ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI PADA BASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI DI PERDESAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI PADA BASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI DI PERDESAAN"

Transkripsi

1 Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI PADA BASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI DI PERDESAAN oleh Sugiarto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN DEPARTEMEN PERTANIAN 2008

2 ANALISIS PENDAPATAN, POLA KONSUMSI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI PADA BASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI DI PERDESAAN Sugiarto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Libang Pertanian, Bogor ABSTRAK Setelah masa krisis berlalu, sektor pertanian telah berhasil lepas dari perangkap spiral pertumbuhan rendah dengan laju pertumbuhan PDB 1,83 persen pertahun, namun permalahannya sekitar 21,1 juta jiwa penduduk yang bekerja disektor pertanian adalah penduduk miskin dan kurang sejahtera. Penelitian ini bertujuan memberikan gambaran besarnya tingkat pendapatan dari berbagai sumber matapencaharian, pengeluaran dan kesejahteraan bagi rumahtangga petani penggarap padi pada agroekosistem lahan lahan sawah irigasi. Lokasi penelitian diambil 14 desa di daerah penelitian Panel Petani Nasional (Patanas) TA 2007, dengan jumlah responden 350 rumahtangga petani. Hasil penelitian menunjukan bahwa usahatani padi masih layak diusahakan, dan pendapatan rumahtangga petani lebih didominasi oleh pendapatan di sektor pertanian (74%) dibanding diluar sektor pertanian (26%). Sedangkan tingkat kesejahteraan petani masih rendah, dengan Nilai Tukar Rumah Tangga Petani < 1 (NTPRP = 0,96). Hal ini berarti bashwa kemampuan rumahtangga petani padi untuk mendanai total pengeluaran baik untuk biaya konsumsi dan biaya usaha masih rendah terhadap pendapatan yang mereka terima. Oleh karena itu diperlukan kebijakan kebijakan untuk meningkatkan pendapatan melalui berbagai aspek yang menunjang peningkatan sektor pertanian dan non pertanian. Disamping itu diperlukan kebijakan harga komoditas pertanian yang layak diterima petani dengan pengembangan usaha pertanian yang berkelanjutan, serta didorong oleh iklim usaha di luar pertanian yang lebih kondusif, sehingga dapat diperoleh manfaat bagi rumahtangga petani sebagai penyedia tenaga kerja, aset lahan dan modal yang terbatas. Kata kunci : pengelauarn, pendapatan dan kesejahteraan, petani padi PENDAHULUAN Kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan dan pertanian telah mengalami perubahan perubahan khusus setelah pemulihan ekonomi pasca krisis. Perubahan tersebut perlu diidentifikasi secara baik yang merupakan pengetahuan dan masukan bagi penentu kebijakan dalam menyususn program dan perencanaan. Oleh karena itu, perkembangan pembangunan pertanian telah memperlihatkan hasil yang ditunjukan oleh pertumbuhan tahunan Produk Domestik Bruto sektor pertanian dan peternakan mencapai 1,83 persen ( ) dibanding pada periode krisis 0,88 persen ( ) (Pantjar Simatupang., dkk. 2004). Walaupun demikian peran kontribusi terhadap PDB sebelum dan sesudah masa krisis cenderung turun 16 persen (1995), dan 1

3 meningkat 17,3 persen (1999) dan cenderung menurun hingga tahun 2003 menjadi 15,9 persen. ( BPS. 2004). Kurang sebandingnya peran PDB dengan tingkat kemiskinan 36 juta jiwa, yang sebagian besar sekitar 21 juta jiwa atau 35 persen yang bekerja di sektor pertanian dan pedesaan. Rendahnya pendapatan yang diterima karena rendahnya tingkat produktivitas tenaga kerja sebagai akibat rendahya upah riil yang diterima. Disamping itu kurang berkembangnnya kesempatan kerja dan rendahnya produktivitas kerja di sektor ekonomi pedesaan yang mengakibatkan mengalirnya tenaga kerja usia muda terdidik ke wilayah perkotaan (Spare and Haris, 1986 ; Manning 1992). Salah satu penyebab lambannya peningkatan produktivitas tenaga kerja adalah lambannya peningkatan upah riil buruh pertanian (Manning dan Jayasura,1996 ) atau mengalami stagnasi, sementara upah riil non tani mengalami penurunannya ( Erwidodo dkk, 1993). Diharapkan berkembangnya kesempatan kerja dan kesempatan berusaha di sektor luar pertanian merupakan alternatif kegiatan dan sumber pendapatan masyarakat pedesaan terutama bagi para petani berlahan sempit (small size land holding farmers) dan petani tanpa lahan (landless farmers). Akan tetapi pada kenyataannya, peran sektor pertanian masih cukup besar sebagai sumber pendapatan rumah tangga ( Rusastra, 1998). Walaupun dalam hasil analisis Sensus Pertanian terjadi penurunan usaha pertanian, seperti di pulau Jawa turun dari 47,8 persen menjadi 40,7 persen, luar jawa turun dari 61,7 persen menjadi 68,9 persen. Pada sub sektor tanaman pangan (khususnya padi) mempunyai peran yang sangat besar dalam pendapatan rumahtangga dan kemudian diikuti dengan diversifikasi pendapatan dengan meningkatnya sub sektor perkebunan dan peternakan, kehutanan maupun usaha non pertanian. Sementara itu, tingkat dan struktur pengeluaran rumah tangga juga terjadi perubahan dari waktu atau antar daerah satu dengan yang lainnya, selera, pendapatan dan lingkungan. Dan harus tersedia setiap saat dan bagimana mendistribusikannya, agar tidak tergunacang untuk memenuhi kebutuhan dibawah tingkat kesejahteraan. Pada dasarnya akses kebutuhan individu terhadap bahan pangan yang dibutuhkan tergantung dari daya beli, tingkat pendapatan, harga pangan, proses distribusi, kelembagaan tingkat lokal, maupun kondisi sosial lainnya. Secara umum kebutuhan konsumsi/pengeluaran rumahtangga berupa kebutuhan pangan dan kebutuhan non pangan, dimana kebutuhan keduanya berbeda. Pada kondisi pendapatan yang terbatas, lebih dahulu mementingkan kebutuhan konsumsi pangan. Sehingga dapat dilihat pada kelompok masyarakat dengan pendapatan rendah, sebagian besar pendapatan digunakan untuk memenuhi kebutuhan makanan. Namun demikian seiring dengan pergeseran dan peningkatan pendapatan, proporsi pola pengeluaran untuk makan akan menurun dan meningkatnya pengeluaran untuk kebutuhan non pangan. Seiring dengan kondisi tersebut akan terukur tingkat kesejahteraan masyarakat, apakah pendapatan rumahtangga yang diterima dari berbagai sumber matapencaharian mampu dibelanjakan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan atau kebutuhan pangan dan non pangan. Oleh karena itu dalam tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran besarnya tingkat pendapatan dari berbagai sumber matapencaharian dan pengeluaran dan kesejahteraan bagi rumahtangga petani penggarap padi di lahan sawah 2

4 irigasi di desa penelitian Panel Petani Nasional (Patanas). Dan juga memberikan masukan bagi penentu kebijakan tentang masalah pendapatan, pengeluaran dan kesejahteraan petani di perdesaan METODOLOGI PENELITIAN Kajian ini merupakan bagian dari kegiatan penelitian PATANAS (Panel Petani Nasional) TA 2007 di pedesaan berbasis agroekosistem lahan sawah Irigasi di 5 Propinsi yaitu Propinsi Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Selatan, dan Sumatera Utara, dengan 14 kabupaten dan 14 desa. Sedangkan jumlah contoh rumahtangga yang terpilih, dari masing-masing desa diambil 25 contoh rumahtangga penggarap ushatani padi, sehingga total rumahtangga contoh yang diteliti ada 350 rumahtangga contoh. Kemudian dari 350 rumahtangga contoh yang terpilih dikelompokan menjadi 3 menurut luas penguasaan lahan yaitu : 1) Penguasaan lahan sempit, 2) Penguasaan sedang dan 3) Penguasaan lahan luas. Adapun kreteria pengelompokan adalah sebagai berikut : (1) Kelompok penguasaan lahan sempit : luas lahan <= u 0.5 sd) (2) Kelompok penguasaan lahan sedang : (u- 0,5 sd) < luas lahan <= (u 0,5 sd) (3) Kelompok penguasaan lahan luas : luas lahan > (u - 0,5 sd ) Dari diterminan pengelompokan rumah tangga contoh, diperoleh proporsi rumahtangga contoh dengan proporsi sebagai berikut; 1. Jumlah Rumahtangga kelompok sempit = 129 rumahtangga atau 36,8 persen 2. jumlah Rumahtangga kelompok sedang = 141 rumahtangga atau 40,3 persen 3. Jumlah Rumahtangga kelompok luas = 80 rumahtangga atau 22, 9 persen Sementara itu lokasi peneltian, seperti yang ada pada Tabel 1. Sebagai tolok ukur tingkat kesejahteraan rumahtangga petani didekati dengan konsep Nilai Tukar Petani (NTP) yang merupakan rasio indeks harga yang diterima dan indek harga yang dibayar petani. Menurut Simatupang, et al, 2007, bahwa penanda kesejahteraan yang unik bagi rumahtangga tani praktis tidak ada, sehingga NTP menjadi pilihan satu-satunya bagi pengamat pembangunan pertanian. Namun NTP tersebut baru merujuk rumahtangga petani tanaman bahan makanan dan perkebunan saja. Sedangkan rumahtangga petani bahan makanan dan perkebunan, pada umumnya juga memperoleh pendapatan dari usaha peternakan atau perikanan bahkan dari non pertanian. Penanda kesejahteraan petani dengan NTP dapat didekati dengan bergabagi cara sesuai dengan tingkat kebutuhannya. Oleh karena itu sesuai dengan tujuan penelitian, maka pananda tingkat kesejahteraan petani dengan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani (NTPRP). Penanda tersebut adalah merupakan ukuran kemampuan rumahtangga petani didalam memenuhi kebutuhan subsistennya. Konsep 3

5 kebutuhan subsisten disebut juga dengan Nilai Tukar Subsisten (Susistencs Term of Trade) Menurut konsep Biro Pusat Statististik yang diformulasikan sebagai Nilai Tukar Subsisten (NTS) mendifinisikan bahwa nilai tukar pendapatan baru memasukan semua usaha pertanian, namun belum memasukan kegiatan berburuh tani dan sektor non pertanian yang cukup besar memberikan kontribusi terhadap pendapatan rumahtangga petani (Muchjidin, R. et al. 2000). Oleh karena itu menurut Muchjidin. R. et al 2000; Riyanto Basuki, et al 2001; Simatupang,et al 2007, bahwa konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Pedesaan (NTPRP) didifinisikan merupakan nisbah antara pendapatan total rumahtangga dengan pengeluaran total rumahtangga. Pendapatan total rumahtangga pertanian merupakan penjumlahan dari seluruh nilai hasil produksi komoditas pertanian yang dihasilkan petani, nilai dari berburuh tani, nilai hasil produksi usaha non-pertanian, nilai dari berburuh non pertanian, dan lainnya (kiriman dan lainlain). Sedangkan pengeluaran petani merupakan penjumlahan dari pengeluaran untuk konsumsi rumahtangga dan pengeluaran untuk biaya produksi. Secara matematis konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahangga Petani adalah sebagai berikut: NTPRP = Y/E Y Dimana : E Y p Y NP E p E K = Y p + Y NP = E p + E K = Total pendapaan dari usaha pertanian = Total Pendapatan dari usaha non pertanian = Total pengeluaran untuk usaha pertaian = Total pengeluaran untuk usaha non pertanian Tabel 1. Lokasi Penelitian Terpilih Menurut Propinsi, Kabupaten, Desa dan Basis Agroekositem Lahan Sawah Irigasi, 2007 Propinsi Kabupaten Desa Agroekosistem 1. Jawa Barat 2. Jawa Tengah 3. Jawa Timur 4. Sulawesi Selatan 5. Sumatera Utara 1. Indramayu 2. Subang 3. Karawang 1. Cilacap 2. Klaten 3. Sragen 4. Pati 1. Jember 2. Banyuawangi 3. Lamongan 1. Sidrap 2. Luwu 1. Asahan 2. Serdang Badagai 1. Tugu 2. Simpar 3. Sindang Sari 1. Padang sari 2. Demangan 3. Mojorejo 4. Tambah Mulyo 1. Padomasan 2. Kaligondo 3. Sungegeneng 1. Carawali 2. Salu Jambu 1. Kuala Gunung 2. Lidah Tanah Sumber: Data Primer

6 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Secara agregrat pendapatan rumatangga petani padi diperoleh dari dua sumber pendapatan, yaitu sumber pendapatan dari sektor pertanian dan non pertanian. Sumber pendapatan pertanian yang terdiri dari usaha pertanian dikelompokan menjadi tiga yaitu sumber pendapatan dari usahatani sawah/tegal, usahatani kebun dan pekarangan dan usaha ternak, dan diluar usaha pertanian seperti berburuh tani. Sumber pendapatan non pertanian terdiri dari usaha non pertanian (dagang, industri, angkutan dan jasa), Pegawai Negeri/TNI, pendapatan dari sumbangan dan lainnya. Pada Tabel 2, menunjukan bahwa secara agregrat sumber pendapatan rumahtangga petani padi di lahan sawah irigasi masih didominasi oleh peran pendapatan dari pertanian (74%) dibanding sumber pendapatan di luar sektor pertanian (26%). Dari beberapa hasil penelitian Patanas, menunjukan bahwa peran relatif sumber pendapatan di sektor pertanian pada daerah lahan sawah mengalami penurunan dibawah 65 persen sampai dengan 50 persen dan meningkatnya peran pendapatan diluar sektor pertanian antara 35 persen hingga 50 persen (Rusastra, 1998; Adyana, dkk, 1999; Nurmanaf. RA. dkk 2004; Muchjidin.R. dkk, 1997, Kasryno, 2000). Hal ini memberikan indikasi bahwa peran sektor pertanian masih merupakan sumber pendapatan utama bagi petani di pedesaan, dan tulang punggung perekonomian pedesaan dalam menyerap angkatan kerja bukan saja bagi petani land less atau tunakisma, namun dapat membuka peluang kerja pada segmen agribisnisnya bagi mereka yang masuk dalam pasar tenaga kerja. Kalau dilihat secara parsial, menunujukan bahwa pendapatan petani padi pada kelompok penguasaan lahan yang semakin luas terjadi kecenderungan bahwa kontribusi pendapatan rumahtangga disektor pertanian semakin tinggi. Sebaliknya, pada kelompok penguasaan lahan yang semakin sempit, peran kontribusi sumber pendapatan diluar pertanian semakin tinggi. Umumnya sebagian besar pendapatan pertanian berasal dari usaha pertanian lahan sawah, kebun, ternak,kolam/tambak dan kegiatan berburuh tani. Kemudian pendapatan usaha pertanian yang sangat dominan bersumber pada usahatani lahan sawah, utamanya tanaman pangan (padi) dari pada usahatani lainnya. Rendahnya sumber pendapatan pertanian pada kelompok penguasaan lahan yang sempit sebagai akibat kecilnya penguasaan lahan yang digarap karena ketimpangan ditribusi penguasaan lahan yang semakin tinggi. Dari hasil penelitian Irawan, B., dkk. 2007, menunjukan bahwa pada lokasi yang diteliti, sekitar 60 persen lahan sawah di pedesaan di luar Jawa dikuasai hanya oleh sekitar 25 persen petani, dengan kata lain setiap 1 persen petani kaya menguasai sekitar 2.40 persen lahan sawah yang tersedia. Ketimpangan distribusi penguasaan lahan sawah tersebut lebih tinggi lagi di pulau Jawa dimana sekitar 60 persen lahan sawah yang tersedia dikuasai oleh 17.6 persen petani, dengan kata lain setiap 1 persen petani kaya menguasai 3.43 persen lahan sawah. Pada kondisi tersebut, sangatlah wajar bila petani pada kelompok luas yang sempit cenderung berupaya untuk melakukan diversifikasi sumber pendapatan diluar sektor pertanian. Hal ini berarti sudah terjadi pergeseran ragam sumber pendapatan dari sektor pertanian ke luar sektor pertanian. Utamanya kontribusi sumber pendapatan yang 5

7 terbesar diluar sektor pertanian melalui kegiatan usaha dagang, produksi barang dan jasa bahkan kegiatan berburuh non pertanian atau dari sumber pendapatan dengan kegiatan bermigrasi sebagai tenaga kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Tabel 2.Struktur Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Perdesaan,2007. (Persen) Sumber Kelompok Luas Lahan Total Pendapatan Sempit Sedang Luas I. Pertanian Usaha Pertanian a. Usahatani Sawah b. Usahatani Tegalan c. Tanaman non semusim d. Kebun d. Ternak e. Tambak/kolam Buruh Tani II. Non Pertanian Buruh Non Pertanian Pegawai/karyawan Usaha Dagang Usaha Produksi dan Jasa Non Pertanian Hasil menyewakan/ Menyakapkan Lahan 6. Hasil Menyewakan/gaduh ternak Hasil menyewakan Alsintan Hasil lainnya dan kiriman Total (Rp 000) Sumber: Data Primer, Pola Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi. a. Pengeluaran Makanan Secara umum besaran konsumsi/pengeluaran rumahtangga dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pengeluaran untuk makanan, bukan makanan dan pengeluaran bahan bakar. Tingkat pengeluaran pada ketiga kelompok untuk masing-masing rumahtangga pada luas penguasaan lahan tersebut berbeda. Pada umumnya, besarnya nilai pengeluaran rumahtangga di perdesaan bervariasi sesuai dengan besarnya pendapatan yang mereka peroleh. Fenomena ini akan terjadi bila pendapatan rendah akan lebih mengutamakan untuk kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan subsitennya, terutama kebutuhan pengeluaran bahan makanan dibanding lainnya. Berbeda halnya bila pendapatan yang di peroleh semakin tinggi akan terjadi pergeseran antara kebutuhan bahan makanan dengan kebutuhan bahan bukan makanan. 6

8 Pada Tabel 3, memperlihatkan bahwa secara agregrat proporsi pengeluaran bahan makanan dari masing-masing kelompok luas lahan yang terbesar digunakan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat (28.7%), terutama yang berasal dari beras (27%) dan sebagian kecil dari non beras (1%). Kemudian pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan lainnya yang besar beturut-turut adalah pangan hewani (18%) dengan sumber kebutuhan yang terbesar adalah daging (9%) dan ikan (5%), kacang-kacangan terutama yang berasal dari tahu dan tempe (12%), tembakau (11 %) dan yang lainnya terdiversifikasi dibawah 5 persen. Sementara itu, bila kita bandingkan antar kelompok luas lahan bahwa besarnya pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat dan kacang-kacangan (tahu, tempe) lebih besar pada kelompok luas lahan sempit dibanding kedua kelmpok kelas lahan lainnya. Namun terjadi sebaliknya untuk pengeluaran bahan pangan hewani, lemak, sayur dan buah, tembakau maupun makanan jadi pada kelompok luas lahan cenderung lebih besar dibanding kelompok luas lahan lainya. Hal ini berarti bahwa semakin besar pendapatan yang diperoleh akan terjadi pola diversifikasi pada pemenuhan kebutuhan bahan makanan yang beragam dan berkualitas. Tabel 3. Proporsi Pengeluaran Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi menurut Kelompok Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem di Perdesaan, Tahun 2007 (Persen) Jenis Kelompok Luas Lahan Total Makanan Makanan Sempit Sedang Luas A. Sumber Karbohidrat Beras Non Beras B. Pangan Hewani Daging Ikan Telur Susu C. Kacang-kacangan Tahu Tempe Lainnya D. Sayuran + Buah E. Minyak dan Lemak Minyak Goreng Lainnya F. Bahan Minuman Gula Pasir Teh + Koipi G. Bumbu-Bumbu H. Makanan dan Minuman jadi Makanan Jadi Minuman Jadi I. Tembakau dan Sirih J. Lainnya Total (Rp 1000) Sumber : Data Primer,

9 b. Pengeluaran Bukan Makanan Pada Tabel 4, memperlihatkan bahwa secara agregrat ada empat kelompok jenis pengeluaran bukan makanan diantaranya adalah; a) pengeluaran pendidikan, b) perawatam kesehatan, c) sandang dan d) komunikasi/telekomunikasi.. Sementara itu, diantara empat kelompok pengeluaran bahan non makanan, memperlihatkan bahwa pengeluaran untuk pendidikan lebih tinggi dibanding pengeluaran bukan makanan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa kesadaran rumahtangga petani pada agroekosistem lahan sawah irigasi cukup tinggi. Disamping itu ditunjang adanya fasilitas pendidikan yang semakin berkembang, untuk menuntut tingkat pendidikan yang lebih tinggi,. Walaupun dengan kosekuensi menambah biaya pendidikan lebih tinggi dibanding pengeluaran bukan makanan lainnya. Disamping itu pengeluaran bukan makanan lainnya seperti perawatan, kesehatan, sandang dan telekomunikasi/transportasi berperan juga sebagai pelengkap kebutuhan bukan makanan yang penting bagi rumahtangga. Komponen pengeluaran untuk perawatan seperti sabun mandi, sabun cuci, odol sikat gigi dan kosmetik umumnya merupakan pengeluaran yang harus dibiayai setiap saat yang jumlahnya lebih besar dibanding pengeluaran untuk kesehatan yang sifat pengeluarannya secara insidentil. Namun untuk beberapa pengeluaran tertentu yang termasuk kelompok pengeluaran lainnya, seperti pengeluaran sosial (hajatan, pesta, sosial) lebih dominan bila dibandingkan dengan pengeluaran seperti perbaikan rumah, pajak, iuran RT/RW/Desa dan biaya pembantu rumahtangga sosial. Tabel 4. Proporsi Pengeluaran Non Bahan Makanan Rumahtangga Petani Padi Kelmpok Penguasaan Lahan Pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Perdesaan, Tahun 2007 (Persen) Jenis Bahan Kelompok Luas Lahan Total Non Makanan Sempit Sedang Luas 1. Kom/Telekomunikasi Pendidikan Perawatan/kesehatan Sandang Lain-lain Total (Rp 000) Sumber : Data Primer, 2007 c. Pengeluaran Bahan Bakar Pengeluaran bahan bakar yang paling dominan dibutuhkan untuk keperluan sehari-hari adalah minyak tanah dan elpiji sebagai sumber bahan bakar untuk dapur disamping kayu bakar. Sedangkan sumber bahan bakar listrik diutamakan untuk penerangan, bensin dan solar untuk bahan bakar kendaran bermotor roda dua atau empat. Diantara pengeluaran bahan bakar yang terjadi diantara kelompok penguasaan lahan, secara berturut-turut yang terbesar adalah bahan bakar bensin (34%), listrik (24%), minyak tanah (19%), kayu bakar (10%) dan lainnya termasuk minyak dibawah 8

10 10 persen (Tabel 5). Besarnya pengeluaran untuk bahan bakar bensin, hal ini didorong oleh sifat mengkonsumsi terhadap keperluan kendaraan bermotor (roda dua atau empat) yang masuk desa, apakah itu digunakan untuk memudahkan akses kesumber pertumbuhan ekonomi dan peningkatan usaha maupun keperluan sosial, karena berkembangnya sarana dan prasarana transportasi yang memadai. Sementara itu kebutuhan bahan bakar seperti minyak tanah untuk keperluan dapur dan listrik untuk penerangan, sudah terdiversifikasi dengan penggunaan bahan bakar berupa gas (elpiji) yang mengantikan minyak tanah sesuai dengan anjuran pemerintah. Tabel 5 Proporsi Pengeluaran Bahan Bakar Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem di Perdesaan, Tahun 2007 (Persen) Jenis i Kelompok Luas Lahan Bahan Bakar Sempit Sedang Luas Total 1. Kayu Bakar Arang Minyak Tanah Elpiji Solar Minyak Pelumas Bensin Listrik Air Total (Rp 000) Sumber : Data primer 2007 Total Pengeluaran Rumahtangga Pada Tabel 6, secara agregrat maupun antar kelompok penguasaan lahan, memperlihatkan bahwa total pengeluaran rumahtangga antara kebutuhan makanan dan bukan makanan termasuk bahan bakar relatif merata dengan porsi hampir seimbang yaitu 50 persen dari total pengeluaran rumahtangga. Hal ini berarti bahwa rumahtangga petani padi sudah berorientasi menyeimbangkan kebutuhan untuk makan dan bukan makanan sesuai dengan tingkat pendapatan yang mereka peroleh. Namun demikian tidak menutup kemungkinan rumahtangga petani akan memprioritaskan terlebih dahulu untuk memenuhi kebutuhan bahan makanan dibanding non makanan dan bahan bakar. Dilain pihak rumahtangga petani padi yang dikelompokan menurut penguasaan lahan, ada kecenderungan bahwa pada kelompok penguasaan tinggi kebutuhan terhadap bahan makanan cenderung menurun, dan sebaliknya pada kelompok penguasaan lahan sempit. Hal ini menunjukan bahwa besarnya pengeluaran bahan makanan dan pengeluaran secara umum erat kaitannya dengan pendapatan yang diterima baik dari usaha pertanian maupun pandapatan diluar pertanian. 9

11 Tabel 6. Proporsi Pengeluaran Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaaan Lahan Pada Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi di Perdesaan, Tahun 2007 (Persen) Uraian Kelompok Luas Lahan Total Sempit Sedang Luas 1. Bahan Makanan Bukan Makanan Bahan Bakar Total (Rp 000) Sumber : Data primer, 2007 Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga Petani Padi. Salah satu pendekatan untuk memengukur tingkat kesejahteraan rumahtangga petani padi, didekati dengan konsep Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga (NTPRP). NTPRP yang diperoleh adalah merupakan nisbah antara pendapatan rumahtangga dari berbagai sektor dengan seluruh pengeluaran rumahtangga yang terdiri dari pengeluaran untuk konsumsi makanan dan bukan makanan serta pengeluaran untuk produksi seperti biaya usahatani dan usaha diluar pertanian maupun kegiatan berburuh.. Pada Tabel 8, memperlihatkan bahwa pembentukan NTPRP yang terdiri dari pendapatan, pengeluaran konsumsi, pengeluaran biaya usaha, seperti biaya usahatani dan usaha non pertanian dapat menggambarkan besarnya tingkat kesejahteraan yang dapat dicapai rumahtangga di pedesaaan tersebut. Bila NTPRP yang diperoleh dari nisbah pendapatan terhadap total pengeluaran lebih besar dari satu, maka dapat dikatakan rumahtangga tersebut masuk dalam katagori sejahtera, dan sebaliknnya bila NTPRP kurang dari satu. Besarnya NTPRP yang diperoleh dari masing-masing kelompok penguasaan lahan terhadap total pengeluaran bervariasi. NTPRP pada kelompok penguasaan lahan sempit dan sedang terhadap total pengeluaran kurang dari satu (NTPRP = ), sedang NTPRP terhadap total pengeluaran pada kelompok luas lebih besar dari satru ( NTPRP > 1). Artinya bahwa rumahtangga petani padi pada kelompok luas sempit dan sedang belum sejahtera.. Indikasi ini disebabkan karena total pengeluaran yang teridiri dari pengeluaran untuk konsumsi (pangan, bukan makanan) dan biaya produksi yang dikeluarkan rumahtangga lebih besar dari pendapatan. Berbeda pada kelompok penguasaan lahan luas, besarnya pendapatan yang diperoleh masih mencukupi untuk memenuhi semua kebutuhan pengeluaran Sementara itu, bila dibandingkan antara NTPRP terhadap total konsumsi dan terhadap biaya produksi dari masing-masing kelompok, menunjukan bahwa NTPRP terhadap biaya produksi lebih besar dibanding NTPRP terhadap total konsumsi. Hal ini menunjukan bahwa rumahtangga petani lebih banyak mengeluarkan pendapatannya untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dibanding kebutuhan usahanya. Namun demikian NTPRP terhadap total konsumsi pada kelompok penguasaan lahan sempit lebih kecil dibanding kedua kelompok lainnya. Artinya bahwa besarnya pendapatan yang diperoleh tidak mampu memenuhi kebutuhan konsumsi (pangan dan non manakan). Lebih lanjut, pembenentukan NTPRP terhadap komponen konsumsi, 10

12 utamanya NTPRP bukan makanan lebih besar dibanding NTPRP makanan. Hal ini berarti untuk memenuhi kebutuhan konsumsi makanan jauh lebih banyak mengeluarkan anggaran pendapatan dibanding non pangan. Tabel 8. Nilai Tukar Pendapatan Rumahtangga Petani Padi Menurut Kelompok Penguasaan Lahan Pada Agroekosistem di Perdesaan, Tahun Uraian Kelompok Luas Lahan Total Sempit Sedang Luas A. Pendapatan ( Rp 000) I. Pendapatan Pertanian Usaha Pertanian Berburuh Tani II.Pendapatan NP Usaha NP Berburuh NP Lain-lain B. Biaya Produksi ( Rp 000) I. Pertanian Non Pertanian C. Konsumsi ( Rp 000) I. Pangan Non Pangan D. Total Pengeluaram ( Rp 000) (B +C) E. Nilai Tukar Pendapatan 1. Terhadap Total Pengeluaran THDBiaya Produksi THD Kon Pangan Terhadap Kon Np Thd total Konsumsi Sumber: Data Primer KESIMPULAN DAN SARAN Dari aspek pendapatan rumahtangga petani padi, masih didominasi oleh pendapatan dari sektor pertanian dibanding sektor non pertanian. Pendapatan di sektor pertanian yang terbesar pada umumnya dari usaha pertanian, terutama hasil dari usahatani padi, kemudian usaha ternak dan usahatani lainnya. Sementara itu pendapatan di sektor non pertanian lebih banyak dari kegiatan usaha non pertanian, utamanya dari usaha dagang kemudian usaha lainnya. Pada kondisi ini dapat diindikasikan bahwa petani padi didalam memperoleh pendapatan masih berorientasi pada land base sebagai sumber matapencaharian. 11

13 Dilihat dari aspek pengeluaran, jenis komoditas bahan makanan lebih besar dalam anggaran pengeluaran rumahatangga dibanding bahan bukan makanan. Komoditas bahan makanan pokok seperti beras masih mendapat porsi yang lebih besar diantara kelompok pengeluaran bahan makanan. Namun demikian pada kelompok pendapatan yang semakin tinggi, akan terjadi pergeseran konsumsi beras yang cenderung menurun dan digantikan oleh komoditas yang mengandung karbohidrat lainnya atau peningkatan komoditas yang mengandung protein, mineral atau vitamin. Besarnya pengeluaran konsumsi bukan makanan yang terbesart adalah pengeluaran untuk pendidikan dan kesehatan maupun perawatan tubuh. Hal ini menunjukan bahwa adanya perkembangan pola pikir bagi masyarakat pedesaan yang lebih mengutamakan pendidikan, agar mampu bersaing dipasar tenaga kerja yang cenderung mengutamakan skill manajerial dibanding ketrampilan, Nilai tukar pendapatan rumahtangga (NTPRP) yang digunakan sebagai tolok ukur kesejahteraan rumah tangga petani padi, pada umumnya kurang dari satu (NTPRP < 1), kecuali pada kelompok penguasaan lahan luas. Artinya bahwa tingkat kesejahteraan rumahtangga petani masih belum masuk katagori sejahtera. Akan tetapi NTPRP terhadap komponen biaya produksi dan total biaya konsumsi lebih besar dari satu. Hal ini menunjukan bahwa kemampuan rumahtangga dalam anggaran belanja hanya dapat dilakukan secara spasial dan skala priporitas terhadap komponen pembentukan NTPRP. Sebagai saran kebijakan didalam meningkatkan NTPRP dapat dilakukan dengan peningkatan harga jual komoditas yang layak diterima petani, serta dan meningkatkan skala usaha pertanian yang berkelanjutan dan menghilangkan kendala penerapan teknologi, pengendalian harga sarana produksi dan meminimalkan pengaruh external untuk menghindari resiko, serta mendorong iklim usaha di luar pertanian yang lebih kondusif bagi rumahtangga petani sebagai penyedia tenaga kerja dan modal terbatas. DAFTAR PUSTAKA Adnyana, M.O., Sumaryanto, M. Rachmat, R. Kustiari, S.H. Susilowati, Supriati, E. Suryani and Suprapto Assesing the Rural Development Impact of the Crisis in Indonesia. CASER, Bogor, Indonesia and The Wold Bank Washington, D.C. Biro Pusat Statisik. Berbagai Tahun ( ). Jakarta. Basuki, R. Hadi. P.U, Tri Panaji, Nyak Ilham, Sugiarto, Hendiarto. Winarso. B, Daeng Hatnyoto. Iwan Setiawan Pedoman Teknis Nilai Tukar Nelayan. Dirjen Pesisir Dan Pulau-Pulau Kecil. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Jakarta Erwidodo, M. Sykyr, B. Rachman, G.S. Hardono Evaluasi Perkembangan Tingkat Upah di Sektor Pertanian. Monograph. Pusat Penelitiian Sosialk Ekonomi Pertanian. Bogor. 12

14 Kasryno, F Membangun Kembali Sektor Perrtanian dan Kehutanan. Makalah Seminar Nasional Prespective Pembangunan Pertanian dan Kehutanan Tahun 2000 ke Depan. Bogor 9-10 Nopember Manning, C Survey of Recent Development. Bulletin of Economic Studies. 28(1). Indonesian Project. The Australian National University. Manning. C and J. Suriya Survey of Recent development. Bullein of Indonesian Economic Studies. 32(1). Indonsian Project. The Australian National University. Nurmanaf, A.R, A. Djulin, Sugiarto, A.K. Zakaria,. N.K, Agustina, J. F. Sinuraya, Dinamika Sosial Ekonomi Rumahtangga dan Masyarakat Pedesaan: Analisa Profitabilitas Usahatani dan Dinamika Harga dan Upah Pertanian. Laporan Hasil Penelitian. Pusan Analisis Sosial Ekonomi Dan kebijakan Pertanian. Bogor. Racmat. M, Supriyati. D. Hidayat, J. Situmorang Perumusan Kebijakan Nilai Tukar Pertanian dan Komoditas Pertanian. Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian. Bogor. Rusastra. I W et al Perubahan Struktur Ekonomi Pedesaan: Dinamika Adopsi Teknologi: Pola Usahatani dan Produktivitas Tenaga Kerja di Pedesaan: Analisis Sensus Pertanian 1983 dan Pusat Penelitian Soial Ekonomi Pertanian. Bogor. Speare Jr,A and J. Harris Education, Farmings and Migration in Indonesia. Ecinomic Development and Culture Change 34 (2). The University of Chichago Press. Illionis. 13

ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN

ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 ANALISA TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI MENURUT POLA PENDAPATAN DAN PENGELUARAN DI PERDESAAN Analysis of Farmer s Welfare Level by Pattern of Income and Expenditure in Rural Areas Sugiarto Pusat Analisis

Lebih terperinci

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI

DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI DINAMIKA STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN DI DESA SAWAH BERBASIS PADI Erma Suryani dan Supriyati PENDAHULUAN Menurut Badan Pusat Statistik (2014a), pendapatan rumah tangga adalah seluruh penghasilan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI

PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI PERUBAHAN KONSUMSI RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA SAWAH BERBASIS PADI Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan pertanian adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani.

Lebih terperinci

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010

SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 SUMBER, STRUKTUR, DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI PADI : ANALISIS DATA PATANAS 2010 M. Maulana dan Supriyati Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT

Lebih terperinci

Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi

Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (3): 175-188 ISSN 1410-5020 Dinamika Ekonomi Ketenagakerjaan di Pedesaan pada Basis Agroekosistem Lahan Sawah Irigasi Economic Dynamics of Rural Employment in

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA RUMAHTANGGA PETANI PADI

POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA RUMAHTANGGA PETANI PADI Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 2008 POLA PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA RUMAHTANGGA

Lebih terperinci

KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas

KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas KERAGAAN KETENAGAKERJAAN DAN DISTRIBUSI PENGUASAAN LAHAN : Kasus di Perdesaan Patanas Sugiarto Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT The research

Lebih terperinci

KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI

KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI KERAGAAN MOBILITAS ANGKATAN KERJA DI PERDESAAN BERBASIS AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH IRIGASI Sugiarto Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Jl. A. Yani No. 70 Bogor 16161 ABSTRACT The study was aimed

Lebih terperinci

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (1): 1-14 ISSN 1410-5020 Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Distribution

Lebih terperinci

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK

PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 ABSTRAK PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENDAPATAN RUMAH TANGGA 1 Erna M.Lokollo 2 dan Supena Friyatno 3 ABSTRAK Tujuan dari tulisan ini adalah untuk melihat struktur dan dinamika pendapatan rumah tangga pertanian,

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor pertanian sudah seharusnya mendapat prioritas dalam kebijaksanaan strategis pembangunan di Indonesia. Selama lebih dari 30 tahun terakhir, sektor pertanian di Indonesia,

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH Saptana Pendahuluan 1. Pencapaian swasembada pangan telah menjadi kebijakan dan target

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No. 43/07/Th. XII, 1 Juli 2009 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2009 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada di bawah Garis Kemiskinan di Indonesia

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 BADAN PUSAT STATISTIK No. 45/07/Th. XIII, 1 Juli 2010 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2010 JUMLAH PENDUDUK MISKIN MARET 2010 MENCAPAI 31,02 JUTA Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan pengeluaran

Lebih terperinci

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR

POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR POLA DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA BEBERAPA DESA DI JAWA TIMUR Oleh : Handewi Purwati S. Rachman*) Abstrak Dengan menggunakan data penelitian Patanas Jawa Timur yang dilakukan oleh Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rumusan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dijelaskan bahwa salah satu tujuan nasional Bangsa Indonesia yaitu mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 04/01/73/Th. VIII, 1 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN DESEMBER 2013 SEBESAR 104,95 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh: Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Julia F. Sinuraya Tri Bastuti Sunarsih Muahammad Iqbal Valeriana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN

TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI PENDAHULUAN P R O S I D I N G 78 TINGKAT KESEJAHTERAAN PETANI KABUPATEN JOMBANG: PENDEKATAN NILAI TUKAR PETANI Rosihan Asmara 1*, Nuhfil Hanani 1 1 Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya

Lebih terperinci

ANALISIS PROPORSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI PADI PADA BERBAGAI EKOSISTEM

ANALISIS PROPORSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA PETANI PADI PADA BERBAGAI EKOSISTEM Seminar Nasional DINAMIKA PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN: Tantangan dan Peluang bagi Peningkatan Kesejahteraan Petani Bogor, 19 Nopember 28 ANALISIS PROPORSI PENDAPATAN DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara maritim yang lautannya lebih luas daripada daratan. Luas lautan Indonesia 2/3 dari luas Indonesia. Daratan Indonesia subur dengan didukung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu

I. PENDAHULUAN. pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris yang kaya dengan ketersediaan pangan dan rempah yang beraneka ragam. Berbagai jenis tanaman pangan yaitu padi-padian, umbi-umbian,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 09/02/73/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JANUARI 2014 SEBESAR 104,98 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI

PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI PRODUKTIVITAS DAN KONTRIBUSI TENAGA KERJA SEKTOR PERTANIAN KABUPATEN BOYOLALI Yetti Anita Sari Fakultas Geografi UGM; Yogyakarta E-mail: yettianitasari@gmail.com ABSTRAK Sektor pertanian merupakan salah

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi

Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi Seminar Nasional PENINGKATAN DAYA SAING AGRIBISNIS BERORIENTASI KESEJAHTERAAN PETANI Bogor, 14 Oktober 2009 Keragaan Ketenagakerjaan dan Distribusi Penguasaan Lahan di Daerah Agroekosistem Sawah Irigasi

Lebih terperinci

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN *

KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * KINERJA DAN PERSPEKTIF KEGIATAN NON-PERTANIAN DALAM EKONOMI PEDESAAN * Oleh: Kecuk Suhariyanto, Badan Pusat Statistik Email: kecuk@mailhost.bps.go.id 1. PENDAHULUAN Menjelang berakhirnya tahun 2007, 52

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan pustaka Tingkat kesejahteraan petani merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan sektor pertanian.

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT

BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT BAB IV DISTRIBUSI PENDAPATAN MASYARAKAT Pendapatan masyarakat yang merata, sebagai suatu sasaran merupakan masalah yang sulit dicapai, namun jabatan pekerjaan, tingkat pendidikan umum, produktivitas, prospek

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih

BAB I PENDAHULUAN. pertiga penduduk Indonesia tinggal di daerah pedesaan dan sebagian besar masih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan di segala bidang merupakan arah dan tujuan kebijakan pemerintah Indonesia. Hakikatnya sosial dari pembangunan itu sendiri adalah upaya peningkatan kesejahteraan

Lebih terperinci

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013

Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Judul Buku : Nilai Tukar Petani Kabupaten Magelang Tahun 2013 Nomor Publikasi : Ukuran Buku : Kwarto (21 x 28 cm) Jumlah Halaman : v + 44 hal Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Magelang Gambar Kulit

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN DAN PALAWIJA Oleh : Adreng

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016

PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 BPS PROVINSI SULAWESI BARAT No. 05/01/76/Th.XI, 3 Januari 2017 PROFIL KEMISKINAN DI PROVINSI SULAWESI BARAT SEPTEMBER 2016 JUMLAH PENDUDUK MISKIN sebesar 146,90 RIBU JIWA (11,19 PERSEN) Persentase penduduk

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

ICASEPS WORKING PAPER No. 76

ICASEPS WORKING PAPER No. 76 ICASEPS WORKING PAPER No. 76 Telaah Aspek Produksi, Pendapatan dan Kecukupan Pangan Rumahtangga Pertanian Gatoet Sroe Hardono Maret 2005 Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Indonesian

Lebih terperinci

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM

DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM DINAMIKA PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA PERDESAAN: KOMPARASI ANTARAGROEKOSISTEM Tri Bastuti Purwantini dan Supriyati PENDAHULUAN Produktivitas merupakan perbandingan antara hasil yang dicapai (keluaran) dengan

Lebih terperinci

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU

NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU NILAI TUKAR USAHA TANI PALAWIJA: JAGUNG, KEDELAI, DAN UBI KAYU Muchjidin Rachmat dan Sri Nuryanti PENDAHULUAN Penyediaan pangan merupakan prioritas utama pembangunan pertanian. Komoditas pangan prioritas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis

Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Bab 5 Indeks Nilai Tukar Petani Kabupaten Ciamis Sektor pertanian memiliki peran penting dalam pembangunan ekonomi daerah, walaupun saat ini kontribusinya terus menurun dalam pembentukan Produk Domestik

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA

IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 31 IV. POLA KONSUMSI RUMAHTANGGA 4.1. Pengeluaran dan Konsumsi Rumahtangga Kemiskinan tidak terlepas dari masalah tingkat pendapatan yang masih rendah dan hal ini umumnya terjadi di wilayah pedesaan Distribusi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam

I. PENDAHULUAN. Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia selama ini dikenal sebagai negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah, sehingga sering disebut sebagai negara agraris yang memiliki potensi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Puji dan syukur, kami panjatkan kehadapan Allah SWT, karena atas perkenan dan dan ridhonya telah diselesaikan penyusunan Output Panel K

KATA PENGANTAR Puji dan syukur, kami panjatkan kehadapan Allah SWT, karena atas perkenan dan dan ridhonya telah diselesaikan penyusunan Output Panel K DATA DAN INFORMASI PANEL KELAUTAN DAN PERIKANAN NASIONAL (PANELKANAS) Karakteristik Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Nelayan Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan Badan Penelitian

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING PENDAHULUAN

PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING PENDAHULUAN 1 PERANAN SEKTOR LUAR PERTANIAN TERHADAP KESEMPATAN KERJA DAN PENDAPATAN DI PEDESAAN BERBASIS LAHAN KERING A. ROZANY NURMANAF Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Badan Litbang, Departemen

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Oleh : Sri Hery Susilowati Prajogo Utomo Hadi Sugiarto Supriyati Wahyuning Kusuma Sejati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB)

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kontribusi bagi pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya hidup dari hasil bercocok tanam atau bertani, sehingga pertanian merupakan sektor yang memegang peranan

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan April 2016 DEFLASI 0,41 Persen Bulan April 2016 di Kabupaten Kendal terjadi deflasii 0,41 persen dengan Indeks Harga Konsumen (IHK)

Lebih terperinci

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem PSE-KP/2015 LAPORAN AKHIR Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem 2007-2015 Sri Hery Susilowati I Wayan Rusastra Supriyati Erma Suryani Tribastuti

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi.

I. PENDAHULUAN. Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang. kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan sudah menjadi salah satu unsur utama dalam menunjang kelangsungan kehidupan sejak manusia pertama kali menempati bumi. Lahan berfungsi sebagai tempat manusia beraktivitas

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th. XI, 1 Maret 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI SEBESAR 101,41 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 60/11/73/Th. VIII, 3 November 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN OKTOBER 2014 SEBESAR 106,52 PERSEN. NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA + No. 09/3373/4/05/16/Th.VIII, 10 Mei 2016 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/LAJU INFLASI KOTA SALATIGA BULAN APRIL 2016 DEFLASI 0,49 Perkembangan harga kebutuhan secara umum di Kota Salatiga pada bulan

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 BADAN PUSAT STATISTIK No. 06/01/Th. XV, 2 Januari 2012 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA SEPTEMBER 2011 JUMLAH PENDUDUK MISKIN SEPTEMBER 2011 MENCAPAI 29,89 JUTA ORANG Jumlah penduduk miskin (penduduk dengan

Lebih terperinci

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI

DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI DINAMIKA INDIKATOR EKONOMI MAKRO SEKTOR PERTANIAN DAN KESEJAHTERAAN PETANI Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian PENDAHULUAN Peran penting sektor pertanian dalam pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 27/05/72/Th. XVIII, 04 Mei 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama April 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 96,52 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama April 2015

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 18/03/72/Th. XVIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Februari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,75 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Februari

Lebih terperinci

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008

PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 BADAN PUSAT STATISTIK No. 37/07/Th. XI, 1 Juli 2008 PROFIL KEMISKINAN DI INDONESIA MARET 2008 Jumlah penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Indonesia pada bulan Maret 2008 sebesar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. XI, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JUNI SEBESAR 100,54 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Juni sebesar 100,54;

Lebih terperinci

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009

ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 ANALISIS PENGELUARAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI RIAU TAHUN 2008 DAN 2009 Taryono dan Hendro Ekwarso Fakultas Ekonomi Universitas Riau ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan

Lebih terperinci

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B.

Struktur Pendapatan Rumah Tangga Petani Padi Sawah Skala Kecil Di Kelurahan Binuang Kampung Dalam Kecamatan Pauh Kota Padang. B. A. PENDAHULUAN Beberapa tahun belakangan ini Indonesia menghadapi masalah pangan yang serius. Kondisi ini diperkirakan masih akan kita hadapi beberapa tahun ke depan. Stok pangan masih terbatas dan sangat

Lebih terperinci

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL

WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL WARTA INDEKS HARGA KONSUMEN (IHK) BPS KABUPATEN KENDAL Perkembangan Indeks Harga Konsumen/Inflasi Di Kabupaten Kendal Bulan April 2017 INFLASI 0,16 Persen Bulan April 2017 di Kabupaten Kendal terjadi inflasi

Lebih terperinci

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA

IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA IV. POLA KONSUMSI RUMAH TANGGA MISKIN DI PULAU JAWA Data pola konsumsi rumah tangga miskin didapatkan dari data pengeluaran Susenas Panel Modul Konsumsi yang terdiri atas dua kelompok, yaitu data pengeluaran

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 33/06/73/Th. XI, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MEI SEBESAR 100,41 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei sebesar 100,41, terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN

PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN BPS KABUPATEN KEBUMEN No. 06/06/33/05/Th. VI, 01 April 2015 PERKEMBANGAN INDEKS HARGA KONSUMEN/INFLASI DI KOTA KEBUMEN BULAN MARET 2015 INFLASI 0,03 PERSEN Pada Bulan Maret 2015 di Kota Kebumen terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan.

I. PENDAHULUAN. dalam hal ekonomi rumah tangga mereka. Banyak petani padi sawah khususnya. di pedesaan yang masih berada dalam garis kemiskinan. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Luasnya lahan pertanian di Indonesian pada kenyataannya belum mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam

BAB I PENDAHULUAN. untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola Konsumsi adalah susunan tingkat kebutuhan seseorang atau rumahtangga untuk jangka waktu tertentu yang akan dipenuhi dari penghasilannya. Dalam menyusun pola konsumsi

Lebih terperinci

No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016

No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016 Hari Statistik Nasional, 26 September 2016 No. 02/09/81/Th.VIII,1 September 2016 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI MALUKU AGUSTUS 2016 SEBESAR 102,28, TURUN 0,84 PERSEN Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Maluku

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat penting dalam menunjang perekonomian Indonesia. Mengacu pada keadaan itu, maka mutlak diperlukannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya.

BAB I PENDAHULUAN. makin maraknya alih fungsi lahan tanaman padi ke tanaman lainnya. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Lahan sawah memiliki arti penting, yakni sebagai media aktivitas bercocok tanam guna menghasilkan bahan pangan pokok (khususnya padi) bagi kebutuhan umat manusia.

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN

NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN No.54/08/71/Th.IX, 03 Agustus 2015 NILAI TUKAR PETANI (NTP) DI PROVINSI SULAWESI UTARA JULII 2015 SEBESAR 95,42 ATAU NAIK SEBESAR 0,76 PERSEN Bulan Juli 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) di Provinsi Sulawesi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN

PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA PERDESAAN PADA DESA LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN Reni Kustiari PENDAHULUAN Sektor pertanian masih merupakan sektor yang berkontribusi relatif besar terhadap perekonomian Indonesia.

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 15/03/73/Th. X,1 Maret 2016 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2016 SEBESAR 106,27 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci