisis pengembangan potensi ekonomi lokal daerah tertinggal sebagai upaya mengatasi disparitas pendapatan di Provinsi

Lebih terperinci

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015

Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Maret 2015 Jurnal Ilmu Matematika dan Terapan Maret 2015 Volume 9 Nomor 1 Hal. 63 71 ANALISIS KETIMPANGAN PEMBANGUNAN ANTARA KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI MALUKU Jefri Tipka Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. yang dilaksanakan oleh sejumlah negara miskin dan negara berkembang. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan bukan hanya dilihat dari pertumbuhan ekonomi, perubahan struktur ekonomi pendapatan antar penduduk, antar daerah dan antar sektor. Kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu :

BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS. wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : BAB II TEORI DAN PERUMUSAN HIPOTESIS A. Tinjauan Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai pertumbuhan ekonomi dan disparitas pendapatan antar wilayah telah dilaksanakan oleh beberapa peneliti yaitu : Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT. 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI NTT 4.1 Keadaan Geografis dan Administratif Provinsi NTT Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) terdiri dari pulau-pulau yang memiliki penduduk yang beraneka ragam, dengan latar

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down

BAB I PENGANTAR. 1.1 Latar Belakang. dipecahkan terutama melalui mekanisme efek rembesan ke bawah (trickle down BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Pada mulanya pembangunan selalu diidentikkan dengan upaya peningkatan pendapatan per kapita atau populer disebut sebagai strategi pertumbuhan ekonomi (Kuncoro, 2010:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan

BAB I PENDAHULUAN. dan peningkatan kesejahteraan. Pada pembangunan ekonomi di daerah, tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi merupakan tolok ukur perekonomian suatu daerah. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan merupakan kondisi utama atau suatu keharusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN... 1 HALAMAN SAMPUL DEPAN DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI... HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN... HALAMAN MOTTO... HALAMAN PERSEMBAHAN... KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan

BAB I PENDAHULUAN. yang dalam perkembangannya seringkali terjadi adalah ketimpangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang saat ini dalam masa pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi dalam perkembangannya senantiasa memberikan dampak baik positif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari

I. PENDAHULUAN. Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tolok ukur keberhasilan pembangunan ekonomi dapat dilihat dari pertumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, dan semakin kecilnya ketimpangan pendapatan antar penduduk, antar

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan

BAB I PENDAHULUAN. dokumen RPJP Provinsi Riau tahun , Mewujudkan keseimbangan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan misi pembangunan daerah Provinsi Riau yang tertera dalam dokumen RPJP Provinsi Riau tahun 2005-2025, Mewujudkan keseimbangan pembangunan antarwilayah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007.

III. METODE PENELITIAN. Pusat Statistik Provinsi Lampung ( time series ) pada jangka waktu 6 tahun. terakhir yakni pada tahun 2006 hingga tahun 2007. 31 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data Data yang diperlukan dalam penelitian ini seluruhnya adalah data sekunder. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang diterbitkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI

PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI PROYEKSI SEKTOR EKONOMI PROVINSI DI KORIDOR EKONOMI PAPUA-KEPULAUAN MALUKU TAHUN 2025 SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi atau Ahli Madya Oleh: Ilhamd Rahmaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya manusia ( Sadono Sukirno, 1996:33). Pembangunan ekonomi daerah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi adalah suatu usaha untuk meningkatkan pendapatan perkapita dengan cara mengolah kekuatan ekonomi potensial menjadi ekonomi riil melalui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar

I. PENDAHULUAN. Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah suatu negara yang mempunyai latar belakang perbedaan antar daerah, dimana perbedaan antar daerah merupakan konsekuensi logis dari perbedaan karakteristik

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka.

ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH. Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka. 1 ANALISIS TINGKAT PERTUMBUHAN DAN DISPARITAS ANTAR DAERAH PADA ERA OTONOMI DAERAH Adrian Sutawijaya Universitas Terbuka adrian@ut.ac.id ABSTRAK Semenjak bergulirnya gelombang reformasi, otonomi daerah

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG

ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG ANALISIS POTENSI EKONOMI SUBSEKTOR PERTANIAN UNGGULAN PADA TINGKAT KECAMATAN DI KABUPATEN MALANG SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Mencapai Derajad Sarjana Ekonomi Oleh: YENI NUR HIDAYATI 08630074

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Analisis pertumbuhan ekonomi wilayah ini bertujuan untuk melihat pola atau klasifikasi perkembangan keterkaitan antara tingkat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN

BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN 164 BAB 4 ANALISIS PENENTUAN SEKTOR EKONOMI UNGGULAN KABUPATEN KUNINGAN Adanya keterbatasan dalam pembangunan baik keterbatasan sumber daya maupun dana merupakan alasan pentingnya dalam penentuan sektor

Lebih terperinci

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2

ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA. Aurelianus Jehanu 1 Ida Ayu Purba Riani 2 Jurnal Kajian Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume II No 3, Desember 2015 ANALISIS SEKTOR BASIS DAN NON BASIS DI KABUPATEN JAYAPURA Aurelianus Jehanu 1 rulijehanu@gmail.com Ida Ayu Purba Riani 2 purbariani@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk

BAB III METODE PENELITIAN. ekonomi yang ada di Pulau Jawa. Selain mengetahui struktur juga untuk BAB III METODE PENELITIAN A. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah bertujuan untuk mengetahui sektor unggulan dan struktur ekonomi yang ada pada seluruh provinsi di Pulau Jawa, sehingga

Lebih terperinci