HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Eksterior Telur Tetas Keberhasilan suatu usaha penetasan bergatung pada beberapa hal salah satunya adalah kualitas telur. Seleksi telur tetas menentukan tingkat keberhasilan penetasan dan kualitas DOC yang dihasilkan. Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian terhadap beberapa variabel kualitas eksterior telur tetas ayam Arab dengan hasil pada Tabel 6. Tabel 6. Kualitas Eksterior Telur Tetas Ayam Arab Parameter Kualitas Rataan pada Umur Induk (minggu) Bobot Telur (g) 45,56 ± 4,60 b 47,40 ± 2,34 a 49,02 ± 2,31 a Indeks Bentuk Telur 0,78 ± 0,02 a 0,76 ± 0,03 b 0,78 ± 0,07 a Kebersihan Kerabang (%) 73,33 86,67 82,22 Kualitas Rongga Udara (AA)(%) Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0.05) Bobot Telur Telur yang digunakan dalam penelitian ini merupakan telur tetas yang dihasilkan oleh induk ayam Arab yang sedang dalam masa puncak produksi, sesuai dengan pernyataan Sukmawati (2011) yang menjelaskan bahwa puncak produksi telur ayam Arab terjadi saat induk berumur 36 minggu hingga 96 minggu. Hasil analisis menunjukkan bahwa bobot telur ayam Arab dari induk 36 minggu berbeda nyata dengan induk 42 dan 54 minggu (P<0,05), artinya umur induk berpengaruh terhadap bobot telur yang dihasilkan oleh induk. Hasil menunjukkan bahwa semakin tua induk semakin besar bobot telur. Hasil tersebut sesuai dengan hasil penelitian Peebles et al. (2001) bahwa induk yang lebih tua akan menghasilkan telur dengan ukuran dan bobot telur yang lebih besar. Hal ini berkaitan dengan fungsi reproduksi yang akan menurun seiring dengan bertambahnya umur. Peebles et al. (2001) menambahkan bahwa laju produksi telur akan berkurang seiring dengan bertambahnya umur induk, semakin tua induk ayam maka telur yang dihasilkan akan semakin besar dan bobot telur yang dihasilkan lebih besar. Bobot telur menjadi lebih besar karena komposisi telur yang berubah, persentase kandungan albumin dalam telur yang dihasilkan induk lebih tua semakin tinggi, namun kekentalannya menurun, dengan kata lain kandungan air dalam telur

2 tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan telur dari induk yang lebih muda. Semakin besar ukuran telur, persentase albumin lebih besar dan persentase kuning telur lebih kecil (Campbell et al., 2003). Putih telur disintesis pada bagian magnum dan akan diserap kadungan airnya pada bagian uterus. Jull et al. (1979) menjelaskan pada uterus air dikompres hingga % dari total bobot telur. Umur induk yang semakin tua membuat kemampuan uterus untuk menyerap kadar air semakin berkurang, sehingga persentasi albumen meningkat dan meningkatkan pula bobot telur. Campbell et al. (2003) juga menjelaskan bahwa ukuran dan bobot telur akan meningkat saat induk memasuki umur ± 44 minggu. Bobot telur yang dihasilkan induk dalam penelitian ini masih tergolong dalam bobot yang baik untuk ditetaskan yaitu 45,56 49,02 gram, sesuai dengan penjelasan Wardiny (2002), telur ayam Arab dengan bobot 42 gram memiliki hasil yang baik jika ditetaskan. Indeks Bentuk Telur Indeks bentuk telur merupakan perbandingan antara lebar dan panjang telur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks bentuk telur yang dihasilkan induk dengan umur 36 dan 54 minggu berbeda nyata dengan induk umur 42 minggu (P<0,05), artinya umur induk berpengaruh terhadap indeks bentuk telur. Indeks bentuk telur yang dihasilkan induk umur 36 dan 54 lebih besar dibanding dengan induk umur 42 minggu. Perbedaan ini disebabkan karena adanya perbedaan tekanan dalam oviduct induk yang diterima oleh telur selama proses pembentukan telur, sehingga membuat ukuran telur berbeda satu dengan yang lainnya, sesuai dengan pernyataan Mulyantini (2010) yaitu bentuk telur bermacam-macam karena perbedaan tekanan di dalam oviduct. Hal ini berkaitan dengan umur induk, semakin tua umur induk kemampuan alat reproduksi induk dalam proses pembentukan telur akan menurun. Nilai indeks bentuk telur dipengaruhi oleh bentuk telur, nilai indeks bentuk telur yang lebih besar menunjukkan bentuk telur yang lebih bulat atau ukuran lebar dan panjangnya telur tidak jauh berbeda. Bentuk yang sangat lonjong (biconical) (Gambar 5) akan memiliki nilai indeks yang kecil, dan telur dengan bentuk ini disarankan untuk tidak termasuk dalam telur yang diinkubasi karena keberhasilan menetasnya cukup rendah. Embrio tidak dapat berkembang dengan baik dalam telur yang sangat lonjong (Mulyantini, 2010). Awal proses pembentukannya, telur 22

3 memiliki bentuk yang sempurna saat berada pada bagian magnum dan akan beragam bentuknya saat berada di istmus (Jull et al., 1979). Bentuk telur dipengaruhi oleh bobot telur yang dihasilkan (Jull et al., 1979), jadi secara tidak langsung bobot telur mempengaruhi indeks bentuk telur. Indeks bentuk telur yang digunakan dalam penelitian ini termasuk dalam kategori indeks bentuk telur yang baik, sesuai dengan pernyataan Wardiny (2002) yang menyebutkan bahwa indeks bentuk telur 0,76 0,78 merupakan indeks bentuk telur yang baik untuk ditetaskan. Kebersihan Kerabang Kebersihan kerabang merupakan salah satu faktor penentu kualitas telur tetas. Kotoran yang menempel pada kerabang dapat bersumber dari beberapa hal, namun sumber kotoran yang paling beresiko adalah ekskreta ayam. Kontaminasi ekskreta ayam pada kerabang telur membuat telur kotor, selain itu dapat mengakibatkan perubahan warna kerabang dan timbul bau (Sondak, 2011). Telur memiliki lapisan kutikula pada permukaannya untuk mencegah benda asing, debu, dan bakteri masuk kedalam telur, namun jika ekskreta dibiarkan menempel pada telur, lama-kelamaan bakteri yang terkandung dalam ekskreta tersebut akan masuk ke dalam telur dan akan terjadi kontaminasi. Kontaminasi menjadi lebih buruk jika terjadi pada telur yang sedang diinkubasi, karena dapat mengkontaminasi telur lainnya. Oleh karena itu, telur perlu dibersihkan terlebih dahulu sebelum diinkubasi, telur dibersihkan menggunakan ampelas secara perlahan, tidak disarankan untuk mencuci telur dengan air karena dapat merusak lapisan kutikula. Hasil penelitian menunjukkan kebersihan kerabang telur 73,33% (36 minggu), 86,67% (42 minggu), dan 82,22% (54 minggu). Persentase kebersihan telur dari ketiga umur induk ayam Arab ini cukup baik, karena menurut Rahayu et al. (2005) kebersihan kerabang ayam Merawang (ayam lokal) yang baik adalah >70,42%. Kebersihan kerabang telur berkaitan erat dengan sanitasi kandang dan manajemen produksi peternakan. Sanitasi yang baik akan menghasilkan telur dengan persentase kebersihan kerabang yang baik pula. Sondak (2011) menjelaskan bahwa kebersihan kandang yang terjaga dan frekuensi pengoleksian telur yang tinggi akan mengurangi terjadinya kontaminasi ekskreta terhadap telur. 23

4 a b Gambar 9. Telur Tetas Ayam Arab, a. Kotor dan b. Bersih Kualitas Rongga Udara Ukuran rongga udara telur dapat menentukan kualitas telur. Rongga udara telur tetas ditandai dengan pensil saat dilakukan candling, kemudian rongga udara tersebut dibandingkan dengan official egg air cell gauge sesuai dengan USDA (2000). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa rongga udara pada telur tetas yang dihasilkan oleh induk pada semua umur yang digunakan dalam penelitian ini, 100% berkualitas AA yaitu kualitas terbaik dalam standar kualitas rongga udara berdasarkan USDA (2010). Hal ini menunjukkan bahwa telur merupakan telur dengan kualitas yang baik dan termasuk telur yang fresh atau masih belum mengalami proses penyimpanan. Rongga udara yang lebih besar memiliki kualitas telur yang lebih buruk. Rongga udara dalam telur terbentuk karena adanya perbedaan suhu dan tekanan antara bagian dalam tubuh induk dengan kondisi luar lingkungan saat telur oviposisi (Suprijatna et al., 2002). Rongga udara ini akan semakin besar seiring dengan bertambahnya umur simpan telur. Telur yang sudah disimpan dalam waktu yang lebih lama akan memiliki rongga udara yang lebih besar, karena telah terjadi penguapan cairan dalam telur tersebut. Telur yang diinkubasi juga demikian, semakin lama usia telur inkubasi akan semakin besar pula rongga udara telur tersebut. Kecepatan penguapan cairan dalam telur dipengaruhi pula oleh ketebalan kerabang telur dimana induk lebih tua (54 minggu) menghasilkan telur dengan kerabang yang lebih tipis (0,319 mm) dibandingkan induk yang muda (36 minggu dan 42 minggu dengan tebal 0,337 mm), namun bobot kerabang telur yang dihasilkan tidak berbeda antara ketiga umur induk (Ningsih, 2012). Telur tetas dari 24

5 induk yang lebih tua akan lebih cepat menguap dibandingkan dengan telur tetas dari induk yang lebih muda. Kondisi Mesin Tetas Mesin tetas berfungsi mengganti peran induk unggas dalam penetasan telur untuk menghasilkan anak unggas, oleh karena itu kondisi mesin tetas dibuat semirip mungkin dengan induk saat mengeram. Tujuan lain dari penggunaan mesin tetas yaitu untuk memperbaiki daya tetas, kualitas anak ayam, biaya tenaga kerja dan energi. Data suhu dan kelembaban selama proses inkubasi berlangsung ditampilkan dalam Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Selama Masa Inkubasi Waktu Suhu ( o C) Rataan Kelembaban (%) Pagi Siang Sore Rataan suhu inkubator adalah 37 o C selama masa inkubasi yang dicatat dalam tiga waktu berbeda. Oluyemi dan Robert (1979) menjelaskan bahwa suhu yang optimal untuk perkembangan embrio yaitu 37,2-39,4 o C, namun menurut Mulyantini (2010) suhu inkubasi selama penelitian ini masih memenuhi syarat, dimana suhu inkubasi yang baik untuk perkembangan embrio berkisar antara o C. Fluktuasi suhu yang terjadi dalam rentan suhu tersebut tidak menjadi masalah, namun jika suhu inkubasi terlalu tinggi dapat meningkatkan terjadinya mortalitas embrio, sedangkan jika suhu terlalu rendah akan menghambat pertumbuhan embrio dan menurunkan persentase daya tetas. Selama penelitian berlangsung terjadi empat kali penurunan suhu yang cukup tinggi, yaitu suhu menjadi 30 o C (Lampiran 32). Embrio akan berhenti berkembang pada suhu 23,6 o C (Oluyemi dan Robert, 1979), walaupun penurunan suhu inkubasi yang terjadi masih di atas 23,6 o C, namun penurunan suhu yang cukup drastis ini dikhawatirkan menjadi penyebab terganggunya perkembangan embrio. Suhu optimal untuk perkembangan embrio dipengaruhi beberapa hal yaitu kualitas kerabang, bangsa unggas, umur telur, dan kelembaban selama proses inkubasi (Suprijatna et al., 2002). 25

6 Kelembaban mesin tetas selama proses inkubasi berlangsung berkisar antara 60% - 62%. Kelembaban ini berada di bawah kelembaban optimum mesin tetas untuk perkembangan telur tetas yang baik yaitu 66% (Winarto et al., 2008), namun menurut Oluyemi dan Robert (2008), kelembaban selama penelitian berlangsung termasuk kelembaban yang baik yaitu 56% - 60 %. Kelembaban mesin tetas bergantung pada tipe/jenis mesin tetas dan umur telur didalamnya. Kelembaban mengalami kenaikan yang cukup drastis saat suhu mesin tetas 30 o C yaitu mencapai 77 % (Lampiran 32). Perkembangan Membran Ekstraembrional Embrio umur tujuh hari memiliki yolk sac dengan warna kuning cerah dan bentuk awal yolk sac dapat terlihat jelas. Hal ini dikarenakan yolk belum dapat terserap semua ke dalam yolk sac, sehingga yolk juga tampak jelas (Gambar 11.1). Amnion membungkus seluruh tubuh embrio agar embrio terlindungi dan dapat bergerak dengan bebas, karena di dalamnya terdapat cairan. Amnion merupakan lapisan pembungkus embrio paling dalam dan pada bagian luar terdapat chorion, yaitu membran yang membungkus amnion, namun sulit keduanya sulit untuk diamati secara terpisah. Allantois merupakan membran yang menyelimuti embrio dan berperan dalam respirasi, digestif, dan ekskresi. Membran ini mulai berkembang pada hari ketiga masa inkubasi (Suprijatna et al., 2002). Embrio pada hari ke- 7 inkubasi ini, memiliki allantois dengan ukuran yang cukup kecil, karena aktivitas fisiologis embrio yang masih rendah. Albumen pada hari ke- 7 masa inkubasi masih cukup banyak dan tidak terlalu kental, hal ini berkaitan dengan penyerapan nutrisi yang masih belum maksimal karena embrio yang masih muda dan nutrisi yang dibutuhkan masih sedikit. Embrio pada hari ke- 14 inkubasi memiliki yolk yang sepenuhnya masuk ke dalam yolk sac, sehingga yolk sac memiliki warna kuning yang lebih gelap dibanding inkubasi hari ke- 7 karena sebagian besar kandungan kuning telur telah diproses secara kimiawi di dalam yolksac yang selanjutnya akan diserap embrio untuk perkembangannya hingga menetas (Gambar 11.2). Yolksac ini akan masuk ke dalam tubuh anak ayam saat menetas dan berfungsi sebagai cadangan makanan, sehingga DOC (anak ayam) dapat bertahan maksimal 2 hari setelah menetas tanpa diberi pakan. Amnion berfungsi membungkus embrio dan melindunginya dari benturan 26

7 sehingga embrio dapat bergerak dengan bebas dalam telur, sehingga ukuran amnion juga berubah mengikuti ukuran embrio, begitu juga chorion. Allantois memiliki ukuran yang lebih besar dibanding pada hari ke- 7, karena perkembangannya sudah lengkap sejak inkubasi ke- 12 dan peranannya yang meningkat seiring perkembangan embrio, semakin besar embrio maka semakin besar kebutuhannya (untuk respirasi dan digestif) dan semakin besar pula ekskresi yang dihasilkan maka semakin besar pula area allantois yang dibutuhkan. Allantois cukup sulit diamati karena pada inkubasi ke- 14 allantois menyatu dengan chorion yang disebut chorioallantois. Membran ini memiliki fungsi yang sangat penting untuk respirasi embrio dan mulai berfungsi penuh pada inkubasi ke- 12. Albumen pada inkubasi hari ke- 14 memiliki bentuk yang lebih kental dibanding pada inkubasi ke- 7. Hal ini disebabkan oleh proses penguapan dan penyerapan nutrisi dalam albumen yang meningkat seiring bertambahnya umur embrio. yolk albumen yolksac allantois yolk amnion yolksac allantois amnion albumen 1a 10 mm 1b 10 mm 1c amnion allantois yolksac yolk albumen 10 mm albumen amnion yolksac yolksac amnion yolksac 10 mm 2a 10 mm 2b 10 mm 2c amnion 10 mm Gambar 10. Membran Ekstraembrional Embrio Ayam Arab, 1. Hari ke- 7 dan 2. Hari ke- 14 Inkubasi dari Umur Induk a. 36, b. 42, dan c. 54 Minggu Perkembangan Embrio Perkembangan embrio unggas berbeda dengan perkembangan embrio pada mamalia. Embrio mamalia berkembang dalam tubuh induknya, sehingga supply nutrisi langsung dari tubuh induk. Embrio unggas akan berkembang di luar tubuh induk yaitu di dalam telur, sehingga perkembangannya bergantung pada kandungan 27

8 nutrisi yang ada dalam telur tersebut, itulah sebabnya ovum unggas memiliki ukuran yang lebih besar dibanding dengan ovum mamalia. Perkembangan embrio dalam telur selama inkubasi ini sangat menarik untuk diamati, karena dalam jangka waktu yang relatif singkat (21 hari), ayam sudah dapat menetas (Campbell et al., 2003). Penelitian ini mengamati perkembangan ukuran embrio dengan membagi umur inkubasi dalam 3 bagian yang sama panjang yaitu 7 hari setiap pengamatannya atau biasa disebut dengan trimester dengan hasil yang ditunjukkan pada Tabel 8, Tabel 9, dan Tabel 10. Embrio pada Inkubasi Hari ke- 7 Embrio berumur 7 hari (trimester I) memiliki organ yang cukup lengkap. Paruh, sayap, dan kaki tampak jelas walaupun belum sempurna. Paruh bagian atas mulai tampak pada hari ke 6 inkubasi dan hingga hari ke- 7 masa inkubasi paruh bagian bawah belum nampak. Kerangka pembentuk jari kaki mulai tampak, namun masih belum sempurna. S a Pm Cv W Hl P 5 mm S b Pm Cv W Hl P Hl P c W Cv Pm 5 mm 5 mm S Gambar 11. Embrio pada Hari ke- 7 Inkubasi, dari Umur Induk a. 36,b. 42, dan c. 54 Minggu. Keterangan: Panjang badan (S-P); Panjang leher (Cv); Panjang sayap (W); Panjang kaki (HI); Panjang paruh (Pm). Hasil perkembangan embrio pada hari ke- 7 (Tabel 8) menunjukkan bahwa embrio yang berasal dari umur induk berbeda memiliki perbedaan yang nyata pada bobot tubuh panjang paruhnya, dan lingkar kepala (P<0,05), sedangkan tidak berbeda nyata pada parameter panjang badan, leher, sayap, dan kaki. Bobot embrio hari ke- 7 28

9 masa inkubasi dari induk berumur 42 minggu tidak berbeda nyata dengan bobot embrio yang dihasilkan oleh induk dengan umur 36 dan 54 minggu, sedangkan bobot embrio hasil dari induk berumur 36 minggu berbeda nyata dengan bobot embrio dari induk umur 54 minggu. Panjang paruh embrio dari induk berumur 54 tidak berbeda dengan embrio dari induk umur 36 dan 42 minggu, sedangkan panjang paruh embrio induk umur 36 dan 42 minggu berbeda nyata. Lingkar kepala dari induk berumur 54 tidak berbeda dengan embrio dari induk umur 36 dan 42 minggu, sedangkan lingkar kepala embrio induk umur 36 dan 42 minggu berbeda nyata. Tabel 8. Ukuran Embrio pada Hari ke- 7 Inkubasi Parameter Embrio Rataan pada Umur Induk (minggu) Bobot (g) 0,77 ± 0,05 a 0,83 ± 0,08 ab 0,86 ± 0,06 b Panjang badan/ S-P (mm) 33,14 ± 4,72 36,38 ± 5,15 35,37 ± 3,45 Panjang leher/ Cv (mm) 10,91 ± 1,83 11,79 ± 2,22 11,72 ± 1,79 Panjang sayap/w (mm) 8,23 ± 0,97 9,97 ± 1,10 9,12 ± 0,7 Panjang kaki/ Hl (mm) 10,47 ± 1,27 11,10 ± 1,24 11,03 ± 1,05 Panjang paruh/ Pm (mm) 1,10 ± 0,29 b 1,61 ± 0,39 a 1,38 ± 0,30 ab Lingkar kepala (mm) 26,14 ± 4,08 b 30,11 ± 2,83 a 28,32 ± 1,82 ab Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil yang berbeda nyata ini disebabkan oleh tingkat absorbsi yolk dan pengaruh lingkungan. Nutrisi dalam sebutir telur berbeda dengan telur yang lainnya, perbedaan umur induk memiliki pengaruh terhadap kualitas telur yang dihasilkan. Induk yang berumur 36 minggu memiliki kadar lemak yang paling tinggi dan menurun seiring dengan meningkatnya umur induk. Yolk mengandung lemak-lemak yang dibutuhkan untuk perkembangan embrio. Peebles et al. (2001) menyebutkan bahwa yolk sac dari telur yang dihasilkan induk lebih tua beratnya lebih besar dibandingkan dengan yolk sac dari umur induk lebih muda yang berakibat pada menurunkan tingkat absorbsi yolk dan akan menurunkan tingkat perkembangan embrio. Hal ini berbeda dengan hasil yang didapat, bobot embrio meningkat seiring dengan bertambahnya umur induk. Ningsih (2012) menjelaskan bahwa keterlambatan berkembang dan kematian embrio diduga karena terdapat perbedaan suhu yang diterima telur saat inkubasi pada setiap posisi telur. Suhu (Tabel 7) berpengaruh terhadap kecepatan metabolisme nutrisi untuk tumbuh, semakin tinggi suhu tubuh maka semakin tinggi kecepatan metabolisme dalam tubuh embrio selama 29

10 suhu inkubasi masih dalam batas suhu nyaman perkembangan embrio. Induk berumur 42 minggu menghasilkan embrio dengan panjang paruh dan lingkar kepala yang lebih tinggi dibanding dengan induk berumur 36 minggu, namun induk berumur 54 minggu menghasilkan embrio yang kemampuannya sama dengan umur induk yang lain. Hal ini menunjukkan kemampuan induk umur 54 minggu mulai menurun. Panjang paruh yang berbeda disebabkan oleh perkembangannya yang baru dimulai. Paruh mulai tumbuh dan nampak pada hari ke 6 inkubasi, sehingga pada hari ke- 7 paruh masih sangat kecil yaitu ± 1 mm dan termasuk perkembangan awal. Perbedaan pertumbuhan akan sangat nampak saat awal perkembangan. Bobot embrio ayam Arab dengan umur 7 hari yang dihasilkan lebih besar dibandingkan dengan bobot embrio berdasarkan Oluyemi dan Roberts (1979). Bobot embrio ayam Arab yang dihasilkan dalam penelitian ini berkisar 0,7 hingga 0,8 gram, sedangkan menurut Oluyemi dan Roberts (1979), bobot embrio hari ke- 7 adalah 0,57 gram. Perbedaan bobot yang dihasilkan disebabkan karena perbedaan bangsa ayam, pada penelitian ini digunakan ayam Arab sedangkan pada penelitian Oluyemi dan Robert (1979) merupakan ayam broiler. Embrio pada Inkubasi Hari ke- 14 Embrio berumur 14 hari telah tampak lebih sempurna dibanding dengan embrio umur 7 hari. Embrio memiliki paruh yang keras, sayap dan kaki yang sempurna, serta telah memiliki bulu (Gambar 13) P Gambar 12. Embrio pada Hari ke- 14 Inkubasi, dari Umur Induk a. 36, b. 42, dan c. 54 Minggu. Keterangan: Hl W Pm Cv S W Hl Cv Pm a b P 5 mm c Panjang badan (S-P); Panjang leher (Cv); Panjang sayap (W); Panjang kaki (HI); Panjang paruh (Pm). S P Hl Pm W S Cv 5 mm 5 mm 30

11 Hasil pengamatan embrio pada inkubasi ke- 14 (Tabel 9) menunjukkan bahwa bobot embrio dari induk umur 36 dan 54 minggu tidak berbeda nyata, namun embrio induk tersebut berbeda nyata dengan embrio dari induk berumur 42 minggu. Panjang leher embrio dari induk berumur 42 minggu berbeda dengan embrio dari induk berumur 54 minggu, namun keduanya tidak berbeda dengan embrio dari induk 36 minggu. Panjang kaki embrio dari induk berumur 36 minggu berbeda dengan embrio dari induk 42 minggu, namun keduanya tidak berbeda nyata dengan embrio dari induk 54 minggu. Panjang badan, panjang sayap, panjang paruh, dan lingkar kepala tidak berbeda nyata (P<0,05). Tabel 9. Ukuran Embrio pada Hari ke- 14 Inkubasi Parameter Embrio Rataan pada Umur Induk (minggu) Bobot (g) 7,72 ± 0,64 b 9,44 ± 1,39 a 7,70 ± 0,73 b Panjang badan/ S-P (mm) 67,20 ± 0,50 67,90 ± 0,57 65,40 ± 0,54 Panjang leher/ Cv (mm) 20,30 ± 0,16 ab 19,70 ± 0,19 b 22,50 ± 0,35 a Panjang sayap/ W (mm) 31,50 ± 0,30 28,90 ± 1,00 24,00 ± 0,94 Panjang kaki/ Hl (mm) 48,50 ± 0,70 b 55,20 ± 0,90 a 50,10 ± 0,40 ab Panjang paruh/ Pm (mm) 2,90 ± 0,03 3,10 ± 0,03 3,10 ± 0,04 Lingkar kepala (mm) 57,70 ± 0,55 58,50 ± 0,64 56,00 ± 0,40 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Bobot embrio dari induk berumur 54 minggu dan 36 minggu lebih rendah dibanding bobot embrio dari induk berumur 42 minggu. Hal ini berhubungan dengan komposisi yolk sac dimana semakin tua umur induk semakin meningkat pula bobot yolk sac. Suhu selama inkubasi juga mempengaruhi perkembangan embrio terkait dengan kecepatan metabolisme tubuh embrio. Embrio dari induk berumur 54 minggu memiliki bobot tubuh yang paling rendah dibanding dengan umur induk lain, dimana pada masa inkubasi ke- 7 memilik bobot tubuh yang paling tinggi. Hal ini disebabkan perkembangan yang terhambat karena penurunan suhu inkubasi yang cukup tinggi (Lampiran 32). Wisnuwati (2011) menjelaskan bahwa perkembangan embrionik lebih pada ukuran tubuh, dan kecepatan pertambahan ukuran tubuh tidak sama. Oleh karena itu, pada hari ke- 14 inkubasi perkembangan bobot embrio, panjang leher, dan panjang kaki berbeda. Parameter panjang kaki berbeda pada inkubasi hari ke- 14 karena pada hari tersebut merupakan fokus perkembangan jari- 31

12 jari kaki. Bobot embrio yang dihasilkan lebih rendah jika dibandingkan dengan bobot embrio ayam broiler umur 14 hari yaitu 0,97 gram (Oluyemi dan Robert, 1979). Embrio pada Inkubasi Hari ke- 21 Perkembangan embrio pada inkubasi hari ke- 21 dapat dikatakan perkembangan DOC, karena pengukuran dilakukan saat telur telah menetas. Tabel 10. Ukuran Embrio Hari ke- 21 Inkubasi Parameter Embrio Rataan pada Umur Induk (minggu) Bobot (g) 31,14 ± 2,27 31,17 ± 4,15 32,87 ± 3,67 Panjang badan (mm) 91,99 ± 6,75 89,18 ± 9,01 92,23 ± 0,02 Panjang leher (mm) 34,54 ± 5,71 35,22 ± 5,73 33,09 ± 4,96 Panjang sayap (mm) 37,48 ± 3,44 40,12 ± 6,45 42,18 ± 6,40 Panjang kaki (mm) 99,62 ± 3,74 103,01 ± 6,23 98,52 ± 3,56 Panjang paruh (mm) 4,70 ± 0,23 4,61 ± 0,44 4,61 ± 0,43 Lingkar kepala (mm) 67,82 ± 8,26 65,90 ± 4,50 65,93 ± 6,33 Keterangan : Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ukuran DOC yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh umur induk. Ayam petelur dikhususkan untuk produksi telur yang mengakibatkan kemampuan reproduksinya tinggi, sehingga perbedaan kondisi induk dalam kasus ini adalah umur induk, akan berpengaruh terhadap perkembangan embrio dalam telur, terutama dalam sintesis protein, pembentukan otot, dan aktivitas enzim dalam tubuh embrio (Murtini, 2006), namun perkembangan akhir embrio menunjukkan tidak ada perbedaan antara DOC yang berasal dari induk berumur 36, 42 dan 54 minggu. Suhu memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan embrio, karena tingkat metabolisme tubuh embrio sangat dipengaruhi suhu lingkungan (mesin tetas). Perkembangan bobot embrio saat minggu I (trimester I) dan minggu II (trimester II) memiliki perbedaan namun dapat mencapai hasil yang sama saat menetas dengan memanfaatkan nutrisi yang tersedia dengan optimal. Hal ini menunjukkan bahwa embrio dari induk lebih tua memiliki kecepatan perkembangan yang fluktuatif dan lebih sensitif terhadap perubahan suhu. Kecepatan perkembangan embrio yang terganggu juga disebabkan karena adanya sentuhan terhadap telur selama inkubasi. Santi (2011) menjelaskan bahwa semakin 32

13 sering disentuh, semakin lambat perkembangan embrio ayam. Pemutaran telur pada penelitian ini dilakukan secara manual sehingga tidak bisa meminimalkan sentuhan terhadap telur selama inkubasi. Bobot DOC yang dihasilkan yaitu ± 31 gram, lebih rendah dibanding dengan bobot DOC broiler berdasarkan Oluyemi dan Robert (1979) yaitu > 37 gram. Ayam broiler termasuk jenis ayam pedaging yang merupakan hasil seleksi ketat hingga dihasilkan ayam yang dapat tumbuh dan berkembang dengan cepat sehingga bobot badannya dapat meningkat dengan cepat dan, sedangkan ayam Arab termasuk dalam jenis petelur yang pertumbuhannya lebih lambat. Bobot anak ayam Arab yang dihasilkan 68,34% (induk 36 minggu), 65,75% (induk 42 minggu), dan 67,05% (induk 54 minggu) dari bobot telur tetas dan merupakan persentase yang baik untuk bobot DOC. Ditjennak (2012) menjelaskan bahwa bobot DOC adalah 65% - 68% dari bobot telur tetas dan DOC yang kecil berasal dari telur tetas yang kecil dan sebaliknya DOC yang besar berasal dari telur tetas dengan ukuran yang besar. Kecepatan Perkembangan Embrio Kecepatan perkembangan embrio dapat diketahui dengan melihat selisih perkembangannya setiap minggu, yaitu dengan mengurangi perkembangan embrio di minggu tertentu dengan minggu sebelumnya. Kecepatan perkembangan embrio dari masing- masing induk yaitu induk berumur 36 minggu (Gambar 14), induk 42 minggu (Gambar 15) dan induk 54 minggu (Gambar 16) berbeda-beda. Gambar 13. Grafik Selisih Ukuran Embrio Setiap Minggu pada Umur Induk 36 Minggu. Keterangan: B=Bobot Embrio; PB= Panjang Badan; PL= Panjang Leher; PS= Panjang Sayap; PK= Panjang Kaki; PP= Panjang Paruh; LK= Lingkar Kepala. 33

14 Gambar 14. Grafik Selisih Ukuran Embrio Setiap Minggu pada Umur Induk 42 Minggu. Keterangan: B=Bobot Embrio; PB= Panjang Badan; PL= Panjang Leher; PS= Panjang Sayap; PK= Panjang Kaki; PP= Panjang Paruh; LK= Lingkar Kepala. Gambar 15. Grafik Selisih Ukuran Embrio Setiap Minggu pada Umur Induk 54 Minggu. Keterangan: bervariasi. B=Bobot Embrio; PB= Panjang Badan; PL= Panjang Leher; PS= Panjang Sayap; PK= Panjang Kaki; PP= Panjang Paruh; LK= Lingkar Kepala Kecepatan perkembangan embrio pada ketiga umur induk setiap minggunya Embrio dari induk berumur 36 minggu memiliki kecepatan perkembangan yang meningkat pada minggu II (Trimester II) inkubasi dan akan menurun atau semakin meningkat sesuai kebutuhan masing-masing bagian tubuh, kecuali pada parameter panjang leher yang menurun pada trimester II dan meningkat 34

15 pada minggu III (Trimester III). Embrio dari induk berumur 42 cenderung memiliki kecepatan yang tinggi pada minggu I (Trimester I) namun mulai menurun saat trimester II dan trimester III, yaitu pada parameter panjang badan, lingkar kepala, atau meningkat pada trimester III, yaitu pada parameter panjang leher dan panjang paruh. Embrio dari induk berumur 54 minggu memiliki kecepatan yang semakin menurun setiap minggunya, yaitu pada parameter panjang badan, panjang leher, dan lingkar kepala. Parameter dengan kecepataan perkembangan meningkat pada trimester II yaitu bobot embrio, panjang sayap, panjang kaki, dan panjang paruh. Hal tersebut berkaitan dengan waktu dan kebutuhan setiap bagian tubuh untuk mulai berkembang dan berhenti berkembang dan peristiwa itu diatur oleh gen berdasarkan pernyataan Zainatha (2012) bahwa gen bekerja sesuai perannya, secara spasial dan temporal, membentuk networking yang akan menghasilkan perkembangan khas pada setiap tahapan perkembangan mahkluk hidup. Aktivasi dan inaktivasi gen (switch ON/OFF suatu gen atau sekelompok gen) menjadi mekanisme dasar genetika molekular pembentukan organ. Kecepatan pertumbuhan dan perkembangan embrio lebih pesat setelah embrio berumur 10 hari (Murtini et al., 2006). Oleh karena itu, kecepatan perkembangan embrio cenderung meningkat saat mulai memasuki trimester II inkubasi, namun kecepatan perkembangan embrio ini juga bergantung pada kebutuhan masing-masing bagian tubuh, misalnya lingkar kepala. Panjang lingkar kepala cenderung meningkat lebih cepat pada trimester I dan II, karena otak berkembang dengan cepat pada awal masa perkembangan hingga mencapai puncaknya, kemudian perkembangannya melambat hingga titik maksimalnya sesuai dengan pernyataan Wisnuwati (2011) yaitu perkembangan embrionik lebih pada ukuran tubuh, dan kecepatan pertambahan ukuran tubuh tidak sama, misalnya pada saat bayi baru dilahirkan, secara proporsional kepala lebih besar dari badannya. Perkembangan selanjutnya, lengan, kaki, dan paha tumbuh lebih cepat dari kepala, sedangkan tubuh seperti tidak mengalami perubahan. Oleh karena itu, parameter panjang kaki lebih cepat berkembang di trimester III inkubasi. Perbedaan kecepatan perkembangan juga dipengaruhi oleh daya absorbsi nutrisi oleh yolk sac yang dipengaruhi umur induk, terlihat bahwa embrio dari umur 36 minggu memiliki perkembangan yang lebih cepat dibaning dengan embrio dari 35

16 induk berumur 42 dan 54 minggu. Perbedaan suhu yang diterima oleh setiap telur juga menjadi salah satu penyebab keterlambatan perkembangan embrio (Ningsih, 2012). Indikator Keberhasilan Usaha Penetasan Lama inkubasi telur ayam hingga menjadi anak ayam (Day Old Chick) yaitu hari. Lama waktu inkubasi telur unggas bergantung pada ukuran telur dan jenis unggas. Telur yang lebih besar membutuhkan waktu inkubasi yang lebih lama. Inkubasi dapat dilakukan secara alami maupun buatan. Inkubasi buatan dilakukan untuk menggantikan inkubasi alami dalam menghasilkan anak ayam. Metode ini digunakan untuk meningkatkan daya tetas dan kualitas DOC yang dihasilkan dengan meminimalisir pengaruh negatif lingkungan (Jull et al., 1979). Penelitian ini menetaskan telur dari umur induk yang berbeda dengan hasil yang ditampilkan pada Tabel 11. Tabel 11. Hasil Penetasan Telur Ayam Arab dengan Umur Induk 36, 42, dan 54 Minggu Parameter Rataan pada Umur Induk (minggu) Fertilitas (%) Daya tetas (%) Mortalitas (%) Viabilitas (%) 86,67 96, Fertilitas Persentase fertilitas telur tetas yang digunakan dalam penelitian ini cukup tinggi yaitu 96% (induk 42 minggu) dan 100% (induk 36 dan 54 minggu) dari total telur yang diinkubasi. Fertilitas telur ayam Arab ini dapat dikatakan cukup tinggi dibandingkan hasil penelitian Ankanegara (2011) yaitu < 68,89%. Fertilitas telur tetas dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu kualitas, konsentrasi, dan motilitas sprema yang digunakan (Ankanegara, 2011). Hal ini juga terkait dengan manajemen reproduksi yang diterapkan dalam peternakan ini yang sangat baik. Daya Tetas Daya tetas telur yang dihasilkan dalam penelitian ini cukup rendah yaitu antara 60% (induk 36 minggu), 52% (induk 42 minggu) dan 28% (induk 54 minggu) 36

17 dibandingkan dengan daya tetas menurut Permana (2007) yang menyebutkan bahwa daya tetas telur ayam Arab adalah 93,05%. Daya tetas dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain : genetik, fertilitas, lama dan suhu penimpanan telur, suhu dan kelembaban mesin tetas, kebersihan telur, umur induk, nutrisi, penyakit, keragaman bentuk dan ukuran telur (Sulandari et al., 2007). Rendahnya daya tetas yang dihasilkan selain umur induk diduga berkaitan pula dengan suhu dan kelembaban selama inkubasi telur berlangsung (Tabel 7). Mortalitas Embrio Mortalitas embrio dari penelitian ini adalah 40% (induk 36 minggu), 44% (induk 42 minggu), dan 72 % (induk 54 minggu). Kematian embrio banyak terjadi pada periode terakhir inkubasi yaitu 3 hari terakhir masa inkubasi. Mulyantini (2010) menjelaskan bahwa tiga hari terakhir masa inkubasi merupakan tahap kritis. Penyebab tingginya mortalitas pada fase ini disebabkan karena waktu dan malposisi embrio, karena telur tidak diletakkan dengan rongga udara pada bagian atas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kematian embrio disebabkan malposisi embrio karena tipe alat tetas (hatcher), yang membuat telur tidak dapat mempertahankan posisi rongga udara tetap di bagian atas. Bentuk telur tetas yang digunakan juga mempengaruhi perkembangan embrio, dan bentuk telur tetas dipengaruhi oleh umur induk. Semakin tua umur induk dan semakin bulat telur yang digunakan maka daya tetas yang dihasilkan pun akan semakin kecil. Telur dari induk lebih tua memiliki bentuk yang lebih bulat hal ini menyulitkan anak ayam untuk pipping, sehingga sulit menetas (Ankanegara, 2011). Viabilitas Anak Ayam Viabilitas anak ayam merupakan kemampuan anak ayam untuk bertahan hidup yang dicirikan dengan kondisi fisik sehat, kaki normal dan dapat berdiri tegak, paruh normal, tampak segar dan aktif, tidak dehidrasi, tidak ada kelainan bentuk, tidak cacat fisik, sekitar pusar dan dubur kering, pusar tertutup, kondisi bulu kering dan berkembang (Tona et al., 2004). Nilai viabilitas hasil pengamatan yaitu 86,67% (induk 36 minggu), 96,31% (induk 42 minggu), dan 100% (induk 54 minggu) berdasarkan tiga umur induk yang berbeda. Nilai ini dapat dikatakan cukup baik jika dibandingkan dengan hasil penelitian Permana (2005) yaitu 96,54%. Faktor-faktor 37

18 yang mempengaruhi viabilitas DOC antara lain: kualitas sperma, pakan, dan manajemen penetasan (Ensminger, 1992). Nilai viabilitas hasil penelitian yang baik menunjukkan bahwa manajemen pemeliharaan indukan dan pejantan memiliki kualitas yang baik. Gambar 13 menunjukkan DOC dengan viabilitas yang baik (a) dapat berdiri dengan tegak, sedangkan viabilitas yang buruk memperlihatkan DOC tidak dapat berdiri dengan tegak dan tidak dapat berjalan dengan baik. a 5 mm b 5 mm c 5 mm Gambar 16. Anak Ayam Arab (DOC), a.viabititas Baik dan b. Viabilitas Tidak Baik dari Induk berumur a. 36, b.42 dan c. 54 Minggu Diskusi Umum Perkembangan embrio ayam Arab dari induk berumur 36 minggu lebih stabil dibanding dengan embrio dari induk yang lain, sehingga memiliki daya tetas yang lebih tinggi pula, begitu juga perkembangan somite (tulang belakang) embrio ayam arab yang optimum pada embrio dari induk 36 minggu berdasarkan hasil penelitian Ningsih (2012). Hal ini menunjukkan bahwa kualitas DOC dapat diketahui berdasarkan kualitas eksterior telur tetas, perkembangan awal (somite), perkembangan embrio lanjutan, hingga menetas. Umur optimum induk dalam menghasilkan DOC yang berkualitas yaitu 36 minggu. Mortalitas embrio paling banyak terjadi pada periode terakhir masa inkubasi yaitu pada hari ke- 19 hingga ke- 20, bahkan pada saat menetas. Embrio yang mati pada hari ke-19 dan ke-20 dapat diketahui dari ukuran yolksac dan kondisinya yang sudah hampir memasuki perut embrio, jika dilihat dari morfologi tubuhnya, embrio sudah memiliki bentuk yang sempurna. Penyabab embrio yang mati pada hari ke- 21 adalah rendahnya kemampuan embrio untuk pipping, sehingga tidak mampu untuk menetas. Hal ini dikarenakan suhu dan kelembaban yang tidak optimal untuk perkembanagn embrio. 38

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab

HASIL DAN PEMBAHASAN. Inseminasi Buatan pada Ayam Arab HASIL DAN PEMBAHASAN Inseminasi Buatan pada Ayam Arab Ayam Arab yang ada di Indonesia sekarang adalah ayam Arab hasil kawin silang dengan ayam lokal. Percepatan perkembangbiakan ayam Arab dapat dipacu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat

HASIL DAN PEMBAHASAN. morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Kualitiatif Pusar Penilaian menggunakan metode pasgar skor didasarkan pada kriteria morfologi. Penilaian dilakukan pada DOD yang baru menetas untuk melihat kualitas DOD

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan upaya dalam mempertahankan populasi maupun memperbanyak jumlah daya tetas telur agar dapat diatur segala prosesnya serta dapat menghasilkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang

PENDAHULUAN. penyediaan daging itik secara kontinu. Kendala yang dihadapi adalah kurang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Usaha peternakan unggas di Indonesia semakin berkembang seiring dengan banyaknya kebutuhan protein hewani terutama itik lokal. Itik mulai digemari oleh masyarakat terutama

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. banyaknya telur yang menetas dibagi dengan banyaknya telur yang fertil. 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Tetas Daya tetas merupakan banyaknya telur yang menetas dari sejumlah telur yang fertil. Data daya tetas pada penelitian ini dihitung dengan

Lebih terperinci

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu.

II KAJIAN KEPUSTAKAAN. membentuk beberapa variasi dalam besar tubuh, konformasi, dan warna bulu. II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Klasifikasi Itik Itik adalah jenis unggas air yang tergolong dalam ordo Anseriformes, family Anatidae, genus Anas dan termasuk spesies Anas javanica. Proses domestikasi membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bangunan Penetasan Bangunan penetasan adalah suatu tempat yang dibangun dengan konstruksi khusus sesuai dengan kapasitas produksi, kandang dan ruangan penetasan harus terpisah.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut tetas BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Susut Telur Selama proses inkubasi, telur akan mengalami penyusutan yang dikenal dengan istilah susut tetas. Pengaruh perlakuan terhadap susut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan

PENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia berjalan semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya permintaan telur konsumsi maupun

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penetasan Penetasan merupakan suatu proses perkembangan embrio di dalam telur hingga menetas, yang bertujuan untuk mendapatkan individu baru. Cara penetasan terbagi dua yaitu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari

PENDAHULUAN. salah satunya pemenuhan gizi yang berasal dari protein hewani. Terlepas dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Seiring meningkatnya pertumbuhan penduduk, kebutuhan pangan semakin meningkat pula. Pangan yang dibutuhkan oleh masyarakat jenisnya beragam, salah satunya pemenuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam

PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan salah satu ternak unggas yang memiliki potensi untuk memenuhi kebutuhan sumber protein. Di Indonesia terdapat bermacam-macam jenis itik lokal dengan karakteristik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam. bandingkan dengan unggas lainnya (Suryani et al., 2012). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kedu Ayam Kedu merupakan salah satu ayam lokal langka Indonesia. Ayam Kedu berasal dari Desa Karesidenan Kedu Temanggung Jawa Tengah. Ayam Kedu memiliki kelebihan daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Magelang Bangsa itik jinak yang ada sekarang berasal dari itik liar yang merupakan species dari Anas plitirinchos yang telah mengalami penjinakan atau domestikasi (Susilorini

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Pengaruh Indeks Bentuk Telur terhadap Daya Tetas dan Mortalitas Itik Magelang dilaksanakan pada bulan Oktober - Desember 2015 bertempat di Desa Ngrapah,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pembibit Ayam pembibit atau parent stock (PS) adalah ayam penghasil final stock dan merupakan hasil pemeliharaan dengan metode perkawinan tertentu pada peternakan generasi

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April November 2016 di Desa Ngrapah, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Analisis data dilaksanakan di Laboraturium

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan ayam yang sudah beradaptasi dan hidup dalam jangka waktu yang lama di Indonesia. Ayam lokal disebut juga ayam buras (bukan ras) yang penyebarannya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perkembangan ayam. Hasil penelitian panjang tubuh anak ayam yang diinkubasi. Tabel 2. Panjang Tubuh Anak Ayam Lokal

HASIL DAN PEMBAHASAN. perkembangan ayam. Hasil penelitian panjang tubuh anak ayam yang diinkubasi. Tabel 2. Panjang Tubuh Anak Ayam Lokal 24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Panjang Tubuh Anak Ayam Lokal Panjang tubuh anak ayam lokal dapat menjadi acuan untuk memprediksi perkembangan ayam. Hasil penelitian panjang tubuh anak ayam yang diinkubasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.

PENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012. I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam

KAJIAN KEPUSTAKAAN. tidak memiliki karakterisik disebut ayam kampung (Nataamijaya, 2010). Ayam II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Ayam Lokal Di Indonesia terdapat berbagai jenis ayam lokal, baik itu ayam asli maupun ayam hasil adaptasi yang sudah ada sejak ratusan tahun silam. Ayam lokal yang tidak memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Arab Ayam arab (Gallus turcicus) adalah ayam kelas mediterain, hasil persilangan dengan ayam buras (Kholis dan Sitanggang, 2002). Ayam arab merupakan ayam lokal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor

HASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio

Lebih terperinci

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh

Gambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi

Lebih terperinci

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman

Struktur Telur. Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur Telur Suhardi, S.Pt.,MP Universitas Mulawarman Struktur dan komposisi telur 1.Kuning telur (yolk) 2.Putih telur (albumen) 3.Membrane shell 4.Kerabang telur Kuning Telur (31%): 1. Latebra : Pertautan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama

I. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk

I. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis ungags air ( water fawls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, Family Anatidae, Sub family Anatinae, Tribus anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemeliharaan Ayam Salah satu syarat keberhasilan dalam pemeliharaan pembibitan ayam yaitu kemampuan untuk menyeleksi pejantan dan betina yang memiliki kualitas tinggi untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan protein hewani mengalami peningkatan dari tahun ke tahun seiring meningkatnya pendapatan dan kesadaran masyarakat akan pentingnya gizi bagi kesehatan. Salah satu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Itik Tegal Itik merupakan jenis unggas air (water fowls) yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, famili Anatidae, sub famili Anatinae, tribus Anatinae dan genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary.

TINJAUAN PUSTAKA. Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary. II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fisiologi Produksi Telur Ayam betina mempunyai alat repruduksi yang terdiri dari oviduct dan ovary. Oviduct ayam terdapat dari dua buah, tapi hanya sebelah kiri yang berkembang,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2012. Persiapan telur tetas dan penetasan dilaksanakan di Laboratorium Penetasan Telur, Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Kelompok Ternak Kelompok Tani Ternak Rahayu merupakan suatu kelompok peternak yang ada di Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima, Kabupaten Pesawaran, Propinsi Lampung.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik adalah salah satu jenis unggas air ( water fowls) yang termasuk dalam kelas aves, ordo Anseriformes, Family Anatiade, Subfamily Anatinae, Tribus Anatini dan Genus Anas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2. Hasil Evaluasi Karakteristik Semen Ayam Arab pada Frekuensi Penampungan yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi semen secara makroskopis (warna, konsistensi, ph, dan volume semen) dan mikroskopis (gerakan massa, motilitas, abnormalitas, konsentrasi, dan jumlah spermatozoa per

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and

TINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama satu bulan pada 28 Mei--28 Juni 2012, bertempat di Kelompok Tani Ternak Rahayu, Desa Sidodadi, Kecamatan Way Lima,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mesin Tetas Penetasan telur ada dua cara, yaitu melalui penetasan alami (induk ayam) dan melaui penetasan buatan (mesin tetas) (Paimin, 2000). Penetasan buatan dilakukan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Metode Demonstrasi Metode Demonstrasi merupakan metode yang paling sederhana dibandingkan dengan metode-metode mengajar lainnya. Metode ini lebih sesuai untuk mengajarkan bahan-bahan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi

MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Mei 2012. Pengamatan berat telur, indeks bentuk telur, kedalaman kantung udara, ketebalan kerabang, berat kerabang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Lokal Ayam lokal Indonesia merupakan hasil dometsikasi Ayam Hutan Merah (Gallus gallus) dan Ayam Hutan Hijau (Gallus varius). Ayam Hutan Merah di Indonesia ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan

I. PENDAHULUAN. serta meningkatnya kesadaran akan gizi dan kesehatan masyarakat. Akan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kenaikan permintaan komoditas peternakan di Indonesia dari tahun ke tahun semakin berpacu dengan adanya pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, serta meningkatnya

Lebih terperinci

[Pemanenan Ternak Unggas]

[Pemanenan Ternak Unggas] SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN [AGRIBISNIS TERNAK UNGGAS] [Pemanenan Ternak Unggas] [Endang Sujana, S.Pt., MP.] KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004).

I. PENDAHULUAN. umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari. modern mencapai di bawah dua (Amrullah, 2004). I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler modern tumbuh sangat cepat sehingga dapat di panen pada umur 4 5 minggu. Sifat pertumbuhan yang sangat cepat ini dicerminkan dari tingkah laku makannya yang

Lebih terperinci

Penyiapan Mesin Tetas

Penyiapan Mesin Tetas Dian Maharso Yuwono Pemeliharaan unggas secara intensif memerlukan bibit dalam jumlah yang relatif banyak, sehingga penetasan dengan mesin semakin diperlukan. Penetasan telur unggas (ayam, itik, puyuh,

Lebih terperinci

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari.

Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan. bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk diikuti dengan meningkatnya kebutuhan akan bahan pangan yang tidak lepas dari konsumsi masyarakat sehari-hari. Hal ini berdampak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap

I. PENDAHULUAN. masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan jumlah penduduk serta semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat menyebabkan konsumsi protein hewani pun meningkat setiap tahunnya. Konsumsi protein

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses

BAB 1 PENDAHULUAN. Tingginya kebutuhan masyarakat akan daging ayam membuat proses BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Unggas terutama ayam merupakan salah satu sumber protein utama bagi manusia walaupun sekarang banyak sumber protein selain daging ayam, namun masyarakat lebih memilih

Lebih terperinci

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36.

Tilatang Kamang Kabupaten Agam meliputi Nagari Koto Tangah sebanyak , Gadut dan Kapau dengan total keseluruhan sebanyak 36. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan sektor yang memiliki peluang sangat besar untuk dikembangkan sebagai usaha di masa depan. Kebutuhan masyarakat akan produkproduk peternakan akan semakin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel

Lebih terperinci

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di

ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di ACARA III PEMBUATAN PRODUK DAN UJI KUALITAS PRODUK TELUR A. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Telur merupakan salah satu dari beberapa produk yang di hasilkan dari unggas.telur merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan

I. PENDAHULUAN. peternakan pun meningkat. Produk peternakan yang dimanfaatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sejalan dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya protein hewani untuk memenuhi kebutuhan gizi, permintaan masyarakat akan produkproduk peternakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan

I. PENDAHULUAN. Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peningkatan populasi penduduk di Indonesia menyebabkan perkembangan permintaan terhadap produk hasil ternak. Produk hasil unggas merupakan produk yang lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi

I. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik

TINJAUAN PUSTAKA Probiotik TINJAUAN PUSTAKA Probiotik Probiotik sebagai pakan tambahan berupa mikroorganisme yang mempunyai pengaruh menguntungkan untuk induk semangnya melalui peningkatan keseimbangan mikroorganisme usus (Fuller,

Lebih terperinci

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai

Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal. masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sumber pemenuhan kebutuhan protein asal hewani yang cukup dikenal masyarakat Indonesia selain ayam ialah itik. Usaha beternak itik dinilai menguntungkan bagi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab

TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab TINJAUAN PUSTAKA Ayam Arab Ayam Arab berasal dari Belgia yang disebut dengan nama Brakel Kriel yang termasuk ke dalam galur ayam petelur unggul di Belgia. Produksi telur ayam Arab setara dengan ayam Leghorn,

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi

I. TINJAUAN PUSTAKA. memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat, konversi I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Pedaging Ayam Pedaging adalah istilah untuk menyebutkan strain ayam budidaya teknologi yang memiliki karakteristik ekonomis dengan ciri khas yaitu pertumbuhan yang cepat,

Lebih terperinci

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD

HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE OF INCUBATOR HUMIDITY SETTING AT HATCHER PERIOD LAMA MENETAS DAN BOBOT TETAS TELUR ITIK LOKAL (Anas sp.) BERDASARKAN PERBEDAAN KELEMBABAN MESIN TETAS PADA PERIODE HATCHER HATCH PERIOD AND WEIGHT AT HATCH OF LOCAL DUCK (Anas sp.) BASED ON DIFFERENCE

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada1 Maret--12 April 2013 bertempat di Peternakan Kalkun Mitra Alam Pekon Sukoharjo I, Kecamatan Sukoharjo, Kabupaten Pringsewu.

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Materi

MATERI DAN METODE. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan ayam dan penampungan semen dilakukan di Kandang B, Laboratorium Lapang, Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015,

III. BAHAN DAN MATERI. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, 23 III. BAHAN DAN MATERI A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 minggu pada Desember 2014 Januari 2015, bertempat di peternakan ayam arab milik Bapak Ilham di Desa Tegal Rejo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan

I. PENDAHULUAN. pembangunan kesehatan dan kecerdasan bangsa. Permintaan masyarakat akan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Perunggasan merupakan komoditi yang secara nyata mampu berperan dalam pembangunan nasional, sebagai penyedia protein hewani yang diperlukan dalam pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada

TINJAUAN PUSTAKA. (Setianto, 2009). Cahaya sangat di perlukan untuk ayam broiler terutama pada 7 II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Cahaya Untuk Ayam Broiler Cahaya merupakan faktor lingkungan yang sangat penting bagi kehidupan ayam, karena cahaya mengontrol banyak proses fisiologi dan tingkah laku ayam (Setianto,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat

Lebih terperinci

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014

drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 drh. Herlina Pratiwi PROGRAM KEDOKTERAN HEWAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2014 SELAPUT EKSTRA EMBRIONIK: Beberapa selaput yang terbentuk pada masa perkembangan embrional yang berasal dari tubuh embrio, namun

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan

I PENDAHULUAN. lokal adalah salah satu unggas air yang telah lama di domestikasi, dan I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak unggas penghasil telur, daging dan sebagai binatang kesayangan dibedakan menjadi unggas darat dan unggas air. Dari berbagai macam jenis unggas air yang ada di Indonesia,

Lebih terperinci

Gambar 1. Itik Alabio

Gambar 1. Itik Alabio TINJAUAN PUSTAKA Itik Alabio Itik Alabio merupakan salah satu itik lokal Indonesia. Itik Alabio adalah itik yang berasal dari Kabupaten Hulu Sungai Utara, Propinsi Kalimantan Selatan. Habitatnya di daerah

Lebih terperinci

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG

PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG PENANGKARAN DAN PERBIBITAN AYAM MERAWANG DI BANGKA BELITUNG HASNELLY Z., RINALDI dan SUWARDIH Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kepulauan Bangka Belitung Jl. Mentok Km 4 Pangkal Pinang 33134 ABSTRAK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang

TINJAUAN PUSTAKA. banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan banyak telur dan merupakan produk akhir ayam ras. Sifat-sifat yang dikembangkan pada tipe

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pemberian pakan menggunakan bahan pakan sumber protein berbeda pada ayam lokal persilangan selama 2 10 minggu dilaksanakan pada bulan November 2016 sampai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk

I. PENDAHULUAN. Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Protein hewani memegang peran penting bagi pemenuhan gizi masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan gizi tersebut, masyarakat akan cenderung mengonsumsi daging unggas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek.

I PENDAHULUAN. tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Burung puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran relatif kecil berkaki pendek. Burung ini merupakan burung liar

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan 10 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian mengenai pengaruh frekuensi dan periode pemberian pakan terhadap potongan komersial karkas ayam buras super (persilangan ayam Bangkok dengan ayam ras petelur Lohman)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung

Lebih terperinci

STRUKTUR, KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI TELUR

STRUKTUR, KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI TELUR STRUKTUR, KARAKTERISTIK DAN KOMPOSISI TELUR Kuliah Minggu ke 5 Kelas B Materi kuliah Ilmu Pascapanen Peternakan, Fakultas Peternakan UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN Telur sebagai produk hasil ternak lebih

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging,

I. TINJAUAN PUSTAKA. hingga diperoleh ayam yang paling cepat tumbuh disebut ayam ras pedaging, I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Ras Pedaging Menurut Indro (2004), ayam ras pedaging merupakan hasil rekayasa genetik dihasilkan dengan cara menyilangkan sanak saudara. Kebanyakan induknya diambil dari Amerika

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pendahuluan Perkembangan industri peternakan yang semakin pesat menuntut teknologi yang baik dan menunjang. Salah satu industri peternakan yang paling berkembang adalah industri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking

TINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa

TINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan

Lebih terperinci