DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU"

Transkripsi

1 DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : ADE SUSTIA NINGSIH BP PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015

2 DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH : ADE SUSTIA NINGSIH BP Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015

3 LAPORAN TUGAS AKHIR DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU Oleh : ADE SUSTIA NINGSIH BP Menyetujui : Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Dosen Pembimbing Ir. Setya Dharma, M.Si NIP Ir. Nelzi Fati, MP NIP Mengetahui, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Ir. Gusmalini, M.Si NIP

4 LAPORAN TUGAS AKHIR DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU Oleh : ADE SUSTIA NINGSIH BP Telah diuji dan dipertahankan didepan tim penguji Laporan Tugas Akhir Program StudiPeternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh pada tanggal 11Agustus 2015 TIM PENGUJI NO Nama Jabatan Tanda Tangan 1 Yurni Sari Amir, S.Pt, MP Ketua 2 Eva Yulia, S.Pt, M.Si Anggota 3 Ir. Nelzi Fati, MP Anggota

5 KATA PERSEMBAHAN Ya Rabbi Tanpa izin-mu takkan hamba dapatkan gelar ini Tanpa izin-mu takkan mampu hamba melewati semua ujian ini Tanpa cinta, kasih, dan sayang-mu takkan bisa hamba bertahan hingga detik ini Tanpa ilmu-mu takkan bisa hamba menjadi seorang yang berilmu Engkau Yang Maha Mengetahui Ya Rabbi Jangan pernah Engkau padamkan semangat hamba untuk berjuang dalam kebaikan Jangan pernah Engkau sesaatkan jalan hamba untuk menuntut ilmu dunia dan akhirat Jangan pernah Engkau jauhkan hamba dari cahayamu ketika dalam kegelapan Jangan pernah Engkau lemahkan hamba ketika jatuh Ya Rabbi Istiqmahkan hati hamba dalam pilihan yang baik Berikanlah rahmat, kasih sayang, kemudahan rezeki, kesejahteraan Dunia & Akhirat Kepada orang-orang yang telah membantu, membimbing, mendidik hamba ke jalan lurusmu Sayangilah orang-orang yang menyayangi dan mengasihi hamba Engkau Yang Mana Pengasih dan Penyanyang Aamiin Tiada daya upaya dan Kekuatan melainkan dengan pertolngan-mu Yang Maha Tinggi lagi Maha Mulia. Kupersembahkan sebuah karya kecil ini untuk Ayahanda dan Ibundaku tercinta, yang tiada pernah hentinya selama ini memberiku semangat, doa, dorongan, nasehat dan kasih sayang serta pengorbanan yang tak tergantikan hingga aku selalu kuat menjalani setiap rintangan yang ada didepanku.,, Ayah,.. Ibu...terimalah bukti kecil ini sebagai kado keseriusanku untuk membalas semua pengorbananmu.. dalam hidupmu demi hidupku kalian ikhlas mengorbankan segala perasaan tanpa kenal lelah, dalam lapar berjuang separuh nyawa hingga segalanya.. Maafkan anakmu Ayah,,, Ibu,, masih saja ananda menyusahkanmu.. Dalam silah di lima waktu mulai fajar terbit hingga terbenam.. seraya tangaku menadah.. ya Allah ya Rahman ya Rahim... Terimakasih telah kau tempatkan aku diantara kedua malaikatmu yang setiap waktu ikhlas menjagaku,, mendidikku,,membimbingku dengan baik,, ya Allah berikanlah balasan setimpal syurga firdaus untuk mereka dan jauhkanlah mereka nanti dari panasnya sengat hawa api neraka-mu.. Untukmu Papa (Zulkifli ),,,Ibu (Rosda Helti)...Terimakasih... we always loving you... ( ttd.anakmu)

6 Kepada adik-adikku yang sangat kusayangi Soraya Kifli, Sri Winda Kifli, dan Irfan Hadinata Kifli, terima kasih telah menjadi penyemangat dan sumber inspirasi, motivasi dan doa-doa yang selalu mengiringiku dalam menyelesaikan tugas ini. Besar harapan, kakak dapat menjadi contoh yang baik bagi kalian sehingga kalian mampu manjadi sosok yang jauh lebih baik dari kakak. Terimakasih kuucapkan Kepada teman-teman seperjuangan PETERNAKAN 012 Tanpamu teman aku tak pernah berarti,,tanpamu teman aku bukan siapasiapa yang takkan jadi apa-apa, buat saudara sekaligus sahabatku, mutiara, Anggun (juna), Rahmat (amaik), dari hati paling dalam kuucapakan terima kasih yang sebesar-besarnya karena telah menjadi bagian dari hidupku selama ini, Mohon maaf atas segala kesalahanku, love you all.. Untuk yang ku sayangi dan ku hormati para dosen Program Studi Peternakan dan yang teristimewa untuk dosen pembimbingku (Ir. Nelzi Fati, MP), terimakasih untuk semua nasehat, bimbingan dan ilmu yang telah ibu berikan, Semoga semua hal yang telah ibu usahakan dan korbankan, baik waktu, tenaga, serta ilmu yang diberikan kepadaku menjadi amal yang terus mengalir pahalanya. Yang terkasih dan tersayang Zikrullah Hamid, A.Md terimakasih telah hadir menghiasi hari-hari ku, telah menemani dalam suka maupun duka, serta memberikan support dan motivasi dalam menyelesaikan tugas akhir ini. makasih juga untuk semua perhatian, pengertian, dan kesabarannya selama ini ya aii.. Hanya sebuah karya kecil dan untaian kata-kata ini yang dapat kupersembahkan kepada kalian semua,,, Atas segala kekhilafan salah dan kekuranganku, kurendahkan hati serta diri menjabat tangan meminta beribu-ribu kata maaf tercurah. Ade Sustia Ningsih

7 DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU Oleh: Ade Sustia Ningsih Dibimbing oleh : Ir. Nelzi Fati, M.P Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh RINGKASAN Keberhasilan penetasan secara buatan tergantung pada banyak faktor, antara lain yaitu lama penyimpanan telur tetas, telur tetas, mesin tetas, dan manajemen penetasan. Telur tetas yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk ditetaskan seharusnya segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, namun karena keterbatasan kapasitas mesin dan jumlah produksi yang disesuaikan dengan jumlah permintaan maka sebagian telur disimpan dalam jangka waktu lama. Lama penyimpanan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan. Alat dan bahan yang digunakan adalah telur tetas strain Ross dengan umur penyimpanan 3, 7, dan 15 hari sebanyak 4 kereta setter pasreform. Metode pelaksanaan dalam pengambilan data adalah melakukan penerimaan dan pembongkaran HE, fumigasi HE, melakukan pemilihan HE dan penyimpanan dalam holding room, proses sett dan candling HE, proses preheat,inkubasi di dalam mesin setter, proses transfer HE dari mesin setter ke mesin hatcher, dan melakukan kegiatan pullchick. Parameter yang diamati adalah persentase daya tetas, Death in shell (DIS), dan telur busuk (explode). Berdasarkan hasil yang diperoleh, daya tetas teluryang paling tinggi adalah telur tetas yang umur penyimpanannya selama 3 hari yaitu dengan persentase daya tetasnya adalah 93,49%, sedangkan persentase daya tetas terendah adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 15 hari yaitu 86,23%. Persentase DIS dan telur busuk terbanyak adalah telur tetas umur penyimpanan 15 hari. Telur tetas yang disimpan selama 3 hari memiliki persentase daya tetas tertinggi dengan jumlah DIS dan telur busuk paling sedikit. Persentase daya tetas telur terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari yaitu86,23%. Jumlah DIS dan explodeterbanyak juga diperoleh dari telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari. Kata kunci: telur tetas, daya tetas, strain ross,

8 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin tingginya permintaan masyarakat terhadap ayam pedaging, maka perlu dilakukan suatu usaha untuk menghasilkan day old chick atau DOC yang berkualitas. Bibit ayam pedaging atau yang biasa dikenal dengan broiler berasal dari perusahaan pembibitan (breeding farm) yang ditetaskan di perusahaan penetasan (hatchery). Penetasan dapat dilakukan secara alami oleh induk ayam atau secara buatan dengan menggunakan mesin tetas. PT. Charoen Pokphand Jaya Farm unit Hatchery 1 Pekanbaru merupakan salah satu perusahaan yang bergerak dibidang penetasan yang menghasilkan DOC berkualitas yang didukung dengan mesin tetas otomatis berskala besar sehingga dapat menetaskan telur dalam jumlah banyak. Keberhasilan penetasan secara buatan tergantung pada banyak faktor, antara lain yaitu telur tetas, mesin tetas, manajemen penetasan, dan penyimpanan telur tetas. Telur tetas yang telah diseleksi dan memenuhi persyaratan untuk ditetaskan seharusnya segera dimasukkan ke dalam mesin tetas, namun karena keterbatasan kapasitas mesin dan jumlah produksi yang disesuaikan dengan jumlah permintaan, maka ada sebagian telur yang disimpan dalam jangka waktu lama. penyimpanan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan penetasan. Lama Menurut Blakely dan Bade (1991), bahwa meskipun pada kondisi optimum telur akan turun daya tetasnya bila periode penyimpanan sebelumnya lebih dari 7 hari. Penyimpanan telur tetas yang lama berakibat pada daya tetas yang rendah, kematian embrio, dan menyebabkan telur busuk atau explode. Telur yang

9 disimpan lebih lama akan mudah dimasuki oleh bakteri sehingga dapat merusak kualitas telur dan menghambat perkembangan embrio. Berdasarkan hal diatas maka dipilihlah judul tugas akhir ini yaitu Daya Tetas Telur Pada Umur Simpan Berbeda untuk melihat daya tetas DOC yang dihasilkan. 1.2 Tujuan Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui daya tetas telur, kematian embrio, dan telur busuk (explode) berdasarkan umur simpan telur yang berbeda di Hatchery 1 PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Pekanbaru. Manfaat yang dapat diperoleh dari Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa ini adalah dapat menambah pengalaman, meningkatkan keterampilan dan mengetahui langkah-langkah yang dilakukan pada saat penanganan pasca penetasan di hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru, mulai dari pengumpulan DOC sampai pengiriman sehingga lebih mudah bila mengaplikasikannya dalam dunia kerja.

10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penyimpanan telur tetas (Hatching Egg) Penyimpanan telur tetas dilakukan setelah penerimaan hatching egg (HE), semua HE disimpan di ruang penyimpanan atau yang biasa disebut dengan holding room yang bertujuan untuk menyimpan stok HE serta menghambat pertumbuhan embrio. Temperatur ruang penyimpanan HE yang kurang dari 7 hari adalah C dengan kelembaban 65-68%, sedangkan untuk HE yg berumur lebih dari 7 hari temperatur ruang penyimpanannya adalah C dengan kelembaban 75-80%. Dibawah batas tersebut embrio bisa mati dan di atas kisaran suhu tersebut embrio bisa berkembang dan menyebabkan penetasan yang lebih cepat (SOP Hatchery, 2015). Lama penyimpanan telur di holding room akan berpengaruh terhadap telur yang akan ditetaskan, baik itu terhadap daya tetasnya ataupun terhadap kualitas DOC yang dihasilkan. Telur yang semakin lama disimpan akan berpotensi terhadap tingginya persentase kematian embrio, dan telur yang busuk atau explode yang disebabkan oleh mikroba masuk ke dalam telur. Hal ini juga sejalan dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1994), bahwa penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), jika pada saat akan menetaskan telur ternyata mesin sudah penuh maka telur harus disimpan menunggu giliran untuk ditetaskan. Telur tidak boleh disimpan lebih dari satu minggu untuk mempertahankan daya tetasnya.

11 Beberapa hal yang harus diperhatikan untuk mempertahankan daya tetas telur selama penyimpanan sebagai berikut : 1. Temperatur penyimpanan. Apabila telur tetas harus disimpan dahulu sebelum ditetaskan maka temperatur ruangan tempat penyimpanan perlu mendapat perhatian. Sebaiknya temperatur ruang penyimpanan tidak lebih tinggi daripada temperatur untuk perkembangan embrio. Temperatur saat embrio berkembang disebut temperatur pysiological zero, yaitu 75 0 F (24 0 C). Apabila temperatur ruangan tempat penyimpanan diatas temperatur pysiological zero maka telur tetas yang disimpan jika telah dibuahi akan berkembang. Oleh karena itu, ruangan penyimpanan telur harus berkisar 65 0 F (18,3 0 C). 2. Kelembaban penyimpanan. Selama penyimpanan, dari bagian dalam telur akan terjadi penguapan yang menyebabkan rongga udara dalam telur menjadi besar. Untuk mencegah penguapan ini dilakukan usaha dengan meningkatkan kelembaban penyimpanan yang baik yaitu 75-80%. 3. Lama penyimpanan. Bila telur terlalu lama disimpan maka daya tetas akan menurun. Oleh karena itu, biasanya telur ditetaskan dalam 2 kali seminggu. Dengan demikian, telur yang dimasukkan ke dalam mesin tetas berumur 1 hari, 2 hari dan 3 hari. Lama penyimpanan telur yang baik yaitu sekitar 1-4 hari, untuk penetasan sebaiknya tidak lebih dari 7 hari. 4. Pemutaran telur selama penyimpanan. Telur yang disimpan lebih dari satu minggu sebaiknya diputar dengan total pemutaran Sementara telur yang disimpan kurang dari satu minggu tidak perlu dilakukan pemutaran.

12 Tabel 1. Pengaruh lama penyimpanan terhadap daya tetas Lama penyimpanan Daya tetas (%) Kelambatan menetas (jam) 1 88,0 0,0 4 87,0 0,7 7 79,0 1, ,0 3, ,0 4, ,0 6, ,0 8, ,0 9,7 25 0,0 11,8 Sumber : North (1984) cit Rahayu dkk (2011) 2.2. Telur tetas Telur adalah suatu bentuk tempat penimbunan zat gizi seperti air, protein, karbohidrat, lemak, vitamin dan mineral yang diperlukan untuk pertumbuhan embrio sampai menetas. Telur yang dapat ditetaskan adalah telur fertil atau yang lazim disebut dengan telur tetas (hatching egg). Telur tetas merupakan telur yang sudah dibuahi oleh sel jantan. Bila tidak dibuahi oleh sel jantan, telur tersebut disebut telur infertil atau lazim disebut telur konsumsi, artinya telur tersebut tidak dapat menetas jika ditetaskan, melainkan hanya untuk dikonsumsi saja. Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi. Berbeda dengan ayam bibit yang dipelihara untuk tujuan penghasil telur tetas, di dalam kandang perlu adanya pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur yang dihasilkan fertil, sebab telur yang steril tidak akan menetas. Namun, dalam

13 kenyataannya sering dijumpai telur tersebut tidak fertil seluruhnya ( Kartasudjana dan Suprijatna, 2010 ). Semakin baik kualitas telur, semakin besar persentase menetasnya. Baiknya kualitas telur itu sendiri sangat ditentukan oleh pakan ayam semasa proses bertelur dan bahkan jauh semasa sebelum bertelur. Dengan kata lain, pakan dan perawatan ayam betina sangat menentukan kualitas telurnya. Semakin baik pakan dan perawatannya, semakin baik pula mutunya (Riyanto, 2001). Seleksi telur tetas merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan dalam suatu penetasan. Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan produktifitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik, umur tidak boleh lebih dari seminggu, kualitas fisik telur diantaranya bentuk telur tidak terlalu lonjong atau terlalu bulat, berat atau besar seragam, permukaan kulit halus, tidak kotor dan tidak retak (Rasyaf, 1991). Menurut Fadillah, dkk (2007) penanganan HE yang baik adalah : 1. Melindungi telur dari infeksi bakteri atau jamur. Upaya yang bisa dilakukan agar hatching egg terbebas dari bakteri dan jamur diantaranya adalah sangkar harus selalu bersih, telur yang di lantai jangan ditetaskan karena telur tersebut sudah tercemar, telur tetas diambil sebanyak empat kali sehari, dan telur yang sudah terkumpul difumigasi secepat mungkin sebelum dikirim ke hatchery. 2. Menentukan temperatur penyimpanan. Penurunan temperatur harus secara perlahan karena pendinginan yang mendadak akan mematikan embrio. Karena itu 6-8 jam pertama temperatur lingkungan harus C sebelum disimpan di ruang pendingin.

14 3. Mengatur penguapan di dalam telur. Kelembaban akan keluar melalui pori-pori kerabang telur. Kelembaban yang rendah akan menyebabkan tingkat penguapan berjalan cepat. Penguapan yang berjalan sangat cepat akan menurunkan data tetas dan penundaan waktu menetas. 4. Dampak penanganan telur tetas terhadap fertilitas. Perkembangan embrio secara dini baru bisa dilihat pada saat umur 4-5 hari masa pengeraman (inkubasi). Jika manajemen penanganan telur tetas jelek, embrio akan mati (early embryo death) sebelum berumur 4-5 hari pengeraman, akibatnya telur tetas yang fertil sering dikelompokkan ke dalam infertil. 5. Melakukan penyeleksian telur. Telur tetas harus dipisahkan dari telur abnormal baik dari segi bentuk, berat, kerabang, serta kebersihannya. Telur tetas yang ditetaskan harus memiliki berat g (tergantung strain ayam), bentuk normal, kerabang telur cukup tebal, bersih, dan tidak retak Penetasan (hatchery) Penetasan adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin tetas yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama mengeram yang bertujuan untuk menghasilkan anak ayam sehari (day old chick). Menurut Paimin (2002), pada hakekatnya ada dua cara penetasan telur, yaitu secara alami (dengan induknya sendiri) dan secara buatan (dengan alat penetas telur). Kapasitas produksi unggas sekali pengeraman hanya sekitar butir, akan tetapi untuk mesin tetas sangat bervariasi tergantung kapasitas mesinnya. Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar

15 secara kontiniu, berdasarkan hal tersebut maka berdirinya Hatchery. Hatchery merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas (hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2002) Daya tetas Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi). Cara pertama banyak digunakan pada perusahaan penetasan yang besar, sedangkan cara perhitungan kedua dilakukan terutama pada bidang penelitian. Cara kedua jauh lebih akurat dalam menentukan daya tetas, karena daya tetas hanya diperhitungkan dari telur yang benar-benar terbuahi, sedangkan cara pertama kurang akurat karena daya tetas diperhitungkan secara kasar, daya tetas dihitung langsung dari semua telur yang dieramkan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Daya tetas dan kualitas telur tetas dipengaruhi oleh cara penyimpanan, lama penyimpanan, tempat penyimpanan, suhu lingkungan, suhu mesin tetas, dan pembalikan selama penetasan. Daya tetas akan berkurang ketika telur disimpan lebih dari 7 hari. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Nurman (2013) bahwa lama penyimpanan telur berpengaruh terhadap daya tetas telur, telur yang disimpan dalam waktu yang lama persentase daya tetasnya akan lebih rendah.

16 Menurut pendapat Rukmana (2003), faktor-faktor yang menurunkan daya tetas telur adalah sebagai berikut: a. Kesalahan teknis pada waktu memilih telur tetas b. Kerusakan mesin tetas pada saat telur dalam mesin tetas c. Heritability atau sifat turun temurun dari induk ayam yang daya produksi telurnya tinggi dengan sendirinya akan menghasilkan telur dengan daya tetas yang tinggi, dan sebaliknya. d. Kekurangan vitamin A, B 2, B 12, D, E dan asam pentothenat dapat menyebabkan daya tetas telur berkurang Mortalitas embrio Menurut Nurman (2012) bahwa selama 21 hari dalam mesin tetas, embrio dalam telur seharusnya terus berkembang setiap hari menjadi anak ayam. Tetapi pada proses perkembangannnya, embrio banyak yang mengalami kematian yang disebabkan beberapa hal. Selain itu, kematian embrio dapat terjadi karena prosedur penetasan yang tidak sesuai seperti temperatur inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan telur yang terlalu lama atau lebih dari 5 hari, dan telur yang tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kelalaian atau matinya sumber listrik dapat menyebabkan pelekatan pada satu sisi dan jelas akan mempengaruhi posisi embrio. Akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati (Nurman, 2012). Kandungan CO 2 terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kematian embrio. Aktifnya metabolisme embrio menyebabkan akumulasi CO 2 di dalam ruang penetasan. Selain dapat menyebabkan kematian embrio, jumlah CO 2 yang terlalu

17 banyak dapat menyebabkan anak ayam yang berhasil menetas menjadi lemas dan lemah. Ventilasi atau aliran udara yang tidak baik menjadi faktor utama terjadinya penumpukan zat asam arang ini (Nurman, 2012).

18 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) ini dilaksanakan di Unit Hatchery 1 PT. Charoen Pokphand Jaya Farm yang beralamat di Jln. Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi Riau. Kegiatan PKPM dilaksanakan pada tanggal 16 Maret sampai 31 Mei Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah telur tetas (hatching egg) broiler strain Ross sebanyak butir atau sebanyak 4 kereta setter pasreform dengan lama penyimpanan 3 hari, 7 hari dan 15 hari. Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala besar milik perusahaan dengan merk pasreform yang terdiri dari 2 inkubator yaitu inkubator setter (pengeraman) dan inkubator hatcher (penetasan). Sementara itu alat pendukung lain yang diperlukan adalah peralatan candling, peralatan transfer, meja grading, lampu 75 watt, box kertas, box plastik, dan setting form Metode Pelaksanaan Metode yang dilakukan yaitu mengikuti semua kegiatan di PT. Charoen Pokphan Jaya Farm Hatchery Pekanbaru Riau. 1. Melakukan penerimaan dan pembongkaran HE Sebelum melakukan penerimaan HE, kegiatan yang harus dilakukan adalah membersihkan ruang penerimaan dan melakukan sanitasi. Sebelum melakukan pembongkaran HE terlebih dahulu melakukan cek suhu mobil dengan

19 suhu standar adalah 24 0 C dan cek suhu telur yaitu 23 0 C. Penurunan dan penyusunan HE dengan pola S secara berurutan menurut nomor kandang, strain, tanggal produksi, dan asal farm. Melakukan pencocokan jumlah HE yang tercantum dalam surat jalan atau egg transfer slip dengan jumlah HE yang diterima. 2. Fumigasi HE Semua HE yang telah dibongkar dibawa ke ruang fumigasi untuk dilakukan proses fumigasi. Ruang fumigasi harus dalam keadaan bersih dan kering serta dilengkapi dengan kipas. Bahan-bahan yang digunakan untuk fumigasi adalah formalin dan forcent. Setelah semua bahan disiapkan, proses fumigasi dapat dimulai dengan cara menghidupkan kipas dan pintu ditutup rapat. Proses fumigasi dilakukan selama 20 menit. 3. Melakukan pemilihan HE dan penyimpanan dalam holding room Setelah melakukan proses fumigasi, semua HE dipindahkan ke dalam ruang penyimpanan khusus (holding room). Di dalam holding room HE disusun berdasarkan umur, grade, dan asal farm. HE yang telah disusun diberi label untuk memudahkan dalam proses sett HE. Umur penyimpanan 1-6 hari diberi label berwarna hijau, umur penyimpanan 7-14 hari diberi label warna kuning, dan umur penyimpanan lebih dari 14 hari ditandai dengan label berwarna merah.

20 Berikut tabel SOP hatchery dalam penggunaan temperatur dan humidity di dalam holding room. Tabel 2. Temperatur dan humidity holding room Hari Temperatur Humidity ºC 75 % ºC 80 % ºC 80 % >12 15 ºC 85 % Sumber: SOP Hatchery Proses sett HE dan candling Sebelum melakukan sett HE, hal yang harus dilakukan terlebih dahulu adalah pengecekkan kondisi kereta setter, pengaturan setting form berdasarkan grade, nomor kandang, strain, tanggal produksi, dan asal farm. HE yang akan disett disesuaikan dengan umur penyimpanan. Proses candling (peneropongan telur tetas) dilakukan untuk melihat telur yang crack seperti retak rambut (hair crack), lubang kecil pada permukaan telur (toe crack), retak akibat tray (tray crack), dan retak akibat transportasi (transport crack). Semua HE crack dipindahkan ke dalam tray yang telah disediakan, sedangkan HE yang layak ditetaskan dimasukkan ke dalam rak kereta setter kemudian dilakukan proses preheat. 5. Proses preheat Proses preheat merupakan kegiatan untuk mengembalikan suhu HE dalam keadaan hangat karena telah melakukan perpindahan posisi dari ruangan holding ke tempat preheat. Sebelum melakukan proses preheat, HE yang telah disett dan diseleksi diletakkan di dalam ruang holding. Kereta yang telah berisi HE disusun di depan mesin setter passreform dan menyambungkan kabel turning pada bagian

21 kereta setter. Waktu yang dibutuhkan untuk proses preheat adalah selama jam. Target suhu yang dicapai selama 3 jam yaitu suhu telur 28 0 C. 6. Inkubasi di dalam mesin setter Proses ini didahului dengan setting kereta setter ke dalam mesin setter dengan cara membuka pintu depan mesin setter, hidupkan lampu dan mematikan kipas (blower) di dalam mesin. Kereta setter yang telah di preheat didorong ke dalam mesin setter dan disusun berdasarkan sektor. Dalam satu ruangan mesin setter pasreform terdapat empat sektor (bagian), masing-masing bagian dapat diisi oleh 6 kereta passreform. Proses pengeraman dalam mesin setter berlangsung selama 18 hari. Setelah semua kereta disusun, sambungkan kabel turning, kabel sensor, serta menghidupkan blower dan menutup rapat pintu setter. 7. Proses transfer HE dari mesin setter ke mesin hatcher Sebelum melakukan transfer hal yang harus dilakukan adalah mempersiapkan peralatan transfer dan memastikannya dapat berfungsi dengan baik. Kereta setter dikeluarkan dari mesin hatcher dan dibawa ke ruangan transfer. Pada saat melakukan candling, telur yang infertil dan busuk (explode) dikeluarkan kemudian disusun dalam tray yang telah disediakan. Telur yang fertil dipindahkan ke dalam keranjang hatcher dan dimasukkan dalam mesin hatcher. Setelah melakukan proses transfer semua peralatan transfer dan lantai dibersihkan menggunakan larutan desinfektan. 8. Kegiatan pullchick Pullchick merupakan kegiatan mengumpulkan dan seleksi DOC yang dimulai dari penarikan kereta hatcher yang berisi DOC dibawa ke ruang pullchick untuk diseleksi dan di packing. Hal yang dilakukan saat seleksi adalah

22 memisahkan DOC yang layak jual (saleable) dengan DOS tidak layak (culling). Standar DOC layak jual adalah memiliki berat lebih kurang 37 gram, tidak dehidrasi, aktif, pusar bersih, tidak cacat, mata jernih, dan bulu tidak keriting. Setelah melakukan seleksi proses selanjutnya adalah melakukan vaksinasi dan pemberian jelly kepada DOC, kemudian melakukan packing dan pengiriman DOC kepada konsumen Parameter yang diamati 1. Daya tetas (Hatchability) Daya tetas dapat dihitung berdasarkan jumlah DOC yang menetas dibandingkan dengan jumlah HE yang fertil. Daya tetas = total DOC menetas x 100% Total telur fertil 2. DIS (Death in shell) Death in shell merupakan telur tetas yang fertil namun telah mengalami kematian embrio sebelum masa menetas. DIS bisa dihitung setelah proses pullchick selesai. Persentase telur DIS = total telur DIS x 100% Total telur yang disetting 3. Telur busuk (explode) Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan disebabkan oleh mikroba masuk ke dalam melalui pori-pori telur dan pada akhirnya telur meledak. Persentase telur explode = total telur explode x 100% Total telur yang di setting

23 4.Loss Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, diduga ada kesalahan saat menghitung telur yang explode dan ada telur yang diambil pada saat sweeping di mesin setter. Persentase telur loss = total telur loss x 100% Total telur yang di setting

24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Semua HE broiler yang ditetaskan di Hatchery Pekanbaru 1 berasal dari Farm 1, 2, 3, dan 4 Pekanbaru, Riau. Rata-rata telur explode, loss, culling, saleable, dan daya tetas dari masing-masing umur penyimpanan telur di PT. CP unit Hatchery Pekanbaru 1 dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. Tabel 3. Rata-rata persentase telur infertil, explode, loss dan HE fertil Umur Total setting Infertil Explode Loss HE fertil Jml % Jml % Jml % Jml % 3 hari , , , ,5 7 hari , , , ,12 15 hari , , , ,25 Tabel 4. Rata-rata daya tetas, DIS, cull dan saleable Umur HE fertil Hathcability DIS Culling Saleable Jml Jml % Jml % Jml % Jml % 3 hari , , , ,37 7 hari , , , ,33 15 hari , , , , Pembahasan a. Daya tetas Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua dengan membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi). Cara pertama banyak digunakan pada perusahaan penetasan yang besar, sedangkan cara perhitungan kedua dilakukan terutama pada

25 bidang penelitian. Cara kedua jauh lebih akurat dalam menentukan daya tetas, karena daya tetas hanya diperhitungkan dari telur yang benar-benar terbuahi, sedangkan cara pertama kurang akurat karena daya tetas diperhitungkan secara kasar, daya tetas dihitung langsung dari semua telur yang dieramkan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa umur penyimpanan berpengaruh nyata terhadap daya tetas telur. Rata-rata persentase daya tetas telur dengan umur penyimpanan 3 hari adalah 93,49%, umur 7 hari adalah 93,37%, dan umur penyimpanan 15 hari adalah 86,23%. Daya tetas tertinggi adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 3 hari yaitu 93,49%, sedangkan daya tetas terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari yaitu 86,23%. Telur yang semakin lama disimpan daya tetasnya akan menurun karena pori-pori telur dan rongga udara semakin membesar sehingga mempercepat proses penguapan yang berakibat pada terganggunya pertumbuhan dan perkembangan embrio dalam telur. Hal ini berarti bahwa lama penyimpanan sampai lima belas hari berpengaruh terhadap daya tetas telur. Sesuai dengan pendapat Sudaryani dan Santoso (1994) cit Zakaria (2010), bahwa penyimpanan telur sebaiknya tidak lebih dari 6 atau 7 hari agar daya tetasnya tidak menurun. b. Dead in shell Kematian embrio dapat terjadi karena prosedur penetasan yang tidak sesuai seperti temperatur inkubator terlalu tinggi atau terlalu rendah, penyimpanan telur yang terlalu lama, telur tidak diputar. Telur yang tidak diputar atau dibalik karena kelalaian atau matinya sumber listrik jelas akan mempengaruhi posisi

26 embrio. Akibatnya, embrio tidak dapat tumbuh normal dan akhirnya mati (Nurman,2012). Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat jumlah kematian embrio tertinggi diperoleh dari telur tetas dengan masa penyimpanan 15 hari yaitu 11,18%, sementara itu persentase kematian embryo terendah diperoleh dari telur tetas dengan masa penyimpanan 3 hari yaitu 5,62%. Telur dead in shell merupakan telur yang tidak dapat menetas karena gagalnya proses pertumbuhan dan perkembangan embrio menjadi DOC. Menurut SOP hatchery faktor-faktor yang dapat menyebabkan telur dead in shell diantaranya adalah penyimpanan HE yang terlalu lama di holding room, temperatur ruang penyimpanan yang terlalu panas atau terlalu dingin, fumigasi yang tidak benar seperti waktu pelaksanaan dan dosisnya, penanganan telur yang tidak hati-hati dan temperatur incubator yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Riyanto (2001) bahwa salah satu penyebab kematian embrio adalah karena pengaruh temperatur yang terlalu tinggi. c. Explode (HE yang busuk) Rata-rata persentase telur tetas yang mengalami kebusukan (explode) pada proses transfer dapat dilihat pada Tabel 3. Persentase telur explode pada umur penyimpanan 3 hari yaitu 0,8%, umur penyimpanan 7 hari yaitu 1,03%, dan umur penyimpanan 15 hari yaitu 1,15%. Dilihat dari data di atas telur tetas yang mengalami kebusukan tertinggi adalah pada umur penyimpanan 15 hari yaitu 1,15% dan yang paling rendah adalah pada umur penyimpanan 3 hari yaitu 0,8%. Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada akhirnya meledak. Telur explode

27 disebabkan oleh penanganan telur tetas yang kurang baik mulai dari penerimaan telur tetas sampai manajemen di setter dan masa penyimpanan telur terlalu lama. Faktor paling mendasar yang mempengaruhi telur explode adalah telur tetas yang kurang bersih sehingga menyebabkan mudahnya bakteri masuk melalui pori-pori telur. Faktor penanganan dan lama penyimpanan di holding room sampai proses preheat juga harus diperhatikan, preheat harus dilakukan dengan metode yang tepat. Apabila preheat tidak maksimal dan tidak dilakukan dengan temperatur dan kelembapan yang tepat, maka telur tetas akan mudah mengembun dan menyebabkan telur busuk. Jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelembaban yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titiktitik air ini perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetas. Kondensasi dapat dihilangkan dengan cara mengurangi kelembaban penyimpanan sesaat sebelum telur dikeluarkan dan meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010).

28 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : 1. Persentase daya tetas tertinggi adalah telur tetas yang umur penyimpanannya 3 hari, dan persentase terendah adalah telur tetas yang lama penyimpanannya selama 15 hari. 2. Jumlah kematian embrio tertinggi adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 15 hari, sedangkan jumlah kematian embrio terendah adalah telur tetas dengan umur penyimpanan 3 hari. 3. Telur tetas dengan jumlah explode tertinggi adalah telur yang lama penyimpanannya 15 hari, sedangkan jumlah explode terendah adalah telur tetas dengan lama penyimpanan 3 hari Saran Telur tetas yang baik untuk ditetaskan adalah telur tetas yang masa penyimpanannya selama 3 sampai 7 hari.

29 DAFTAR PUSTAKA Admin Penetasan telur unggas. tanggal 11 Juni Blakely, J. Blade, D.H Ilmu Peternakan. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. Fadilah, R. A, Polana. S, Alam. Dan E, Parwanto Sukses beternak ayam broiler. Agro Media Pustaka. Jakarta. Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. Paimin, B. Farry Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. Rahayu, I. Titik. S. Hari, S Panduan lengkap ayam. Penebar Swadaya, Jakarta. Rasyaf, M Pengelolaan Penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta. Riyanto, A Sukses Menetaskan Telur Ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta. Rukmana, R Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta. Sentral ternak Seberapa Penting Kelembaban. /index. php/2011/04/06/seberapa-penting-kelembaban/(diunduh 2 Juni 2015). Septiwan, R Respon produktivitas dan reproduktivitas ayam kampung dengan umur induk yang berbeda.[skripsi]. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Standar Operasional (SOP) Hatchery Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau. Sudaryani, T Kualitas Telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T. dan H. Santoso Pembibitan Ayam Ras. Penebar Swadaya, Jakarta. Nurman, S Penyebab kematian embrio umur dua minggu dalam mesin tetas. Diakses tanggal 30 juli 2015.

30 Nurman, S Pengaruh lama penyimpanan telur unggas terhadap daya tetas. Diakses tanggal 30 Juli Zakaria, M Pengaruh lama penyimpanan telur ayam buras terhadap fertilitas, dayatetas telur, dan berat tetas. Jurnal Agrisistem. Universitas Hassanuddin. 20AYAM%20BURAS%20TERHADAP%20FERTILITAS,%20DAYA%20 PTETAS%20TELUR%20DAN%20BERAT%20TETAS.pdf. Diakses tanggal 2 Juni 2015.

31 Lampiran 1. Dokumentasi Ruang penerimaan HE Candling HE Ruang penyimpanan HE Sett HE

32 Transfer HE Break out Merakit BOX Ruang penyimpanan BOX Grading DOC Vaksinasi ND Live

33 Vaksin Spray potong paruh packing DOC siap di packing Delivery DOC Delivery DOC

34

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

HALAMAN PERSEMBAHAN Waktu yang sudah kujalani dengan jalan hidup yang sudah menjadi takdirku, sedih, bahagia, dan bertemu orang-orang yang memberiku sejuta pengalaman bagiku, yang telah memberi warna-warni

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir

PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Laporan Tugas Akhir OLEH: RIFKA ULYA NBP.1201373033 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR

PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : FITRI NOPIANA MANALU NBP: 1201371010 PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015 LAPORAN TUGAS AKHIR Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya

Lebih terperinci

[Pengelolaan Penetasan Telur]

[Pengelolaan Penetasan Telur] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Penetasan Telur] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

PENGARUH PROMOSI ONLINE DAN PERSEPSI HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA SITUS BUKALAPAK.COM (Studi Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah)

PENGARUH PROMOSI ONLINE DAN PERSEPSI HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA SITUS BUKALAPAK.COM (Studi Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah) PENGARUH PROMOSI ONLINE DAN PERSEPSI HARGA TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PADA SITUS BUKALAPAK.COM (Studi Pada Mahasiswa Universitas Muhammadiyah) THE INFLUENCE OF ONLINE PROMOTION AND PRICE PERCEPTIONS

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI DAN STRATEGI PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN MOBILE BANKING SKRIPSI

PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI DAN STRATEGI PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN MOBILE BANKING SKRIPSI PENGARUH TEKNOLOGI INFORMASI DAN STRATEGI PEMASARAN TERHADAP KEPUTUSAN NASABAH MENGGUNAKAN MOBILE BANKING SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Islam (S.E.I)

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam, Pekon Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN HATCHING EGG (HE) TERHADAP DAYA TETAS (HATCHIBILITY) DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM UNIT HATCHERY I MEDAN

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN HATCHING EGG (HE) TERHADAP DAYA TETAS (HATCHIBILITY) DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM UNIT HATCHERY I MEDAN PENGARUH LAMA PENYIMPANAN HATCHING EGG (HE) TERHADAP DAYA TETAS (HATCHIBILITY) DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM UNIT HATCHERY I MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : LINDUANA PASARIBU NBP: 1201371009 PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, 23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PEMETIKAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis.l) DI PTPN VI UNIT USAHA DANAU KEMBAR KABUPATEN SOLOK

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKTIVITAS PEMETIKAN TANAMAN TEH (Camellia sinensis.l) DI PTPN VI UNIT USAHA DANAU KEMBAR KABUPATEN SOLOK ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh: NBP.1111313034 PROGRAM STUDI MANAJEMEN PRODUKSI PERTANIAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH 2015

Lebih terperinci

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK SUGENG WIDODO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, BOGOR 16002 RINGKASAN Dengan melaksanakan tatalaksana penetasan telur itik secara baik akan didapatkan hasil yang maksimal.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal Indonesia merupakan hasil dometsikasi Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) dan Ayam Hutan Hijau (Gallus varius). Ayam Hutan Merah di Indonesia ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK N, P, K DAN KOMPOS KOTORAN SAPI DALAM BENTUK PELET DAN NON PELET TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG

PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK N, P, K DAN KOMPOS KOTORAN SAPI DALAM BENTUK PELET DAN NON PELET TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG PENGARUH IMBANGAN DOSIS PUPUK N, P, K DAN KOMPOS KOTORAN SAPI DALAM BENTUK PELET DAN NON PELET TERHADAP PERTUMBUHAN TANAMAN JAGUNG (Zea mays L.) DI TANAH REGOSOL SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS 1 Ari Rahayuningtyas, 2

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK SIRIH MERAH (Piper crocatum, Ruiz and Pav.) SKRIPSI

PENGARUH BERBAGAI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK SIRIH MERAH (Piper crocatum, Ruiz and Pav.) SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI MEDIA TANAM TERHADAP PERTUMBUHAN STEK SIRIH MERAH (Piper crocatum, Ruiz and Pav.) SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Persyaratan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur Selama proses inkubasi, telur akan mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

TEKNIK PEMUPUKAN KELAPA SAWIT(Elaies guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN (TM)DI PT. INCASI RAYA SODETAN ESTATE 1 PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT

TEKNIK PEMUPUKAN KELAPA SAWIT(Elaies guineensis Jacq.) TANAMAN MENGHASILKAN (TM)DI PT. INCASI RAYA SODETAN ESTATE 1 PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT TANAMAN MENGHASILKAN (TM)DI PT. INCASI RAYA SODETAN ESTATE 1 PESISIR SELATAN SUMATERA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH : NIM. 1201313023 PROGRAM STUDI BUDIDAYA TANAMAN PERKEBUNAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediteran, hasil persilangan ayam arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira tujuh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal

Lebih terperinci

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology

Lebih terperinci

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas

Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas Pengaruh Umur dan Pengelapan Telur terhadap Fertilitas dan Daya Tetas (Influence of age wiping Eggs for fertility and hatchability) oleh : Zasmeli Suhaemi 1), PN. Jefri 1) dan Ermansyah 2) 1) Prodi Peternakan

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN

MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN TUGAS AKHIR Oleh : RADITYA IMAM PAMBUDI H3409021 PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNIS PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI

PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI PERBANDINGAN FERTILITAS SERTA SUSUT, DAYA DAN BOBOT TETAS AYAM KAMPUNG PADA PENETASAN KOMBINASI Comparison of Fertility And, Losses, Power, and Weight hatching Native Chicken Hatching Eggs on Combination

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas terutama ayam merupakan salah satu sumber protein utama bagi manusia walaupun sekarang banyak sumber protein selain daging ayam, namun masyarakat lebih memilih

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Oleh : ALIFUL UMAMI PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI

MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI PROGRAM STUDI D-3 MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mesin tetas tipe elektronik digital kapasitas 600 butir sebanyak 1 buah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

BERAT LAHIR PEDET PERSILANGAN BRAHMAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PT. LEMBU BETINA SUBUR (LBS) KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR

BERAT LAHIR PEDET PERSILANGAN BRAHMAN BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI PT. LEMBU BETINA SUBUR (LBS) KOTA SAWAHLUNTO, SUMATERA BARAT LAPORAN TUGAS AKHIR LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN UNVERSITAS ANDALAS PAYAKUMBUH 2011 LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil. 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Daya tetas merupakan banyaknya telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil. Data daya tetas pada penelitian ini dihitung dengan

Lebih terperinci

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur Telur Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur dan komposisi telur 1.Kuning telur (yolk) 2.Putih telur (albumen) 3.Membrane shell 4.Kerabang telur Kuning Telur (31%): 1. Latebra : Pertautan

Lebih terperinci

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai menguntungkan bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Eksterior Telur Tetas Keberhasilan suatu usaha penetasan bergatung pada beberapa hal salah satunya adalah kualitas telur. Seleksi telur tetas menentukan tingkat keberhasilan

Lebih terperinci

PEMBIBITAN DAN PENETASAN

PEMBIBITAN DAN PENETASAN PENUNTUN PRAKTIKUM PEMBIBITAN DAN PENETASAN DISUSUN OLEH : TIM PENGAJAR LABORATORIUM JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS SAINS & TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) ALAUDDIN MAKASSAR 2015 PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

PERANCANGAN PHOTOTHERAPY DILENGKAPI MONITORING SUHU BERBASIS MICROCONTROLLER ATMEGA 16

PERANCANGAN PHOTOTHERAPY DILENGKAPI MONITORING SUHU BERBASIS MICROCONTROLLER ATMEGA 16 PERANCANGAN PHOTOTHERAPY DILENGKAPI MONITORING SUHU BERBASIS MICROCONTROLLER ATMEGA 16 TUGAS AKHIR Diajukan kepada Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi

I. PENDAHULUAN. Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler merupakan salah satu sumber protein hewani yang dapat memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat Indonesia. Broiler memiliki kelebihan dan kelemahan.

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35 26 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35 minggu, 36 55 minggu dan 56 65 minggu yang diambil dari Peternakan Itik

Lebih terperinci

Temu Teknis Fungsionat non Penebti 2000 BAGIAN DAN PERLENGKAPAN MESIN TETAS Bagian-bagian dan perlengkapan yang ada pada mesin tetas sederhana dengan

Temu Teknis Fungsionat non Penebti 2000 BAGIAN DAN PERLENGKAPAN MESIN TETAS Bagian-bagian dan perlengkapan yang ada pada mesin tetas sederhana dengan Temu Tekms Fungsional non Penehn 2000 TEKNIS PENETASAN TELUR SEMI INTENSIF Sumantri Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Perubahan sistem pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi memerlukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Di Indonesia terdapat berbagai jenis ayam lokal, baik itu ayam asli maupun ayam hasil adaptasi yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ayam lokal yang tidak memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

ALAT PENETAS TELUR OTOMATIS DENGAN KAMERA PEMANTAU

ALAT PENETAS TELUR OTOMATIS DENGAN KAMERA PEMANTAU ALAT PENETAS TELUR OTOMATIS DENGAN KAMERA PEMANTAU Hendra Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia Christianto Gunawan Binus University, Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia dan Sindra Wijaya Kerry

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN NILAI JUAL BAWANG DAUN DENGAN MELAKUKAN SORTASI DI P4S AGROFARM CIANJUR. Oleh : RIA PUSPITA NBP.

LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN NILAI JUAL BAWANG DAUN DENGAN MELAKUKAN SORTASI DI P4S AGROFARM CIANJUR. Oleh : RIA PUSPITA NBP. LAPORAN TUGAS AKHIR PENINGKATAN NILAI JUAL BAWANG DAUN DENGAN MELAKUKAN SORTASI DI P4S AGROFARM CIANJUR Oleh : RIA PUSPITA NBP. 1201361005 Laporan Tugas Akhir ini merupakan Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci