PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU. Laporan Tugas Akhir"

Transkripsi

1 PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Laporan Tugas Akhir OLEH: RIFKA ULYA NBP PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015

2 PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Laporan Tugas Akhir OLEH: RIFKA ULYA NBP PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015

3 Laporan Tugas Akhir PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Disusun oleh: RIFKA ULYA NBP Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md) PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015

4 Laporan Tugas Akhir PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Disusun oleh: RIFKA ULYA NBP Menyetujui : Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Dosen Pembimbing Ir. Setya Dharma, M.Si NIP Nilawati, S.Pt, MP NIP Mengetahui, Direktur Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Ir. Gusmalini, M.Si NIP

5 Laporan Tugas Akhir PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Disusun oleh: RIFKA ULYA NBP Telah diuji dan dipertahankan di depan Tim Penguji Laporan Tugas Akhir Program Studi Peternakan Jurusan Budidaya Tanaman Pangan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Pada tanggal 29 Juni 2015 TIM PENGUJI No Nama Jabatan TandaTangan 1 Drh. Prima Silvia Noor, M.Si Ketua 2 Ir. Nelzi Fati, MP Anggota 3 Nilawati, S.Pt, MP Anggota

6 PERBANDINGAN HASIL PENETASAN (DOC LAYER) ANTARA STRAIN ISA BROWN DAN LOHMAN DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM HATCHERY PEKANBARU Oleh: Rifka Ulya Dibimbing oleh Nilawati, S.Pt, MP Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh RINGKASAN Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untuk menghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan berkuantitas sangat tinggi. PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2 strain yaitu Isa Brown dan Lohman dan menghasilkan 3 grade yang sama yaitu A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54-59,9 gram dan 60 gram ke atas. Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dan grade mana yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak. Sedangkan yang diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan. Metode yang digunakan adalah dengan melihat perbandingan persentase produksi DOC jantan dan betina pada saat pullchick. Adapun yang dibandingkan adalah DOC dari Strain Isa Brown dan Lohman, dengan masing-masing strain mempunyai grade yang sama yaitu A1 A2 dan A3. Masing-masing strain mendapatkan perlakuan yang sama. Adapun dan yang diambil dari saat sebelum transfer dan saat setelah transfer atau pada saat pullchick. Dari saat sebelum transfer HE (Hatching Egg) yang paling banyak infertil yaitu Lohman A1 12,56%, explode terbanyak yaitu Lohman A1 0,45%, loss terbanyak yaitu Lohman A2 0,22%, Sedangkan dari saat setelah transfer DIS terbanyak yaitu Lohman A2 8,44%, dan yang terbanyak ditetaskan yaitu Isa Brown A1 88,83%, yang terbanyak culling yaitu Lohman A1 2,39%, paling banyak betina yaitu Isa Brown A1 49,31%, paling banyak jantan yaitu Lohman A1 49,18%. Ternyata dari saat sebelum transfer data HE yang infertil, explode, loss, DIS sampai saat ditetaskan di mesin hatcher, strain Isa Brown dari grade A1 dengan berat telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik. Kemudian, dari saat setelah transfer atau saat pullchick yang paling banyak menghasilkan DOC betina juga dari strain Isa Brown grade A1. Sedangkan yang terbanyak jantan adalah strain Lohman grade A1 49,18%. Kata kunci: telur tetas, Isa Brown, Lohman, DOC jantan dan betina.

7 KATA PENGANTAR Puji syukur diucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan dan menyusun Laporan Tugas Akhir (LTA) dengan judul Perbandingan Hasil Penetasan (Doc Layer) Antara Strain Isa Brown Dan Lohman di PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekanbaru ini dengan baik. Penyusunan laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan pendidikan diploma III di Program Studi Peternakan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. Laporan ini dapat diselesaikan berkat adanya bimbingan, bantuan serta do a, untuk itu diucapkan terima kasih kepada: 1. Kedua orang tua dan keluarga yang telah memberikan dukungan berupa moril maupun materil. 2. Ibu Ir. Gusmalini, M.Si, selaku Direktur Politani Pertanian Negeri Payakumbuh. 3. Bapak Ir. Setya Dharma, M.Si, selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Pangang Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh. 4. Ibu Muthia Dewi, S.Pt, M.Sc, selaku Ketua Program Studi Peternakan. 5. Ibu Nilawati, S.Pt, MP, selaku Dosen Pembimbing Akademik. 6. Ibu dan Bapak Dosen yang telah memberi ilmu pengetahuan dalam penyusunan laporan ini. 7. Bapak Rosetya Agung Nugroho selaku Menejer di PT. Charoen Pokphand Hatchery Pekan Baru. 8. Bapak Isminardi selaku Supervisor Holding, Bapak Agustinus Indra selaku Supervisor Setter dan Hatcher dan Bapak Aidil Maarif selaku Supervisor Pullchick beserta semua karyawan, karyawati PT. Charoen Pokphand Hatchery Pekan Baru. 9. Semua pihak yang telah terlibat dan ikut serta dalam membantu penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.

8 Disadari bahwa laporan ini masih banyak terdapat kekurangan, oleh sebab itu dharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan laporan ini. Diharapkan semoga laporan ini bermanfaat bagi semua pihak. Akhir kata, diucapkan Terima Kasih. Tanjung Pati, Agustus 2015 Rifka Ulya

9 DAFTAR ISI Halaman RINGKASAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 4 II. TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur Hatchery Telur Tetas Parent Stock Strain Ayam Ras Petelur Strain Isa Brown Strain Lohman Proses Penetasan III. METODE PELAKSANAAN Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Pelaksanaan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan V. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 31

10 DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1. Daya tetas telur berbagai kondisi Temperatur dan humidity holding room Rata-rata total presentase telur infertil, explode, loss, DIS dan hatch Rata-rata total persentase DOC culling, female dan male... 20

11 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1. Dokumentasi Daily report hatchability strain isa brown Daily report hatchability strain isa brown Daily report hatchability strain lohman Daily report hatchability strain lohman Denah ruang di dalam Hatchery Sejarah perusahaan Strukstur organisasi perusahaan... 41

12 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Unggas adalah hewan yang termasuk di dalam kelas Aves yang telah didomestikasikan dan dikembangbiakkan serta cara hidupnya diatur oleh manusia agar memberikan nilai ekonomis dalam bentuk barang dan jasa. Sebagai sumber protein hewani asal ternak, unggas merupakan produsen daging yang paling cepat dan ekonomis dibandingkan dengan ternak lain selain babi. Daging unggas termasuk salah makanan bergizi tinggi yang paling dapat diterima oleh setiap orang karena kandungan lemaknya relatif rendah dibandingkan dengan daging ternak ruminansia sehingga digunakan sebagai makanan dietetik. Di samping penghasil daging, unggas juga berperan sebagai penghasil telur, yang merupakan sumber pangan bagi manusia. Seperti halnya daging unggas, telur adalah makanan bergizi tinggi. Harga daging unggas dan telur relatif murah sehingga dapat terjangkau oleh segala lapisan masyarakat. Oleh karena keluwesannya maka unggas merupakan sumber protein hewani yang paling potensial bagi masyarakat (Yuwanta, 2004). Industri perunggasan di Indonesia semakin gencar melakukan peningkatan hasil produksinya baik secara kualitas maupun kuantitas. Usaha peningkatan produk peternakan unggas dimulai dari peningkatan kualitas ayam bibit atau Parent Stock sebagai penghasil ayam Final Stock. Manajemen bibit perlu ditingkatkan untuk menghasilkan DOC (Day Old Chick) yang berkualitas baik. Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang pembibitan ayam petelur adalah

13 PT. Charoen Pokhpand Jaya Farm khususnya yaitu Hatchery PT Charoen Pokhpand Jaya Farm Pekan Baru. Usaha penetasan merupakan parameter dari suatu usaha peternakan pembibitan dalam menghasilkan telur tetas yang berkualitas dan merupakan langkah awal dari suatu usaha peternakan baik komersial maupun pembibitan (breeding). Seleksi yang ketat terhadap ayam bibit parent stock harus dilakukan oleh perusahaan pembibitan yang bersangkutan untuk dapat memperoleh anak ayam (Final Stock) yang mempunyai sifat-sifat yang unggul seperti yang dimiliki oleh tetuanya (Parent Stock) yang dalam hal ini adalah produktivitas dan nilai ekonomisnya yang tinggi (Ardiansyah, Tantalo dan Nova, 2012). Ayam ras petelur strain Isa Brown ialah jenis ayam hibrida unggulan hasil persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. Ayam Isa Brown memiliki empat fase pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu), developer (umur minggu) dan layer (umur >16 minggu) (Sahlan, 2013). Ditambahkan oleh Sahlan (2013) Lohman adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman pada tahun 1972 bernama Lohmann Tierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti caramel, dengan bulu putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011). Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat

14 pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase grower atau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011). Unggas ras petelur penghasil telur konsumsi merupakan wadah untuk menghasilkan telur konsumsi yang digemari masyarakat. Peternak lebih cenderung memelihara ayam ras petelur dalam jumlah yang besar, karena ini merupakan investasi yang sangat menguntungkan pada saat sekarang ini. Oleh sebab itu, permintaan akan bibit ayam ras petelur yang berkualitas dan berkuantitas sangat tinggi. PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Hatchery Pekan Baru merupakan salah satu perusahaan penetasan yang memproduksi DOC layer. Sedangkan, HE untuk menghasilkan DOC tersebut berasal dari farm 1 Medan yang menghasilkan 2 strain yaitu Isa Brown dan Lohman dan menghasilkan 3 grade yang sama yaitu A1, A2 dan A3 dengan berat masing-masing yaitu 50-53,9 gram, 54-59,9 gram dan 60 gram ke atas. Perusahaan Hatchery ini tidak mengetahui dari strain dan grade mana yang menghasilkan DOC betina dan jantan yang paling banyak. Sedangkan yang diharapkan adalah DOC betina lebih banyak dari jantan. Pembedaan telur bibit dari beberapa strain dan grade diperlukan untuk melihat perbedaan presentase hasil DOC betina dengan DOC jantan pada layer. Dalam hal ini diharapkan akan menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC jantan, maka akan dilihat dari strain mana yang menghasilkan DOC betina yang lebih banyak dari DOC jantan dan dari strain yang menghasilkan DOC terbanyak tersebut dari grade mana pula yang menghasilkan DOC betina yang paling banyak, apakah dari grade A3, A2 atau A1. Apabila dari DOC yang dihasilkan terbukti betina lebih banyak

15 dari jantan dari salah satu strain dan grade tertentu maka hal itu perlu dikembangkan. 1.2.Tujuan Tujuan dari penulisan laporan tugas akhir ini adalah untuk mengetahui dari strain dan grade mana yang menghasilkan persentase DOC jantan dan betina.

16 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Perkembangan Ayam Ras Petelur Menurut Suharno (2012), usaha pembibitan adalah usaha peternakan yang menghasilkan ternak untuk dipelihara dan bukan yaitu dikonsumsi. Ada empat usaha pembibitan, yaitu sebagai berikut. 1. Pembibitan untuk menghasilkan PL (pure line) atau ayam galur murni. 2. Pembibitan untuk menghasilkan GGPS (great grand parent stock) atau ayam bibit buyut. 3. Pembibitan yang menghasilkan GPS (grand parent stock) ayam bibit nenek. 4. Pembibitan untuk menghasilkan PS (parent stock) atau ayam induk. Keturunan parent stock ini disebut final stock. Jenis bibit terakhir ini yang disebut sebagai ayam niaga dan DOC-nya dipelihara peternak untuk dibudidayakan. Berdasarkan (Ditjennak, 2005) perkembangan populasi ayam ras petelur sejak tahap perintisan hingga tahap landasan masih sangat lambat, tapi sejak tahun 1971 terjadi lonjakan populasi dan lonjakan tertinggi terjadi antara tahun 1979 (7.007 ribu ekor) dengan tahun 1981 ( ribu ekor) mencapai 350 kali. Setelah tahun 1981 kenaikan populasi tidak begitu mencolok lagi. Kenaikkan populasi ayam petelur dari tahun tidak terlalu drastis lagi, tetapi relatif konstan. Lain halnya dengan ternak ayam pedaging yang sejak tahun 1981, saat mulai masuk hingga tahun 1994, terus mengalami peningkatan yang cukup tajam. Hal ini mungkin sejalan dengan berhasilnya proyek pembangunan nasional. Ayam ras di Indonesia sebagian besar masih diimpor terutama untuk Grand Parent Stock (GPS) karena pusat pembibitan masih belum banyak bahkan

17 mungkin belum ada. Sampai tahun 1992, jumlah galur ayam ras yang pernah diimpor tercatat ada 50 macam galur ayam petelur dan 45 macam galur ayam pedaging. Dari jumlah galur yang begitu banyak, yang dapat bertahan sampai tahun 1992, tercatat ada 11 galur ayam petelur dan 13 galur ayam pedaging. Persaingan yang terjadi diantara galur yang dipasarkan cukup tajam. Galur yang paling baik (mutu ayam, mutu pelayanan) akan dapat bertahan dan sebaliknya yang kurang baik akan disingkirkan dari pasaran. Pada tahan perintisan hingga tahap landasan tahun (1971), galur yang diimpor adalah dalam bentuk DOC final stock (FS). Mengikuti perkembangan perundangan di Indonesia maka pada tahap pertumbuhan (1980) maka bibit yang diimpor adalah DOC parent stock (PS) penghasil FS. Pada masa akhir tahap pertumbuhan (1980) maka bibit yang diimpor grand parent stock (GPS), penghasil PS. Hal inilah yang mendorong para investor menjadikan usaha ternak unggas sebagai industri (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010) Hatchery Menurut Riyanto (2001) untuk memperoleh bibit ayam petelur maupun broiler komersial, para peternak umumnya membeli anak ayam dari perusahaan pembibitan (Hatchery). Penetasan telur pada perusahaan pembibitan biasanya menggunakan mesin tetas modern dengan kapasitas yang banyak. Cara penetasan seperti ini disebut penetasan secara buatan. Berbeda dengan penetasan ayam buras yang dilakukan oleh para peternak kecil, biasanya menggunakan induknya sendiri dan penetasan seperti ini disebut penetasan secara alami. Penetasan merupakan suatu usaha untuk menghasilkan seekor anak ayam umur sehari (day old chick) dari sebutir telur tetas. Awal mulanya penetasan

18 dilakukan secara alami oleh induk ayam, namun dengan berkembangnya ilmu pengetahuan ditemukanlah sebuah teknologi tepat guna yang efisien yaitu mesin tetas. Cara kerja mesin tetas pada prinsipnya hampir sama dengan penetasan alami oleh induk ayam, namun yang menjadi efisien adalah jumlah telur yang dapat ditetaskan dapat lebih banyak dengan waktu yang sama (Riyanto, 2001). Daya tetas telur yang dihasilkan pada proses penetasan secara alami umumnya lebih rendah dibandingkan dengan penetasan secara buatan. Namun, penggunaan mesin tetas tanpa mengikuti petunjuk penggunaan yang benar dapat menyebabkan terjadinya kegagalan penetasan. Daya tetas yang rendah disertai angka kematian yang tinggi karena kesalahan operasional penetasan, masih sering terjadi. Mesin tetas yang digunakan pada tiap perusahaan pembibitan memang berbeda-beda, tetapi mempunyai prinsip dasar yang sama. Perbedaan pada mesin tetas ini terletak pada bentuk dan cara penggunaannya (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). Semakin meningkatnya kebutuhan konsumen akan produk daging dan telur asal unggas, maka dibutuhkan bibit atau DOC dalam jumlah yang besar secara kontiniu, berdasarkan itulah didirikan sebuah Hatchery. Hatchery merupakan suatu unit usaha yang menangani proses penetasan telur tetas (hatching egg) dari breeder farm menjadi produk utama berupa DOC dengan kualitas tetas yang terjamin, tentunya hal itu tidak terlepas dari penggunaan mesin dengan teknologi canggih dan peranan manusia terlatih (Paimin, 2011).

19 2.3. Telur Tetas Ayam yang dipelihara sebagai penghasil telur konsumsi umumnya tidak memakai pejantan dalam kandangnya karena telur konsumsi tidak perlu dibuahi. Berbeda dengan ayam petelur yang dipelihara untuk tujuan penghasil telur tetas, di dalam ruangan kandang perlu ada pejantan. Hal ini dimaksudkan agar telur yang dihasilkan dapat dibuahi atau fertil, sebab telur yang steril tidak akan menetas. Namun, dalam kenyataannya sering dijumpai telur tersebut tidak fertil seluruhnya (Rasyaf, 1991). Ditambahkan oleh Rasyaf (1991) seleksi telur merupakan aktifitas awal yang sangat menentukan keberhasilan penetasan. Telur tetas harus berasal dari induk (pembibit) yang sehat dan produktivitasnya tinggi dengan sex ratio yang baik, umur telur tidak boleh lebih dari satu minggu, kualitas fisik telur diantaranya bentuk telur tidak terlalu lonjong atau terlalu bulat, berat atau besar dan warna kulit telur harus seragam, permukaan kulit telur harus halus, tidak kotor dan tidak retak. Ayam pembibit petelur adalah ayam dengan ciri produksi tinggi karena sudah terseleksi dengan baik, tidak mempunyai sifat mengeram, mempunyai bentuk tubuh langsing, jengger dan pial besar. Daya tetas dipengaruhi oleh kondisi telur, menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010) yang disadur dari North (1984), di bawah ini adalah tabel daya tetas telur pada berbagai kondisi.

20 Tabel 1. Daya tetas telur pada berbagai kondisi. Daya tetas (%) Kondisi telur Fertilitas Berdasarkan telur fertil Berdasarkan semua telur Telur normal 82,3 87,2 71,7 Telur retak 74,6 53,2 39,7 Telur berbentuk tidak normal 69,1 48,9 33,8 Telur berkerabang tipis 72,5 47,3 34,3 Telur tanpa rongga udara 72,3 32,4 23,4 Rongga udara tidak normal 81,1 68,1 53,2 letaknya Bercak darah besar 78,7 71,5 56,3 Sumber: North (1984) Daya tetas adalah angka yang menunjukkan tinggi rendahnya kemampuan telur untuk menetas. Daya tetas ini dapat dihitung dengan dua cara, yaitu pertama membandingkan jumlah telur yang dieramkan, dan kedua membandingkan jumlah telur yang menetas dengan jumlah telur yang fertil (dibuahi) Parent Stock Menurut Sudaryani dan Santosa (2002), untuk mendapatkan sejumlah anak ayam petelur dan anak ayam pedaging, maka peternak pembibit harus memikirkan jumlah ayam betina dara/bertelur yang dimiliki pada saat-saat tersebut. Dengan memperkirakan jumlah telur tetas yang yang dihasilkan serta daya tetasnya dan memperhitungkan tingkat kematian ayam induk, maka peternak akan melakukan pemesanan anak ayam induk parent stock betina kepada peternak grandparent stock. Harus diperhitungkan juga bahwa di antara anak ayam komersial yang dihasilkan, terdapat ayam jantan dengan perbandingan jantan : betina kurang lebih 50% : 50%. Anak ayam induk parent stock jantan biasanya tidak diperhitungkan dalam pemesanan sebab peternak grandparent stock selalu menyertakan sejumlah 15% dari total pemesanan anak ayam induk betina. Standar jumlah telur tetas yang

21 dihasilkan, daya tetas, maupun tingkat kematian parent stock tergantung pada strain ayam parent stock yang dipelihara atau yang akan diberikan oleh peternak grandparent stock (Sudaryani dan Santosa, 2002) Strain Ayam Ras Petelur (Layer) Menurut Yuwanta (2004), untuk mendapatkan tipe ayam petelur, ada beberapa sifat/karakteristik yang harus diperhatikan pada tipe ayam petelur tersebut. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe ayam petelur adalah sebagai berikut: 1. Cepat mencapai dewasa kelamin (18-20 minggu). 2. Ukuran telur normal (60-65 gram). 3. Kualitas telur baik, kuat dan seragam. 4. Produksi telur per tahun tinggi ( butir). 5. Bebas dari sifat mengeram. 6. Daya hidup tinggi (90%) dengan tingkat kematian rendah. 7. Bebas dari sifat kanibalisme dan sifat mematuk bulu. 8. Mudah beradaptasi dengan lingkungan. 9. Nilai afkir ayam tinggi (2,3-2,5 kg). 10. Konversi pakan rendah. 11. Pertumbuhan anak ayam relatif cepat. 12. Harga DOC bersaing. Dari sifat-sifat di atas, bangsa/kelas ayam yang cocok untuk dikembangkan sebagai ayam petelur adalah ayam yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

22 1. Bentuk tubuh lonjong (memanjang). 2. Bobot badan relatif ringan. 3. Tulang ringan. 4. Shank pipih dan melebar ke samping. 5. Sayap kuat dan dapat terbang. 6. Gerakan lincah, temperamental, dan peka terhadap perubaha cuaca. 7. Pertumbuhan bulu cepat (pada umur empat bulan bulu sudah sempurna). 8. Jengger tumbuh cepat dan masak kelamin pada umur 4,5-5 bulan. 9. Produksi telur tinggi ( butir/tahun) dan berat telur rata-rata 62 gram/butir sampai pada umur afkir (72 minggu). 10. Bebas dari sifat mengeram. 11. Jarak antara tulang sternum dan kloaka 4-5 jari dan jarak antara tulang pubis minimal 3-4 jari. Ayam jantan tipe medium mempunyai potensi untuk digunakan sebagai penghasil daging. Ayam jantan tipe medium mempunyai bentuk tubuh dan kadar lemak yang menyerupai ayam kampung, sehingga dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan konsumen yang mempunyai kebiasaan lebih menyukai ayam yang kadar lemaknya seperti ayam kampung. Pertumbuhan ayam dipengaruhi oleh dua faktor yaitu genetik 30% dan lingkungan 70 %. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi adalah strain, dan dari faktor lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum. Pemilihan strain merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar pemeliharaannya berhasil (Ardiansyah dkk, 2012).

23 Strain Isa Brown Menurut PT Charoen Pokphand Jaya Farm Indonesia (2006), kelebihan strain Isa Brown adalah produktivitas tinggi (selain produksi telur juga produksi daging), konversi ransum rendah, kekebalan dan daya tahan hidup tinggi, dan pertumbuhan yang baik (Ardiansyah dkk, 2012). Ayam ras petelur strain Isa Brown ialah jenis ayam hibrida unggulan hasil persilangan dari ayam jenis Rhode Island Red dan White Leghorns, yang diciptakan di Inggris pada tahun 1978 oleh perusahaan breeder ISA. Ciri khasnya adalah bulu dan telurnya berwarna cokelat. Ayam Isa Brown memiliki empat fase pertumbuhan, yaitu starter (umur 0-4 minggu), grower (umur 5-10 minggu), developer (umur minggu) dan layer (umur >16 minggu) (Sahlan, 2013). Periode produksi telur ayam Isa Brown mulai dari minggu ke 18 sampai 90 dan memiliki daya hidup sebesar 94%. Pada umur 144 hari tingkat produksi telur adalah 50%, pada puncak produksi mencapai 96%. Setiap ekor ayam dalam sekali masa pemeliharaan dapat memproduksi telur sebanyak 409 butir dengan berat rata-rata 62,9 gram. Jumlah pakan yang dikonsumsi rata-rata 111 gram, dengan nilai perbandingan konversi pakan atau Feed Conversion Ratio (FCR) rata-rata sebesar 2,15 (Ardiansyah, dkk,2012) Strain Lohman Menurut Sahlan (2013), Lohmann Brown adalah ayam tipe petelur yang populer untuk pasar komersial, ayam ini merupakan ayam hibrida dan selektif dibiakkan khusus untuk menghasilkan telur, diambil dari jenis Rhode Island Red yang dikembangkan oleh perusahaan asal Jerman bernama Lohmann Tierzuch. Kebanyakan ayam ini memiliki bulu berwarna coklat seperti caramel, dengan bulu

24 putih di sekitar leher dan di ujung ekor (Anonim, 2011). Ayam ini mulai dapat bertelur pada umur 18 minggu, menghasilkan 1 butir telur per hari, dapat bertelur sampai 300 butir pertahun dan biasanya bertelur pada saat pagi atau sore hari. Kebanyakan orang akan memelihara ayam ini pada fase grower atau fase dimana ayam ini akan mulai berproduksi (Anonim, 2011). Ayam betina strain Lohman memiliki umur awal produksi pada minggu dan pada umur 22 minggu produksi telur mencapai 50 %. Selain itu juga strain Lohman pada umur 20 minggu sekitar 1,6-1,7 kg dan akhir produksi 1,9-2,1 kg. Puncak produksi strain Lohman mencapai 92-93%, dengan FCR sebesar 2,3-2,4, serta tingkat kematian sampai dengan 2-6% (Ardiansyah dkk, 2012) Proses Penetasan Tata laksana penetasan merupakan suatu rangkaian kegiatan mulai dari penerimaan telur tetas, penanganan telur tetas baik seleksi, grading, fumigasi, candling dan penyimpanan telur tetas, persiapan mesin tetas, pemasukan telur ke dalam mesin tetas, pengeraman di mesin Setter, pemutaran (turning) telur tetas, transfer ke mesin Hatcher, penanganan pasca penetasan meliputi Pullchick (pengambilan DOC), Grading dan Sexing, Debeaking (pemotongan paruh), vaksinasi pengemasan dan pendistribusian DOC, kegiatan rutin selama penetasan sampai pada pembersihan mesin tetas setelah menetas. Usaha menetaskan telur ayam artinya mengeramkan telur supaya menetas, yaitu pecah dan terbuka kulitnya, sehingga benih yang berkembang di dalamnya menjadi anak ayam hidup (Sarwono, 2002). Penetasan dengan mesin tetas, telur diletakkan dengan bagian ujung tumpul di bagian atas, tidak berarti harus vertical.

25 III. METODE PELAKSANAAN 3.1. Waktu dan Tempat Pengalaman Kerja Praktek Mahasiswa (PKPM) penulis laksanakan di Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekan Baru yang beralamat di Jln. Siak II Km 16, Desa Umban Sari, Kecamatan Rumbai, Kota Pekan Baru, Provinsi Riau. Kegiatan magang dimulai pada tanggal 16 Maret s/d 31 Mei Alat dan Bahan Bahan utama yang digunakan adalah telur tetas (hatching egg) ayam layer strain Isa Brown dan strain Lohman. Jumlah telur tetas yang digunakan sebanyak butir atau sebanyak 4 kereta Jamesway strain Isa Brown dan butir atau sebanyak 4 kereta Jamesway strain Lohman. Telur tetas dibagi dalam 6 buah kelompok diantaranya: Telur tetas grade A1 strain Isa Brown sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway. Telur tetas grade A2 strain Isa Brown sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway. Telur tetas grade A3 strain Isa Brown sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway. Telur tetas grade A1 strain Lohman sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway. Telur tetas grade A2 strain Lohman sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway.

26 Telur tetas grade A3 strain Lohman sebanyak butir atau 4 kereta Jamesway. Mesin yang digunakan dalam penetasan adalah mesin tetas otomatis skala besar milik perusahaan dengan merk Jamesway yang terbagi 2 inkubator yaitu inkubator setter dan inkubator hatcher. Sementara itu alat pendukung lain yang diperlukan adalah meja grading, lampu 45 watt sebanyak 3 buah masing-masing meja, box kertas, box plastik Metode Pelaksanaan Metode yang dilakukan yaitu dengan cara mengikuti semua kegiatan di Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm Pekanbaru, adapun data diambil pada saat candling HE dan pada saat pullchick yaitu pada saat sexing sebagai berikut: 1. Candling HE Infertil Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang dierami. Adapun persentase telur tetas infertil di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Infertil = total telur infertil 100% total telur yang di setting Explode Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada akhirnya meledak. Adapun persentase telur tetas explode di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase telur Explode = total telur explode 100% total telur yang di setting

27 Loss Telur loss merupakan telur tetas yang hilang, ditaksir ada kesalahan saat menghitung explode dan ada yang diambil pada saat sweeping di setter. Adapun persentase telur tetas loss di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Telur Loss = total telur loss 100% total telur yang di setting HE layak HE layak merupakan telur tetas yang layak dimasukkan ke dalam mesin hatcher. Adapun HE layak di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. HE layak = HE DIS + HE yang menetas (hatch) 2. Sexing (pemisahan jantan dan betina) Sexing merupakan proses pemisahan antara jantan dan betina layer. Sexing hanya dilakukan pada DOC ayam layer, yaitu dengan menggunakan metode warna bulu. DOC betina memiliki warna bulu cokelat keemasan. Sementara itu DOC pejantan memiliki warna bulu kuning keemasan. Sexing adalah memisahkan/memilih antara ayam jantan dan betina. Biasanya dilakukan dengan metode buka kloaka, perbedaan warna bulu, dan perbedaan panjang bulu sayap (Suprijatna dan Kartasudjana, 2005). Sexing dengan melihat perbedaan warna bulu disebabkan adanya sifat-sifat tertentu yang terkait dengan kromosom yang berhubungan dengan jenis kelamin. Sexing dengan perbedaan bulu sayap biasanya dilakukan pada ayam yang pertumbuhan bulunya

28 cepat dengan melihat bulu sayap runcing pada ayam betina dan pada jantan bulu sayap tidak runcing. Adapun kegiatan saat sexing adalah sebagai berikut. DIS Death in sheel merupakan telur tetas fertil tetapi telah mengalami kematian embrio sebelum masa menetas. Adapun persentase telur tetas DIS di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Telur DIS = total telur DIS 100% total telur yang layak Hatch Telur hatch merupakan telur tetas yang menetas setelah proses transfer. Adapun persentase telur tetas hatch di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Telur di Hatch = total telur hatch 100% total telur yang layak Culling DOC culling merupakan DOC yang tidak layak untuk dijual termasuk juga HE yang tidak jadi menetas. Adapun persentase telur tetas culling di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Telur di culling = total telur culling 100% total telur yang di hatch

29 Female Adapun persentase telur tetas betina di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Female = total telur female 100% total telur yang di hatch Male Adapun persentase telur tetas jantan di Hatchery Pekan Baru dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut. Persentase Male = total telur male 100% total telur yang di hatch Berdasarkan SOP Hatchery 2015, standar bobot telur berdasarkan grade untuk HE layer adalah grade A1 yaitu 50-53,9 gram, grade A2 yaitu 54-59,9 gram sedangkan untuk grade A3 yaitu 60 gram ke atas.

30 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Dari saat sebelum transfer Infertil, explode dan loss Semua HE layer yang ditetaskan di Hatchery Pekan Baru berasal dari Farm 1 Medan. Adapun data telur tetas infertil, explode dan loss di Hatchery Pekan Baru dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3. Rata-rata total dan persentase telur infertil, explode dan loss Srain Grade Total Infertil Explode Loss HE layak Sett Jml Jml Jml Jml % Isa Brown A , ,23 7 0, ,94 A , ,22 6 0, ,65 A , ,22 5 0, ,83 Lohman A , ,31 7 0, ,53 A , , , ,80 A , ,45 8 0, ,83 ket: HE layak merupakan jumlah antara hatch dengan HE DIS Dari saat setelah transfer Culling, female dan male Adapun data DOC culling, female dan male di Hatchery Pekan Baru dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Rata-rata total dan persentase DOC hatch, DIS, culling, female dan male Strain Grade Hatch DIS Culling Female Male Jml Jml % Jml % Jml % Jml % Isa Brown A , , , , ,82 A , , , , ,87 A , , , , ,87 Lohman A , , , , ,78 A , , , , ,82 A , , , , ,18

31 4.2. Pembahasan Dari saat sebelum transfer a. Infertil Infertil merupakan telur yang tidak dibuahi oleh pejantan. Sedangkan fertilitas merupakan persentase telur yang telah dibuahi dibandingkan telur yang dierami. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa rata-rata presentase telur tetas yang infertil yang di candling pada saat transfer yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 8,21%, strain Isa Brown grade A2 adalah 8,23%, strain Isa Brown grade A1 adalah 6,20%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 10,76%, strain Lohman grade A2 adalah 12,16%, dan strain Lohman grade A1 adalah 12,56%. Telur yang ditetaskan yang mempunyai infertil tertinggi adalah strain Lohman grade A1 yaitu 12,56% dan paling rendah adalah Isa Brown A1 yaitu 6,20%, hal ini disebabkan oleh penanganan dan manajemen parent stock yang menghasilkan telur tetas tersebut selama di Breeding Farm. Fertilitas telur tetas dipengaruhi oleh ada tidaknya pejantan dan betina melakukan perkawinan. Jika betina dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan itu fertil, sebaliknya jika betina tidak sempat dikawini oleh pejantan maka telur yang dihasilkan infertil dan tidak akan menghasilkan bibit. Fertilitas diartikan sebagai presentase jumlah telur fertil berdasarkan jumlah telur yang dierami. Secara alami, fertilisasi terjadi di infundibulum sekitar 15 menit sebelum ovulasi. Sperma bergerak sepanjang oviduct selama 30 menit untuk mencapai infundibulum, apabila belum ada telur yang terbentuk. Gerakan sperma dibantu oleh cilia dari oviduct, antiperistaltik otot, dan mortilitas sperma.

32 Menurut Kartasudjana dan Suprijatna (2010), faktor-faktor yang mempengaruhi fertilitas adalah yang pertama mortilitas sperma. Dalam satu hari, pejantan akan memproduksi sperma normal selama 12 jam. Mortilitas berkurang bila pejantan terlalu sering mengawini betina. Selanjutnya umur, fertilitas yang baik untuk jantan maupun betina terjadi pada produksi tahun pertama dan menurun setelah tahun tersebut. Pejantan digunakan saat berumur 6 bulan sampai 2 tahun. Setelah itu Produksi sperma, sperma yang mengandung persentase sperma abnormal yang tinggi, fertilitasnya menjadi rendah. Adapun faktor lain yang mempengaruhi fertilitas adalah ransum, hormon, lama penyinaran, preferential mating (memilih pasangan), musim, peck order, perbandingan jumlah jantan dan betina, dan lamanya jantan dalam kandang. b. Explode (HE yang busuk) Adapun data rata-rata persentase telur tetas yang mengalami kebusukan (explode) didapat pada proses transfer dapat pada Tabel 3. Pada strain Isa Brown grade A3 yaitu 0,23%, strain Isa Brown grade A2 yaitu 0,22%, strain Isa Brown grade A1 yaitu 0,22%. Sedangkan pada strain Lohman grade A3 yaitu 0,31%, strain Lohman grade A2 yaitu 0,39%, dan strain Lohman grade A1 0,45%. Dilihat dari data di atas telur tetas yang mengalami kebusukan adalah pada strain Lohman grade A1 yaitu 0,45% dan yang paling rendah adalah Isa Brown A2 dan A1 yaitu 0,22%. Telur explode adalah telur tetas yang mengalami kebusukan dan pada akhirnya meledak. Telur explode disebabkan oleh penanganan telur tetas yang kurang baik mulai dari penerimaan telur tetas sampai manajemen di setter. Adapun faktor yang paling mendasar adalah telur tetas yang kurang bersih sehingga menyebabkan mudahnya bakteri masuk melalui pori-pori

33 telur. Selanjutnya faktor penanganan di holding room sampai saat preheat, preheat harus dilakukan dengan metode yang tepat. Apabila preheat tidak maksimal dan tidak dilakukan dengan temperatur dan kelembapan yang tepat, maka telur tetas akan mudah mengembun dan menyebabkan telur busuk. Jika telur tetas akan dikeluarkan dari tempat penyimpanan dan akan dimasukkan ke dalam mesin tetas maka telur tersebut harus bebas dari kondensasi atau pengembunan pada permukaan kulitnya. Kondensasi terjadi karena kelebaban yang tinggi dan temperatur yang rendah selama penyimpanan. Titik-titik air ini perlu dihilangkan karena kemungkinan mengandung bakteri di dalamnya yang dapat menyebabkan rusaknya telur dan menurunkan daya tetasnya. Kondensasi dapat dihilangkan dengan cara, mengurangi kelembapan penyimpanan sesaat sebelum telur dikeluarkan dan meningkatkan temperatur ruangan penyimpanan agar menguap dengan cepat (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). c. Loss (HE yang hilang) Dilihat pada Tabel 3 rata-rata persentase telur tetas yang hilang (loss) yang dihitung pada saat transfer yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 0,11%, strain Isa Brown grade A2 adalah 0,09%, strain Isa Brown grade A1 adalah 0,08%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 0,11%, strain Lohman grade A2 adalah 0,22%, strain Lohman grade A1 adalah 0,12%. Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang paling banyak hilang adalah Lohman A2 yaitu 0,22% dan paling sedikit adalah A2 dan A1 Isa Brown yaitu 0,08%. Hal ini tidak berpengaruh besar bagi hasil penetasan karena dalam jumlah sedikit. Hanya saja kehilangan telur ini disebabkan karena telur yang busuk telah disisir pada saat di dalam mesin setter saat proses sweeping. Sweeping

34 dilakukan supaya telur yang busuk tidak pecah di dalam mesin setter. Apabila telur tersebut sempat meledak akan berpengaruh terhadap telur yang lain dan menyebabkan mesin kotor. c. HE yang layak Dilihat pada Tabel 3 HE yang layak yang dihitung pada saat transfer yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 85,94%, strain Isa Brown grade A2 adalah 86,65%, strain Isa Brown grade A1 adalah 88,83%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 81,53%, strain Lohman grade A2 adalah 78,80%, strain Lohman grade A1 adalah 78,83%. Dari data di atas dapat dlihat bahwa telur tetas yang layak ditetaskan adalah Isa Brown A1 yaitu 88,83% dan paling sedikit adalah A2 Lohman yaitu 78,80%. Semakin banyak HE yang layak untuk ditetaskan maka semakin baik pula produksi yang dihasilkan pada saat pullchick. Sebaliknya, semakin sedikit HE yang layak ditetaskan semakin tidak efektif pula hasil penetasan tersebut Dari saat setelah transfer a. DIS (Death In Sheel) Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang DIS (Death In Sheel) yang dihitung pada saat pullchick yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 6,02%, strain Isa Brown grade A2 adalah 5,26%, strain Isa Brown grade A1 adalah 5,00%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 8,22%, strain Lohman grade A2 adalah 9,68%, strain Lohman grade A1 adalah 9,27%. Dari data di atas dapat dilihat bahwa telur tetas yang banyak mengalami kematian dalam kerabang adalah strain Lohman grade A2 yaitu 9,68% dan yang terendah adalah Isa Brown A1 yaitu 5,00%. Hal ini disebabkan oleh penanganan

35 dalam proses penetasan yang kurang tepat. Suhu dan kelembaban pada saat pengeraman di mesin setter sangat berpengaruh bagi kelangsungan penetasan yang baik. Apabila suhu terlalu tinggi maka kemungkinan akan matinya embrio itu sangat tinggi. Begitu juga dengan kelembapan yang rendah maka embrio akan mengalami dehidration. Temperatur inkubasi merupakan salah satu faktor yang sangat penting. Temperatur yang tidak tepat akan menyebabkan rendahnya daya tetas. Dalam mesin tetas tipe forced draft incubator, antara hari ke-1 sampai hari ke-18, temperatur yang baik yaitu F. Setelah hari ke-18, temperatur diturunkan 2-3 F (97-99 F). Bila inkubator akan dipergunakan, temperatur harus benarbenar konstan. Kelembapan yang baik dalam mesin tetas antara hari ke-1 sampai hari ke-18 yaitu 50-60%, setelah hari ke-18 kelembaban dinaikkan menjadi 75% (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). b. Hatch (HE yang menetas) Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase telur tetas yang menetas dihitung pada saat pullchick yaitu untuk A3 adalah 93,98%, strain Isa Brown grade A2 adalah 94,74%, strain Isa Brown grade A1 adalah 95,00%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 91,78%, strain Lohman grade A2 adalah 90,32%, strain Lohman grade A1 adalah 90,84%. Dilihat dari data di atas data HE yang menetas pada saat pullchick yang paling tinggi adalah dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 95,00% dan paling rendah adalah dari strain Lohman grade A2 yaitu 90,32%. HE yang menetas bergantung pada jumlah HE yang infertil, explode, loss dan DIS, semakin banyak jumlah HE yang tidak layak tetas maka makin sedikit HE yang menetas pada saat

36 pullchick, sebaliknya jika sedikit jumlah HE yang tidak layak maka HE yang menetas dalam saat pullchick akan semakin banyak. Keadaan fisik telur mempengaruhi daya tetas. Untuk mempertahankan daya tetas telur maka keadaan fisik telur harus diseleksi sebelum ditetaskan. Bentuk telur dipengaruhi oleh faktor keturunan (Kartasudjana dan Suprijatna, 2010). c. Culling Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC yang diculling yang dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah transfer) yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 2,07%, strain Isa Brown grade A2 adalah 1,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 1,82%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 2,23%, strain Lohman grade A2 adalah 2,35%, strain Lohman grade A1 adalah 2,39%. Dari data di atas DOC yang paling banyak di culling adalah dari strain Lohman grade A1 yaitu 2,39% dan yang paling rendah adalah strain Lohman grade A2 dan A1 yaitu 1,82%. Menurut SOP Hatchery, DOC culling disebabkan oleh suhu dan kelembaban dalam mesin tetas. Kemudian disebabkan juga oleh kesalahan turning pada mesin. Adapun kesalahan turning (pemutaran telur) diantaranya posisi turning yang tidak tepat, biasanya standar SOP Hatchery 45, turning harus dilakukan sitiap 1 jam sekali. Kereta yang macet atau tidak bisa turning juga berakibat terhadap DOC yang ditetaskan. Selanjutnya kesalahan pada sistem listrik. Adapun jenis-jenis DOC culling di Hatchery Pekan Baru sebagai berikut. Kulit telur, string navel, black navel, cacat, lumpuh, wetneck, sticky, dehidration, small under grade, yellow navel, blody.

37 d. Female Dilihat pada Tabel 4 rata-rata persentase DOC betina yang dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total ditetaskan setelah transfer yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 49,11%, strain Isa Brown grade A2 adalah 49,29%, strain Isa Brown grade A1 adalah 49,31%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 48,99%, strain Lohman grade A2 adalah 48,82%, strain Lohman grade A1 adalah 48,43%. Dari data di atas tingkat persentase telur tetas yang menghasilkan DOC layer betina paling banyak adalah strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31% dan yang paling rendah adalah strain Lohman grade A1 yaitu 48,43%. Persentase jantan dan betina yang dihasilkan oleh suatu penetasan bergantung pada strain dan grade dari telur yang ditetaskan. Hal ini berawal dari pemeliharan dan pengelolaan dari peternak parent stock. Faktor genetik dan pakan juga menentukan dari hasil produksi DOC. DOC betina sebaiknya lebih banyak dari DOC jantan, karena hanya DOC betina yang bisa menghasilkan telur komsumsi. DOC betina banyak dipelihara oleh peternak dibanding DOC jantan, karena lebih menguntungkan. Salah satu faktor genetik yang mempengaruhi adalah strain, dan dari faktor lingkungan yang memberikan pengaruh paling besar adalah ransum. Pemilihan strain merupakan salah satu langkah awal yang harus ditentukan agar pemeliharaannya berhasil (Ardiansyah dkk, 2012). e. Male Dilihat pada Tabel 4 persentase DOC jantan yang dihitung pada saat pullchick dan dihitung dari total hatch (yang ditetaskan setelah transfer) yaitu untuk strain Isa Brown grade A3 adalah 48,82%, strain Isa Brown grade A2

38 adalah 48,87%, strain Isa Brown grade A1 adalah 48,87%. Sedangkan untuk strain Lohman grade A3 adalah 48,78%, strain Lohman grade A2 adalah 48,82%, strain Lohman grade A1 adalah 49,18%. Dari data di atas yang paling banyak mengahsilkan DOC jantan adalah dari strain Lohman grade A1 yaitu 49,18% dan yang paling rendah adalah Lohman grade A2 dan Isa Brown A3 yaitu 48,82%. Seperti yang dijelaskan di atas produksi DOC dipengaruhi oleh ransum dan lingkungan. Ada beberapa peternak yang memelihara DOC jantan karena harga bibit yang murah serta konversi ransum rendah, tetapi pertumbuhan lambat. Pada saat sekarang ini harga pasaran DOC layer jantan adalah Rp ,- sedangkan harga DOC layer betina adalah Rp ,- (SOP Hatchery, 2015).

39 V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Ternyata dari saat sebelum transfer data HE yang infertil, explode, loss, sampai saat ditetaskan di mesin hatcher, strain Isa Brown dari grade A1 dengan berat telur berkisar antara 50-53,9 gram paling baik. 2. Ternyata dari saat setelah transfer atau saat pullchick yang paling banyak menghasilkan DOC betina juga dari strain Isa Brown grade A1 yaitu 49,31%. Sedangkan yang terbanyak jantan adalah strain Lohman grade A1 yaitu 49,18% Saran Seandainya perusahaan ingin mendapatkan produksi DOC betina layer dengan jumlah yang lebih banyak, maka telur yang paling banyak ditetaskan sebaiknya dari strain Isa Brown grade A1.

40 DAFTAR PUSTAKA Ardiansyah, dkk Perbandingan performa dua strain ayam jantan tipe medium yang diberi ramsum kmersial broiler. 7 (Diunggah tanggal 16 Juni 2015). Direktorat Jenderal Peternakan, Syarat-syarat teknis pada perusahaan peternakan ayam bibit. Departement Pertanian. Jakarta Kartasudjatna, R, Suprijatna Manajemen ternak unggas. Penebar Swadaya, Jakarta. 124 hal. Paimin, B. Farry Mesin tetas. Penebar Swadaya, Jakarta. 164 hal. Rasyaf, M Pengelolaan penetasan. Cetakan ke-2. Kanisius, Yogyakarta., M Pengelolaan usaha peternakan ayam pedaging. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Riyanto, A Sukses menetaskan telur ayam. Agromedia Pustaka, Jakarta. Sahlan, B. Pengaruh berat badan ayam ras petelur fase grower terhadap produksi telur fase produksi. (Diunggah tanggal 22 Juni 2015) Sarwono, B Beternak ayam buras. Penebar Swadaya, Jakarta. Standar Operasional (SOP) Hatchery Unit Hatchery PT. Charoen Pokphand Jaya Farm. Pekanbaru, Provinsi Riau. Sudaryani, T Kualitas telur. Cetakan ke-4. Penebar Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T, Santosa Pembibitan ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta. 159 hal. Suharno, B Agribisnis ayam ras. Penebar Swadaya, Jakarta. 92 hal. Suprijatna, Kartasudjana Ilmu dasar ternak unggas. Penebar swadaya, Jakarta. Yuwanta, T Dasar ternak unggas. Kanisius, Yogyakarta. 151 hal.

41 Lampiran 1. Dokumentasi Ruang penerimaan HE Candling HE Isa Brown A3 Isa Brown A2 Isa Brown A1 Lohman A3

42 Lohman A2 Lohman A1 Sett HE Setting HE Transfer HE Break Out

43 Grading dan Sexing Debeaking Vaksin Inject Vaksin spray Box DOC Jantan Layer Box DOC Betina Layer

44 DOC betina DOC Culling Holding room Setter Hatcher Ruang pullchick

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru

I. PENDAHULUAN. semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perkembangan dunia peternakan saat ini khususnya perunggasan di Indonesia semakin meningkat. Hal ini ditandai dengan banyaknya perusahaan baru peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah

I. PENDAHULUAN. pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan. kesejahteraan peternak. Masalah yang sering dihadapi dewasa ini adalah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan peternakan merupakan salah satu aspek penting dalam rangka pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan peternak.

Lebih terperinci

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT

PERBANDINGAN PERFORMANCE PARENT STOCK BROILER STRAIN COBB DENGAN STANDAR YANG DITETAPKAN PADA FASE STARTER DI PT LAPORAN TUGAS AKHIR PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN PANGAN POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH PAYAKUMBUH 2015 LAPORAN TUGAS AKHIR Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping

II. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah

Lebih terperinci

DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU

DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU DAYA TETAS TELUR PADA UMUR SIMPAN BERBEDA DI HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM PEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : ADE SUSTIA NINGSIH BP. 1201373037 PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN BUDIDAYA TANAMAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR

PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR PENGARUH GRADE TELUR TERHADAP BOBOT DOC BROILER DI PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARM I UNIT HATCHERY MEDAN LAPORAN TUGAS AKHIR Oleh : FITRI NOPIANA MANALU NBP: 1201371010 PROGRAM STUDI PETERNAKAN JURUSAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Ras Petelur Tipe Medium Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

[Pengelolaan Penetasan Telur]

[Pengelolaan Penetasan Telur] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pengelolaan Penetasan Telur] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan

I. PENDAHULUAN. biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Usaha peternakan ayam layer (petelur) tidak terlepas dari biaya, baik itu biaya dalam wujud investasi (modal investasi) maupun biaya produksi. Pakan merupakan komponen

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe 9 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot tubuh yang dapat dicapai oleh ayam, maka dikenal tiga tipe ayam, yaitu ayam tipe ringan (diantaranya Babcock, Hyline, dan Kimber);

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS

PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN Nomor : 01019/Kpts/PD.430/F/07/2008 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PELAPORAN PEMBIBITAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure Line atau ayam galur murni, ayam pembibit Great Grand Parent Stock atau ayam pembibit buyut, ayam pembibit

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Suharno (2012)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya (Sudaryani dan Santosa, 2000). Menurut Suharno (2012) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pebibit Ayam pebibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein

I. PENDAHULUAN. Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Secara umum, ternak dikenal sebagai penghasil bahan pangan sumber protein hewani yang dibutuhkan bagi hidup, tumbuh dan kembang manusia. Daging, telur, dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggul dari tetuanya. Ayam pembibit terbagi atas 4 yaitu ayam pembibit Pure 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam bibit adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan keturunan yang mempunyai kualitas genetik yang sama atau lebih unggul dari tetuanya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat kita, adalah ayam petelur jenis unggul yang mempunyai daya

TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat kita, adalah ayam petelur jenis unggul yang mempunyai daya TINJAUAN PUSTAKA Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur atau yang lebih dikenal sebagai ayam negeri dalam masyarakat kita, adalah ayam petelur jenis unggul yang mempunyai daya produktivitas bertelur tinggi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat.

I. PENDAHULUAN. peternakan seperti telur dan daging dari tahun ke tahun semakin meningkat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat, maka permintaan komoditas peternakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. induk yang menghasilkan telur tetas untuk mendapatkan Day Old Chick (DOC)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. induk yang menghasilkan telur tetas untuk mendapatkan Day Old Chick (DOC) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Broiler Ayam pembibit adalah jenis ayam yang dipelihara untuk menghasilkan telur tetas (hatching eggs) (Suprijatna, 2009). Ayam pembibit merupakan ayam induk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya

Lebih terperinci

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014

PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 PROTER UNGGAS PETELUR MK PROTER UNGGAS SEMESTER V PS PROTER 16 DESEMBER 2014 ISTILAH-ISTILAH Grand parent stock= ayam nenek Parent stock= ayam induk Commercial stock= ayam komersial Feed supplement = pakan

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26/Permentan/PK.230/5/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A.

ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. SATUAN ACARA PENGAJARAN (SAP) IV A. 1. Pokok Bahasan : Jenis dan tipe ayam komersial A.2. Pertemuan minggu ke : 6 (2 jam) B. Sub Pokok Bahasan: 1. Ayam tipe petelur 2. Ayam tipe pedaging 3. Ayam tipe dwiguna

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS) DEPARTEMEN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PETERNAKAN NOMOR : 02/Kpts/PD.430/F/01.07 TENTANG PETUNJUK TEKNIS PENGAWASAN MUTU BIBIT INDUK AYAM RAS UMUR SEHARI (DOC-PS)

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan

II. TINJAUAN PUSTAKA. ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Berdasarkan bobot maksimum yang dapat dicapai oleh ayam terdapat tiga tipe ayam yang umumnya dikenal dikalangan peternak, yaitu ayam tipe ringan (Babcock,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK

PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK PEDOMAN TEKNIS PENGEMBANGAN PEMBIBITAN AYAM LOKAL TAHUN 2012 DIREKTORAT PERBIBITAN TERNAK DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KATA PENGANTAR Pengembangan pembibitan

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab.

1. PENDAHULUAN. Salah satu produk peternakan yang memberikan sumbangan besar bagi. menghasilkan telur sepanjang tahun yaitu ayam arab. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan pertambahan penduduk dan tingkat kesadaran masyarakat akan gizi, diperlukan peningkatan ketersediaan sumber gizi terutama protein hewani. Salah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira

II. TINJAUAN PUSTAKA. arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediteran, hasil persilangan ayam arab dengan ayam buras. Ayam arab mulai dikenal oleh masyarakat kira-kira tujuh

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam ras petelur yang banyak dipelihara saat ini adalah ayam ras petelur yang berasal dari strain-strain hasil produk dari perusahaan pembibitan. Ayam ras petelur

Lebih terperinci

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah

2017, No Menteri Petanian tentang Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan Ayam Ras dan Telur Konsumsi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 16 Tah No.1230, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTAN. Ayam Ras dan Telur Konsumsi. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 32/PERMENTAN/PK.230/9/2017

Lebih terperinci

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG

MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG MANAJEMEN PEMELIHARAAN PARENT STOCK BROILER FASE STARTER-GROWER DI PT CHAROEN POKPHAND JAYA FARM REMBANG I KARANGASEM, SEDAN KABUPATEN REMBANG TUGAS AKHIR Oleh : NURROTUL RIZA HAMDANAH PROGRAM STUDI DIII

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging (Broiler) Ayam Ras pedaging (Broiler) adalah ayam jantan dan betina muda yang umumnya dipanen pada umur 5 6 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Fase Grower Ayam ras petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras dan tidak boleh disilangkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU

Irawati Bachari, Iskandar Sembiring, dan Dedi Suranta Tarigan. Departemen Perternakan Fakultas Pertanian USU Pengaruh Frekuensi Pemutaran Telur terhadap Daya Tetas dan Bobot Badan DOC Ayam Kampung (The Effect of Egg Centrifugation Frequency on Hatchability and Body Weight DOC of Free-range Chicken) Irawati Bachari,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga

1. PENDAHULUAN. Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produktivitas ayam petelur selain dipengaruhi oleh faktor genetik juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Salah satu faktor lingkungan yang penting diperhatikan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAN. macam yaitu tipe ringan dengan ciri warna bulu putih bersih, badan ramping serta

II KAJIAN KEPUSTAKAN. macam yaitu tipe ringan dengan ciri warna bulu putih bersih, badan ramping serta II KAJIAN KEPUSTAKAN 2.1 Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur adalah jenis ayam yang sangat efisien untuk menghasilkan telur (Yamesa, 2010). Tipe ayam ras petelur pada umumnya dibagi menjadi dua macam yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707

TINJAUAN PUSTAKA. Tabel 1. Standar Performa Mingguan Ayam Broiler CP 707 TINJAUAN PUSTAKA Ayam Broiler Ayam broiler adalah istilah yang biasa digunakan untuk menyebutkan ayam hasil budidaya teknologi peternakan dengan menyilangkan sesama jenisnya. Karekteristik ekonomi dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A

KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A KINERJA SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KOMODITI AYAM NENEK (GRAND PARENT STOCK BROILER) DI PT. GALUR PRIMA COBBINDO SUKABUMI WEMVI RISYANA A14105621 PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar

PENDAHULUAN. terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan yang ditangkap

Lebih terperinci

Pemuliabiakan pada ayam. Oleh : Setyo Utomo Smst 1/2015

Pemuliabiakan pada ayam. Oleh : Setyo Utomo Smst 1/2015 Pemuliabiakan pada ayam Oleh : Setyo Utomo Smst 1/2015 KELAS, SEKELOMPOK AYAM YANG DIKEMBANGKAN DI SUATU DAERAH TERTENTU. MISAL KELAS ASIA, INGGRIS, AMERIKA. KLASIFIKASI AYAM BANGSA, SEKELOMPOK AYAM DALAM

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS - 731 - PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 61/Permentan/PK.230/12/2016 TENTANG PENYEDIAAN, PEREDARAN, DAN PENGAWASAN AYAM RAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan

TINJAUAN PUSTAKA. dari hasil domestikasi ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di tanah air. Ayam kampung diindikasikan dari hasil domestikasi ayam hutan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada

PENDAHULUAN. dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam Bangkok merupakan jenis ayam lokal yang berasal dari Thailand dan dikenal sebagai ayam petarung. Ayam Bangkok mempunyai kelebihan pada daya adaptasi tinggi karena

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1869, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Ayam Ras. Penyediaan, Peredaran, dan Pengawasan. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 61/PERMENTAN/PK.230/12/2016 TENTANG

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas]

[Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Evaluasi Hasil Produksi Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang

II. TINJAUN PUSTAKA. Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang II. TINJAUN PUSTAKA A. Kalkun Kalkun (turkey) adalah jenis unggas darat yang berasal dari kalkun liar yang didomestikasikan oleh suku bangsa Indian pada zaman pro-colombia. Kalkun memiliki tubuh besar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat

HASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas

Lebih terperinci

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar

Performa Produksi Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix Japonica) Hasil Persilangan..Wulan Azhar PERFORMA PRODUKSI PUYUH PETELUR (Coturnix-coturnix Japonica) HASIL PERSILANGAN WARNA BULU HITAM DAN COKLAT THE PRODUCTION PERFORMANCE OF LAYING QUAIL (Coturnix-coturnix Japonica) COME FROM BLACK AND BROWN

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler modern tumbuh sangat cepat sehingga dapat di panen pada umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari tingkah laku makannya yang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak

II. TINJAUAN PUSTAKA. Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Itik Mojosari Itik lokal Indonesia dikenal sebagai keturunan itik Indian Runner yang banyak tersebar di wilayah Indonesia. Beberapa bangsa itik lokal antara lain: itik alabio (Anas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Pembibit Ayam broiler merupakan ayam penghasil daging dalam jumlah yang banyak dengan waktu yang cepat. Tipe ayam pembibit atau parent stock yang ada sekarang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN

EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUASI TELUR TETAS ITIK CRp (CIHATEUP X RAMBON) YANG DIPELIHARA PADA KONDISI MINIM AIR SELAMA PROSES PENETASAN EVALUATION OF HATCHING EGG OF CRp (CIHATEUP X RAMBON) DUCK RAISED ON MINIMUM WATER CONDITIONS

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam yang berasal dari hasil genetik yang memiliki karakteristik secara ekonomis dengan pertumbuhan yang cepat sebagai ayam penghasil

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

II. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI PENINGKATAN PRODUKTIVITAS AYAM BALI DENGAN POLA SELEKSI PRODUKSI (Increasing Balinese Native Chicken Productivity by Production Selection Pattern) NYM SUYASA, SUPRIO GUNTORO, I.A. PARWATI dan RAIYASA Balai

Lebih terperinci

HUBUNGAN URUTAN KELAHIRAN TERHADAP BOBOT LAHIR SAPI SIMMENTAL DI BPTU HPT PADANG MENGATAS

HUBUNGAN URUTAN KELAHIRAN TERHADAP BOBOT LAHIR SAPI SIMMENTAL DI BPTU HPT PADANG MENGATAS HUBUNGAN URUTAN KELAHIRAN TERHADAP BOBOT LAHIR SAPI SIMMENTAL DI BPTU HPT PADANG MENGATAS Oleh : APRI VEBY (Di bawah bimbingan: Yurni Sari Amir S.Pt, MP) RINGKASAN Indonesia merupakan negara tropis yang

Lebih terperinci

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU

PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU PERSENTASE HASIL PENETASAN ( DOC BROILER ) BERDASARKAN GRADE A3, A2 dan A1 PADA MESINPASREFORMdi HATCHERY 1 PT. CHAROEN POKPHAND JAYA FARMPEKANBARU LAPORAN TUGAS AKHIR OLEH: ANGGUN NURUL HAYATI NBP. 1201372046

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. medium (dwiguna). Tipe petelur memiliki ciri-ciri tubuh ramping, cuping telinga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. medium (dwiguna). Tipe petelur memiliki ciri-ciri tubuh ramping, cuping telinga 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dibudidayakan untuk menghasilkan telur secara komersil atau dapat dikatakan jenis ayam yang memiliki produksi telur tinggi. Ayam

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam:

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam: II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Menurut Rose (1997), ayam diklasifikasikan ke dalam: Kingdom : Animalia Subkingdom : Metazoa Phylum Subphylum Class Family Genus Spesies : Chordata : Vertebrata : Aves

Lebih terperinci