MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN"

Transkripsi

1 MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA, PASURUAN TUGAS AKHIR Oleh : RADITYA IMAM PAMBUDI H PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNIS PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2012 i

2 MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA PASURUAN TUGAS AKHIR Sebagai Persyaratan Guna Memperoleh Sebutan Ahli Madya Peternakan Program Diploma III Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta Program Studi Agribisnis Peternakan Oleh : RADITYA IMAM PAMBUDI H PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNIS PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit 2012 to user ii

3 MANAJEMEN PENETASAN AYAM BROILER DI PT. SUPER UNGGAS JAYA PASURUAN TUGAS AKHIR Disusun oleh : RADITYA IMAM PAMBUDI H Telah dipertahankan di depan dewan penguji Pada tanggal : 24 Juli 2012 Dan dinyatakan telah memenuhi syarat Susunan tim penguji Penguji I Penguji II Shanti Emawati, S.Pt, MP. Winny Swastike, S.Pt, MP. NIP NIP Surakarta, Juli 2012 Universitas Sebelas Maret Fakultas Pertanian Dekan Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, MS NIP iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyeleseikan Tugas Akhir ini, dengan judul Manajemen penetasan ayam broiler di PT. Super Unggas Jaya, Pasuruan, Tugas Akhir ini merupakan laporan dari hasil magang di PT. Super Unggas Jaya Pasuruan, yang disusun sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar Ahli Madya Diploma III Fakultas Pertanian Jurusan Agribisnis Peternakan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Dalam Tugas Akhir ini tidak lepas akan adanya bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis berterima kasih kepada yang terhormat : 1. Prof. Dr. Ir. Bambang Pujiasmanto, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2. Ir. Wartoyo, SP, M.S selaku Koordinator Program D III Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 3. Ir. Wara Pratitis, S.S SPt. MP selaku Ketua Minat Program Studi D III Agribisnis Minat Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta. 4. Shanti Emawati, SPt, MP. selaku Dosen Pembimbing Magang. 5. Winny Swastike, SPt, MP. selaku Penguji. 6. Pimpinan dan karyawan PT. Super Unggas Jaya yang telah membantu dalam pelaksanaan magang. 7. Orang tua serta semua pihak yang telah memberikan motivasi dan dukungan. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan laporan Tugas Akhir ini, tetapi penulis selalu berharap semoga laporan Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi para pembaca pada umumnya. Surakarta, Juni 2012 Penulis iv

5 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL..... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... v DAFTAR TABEL..... vi DAFTAR GAMBAR..... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Kegiatan Manfaat Kegiatan... 2 II. TINJAUAN PUSTAKA Penetasan telur Grading (Seleksi Telur) Fumigasi Telur Tetas Penyimpanan Telur Proses Penetasan Pre Warming Setter Transfer Telur Tetas dan Candling Hatcher Pull Chick Sanitasi pada Hatchery III. METODE PELAKSANAAN Tempat dan Waktu Pelaksanaan Aspek yang dikaji Teknik Pengumpulan Data Sumber Data v

6 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Perusahaan Sejarah Perusahaan Lokasi Perusahaan Ketenagakerjaan Struktur Organisasi Perusahaan Peranan Perusahaan Peluang dan Kendala perkembangan Perusahaan Manajemen Penetasan Ayam Broiler Manajemen grading (seleksi) telur tetas Manajemen penyimpanan telur dan pre warming Manajemen penetasan telur dimesin setter Manajemen peneropongan atau candling HE Manajemen penetasan telur dimesin hatcher Manajemen pull chick Sanitasi dan Perawatan di Hatchery.. 32 V. PENUTUP Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN vi

7 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Perbedaan setting temperature pada beberapa jenis mesin Perbedaan setting temperature antara ayam broiler dan layer Standar suhu ruangan-ruangan hatchery Penyebab telur grade out Suhu didalam ruang penyimpanan Hubungan lama penyimpanan HE dengan lama pre warming Setting HE ke Setter Jadwal Petugas setting per setter vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Struktur organisasi PT. Super Unggas Jaya unit Sukorejo 19 viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Lay Out Perusahaan Foto-foto kegiatan magang ix

10 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penetasan telur yang umum dilakukan oleh peternak adalah ada dua cara yaitu: penetasan telur secara alami dan penetasan telur secara buatan. Penetasan telur secara alami yaitu penetasan telur dengan menggunakan induknya untuk mengerami telurnya seperti ayam, entok dan bangsa-bangsa burung. Itik atau bebek tidak bisa mengeraminya sendiri, biasanya menggunakan unggas lain untuk membantu menetaskan telurnya. Penetasan telur secara buatan yaitu menetaskan telur dengan menggunakan alat yang berupa mesin tetas telur atau alat penetasan telur. Penetasan telur ini menggunakan mesin tetas, dimana fungsinya menggantikan induk asli dari unggas tersebut. Sistem kerja mesin tetas sama seperti sistem kerja induk, suhu dan kelembaban bisa diatur oleh orang yang menetaskan. Kelebihan dari mesin tetas ini adalah mampu menampung telur yang akan ditetaskan dalam jumlah yang banyak, dari 100 butir sampai ribuan butir lebih. Perusahaan pembibitan ternak unggas (breeding farm), yang sekala usahanya cukup besar seperti PT. Super Unggas Jaya menggunakan mesin tetas yang modern (komersial) dan kapasitasnya cukup banyak. Penetasan telur merupakan suatu usaha untuk menghasilkan unggas baru dalam meneruskan usaha peternakan tersebut dengan cara mengunakan mesin tetas selama waktu tertentu, sesuai dengan jenis telur yang ditetaskan. Menetaskan telur adalah usaha untuk menghasilkan anak/keturunan pada ternak unggas. Penetasan juga merupakan suatu proses biologis yang kompleks untuk menghasilkan generasi baru dalam usaha untuk mempertahankan kelangsungan hidup ternak unggas yang berkesinambungan. 1

11 2 1.2 Tujuan Kegiatan Tujuan dari kegiatan magang ini adalah : 1. Memahami dan meningkatkan kemampuan manajerial dalam usaha penetasan ayam broiler. 2. Mengetahui dan memahami secara langsung tentang manajemen pengelolaan dibidang penetasan ayam broiler. 3. Mengetahui segala aspek yang terkait dengan kegiatan magang dalam penetasan ayam broiler. 4. Mengetahui teknologi yang digunakan dalam manajemen penetasan ayam broiler. 1.3 Manfaat Kegiatan Manfaat dari pelaksanaan magang di PT. Super Unggas Jaya ini adalah : 1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan ilmu teori dalam perkuliahan kedalam dunia kerja. 2. Mengetahui faktor-faktor eksternal di lapangan yang mempengaruhi pengaplikasian teori ilmu. 3. Mahasiswa mampu berkomunikasi dan mengintegrasikan diri dalam lingkungan perusahaan. 4. Mahasiswa mampu menganalisis permasalahan dan kendala dalam pengelolaan dan pengembangan usaha penetasan ayam broiler.

12 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penetasan Telur Telur merupakan kumpulan makanan yang disediakan induk unggas untuk perkembangan embrio menjadi anak ayam didalam suatu wadah. Isi dari telur akan semakin habis begitu telur telah menetas. Telur tersusun oleh tiga bagian utama yaitu kulit telur, bagian cairan bening, dan bagian cairan yang berwarna kuning (Rasyaf, 1990). Bangsa unggas secara alamiah yang salah satunya adalah ayam, akan mengerami telur-telurnya bila sudah dirasa cukup baginya sebagai bagian dari memperbanyak keturunannya (species nya). Mesin tetas tentunya memang diciptakan untuk mengambil alih tugas mengerami dari induk ayam (atau bangsa unggas lainnya) dalam mengerami telur-telur yang dibuahi dari hasil persilangan atau perkawinan dengan pejantan. Penetasan telur ini merupakan suatu upaya untuk menyelesaikan permasalahan kebutuhan unggas dimasyarakat baik kebutuhan untuk dikonsumsi maupun kebutuhan untuk dibudidayakan. Penetasan telur ini menggunakan mesin tetas, dimana fungsinya menggantikan induk asli dari unggas tersebut. Sistem kerja mesin tetas sama seperti sistem kerja induk, suhu dan kelembaban bisa diatur oleh orang yang menetaskan, namun kelebihan dari mesin tetas ini adalah mampu menampung telur yang akan ditetaskan dalam jumlah yang banyak, tetapi menetaskan telur menggunakan mesin tetas masih belum terlalu banyak diterapkan dimasyarakat, karena mereka belum memahami teknis penggunaan dari mesin tetas tersebut (Rasyaf, 1995). Menetaskan telur adalah usaha untuk menetaskan telur unggas dengan bantuan mesin penetas telur yang sistem atau cara kerjanya mengadopsi tingkah laku (behaviour) induk ayam atau unggas lainnya selama masa mengeram, oleh karena itu jika banyak orang yang menyebut alat ini dengan istilah mesin penetas telur dan ada sebagian orang yang menggunakan istilah setter (ruang pengeraman) dan commit hatcher to (ruang user penetasan). Masalah penetasan 3

13 4 telur dalam beternak unggas, khususnya ayam ras, sangat penting. Sebab, tujuan beternak ayam adalah untuk memproduksi daging maupun telur ayam. Populasi yang dimiliki semakin banyak, semakin banyak pula keuntungan peternak, untuk memperbanyak populasi ayam dibutuhkan cara penetasan telur yang tepat (Yuwanta, 1983). Pada hakekatnya ada dua cara penetasan telur, yaitu secara alami (dengan induknya sendiri) dan secara buatan (dengan alat penetas pengganti induk). 1. Menetaskan telur secara alami. Proses penetasan telur secara alami perlu mempersiapkan tempat penetasan telur yang biasa disebut sarang atau sangkar yang terbuat dari rumput atau jerami yang bersih dan lembut, biasanya seekor induk ayam dapat mengerami telurnya sebanyak butir, tergantung pada besar kecilnya induk ayam itu. 2. Menetaskan telur secara buatan Menetaskan telur dengan alat dilakukan bila anda ingin memperoleh anak-anak ayam dalam jumlah banyak, bila dilakukan oleh induk ayam, jumlah telur yang ditetaskan relatif sedikit dan selama masa pemeliharaan anak ayam, kegiatan produksi telur terhenti. Mesin tetas akan membantu ternak dalam memperluas usahanya, pekerjaan yang bertujuan untuk mendapatkan anak ayam ini merupakan suatu pekerjaan tersendiri dan memerlukan penguasaan teknologi yang mengarah pada spesialisasi. Adapun macam-macam dari mesin tetas adalah sebagai berikut : 1. Alat tetas dengan teknologi sekam dan sumber panas matahari. 2. Mesin tetas listrik dengan lampu bohlam sebagai alat pemanasnya. 3. Mesin tetas dengan menggunakan lampu minyak. 4. Mesin tetas dengan kawat nekelin. 5. Mesin tetas dengan kombinasi beberapa hal diatas. 6. Mesin tetas otomatis (Rasyaf, 1995).

14 5 Kelemahan mesin tetas konvensional ini antara lain : (1) pemutaran dengan tangan masih kurang halus dan menimbulkan getaran yang dapat mengakibatkan kematian embrio ayam; (2) tidak dapat melakukan pemutaran yang merata pada semua telur ; (3) frekuensi pemutaran telur sangat terbatas, yaitu hanya tiga kali sehari (pagi, siang, dan sore); (4) suhu dan kelembaban kurang merata; serta (5) panas dalam mesin kurang stabil, untuk itu perlu penerapan teknologi tepat guna yang mudah dikerjakan, murah, meningkatkan produksi DOC dan sekaligus dapat meningkatkan efisiensi usaha (Kamsi, 1986). Mesin penetas telur bisa difungsikan sebagai setter (pengeraman) saja atau hatcher (penetasan) atau bisa kedua-duanya dalam waktu yang bersamaan. Periode setter berlangsung mulai hari pertama telur masuk ke dalam mesin penetas telur sampai 3 hari menjelang telur menetas, sedang periode hatcher berlangsung hanya 3 hari yaitu setelah periode setter berlalu atau tiga hari sebelum menetas (Yuwanta, 1983). 2.2 Grading (Seleksi Telur) Tahap awal dari proses penetasan dimulai dari penyeleksian telur (grading). Grading adalah proses seleksi telur menjadi dua bagian yaitu, telur yang layak ditetaskan disebut Heaching Egg (HE) dan telur yang tidak layak ditetaskan (Grade Out). Klasifikasi telur yang tidak ditetaskan atau afkir : 1. Telur kotor (dirty). 2. Telur cacat (benjol, bulat, lonjong). 3. Telur besar (jumbo). 4. Telur kerabang tipis, warna tidak seragam. 5. Kerabang bintik bintik kasar. 6. Telur retak dan hancur (damage) (Rasyaf, 1995). Menurut Sudaryani dan Santoso (2003), tujuan seleksi telur tetas adalah untuk mendapatkan anak ayam yang sesuai dengan yang diharapkan. Kriteria telur yang baik untuk ditetaskan commit (Hatching to user Egg) adalah telur utuh dan bersih,

15 6 bobot telur gram, bentuk telur normal dengan indeks 74%, ketebalan kerabang 0,33 mm diharapkan dengan kualitas tersebut dapat menghasilkan kualitas DOC yang baik yaitu berat minimal 37 gram (Standar Nasional Indonesia) dan sehat. Sudaryani dan Santosa, (2003) mengatakan untuk mendapatkan telurtelur yang bagus untuk ditetaskan harus yakin bahwa telur - telur tersebut berasal dari induk - induk ayam yang baik. Memilih atau menyeleksi telur tetas sesuai dengan kriteria telur tetas yang baik yaitu telur yang kulitnya terlalu kotor perlu dibersihkan, akan tetapi perlu ke hati-hatian dalam membersihkan kulit telur jangan sampai lapisan kulit ikut hilang dan pisahkan telur retak, kerabang tebal/tipis. Telur yang tidak masuk ke dalam kriteria telur tetas dimasukkan ke dalam gudang telur untuk dijual sebagai telur konsumsi. Telur yang lolos seleksi ditempatkan di egg tray. Grading adalah proses pemisahan telur yang layak tetas dan telur yang tidak layak tetas. Ciri ciri telur yang layak ditetaskan: Berat telur normal yaitu gram. Bentuk telur normal yaitu berbentuk oval dengan perbandingan 2:3 Warna kulit telur berwarna coklat gelap Kerabang telur tidak tipis, berukuran 0,3mm Kulit telur tidak kasar dan tidak berbintik bintik Grading bertujuan untuk menyeleksi telur tetas yang sesuai standar untuk ditetaskan, terdapat dua gramade yang digunakan yaitu grade A gram dan gramade B gram. Proses grading dilakukan oleh tiga operator hatchery dengan pencucian tangan dengan disinfektan sebelum melakukan grading telur. Alat-alat yang digunakan dalam proses gramading antara lain timbangan digital, spons, dan cutter untuk pembersihan telur yang kotor. Telur yang lolos grading disebut hatching egg (HE), sedangkan telur yang tidak masuk grade disebut Grade Out dengan ketentuan telur terlalu kecil atau besar (jumbo), kerabangnya kotor lebih dari 50 persen, bentuk tidak normal, kerabang tipis, kerabang terlalu putih, dan pecah atau rusak, telur grade out

16 7 akan dipisahkan dan dikirim ke gudang telur sebagai telur komersil (Yuwanta, 1983). 2.3 Fumigasi Telur Tetas Fumigasi telur dilakukan dengan takaran 200 gram PK 400 cc formalin. Ukuran ruangan fumigasi 5 x 5 m. Fumigasi adalah proses sterilisasi telur dengan tujuan menghilangkan atau mengurangi kontaminan bibit bakteri yang menempel pada permukaan telur agar telur benar-benar terbebas dari bakteri maupun jamur (Sudaryani dan Santosa, 2003). Telur tetas yang telah lolos seleksi kemudian dimasukkan ke dalam ruang fumigasi, fumigasi dilakukan untuk membunuh kuman penyakit, untuk menunjang agar fumigasi yang akan kita lakukan dapat berjalan efektif maka kita harus memperhatikan beberapa hal : 1. Temperatur ruangan fumigasi C. 2. Kelembaban 70-75%. 3. Dosis fumigasi (KMnO4 / PK) dan Formalin 1:2) untuk 1 m³. - PK = 6,5 gr - Formalin = 12 cc 4. Volume ruangan dan jumlah telur. 5. Waktu fumigasi menit (Sudaryani dan Santosa, 2003). 2.4 Penyimpanan Telur Telur yang telah difumigasi disimpan di cooling room. Cooling room merupakan ruangan khusus untuk menyimpan telur tetas sebelum dimasukkan ke setter. Suhu dan kelembaban ruangan penyimpanan diatur sehingga embrio tidak berkembang. Lama penyimpanan telur tetas berkisar 3-4 hari pada suhu 20 o C dan kelembaban 70%-80%. Penyimpanan telur tetas yang terlalu lama dapat mempengaruhi daya tetas telur. Tujuan telur dimasukkan ke ruang pendingin (cooling room) adalah menunggu sampai jumlah telur yang ingin ditetaskan tercapai dan juga agar suhu telur semuanya merata dan menekan pertumbuhan embrio di dalam telur sebelum masuk ke mesin setter sebelum melakukan setting, suhu telur harus disesuaikan dengan suhu ruangan untuk

17 8 menghindarkan telur dari pengaruh suhu ruangan pendingin dengan kata lain disebut Pre Warming (Sudaryani dan Santosa, 2003). 2.5 Proses Penetasan Pre Warming Setelah jumlah telur yang akan ditetaskan terpenuhi, maka telur tetas dikeluarkan dari cooling room menuju setter. Akibat jauhnya perbedaan suhu antara cooling room dengan setter, maka perlu adanya penyesuaian suhu agar embrio yang ada di dalam telur tidak mengalami cekaman. Proses penyesuaian suhu tersebut disebut pre warming. Lamanya proses pre warming didasarkan pada ketebalan kerabang telur. Temperatur pre warming: James way = C Chick Master = C Kuntungan pre warming yaitu telur tetas (HE) cepat menetas dalam udara hangat, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan suhu setter dan mampu meningkatkan hatchability (Sudaryani dan Santosa, 2003) Setter Setting adalah proses masuknya telur ke dalam mesin setter setelah melalui proses pre warming. Telur dari pre warming dimasukkan ke dalam ruang setter (ruang inkubator). Telur disetting berdasarkan kandang, kualitas telur, dan umur induk ayam. Suhu ruang setter 37,5 o C dan kelembaban 55%. Pemutaran telur tetas di dalam setter dilakukan selama 18 hari dengan frekuensi pemutaran satu jam sekali. Sudut pemutaran telur 90 o dan kemiringan 45 o, bila telur tidak diputar, maka kuning telur akan melekat pada satu sisi

18 9 kerabang telur dan berakibat pada kematian embrio (Sudaryani dan Santosa, 2003). Setting temperature pada beberapa jenis dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Perbedaan setting temperature pada beberapa jenis mesin. Jenis mesin Sett temperatur Sett Keterangan humidity James Way 37,1-37,4 C 29,4-30,0 C Sett point Chick Master 37,4-37,5 C 28,3-29,4 C Temperature dan humidity harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan Sumber: Rasyaf, Telur berada dalam mesin setter selama 425 jam (18 hari) dengan sistem pembalikan (turning) satu kali perjam dengan suhu 45 C dengan sistem otomatis yang bertujuan menghomogenkan ekspos panas terhadap telur tetas, agar embrio dapat memanfaatkan protein yang tersedia dan mencegah menempelnya embrio pada sel membran. Bagian-bagian mesin setter : Temperatur (sesuai sett point) Humidity (susuai sett point) Damper (inlet dan outlet) Oksigen (O₂) Karbondioksida (CO₂) Egg temperature Spray Nozzle Heater Blower Cooling Adanya proses turning (Rasyaf, 1990).

19 Transfer Telur Tetas dan Candling Transfer adalah proses pemindahan telur tetas dari setter ke hatcher saat umur embrio 18 hari. Candling dilakukan sebelum masuk ke mesin hatcher, berfungsi untuk memisahkan telur yang fertil, infertil dan explode. Telur explode disebabkan telur terkontaminasi bakteri, kotor, pencucian telur kurang baik dan mesin tetas kotor. Transfer telur tetas dan candling dilakukan dengan cepat, maksimal 30 menit karena embrio dapat mati akibat perubahan suhu telur yang drastis. Telur yang sudah diteropong dipindahkan ke kereta buggy hatcher yang berbentuk keranjang (Suyatno, 1999). Transfer adalah proses pemindahan telur yang sudah berusia 432 jam dalam mesin setter ke mesin hatcher. Setting temperature antara ayam broiler dengan ayam layer berbeda, perbedaan temperatur dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Perbedaan setting temperature antara ayam broiler dan layer. Jenis HE Temperatur Kelembaban Broiler 36,9 C 30,0 C Layer 37,1 C 30,0 C Sumber : Sudaryani dan Santosa, Sebelum telur masuk ke dalam mesin hatcher dilakukan pemisahan antara telur yang memiliki embrio (telur yang dibuahi) dengan telur yang tidak memiliki embrio (telur yang tidak dibuahi), proses tersebut dinamakan candling (Sudaryani dan Santosa, 2003) Hatcher Telur yang lolos pada saat candling kemudian dimasukkan ke dalam mesin hatcher selama tiga hari, selama berada di hatcher tidak dilakukan pemutaran telur karena pada periode ini akan terjadi pipping (anak ayam berusaha memecah kerabang dengan paruhnya). Telur berada dalam mesin hatcher selama 72 jam (3 hari), saat telur tetas masuk dalam mesin hatcher diberikan evaporative formalin dengan dosis 0,1 cc perbutir pada hari ke-

20 11 19 s.d 20, setting temperature mesin hatcher disesuaikan oleh masingmasing jenis mesin dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Bagianbagian mesin hatcher sama dengan bagian-bagian pada mesin setter (Riyanto, 2001). Pengaturan suhu dan kelembaban dilakukan berdasarkan keadaan telur. Suhu dalam hatcher sekitar o C. Kelembaban hatcher sebelum pipping sekitar 55% dan saat pipping kelembaban dinaikkan menjadi 70%- 75%. Kelembaban yang tinggi dapat membantu proses pipping. Saat telur menetas (setelah pipping) kelembaban diturunkan kembali menjadi 52%- 55% dan suhu dalam keadaan lebih rendah dari 37 o C untuk membantu proses pengeringan bulu DOC (Unandar, 1996) Pull Chick (Penurunan DOC) Pull chick adalah kegiatan menurunkan DOC dari mesin hatcher, termasuk sexing DOC (pemisahan DOC jantan dan betina), seleksi sambil memasukkan DOC ke dalam bok. Sexing dilakukan berdasarkan warna bulu. DOC jantan memiliki warna bulu kuning dan garis punggung berjumlah ganjil, sedangkan DOC betina memiliki warna bulu coklat dengan garis punggung kuning berjumlah genap. DOC jantan langsung dimasukkan ke bok sebanyak 102 ekor tanpa perlakuan apapun. DOC betina diseleksi lagi dengan kriteria bobot badan, warna bulu, kondisi fisik (mata, kaki, perut) dan kesehatan. DOC betina langsung dipotong paruhnya sepanjang 1/3 bagian dari panjang paruh, menggunakan alat debeaker. DOC yang telah diseleksi kemudian dimasukkan ke dalam bok dan dihitung jumlahnya, setiap bok diisi 100 ekor betina ditambah 2 ekor untuk resiko transportasi, setelah itu DOC betina divaksin Marek s dan NDIB. Vaksin Marek s dilakukan sub cutan (suntik di bawah kulit leher), sedangkan vaksin NDIB melalui mata. Dosis pemberian vaksin ini 0,2 cc per ekor, setelah divaksin DOC disemprot dengan vitamin kemudian dikemas dan diberi label yang berisi keterangan nama perusahaan pembibit, penyeleksi (grader), commit jumlah to user DOC dalam boks, bobot DOC saat

21 12 menetas dan jenis vaksin yang diberikan serta tanggal DOC menetas (Sudaryani dan Santosa, 2003). Telur mengalami masa inkubasi dalam mesin setter selama 432 jam (18 hari) dan dalam hatcher selama 72 jam (3 hari). Proses selanjutnnya adalah pull chick yang merupakan proses pengambilan atau dikeluarkannya anak ayam yang sudah menetas. Waktu Pull Chick : Masa inkubasi normal untuk telur broiler 504 jam. Kontrol secara berkala kondisi DOC khususnya pada 4-6 jam menjelang waktu panen normal. Anak ayam yang baru menetas memerlukan waktu istirahat 2-4 jam. Proses selanjutnya yaitu penentuan grade, yang terdiri dari grade A (DOC yang berkualitas) dan grade B (DOC yang diafkir) (Unandar, 1996). Pemasaran DOC dapat melalui 2 cara, yaitu : 1. Didistribusikan dengan cara internal, DOC diperlukan oleh mitra usaha itu sendiri. 2. Didistribusikan dengan cara eksternal, di jual ke luar wilayah untuk dijual dipeternakan-peternakan yang berskala kecil hingga besar. Pendistribusian DOC setiap pelanggan harus mengambil DOC dari satu kelompok, jadi DOC yang diterima pelanggan relatif seragam, meliputi: Strain atau jenis Mesin Fisik Usia induk Pull chick Pendistribusian yang baik, packing atau pengemasan DOC dilengkapi data-data yang sesuai dengan yang tertera di boks DOC. Data tersebut meliputi strain, jumlah, tanggal menetas. Boks DOC harus sesuai standar kebutuhan seperti ventilasi, kepadatan dan keselamatannya, selain itu alat transportasi pengiriman DOC dilengkapi dengan peralatan ventilasi

22 13 untuk menjaga kenyamanan anak ayam selama dalam pengiriman DOC segera setelah packing selesai (Rasyaf, 1995). 2.6 Sanitasi pada Hatchery Program sanitasi yang perlu dilakukan pada perusahaan hatchery adalah membersihkan kendaraan dan peralatan yang dipakai pada saat membawa telur tetas dengan desinfektan agar dalam kondisi bebas dari organisme patogen pembawa penyakit. Desinfektan yang digunakan adalah jenis TH-4 atau biodes dengan dosis 1 cc/liter air. Telur tetas setelah terkumpul, sebelum dibawa ke hatchery terlebih dahulu difumigasi dengan menggunakan formalin 40 % sebanyak 240 cc dengan 96 g forcen/pk untuk ukuran ruangan 8 m³, hal ini dimaksudkan agar telur yang baru diperoleh dari kandang bebas penyakit atau bakteri sebelum masuk ruang penyimpanan telur (cooling room) (Paimin, 2003). Peralatan dan bagian ruangan disemprot dengan air bertekanan tinggi setelah selesae kegiatan pull chick, setelah itu dilakukan desinfeksi ruangan hatchery menggunakan desinfektan long live dengan dosis 5 cc/liter air. Hal ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme patogen yang ada di lingkungan dan sekitar bagian ruangan hatchery (Unandar, 1996).

23 BAB III METODE PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Magang. Kegiatan magang ini dilaksanakan di PT. Super Unggas Jaya, Jln Raya km 57, Dusun Bulu Agung, Desa Sengon Agung, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan. Pelaksanaan magang di PT. Super Unggas Jaya dilaksanakan pada tanggal 20 Februari 15 Maret 2012, pada hari dan jam kerja karyawan selama satu bulan. 3.2 Aspek yang dikaji 1. Pengamatan secara umum mengenai keadaan umum dari perusahaan diantaranya sejarah perusahaan, kondisi perusahaan dan struktur organisasi di PT. Super Unggas Jaya. 2. Pengamatan secara khusus mengkaji tentang tata cara manajemen di PT. Super Unggas Jaya 3.3 Teknik pengumpulan data Data yang diperlukan harus akurat sehingga tercapai keyakinan akan suatu kebenaran untuk memperoleh data-data yang relevan. Tehnik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Pengamatan (observasi) Pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengamati langsung halhal yang berhubungan dengan pelaksanaan kegiatan magang. 2. Magang Kerja Pengumpulan data dengan cara mengikuti kegiatan-kegiatan yang berlangsung di perusahaan melalui bekerja dan berdiskusi dengan seluruh karyawan perusahaan. 3. Wawancara (Interview) Proses untuk mendapatkan informasi dengan cara tanya jawab secara langsung dengan responden. Responden yang di wawancarai adalah manajer operasional, staf maupun anak kandang di perusahaan. 14

24 15 4. Pencatatan (Recording) Proses pengumpulan data dengan cara mencatat setiap hal yang berkaitan dengan pelaksanaan magang di perusahaan. 5. Dokumentasi Pengumpulan data dengan cara mendokumentasikan berbagai kegiatan yang dilakukan. 6. Studi Pustaka Pengumpulan data dengan cara memanfaatkan data yang tersedia, yang berhubungan dengan kegiatan magang. Data yang dimaksud dapat berupa buku, jurnal, arsip dan lain sebagainya yang relevan dan informatif. 3.4 Sumber data Sumber data yang diperoleh berdasarkan sifat data yang dikumpulkan ada dua jenis data yaitu: 1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara secara langsung dari responden seperti manajer perusahaan, staf, karyawan, dan masyarakat sekitar perusahaan. 2. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari sumber. Dalam kegiatan magang perusahaan ini yang menjadi data sekunder adalah data yang diambil dari buku, catatan yang diperoleh selama berada di perusahaan dan jurnal yang berhubungan dengan kegiatan magang perusahaan.

25 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Perusahaan Sejarah Perusahaan PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery berdiri pada tahun 2008 dengan dipimpin oleh bapak Aries Wibowo. Bangunan sistem kontrak dengan pemilik bangunan adalah bapak Sie Iwan Gunawan dari Malang. PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery mempunyai peralatan hatcher yang terdiri dari inkubator yang terbagi atas setter dan hatcher. Perusahaan ini dari awal berdiri sampai sekarang mempunyai 14 mesin setter dan 14 mesin hatcher dengan tipe mesin chick master. Disetiap satu mesin setter berkapasitas mencapai telur. Peralatan pendukung lainya seperti troli, eggs tray, backy untuk hatcher, alat untuk candling, boks karton DOC, chiller, power sprayer dan peralatan kantor Lokasi Perusahaan Kantor PT Super Unggas Jaya terletak di Jln. Raya km 57, Dusun Bulu Agung, Desa Sengon Agung, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, Propinsi Jawa Timur, berada dipinggir jalan utama, sehingga sangat mudah untuk diakses. PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery, Pasuruan berdiri di atas lahan seluas 1 ha. Wilayah perusahaan ini termasuk ke dalam Desa Pucangsari, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Pasuruan, bertempat tidak jauh dari kantor utama perusahaan, tepatnya masuk kurang lebih 1 km dari jalan utama dan jauh dari pemukiman, sehingga memenuhi kriteria untuk berdirinya perusahaan ternak. Perusahaan ini mempunyai fasilitas yang memadai dan memenuhi persyaratan commit sebagai to perusahaan user peternakan. Fasilitas yang 16

26 17 tersedia antara lain bangunan gedung, mess karyawan, mess tamu, ruang administrasi, pos satpam, biosecurity area, tempat parkir dan mushola. Perusahaan ini setiap kali panen mampu menghasilkan DOC rata-rata 800 box yang berisi sekitar 8000 DOC. Hasil sampingan dari perusahaan ini adalah berupa telur grade out yang dibeli oleh perusahaan roti yang telah menjalin kerjasama dengan perusahaan. PT Super Unggas Jaya unit Sukorejo hatchery Pasuruan berada di dataran tinggi diatas permukaan laut. Kabupaten Pasuruan mempunyai iklim tropis dengan suhu harian yang berkisar antara C. Curah hujan rata-rata dibawah 3000 mm per tahun dengan hari hujan di bawah 150 hari per tahun Ketenagakerjaan Bapak Aries Wibowo sebagai manajer perusahaan ini mengangkat satu orang supervisor yang berwenang untuk memimpin dan mengatur semua kegiatan produksi. Supervisor dibantu oleh 2 admin, 1 formen mekanik dan 1 orang GA (General Affair) dan HR (Human Resources). Formen mekanik berwenang untuk mengatur dan memimpin maintenance dan mekanik, setiap bagian produksi dipimpin oleh seorang leader yang bertanggung jawab untuk kegiatan produksi di daerah kewenangannya., setiap bagian yang dipimpin leader terdapat beberapa operator yang bertugas sesuai degan bidang masingmasing. Tugas dan pemegang jabatan dalam struktur organisasi tersebut adalah: a. Manager Hatchery merupakan pemilik perusahaan yang mempunyai modal sekaligus mengurusi masalah keuangan perusahaan. b. Admin bertugas membantu supervisor dalam mengurus administrasi perusahaan, mengontrol kedatangan telur, pemasaran DOC serta melaporkan commit semua to user kegiatan kepada supervisor.

27 18 c. Supervisor bertugas mengatur, mengawasi kegiatan produksi, mengkoordinir para karyawan serta melaporkan seluruh kegiatan kepada pemilik perusahaan. Leader Terminal bertugas untuk mengurusi pekerjaan dibagian terminal. Leader Transfer bertugas untuk mengurusi pekerjaan dibagian transfer. Leader Pull chick bertugas untuk mengurusi pekerjaan dibagian pull chick. Setter bertugas untuk mengurusi pekerjaan dibagian setter. Washing bertugas dibagian membersihkan dan mencuci. Borongan bertugas jika terdapat pekerjaan tambahan. d. Formen mekanik bertugas mengawasi dan membantu kegiatan mekanik. Maintenance bertugas untuk perbaikan meliputi perawatan dan reparasi. Mekanik bertugas mengecek dan mengontrol mesin e. GA (General Affair) dan HR (Human Resources) bertugas mengurusi masalah kekaryawanan dan masalah umum (Perizinan atau surat menyurat) Security menjaga keamanan perusahaan dan menjaga situasi agar selalu kondusif. Waker bertugas dimalam hari untuk menjaga dari gangguan luar. f. Operator bertugas memberi sesuai dengan bidangnya masing - masing seperti grading telur, transfer, pull chick, setter dan whashing Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi adalah hubungan timbal balik antara orang yang mempunyai tugas, jabatan, wewenang dan tanggung jawab dalam suatu

28 19 perusahaan. Jabatan tertinggi PT Super Unggas Jaya unit Sukorejo hatchery dipegang oleh pemilik perusahaan selaku direktur perusahaan. Direktur membawahi manajer operasional yang bertanggung jawab terhadap kelancaran seluruh kegiatan operasional peternakan. Struktur organisasi di PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery dapat dilihat pada Gambar 1. Manager Hatchery Supervisor Admin Formen mekanik GA & HR Maintenence dan mekanik OB Cleaning area Security Waker Leader Teminal Leader Transfer Leader Pull chick Setter Washing Borongan Gambar 1. Struktur organisasi PT. Super Unggas Jaya unit Sukorejo. Berikut nama pemegang setiap jabatan : 1) Manager Hatchery adalah Aries Wibowo. 2) Supervisor adalah Zaenal Arifin. 3) Admin adalah Martanti Dwi dan Masrur Daki. 4) Formen Mekanik adalah Eka Didik Naika. 5) GA dan HR adalah Andri Adi Wijaya 6) Terminal adalah Edi Handoko, Ratno Hidayat, Slamet, Sudibyo, Ali Mahrus, Eko Nurohman dan Alex Sugandi. 7) Transfer adalah Irianto, Imron, Eko Purwanto, Anggi, Imron Rosadi, Roni, Purwanto dan Ahmad.

29 20 8) Pull chick adalah Nur Cholis, Zainul Arifin, Dian Wirasandi, Kartono, Andik Siswoyo, Djulianto, Vian Andis, Sutrisno, Dimas, Cahyo dan Rio Setiawan. 9) Setter adalah Septian Agus. 10) Washing adalah Zakariya dan Nurdianto 11) Borongan adalah Roni Wijaya 12) Maintenance adalah Nur Hasan 13) Mekanik adalah Prayogi, Fathur Roji, Biltazar dan Bayu Sutrisno. 14) Office Boy adalah Edi Susanto 15) Security adalah Amanu, Toni, Wiyono, Wawan, Didik, Agung, Sonhaji, Indra dan Solikin. 16) Cleaning area adalah Shodik. 17) Waker adalah Sholeh Peranan Perusahaan PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery memiliki peranan baik bagi masyarakat sekitar lokasi maupun bagi dunia pendidikan di Indonesia. Peranan bagi masyarakat sekitar antara lain menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga sekitar, karena semua tenaga kerja yang direkrut merupakan penduduk sekitar perusahaan, selain itu juga membantu pembangunan jalan desa yang secara tidak langsung sebagai jalan akses ke peternakan. Bagi dunia pendidikan di Indonesia PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery salah satu lokasi peternakan yang sering digunakan sebagai tempat pelatihan kegiatan praktik lapang bagi mahasiswa. PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery visi dan misi yang selain berorientasi pada perkembangan perusahaan juga pada kesejahteraan masyarakat. Visi dari PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery adalah gaya hidup global perusahaan yang menciptakan kesehatan, kegembiraan dan kenyamanan. Salah satu misinya adalah kita buat berdasarkan filosofi only commit one, to nilai user tertinggi untuk pelanggan dengan

30 21 produk dan layanan dan memberikan kontribusi kepada masyarakat manusia Peluang dan Kendala Perkembangan Perusahaan PT Super Unggas Jaya Unit Sukorejo hatchery masih memiliki peluang yang sangat besar untuk mengembangkan perusahaanya, karena permintaan DOC semakin meningkat sehingga pemasaran masih terbuka lebar, selain itu keuntungan perusahaan yang dari tahun ke tahun mengalami peningkatan dan ketersediaan SDM yang handal bisa dijadikan modal untuk mengembangkan perusahaan, namun dalam mengembangkan usaha peternakan tersebut juga tidak lepas dari hambatan-hambatan, diantaranya dengan seiring waktu lokasi peternakan semakin dekat dengan pemukiman penduduk, sehingga untuk perluasan kandang harus mencari lokasi yang lain. PT Super Unggas Jaya merupakan perusahaan baru dalam dunia perunggasan oleh karena itu perlu usaha besar dalam persaingan dengan kompetitor lainnya yang lebih dahulu. 4.2 Manajemen Penetasan Ayam Broiler. PT Super Unggas Jaya adalah salah satu perusahaan peternakan yang bergerak dalam bidang pembibitan atau breeding farm dan penetasan atau hatchery. Perusahaan ini hasil utamanya adalah DOC final stock ayam pedaging strain ross yang akan dikomersialkan untuk memenuhi kebutuhan bibit bagi masyarakat yang ingin beternak ayam pedaging. Pemeliharaan ayam bibit merupakan pemeliharaan ayam induk (parent stock) yang sangat mempengaruhi keberhasilan dalam penetasan dan hasil DOC. Usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang menghasilkan ternak untuk dipelihara lagi dan bukan untuk dikonsumsi. Pembibitan (breeding) dalam usaha peternakan ayam pedaging komersial sangat penting dan sangat perlu mendapat perhatian yang khusus, hal ini dilakukan untuk menjaga dan mendapatkan kualitas DOC final stock yang bagus serta menghindari terjadinya inbreeding dalam suatu peternakan. Jika pemeliharaan ayam parent stock kurang baik berdampak buruk pada keturunan yang dihasilkan. Contoh

31 22 apabila induk terserang penyakit menular maka penyakit tersebut bisa ditularkan secara vertikal pada keturunannya. Pengelolaan penetasan di PT. Super Unggas Jaya dilakukan di unit hatchery. Kegiatan yang dilakukan pada unit hatchery antara lain penanganan telur sebelum ditetaskan, proses penetasan, pull chick (penurunan DOC). Manajemen penetasan ayam broiler terdiri dari beberapa fase antara lain manajemen grading (seleksi) telur tetas menjelaskan tentang proses grading (seleksi) telur tetas dan proses fumigasi telur yang terdapat pada ruang terminal, manajemen penyimpanan telur dan pre warming, manajemen penetasan telur dimesin setter (mesin pengeraman), manajemen peneropongan atau candling HE, manajemen penetasan telur dimesin hatcher (mesin penetas), manajemen pull chick (pengepakan/pengemasan DOC), sanitasi dan perawatan di hatchery. Penanganan telur pada divisi hatchery dimulai dari grading (seleksi) telur tetas, fumigasi telur, penyimpanan cooling room (ruang pendingin), pre warming (penetralan suhu), setting pemasukan telur dalam setter (mesin pengeraman), candling (peneropongan), pemasukan telur ke dalam hatcher (mesin penetas), pull chick (pengeluaran DOC dari hatcher), pengepakan/pengemasan DOC, dan sanitasi ruangan tempat setter dan hatcher dengan menggunakan disinfektan yang disemprotkan, sedangkan standar suhu antar ruangan berbeda-beda, standar suhu yang ditetapkan PT. Super Unggas Jaya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Standar suhu ruangan-ruangan hatchery. Ruang Temperatur Kelembapan C (%) Grading & holding Setter Hatcher Pull chick Pengepakan DOC Sumber : Data Primer, 2012.

32 Manajemen grading (seleksi) telur tetas. Seleksi telur atau sering disebut dengan istilah grading adalah pemisahan antara telur yang layak tetas dan tidak layak tetas. Keseragaman kualitas telur tetas juga mempengaruhi kinerja mesin. Telur dengan berat dan ukuran sama akan memudahkan setting dan control yang berimbas pada produksi, panas dari mesin tetas akan merata dan stabil. Ruang penerimaan HE harus bersih dan tersanitasi sebelum telur tetas (Haching Egg/HE) datang, setelah telur datang dari farm langsung diterima oleh karyawan hatchery kemudian HE dikelompokkan berdasarkan kandang dan asalnya, setelah pengelompokan selesai kemudian dilakukan pemeriksaan fisik antara jumlah yang tertera disurat jalan dengan aktual yang diterima oleh hatchery antara lain, jumlah telur dengan egg tray, asal kandang dan usia induk. Seleksi telur atau grading HE dilakukan setelah pengelompokan menurut kandang dan pengecekan data dari farm selesai. Cuci tangan dilakukan sebelum grading menggunakan desifektan yang sudah disediakan di baki (ember sanitasi tangan), hal ini bertujuan agar telur tidak terkontaminasi bakteri yang terdapat pada tangan, pelaksanaan grading dilakukan dengan memisahkan HE grade out dengan HE yang baik. Grading HE yaitu memilih HE yang seragam besar dan beratnya, pisahkan letak telur grade out dengan telur yang baik. Klasifikasi HE grade out antara lain HE retak, kotor, jumbo, kecil, benjol, lonjong memanjang, kerabang tipis, kerabang bintik-bintik kasar, kerabang putih, jumlah HE rata-rata tiap grading sekitar 230 ribu telur tetas dan rata-rata grade out sekitar 2,5%. kemudian HE yang terpilih ditempatkan egg tray setting yang selanjutnya dimasukkan pada troly commit setting. to HE user yang layak untuk ditetaskan adalah

33 24 HE yang mempunyai berat gr. Jumlah HE rata-rata tiap grading sekitar 230 ribu telur tetas dan rata-rata grade out sekitar 2,5%. Penyebab telur grade out dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Penyebab telur grade out. Keadaan HE Jumlah Telur (%) Retak 0, 8 % Kotor 0, 2 % Jumbo dan 0, lonjong 5 % Kecil 0, 2 % Kerabang 0, tipis 6 % Kerabang 0, kasar 3 % Sumber : Data primer, Penyebab Kurang hati-hati dalam perjalanan dan saat grading Tempat bertelur dipeternakan kurang memadai. Gizi dalam pakan, Umur ayam, Penyakit. Gizi dalam pakan, Umur ayam, Penyakit. Gizi dalam pakan, Umur ayam, Penyakit. Gizi dalam pakan, Umur ayam, Penyakit. HE grade out kemudian dilakukan seleksi ulang atau dinamakan HE grade out layak setting, hal ini dilakukan untuk mencapai target produksi. HE grade out layak setting kriterianya lonjong tidak ekstrim, kotor tidak lebih dari 30%, cangkang putih tebal dan posisi HE di tray terbalik. Telur yang selesai diseleksi kemudian ditempatkan pada egg tray setting yang selanjutnya dimasukkan pada troly setting, diusahakan dalam troly setting berasal dari satu kandang dan satu umur, jika tidak memungkinkan diusahakan tidak lebih dari 5 minggu dan pemberian kode pada telur yang berisi kandang, tanggal setting, tanggal transfer, tanggal menetas dan lain lain. HE yang baik dan grade out layak setting difumigasi dengan cara burning formalin dengan double dosis selama 15 sampai 25 menit, sedangkan HE grade out yang tidak layak setting dijual. Fungsi fumigasi untuk meminimalkan adanya bakteri yang dapat menyebabkan HE gagal menetas atau exflod.

34 Manajemen penyimpanan telur dan pre warming. HE yang telah difumigasi dimasukkan kedalam cooling room atau tempat penyimpanan telur dan diletakkan pada egg tray dengan lama penyimpanan ± 7 hari yang bertujuan memenuhi kapasitas mesin setter. Pendingin setter menggunakan Air Conditioner (AC) untuk menjaga kelembaban ruangan dan untuk menghambat perkembangan embrio. Suhu ruang penyimpanan atau cooling room dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Suhu didalam ruang penyimpanan. Waktu Temperatur Kelembapan Penyimpanan 1 s/d 3 hari 18,3-21,1 C 75% 4 s/d 7 hari 15,0-17,0 C 75%-80% >7 hari 12,8-13,9 C 80% Sumber : Data Primer, HE dari cooling room kemudian dilakukan pre warming, lama pre warming tergantung lama penyimpanan di cooling room. Pre warning yaitu dengan mengeluarkan telur tetas dari cooling room dan menempatkan pada ruang dengan temperatur normal 24 C-27 C. Waktu pre warming ditentukan dengan waktu lama di cooling room, lama pre warming dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Hubungan lama penyimpanan HE dengan lama pre warming. Waktu Penyimpanan Waktu Pre warming 0-3 hari 3-6 jam 4-7 hari 6-12 jam Sumber : Data Primer, Kuntungan pre warming yaitu telur tetas (HE) cepat menetas dalam udara hangat, mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengembalikan suhu setter dan mampu meningkatkan hatchability. Pre warming berfungsi untuk menstabilkan kondisi telur setelah keluar dari cooling room sehingga jarak antara suhu cooling room yang bersuhu <21 C dengan temperatur mesin setter bersuhu >37 C tidak begitu jauh sehingga telur tidak mengalami shock embrio.

35 26 Pre warming PT. Super Unggas Jaya ditempatkan pada lorong jalan depan ruang cooling room, suhu diatur dengan bantuan kipas besar atau blower yang diarahkan pada telur dengan tujuan agar telur tidak mengembun dan setelah beberapa jam dilakukan pengecekan telur untuk memastikan saat setting kondisi HE tidak berembun Manajemen penetasan telur dimesin setter. Setting adalah proses memasukkan telur kedalam mesin setter. Setting dalam satu mesin tetas harus mempunyai keseragaman umur induk dan strain yang sama, jadwal setting telur tetas ke setter dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Setting HE ke setter. Jam setting Jenis HE Usia induk Jumlah mesin Grade Out 55 s/d 65 Minggu 0,5 s/d HE Setting 28 s/d 54 Minggu 1 s/d HE Setting 28 s/d 54 Minggu 1 s/d HE Setting 25 s/d 27 Minggu 0,5 s/d 1 Sumber : Data primer, Mesin tetas setiap setting sudah memiliki jadwal yang bertugas setting telur tetas ke setter, jadwal petugas setting per setter (Perset) dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Jadwal Petugas setting Per setter. Perset setter Setter 1 dan 8 Setter 2 dan 9 Setter 3 dan 10 Setter 4 dan 11 Setter 5 dan 12 Setter 6 dan 13 Setter 7 dan 14 Perset ADM Leader Sumber : Data primer, Nama petugas perset Slamet Sugiantoro Alex Sugandi Ali Mahrus Ratno Hidayat Sudibyo Team Terminal/ Non Terminal Team Terminal/ Non Terminal Eko Nurohman Edi Handoko

36 27 HE dimasukkan keruang setter setelah dilakukan pre warming sesuai dengan kode setting, setting merupakan pemasukan telur ke dalam mesin setter setelah selesai dilakukan pre warming, setting tidak boleh keliru dalam menempatkannya karena setting yang tepat dapat memudahkan petugas yang mengambil telur saat mau candling. HE grade out layak setting ditempatkan pada ruang setter nomer 1 dan 8. Mesin setter merupakan tempat inkubasi atau pengeraman telur selama hari, dalam kebersihan mesin setter harus selalu dijaga baik dalam mesin maupun luar mesin untuk menghindari dari kontaminasi dengan melakukan program sanitasi rutin 2x sehari, set point temperatur dan humidity disesuaikan dengan jenis mesin dan disesuaikan suhu lingkungan sekitar, menurut prosedur mesin chick master temperatur harus di set 37,4 C 37,5 C dan humidity di set pada suhu 28,3 C 29,4 C. Prosedur pengoperasian mesin, checklist dan perawatan mesin diatur pada item tersendiri, jika mesin dalam setter kepanasan maka dengan otomatis spray akan menyemprot dan jika panas kurang maka heating atau pemanas nyala dan jika mesin setter terjadi masalah biasanya alarm akan berbunyi sampai tombol alarm ditekan. Mesin setter proses turning atau pembalikan dilakukan otomatis setiap 60 menit sekali dengan kemiringan 45, turning berguna untuk meratakan suhu HE. Spray dicek tiap hari dengan cara menambah humidity set pada suhu menjadi kisaran 32 C sehingga secara otomatis spray menyemprotkan air, spray yang tidak menyemprot atau menyemprot tidak lancar maka terdapat kotoran yang menyumbat spray, cara menanganinya dengan cara membersihkan tutup spray yang tersumbat. Alat-alat yang digunakan dalam mesin setter antara lain demper (alat keluar dan masuknya udara) berfungsi menstabilkan suhu ruangan, apabila suhu ruangan mulai tinggi maka demper akan membuka dan akan tertutup kembali setelah suhu ruangan mulai normal. Hitter atau heating commit (alat to user pemanas) dan blower (kipas angin)

37 28 berfungsi sebagai pencipta sirkulasi udara. Sistem aliran udara dalam ruangan setter menggunakan sistem lorong dan sebelum transfer dilakukan kondisi mesin hatcher sudah diranning minimal selama 6 jam Manajemen peneropongan atau candling HE. Telur tetas dipindahkan dari mesin setter ke mesin hatcher pada hari ke 19 atau setelah 432 jam dalam mesin setter yang disebut sebagai kegiatan transfer, adapun hal-hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan transfer dan candling yaitu 1) Sebelum pelaksanaan transfer siapkan meja transfer dan dipastikan lampu candling menyala dengan baik. 2) Basket hatcher dalam kondisi sudah bersih dan dalam keadaan kering. 3) Ruangan transfer harus dalam kondisi gelap dan sudah disanitasi serta sirkulasi udara dibatasi. 4) Pindahkan trolly ke ruang setter secara bertahap utuk menghindari penurunan temperatur yang drastis dan hindari meletakkan trolly ditengah koridor mesin untuk menghindari panas dan terganggunya sirkulasi udara. 5) Lakukan candling dengan meletakkan telur tetas di atas meja transfer di sinari lampu 25 watt berjumlah 2 atau 3 lampu di bawah meja. 6) Klasifikasi telur yang di ambil pada waktu candling adalah : Telur infertil : telur yang tidak ada tunas embrio yang berkembang, jika di sinari kelihatan terang atau ada embrio tetapi mati awal, jika di sinari kelihatan remang-remang. Telur explode : telur yang terkotaminasi bakteri atau jamur biasanya telur kelihatan mengeluarkan buih atau busa. 7) Telur tetas yang fertile dipindahkan ke basket hatcher yang sebelumnya sudah commit disiapkan. to user

38 29 8) Telur explode dibuang ke drum yang sudah disiapkan dan diberi air yang sudah dicampur didesinfektan. 9) Untuk telur infertile ditempatkan di egg tray dan akan dikumpulkan dan di jual kepada penadah sebagai pakan bebek, pakan lele atau pembuat roti. 10) Telur tetas yang sudah di transfer harus tercatat jumlah telur infertile, explode dan fertile per kandang/ farm. 11) Setelah transfer selesai ruang transfer dibersihkan dengan air dan di sanitasi dengan desinfektan Manajemen penetasan telur dimesin hatcher. Telur tetas dimasukkan kedalam mesin hatcher selama kurang lebih tiga hari setelah proses transfer selesai. Mesin hatcher sudah dihidupkan minimal 6 jam sebelum telur tetas masuk, diberikan evaporative formalin dengan dosis 0.1 cc per butir pada hari ke dengan tujuan agar warna bulu DOC kelihatan berwarna kuning. Humidity diturunkan menjadi 28.0 C pada waktu 6 jam sebelum pull chick. Alat-alat dalam mesin hatcher sama seperti yang ada didalam mesin setter akan tetapi terdapat alat tambahan berupa selang untuk mengeluarkan uap air. Pengaturan kelembaban sangat penting didalam proses penetasan karena berhubungan dengan pencegahan dehidrasi DOC yang akan mengakibatkan DOC berukuran kecil dan kelembaban yang terlalu tinggi berakibat DOC kembung. Setting temperature mesin hatcher disesuaikan oleh masing masing jenis mesin dan disesuaikan dengan kondisi lingkungan. Mesin yang berada di PT Super Unggas Jaya Sukorejo menggunakan jenis mesin chick master dengan temperatur 36,7 C 36,9 C dan humidity 29,4 C 32,2 C. Settpoint temperatur dan humidity harus disesuaikan dengan kondisi lingkungan atau actuality. Proses penetasan di dalam hatcher dilakukan dalam waktu 2 hari atau dari hari ke 19 sampai 21, apabila tanda pengukur commit kelembaban to user setter naik maka telur telah

39 30 menetas dan apabila telah berangsur turun maka DOC telah kering kemudian dilakukan pull chick, setelah selesai pull chick mesin hatcher dibersihkan dengan air dan dilakukan sinitasi menggunakan desinfektan serta dilakukan fumigasi dengan single dosis Manajemen pull chick. Proses pull chick dapat dilakukan apabila DOC sudah siap untuk dikeluarkan dengan ciri-ciri : Bulu leher ayam masih basah sekitar 5%. Pusar tertutup dengan sempurna tidak bengkak. Shank kaki berwarna kuning mengkilap dan tidak kering. Remas kulit telur/cangkang akan terasa kering renyah sebagai indikasinya. Total waktu tetas normal 500 +/- 6 jam dari setting sesuai jenis mesin, musim dan umur induk. Keluarkan semua basket dari mesin hatcher dan dipindahkan pada ruang pull chick kemudian pindahkan DOC ke chick box yang sudah disiapkan sesuai dengan kode kandang masing masing saat pemindahan sekalian dilakukan seleksi DOC, cangkang dimasukkan ke drum, telur dis ditempatkan di egg stray dan secepat mungkin dikeluarkan agar tidak terjadi kontaminasi pada DOC, telur dis biasanya dipakai buat pakan bebek atau pakan lele. Basket yang kosong langsung dibawa diruang pencucian untuk segera dibersihkan, untuk telur yang tidak menetas harus dihitung dan dicatat masing-masing kandang, saat proses pull chick berlangsung exhaust fan atau blower penyedot udara ruang pull chick harus dalam keadaan hidup karena akan membantu membuang udara yang kotor penuh dengan bulu DOC, setelah selesai proses pull chick ruangan harus segera dibersihkan dengan air kemudian dilakukan sanitasi. Seleksi DOC di PT Super Unggas Jaya dibagi menjadi tiga macam grade, yaitu premium (umur induk minggu), standart (kondisi normal), BM commit (bibit muda to user umur induk kurang dari 30 minggu).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

[Pengelolaan Penetasan Telur]

[Pengelolaan Penetasan Telur] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Penetasan Telur] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten 30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Bibit merupakan ayam muda yang akan dipelihara menjadi ayam dewasa penghasil telur. Ayam bibit bertujuan untuk menghasilkan telur berkualitas tinggi dan daya

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

MANAJEMEN PULL CHICK DI PT.SUPER UNGGAS JAYA HATCHERY UNIT SUKOREJO PASURUAN

MANAJEMEN PULL CHICK DI PT.SUPER UNGGAS JAYA HATCHERY UNIT SUKOREJO PASURUAN digilib.uns.ac.id MANAJEMEN PULL CHICK DI PT.SUPER UNGGAS JAYA HATCHERY UNIT SUKOREJO PASURUAN TUGAS AKHIR Oleh : MUHAMMAD RIFA I H3409017 PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNIS PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam, Pekon Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK

TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK TATALAKSANA PENETASAN TELUR ITIK SUGENG WIDODO Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, BOGOR 16002 RINGKASAN Dengan melaksanakan tatalaksana penetasan telur itik secara baik akan didapatkan hasil yang maksimal.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh : NURROTUL RIZA HAMDANAH PROGRAM STUDI DIII

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki pertumbuhan cepat sebagai penghasil daging, konversi pakan sangat irit, siap dipotong pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR MANAJEMEN PENETASAN DI PT. HATCHERY SUPER UNGGAS JAYA KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PASURUAN. Oleh : ANTONIUS DWI SETYOBUDI H

TUGAS AKHIR MANAJEMEN PENETASAN DI PT. HATCHERY SUPER UNGGAS JAYA KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PASURUAN. Oleh : ANTONIUS DWI SETYOBUDI H digilib.uns.ac.id TUGAS AKHIR MANAJEMEN PENETASAN DI PT. HATCHERY SUPER UNGGAS JAYA KECAMATAN SUKOREJO KABUPATEN PASURUAN Oleh : ANTONIUS DWI SETYOBUDI H3409004 PROGRAM DIPLOMA III AGRIBISNIS PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Desa Sukadamai Usaha peternakan ayam ras petelur ini terletak di Kampung Kahuripan, Desa Sukadamai, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Desa Sukadamai merupakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, 23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas terutama ayam merupakan salah satu sumber protein utama bagi manusia walaupun sekarang banyak sumber protein selain daging ayam, namun masyarakat lebih memilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005). 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam ras merupakan ayam yang mempunyai sifat tenang, bentuk tubuh besar, pertumbuhan cepat, kulit putih dan bulu merapat ke tubuh (Suprijatna et al., 2005).

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH

MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH MANAJEMEN PEMELIHARAAN AYAM BROILER PEMBIBIT FASE LAYER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PAREREJA KECAMATAN BANJARHARJO KABUPATEN BREBES JAWA TENGAH TUGAS AKHIR Oleh : ALIFUL UMAMI PROGRAM STUDI DIPLOMA

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI

MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR. Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI MANAJEMEN PENANGANAN TELUR TETAS AYAM PEMBIBIT BROILER DI PT. JAPFA COMFEED UNIT KALISALEH, PEMALANG TUGAS AKHIR Oleh : MUHAMMAD ULFI ZAMRUDI PROGRAM STUDI D-3 MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir

PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Laporan Tugas Akhir OLEH: RIFKA ULYA NBP.1201373033 PROGRAM STUDI PETERNAKAN

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS

1. Pendahuluan. 2. Kajian Pustaka RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS Prosiding SNaPP2014 Sains, Teknologi, dan Kesehatan ISSN 2089-3582 EISSN 2303-2480 RANCANG BANGUN ALAT PENETAS TELUR SEDERHANA MENGGUNAKAN SENSOR SUHU DAN PENGGERAK RAK OTOMATIS 1 Ari Rahayuningtyas, 2

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mesin tetas tipe elektronik digital kapasitas 600 butir sebanyak 1 buah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil. 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Daya tetas merupakan banyaknya telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil. Data daya tetas pada penelitian ini dihitung dengan

Lebih terperinci

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 ISTILAH-ISTILAH Grand parent stock= ayam nenek Parent stock= ayam induk Commercial stock= ayam komersial Feed supplement = pakan

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR. Oleh: ANTONIO GINTING

TUGAS AKHIR. Oleh: ANTONIO GINTING 1 MANAJEMEN USAHA PETERNAKAN AYAM PEMBIBIT BROILER SUPER UNGGAS JAYA FARM DI DUSUN KEPATIHAN DESA PAMOTAN KECAMATAN DAMPIT KABUPATEN MALANG (ASPEK PAKAN) TUGAS AKHIR Oleh: ANTONIO GINTING PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur Selama proses inkubasi, telur akan mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kualitiatif Pusar Penilaian menggunakan metode pasgar skor didasarkan pada kriteria morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat kualitas DOD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pembibitan Ayam Usaha pembibitan ayam merupakan usaha untuk menghasilkan ayam broiler konsumsi yang memiliki produksi unggul. Bibit- bibit yang bisa dikembangkan di Indonesia

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak

BAB III METODE PENELITIAN Analisis proksimat dilakukan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang peternakan ayam broiler Desa Ploso Kecamatan Selopuro Kabupaten Blitar pada bulan Februari sampai Mei 2014.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V. GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Gambaran Umum Perusahaan Perusahaan ini berdiri pada tahun 2001 dengan pengusahaan pada berbagai komoditi pertanian seperti budidaya ikan, budidaya manggis, budidaya pepaya,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi

V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan 5.2. Struktur Organisasi V. GAMBARAN UMUM 5.1. Sejarah Perusahaan Ben s Fish Farm mulai berdiri pada awal tahun 1996. Ben s Fish Farm merupakan suatu usaha pembenihan larva ikan yang bergerak dalam budidaya ikan konsumsi, terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah ayam penghasil telur tetas fertil yang digunakan untuk ditetaskan menjadi DOC (Suprijatna dkk., 2005). Ayam pembibit menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Februari -- Maret 2013 di kandang percobaan milik PT. Rama Jaya Lampung yang berada di Desa Fajar Baru II, Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

I Peternakan Ayam Broiler

I Peternakan Ayam Broiler I Peternakan Ayam Broiler A. Pemeliharaan Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ras ayam pedaging yang memiliki produktivitas tinggi. Ayam broiler mampu menghasilkan daging dalam waktu 5 7 minggu (Suci dan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Sedangkan dalam penetasan telur itu sendiri selama ini dikenal ada dua cara, yakni: Cara alami Cara buatan

BAB II DASAR TEORI. Sedangkan dalam penetasan telur itu sendiri selama ini dikenal ada dua cara, yakni: Cara alami Cara buatan BAB II DASAR TEORI 2.1 Mesin Tetas Prinsip kerja dari mesin tetas yang sederhana ini adalah menciptakan situasi dan kondisi yang sama pada saat telur dierami oleh induknya. Kondisi yang perlu diperhatikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler pembibit merupakan ayam yang menghasilkan bibit ayam broiler (Sudaryani dan Santosa, 2003). Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani,

I. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap kebutuhan protein hewani, mengakibatkan meningkatnya produk peternakan. Broiler merupakan produk peternakan yang

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan bibit induk atau bibit sebar. Ayam yang akan digunakan sebagai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. menghasilkan bibit induk atau bibit sebar. Ayam yang akan digunakan sebagai 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Pembibitan ayam merupakan suatu kegiatan pemeliharaan ternak untuk menghasilkan bibit induk atau bibit sebar. Ayam yang akan digunakan sebagai bibit harus memenuhi

Lebih terperinci

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS

Lebih terperinci

Itik Petelur - Itik Indian Runner (Malaysia dan Cina) - Itik Khaki Cambell (Inggris) - Itik lokal tersebar di Indonesia (Itik Cirebon, Itik Tegal, Iti

Itik Petelur - Itik Indian Runner (Malaysia dan Cina) - Itik Khaki Cambell (Inggris) - Itik lokal tersebar di Indonesia (Itik Cirebon, Itik Tegal, Iti PROSPEK DAN KIAT BETERNAK ITIK DENGAN SISTEM TERKURUNG Sumantri Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Peternak itik di pedesaan pada tempo dulu sampai sekarang masih banyak

Lebih terperinci

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN

TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN TUGAS KARYA ILMIAH TENTANG PELUANG BISNIS DAN BUDIDAYA IKAN PATIN Disusun Oleh : Nama : Galih Manunggal Putra NIM : 11.12.5794 Kelas : 11-S1SI-06 Kelompok : H ABSTRAK Bisnis budidaya ikan konsumsi memang

Lebih terperinci

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08

Nama : MILA SILFIA NIM : Kelas : S1-SI 08 Nama : MILA SILFIA NIM : 11.12.5933 Kelas : S1-SI 08 Permintaan daging ayam kampung cenderung mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. Hal ini disebabkan oleh kesadaran sebagian masyarakat untuk mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ayam ayam lokal (Marconah, 2012). Ayam ras petelur sangat diminati karena 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur dikenal oleh sebagian masyarakat dengan nama ayam negeri yang mempunyai kemampuan bertelur jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan ayam ayam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/6/2014 TENTANG PEDOMAN PEMBIBITAN AYAM ASLI DAN AYAM LOKAL YANG BAIK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK

Lebih terperinci

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam

II. ISI 2.1. Pra Produksi Penyiapan Sarana (Kandang) Persiapan peralatan dan ayam I. PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam ras petelur saat ini berkembang sangat pesat, baik dari segi skala usaha maupun dari jumlah peternakan yang ada. Beberapa alasan peternak untuk terus menjalankan usaha

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R

NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M ( ) R USAHA TELUR ASIN NAMA KELOMPOK : PUTRI FEBRIANTANIA M (0610963043) R. YISKA DEVIARANI S (0610963045) SHANTY MESURINGTYAS (0610963059) WIDIA NUR D (0610963067) YOLANDA KUMALASARI (0610963071) PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%.

BAB III METODE PENELITIAN. Ayam Pedaging dan Konversi Pakan ini merupakan penelitian penelitian. ransum yang digunakan yaitu 0%, 10%, 15% dan 20%. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian Penelitian tentang Pengaruh Penggunaan Onggok Kering Terfermentasi Probiotik dalam Ransum Terhadap Konsumsi Pakan, Pertambahan Bobot Badan Ayam

Lebih terperinci

OTOMATISASI MESIN TETAS UNTUK MEINGKATKAN PRODUKSI DOC (DAY OLD CHICK) AYAM LURIK DAN EFISIENSI USAHA

OTOMATISASI MESIN TETAS UNTUK MEINGKATKAN PRODUKSI DOC (DAY OLD CHICK) AYAM LURIK DAN EFISIENSI USAHA OTOMATISASI MESIN TETAS UNTUK MEINGKATKAN PRODUKSI DOC (DAY OLD CHICK) AYAM LURIK DAN EFISIENSI USAHA Suyatno. 1) Ringkasan Permasalahan utama usaha peternakan ayam Lurik di Jawa Timur adalah keterbatasan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015 LAPORAN TUGAS AKHIR Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

Temu Teknis Fungsionat non Penebti 2000 BAGIAN DAN PERLENGKAPAN MESIN TETAS Bagian-bagian dan perlengkapan yang ada pada mesin tetas sederhana dengan

Temu Teknis Fungsionat non Penebti 2000 BAGIAN DAN PERLENGKAPAN MESIN TETAS Bagian-bagian dan perlengkapan yang ada pada mesin tetas sederhana dengan Temu Tekms Fungsional non Penehn 2000 TEKNIS PENETASAN TELUR SEMI INTENSIF Sumantri Balai Penelitian Ternak Po Box 221 Bogor 16002 RINGKASAN Perubahan sistem pemeliharaan dan pemasaran hasil produksi memerlukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon

MATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak CiawiBogor. Peneltian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011. Materi Ternak yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Break Even Point (BEP) Break Even Point adalah titik pulang pokok dimana total revenue = total cost. Terjadinya titik pulang pokok tergantung pada lama arus penerimaan sebuah

Lebih terperinci

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur Telur Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur dan komposisi telur 1.Kuning telur (yolk) 2.Putih telur (albumen) 3.Membrane shell 4.Kerabang telur Kuning Telur (31%): 1. Latebra : Pertautan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas

Kata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology

Lebih terperinci

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017

PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 PROGRAM PENCAHAYAAN (Lighting) TIM BROILER MANAGEMENT 2017 FUNGSI DAN MANFAAT Fungsi pencahayaan pada pemeliharaan broiler adalah : o Penerangan : agar anak ayam dapat melihat tempat pakan dan minum serta

Lebih terperinci

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN

PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI. Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PENGARUH INDEKS BENTUK TELUR TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS ITIK MAGELANG DI SATUAN KERJA ITIK BANYUBIRU SKRIPSI Oleh MUHAMMAD AULIA RAHMAN PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia.

MATERI DAN METODE. Sumber : Label Pakan BR-611 PT. Charoen Pokphand Indonesia. MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di CV Mitra Sejahtera Mandiri, Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Penelitian dilaksanakan selama lima minggu yang dimulai dari

Lebih terperinci

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012

STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 1 Summary STUDI KANDUNGAN BAKTERI Salmonella sp. PADA MINUMAN SUSU TELUR MADU JAHE (STMJ) DI TAMAN KOTA DAMAY KECAMATAN KOTA SELATAN KOTA GORONTALO TAHUN 2012 TRI ASTUTI NIM 811408115 Program Studi Kesehatan

Lebih terperinci

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam

ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam VI ANALISIS PENDAPATAN DAN KEUNTUNGAN INVESTASI USAHA TERNAK 6.1. Deskripsi Organisasi Produksi Usaha Ternak Ayam Buras Petelur Kelompok Hidayah Alam Sebagian besar usaha ternak ayam buras petelur yang

Lebih terperinci

DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037 PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor : 01019/Kpts/PD.430/F/07/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci