EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN
|
|
- Yandi Sugiarto
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS DURING HATCHING PROCESS Adi Ageng Mustawa*, Endang Sujana, Iwan Setiawan Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun adimustawa@gmail.com ABSTRAK Penelitian mengenai Evaluasi Telur Tetas Itik CRp (Cihateup x Rambon) yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Selama Proses Penetasan telah dilakukan pada bulan Februari hingga Maret Penelitian dilakukan di Indigenous Ducks Breeding Station Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran. Telur yang digunakan adalah telur yang dihasilkan itik hasil persilangan antara Itik Cihateup dan Itik Rambon. Koleksi telur dilakukan selama 9 hari yang dibagi menjadi 3 periode dan proses penetasan dilakukan selama ±28 hari. Parameter yang diukur meliputi setting egg, fertilitas dan kematian embrio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rataan setting egg mencapai 85,40%, rataan fertilitas sebesar 89,94%, dan rataan kematian embrio sebesar 41,89%. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa telur yang dihasilkan oleh itik CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara pada kondisi minim air secara umum termasuk baik sebagai telur tetas. Kata Kunci : Itik CRp, pemeliharaan minim air, setting egg, fertilitas, kematian embrio. ABSTRACT This Reasearch on evaluation of hatching egg of CRp (Cihateup x Rambon) duck raised on minimum water conditions during hatching process has been done on February until March This reasearch has been conducted in Indigenous Ducks Breeding Station, Faculty of Animal Husbandry, Padjadjaran University. The collected eggs issued from crossbreed ducks (Cihateup Ducks x Rambon Ducks). Collection of eggs has done for 9 days, divided into 3 periods and hatching process for ±28 days. The parameters observed were setting egg, fertility, and embryo mortality. The results of this reasearch showed that the average value of setting egg was 85.40%, fertility was 89.94%, and embryo mortality was 41.89%. Based on the results it can be concluded that the eggs produced by CRp Duck raised on minimum water conditions were generally good as hatching egg. Keywords : CRp duck, minimum water conditions, setting egg, fertility, embryo mortality. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 1
2 Pendahuluan Itik merupakan jenis unggas air yang memiliki keunggulan daya tahan tubuh lebih baik dibandingkan dengan jenis unggas lainnya. Itik banyak dibudidayakan untuk tujuan memenuhi kurangnya kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia. Itik yang banyak dibudidayakan di Indonesia pada umumnya menghasilkan daging dan telur. Telur itik dapat menjadi alternatif sumber protein hewani dan disukai banyak orang dari berbagai kalangan. Itik dipelihara menggunakan sistem pemeliharaan intensif atau dikandangkan dengan tujuan mencapai produktivitas telur optimal. Sistem ini memudahkan dalam pemberian pakan, pemberian obat, pengumpulan telur, dan memudahkan pengaturan ketersediaan air. Itik yang menggunakan sistem pemeliharaan intensif ini dipelihara dengan kondisi minim air, hal ini berkaitan dengan efisiensi air karena ketersediaan air hanya untuk kebutuhan minum itik saja tanpa membuat kolam untuk berenang. Itik tidak hanya dinilai kemampuan memproduksi telurnya saja namun juga dinilai dari hasil tetasnya guna menghasilkan bibit baru. Keberhasilan penetasan dapat ditingkatkan dengan bantuan mesin tetas. Mesin tetas membantu upaya mempercepat perkembangan populasi itik CRp dengan memperhatikan proses penetasan yang meliputi setting egg, fertilitas dan kematian embrio. Kualitas telur tetas akan menentukan kualitas bibit yang dihasilkan pada generasi selanjutnya baik dari sisi pertumbuhan maupun produksi telurnya. Produktivitas ternak dapat ditingkatkan melalui persilangan antara dua jenis ternak berbeda yang masing-masing memiliki sifat unggul. Persilangan merupakan salah satu cara untuk menurunkan sifat-sifat baik dari induk untuk keturunannya guna mendapatkan bibit baru dengan hasil produktivitas dan mutu yang lebih baik dari rata-rata tetuanya. Persilangan ini bisa dilakukan antara itik Cihateup jantan dan itik Rambon betina dengan tujuan dihasilkan bibit baru yang memiliki produktivitas dan mutu telur yang lebih baik dari rataan tetuanya. Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya yang telah dilakukan Panuntun (2014), telur tetas itik Cihateup memiliki rata-rata fertilitas sebesar 91,5% dan rata-rata kematian embrio sebesar 31,7%. Sedangkan Telur tetas itik Rambon memiliki rata-rata fertilitas sebesar 97,5% dan ratarata kematian embrio sebesar 30,77% (Parwati, 2014). Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 2
3 Bahan dan Metode 1. Objek Penelitian (1). Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur tetas Itik CRp yang dikoleksi selama 9 hari, formalin 40 % dan kalium permanganat (KMnO 4) untuk fumigasi mesin tetas, serta air bersih untuk menjaga kelembaban mesin tetas. (2). Alat penelitian Alat yang digunakan sebagai penunjang pada penelitian ini adalah Egg tray, Candler, Mesin tetas, Thermohygrometer digital, Lampu bohlam, Timbangan digital, Baki air, dan Water sprayer (alat penyemprot air). 2. Metode Penelitian Penelitian dilakukan secara deskriptif, pengambilan data dilaksanakan dengan menggunakan metode Purposive Sampling. Pengamatan dilakukan terhadap sampel telur itik yang telah diseleksi dari hasil pengumpulan selama 9 hari produksi dan ±28 hari masa penetasan. Telur yang digunakan adalah telur hasil itik persilangan CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara secara intensif dalam kondisi minim air. Ransum yang diberikan memiliki kandungan energi sebesar 2966,4 kkal/kg dan protein kasar sebesar 18,08 persen. 3. Peubah yang Diamati (1) Setting Egg (%) Merupakan persentase jumlah telur yang layak untuk ditetaskan berdasarkan kualitas kerabang, bentuk telur, dan bobot telur, dihitung dengan cara membandingkan jumlah telur terseleksi dengan jumlah total telur tetas yang diperoleh. Setting Egg = x 100% (2) Fertilitas (%) Fertilitas merupakan persentase telur fertil dari jumlah seluruh telur yang terseleksi. Pengamatan fertilitas dilakukan dengan proses candling pada hari ke-3. Fertilitas = x 100% Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 3
4 Evaluasi Telur Tetas Itik CRp (Cihateup x Rambon)... Adi A. M. (3) Kematian Embrio (%) Merupakan persentase jumlah embrio fertil yang tidak berkembang, diamati pada hari ke-15 dan hari ke-26. Dihitung dengan cara membandingkan jumlah embrio fertil yang tidak berkembang dengan jumlah telur fertil. Pengamatan dilakukan dengan proses candling. Kematian embrio = x 100% (4) Analisis Statistik Analisis yang digunakan adalah analisis statistik deskriptif terhadap nilai rata-rata. Rata-rata Untuk data kuantitatif dihitung dengan membagi jumlah nilai data oleh banyaknya data. Keterangan : n = Rata-Rata = Jumlah data x ke-i = Jumlah data = Hasil dan Pembahasan 1. Kondisi umum kandang Indigenous Ducks Breeding Station Kandang Indigenous Ducks Breeding Station berlokasi di kawasan SLTP ( Sustainable Livestock Techno Park) Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran, Kecamatan Jatinangor, Kabupaten Sumedang. Wilayah ini merupakan dataran tinggi sehingga suhunya terbilang sejuk dengan kelembaban relatif tinggi. Ketinggian wilayah ini berkisar antara meter diatas permukaan laut (dpl) dengan curah hujan rata-rata per-tahun mencapai 492,64 milimeter, suhu rata-rata 27 o C dengan kelembaban rata-rata mencapai 60 persen. Terdapat beberapa jenis itik yang dipelihara di kandang ini yakni Itik Cihateup, Itik Rambon dan Itik Magelang. Sistem pemeliharaan yang dilakukan merupakan sistem pemeliharaan intensif dengan kondisi minim air. Kandang yang digunakan berbetuk postal agar memungkinan itik tetap dapat bergerak dengan leluasa. Alas kandang menggunakan sekam padi atau jerami kering untuk menjaga kondisi kandang tidak lembab. Kolam atau genangan air tidak disediakan untuk aktivitas itik berenang. Suhu didalam kandang rata-rata 29 o C dengan kelembaban persen. Pakan yang diberikan pada ternak terdiri atas jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, dedak, grit, mineral dan premix. Pakan ini mempunyai kandungan energi sebesar 2966,4 kkal/kg dan protein kasar sebesar 18,08 persen mengacu pada petunjuk teknis Pengembangan Usaha Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 4
5 Agribisnis Pedesaan BPTP Jawa Barat (2010) yaitu pak an untuk periode layer mempunyai imbangan energi 2700 kkal/kg dan protein kasar persen. Pakan diberikan pada pagi dan sore hari, sedangkan air minum diberikan secara ad-libitum pada tempat minum yang telah disediakan. 2. Setting Egg Telur Itik CRp Nilai Setting Egg hasil telur tetas itik persilangan CRp disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Rataan Setting Egg Telur Itik Persilangan CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Jumlah Telur Telur Terseleksi Telur Terafkir Setting Egg butir % ,32 86, ,45 Jumlah Rataan 77,67 66,33 11,33 85,40 Berdasarkan Tabel 1, nilai setting egg telur itik persilangan CRp yang diperoleh selama penelitian yakni sebesar 90,32% pada periode pertama, 86,90% pada periode kedua, dan 80,45% pada periode ketiga dengan rataan sebesar 85,40%. Nilai setting egg tertinggi diperoleh pada periode pertama dan terus menurun pada periode kedua dan ketiga. Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan saat proses koleksi telur dari kandang, pada saat periode kedua dan ketiga banyak ditemukan kumpulan telur dengan kondisi terkubur dibawah sekam sehingga lebih sulit untuk dikoleksi. Diduga hal tersebut merupakan tindakan naluri dari induk untuk menyembunyikan telurnya dan/atau karena telur keluar lebih awal sehingga selang waktu sampai proses koleksi dari kandang menjadi lebih panjang sehingga secara tidak langsung karena pergerakan itik yang dinamis mengakibatkan banyak litter yang berhamburan dan menimbun telur. Telur yang terkubur tersebut banyak ditemukan dalam kondisi retak sehingga harus diafkir sebagai telur tetas. Setting egg dilakukan untuk menyeleksi telur-telur yang diperkirakan layak dimasukan ke dalam mesin tetas. Telur-telur yang tidak terseleksi diafkir sebagai telur tetas untuk untuk menghindari kegagalan dalam penetasan, dan dijadikan telur konsumsi. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Suprijatna, dkk. (2008) bahwa telur yang akan ditetaskan terlebih dahulu harus diseleksi sesuai dengan kriteria tertentu, telur yang tidak memenuhi persyaratan tidak jarang mengakibatkan kegagalan penetasan. Telur yang telah melalui proses seleksi diharapkan mampu Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 5
6 mengurangi kematian embrio serta dapat meningkatkan daya tetas dibandingkan dengan telur tanpa melalui proses seleksi. Kartasudjana dan Suprijatna (2010) menyatakan bahwa keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan untuk mempertahankan daya tetas telur. Hanya telur dengan kualitas eksterior baik yang dapat menunjang daya tetas yang baik pula. Telur dengan kualitas eksterior buruk akan menyebabkan meningkatnya kematian embrio sehingga terjadi kegagalan dalam proses penetasan. Rataan setting egg yang cukup tinggi mencapai 85,40% menunjukkan bahwa telur itik persilangan CRp yang dipelihara pada kondisi minim air masih tergolong memiliki kualitas eksterior yang baik dan berpotensi untuk ditetaskan. 3. Fertilitas Telur Itik CRp Nilai fertilitas telur itik persilangan CRp yang diperoleh disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rataan Fertilitas Telur Itik Persilangan CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Jumlah Telur Telur Infertil Telur Fertil Fertilitas butir % ,35 91, ,71 Jumlah Rataan 66,33 6,67 59,67 89,94 Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai fertilitas telur itik persilangan CRp yang diperoleh berturut-turut sebesar 80,35% pada periode pertama, 91,78% pada periode kedua, dan 95,71% periode ketiga. Berdasarkan data hasil pengamatan yang diperoleh dari proses candling pada hari ke-3 masa penetasan, fertilitas telur itik CRp yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan sebesar 89,94%. Rataan fertilitas telur itik persilangan CRp ini masih lebih rendah dari rataan fertilitas tetuanya. Hasil penelitian yang telah dilakukan Panuntun (2014) menunjukan fertilitas itik Cihateup yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan 91,50%, sedangkan fertilitas itik Rambon yang dipelihara pada kondisi minim air memiliki rataan 97,50% (Parwati 2014). Itik persilangan CRp pada periode pertama memiliki fertilitas dengan nilai terendah yakni sebesar 80,35% lalu meningkat pesat menjadi 91,78% pada periode kedua dan 95,71% pada periode ketiga. Rendahnya nilai fertilitas pada periode pertama diduga karena lama waktu bercampurnya jantan dan betina (masa perkawinan) relatif pendek. Telur yang dikoleksi pa da periode pertama merupakan telur yang dihasilkan oleh induk yang dicampurkan dengan jantan Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 6
7 (masa perkawinan) selama 1 minggu dengan sex ratio 1:5. Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010) bila pejantan dan betina dikawinkan secara individu, fertilitas yang cukup tinggi diperoleh 2-3 hari setelah perkawinan. Namun bila pejantan dikawinkan dengan sekelompok betina, koleksi telur tetas biasanya dilakukan setelah 2 minggu pejantan berada dalam kandang betina. Hal ini dapat diartikan bahwa untuk mendapatkan nilai fertilitas tinggi pada sekelompok betina diperlukan waktu perkawinan dan proses adaptasi yang lebih lama dibandingkan dengan perkawinan secara individu. Faktor lain yang mempengaruhi tingginya fertilitas telur tetas yang dihasilkan itik persilangan CRp yang dipelihara pada kondisi minim air yakni kualitas pakan yang diberikan memiliki imbangan nutrisi yang baik. Pemberian pakan perlu diperhatikan untuk meningkatkan kualitas sistem reproduksi ternak jantan maupun betina. Kualitas pakan yang baik akan meningkatkan motilitas sperma pejantan untuk membuahi ovum dalam proses fertilisasi. Pakan yang diberikan pada itik persilangan CRp periode layer telah sesuai dengan kandungan nutrisi standar yang ditetapkan. BPTP Jawa Barat (2010) menetapkan bahwa pakan untuk pemeliharaan itik periode layer memiliki imbangan energi 2966,4 kkal/kg, protein 18%, kandungan kalsium 2,03% dan kandungan fosfor 0,96%. Hasil penelitian Pratiwi (2013) di Village Breeding Center Desa Solokan Jeruk, Bandung menunjukan bahwa rataan fertilitas itik Cihateup yang dipelihara secara ekstensif tercatat hanya sebesar 55,23%. Berbeda dengan itik Persilangan CRp yang dipelihara secara intensif dengan kondisi minim air yang memiliki rataan fertilitas hingga mencapai 89,94%. Perbedaan persentase fertilitas yang sangat jauh ini berkaitan dengan perbedaan sex ratio antara sistem pemeliharaan ekstensif dan sistem pemeliharaan intensif. Sex ratio di Village Breeding Center Desa Solokan Jeruk dipelihara secara ekstensif dengan sex ratio hingga 1:20, sedangkan itik persilangan CRp dipelihara secara intensif dengan sex ratio 1:5. Hal ini dikarenakan sistem pemeliharaan secara intensif lebih mudah dalam mengatur perkawinan dan mampu memberikan fertilitas telur yang tinggi meskipun dipelihara dengan kondisi minim air. 4. Kematian Embrio Telur Itik CRp Nilai kematian embrio telur tetas itik persilangan CRp selama proses penetasan disajikan pada Tabel 3. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 7
8 Tabel 3. Kematian Embrio Telur Itik CRp yang Dipelihara pada Kondisi Minim Air Periode Kematian Embrio Berdasarkan Tingkat Telur Umur Pengeraman Telur (hari) Jumlah Kematian Fertil Embrio butir % , ,79 44,77 Jumlah Rataan 59,67 8, , ,89% Berdasarkan Tabel 3, nilai kematian embrio telur tetas itik persilangan CRp selama proses penetasan sebesar 37,77% pada periode pertama, 41,79% pada periode kedua, dan 44,77% pada periode ketiga dengan nilai rataan sebesar 41,89%. Data kematian embrio tersebut didasarkan atas hasil candling pada hari ke 15 dan hari ke 26 periode penetasan. Kematian embrio yang dialami oleh telur tetas itik persilangan CRp ini lebih tinggi dari rataan kematian embrio kedua tetuanya. Hasil penelitian yang dilakukan Panuntun (2014) menunjukkan bahwa rataan kematian telur tetas itik Cihateup yang dipelihara pada kondisi minim air adalah sebesar 31,70%, sedangkan kematian embrio telur tetas itik Rambon yang dipelihara pada kondisi minim air mencapai 30,77% (Parwati, 2014). Kematian embrio yang tinggi pada penelitian ini disebabkan karena kondisi suhu dan kelembaban di dalam mesin tetas yang tidak stabil. Mesin tetas yang digunakan seringkali mengalami penurunan suhu dan kelembaban secara drastis. Selama masa penetasan tercatat suhu di dalam mesin tetas terendah mencapai 35,81 o C dan suhu tertinggi mencapai 38,25 o C dengan kelembaban mesin berkisar antara 59,81% sampai 83,94% (data suhu dan kelembaban selama proses penetasan terlampir). Paimin (2008) menyatakan embrio di dalam telur unggas akan cepat berkembang selama suhu telur pada kondisi yang sesuai dan akan berhenti berkembang jika suhunya kurang dari yang dibutuhkan. Temperatur optimum untuk menetaskan telur itik yaitu o C dengan kelembaban persen, pada kondisi tersebut didapatkan daya tetas dan hasil tetas tinggi dengan mortalitas embrio rendah (Ningtyas, dkk., 2013). Sementara itu, berdasarkan hasil pengamatan kematian embrio yang tinggi pada minggu terakhir disebabkan karena terjadinya pengeringan selaput telur pada saat bakal anak itik berhasil menerobos kerabang ( pipping). Kerabang telur yang terbuka mengakibatkan panas masuk kedalam telur sehingga selaput didalam telur lebih cepat mengering. Kondisi ini mengakibatkan bakal anak itik kesulitan mengeluarkan seluruh tubuhnya dari kerabang karena menempel pada selaput telur yang telah mengering. Selain itu, kondisi selaput telur yang telah mengering lebih sulit untuk ditembus oleh bakal anak itik sehingga sering mengakibatkan kematian. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 8
9 Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan Samosir (1983) yang dikutip oleh Parwati (2015) bahwa pada telur itik, bakal anak yang telah menerobos kerabang telur ( pipping) dapat mati akibat pengeringan selaput telur. Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa telur yang dihasilkan itik CRp (Cihateup x Rambon) yang dipelihara pada kondisi minim air tergolong baik sebagai telur tetas. Hal ini ditunjukkan dengan nilai setting egg, fertilitas, dan kematian embrio dengan rataan secara berturut-turut 85,40%, 89,94%, dan 41,89%. Saran Perlu adanya penelitian lebih lanjut mengenai tatalaksana penetasan telur itik yang tepat berikut dengan standar kualitas mesin tetas yang akan digunakan untuk menurunkan tingkat kematian embrio. Ucapan Terimakasih Penulis dengan rasa hormat dan bangga mengucapan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada tim dosen pembimbing, rekan tim penelitian, dan asisten laboratorium Ternak Unggas Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran yang telah membantu dan memfasilitasi dalam menyelesaikan penelitian ini. Daftar Pustaka Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Itik. Departemen Pertanian. Bandung Kartasudjana, R. dan E. Suprijatna Jakarta. Manajemen Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Ningtyas, M. S., Ismoyowati dan I. H. Sulistyawan Pengaruh Temperatur Terhadap Daya Tetas dan Hasil Tetas Telur Itik (Anas plathyrincos). Jurnal Ilmiah Peternakan. Purwokerto. Paimin, F. B Membuat dan Mengelola Mesin Tetas. Penebar Swadaya. Jakarta. Panuntun, D. K. A Karakterisasi Hasil Tetas Telur Yang Dihasilkan Itik Cihateup Populasi Dasar Yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Parwati, E. D Karakterisasi Hasil Tetas Telur Itik Rambon Populasi Dasar Yang Dipelihara Pada Kondisi Minim Air. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 9
10 Pratiwi, A Evaluasi Performa Tetas Telur Itik Magelang, Cihateup, dan Padjadjaran Asal Village Breeding Center. Skripsi. Fakultas Peternakan. Universitas Padjadjaran. Bandung. Samosir, D. J Ilmu Ternak Itik. Gramedia. Jakarta. 6. Suprijatna, E., U. Atmomrsono & R. Kartasudjana Ilmu Dasar Ternak Unggas. Penebar Swadaya. Jakarta. Fakultas Peternakan, Universitas Padjadjaran 10
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik
21 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Penelitian ini menggunakan 20 ekor Itik Rambon Betina, 4 ekor Itik Rambon Jantan dan 20 ekor Itik Cihateup Betina, 4 ekor
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Kandang Local Duck Breeding and Production Station Local Duck Breeding and Production Station merupakan suatu unit pembibitan dan produksi itik lokal yang berada
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan
18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah telur Itik Rambon dan Cihateup yang diperoleh dari pencampuran jantan dan
Lebih terperinciKarakteristik Eksterior Telur Tetas Itik... Sajidan Abdur R
KARAKTERISTIK EKSTERIOR TELUR TETAS ITIK PERSILANGAN RCp (Rambon x Cihateup) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR EXTERIOR CHARACTERISTICS OF HATCHING EGGS ON RCp (Rambon x Cihateup) CROSSBREED DUCK
Lebih terperinciHasil Tetas Puyuh Petelur Silangan Bulu Coklat dan Hitam...Sarah S.
KARAKTERISTIK HASIL TETAS PUYUH PETELUR (Coturnix coturnix japonica) SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS OF HATCHING PERFORMANCE FROM
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten
30 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Bumirestu, Kecamatan Palas, Kabupaten Lampung Selatan pada April--Mei 2015. B. Alat dan Bahan 1) Alat yang digunakan
Lebih terperinciKarakteristik Telur Tetas Puyuh Petelur Silangan... M Billi Sugiyanto.
KARAKTERISTIK TELUR TETAS PUYUH PETELUR SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN CHARACTERISTICS LAYING QUAIL HATCHING EGG CROSSING OF BROWNAND BLACK FEATHER
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor jantan dan 10 ekor betina Itik
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1. Bahan Penelitian Penelitian menggunakan 30 ekor Itik Rambon dengan jumlah ternak yang hidup sampai penelitian berakhir adalah 13 ekor
Lebih terperinciPerforma Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar
PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi ke-3 sebanyak 9 ekor itik
III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Itik Rambon dan Cihateup yang digunakan sebagai bahan penelitian adalah Day Old Duck (DOD) hasil pembibitan generasi
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa
12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium
Lebih terperinciHATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD
LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini
Lebih terperinciPENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan
10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,
23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA
KARAKTERISTIK HASIL TETAS TELUR ITIK RAMBON DAN CIHATEUP PADA LAMA PENCAMPURAN JANTAN DAN BETINA YANG BERBEDA CHARACTERISTICS OF HATCHING EGGS OF RAMBON AND CIHATEUP DUCKS AT DIFFERENT MEETING DURATION
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik
Lebih terperinciIrawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU
Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kementerian Pertanian menetapkan itik Rambon yang telah dibudidayakan dari generasi ke generasi di Indonesia sebagai unggas lokal hasil persilangan itik Tegal dengan itik
Lebih terperinciKarakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda
Karakteristik Produksi dan Fertilitas Telur Itik Rambon dan Cihateup Hasil Kawin Alam dengan Lama Pencampuran Jantan dan Betina Berbeda Characteristics of Egg Productions and Fertilities of Rambon and
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,
Lebih terperinciPENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI
PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI (Increasing Balinese Native Chicken Productivity by Production Selection Pattern) NYM SUYASA, SUPRIO GUNTORO, I.A. PARWATI dan RAIYASA Balai
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013
III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 1 Maret--5 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam, Pekon Sukoharjo 1, Kecamatan Sukoharjo,
Lebih terperinciKata kunci: penetasan, telur itik Tegal, dan mesin tetas
PENGARUH PENGGUNAAN BAHAN TEMPAT AIR DAN LETAK TELUR DI DALAM MESIN TETAS YANG BERPEMANAS LISTRIK PADA PENETASAN ITIK TEGAL Subiharta dan Dian Maharsa Yuwana Assessment Institute for Agricultural Technology
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.
1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.
I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton Desa Kamaruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa Teras Bendung di sebelah utara
Lebih terperinciBudidaya dan Pakan Ayam Buras. Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau.
Budidaya dan Pakan Ayam Buras Oleh : Supriadi Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Riau. PENDAHULUAN Ayam kampung atau ayam bukan ras (BURAS) sudah banyak dipelihara masyarakat khususnya masyarakat
Lebih terperinci(PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) ABSTRACT ABSTAAK PENDAHULUAN
PRODUKTIVITAS DUA BANGSA ITIK LOKAL: ALABIO DAN MOJOSARI PADA SISTEM KANDANG BATTERY DAN LITTER (PRODUCTIVITY OF Two LOCAL DUCK BREEDS: ALABIO AND MOJOSARI RAISED ON CAGE AND LITTER HOUSING SYSTEM) Maijon
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas
18 BAB III MATERI DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian dilaksanakan pada bulan 19 Desember 2016 hingga 26 Februari 2017 di kandang, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta
2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL
PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG AMPAS TAHU DI DALAM RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, BOBOT KARKAS DAN INCOME OVER FEED COST AYAM SENTUL THE EFFECT OF TOFU WASTE MEAL IN RATIONS ON SLAUGHTER WEIGHTS, CARCASS WEIGHTS
Lebih terperinciLINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK. : Wahid Muhammad N. Nim : SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
LINGKUNGAN BISNIS USAHA TERNAK ITIK Nama : Wahid Muhammad N Nim : 10.01.2733 Kelas : D3 TI 2A SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER STMIK AMIKOM YOGYAKARTA I ABSTRAK Pengembangan usaha ternak
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciPenyiapan Mesin Tetas
Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Rodalon
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di kandang itik Balai Penelitian Ternak CiawiBogor. Peneltian dilakukan pada bulan Juni sampai dengan bulan Agustus 2011. Materi Ternak yang
Lebih terperinciPENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN
PENGARUH TINGKAT PROTEIN RANSUM TERHADAP BOBOT POTONG, PERSENTASE KARKAS DAN LEMAK ABDOMINAL PUYUH JANTAN EFFECT OF PROTEIN LEVEL IN THE DIET ON SLAUGHTER WEIGHT, CARCASS AND ABDOMINAL FAT PERCENTAGE OF
Lebih terperinciPengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler
Pengaruh Imbangan Energi dan Protein Ransum terhadap Energi Metabolis dan Retensi Nitrogen Ayam Broiler Tampubolon, Bintang, P.P. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran e-mail : ktgmusical@yahoo.co.id
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab
HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal
Lebih terperinciItik Petelur - Itik Indian Runner (Malaysia dan Cina) - Itik Khaki Cambell (Inggris) - Itik lokal tersebar di Indonesia (Itik Cirebon, Itik Tegal, Iti
PROSPEK DAN KIAT BETERNAK ITIK DENGAN SISTEM TERKURUNG Sumantri Balai Penelitian Ternak Ciawi, P.O. Box 221, Bogor 16002 PENDAHULUAN Peternak itik di pedesaan pada tempo dulu sampai sekarang masih banyak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang memiliki potensi besar dalam memenuhi kebutuhan protein hewani bagi manusia, dan sudah sangat umum dibudidayakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai
22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat Penelitian Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian adalah sebagai berikut: 1. Mesin tetas tipe elektronik digital kapasitas 600 butir sebanyak 1 buah
Lebih terperinciGambar 1. Itik Alabio
TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35
26 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian 1. Telur itik Pajajaran sebanyak 600 butir. Berasal dari itik berumur 25 35 minggu, 36 55 minggu dan 56 65 minggu yang diambil dari Peternakan Itik
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan
PENDAHULUAN Latar Belakang Ayam kampung merupakan ayam lokal di Indonesia yang kehidupannya sudah melekat dengan masyarakat, ayam kampung juga dikenal dengan sebutan ayam buras (bukan ras) atau ayam sayur.
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas
Lebih terperinciTEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN
TEKNOLOGI BUDIDAYA ITIK DI LAHAN PEKARANGAN Oleh Ermidias Penyuluh Pertanian Madya I.PENDAHULUAN Iitik merupakan ternak unggas penghasil telur yang cukup potensial disamping ayam. Kelebihan ternak itik
Lebih terperinciIII OBJEK DAN METODE PENELITIAN. puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan hitam. Jumlah telur
III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur yang dihasilkan puyuh turunan hasil persilangan warna bulu coklat dengan
Lebih terperinciLokakarya Nasional Inovasi Teknologi Pengembangan Ayam Lokal
SUPLEMENTASI ASAM AMINO LISIN DALAM RANSUM BASAL UNTUK AYAM KAMPUNG PETELUR TERHADAP BOBOT TELUR, INDEKS TELUR, DAYA TUNAS DAN DAYA TETAS SERTA KORELASINYA DESMAYATI ZAINUDDIN dan IDA RAUDHATUL JANNAH
Lebih terperinciPENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO
PENGARUH UMUR INDUK ITIK DAN SPECIFIC GRAVITY TERHADAP DAYA TETAS DAN MORTALITAS EMBRIO THE EFFECT OF HEN AGE AND SPECIFIC GRAVITY ON HATCHABILITY AND EMBRYO MORTALITY M. Reza Ardian*, Dani Garnida**,
Lebih terperinciTHE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD
THE INFLUENCES OF CAGE DENSITY ON THE PERFORMANCE OF HYBRID AND MOJOSARI DUCK IN STARTER PERIOD Pinky R. P 1), E. Sudjarwo 2), and Achmanu 2) 1) Student of Animal Husbandry Faculty, University of Brawijaya
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan,
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Itik Rambon Ternak unggas yang dapat dikatakan potensial sebagai penghasil telur selain ayam adalah itik. Itik memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan, melihat
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE PENELITIAN
BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biologi Ternak Jln. Prof. Dr. A Sofyan No.3 Program Studi Peternakan Fakultas Pertanian. Penelitian ini berlangsung
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. energi metabolis dilakukan pada bulan Juli Agustus 2012 di Laboratorium Ilmu
28 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian tentang pengaruh penambahan level protein dan probiotik pada ransum itik magelang jantan periode grower terhadap kecernaan lemak kasar dan energi metabolis dilakukan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam tipe petelur berperan penting sebagai sumber protein. Sasaran sub sektor
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di Kandang Digesti Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, dan di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Pangan,
Lebih terperinciKARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI
KARAKTERISTIK POLA PEMBIBITAN ITIK PETELUR DI DAERAH SENTRA PRODUKSI (The Characteristic of Laying Duck Breeding Pattern in Cirebon and South Kalimantan Duck Production Center) BROTO WIBOWO, E. JUARINI
Lebih terperinciRINGKASAN. sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari, dan itik Alabio. Di daerah asalnya, itik
40 RINGKASAN Salah satu jenis itik yang banyak dibudidayakan di daerah Jawa Barat yaitu itik Rambon. Itik jenis ini berasal dari wilayah Cirebon, memiliki kemiripan sifat dengan itik Tegal, itik Mojosari,
Lebih terperinciPENGARUH SEX RATIO AYAM ARAB TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS
PENGARUH SEX RATIO AYAM ARAB TERHADAP FERTILITAS, DAYA TETAS, DAN BOBOT TETAS The Effect of Sex Ratio Arabic Chicken On Fertility, Hatchability, and Doc Weight Widi Astomo a, Dian Septinova b, dan Tintin
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Tabel 3. Komposisi Nutrisi Ransum Komersial.
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di CV. Mitra Mandiri Sejahtera Desa Babakan, Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Jarak lokasi kandang penelitian dari tempat pemukiman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. minggu dengan bobot badan rata-rata gram dan koefisien variasi 9.05%
18 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang dijadikan objek percobaan adalah puyuh yang berumur 5 minggu dengan bobot badan rata-rata 89.85 gram dan koefisien
Lebih terperinciLAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA. Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher
LAPORAN PRAKTIKUM NUTRISI TERNAK UNGGAS DAN NON RUMINANSIA Penyusunan Ransum dan Pemberian Pakan Pada Broiler Fase Finisher Disusun oleh : Kelompok 9 Robby Trio Ananda 200110090042 Gilang Dayinta P 200110090071
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai
III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 6 minggu dari 12 September 2014 sampai dengan 20 Oktober 2014 di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu.
BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh lama periode brooding dan level protein ransum periode starter terhadap performans pada Ayam Kedu Hitam umur 0-10 Minggu. Penelitian ini dilaksanakan
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase
24 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Ternak yang digunakan adalah 60 ekor itik Cihateup betina dalam fase grower berumur 4 bulan dengan simpangan baku bobot badan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia
Lebih terperinciAGROVETERINER Vol.5, No.2 Juni 2017
175 PEMANFAATAN CHLORELLA DALAM PAKAN YANG DISUBTITUSI TEPUNG ISI RUMEN TERHADAP PERSENTASE KARKAS AYAM PEDAGING Dhandy Koesoemo Wardhana 1), Mirni Lamid 2), Ngakan Made Rai W 3) 1)Departemen Kesehatan
Lebih terperinciPROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA ABTRACT ABTRAK
PROGRAM VILLAGEBREEDING PADA ITIK TEGAL UNTUK PENINGKATAN PRODUKSI TELUR: SELEKSI ITIK TEGAL GENERASI PERTAMA DAN KEDUA (VILLAGE BREEDING PROGRAM FOR TEGAL DUCKS IN IMPROVING EGG PRODUCTION FIRST AND SECOND
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL
6 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Kadar Kolesterol, Trigliserida, HDL dan LDL Darah Itik Peking yang Diberi Tepung Temu Hitam dilaksanakan 31 Desember 2015 s.d 1 Februari 2016 di Fakultas
Lebih terperinciINVENTARISASI FERTILITAS, DAYA TETAS TELUR, DAN BOBOT TETAS DOC BERDASARKAN UMUT INDUK AYAM SENTUL BAROKAH ABADI FARM CIAMIS
INVENTARISASI FERTILITAS, DAYA TETAS TELUR, DAN BOBOT TETAS DOC BERDASARKAN UMUT INDUK AYAM SENTUL BAROKAH ABADI FARM CIAMIS FERTILITIES, EGG HATCHABILITIES AND DAY OLD CHICKS (DOC) WEIGHTS FROM DIFFERENT
Lebih terperinciIdentifikasi Bobot Badan dan Ukuran-ukuran Tubuh Itik Bali...Herbert Jumli Tarigan
IDENTIFIKASI BOBOT BADAN DAN UKURAN UKURAN TUBUH ITIK BALI (Kasus Di Kelompok Ternak Itik Manik Sari Dusun Lepang Desa Takmung Kecamatan Banjarangkan Kabupaten Klungkung Provinsi Bali) IDENTIFICATION OF
Lebih terperinciPERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB. Totok B Julianto dan Sasongko W R
PERKEMBANGAN AYAM KUB pada Visitor Plot Aneka Ternak BPTP NTB Totok B Julianto dan Sasongko W R Ayam KUB Ayam kampung atau ayam buras (bukan ras), masih digemari oleh masyarakat baik di pedesaan maupun
Lebih terperinciPENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia berjalan semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya permintaan telur konsumsi maupun
Lebih terperinciPeningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting. dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bahan pakan sumber protein merupakan material yang sangat penting dalam penyusunan ransum, khususnya ternak unggas. Saat ini bahan pakan sumber protein masih bergantung
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara
Lebih terperinciPerforma Pertumbuhan Puyuh Petelur Betina Silangan... Henry Geofrin Lase
PERFORMA PERTUMBUHAN PUYUH (Coturnix coturnix japonica) PETELUR BETINA SILANGAN WARNA BULU COKLAT DAN HITAM DI PUSAT PEMBIBITAN PUYUH UNIVERSITAS PADJADJARAN GROWTH PERFORMANCE (Coturnix coturnix japonica)
Lebih terperinciPERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA
PERFORMA PRODUKSI TELUR PUYUH (Coturnix coturnix japonica) YANG DI PELIHARA PADA FLOCK SIZE YANG BERBEDA THE PERFORMANCE OF QUAIL S EGG (Coturnix coturnix japonica) PRODUCTION THAT MAINTAINED IN DIFFERENT
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela
14 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penggunaan Gathot (Ketela Terfermentasi) dalam Ransum terhadap Kadar Serum Glutamat Oksaloasetat Transaminase (SGOT) dan Serum Glutamat Piruvat
Lebih terperinciPengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan Cihateup Alabio
Jurnal Ilmu Produksi dan Teknologi Hasil Peternakan ISSN 2303-2227 Vol. 04 No. 1 Januari 2016 Hlm: 251-256 Pengaruh Waktu Dimulainya Pendinginan Selama Penetasan Terhadap Daya Tetas Telur Itik Persilangan
Lebih terperinciPerformans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif
Performans Pertumbuhan Itik Talang Benih Jantan dan Betina yang Dipelihara secara Intensif Performance of Male and Female Talang Benih Duck Growth Reared Intensively Kususiyah dan Desia Kaharuddin Jurusan
Lebih terperinci