I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. PENDAHULUAN. Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem"

Transkripsi

1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebelum otonomi daerah tahun 2001, Indonesia menganut sistem pemerintahan sentralistik. Sistem pemerintahan sentralistik tersebut tercermin dari dominasi pemerintah pusat dalam merencanakan dan menetapkan prioritas pembangunan (top down) di daerah, dan kurang melibatkan stakeholders di daerah. Selain itu, pemerintah daerah juga harus tunduk kepada berbagai arahan berupa petunjuk pelaksanaan maupun petunjuk teknis dari pemerintah pusat. Menurut Said (2004), sebelum desentralisasi fiskal, pemerintah daerah tidak terlibat banyak dalam menentukan sektor-sektor pembangunannya termasuk sektor-sektor penting di daerah. Besarnya peran pemerintah pusat dalam mengatur rumah tangga pemerintah daerah menyebabkan besarnya kewenangan keuangan yang dikelola oleh pemerintah pusat. Pemerintah daerah tidak diberikan keleluasaan untuk memperoleh pendapatan daerah. Sumber pendapatan daerah relatif terbatas, yakni hanya mengandalkan pendapatan asli daerah dan persentase bagi hasil yang relatif sedikit. Salah satu dana bantuan pusat berupa subsidi daerah otonom yang digunakan untuk membiayai pegawai pemerintah di daerah dan instruksi presiden yang digunakan untuk kegiatan pembangunan di daerah. Peranan pemerintah daerah dalam mengelola daerahnya sendiri semakin meningkat pada tahun 2001 ketika diberlakukan Undang-Undang Otonomi Daerah yang terdiri dari Undang-Undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Menurut Undang-

2 2 Undang No. 25 Tahun 1999, konsekuensi otonomi daerah adalah penyerahan wewenang dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah untuk mengurus daerahnya sendiri (desentralisasi), termasuk menentukan sektor-sektor pembangunan yang paling tepat dan dibutuhkan masyarakat lokal, karena pemerintah daerah dianggap lebih mengerti kebutuhan masyarakatnya dibanding pemerintah pusat. Adanya penyerahan sebagian wewenang pusat ini menyebabkan semakin besarnya dana transfer ke daerah guna mendukung penyerahan wewenang tersebut. Menurut Alm (2001), apabila desentralisasi berhasil diterapkan di Indonesia, maka Indonesia merupakan salah satu negara paling desentralistik yang sebelumnya berasal dari salah satu negara besar paling sentralistik di dunia. Desentralisasi fiskal merupakan bagian penting dari otonomi daerah. Desentralisasi fiskal ditandai dengan meningkatnya alokasi dana transfer dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah (dana perimbangan), yaitu berupa: (1) peningkatan persentase bagi hasil bagi pemerintah daerah, (2) peningkatan dana alokasi umum yang sebelumnya dikenal dengan subsidi daerah otonom dan Instruksi presiden, dan (3) pelimpahan dana alokasi khusus. Sistem bagi hasil yang terdiri dari penerimaan pajak dan bukan pajak merupakan instrumen untuk mengurangi ketimpangan vertikal (vertical imbalance) antara pusat dan daerah. Dana alokasi umum merupakan dana transfer dari pemerintah pusat ke daerah yang dimaksudkan untuk mengurangi ketimpangan fiskal antar daerah. Sedangkan dana alokasi khusus merupakan dana untuk membantu membiayai kebutuhan khusus pada tiap daerah yang kebutuhannya tidak dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus dana alokasi

3 3 umum. Peningkatan dana transfer ini menyebabkan penerimaan daerah meningkat signifikan. Peningkatan yang cukup signifikan pada transfer dana ke daerah melalui dana perimbangan menyebabkan pengelolaan fiskal pemerintah pusat dalam pengelolaan fiskal pemerintah secara umum telah berkurang. Sebaliknya proporsi fiskal dalam penyelenggaraan pemerintahan yang menjadi tanggung jawab daerah sepenuhnya melalui anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) akan meningkat tajam. Perubahan peta pengelolaan fiskal ini juga diikuti dengan kenyataan bahwa pemerintah daerah akan mempunyai fleksibilitas yang cukup tinggi, atau bahkan diskresi penuh dalam pemanfaatkan sumber-sumber utama pembiayaan tersebut (Sidik, 2002). Berbagai argumen yang mendukung desentralisasi antara lain dikemukakan oleh Tiebout (1956), Oates (1972), Tresch (1981), Breton (1996), Weingast (1995), sebagaimana dikutip oleh Litvack et al (1998) yang mengatakan bahwa pelayanan publik yang paling efisien seharusnya diselenggarakan oleh wilayah yang memiliki kontrol geografis yang paling minimum karena: (1) pemerintah lokal sangat menghayati kebutuhan masyarakatnya, (2) keputusan pemerintah lokal sangat responsif terhadap kebutuhan masyarakat, sehingga mendorong pemerintah lokal untuk melakukan efisiensi dalam penggunaan dana yang berasal dari masyarakat, dan (3) persaingan antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya akan mendorong pemerintah lokal untuk meningkatkan inovasinya. Kalimantan Tengah merupakan provinsi terbesar ketiga di Indonesia setelah Papua dan Kalimantan Timur dengan luas km 2, atau 1.5 kali luas

4 4 pulau Jawa. Sebagian besar wilayah Kalimantan Tengah belum dimanfaatkan secara maksimal di mana persen wilayahnya masih berupa hutan dan pertanahan lainnya. Perekonomian Kalimantan Tengah masih bertumpu pada sektor pertanian. PDRB Kalimantan Tengah tahun 2005 (1996=100) sebesar Rp 5.55 triliun, meningkat sebesar 0.6 persen dari tahun sebelumnya dengan rata-rata kontribusi sektor pertanian sebesar persen. Sedangkan jumlah tenaga kerja yang terserap pada tahun yang sama adalah sebesar ribu jiwa meningkat 3.84 persen dengan rata-rata kontribusi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian sebesar persen. Tabel 1. Perkembangan Penerimaan Fiskal Kalimantan Tengah Atas Tahun Dasar 1996, Tahun Komponen Penerimaan Penerimaan PAD Dana Perimbangan Tahun Nominal Tumbuh Nominal Rasio Nominal Rasio (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) (Juta Rp) (%) Sebelum Desentralisasi Fiskal Setelah Desentralisasi Fiskal Sumber: Badan Pusat Statistik (Berbagai Tahun) Desentralisasi fiskal menyebabkan Kalimantan Tengah memiliki kesempatan yang besar untuk meningkatkan pendapatan melalui pendapatan asli daerah dan dana perimbangan. Menurut Aswin (2005), Kalimantan Tengah mempunyai potensi sumberdaya alam yang sangat besar, namun baru sebagian

5 5 yang dieksploitasi. Selain itu provinsi ini memiliki wilayah yang luas yang masih belum digunakan secara maksimal. Dampak desentralisasi fiskal terhadap penerimaan daerah seperti yang digambarkan pada Tabel 1 menunjukan bahwa setelah desentralisasi fiskal tahun 2001 penerimaan daerah meningkat menjadi 642 miliar rupiah dari sebelumnya sebesar 272 miliar atau naik sebesar persen. Kontribusi terbesar penyusun penerimaan daerah adalah dana perimbangan dimana lebih dari 80 persen pendapatan daerah berasal dari dana perimbangan. Semakin besarnya dana perimbangan mengindikasikan bahwa semakin banyak dana dari pusat yang ditransfer ke Kalimantan Tengah. Peningkatan penerimaan daerah ini merupakan instrumen desentralisasi fiskal guna membiayai peningkatan pengeluaran pemerintah daerah yang disebabkan oleh adanya penyerahan sebagian wewenang pemerintah pusat ke pemerintah daerah Permasalahan Desentralisasi fiskal menyebabkan penerimaan Kalimantan Tengah meningkat signifikan. Peningkatan penerimaan tersebut diikuti dengan diberikannya keleluasaan kepada pemerintah daerah untuk menggunakan sumber penerimaan sesuai kebutuhan daerah. Peningkatan penerimaan diikuti dengan keleluasaan dalam penggunaannya oleh daerah sangat mempengaruhi PDRB dan penyerapan tenaga kerja di daerah tersebut. Pengaruh desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian untuk tiap daerah berbeda-beda tergantung dari kinerja pemerintah daerah yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk melihat dampak desentralisasi fiskal terhadap perekonomian di Kalimantan Tengah secara

6 6 komprehensif haruslah dilakukan penelitian lebih lanjut. Dari uraian di atas, dirumuskan perumusan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah kondisi penerimaan dan pengeluaran fiskal daerah Kalimantan Tengah? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penerimaan, pengeluaran pemerintah daerah dan perekonomian Kalimantan Tengah? 3. Bagaimanakah dampak desentralisasi fiskal terhadap penerimaan, pengeluaran pemerintah daerah dan perekonomian Kalimantan Tengah? 4. Bagaimanakah dampak perubahan komponen penerimaan daerah dan komponen pengeluaran daerah terhadap perekonomian Kalimantan Tengah? 1.3. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mendeskripsikan kondisi penerimaan dan pengeluaran fiskal daerah Kalimantan Tengah. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi penerimaan, pengeluaran pemerintah daerah dan perekonomian Kalimantan Tengah sebelum dan sesudah desentralisasi fiskal. 3. Menganalisis dampak desentralisasi fiskal terhadap penerimaan, pengeluaran pemerintah daerah dan perekonomian Kalimantan Tengah. 4. Menganalis dampak perubahan komponen penerimaan daerah dan komponen pengeluaran daerah terhadap perekonomian Kalimantan Tengah.

7 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian dilakukan di provinsi Kalimantan Tengah dengan menggunakan panel data (pooled data) 13 kabupaten dan satu kota tahun Kinerja perekonomian yang akan diteliti adalah PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Sebelum ada pemekaran wilayah pada tahun 2002, Kalimantan Tengah memiliki lima kabupaten dan satu kota. Setelah terjadi pemekaran daerah berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 2002, terjadi penambahan delapan kabupaten baru seperti terlihat pada Tabel 2. Kabupaten dan kota yang digunakan dalam analisis adalah seluruh kabupaten dan kota di Kalimantan Tengah dengan menggabungkan kabupaten pemekaran baru ke kabupaten induknya, sehingga jumlah kabupaten dan kota yang akan diteliti berjumlah enam yaitu: Kota Palangka Raya, Kabupaten Kotawaringin Barat, Kabupaten Kotawaringin Timur, Kabupaten Kapuas, Kabupaten Barito Utara dan Kabupaten Barito Selatan. Tabel 2. Nama-Nama Kabupaten dan Kota di Kalimantan Tengah Kabupaten/kota Induk Kabupaten pemekaran Kabupaten/kota Setelah Pemekaran 1. Kota Palangka Raya 1. Kota Palangka Raya 2. Kab. Kotawaringin Barat Kab. Lamandau Kab. Sukamara 2. Kab. Kotawaringin Barat 3. Kab. Lamandau 3. Kab. Kotawaringin Timur Kab. Katingan Kab. Seruyan 4. Kab. Sukamara 5. Kab. Kotawaringin Timur 6. Kab. Katingan 4. Kab. Kapuas Kab. Gunung Mas Kab. Pulang Pisau 5. Kab Barito Utara Kab. Murung Raya 6. Kab. Barito Selatan Kab. Barito Timur Sumber: Kalimantan Tengah dalam Angka (2006) 7. Kab. Seruyan 8. Kab. Kapuas 9. Kab. Gunung Mas 10. Kab. Pulang Pisau 11. Kab Barito Utara 12. Kab. Murung Raya 13. Kab. Barito Selatan 14. Kab. Barito Timur

8 8 Fokus penelitian ini hanya pada dampak desentralisasi fiskal terhadap kinerja perekonomian Provinsi Kalimantan Tengah, dimana kinerja perekonomian dibatasi pada PDRB dan penyerapan tenaga kerja. Keberhasilan desentralisasi fiskal tidak lepas dari kinerja pemerintah daerah, tetapi dalam penelitian ini tidak dibahas masalah kinerja pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70

BAB I PENDAHULUAN. Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sistem pemerintahan di Indonesia telah dilalui sejak kemerdekaannya 70 tahun yang lalu. Pada tahun 1945 1960, ada dibentuk Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1948 tentang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN,PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan

BAB I PENDAHUALUAN. dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan BAB I PENDAHUALUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sudah lama mencanangkan suatu gerakan yang dinamakan dengan gerakan pembangunan nasioanal. Pembangunan nasional merupakan kegiatan pembangunan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. dilakukan secara proporsional, artinya pelimpahan tanggung jawab akan diikuti BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyelenggaraan otonomi daerah yang luas dan bertanggung jawab memerlukan kewenangan dan kemampuan menggali sumber keuangan sendiri, yang didukung oleh perimbangan

Lebih terperinci

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BETRIXIA BARBARA

DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BETRIXIA BARBARA DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH BETRIXIA BARBARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 DAMPAK DESENTRALISASI FISKAL TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan salah satu upaya bagi pemerintah untuk mengembangkan daerahnya. Salah satu tujuan dari pembangunan diantaranya adalah meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2006 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PADA PERSEROAN TERBATAS (PT) BANK PEMBANGUNAN DAERAH KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016

ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016 ARAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN ANGGARAN 2016 Disampaikan Oleh: Kepala Biro Keuangan SETDA Provinsi Kalimantan Tengah Pada MUSRENBANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN DAERAH UNTUK MEMBIAYAI PROGRAM DAN KEGIATAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007 SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2007 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN DAERAH UNTUK MEMBIAYAI PROGRAM DAN KEGIATAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA TENTANG PENYELENGGARAAN PEMILIHAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bangsa Indonesia memasuki era baru tata pemerintahan sejak tahun 2001 yang ditandai dengan pelaksanaan otonomi daerah. Pelaksanaan otonomi daerah ini didasarkan pada UU

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH, AGUSTUS 2010 No. 02/01/62/Th.IV, 1 DESEMBER 2010 Jumlah angkatan kerja pada Agustus 2010 mencapai 1.066.733 orang berkurang sekitar 34.279 orang dibandingkan

Lebih terperinci

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah

Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Hasil Pendaftaran (Listing) Usaha/Perusahaan Sensus Ekonomi 2016 Provinsi Kalimantan Tengah Hasil pendaftaran Sensus Ekonomi 2016 (SE2016) berjumlah 237.092

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang 18 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Otonomi daerah di Indonesia yang didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Derah dan Undang-Undang Nomor 33 tentang Perimbangan Keuangan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PENAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 06 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN / PEMEKARAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN KECAMATAN DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN, PEMEKARAN, PENGHAPUSAN DAN PENGGABUNGAN KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2013

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN KATINGAN KEPADA BADAN USAHA MILIK DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 No. 08/11/62/Th.VI, 5 November 2012 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2012 Agustus 2012 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,17 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 15 TAHUN 2012 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA KEPADA PERUSAHAAN DAERAH BANGUN SUKMA JAYA KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013

STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 STATISTIK PENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 i STATISTIK KEPENDUDUKAN KALIMANTAN TENGAH 2013 No. Publikasi : 62520.1401 Katalog BPS : 2101023.62 Ukuran Buku Jumlah Halaman :15 cm x 21 cm : ix + 57 halaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara

BAB 1 PENDAHULUAN. pembangunan ekonomi di masa lalu telah mengubah struktur ekonomi secara BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan upaya yang dilakukan negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia. Selama kurun waktu yang cukup panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari

BAB I PENDAHULUAN. sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perubahan sistem penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dari sistem sentralisasi menjadi sistem desentralisasi merupakan konsekuensi logis dari reformasi. Undang-Undang

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG Menimbang : BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2015 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN UNTUK MEMBIAYAI PENYELENGGARAAN PEMILIHAN KEPALA DAERAH DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implementasi desentralisasi menandai proses demokratisasi di daerah mulai berlangsung. Setidaknya hal tersebut diindikasikan dengan terbentuknya pemerintahan daerah

Lebih terperinci

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

- 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG - 1 - PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN DAERAH

Lebih terperinci

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun BAB I PENDAHULUAN

Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun BAB I PENDAHULUAN Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) Tahun 2015 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) adalah dokumen perencanaan pembangunan tahunan yang disusun untuk menjamin

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas

I. PENDAHULUAN. Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan nasional pada hakekatnya merupakan upaya dalam meningkatkan kapasitas pemerintah secara profesional untuk memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat,

Lebih terperinci

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin

BAB I LATAR BELAKANG. Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin BAB I LATAR BELAKANG 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan akuntansi sektor publik di Indonesia saat ini semakin pesat seiring dengan adanya pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Undang-Undang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR : 09 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH KABUPATEN SUKAMARA TAHUN ANGGARAN 2004 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

Lebih terperinci

- 1 - BUPATI GUNUNG MAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG

- 1 - BUPATI GUNUNG MAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG - 1 - BUPATI GUNUNG MAS PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN GUNUNG MAS NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN GUNUNG MAS PADA PERSEROAN TERBATAS BANK PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama

BAB I PENDAHULUAN. (Khusaini 2006; Hadi 2009). Perubahan sistem ini juga dikenal dengan nama BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar Belakang Perubahan sistem pemerintahan dari sentralistik menjadi desentralistik pada tahun 2001 telah menimbulkan dampak dan pengaruh yang signifikan bagi Indonesia (Triastuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 22/1999 dan Undang-Undang Nomor 25/1999 telah membawa perubahan yang mendasar dalam pengaturan hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada

BAB I PENDAHULUAN. desentralisasi fiskal dan otonomi daerah telah membawa konsekuensi pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah telah melahirkan desentralisasi fiskal yang dapat memberikan suatu perubahan kewenangan bagi hubungan keuangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014

KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014 No.08/11/62/Th.VIII, 5 November 2014 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH AGUSTUS 2014 Agustus 2014 : Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan Tengah Sebesar 3,24 persen Jumlah angkatan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan suatu negara. Pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami perubahan yang cukup berfluktuatif. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan

BAB I PENDAHULUAN. Dengan dikeluarkannya undang-undang Nomor 22 Tahun kewenangan yang luas untuk menggunakan sumber-sumber keuangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah merupakan hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 1 SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 1 TAHUN 2014 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G

BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G SALINAN BUPATI LAMANDAU PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 05 TAHUN 2014 T E N T A N G PENYELENGGARAAN PENYERTAAN MODAL DAERAH KEPADA PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) No. 13/09/62/Th. VII, 2 September 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 PROVINSI KALIMANTAN TENGAH (ANGKA SEMENTARA) JUMLAH RUMAH TANGGA USAHA PERTANIAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2013 SEBANYAK 270.862

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem desentralistik atau otonomi daerah merupakan salah satu keberhasilan reformasi sosial politik di Indonesia. Reformasi tersebut dilatarbelakangi oleh pelaksanaan

Lebih terperinci

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan

Kalimantan Tengah. Jembatan Kahayan 402 Penghitungan Indeks Indonesia 2012-2014 Kalimantan Tengah Jembatan Kahayan Jembatan Kahayan adalah jembatan yang membelah Sungai Kahayan di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Indonesia. Jembatan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan daerah, dan kurang melibatkannya stakeholder di daerah. Kondisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebelum era reformasi yaitu pada zaman orde baru, Indonesia menganut sistem pemerintahan yang sentralistik. Kondisi ini dapat dilihat dari dominannya peran pemerintah

Lebih terperinci

Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN dan Dana Transfer Triwulan III 2015 di Provinsi Kalimantan Tengah

Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN dan Dana Transfer Triwulan III 2015 di Provinsi Kalimantan Tengah Kementerian Keuangan Kanwil DJPBN Provinsi Kalimantan Tengah Perkembangan Pagu dan Realisasi APBN dan Dana Transfer Triwulan III 2015 di Provinsi Kalimantan Tengah Disampaikan oleh L u d i r o Kepala Kanwil

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 7 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA KEPADA PERSEROAN TERBATAS BANGUN SUKMA JAYA DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PADA PERSEROAN TERBATAS PENJAMINAN KREDIT DAERAH

Lebih terperinci

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 27 TAHUN 2005 TENTANG PEMBENTUKAN KEJAKSAAN NEGERI KASONGAN, KEJAKSAAN NEGERI KUALA PEMBUANG, KEJAKSAAN NEGERI SUKAMARA, KEJAKSAAN NEGERI NANGA BULIK, KEJAKSAAN NEGERI KUALA KURUN,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan.

BAB 1 PENDAHULUAN. pemerintah dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan perundangundangan. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pengelolaan Pemerintah Daerah di Indonesia sejak tahun 2001 memasuki era baru yaitu dengan dilaksanakannya otonomi daerah. Otonomi daerah ini ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan tersebut diharapkan dapat memberikan trickle down effect yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang umum digunakan dalam menetukan keberhasilan pembangunan. Pertumbuhan ekonomi digunakan sebagai ukuran

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004

PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004 PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 07 TAHUN 2004 T E N T A N G LAPORAN PERTANGGUNGJAWABAN BUPATI SUKAMARA TAHUN ANGGARAN 2003 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014

PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 33 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya

f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya f. Pembangunan Bandara, Tahap Studi AMDAL g. Pembangunan Jembatan Timbang di Jalan Negara Trans Kalimantan, Desa Purwareja Kecamatan Sematu Jaya 2.6 INDUSTRI, PERDAGANGAN, DAN KOPERASI SERTA PERBANKAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 17 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN LAMANDAU DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERUYAN NOMOR 6 TAHUN 2016 TENTANG ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH TAHUN ANGGARAN 2017 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG BUPATI SUKAMARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 16 TAHUN 2012 TENTANG PENGAKUAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN SUKAMARA KEPADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KABUPATEN SUKAMARA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah di Indonesia telah membawa BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keputusan politik pemberlakuan otonomi daerah yang dimulai sejak tanggal 1 Januari 2001, telah membawa implikasi yang luas dan serius. Otonomi daerah merupakan fenomena

Lebih terperinci

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017

Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Tengah Agustus 2017 No. 08/11/62/Th.XI, 6 November 2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Keadaan Ketenagakerjaan Provinsi Kalimantan Agustus 2017 Agustus 2017, Tingkat Pengangguran Terbuka Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN,

BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, SALINAN BUPATI SERUYAN PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 10 TAHUN 2013 TENTANG DANA CADANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SERUYAN, Menimbang : a. bahwa dengan berlakunya Undang-Undang 32 Tahun

Lebih terperinci

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH No. 12/07/62/Th.IX, 3 Agustus 2015 PRODUKSI CABAI BESAR, CABAI RAWIT, DAN BAWANG MERAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2014, PRODUKSI CABAI BESAR SEBESAR 944 TON, CABAI RAWIT SEBESAR 4.116 TON, DAN BAWANG

Lebih terperinci

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah

*) Bekerja di BPS Provinsi Kalimantan Tngah TINJAUAN KINERJA EKONOMI REGIONAL: STUDI EMPIRIS : PROVINSI KALIMANTAN TENGAH 2003 2007 OLEH : ERNAWATI PASARIBU, S.Si, ME *) Latar Belakang Kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan selama ini dalam prakteknya

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 03 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN KATINGAN TAHUN 2013-2018 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KATINGAN, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD.

BAB I PENDAHULUAN. daerah yang ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang APBD. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam tahun anggaran tertentu yang berisi sumber pendapatan dan penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada saat ini, era reformasi memberikan peluang bagi perubahan paradigma pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju paradigma pemerataan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah. memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Otonomi daerah dan desentralisasi fiskal yang ditandai dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah telah memberikan kewenangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Otonomi daerah atau sering disebut desentralisasi fiskal mengharuskan pemerintah daerah dan masyarakat bersama-sama membangun daerahnya sendiri. Otonomi daerah adalah

Lebih terperinci

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI

DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI PEMERINTAH KABUPATEN LAMANDAU DINAS PERTAMBANGAN DAN ENERGI Kompleks Perkantoran Bukit Hibul Telp.0532-2071042 Nanga Bulik Kabupaten Lamandau Provinsi Kalimantan Tengah 74662 KEPUTUSAN KEPALA DINAS PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sistem negara kesatuan, pemerintah daerah merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pemerintah pusat sehingga dengan demikian pembangunan daerah diupayakan sejalan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 06 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, : a. bahwa sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN KATINGAN NOMOR : 7 TAHUN 2011 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KABUPATEN KATINGAN PADA PERSEROAN TERBATAS (PT) BANK PEMBANGUNAN KALIMANTAN TENGAH TAHUN 2011-2020 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP)

HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) No. 13/12/Th. VII, 2 Desember 2013 HASIL SENSUS PERTANIAN 2013 (ANGKA TETAP) RUMAH TANGGA PETANI GUREM TAHUN 2013 SEBANYAK 29.083 RUMAH TANGGA, TURUN 36,17 PERSEN DARI TAHUN 2003 Jumlah rumah tangga usaha

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI)

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KABUPATEN SUKAMARA (REVISI) BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 02 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 04 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN DANA CADANGAN PEMILIHAN BUPATI DAN WAKIL BUPATI LAMANDAU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN

PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LAMANDAU NOMOR 01 TAHUN 2009 T E N T A N G RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG DAERAH KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2005-2025 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LAMANDAU, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semenjak ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dan terakhir kali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan upaya untuk meningkatkan kemampuan pemerintah daerah dalam hal keuangan maupun pelayanan daerah serta mengelola kekayaan daerah baik dalam

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENETAPAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD)

BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENETAPAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) BUPATI SUKAMARA PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PENETAPAN KINERJA SATUAN KERJA PERANGKAT DAERAH (SKPD) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan ekonomi di dalam peraturan perundang-undangan telah dinyatakan secara tegas bahwa pembangunan ekonomi merupakan salah satu bagian penting daripada

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA NOMOR 6 TAHUN 2008 TENTANG URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SUKAMARA, Menimbang : a. bahwa sebagai pedoman penyelenggaraan pemerintahan

Lebih terperinci

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI SUKAMARA PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SUKAMARA NOMOR 12 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SUKAMARA TAHUN 2016 BUPATI SUKAMARA, Menimbang Mengingat : a.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 244/PMK.07/2010 TENTANG ALOKASI SEMENTARA DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Reformasi tahun 1998 memberikan dampak yang besar dalam bidang Pemerintahan yakni perubahan struktur pemerintahan, dari sentralisasi menuju desentralisasi.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga

BAB I PENDAHULUAN. mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penerapan otonomi daerah memberikan ruang kepada daerah untuk mengelola pemerintahannya berdasarkan local diskresi yang dimiliki, sehingga pemberian pelayanan

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG RETRIBUSI PENGGUNAAN FASILITAS BANDARA UDARA DIRUNG KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. maka daerah akan lebih paham dan lebih sensitif terhadap kebutuhan masyarakat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu dampak reformasi yang terjadi di Indonesia adalah terjadinya pergeseran paradigma dan sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik di pemerintah pusat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia. Analisis pertumbuhan..., Edi Tamtomo, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring dengan tuntutan reformasi di Indonesia, otonomi daerah mulai diberlakukan. Hal ini salah satunya ditandai dengan adanya UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG

PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 03/PMK.07/2007 TENTANG PENETAPAN PERKIRAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL PAJAK BUMI DAN BANGUNAN DAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN

Lebih terperinci

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015

RKPD KABUPATEN LAMANDAU TAHUN 2015 i BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) berpedoman pada Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah.

BAB I PENDAHULUAN. reformasi dengan didasarkan pada peraturan-peraturan mengenai otonomi daerah. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Belanja modal yang sebagai perubahan yang fundamental di dalam Anggaran dan Pendapatan Belanja Daerah (APBD) telah mulai dilakukan pasca reformasi dengan didasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G

PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G PERATURAN DAERAH KABUPATEN MURUNG RAYA NOMOR 27 TAHUN 2004 T E N T A N G PEMBENTUKAN, PEMECAHAN, PENGGABUNGAN DAN PENGHAPUSAN DESA DI KABUPATEN MURUNG RAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MURUNG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan peraturan sektor publik yang disertai dengan adanya tuntutan demokratisasi menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia sejak pertengahan tahun 1997 telah membawa dampak negatif yang cukup dalam pada hampir seluruh sektor dan pelaku ekonomi. Krisis yang bermula

Lebih terperinci

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH + SALINAN BUPATI SERUYAN PROVINSI KALIMANTAN TENGAH PERATURAN BUPATI SERUYAN NOMOR 14 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH (RKPD) KABUPATEN SERUYAN TAHUN 2015 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001

BAB I PENDAHULUAN. Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Otonomi daerah dan desentralisasi yang efektif berlaku sejak tahun 2001 merupakan awal pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Otonomi daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Awal diterapkannya otonomi daerah di Indonesia ditandai dengan adanya masa transisi perubahan sistem pemerintah, yang sebelumnya sistem pemerintah bersifat sentralistik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas,

I. PENDAHULUAN. percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan utama kebijakan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah percepatan terwujudnya peningkatan kesejahteraan seluruh rakyat (Bappenas, 2007). Untuk mewujudkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. menjadi cakupan Provinsi Kalimantan Selatan. Provinsi Kalimantan Tengah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Umum Provinsi Administratif Kalimantan Tengah terbentuk pada tahun 1950, sejak saat itu munculah berbagi aspirasi kalangan masyarakat di Kalimantan Tengah untuk mendirikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi

BAB I PENDAHULUAN. penting yang dilakukan yaitu penggantian sistem sentralisasi menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam waktu tujuh tahun sejak tumbangnya rezim orde baru, bangsa Indonesia terus berupaya memperbaiki sistem pemerintahannya. Bahkan upaya-upaya perubahan yang

Lebih terperinci