LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011"

Transkripsi

1 LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS SAYURAN DAN PALAWIJA Oleh : Adreng Purwoto I Wayan Rusastra Bambang Winarso Tri B. Purwantini Amar K. Zakaria Tjetjep Nurasa Deri Hidayat Chaerul Muslim Cut R. Adawiyah PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2011

2 RINGKASAN EKSEKUTIF PENDAHULUAN 1. Pembangunan perdesaan merupakan konsekwensi dari usaha untuk meningkatkan kemampuan sektor pertanian dalam mendukung ekonomi nasional. Untuk mengetahui hasil-hasil dan dampak dari pembangunan pertanian khususnya yang berkaitan dengan target utama berupa peningkatan kesejahteraan petani sudah barang tentu pemerintah membutuhkan informasi yang dimaksudkan untuk mempertajam tujuan dan sekaligus kebijakan maupun program pembangunan pertanian itu sendiri. Infomasi tersebut sudah barang tentu dalam bentuk indikator-indikator pembangunan ekonomi. Penelitian PATANAS dilakukan dalam rangka menyediakan informasi dalam bentuk indikator-indikator pembangunan ekonomi yang berguna untuk mengetahui hasilhasil dan dampak pembangunan pertanian di tingkat rumah tangga di wilayah pedesaan khususnya yang berkaitan peningkatan kesejahteraan petani yang dibedakan menurut geografis dan agroekosistem dalam periode Tujuan penelitian secara garis besar adalah menyajikan sejumlah indikator yang merefleksikan dinamika hasil-hasil dan dampak pembangunan pertanian dan perdesaan di wilayah agroekosistem lahan kering berbasis sayuran dan palawija khususnya di tingkat usahatani dan rumah tangga. Menghasilkan rekomendasi kebijakan peningkatan kesejahteraan rumahtangga petani lahan kering dengan basis komoditas palawija dan sayuran serta rumahtangga perdesaan umumnya. METODA PENELITIAN 3. Indikator pembangunan pertanian dan perdesaan yang dikaji terdiri dari indikator ekonomi dan indikator sosial dengan fokus sasaran adalah petani, usahatani dan wilayah perdesaan. Indikator-Indikator sosial ekonomi yang akan dikaji terkait dengan aspek: (a) pola penguasaan lahan, (b) ketenagakerjaan, (d) pendapatan, (e) kemiskinan, (f) pengeluaran dan konsumsi, (g) adopsi teknologi, (h) kelembagaan penguasaan lahan, (i) kelembagaan pemasaran hasil, serta (i) kondisi umum perdesaan 4. Penelitian tahun 2011 merupakan resurvei dari penelitian 2008, oleh karena lokasi dan responden yang diteliti adalah sama, lokasi penelitian yang mewakili agroekosistem lahan kering berbasis sayuran dan palawija ini dilakukan di 5 provinsi meliputi 12 desa. Provinsi-provinsi tersebut adalah Lampung, Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat. 5. Data dan informasi rumahtangga dikumpulkan melalui wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif kuantitatif dalam bentuk tabel-tabel dan statistik probabilistik disesuaikan dengan topik yang dianalisis. HASIL PENELITIAN Dinamika Penguasaan Lahan 6. Dalam periode , terjadi pergeseran pola penguasaan lahan. Hasil penelitian PATANAS tahun 2008 rataan kepemilikan lahan perkebunan adalah seluas 0.33 ha/kk, sedangkan pada penelitian tahun 2011 lahan perkebunan tersebut meningkat menjadi rata-rata seluas 0,71 ha/kk. Implikasinya bahwa luas garapan tegalan maupun luas kepemilikan lahan tegalan menjadi berkurang. ix

3 7. Hasil analisis Gini Index terhadap luas penguasaan dan garapan lahan di Desa Baleanging menunjukkan bahwa nilainya lebih kecil dibanding pada luas garapan yaitu masing-masing 0,40 dan 0,43, yang berarti luas garapan lebih timpang distribusinya dibanding pada luas penguasaan. Kasus di Desa Catur Karya Bumi Jaya menunjukkan bahwa nilai Gini Index luas penguasaan dan garapan lahan relatif sama masing-masing 0,46 dan 0,467, ini berarti distribusinya termasuk kategori ketimpangan sedang. Kasus di Desa Tlogosari nilai Gini Index terhadap luas penguasaan dan garapan lahan juga hampir sama masing-masing 0,57 dan 0,57, artinya distribusinya lebih timpang dibanding di desa Catur Karya Bumi Jaya, namun masih termasuk kedalam kategori sedang. 8.. Keragaan polarisasi kepemilikan lahan maupun penguasaan lahan terutama desa-desa berbasis palawija pada umumnya masih dalam kondisi ketimpangan ringan sampai sedang. Hal ini ditunjukkan oleh besarnya nilai Index Gini di desadesa berbasis palawija adalah 0,51 untuk luas penguasaan lahan dan 0,52 untuk luas garapan lahan. Ini berarti bahwa polarisasi luas garapan lebih timpang dibanding luas penguasaan lahan, namun keduanya termasuk ke dalam kategori ketimpangan sedang. Sementara untuk desa dengan basis komoditas utama ubikayu yaitu Desa Catur Karya Bumi Jaya dan Tlogosari, bahwa distribusi luas panguasaan dan luas garapan di desa ubikayu di Jawa lebih tidak merata dibanding di luar Jawa. Secara rata-rata, Gini Index luas penguasaan dan luas garapan di 2 desa ubikayu hampir sama, yaitu masing-masing 0,52 dan 0,52, yang berarti termasuk ke dalam kategori ketimpangan sedang. 9. Rataan nilai Gini Index di desa-desa berbasis sayuran adalah 0,64 untuk luas penguasaan lahan dan 0,65 untuk luas garapan lahan. Kondisi yang demikian berarti bahwa distribusi luas garapan lahan sedikit lebih timpang dibanding pada luas penguasaan lahan, namun keduanya termasuk ke dalam kategori ketimpangan sedang. Koefisien variasi Gini Index untuk luas penguasaan dan luas garapan lahan masing-masing adalah 26,16% dan 27,25%, yang berarti bahwa Gini Index luas garapan lebih bervariasi dibanding pada luas penguasaan lahan. Jika dibandingkan dengan desa-desa berbasis palawija, desa-desa berbasis sayuran mempunyai rata-rata Gini Index lebih besar, baik luas penguasaan maupun luas garapan lahan. 10. Hasil analisa besarnya nilai Gini Index terhadap kepemilikan lahan di 12 desa contoh menunjukkan bahwa secara rata-rata untuk kasus di desa-desa berbasis komoditas palawija menunjukkan bahwa besarnya nilai Gini Index adalah 0,40. Sementara untuk desa-desa berbasis sayuran adalah sebesar Dilihat dari besarnya angka Gini Indek kepemilikan lahan tersebut, dapat dikatakan bahwa secara umum ketimpangan kepemilikan lahan baik lahan-lahan didesa-desa berbasis palawija maupun desa-desa berbasis sayuran dapat dikatakan tingkat ketimpangannya rendah. Tenaga Kerja dan Kelembagaan Sistem Upah 11. Komposisi tenaga kerja di pedesaan lahan kering yang berbasis palawija dan komoditas sayuran pada tahun 2011, sebagian besar merupakan tenaga kerja yang potensial diatas umur 15 tahun sebesar 72,4 persen dan 27,6 persen terdiri dari penduduk dibawah 15 tahun, dengan rata-rata jumlah anggota rumahtangga 4,1 jiwa per rumahtangga. Tingkat partisipasi angkatan kerja di pedesaan berbasis komoditas palawija lebih tinggi (82%) dibanding dengan desa berbasis komoditas sayuran (74%), sedangkan tingkat pengangguran yang relatif sama (15%). Di antara desa yang mempunyai tingkat partisipasi yang tinggi dan tingkat pengangguran yang rendah berturut-turut adalah Desa Bumiayu, dan Desa Resongo, sedangkan untuk desa berbasis sayuran adalah Desa Marga Kaya dan x

4 Karang Tengah. Hal ini karena desa-desa tersebut mempunyai aksesibiltas yang tinggi, fasilitas transportasi dan komunikasi yang baik. 12. Tingkat pendidikan penduduk di pedesaan secara agregat masih didominasi oleh pendidikan tamat SD kebawah. Kondisi ini sama halnya dengan jumlah angkatan kerja yang bekerja dipedesaan pada kedua basis komoditas palawija dan sayuran, secara agregrat sebanyak 66 persen dari jumlah seluruh angkatan kerja. Pada jenjang pendidikan SMP keatas, di desa berbasis sayuran lebih tinggi (29%) dibandingkan dengan desa berbais palawija (26%). 13. Angkatan kerja yang bekerja, secara umum adalah angkatan kerja yang berusia 15 tahun keatas yang seminggu terakhir sedang bekerja dan termasuk dalam usia produktif. Pengelompokan angkatan menurut rangking sepuluh tahunan dan pekerjaan menurut sektor, menunjukan bahwa usia 45 kebawah yang bekerja disektor pertanian sebesar 45 persen dari total angkatan kerja. Sementara itu, angkatan kerja produktif pada usia 45 tahun kebawah, di desa berbasis sayuran lebih besar (45%) dibanding pada basis komoditas palawija (41%). Besarnya penyerapan angkatan kerja pada usia produktif 45 tahun kebawah di sektor pertanian, diharapkan mampu menunjang pembangunan pertanian dengan konsekuensi diperlukan kebijakan melalui berbagai program yang mengarah pada pengembangan industri pertanian yang selaras dengan perkembangan industri di luar pertanian sebagai alternatif penampung tenaga kerja yang produktif. 14. Pengelompokan angkatan kerja menurut pendidikan, yang terbanyak adalah angkatan kerja yang berpendidikan SD tamat kebawah (41%), sedangkan jumlah angkatan kerja lainnya menyebar kependidikan yang lebih tinggi hingga ke perguruan tinggi (37%). Besarnya jumlah tenaga kerja yang berpendidikan SD kebawah adalah merupakan potensi sumber daya manusia (SDM) yang perlu ditingkatkan melalui berbagai program peningkatan kualitas didalam menunjang pembangunan pertanian. 15. Kegiatan migrasi angkatan kerja yang bekerja sejumlah 14 persen dari jumlah angkatan kerja yang bekerja. Umumnya para migran lebih banyak melakukan migrasi dengan cara komutasi (26.7%), sirkulasi (27.7%), dan migrasi tetap (13.7%). Jumlah migran menurut tingkat pendidikan berturut-turut ádalah tamat SD kebawah (51.1%), kemudian tidak tamat dan tamat SMP (29.1%) dan tidak tamat dan tamat SMA (15.6%) dan tamatan Diploma/perguruan tinggi sebesar 2.6 %. Besarnya jumlah migran dengan tingkat pendidikan SD kebawah, nampaknya kurang dapat berkompetisi dengan angkatan kerja yang berpendidikan tinggi, yang akhirnya akan mengisi peluang kesempatan kerja yang sama dengan yang mungkin diperoleh di daerah asalnya. 16. Sumber matapencaharian migran yang utama adalah diluar sektor pertanian, diantaranya adalah pekerja jasa (6%), pekerja bangunan (26%), dagang (19.5%) dan buruh bangunan (14.3%), sedangkan usaha di sektor pertanian dibawah 1 persen. Sekitar 21 persen migran dari desa Ngelo bekerja sebagai buruh bangunan, desa Balleanging ada 6 persen bekerja dibidang usaha pertanian. Penerapan Teknologi Pertanian 17. Pola tanam yang diterapkan di wilayah agroekosistem lahan kering berbasis komoditas palawija (jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu), baik pada periode tanam tahun 2008 maupun tahun 2011 pada umumnya adalah palawijapalawija-bera atau memiliki Intensitas Pertanaman (IP) sebesar 200. Kecuali pada desa berbasis komoditas ubi kayu sebagian besar IP-100. Sedangkan pada xi

5 wilayah desa berbasis komoditas sayuran (kentang dan kubis), umumnya memiliki IP-300, baik pada periode tahun 2008 maupun Persentase petani pengguna benih berlabel di wilayah desa berbasis palawija, kecenderungannya masih rendah yaitu pada jagung sebesar 27,6 persen dan kedelai 13,1 persen pada masa tanam tahun Untuk kacang tanah dan ubi kayu, baik 2008 maupun 2011 tidak memakai benih berlabel. Untuk wilayah komoditas sayuran, khususnya kubis yang memakai benih berlabel yaitu sebesar 49,2 persen, sedangkan pada kentang hanya 7,6 persen. Kondisi ini mencerminkan bahwa penggunaan benih dari hasil produksi sendiri masih dominan diterapkan petani. 19. Dasar yang menjadi penetapan dosis pemupukan pada usahatani palawija dan sayuran, baik pada masa tahun 2008 maupun 2011 hampir semua petani mengacu kepada hasil pengalaman petani. Kondisi ini menunjukkan bahwa keberadaan penyuluh di wilayah berbasis palawija dan sayuran sangat terbatas. 20. Analisis struktur biaya usahatani palawija (jagung, kedelai, kacang tanah dan ubi kayu) baik pada masa tanam tahun 2008 maupun 2011, komponen terbesar adalah untuk pengadaan biaya tenaga kerja yaitu persen (tahun 2008) dan persen (tahun 2011). Kondisi ini sama terjadi pada usahatani kubis yaitu 48 persen pada tahun 2008 menjadi 23 persen pada tahun Sementara pada usahatani kentang, komponen terbesar adalah untuk pengadaan benih sebesar 56 persen (tahun 2011) dan 42 persen pada tahun Kondisi ini mencerminkan bahwa benih merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap keberhasilan usahatani kentang. 21. Tingkat produktivitas pada komoditas palawija pada tahun 2011 terjadi penurunan dibandingkan produktivitas tahun 2008, kecuali pada ubi kayu. Dengan kondisi tersebut, maka nilai imbangan biaya dan pendapatan (R/C) untuk komoditas jagung, kedelai dan kacang tanah mengalami penurunan dibanding nilai R/C tahun Pada komoditas sayuran kentang dan kubis, baik produktivitas maupun nilai R/C pada tahun 2011 lebih tinggi dibanding tahun 2008, sehingga tingkat profitabilitasnya juga meningkat secara nyata. Pendapatan Rumahtangga Perdesaan 22. Selama kurun waktu terjadi perubahan besarnya jumlah sumber pendapatan pada rumahtangga petani. Jika Pada tahun 2008 rumahtangga petani dengan jumlah sumber pendapatan 4 rata rata sekitar 11.48%, namun pada tahun 2011 telah mencapai 27.58%. Hal ini terlihat bahwa kontribusi dari sektor pertanian masih mendominasi dibanding sektor non pertanian, namun secara agregat kontribusi sektor pertanian turun dari 77.58% tahun 2008 menjadi 58.47% pada tahun Periode secara agregat distribusi pendapatan total rumahtangga petani lahan kering/tegalan cenderung semakin timpang. Hasil analisis dengan menggunakan konsep Bank Dunia dengan metode gini indeks pada tahun 2011 distribusi pendapatan rumahtangga perdesaan secara keseluruhan berada pada ketimpangan berat (gini indeks > 0.5). Ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga ini lebih timpang dibanding tahun Artinya pada tahun 2008 ketimpangan distribusi pendapatan rumahtangga berada pada gini indeks 0.53, dan pada tahun 2011 gini indeks berada pada xii

6 Kemiskinan Rumahtangga 24. Secara agregat, dibandingkan dengan tingkat kemiskinan di tingkat nasional yang besarannya tahun 2010 mencapai 13.3 %, nampak bahwa tingkat kemiskinan di desa Patanas berbasis lahan kering menurun cukup drastis dari 26,5% pada tahun 2008 menjadi 7,9% pada tahun Hal ini dimungkinkan oleh besarnya angka pengeluaran (sebagai proksi pendapatan rumah tangga), dengan memperhitungkan pengeluaran untuk keperluan keperluan sosial, ini telah menjadi beban masyarakat a9khususnya bagi masyarakat miskin), dan nilainya dapat melebihi nilai pengeluaran untuk memenuhi kebutuhan non pangan. 25. Dinamika ekonomi pertanian di pedesaan menunjukkan bahwa sektor pertanian (basis palawija dan sayuran) masih merupakan kegiatan utama dan sumber utama pendapatan rumah tangga. Kegiatan non pertanian informal mulai berkembang, namun dalam jangka pendek belum dapat dijadikan andalan untuk menopang kehidupan ekonomi rumah tangga pedesaan. Kegiatan dengan kecenderungan yang cukup meningkat belakangan ini adalah kegiatan migrasi ke luar desa, khususnya ke kota-kota besar di Jawa, atau mencari kesempatan kerja di luar Jawa. Kesempatan kerja yang mampu diakses oleh tenaga kerja migran ini adalah kegiatan informal seperti pembantu rumah tangga, sektor konstruksi (tukang bangunan/buruh bangunan) dan jasa informal lainnya. Pengeluaran dan Konsumsi 26. Dinamika pangsa pengeluaran pangan antara tahun 2008 dan 2011, secara agregat mengalami peningkatan. Peningkatan pangsa pengeluaran pangan tersebut mengindikasikan terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan. Pada tahun 2008 pangsa pengeluaran pangan di wilayah lahan kering berbasis sayuran jauh lebih baik dibadingkan di wilayah yang berbasis palawija, sebaliknya selama tiga tahun kondisi kesejahteraan di wilayah berbasis palawija cenderung menurun. 27. Tingkat partisipasi konsumsi beras di lokasi contoh mencapai 100 persen, indikasi ini menunjukkan bahwa beras merupakan pangan pokok tunggal. Pangan pokok jagung masih dijumpai di Desa Resongo (Jawa Timur) dan Desa Balleanging (Sulawesi Selatan) jagung yang dikonsumsi sebagian besar berasal dari hasil produksi sendiri. Di Desa Resongo tingkat partisipasi konsumsi jagung masih relatif tinggi (68 %) walaupun terjadi penurunan sekitar 30 persen dibanding kondisi 2008, sementara di Balleanging penurunannya sangat signifikan pada tahun 2011 partisipasi konsumsi jagung hanya mencapai 36 persen, sedangkan pada tahun 2008 mencapai 100 persen. 28. Secara agregat rata-rata tingkat energi adalah 1958 Kkal, besarnya energi tersebut lebih rendah dari kecukupan yang dianjurkan. Dinamika tingkat konsumsi energi dan protein rumahtangga tahun secara agregat menurun. Konsumsi energi rata-rata dibawah standar kecukupan, sedangan konsumsi protein sudah di atas rata-rata standar kecukupan. Implikasinya perlu peningkatan konsumsi pangan baik secara kuantitas maupun kualitas terutama untuk mencukupi kebutuhan energi rumahtangga. 29. Hasil analisis data 2011 menunjukkan bahwa rata-rata tingkat konsumsi energi adalah 1910 Kkal, besarnya energi tersebut lebih rendah dari kecukupan yang dianjurkan menurut WNPG VIII Tahun 2004 tingkat kecukupan anergi yang dianjurkan adalah 2000 Kkal. Bila dibandingkan dengan tingkat energi antara wilayah berbasis palawija dan sayuran, maka wilayah berbasis sayuran kondisinya lebih baik dan berada di atas rata-rata AKG tingkat nasional. Demikian halnya untuk tingkat konsumsi protein, di wilayah sayuran kondisinya lebih baik xiii

7 (rata-rata di atas AKG). Bila kecukupan energi dan protein dijadikan indikator tingkat kesejahteraan, maka tingkat kesejahteraan di wilayah berbasis sayuran lebih baik dibanding dengan di wilayah berbasis palawija, ini sejalan dengan indikator pangsa pengeluaran. 30. Hasil analisis skor PPH secara agregat mencapai 79.5 persen, di wilayah berbasis palawija (78.9) relatif lebih rendah dibanding di wilayah basis sayuran (81.1) dibanding dengan kondisi nasional ini lebih baik, hal ini mengindikasikan bahwa kualitas atau keragaman pangan yang dikonsumsi cukup baik namun demikian masih belum seimbang terutama untuk pangan padi-padian masih melebihi standar yang dianjurkan dilain pihak pangan ubi-ubian masih dibawah standar yang dianjurkan. Nilai Tukar Petani 31. Hasil analisis menunjukkan bahwa R/C rasio yang dihasilkan dari budidaya komoditas ubikayu di desa Telogosari selama periode mengalami pergeseran positif, pada tahun 2008 R/C = 3,5 meningkat menjadi 4.04 (2011). Peningkatan R/C rasio tersebut mengindikasikan adanya perkembangan surplus yang lebih baik. Sementara kasus di Desa Catur Karya Buana Jaya menunjukkan bahwa perkembangan budidaya ubikayu dilihat dari cakupan luasan wilayah pengembangan, selama periode yang sama ( ) justru mengalami penurunan tajam. Namun dari sisi R/C meningkat Tahun menjadi 6.7 (2011). Sementara untuk Untuk pengembangan komoditas palawija lainnya khususnya kedelai menunjukkan bahwa besarnya nilai tukar hasil budidaya komoditas tersebut terhadap saprodi adalah sebesar 8, Hasil analisis Nilai Tukar hasil usahatani komoditas sayuran khususnya kentang relatif rendah yaitu 0,27 di Desa Karangtengah dan 0,41 di Desa Margamulya. Rendahnya nilai tukar hasil tersebut dipengaruhi oleh tingginya biaya bibit, pupuk dan obat-obatan. Dimana dengan tingginya ketiga jenis masukan produksi tersebut menyebabkan Nilai Tukar hasil komoditas kentang menjadi lemah. Sementara dilihat besarnya Nilai Tukar budidaya kobis terhadap biaya saprodi di kedua desa contoh juga masih rendah. Artinya dari pendapatan yang dihasilkan dari usahatani kobis belum mampu memberikan pendapatan yang memuaskan, kondisi ini terutama karena harga kobis sangat rendah (sekitar Rp 300,00/.Kg). Besarnya angka Nilai Tukar hasil budidaya kobis terhadap sarana produksi yang harus dikeluarkan oleh petani-petani di Desa Baroko 0,55 dan petani di Desa Bendosari hanya Hal ini menunjukkan bahwa budidaya kobis di kedua desa contoh tersebut juga belum memuaskan. Kelembagaan Agribisnis 33. Persepsi responden terhadap ketersediaan saprodi di wilayah basis palawija berkisar persen menyatakan saprodi tersedia di wilayah masing-masing, sedangkan di wilayah berbasis sayuran persen. Namun demikian ketidak tersediaan saprodi tersebut tidak selalu mencerminkan kecukupan saprodi yang dibutuhkan, karena biasanya petani berusaha mencari atau membeli ke luar desa. Secara umum persepsi responden yang menyatakan kebutuhan saprodi tidak cukup berkisar persen di wilayah basis palawija, sedangkan di wilayah dengan komoditas sayuran berkisar 15.8 persen (Desa Baroko) sampai 56 persen (Desa Bendosari). 34. Dari hasil kajian di lapang menunjukkan bahwa ketersediaan dan akses teknologi usahatani baik komoditas palawija maupun sayuran dalam keadaan stagnan, xiv

8 dimana petani memperolehnya dari sesama petani di dalam desa (petani maju), tanpa ada keterlibatan PPL. Dari kondisi ini nampak bahwa peran Kelompok Tani di masa yang akan datang adalah sangat menentukan dalam mendorong ketersediaan dan akses teknologi dan sarana produksi utama yang dibutuhkan petani. Kelompok Tani/Gapoktan dapat meminta kehadiran PPL untuk dapat memfasilitasi informasi tebarukan pengembangan usahatani, dan Gapoktan juga dapat mengupayakan program terkait dengan pembiayaan agribisnis (PUAP misalnnya), sehingga dapat memfasilitasi petani terkait dengan intesifikasi usahatani komoditi yang diusahakan petani. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan 35. Selama periode tiga tahun terakhir , pergeseran-pergeseran penguasaan lahan baik lahan milik maupun lahan non milik tetap terus berjalan, baik di wilayah berbasis palawija maupun sayuran. Proses penyerapan penguasaan lahan kearah petani-petani skala besar, berarti kedepan polarisasi penguasaan lahan akan cenderung semakin membesar dan mengelompok pada petani-petani tertentu yang bermodal kuat, walaupun keragaan saat ini masih menunjukkan ketimpangan pada level sedang. 36. Pola penguasaan dan garapan lahan pada desa-desa palawija maupun sayuran mengindikasi kearah yang lebih merata baik dari sisi penguasaan maupun garapan. Artinya ketimpangan kepemilikan lahan baik lahan-lahan didesa-desa berbasis palawija maupun desa-desa berbasis sayuran dapat dikatakan tingkat ketimpangannya rendah sampai sedang. 37. Tingkat partisipasi angkatan kerja di pedesaan berbasis komoditas palawija lebih tinggi dibanding dengan desa berbasis komoditas sayuran, sedangkan tingkat pengangguran yang relatif sama. 38. Adopsi teknologi di usahatani palawija masih relatif belum intensif terutama untuk budidaya ubikayu. Tingkat produktivitas pada komoditas palawija pada tahun 2011 terjadi penurunan dibandingkan produktivitas tahun 2008, kecuali pada ubi kayu demikian halnya untuk profitabilitas komoditas tersebut. 39. Dinamika pendapatan rumahtangga petani selama periode secara total mengalami peningkatan, kecuali desa Resongo yang mengalami penurunan Namun secara keseluruhan pada tahun 2011 sumbangan sektor pertanian di perdesaan kondisinya mengalami penurunan dan masih lebih baik kondisi pada tahun Hal ini terlihat besarnya kontribusi sektor pertanian dibeberapa desa ( 5 desa contoh) pada tahun 2011 menurun. Distribusi pendapatan pertanian ditunjukkan melalui gini indeks cenderung meningkat. 40. Pangsa pengeluaran cenderung meningkat selama kurun waktu , indikasi tingkat kesejahteraan menurun. Tingkat konsumsi energi protein secara agregat masih dibawah AKG, demikian halnya untuk skor PPH masih lebih rendah pangsa energi masih didominasi oleh pangan serealia. 41. Secara nilai tukar komoditas palawija dan sayuran cenderung menurun, kecuali untuk ubi kayu. Demikian juga tingkat provitabilitas untuk komoditas palawija dan sayuran yang diteliti. 42. Secara agregat pada periode tingkat kemiskinan di desa-desa contoh menurun. Dinamika ekonomi pertanian di pedesaan menunjukkan bahwa sektor pertanian (basis palawija dan sayuran) masih merupakan kegiatan utama dan sumber utama pendapatan rumah tangga. xv

9 43. Ketersediaan dan akses teknologi usahatani baik komoditas palawija maupun sayuran dalam keadaan stagnan, dimana petani memperolehnya dari sesama petani di dalam desa (petani maju), tanpa ada keterlibatan PPL. Dari kondisi ini nampak bahwa peran Kelompok Tani di masa yang akan datang adalah sangat menentukan dalam mendorong ketersediaan dan akses teknologi dan sarana produksi utama yang dibutuhkan petani Implikasi Kebijakan 44. Untuk perbaikan distribusi lahan perlu didukung berbagai kebijakan seperti kebijakan reforma agraria, baik di wilayah berbasis palawija maupun sayuran. Kebijakan memanfaatkan lahan terlantar, dapat dipertimbangkan termasuk pengaturannya, demikian halnya dalam pengusahaan lahan di sekitar hutan negara perlu peraturan yang baku dan jelas untuk kesejahteraan masyarakat sekitar. 45. Agar terjadi diversifikasi pendapatan dan mengurangi ketimpangan pendapatan rumahtangga perlu memperbesar kesempatan kerja di sektor luar pertanian misalnya dengan pengembangan industri pedesaan. 46. Tingkat konsumsi pangan dilihat dari tingkat konsumsi energi dan protein masih perlu ditingkatkan, mengingat skor PPH masih rendah perlu ditingkatkan. Beberapa hal yang berpeluang untuk ditambahkan dalam konsumsi adalah untuk kelompok sayur dan buah, sebenarnya untuk meningkatkan konsumsi sayuran lebih mudah karena kelompok pangan tersebut relatif mudah karena dari sisi harga relatif terjangkau. Selain itu untuk memperbaiki pola konsumsi bisa dengan meningktakan konsumsi pangan umbi-umbian, karena pangan lokal ini lebih mudah diusahakan dan relatif terjangkau harganya. 47. Terkait dengan penentuan kemiskinan, masih dibutuhkan jalan panjang untuk pengentasannya. Beberapa kebijakan antisipatif atau jalan keluar yang perlu dipertimbang, diantaranya adalah ; 1) peningkatan efektivitas dan sinergi berbagai program pengentasan kemiskinan yang ada; 2) peningkatan kinerja dan revitalisasi usahatani palawija dan sayuran menjadi kegiatan agribisnis/ agroindustri yang mampu mendorong pertumbuhan dan pemerataan pembangunan ekonomi di desa; 3) memperluas/menumbuh-kembangkan dan merevitalisasi kegiatan informal non pertanian di desa penelitian; 4) mendorong mobilisasi tenaga kerja ke luar desa dan integrasi ekonomi desa kota. xvi

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2010 INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI DAN USAHATANI PADI Oleh : Sri Hery Susilowati Budiman Hutabarat Muchjidin Rachmat Adreng

Lebih terperinci

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166

INDEKS. biofuel 63, ceteris paribus 164 constant return to scale 156, 166 INDEKS A adopsi teknologi 94, 100, 106, 111, 130, 171, 177 agregat 289, 295, 296, 301, 308, 309, 311, 313 agribisnis 112, 130, 214, 307, 308, 315, 318 agroekosistem 32, 34, 35, 42, 43, 52, 55, 56, 57,

Lebih terperinci

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem

Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem PSE-KP/2015 LAPORAN AKHIR Dinamika Sosial Ekonomi Perdesaan dan Faktor- Faktor yang Mempengaruhinya pada Berbagai Agroekosistem 2007-2015 Sri Hery Susilowati I Wayan Rusastra Supriyati Erma Suryani Tribastuti

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN DI WILAYAH AGROEKOSISTEM LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) : INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Oleh : Sri Hery Susilowati Prajogo Utomo Hadi Sugiarto Supriyati Wahyuning Kusuma Sejati

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM ARAH PERUBAHAN PENGUASAAN LAHAN DAN TENAGA KERJA PERTANIAN Oleh : Sri H. Susilowati

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana

PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH. Saptana PANEL PETANI NASIONAL (Patanas): DINAMIKA INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PERDESAAN PADA AGROEKOSISTEM LAHAN SAWAH Saptana Pendahuluan 1. Pencapaian swasembada pangan telah menjadi kebijakan dan target

Lebih terperinci

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG

POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG POTENSI LAHAN PERTANIAN BAGI PENGEMBANGAN PALAWIJA DI LAMPUNG Oleh: Muchjidin Rachmat*) Abstrak Tulisan ini melihat potensi lahan, pengusahaan dan kendala pengembangan palawija di propinsi Lampung. Potensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN*

DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN DI SULAWESI SELATAN* Oleh : Chaerul Saleh DISTRIBUSI PEMILIKAN DAN PENGUSAHAAN LAHAN PERTANIAN Dalam pemilikan lahan pertanian memperlihatkan kecenderungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen

Lebih terperinci

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Panel Petani Nasional (PATANAS): Analisis Indikator Pembangunan Pertanian dan Pedesaan Oleh: Bambang Irawan Pantjar Simatupang Sugiarto Supadi Julia F. Sinuraya Tri Bastuti Sunarsih Muahammad Iqbal Valeriana

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian adalah bagian dari pembangunan ekonomi yang berupaya dalam mempertahankan peran dan kontribusi yang besar dari sektor pertanian terhadap pembangunan

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut:

VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: VIII. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 8.1. Kesimpulan Penelitian menyimpulkan sebagai berikut: 1. Usahatani padi organik masih sangat sedikit dilakukan oleh petani, dimana usia petani padi organik 51

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 STUDI KEBIJAKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAU JAWA Oleh : Bambang Irawan Adreng Purwoto Frans B.M. Dabukke Djoko Trijono PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tujuan pembangunan nasional adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila. Pembangunan merupakan salah satu cara untuk mencapai keadaan tersebut,

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar

I. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian

Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Dinamika Sosial Ekonomi Pedesaan: Analisis Perbandingan Antar Sensus Pertanian Oleh : Erna Maria Lokollo I Wayan Rusastra Handewi P. Saliem Supriyati Supena Friyatno Gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman, Indonesia merupakan bagian dari negara berkembang yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang melimpah dan terus mengupayakan pembangunan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia

I. PENDAHULUAN. terlihat dari peranan sektor pertanian dalam penyediaan lapangan kerja, penyedia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor penting dalam menopang kehidupan masyarakat Indonesia karena berperan dalam pembangunan nasional. Hal ini terlihat dari peranan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI JANUARI 2011 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,55 PERSEN No. 04/02/Th. XIV, 1 Februari 2011 Pada bulan Januari 2011, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Palawija dan hortikultura merupakan bagian dari tanaman pertanian yang memegang peranan penting bagi keberlangsungan hidup masyarakat dan khususnya para petani. Pada

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita

PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita PENGEMBANGAN KAWASAN RUMAH PANGAN LESTARI (KRPL) Bunaiyah Honorita Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Bengkulu Jl. Irian Km. 6,5 Bengkulu 38119 PENDAHULUAN Hingga saat ini, upaya mewujudkan ketahanan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN

LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN LAPORAN AKHIR ANALISIS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI BERBASIS PANGAN LOKAL DALAM MENINGKATKAN KEANEKARAGAMAN PANGAN DAN PENGEMBANGAN EKONOMI PEDESAAN Oleh : Bambang Sayaka Mewa Ariani Masdjidin Siregar Herman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis

KE-2) Oleh: Supadi Valeriana Darwis LAPORAN AKHIR TA. 2013 STUDI KEBIJA AKAN AKSELERASI PERTUMBUHAN PRODUKSI PADI DI LUAR PULAUU JAWAA (TAHUN KE-2) Oleh: Bambang Irawan Gatoet Sroe Hardono Adreng Purwoto Supadi Valeriana Darwis Nono Sutrisno

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH

CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH CIRI-CIRI RUMAH TANGGA DEFISIT ENERGI DI PEDESAAN JAWA TENGAH Oleh: Achmad Djauhari dan Supena Friyatno*) Abstrak Kelompok rumah tangga adalah sasaran utama dalam program peningkatan dan perbaikan tingkat

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 25/05/73/Th. XI, 2 Mei 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN APRIL SEBESAR 100,11 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan April sebesar

Lebih terperinci

Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia. Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland

Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia. Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 14 (1): 1-14 ISSN 1410-5020 Dinamika Ketenagakerjaan pada Wilayah Pedesaan Lahan Kering di Indonesia Employment Dynamics in Rural Areas in Indonesia Dryland Bambang

Lebih terperinci

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN

PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS): ANALISIS INDIKATOR PEMBANGUNAN PERTANIAN DAN PEDESAAN Tim: Bambang Irawan Sugiarto Supadi Julia Forcina Sinuraya Reni Kustiari Mewa Ariani Tri Bastuti Sunarsih Prajogo

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong

I. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Lampung Selatan 1. Keadaan Geografi Wilayah Kabupaten Lampung Selatan terletak antara 105,14 sampai dengan 105,45 Bujur Timur dan 5,15 sampai

Lebih terperinci

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA

TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA TINGKAT PENERAPAN DIVERSIFIKASI USAHATANI DAN PENGARUHNYA TERHADAP PENDAPATAN DAN PENYERAPAN TENAGA KERJA Oleh: Muchjidin Rachmat dan Budiman Hutabarat') Abstrak Tulisan ini ingin melihat tingkat diversifikasi

Lebih terperinci

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor)

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun (dalam ton Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (impor) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 16/03/73/Th. XI, 1 Maret 5 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI SEBESAR 101,41 PERSEN NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Februari

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI

V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 54 V. KONDISI WILAYAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK PERILAKU RUMAHTANGGA PETANI 5. by Kondisi Umum Wilayah Penelitian 5. Kondisi Geografis Wilayah Penelitian Wilayah Kecamatan Sadang memiliki luas 5.7212,8

Lebih terperinci

DINAMIKA PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADA TIPE DESA BERBASIS PADI SAWAH, PALAWIJA, DAN SAYURAN

DINAMIKA PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADA TIPE DESA BERBASIS PADI SAWAH, PALAWIJA, DAN SAYURAN DINAMIKA PENERAPAN TEKNOLOGI PERTANIAN PADA TIPE DESA BERBASIS PADI SAWAH, PALAWIJA, DAN SAYURAN Bambang Irawan dan Ening Ariningsih PENDAHULUAN Dengan luas penguasaan lahan yang relatif sempit penerapan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Letak dan Keadaan Geografi Daerah Penelitian Desa Perbawati merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Batas-batas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 04/01/73/Th. VIII, 1 Januari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN DESEMBER 2013 SEBESAR 104,95 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA

KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA KELEMBAGAAN AGRIBISNIS PADA BERBAGAI TIPE DESA Bambang Irawan dan Sri Hastuti Suhartini PENDAHULUAN Kelembagaan memiliki pengertian yang sangat luas. Kelembagaan dapat diartikan sebagai aturan main yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan yang dilakukan di negara-negara dunia ketiga masih menitikberatkan pada sektor pertanian. Di Indonesia sektor pertanian memiliki peranan besar dalam menunjang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2006 ANALISIS PENGEMBANGAN MULTI USAHA RUMAH TANGGA PERTANIAN PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Dewa K. S. Swastika Herman Supriadi Kurnia Suci Indraningsih Juni Hestina Roosgandha

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN

NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR PERSEN No.02/09/72/Th. XII, 1 September 2009 NILAI TUKAR PETANI PROVINSI SULAWESI TENGAH JULI 2009 SEBESAR 98.92 PERSEN A. PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI *) Pada Bulan Juli 2009, NTP Provinsi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 09/02/72/Th. XVIII, 2 Februari 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Januari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 98,37 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Januari

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 37/07/73/Th. XI, 3 Juli PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JUNI SEBESAR 100,54 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Juni sebesar 100,54;

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 33/06/73/Th. XI, 2 Juni PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN MEI SEBESAR 100,41 NTP Gabungan Provinsi Sulawesi Selatan bulan Mei sebesar 100,41, terjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun

Gambar 2. Tingkat Produktivitas Tanaman Unggulan Kab. Garut Tahun V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Gambaran Umum Agroekonomi Kabupaten Garut Kabupaten Garut memiliki 42 kecamatan dengan luas wilayah administratif sebesar 306.519 ha. Sektor pertanian Kabupaten

Lebih terperinci

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO

NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017 DINAS KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA KABUPATEN SUKOHARJO NILAI TUKAR PETANI KABUPATEN SUKOHARJO TAHUN 2017

Lebih terperinci

BPS PROVINSI JAWA BARAT

BPS PROVINSI JAWA BARAT BPS PROVINSI JAWA BARAT No. 29/05/32/Th.XIX, 5 Mei 2017 KEADAAN KETENAGAKERJAAN PROVINSI JAWA BARAT FEBRUARI 2017 Angkatan kerja pada Februari 2017 sebanyak 22,64 juta orang, naik sekitar 0,46 juta orang

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT

STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT STRUKTUR DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN DI PEDESAAN SUMATERA BARAT Oleh: Mewa Arifin dan Yuni Marisa') Abstrak Membicarakan masalah kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung, berarti membicarakan distribusi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.

SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat. SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang

I. PENDAHULUAN. manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan hal yang sangat penting karena merupakan kebutuhan dasar manusia, sehingga kecukupan pangan bagi tiap orang setiap keputusan tentang subsidi pupuk merupakan

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI DESEMBER 2010 NILAI TUKAR PETANI SEBESAR 97,63 PERSEN No. 04/01/Th. XIV, 3 Januari 2011 Pada bulan Desember 2010, NTP Provinsi Sulawesi Tengah masing-masing subsektor tercatat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Nainggolan K. (2005), pertanian merupakan salah satu sektor yang sangat dominan dalam pendapatan masyarakat di Indonesia karena mayoritas penduduk Indonesia

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. sekitar 4 Km dari Kabupaten Gunungkidul dan berjarak 43 km, dari ibu kota IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Letak Geografis Desa Piyaman merupakan salah satu Desa dari total 14 Desa yang berada di Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunungkidul. Desa Piyaman berjarak sekitar

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI BPS PROVINSI SULAWESI SELATAN No. 09/02/73/Th. VIII, 3 Februari 2014 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN JANUARI 2014 SEBESAR 104,98 PERSEN. Penyajian Nilai Tukar Petani (NTP) untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kesimpulan Dari uraian dan berbagai temuan serta hasil pengkajian dari temuan lapang di Indramayu dan Pontianak tersebut, secara sederhana dapat disajikan beberapa simpulan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam melakukan kegiatan sehingga juga akan mempengaruhi banyaknya V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Keadaan Umum Responden 1. Umur Umur merupakan suatu ukuran lamanya hidup seseorang dalam satuan tahun. Umur akan berhubungan dengan kemampuan dan aktivitas seseorang dalam melakukan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 18/03/72/Th. XVIII, 2 Maret 2015 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI Selama Februari 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Sebesar 97,75 Persen Nilai Tukar Petani (NTP) Provinsi Sulawesi Tengah selama Februari

Lebih terperinci

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija

Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Jurnal Penelitian Pertanian Terapan Vol. 11 (1): 1-14 ISSN 1410-5020 Distribusi Ketenagakerjaan dan Tingkat Kesejahteraan Petani di Pedesaan Agroekosistem Lahan Kering Berbasis Komoditas Palawija Distribution

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan dibahas mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI

PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI No. 04/03/Th. XVI, 1 Maret 2013 PERKEMBANGAN NILAI TUKAR PETANI NILAI TUKAR PETANI BULAN FEBRUARI 2013 SEBESAR 97,22 PERSEN NTP Provinsi Sulawesi Tengah (NTP-Gabungan) bulan Februari 2013 sebesar 97,22

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu butir yang tercantum dalam pembangunan milenium (Millenium Development Goals) adalah menurunkan proporsi penduduk miskin dan kelaparan menjadi setengahnya antara tahun

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar

I. PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara beriklim tropis mempunyai potensi yang besar mengembangkan sektor pertanian. Sektor pertanian tetap menjadi tumpuan harapan tidak hanya dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG

PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG PERUBAHAN HARGA LAHAN DALAM KAITANNYA DENGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI PEDESAAN LAMPUNG Oleh: Aladin Nasution*) Abstrak Dalam pembangunan pertanian diperlukan empat faktor penggerak yaitu sumberdaya lahan,

Lebih terperinci

Pangan Nasional Tahun

Pangan Nasional Tahun Ketahanan Pangan Nasional Tahun 23Pembangunan 2000-2004 Pendahuluan Ketahanan pangan merupakan salah satu isu paling strategis dalam pembangunan suatu negara, terutama bagi negara berkembang seperti Indonesia

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Program Pembiayaan Pertanian Dalam upaya pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sektor pertanian telah dilaksanakan banyak program pembiayaan pertanian.

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci