BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN"

Transkripsi

1 BAB III STUDI PENGARUH PERUBAHAN VARIABEL TERHADAP KONSEKUENSI KEGAGALAN Seluruh jenis konsekuensi kegagalan dicari nilainya melalui perhitungan yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Salah satu input penting bagi perhitungan konsekuensi kegagalan adalah nilai laju tumpahan. Perhitungan laju tumpahan dilakukan dengan memperhitungkan fasa awal fluida yang tumpah melalui lubang kebocoran. Selain itu berbagai kondisi operasi turut berpengaruh terhadap perhitungan laju tumpahan. Pada bagian ini akan dilakukan studi pengaruh perubahan variabel pada perhitungan laju tumpahan yang kemudian akan mempengaruhi nilai konsekuensi kegagalan yang didapat. Analisis ini meliputi fasa awal fluida operasi berupa cair dan gas. 3.1 Fluida Dengan Fasa Awal Cair Fluida dengan fasa awal cair pada model ini dianggap sebagai fluida inkompresibel. Fluida inkompresibel adalah fluida yang memiliki volume spesifik yang konstan (densitas) dan energi dalam diasumsikan hanya dipengaruhi oleh temperatur [6]. Fluida kompresibel memiliki sifat sebagai berikut. du cv ( T) = dt (3.1) ht (, p) = ut ( ) + pv Dari kedua sifat tersebut dapat maka dapat diketahui perbandingan koefisien panas spesifik yaitu. dh c p dt p k = = = 1 (3.2) c du v dt 44

2 Sehingga diketahui bahwa harga k tidak mempengaruhi laju tumpahan fluida yang keluar dari lubang kebocoran. Oleh karena itu, perhitungan laju aliran pada fasa cair berbeda dengan fasa gas. Hal itu berpengaruh kepada analisis konsekuensi kegagalan keseluruhan sehingga alur perhitungan konsekuensi kegagalan pada fasa cair adalah sepeti pada gambar 3.1. Gambar 3.1 Alur perhitungan konsekuensi kegagalan pada fluida dengan fasa awal cair 45

3 Pada analisis ini faktor yang diamati adalah laju tumpahan dengan cara mengubah variabel tekanan operasi pada sistem pipeline dan ukuran lubang kebocoran Pemodelan Fluida Pada analisis ini, fluida operasi yang mengalir pada sistem pipeline yang dipilih adalah heavy crude oil. Berdasarkan tabel 2.3 dapat dipilih fluida representatif yang dapat mewakili heavy crude oil yaitu C 25+. Sifat-sifat fluida representatif dapat dijabarkan sebagai berikut. Berat Molekul : 422 Densitas : 56,187 lb/ft 3 Temperatur Didih Normal : 981 o F Auto Ignition Temperature : 396 o F Fasa dalam keadaan lingkungan : cair Konstanta gas ideal A : -22,4 B : 1,94 C : -1,12 x 10-3 D : -2,53 x Pemodelan Sistem Pipeline Pada analisis ini sistem pipeline dimodelkan mendekati dengan kondisi operasi sistem pipeline distribusi heavy crude oil. Sistem pipeline yang dimodelkan dapat dijabarkan sebagai berikut. Panjang pipeline : ft Diameter luar pipa : 10,75-in Tebal pipa : 0,28-in Sistem deteksi : kategori A 46

4 Sistem isolasi : kategori A Sistem mitigasi : Monitor dan sistem fire water deluge Debit aliran : barrel/hari Harga fluida : 90 US$/barrel Variasi temperatur yang diberikan pada model ditetapkan dibawah auto ignition temperature (AIT) sehingga kondisi tumpahan adalah auto ignition notlikely Perhitungan Konsekuensi Flammable Perhitungan konsekuensi flammable dilakukan sesuai dengan alur seperti berikut. Gambar 3.2 Alur perhitungan konsekuensi flammable 47

5 Berdasarkan alur tersebut, maka sebelumnya harus dihitung laju tumpahan sebagai input bagi analisis berikutnya. Berikut adalah contoh perhitungan laju tumpahan pada kondisi tekanan operasi 750 psi dan diameter lubang kebocoran ¼-in. gc Ql = CdA 2ρDP ,2 Ql = 0,61 0, ,187 (750 14,7) 144 Q = 4,07 lb/ s l Setelah laju tumpahan diketahui, konsekuensi flammable dapat dianalisis. Berikut adalah tabel yang menunjukkan nilai konsekuensi flammable yang didapat dari analisis pada tiap ukuran lubang kebocoran. Tabel 3.1 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan tekanan pada tiap ukuran lubang Tekanan Konsekuensi Flammable 1/4" 1" 4" 10" (psia) (ft 3 ) (ft 3 ) (ft 3 ) (ft 3 ) Berdasarkan data yang didapat kemudian dilakukan plot konsekuensi terhadap perubahan tekanan pada setiap ukuran lubang. 48

6 Gambar 3.3 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan tekanan Dari gambar dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai konsekuensi flammable pada perubahan tekanan adalah linier pada berbagai ukuran lubang. Jenis tumpahan mempengaruhi besarnya konsekuensi flammable. Hal tersebut dapat dilihat pada gambar 3.3 dimana pada ukuran lubang ¼-in dengan sifat tumpahan kontinu, konsekuensi meningkat dengan cepat sedangkan konsekuensi flammable pada jenis tumpahan instan cenderung meningkat secara cepat hanya pada ukuran lubang yang besar. Variabel berikut yang diubah adalah ukuran lubang. Karena pada perubahan ukuran lubang terdapat perubahan jenis tumpahan maka konsekuensi diplot untuk setiap jenis tumpahan. 49

7 Tabel 3.2 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan kontinu Ukuran lubang Konsekuensi Flammable (inch) (ft 3 ) Tabel 3.3 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan instan Ukuran Konsekuensi lubang Flammable (inch) (ft 3 )

8 Gambar 3.4 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan kontinu Gambar 3.5 Konsekuensi flammable fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan instan 51

9 Dari gambar dapat dilihat bahwa terdapat pada jenis tumpahan kontinu maupun instan perubahan lubang cenderung memiliki hubungan hiperbolik terhadap konsekuensi Perhitungan Konsekuensi Environmental Alur analisis konsekuensi environmental ditunjukkan pada gambar 3.5. Analisis environmental dapat dilakukan pada fluida cair karena tidak memenuhi keriteria yang harus diperiksa terlebih dahulu sebelum analisis dilakukan. Gambar 3.6 Alur perhitungan konsekuensi environmental Data yang didapat dari analisis konsekuensi environmental adalah sebagai berikut. 52

10 Tabel 3.4 Konsekuensi environmental fasa cair terhadap perubahan tekanan pada tiap ukuran lubang Tekanan Konsekuensi Environmental 1/4" 1" 4" 10" (psia) (US$) (US$) (US$) (US$) Berdasarkan data yang didapat kemudian diplot konsekuensi environmental terhadap perubahan tekanan yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.6. Gambar 3.7 Konsekuensi environmental fasa cair terhadap perubahan tekanan 53

11 Dari grafik yang didapat dapat dilihat bahwa konsekuensi environmental mengingkat secara cepat seiring perubahan tekanan dan kenaikan ukuran lubang kebocoran. Hal tersebut dapat dilhat melalui kemiringan kurva yang semakin meingkat pada kenaikan ukuran lubang. Pada ukuran lubang 10-in, konsekuensi cenderung konstan terhadap perubahan tekanan karena pada kondisi operasi dan ukuran lubang yang dimodelkan fluida inventori telah keluar sepenuhnya dari pipeline. Variabel berikut yang diubah adalah ukuran lubang. Data yang didapat oleh analisis adalah sebagai berikut. Tabel 3.5 Konsekuensi environmental terhadap perubahan ukuran lubang fasa cair Ukuran Konsekuensi lubang Environmental (inch) (US$) Dari data yang didapat kemudian diplot konsekuensi environmental terhadap perubahan ukuran lubang. 54

12 Gambar 3.8 Konsekuensi environmental fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang Dari gambar dapat dilihat bahwa pada ukuran lubang ¼-in harga konsekuensi meningkat sampai ukuran lubang 5-in harga konsekuensi kemudian menjadi konstan sepanjang perubahan ukuran lubang. Hal tersebut terjadi karena pada ukuran lubang tersebut fluida inventori telah tumpah seluruhnya sehingga harga konsekuensi environmental menjadi konstan pada ukuran lubang berikutnya Perhitungan Konsekuensi Interupsi Bisnis (Business Interruption) Analisis konsekuensi interupsi bisnis dilakukan sesuai alur yang ditunjukkan oleh gambar

13 Gambar 3.9 Alur perhitungan konsekuensi interupsi bisnis Analisis konsekuensi interupsi bisnis yang sesuai dengan alur pada gambar 3.9 menghasilkan data sebagai berikut. Tabel 3.6 Konsekuensi interupsi bisnis fasa cair terhadap perubahan tekanan Tekanan Konsekuensi Interupsi Bisnis 1/4" 1" 4" 10" (psia) (US$) (US$) (US$) (US$) Dari data tersebut kemudian diplot konsekuesi interupsi bisnis terhadap perubahan tekanan. 56

14 Gambar 3.10 Konsekuensi interupsi bisnis fasa cair terhadap perubahan tekanan Dari gambar dapat dilihat bahwa konsekuensi interupsi bisnis memiliki hubungan yang linier terhadap perubahan tekanan. Perubahan tekanan tidak mempengaruhi konsekuensi interupsi bisnis secara signifikan karena kerugian yang ditimbulkan oleh luas daerah kerusakan peralatan yang dipengaruhi oleh laju tumpahan tidak sebesar kerugian akibat shutdown peralatan. Variabel berikut yang diubah adalah ukuran lubang. Data yang didapat oleh analisis ditunjukkan pada tabel

15 Tabel 3.7 Konsekuensi interupsi bisnis fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang Ukuran Konsekuensi Interupsi lubang Bisnis (inch) (US$) Dari data tersebut kemudian diplot konsekuensi interupsi bisnis terhadap perubahan ukuran lubang yang hasilnya dapat dilihat pada gambar Gambar 3.11 Konsekuensi interupsi bisnis fasa cair terhadap perubahan ukuran lubang 58

16 Dari gambar dapat dilihat bahwa terdapat tiga titik yang mengalami diskontinuitas yaitu pada perubahan ukuran lubang dari ½-in ke 1-in, 3-in ke 4-in, dan 6-in ke 7-in. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan pada kategori ukuran lubang kebocoran dimana tiap kategori memiliki durasi shutdown yang berbeda. Semakin besar ukuran lubang makan semakin lama durasi shutdown yang terjadi. Hal tersebut membuat perubahan yang signifikan terhadap nilai konsekuensi interupsi bisnis yang dianalisis. 3.2 Fluida Dengan Fasa Awal Gas Analisi konsekuensi kegagalan yang dilakukan terhadap fluida dengan fasa awal gas berbeda dengan yang dilakukan pada fasa awal cair. Hal tersebut disebabkan karena adanya kondisi laju tumpahan yang berbeda akibat fasa fluida. Fluida gas yang mengalir melalui lubang kecil berasal dari keadaan yang aktif menuju keadaan stagnasi. Keadaan stagnasi memiliki sifat tersendiri yang disebut sifat stagnasi. Sifat stagnasi adalah sifat pada fluida jika fluida tersebut dibawa kepada kondisi dengan kecepatan dan ketinggaian nol pada suatu proses dimana tidak terdapat perpindahan panas maupun kerja [7]. Dengan mempertimbangkan sifat kompresibilitas fluda gas maka kemudian dapat didefinisikan massa jenis, tekanan dan temperatur stagnasi yaitu massa jenis, tekanan dan temperatur dimana kondisi stagnasi tercapai dari kondisi sebelumnya. ρo K 1 = 1+ M ρ 2 2 Po K 1 2 = 1+ M P 2 To K 1 2 = 1+ M T 2 1 K 1 1 K 1 (3.1) Dengan memasukkan kondisi batas bilangan Mach (M = 1) yang merupakan syarat dari aliran sonik maka didapat persamaan tekanan transisi yang menjadi batas tekanan operasi dan lingkungan dimana aliran yang keluar dari lubang kebocoran 59

17 berupa sonik atau subsonik. Jeinis aliran tersebut mempengaruhi perhitungan konsekuensi kegagalan pada fluida dengan fasa awal gas dilakukan sesuai alur yang ditampilkan pada gambar Gambar 3.12 Alur perhitungan konsekuensi kegagalan pada fluida dengan fasa awal gas 60

18 3.2.1 Pemodelan Fluida Pada analisis ini, fluida operasi yang mengalir pada sistem pipeline yang dipilih adalah gas alam. Gas alam didominasi dengan gas metana sehingga berdasarkan tabel 2.3 dapat dipilih fluida representatif yang dapat mewakili gas alam yaitu C 1 -C 2. Sifat-sifat fluida representatif dapat dijabarkan sebagai berikut. Berat Molekul : 23 Densitas : 0,06 lb/ft 3 Temperatur Didih Normal : -193 o F Auto Ignition Temperature : 1036 o F Fasa dalam keadaan lingkungan : gas Konstanta gas ideal A : 12,3 B : 1,15 x 10-1 C : -2,87 x 10-5 D : -1,3 x 10-9 Pada gas alam yang mengalir melalui pipeline biasanya terdapat sedikit kadar gas racun. Dalam permodelan ini zat racun yang dipih adalah H 2 S dengan fraksi mol 3% Pemodelan Sistem Pipeline Pada analisis ini sistem pipeline dimodelkan mendekati dengan kondisi operasi sistem pipeline distribusi gas alam. Sistem pipeline yang dimodelkan dapat dijabarkan sebagai berikut. Panjang pipeline : ft Diameter luar pipa : 10,75-in Tebal pipa : 0,25-in Sistem deteksi : kategori A Sistem isolasi : kategori A 61

19 Sistem mitigasi : Monitor dan sistem fire water deluge Debit aliran : mcf/hari Harga fluida : 7,3 US$/mcf Variasi temperatur yang diberikan pada model ditetapkan dibawah auto ignition temperature (AIT) sehingga kondisi tumpahan adalah auto ignition notlikely Perhitungan Konsekuensi Flammable Perhitungan konsekuensi flammable dilakukan sesuai dengan alur seperti yang telah ditampilkan pada gambar 3.2. Berdasarkan alur tersebut, maka sebelumnya harus dihitung laju tumpahan sebagai input bagi analisis berikutnya. Pada fluida gas terlebih perlu ditentukan batas tekanan transisi (P trans ) sebagai batas antara perhitugan fluida sonik atau subsonik. Setelah P trans diketahui kemudian dihitung laju tumpahan berdasarkan kondisi operasi pipeline. Berikut adalah contoh perhitungan laju tumpahan pada kondisi tekanan operasi 100 psi, temperatur operasi 120 o F, dan diameter lubang kebocoran ¼-in. C = A+ BT + CT + DT p p p (12,3 (1, ) ( 2, ) ( 1, ) C = + x x + x x + x x C = 25,68 Fluida dimodelkan sebagai gas ideal. Sebagai gas ideal, fluida meiliki sifat seperti berikut. C = C R v Maka p K = Cp = Cp 25,68 1, 48 C C = R 25, 68 8,314 = v p Kemudian dicari harga P trans 62

20 K 1,48 K 1 1,48 1 K + 1 1,48+ 1 Ptrans = Pa = 14,7 = 28,51 psi 2 2 Pada tekanan 100 psi, fluida yang lepas melalui lubang kebocoran memiliki fasa sonik. KM gc 2 Wg( sonik) = CdAP RT 144 K + 1 K + 1 K , ,2 2 Wg ( sonik) 0,85 π = (0, 25) in 100 psi 4 10,37 ( , 67) 144 1, Wg ( sonik) = 0,18lb s 1, ,48 1 Setelah laju tumpahan diketahui, konsekuensi flammable dapat dianalisis. Berikut adalah tabel yang menunjukkan nilai konsekuensi flammable yang didapat dari analisis pada tiap ukuran lubang kebocoran. Tabel 3.8 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan tekanan pada tiap ukuran lubang Tekanan Konsekuensi Flammable 1/4" 1" 4" 10" (psia) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) Berdasarkan data yang didapat kemudian dilakukan plot konsekuensi terhadap perubahan tekanan pada setiap ukuran lubang. 63

21 Gambar 3.13 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan tekanan Dari gambar dapat dilihat bahwa kecenderungan nilai konsekuensi flammable pada perubahan tekanan adalah linier pada berbagai pada ukuran lubang. Kemiringan kurva semakin meningkat seiring kenaikan ukuran lubang menandakan meningkatnya konsekuensi secara signifikan pada ukuran lubang kebocoran yang semakin besar. Variabel berikut yang diubah adalah temperatur. Temperatur divariasikan dari 10 o F sampai 150 o F. Data yang didapat ditunjukkan pada tabel

22 Tabel 3.9 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan temperatur pada tiap ukuran lubang Temperatur Konsekuensi Flammable 1/4" 1" 4" 10" ( o F) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) Dari data yang didapat kemudian diplot konsekuensi flammable terhadap perubahan temperatur yang hasilnya ditunjukkan oleh gambar Gambar 3.14 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan temperatur 65

23 Dari gambar dapat dilihat bahwa seiring kenaikan temperatur, konsekuensi cenderung turun secara linier. Konsekuensi flammable dipengaruhi oleh laju tumpahan. Laju tumpahan turun karena pada saat terjadi kebocoran, fluida yang tumpah ke lingkungan menuju kondisi stagnasi. Pada kondisi stagnasi atau fluida telah terdispersi ke lingkungan, densitasnya dan temperaturnya cenderung meningkat. Hal itu yang menyebabkan laju tumpahan menjadi turun seiring kenaikan temperatur. Variabel terakhir yang diubah adalah ukuran lubang. Karena pada perhitungan terdapat perubahan jenis tumpahan pada perubahan ukuran lubang, maka konsekuensi diplot berdasarkan jenis tumpahan. Tabel 3.10 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan kontinu Ukuran Lubang Konsekuensi Flammable (inch) (ft 3 ) Tabel 3.11 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan instan Ukuran Konsekuensi Lubang Flammable (inch) (ft 3 )

24 Gambar 3.15 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan kontinu Gambar 3.16 Konsekuensi flammable fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang jenis tumpahan instan 67

25 Dari gambar dapat dilihat bahwa terdapat untuk tumpahan kontinu, pengaruh perubahan ukuran lubang mendekati hiperbolik sedangkan untuk tumpahan instan cenderung linier Perhitungan Konsekuensi Toxic Perhitungan konsekuensi toxic diperlukan karena meskipun zat racun memiliki fraksi mol yang rendah pada fluida namun konsekuensinya sangat besar bagi kehidupan mahluk hidup di sekitarnya. Alur analisis konsekuensi toxic ditunjukkan pada gambar Gambar 3.17 Alur perhitungan konsekuensi toxic Data yang didapat dari analisis konsekuensi toxic adalah sebagai berikut. 68

26 Tabel 3.12 Konsekuensi toxic fasa gas terhadap perubahan tekanan pada tiap ukuran lubang Tekanan Konsekuensi Toxic 1/4" 1" 4" 10" 1/4" 1" 4" 10" (psia) (lb/s) (lb/s) (lb/s) (lb/s) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) Bagian yang berwarna krem pada tabel menandakan tumpahan memiliki jenis tumpahan instan. Kedua jenis tumpahan menggunakan gambar yang berbeda sebagai acuan penentuan konsekuensi toxic. Jenis tumpahan kontinu menggunakan tabel 2.8 sedangkan untuk jenis tumpahan instan menggunakan tabel 2.7. Berdasarkan data yang didapat kemudian diplot konsekuensi toxic terhadap perubahan tekanan. Gambar 3.18 Konsekuensi toxic perubahan tekanan fasa gas ukuran lubang 16-in 69

27 Konsekuensi toxic hanya dapat diplot pada ukuran lubang 10-in karena pada ukuran lubang yang lain, konsekuensi toxic tidak dapat didefinisikan karakteristiknya pada gambar 2.7 maupun 2.8 sehingga tidak dapat dicari nilai konsekuensinya. Variabel berikut yang diubah adalah temperatur. Data yang didapat oleh analisis ditunjukkan pada tabel Tabel 3.13 Konsekuensi toxic fasa gas terhadap perubahan temperatur pada tiap ukuran lubang Temperatur Konsekuensi Toxic 1/4" 1" 4" 10" 1/4" 1" 4" 10" ( o F) (lb/s) (lb/s) (lb/s) (lb/s) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) (ft 2 ) Pewarnaan pada tabel sama seperti pada kasus sebelumnya. Dari data yang didapat kemudian diplot perubahan konsekuensi toxic terhadap perubahan temperatur. Grafik harga konsekuensi toxic terhadap perubahan temperatur tidak dapat dibuat karena hanya ada satu harga yang didapat. Hal tersebut terjadi karena pada menurut tabel 2.7 maupun 2.8, karakteristik perubahan konsekuensi toxic terhadap laju tumpahan tidak diketahui. Selanjutnya dilakukan perubahan terhadap variabel ukuran lubang kebocoran. Data yang didapat dari analisis adalah sebagai berikut. 70

28 Tabel 3.14 Konsekuensi toxic fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang Ukuran Lubang Konsekuensi Toxic (inch) (lb/s) (ft 2 ) Fenomena yang terjadi sama seperti pada perubahan temperatur sehingga grafik harga konsekuensi toxic terhadap perubahan ukuran lubang tidak dapat dibuat Perhitungan Konsekuensi Interupsi Bisnis (Business Interruption) Alur analisis konsekuensi interupsi bisnis pada fluida dengan fasa awal gas dilakukan sesuai dengan gambar 3.9. Data yang dihasilkan oleh perhitungan konsekuensi interupsi bisnis dengan merubah variabel tekanan ditunjukkan pada tabel Tabel 3.15 Konsekuensi interupsi bisnis fasa gas terhadap perubahan tekanan pada tiap ukuran lubang Tekanan Konsekuensi Interupsi Bisnis 1/4" 1" 4" 10" (psia) (US$) (US$) (US$) (US$)

29 Dari data tersebut kemudian diplot konsekuesi interupsi bisnis terhadap perubahan tekanan. Gambar 3.19 Konsekuensi interupsi bisnis fasa gas terhadap perubahan tekanan Dari gambar dapat dilihat bahwa konsekuensi interupsi bisnis memiliki hubungan yang linier terhadap perubahan tekanan. Kemiringan kurva menandakan bahwa semakin besar ukuran lubang maka semakin besar pula konsekuensi yang dihasilkan. Variabel berikut yang diubah adalah temperatur. Data yang didapat oleh analisis adalah sebagai berikut. 72

30 Tabel 3.20 Konsekuensi interupsi bisnis fasa gas terhadap perubahan temperatur pada tiap ukuran lubang Temperatur Konsekuensi Interupsi Bisnis 1/4" 1" 4" 10" ( o F) (US$) (US$) (US$) (US$) Dari data yang didapat kemudian diplot konsekuensi interupsi bisnis terhadap perubahan temperatur. Gambar 3.20 Konsekuensi interupsi bisnis fasa gas terhadap perubahan temperatur 73

31 Fenomena yang terjadi serupa dengan konsekuensi flammable karena konsekuensi interupsi bisnis juga dipangaruhi laju tumpahan. Variabel berikutnya yang diubah adalah ukuran lubang kebocoran. Data yang didapat dari perhitungan adalah sebagai berikut. Tabel 3.21 Konsekuensi interupsi bisnis terhadap perubahan ukuran lubang Ukuran lubang Konsekuensi Interupsi Bisnis (inch) (US$) Dari data tersebut kemudian diplot konsekuensi interupsi bisnis terhadap perubahan ukuran lubang yang ditunjukkan pada gambar

32 Gambar 3.21 Konsekuensi interupsi bisnis fasa gas terhadap perubahan ukuran lubang Dari gambar dapat dilihat bahwa terdapat sedikit riak pada kurva pada perubahan ukuran lubang dari ½-in menuju 1-in. Fenomena tersebut sampir serupa dengan yang terjadi pada fasa cair, namun durasi shutdown pada fasa gas tidak berpengaruh secara signifikan pada konsekuensi interupsi bisnis. 75

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010

SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 SIDANG P3 TUGAS AKHIR JURUSAN TEKNIK KELAUTAN 28 JANUARI 2010 Analisa Resiko pada Reducer Pipeline Akibat Internal Corrosion dengan Metode RBI (Risk Based Inspection) Oleh: Zulfikar A. H. Lubis 4305 100

Lebih terperinci

ANALISIS KONSEKUENSI KEGAGALAN SECARA KUANTITATIF PADA ONSHORE PIPELINE BERDASARKAN API 581 BRD. I Wayan Diptagama

ANALISIS KONSEKUENSI KEGAGALAN SECARA KUANTITATIF PADA ONSHORE PIPELINE BERDASARKAN API 581 BRD. I Wayan Diptagama ANALISIS KONSEKUENSI KEGAGALAN SECARA KUANTITATIF PADA ONSHORE PIPELINE BERDASARKAN API 581 BRD TUGAS SARJANA Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh I Wayan Diptagama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Perpipaan Dalam kegiatan sehari-hari, transportasi fluida dari satu tempat ke tempat yang lainnya sangat fital bagi kehidupan. Untuk itu, dibentuklah sebuah sistem yang

Lebih terperinci

HUKUM 1 THERMODINAMIKA. Agung Ari Wibowo S.T., M.Sc Politeknik Negeri Malang

HUKUM 1 THERMODINAMIKA. Agung Ari Wibowo S.T., M.Sc Politeknik Negeri Malang HUKUM 1 THERMODINAMIKA Agung Ari Wibowo S.T., M.Sc Politeknik Negeri Malang Jumlah energi yang diperlukan untuk menaikan 1 derajat satuan suhu suatu bahan yang memiliki massa atau mol 1 satuan massa atau

Lebih terperinci

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis

BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis BAB V Hasil Komputasi, Simulasi, dan Analisis 5.1 Parameter dan Variabel Optimasi Salah satu variabel yang paling menentukan dalam perhitungan biaya operasi pompa yang telah dijelaskan pada subbab 3.2

Lebih terperinci

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG

BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG BAB IV DATA SISTEM PIPELINE DAERAH PORONG Sistem pipeline yang dipilih sebagai studi kasus adalah sistem pipeline yang terdapat di daerah Porong, Siodarjo, Jawa Timur yang lokasinya berdekatan dengan daerah

Lebih terperinci

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG AZAS TEKNIK KIMIA (NERACA ENERGI) PRODI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG KESETIMBANGAN ENERGI Konsep dan Satuan Perhitungan Perubahan Entalpi Penerapan Kesetimbangan Energi Umum

Lebih terperinci

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga

BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga BAB IV Pengaruh Parameter Desain, Kondisi Operasi dan Pihak Ketiga Pada bab ini dianalisis pengaruh dari variasi parameter kondisi pipeline terhadap kategori resiko pipeline. Dengan berbagai macam parameter

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi Fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antarmolekul

Lebih terperinci

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA. beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada BAB II ALIRAN FLUIDA DALAM PIPA.1 Sifat-Sifat Fluida Fluida merupakan suatu zat yang berupa cairan dan gas. Fluida memiliki beberapa sifat yang dapat digunakan untuk mengetahui berbagai parameter pada

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari

Lebih terperinci

BAB V SIFAT-SIFAT ZAT MURNI

BAB V SIFAT-SIFAT ZAT MURNI BAB V SIFA-SIFA ZA MURNI ubungan antara volume spesifik atau volume molar terhadap temperature dan tekanan untuk zat murni dalam keadaan kesetimbangan ditunjukkan dengan permukaan tiga dimensi seperti

Lebih terperinci

Sistem Sumur Dual Gas Lift

Sistem Sumur Dual Gas Lift Bab 2 Sistem Sumur Dual Gas Lift 2.1 Metode Pengangkatan Buatan (Artificial Lift Penurunan tekanan reservoir akan menyebabkan penurunan produktivitas sumur minyak, serta menurunkan laju produksi sumur.

Lebih terperinci

Diktat TERMODINAMIKA DASAR

Diktat TERMODINAMIKA DASAR Bab III HUKUM TERMODINAMIKA I : SISTEM TERTUTUP 3. PENDAHULUAN Hukum termodinamika pertama menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan dan dimusnahkan tetapi hanya dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk

Lebih terperinci

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline

Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline JURNAL TEKNIK ITS Vol., No. (Sept. 0) ISSN: 30-97 G-80 Analisa Risiko dan Langkah Mitigasi pada Offshore Pipeline Wahyu Abdullah, Daniel M. Rosyid, dan Wahyudi Citrosiswoyo Jurusan Teknik Kelautan, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN

BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN BAB IV VALIDASI MODEL SIMULASI DENGAN MENGGUNAKAN DATA LAPANGAN Untuk memperoleh keyakinan terhadap model yang akan digunakan dalam simulasi untuk menggunakan metode metode analisa uji sumur injeksi seperti

Lebih terperinci

Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak

Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) 1 Manajemen Resiko Korosi pada Pipa Penyalur Minyak Bagus Indrajaya, Daniel M. Rosyid, dan Hasan Ikhwani Jurusan Teknik Kelautan,

Lebih terperinci

BAB III PERHITUNGAN RESIKO

BAB III PERHITUNGAN RESIKO BAB III PERHITUNGAN RESIKO 3.1. Diagram Alir Perhitungan Risiko Perhitungan dilakukan pada pipa Kurau dan Separator V-201 dengan perhitungan seperti ditunjukkan pada Gambar 3.1 dimana data masukan berupa

Lebih terperinci

Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator

Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator JURNAL TEKNIK ITS Vol. 4, No. 1, (2015) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F-89 Studi Aplikasi Metode Risk Based Inspection (RBI) Semi-Kuantitatif API 581 pada Production Separator Moamar Al Qathafi dan

Lebih terperinci

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( )

SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI. Arif Rahman H ( ) SIDANG P3 JULI 2010 ANALISA RESIKO PADA ELBOW PIPE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI Arif Rahman H (4305 100 064) Dosen Pembimbing : 1. Ir. Hasan Ikhwani, M.Sc 2. Ir. Daniel M. Rosyid, Ph.D Materi

Lebih terperinci

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian Sesuai dengan tujuan utama dari penelitian ini yaitu mengurangi dan mengendalikan resiko maka dalam penelitian ini tentunya salah satu bagian utamanya

Lebih terperinci

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure)

Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Minggu 1 Tekanan Hidrolika (Hydraulic Pressure) Disiapkan oleh: Bimastyaji Surya Ramadan ST MT Team Teaching: Ir. Chandra Hassan Dip.HE, M.Sc Pengantar Fluida Hidrolika Hidraulika merupakan satu topik

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari

KIMIA FISIKA I TC Dr. Ifa Puspasari KIMIA FISIKA I TC20062 Dr. Ifa Puspasari TEORI KINETIK GAS (1) Dr. Ifa Puspasari Apa itu Teori Kinetik? Teori kinetik menjelaskan tentang perilaku gas yang didasarkan pada pendapat bahwa gas terdiri dari

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Umum Mesin pendingin atau kondensor adalah suatu alat yang digunakan untuk memindahkan panas dari dalam ruangan ke luar ruangan. Adapun sistem mesin pendingin yang

Lebih terperinci

BAB SUHU DAN KALOR. Dengan demikian, suhu pelat baja harus ( ,3 0 C) = 57,3 0 C.

BAB SUHU DAN KALOR. Dengan demikian, suhu pelat baja harus ( ,3 0 C) = 57,3 0 C. 1 BAB SUHU DAN KALOR Contoh 7.1 Alkohol etil mendidih pada 78,5 0 C dan membeku pada -117 0 C pada tekanan 1 atm. Nyatakan kedua suhu ini dalam (a) Kelvin, (b) Fahrenheit. a. Sesuai dengan persamaan (7.1)

Lebih terperinci

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA

BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA BAB IV PENGOLAHAN DATA DAN ANALISA DATA.1 PERHITUNGAN DATA Dari percobaan yang telah dilakukan, didapatkan data mentah berupa temperatur kerja fluida pada saat pengujian, perbedaan head tekanan, dan waktu

Lebih terperinci

Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring)

Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring) JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, No. 1 (Sept. 2012) ISSN: 2301-9271 G-218 Studi RBI (Risk Based Inspection) Floating Hose pada SPM (Single Point Mooring) Dwi Angga Septianto, Daniel M. Rosyid, dan Wisnu Wardhana

Lebih terperinci

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik Bab 3 Pemodelan Matematika dan Metode Numerik 3.1 Model Keadaan Tunak Model keadaan tunak hanya tergantung pada jarak saja. Oleh karena itu, distribusi temperatur gas sepanjang pipa sebagai fungsi dari

Lebih terperinci

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil

WUJUD ZAT (GAS) Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil WUJUD ZAT (GAS) SP-Pertemuan 2 Gas : Jarak antar partikel jauh > ukuran partikel Sifat Gas Gaya tarik menarik antar partikel sangat kecil Laju-nya selalu berubah-ubah karena adanya tumbukan dengan wadah

Lebih terperinci

Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik

Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik 28 Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik Pada bab berikut dibahas tentang simulasi suatu kasus yang bertujuan untuk mencegah terjadinya penyumbatan aliran (bottleneck) serta mencari solusi numerik

Lebih terperinci

PEMODELAN DAN SIMULASI JARINGAN PIPA GAS DENGAN DUA SUMBER SUMUR GAS

PEMODELAN DAN SIMULASI JARINGAN PIPA GAS DENGAN DUA SUMBER SUMUR GAS Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 PEMOELAN AN SIMULASI JARINGAN PIPA GAS ENGAN UA SUMBER SUMUR GAS Mohammad

Lebih terperinci

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI

BAB IV TERMOKIMIA A. PENGERTIAN KALOR REAKSI BAB IV TERMOKIMIA A. Standar Kompetensi: Memahami tentang ilmu kimia dan dasar-dasarnya serta mampu menerapkannya dalam kehidupan se-hari-hari terutama yang berhubungan langsung dengan kehidupan. B. Kompetensi

Lebih terperinci

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup)

LAPORAN TUGAS AKHIR BAB II DASAR TEORI. 2.2 Komponen-Komponen Tabung Vortex dan Fungsinya. Inlet Udara. Chamber. Orifice (diafragma) Valve (Katup) BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prof. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex adalah salah

Lebih terperinci

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai

W = p V= p(v2 V1) Secara umum, usaha dapat dinyatakan sebagai integral tekanan terhadap perubahan volume yang ditulis sebagai Termodinamika Termodinamika adalah kajian tentang kalor (panas) yang berpindah. Dalam termodinamika kamu akan banyak membahas tentang sistem dan lingkungan. Kumpulan benda-benda yang sedang ditinjau disebut

Lebih terperinci

BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN

BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN 30 BAB 4 DATA HASIL PENGUJIAN Data data hasil penelitian mencakup semua data yang dibutuhkan untuk penentuan laju korosi dari metode metode yang digunakan (kupon, software, dan metal loss). Pengambilan

Lebih terperinci

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap.

Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Fluida Fluida atau zat alir adalah zat yang dapat mengalir. Zat cair dan gas adalah fluida. Karena jarak antara dua partikel di dalam fluida tidaklah tetap. Molekul-moleku1di dalam fluida mempunyai kebebasan

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE)

KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) KESETIMBANGAN FASE DALAM SISTEM SEDERHANA (ATURAN FASE) Kondisi Kesetimbangan Untuk suatu sistem dalam kesetimbangan, potensial kimia setiap komponen pada setiap titik dlam system harus sama. Jika ada

Lebih terperinci

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA

MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN HIROLIKA MODUL KULIAH : MEKANIKA FLUIDA DAN SKS : 3 HIROLIKA Oleh : Acep Hidayat,ST,MT. Jurusan Teknik Perencanaan Fakultas Teknik Perencanaan dan Desain Universitas Mercu Buana Jakarta 2011 MODUL 12 HUKUM KONTINUITAS

Lebih terperinci

C iklm = sebagai tensor elastisitas

C iklm = sebagai tensor elastisitas Teori elastisitas menjadi dasar pokok untuk mendiskripsikan perambatan gelombang elastik. Tensor stress σ ik dan tensor strain ε ik dihubungkan oleh persamaan keadaan untuk suatu medium. Pada material

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dasar Dasar Perpindahan Kalor Perpindahan kalor terjadi karena adanya perbedaan suhu, kalor akan mengalir dari tempat yang suhunya tinggi ke tempat suhu rendah. Perpindahan

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Definisi fluida BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang

BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS. benda. Panas akan mengalir dari benda yang bertemperatur tinggi ke benda yang BAB II TEORI ALIRAN PANAS 7 BAB II TEORI ALIRAN PANAS 2.1 Konsep Dasar Perpindahan Panas Perpindahan panas dapat terjadi karena adanya beda temperatur antara dua bagian benda. Panas akan mengalir dari

Lebih terperinci

ANALISIS KELAYAKAN-PAKAI MINYAK PELUMAS SAE 10W-30 PADA SEPEDA MOTOR (4TAK) BERDASARKAN VISKOSITAS DENGAN METODE VISKOMETER BOLA JATUH

ANALISIS KELAYAKAN-PAKAI MINYAK PELUMAS SAE 10W-30 PADA SEPEDA MOTOR (4TAK) BERDASARKAN VISKOSITAS DENGAN METODE VISKOMETER BOLA JATUH TUGAS AKHIR (TM 145316) KONVERSI ENERGI ANALISIS KELAYAKAN-PAKAI MINYAK PELUMAS SAE 10W-30 PADA SEPEDA MOTOR (4TAK) BERDASARKAN VISKOSITAS DENGAN METODE VISKOMETER BOLA JATUH OLEH : Ladrian Rohmi Abdi

Lebih terperinci

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin

PERANCANGAN PACKED TOWER. Asep Muhamad Samsudin PERANCANGAN PACKED TOWER PERANCANGAN ALAT PROSES Asep Muhamad Samsudin Ruang Lingkup 1. Perhitungan Tinggi Kolom Packing 2. Perhitungan Diameter Kolom Perhitungan Tinggi Kolom Packing Tinggi kolom packing

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN

BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN BAB IV ANALISA DAN PERHITUNGAN 4.1. Hot Water Heater Pemanasan bahan bakar dibagi menjadi dua cara, pemanasan yang di ambil dari Sistem pendinginan mesin yaitu radiator, panasnya di ambil dari saluran

Lebih terperinci

BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI

BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI BAB V ANALISA SENSITIVITAS MODEL SIMULASI Simulasi menggunakan model sistem reservoir seperti yang dijelaskan dan divalidasi dengan data lapangan pada Bab IV terdahulu, selanjutnya akan dilakukan analisa

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3

BAB II DASAR TEORI. m (2.1) V. Keterangan : ρ = massa jenis, kg/m 3 m = massa, kg V = volume, m 3 BAB II DASAR TEORI 2.1 Definisi Fluida Fluida dapat didefinisikan sebagai zat yang berubah bentuk secara kontinu bila terkena tegangan geser. Fluida mempunyai molekul yang terpisah jauh, gaya antar molekul

Lebih terperinci

Aliran Fluida. Konsep Dasar

Aliran Fluida. Konsep Dasar Aliran Fluida Aliran fluida dapat diaktegorikan:. Aliran laminar Aliran dengan fluida yang bergerak dalam lapisan lapisan, atau lamina lamina dengan satu lapisan meluncur secara lancar. Dalam aliran laminar

Lebih terperinci

specific density of particulate 1.8 Efficiency yang diperlukan adalah 90% untuk Partikel < 1.0 micron

specific density of particulate 1.8 Efficiency yang diperlukan adalah 90% untuk Partikel < 1.0 micron 27 BAB III DESAIN III. 1 Perhitungan Desain Objektifitas dari perancangan ini adalah: 1) merancang dan membuat sistem venturi scrubber skala laboratorium yang sesuai dengan kebutuhan atau karakteristik

Lebih terperinci

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015

Ditulis Guna Melengkapi Sebagian Syarat Untuk Mencapai Jenjang Sarjana Strata Satu (S1) Jakarta 2015 UNIVERSITAS GUNADARMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI ANALISIS SISTEM PENURUNAN TEMPERATUR JUS BUAH DENGAN COIL HEAT EXCHANGER Nama Disusun Oleh : : Alrasyid Muhammad Harun Npm : 20411527 Jurusan : Teknik

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian

METODOLOGI PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan Penelitian. Prosedur Penelitian METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan dari bulan Januari hingga November 2011, yang bertempat di Laboratorium Sumber Daya Air, Departemen Teknik Sipil dan

Lebih terperinci

Pengantar Oseanografi V

Pengantar Oseanografi V Pengantar Oseanografi V Hidro : cairan Dinamik : gerakan Hidrodinamika : studi tentang mekanika fluida yang secara teoritis berdasarkan konsep massa elemen fluida or ilmu yg berhubungan dengan gerak liquid

Lebih terperinci

BAB 14 TEORI KINETIK GAS

BAB 14 TEORI KINETIK GAS BAB 14 TEORI KINETIK GAS HUKUM BOYLE-GAY LUSSAC P 1 V 1 T 1 P 2 V 2 PERSAMAAN UMUM GAS IDEAL P. V n. R. T Atau P. V N. k. T Keterangan: P tekanan gas (Pa). V volume (m 3 ). n mol gas. R tetapan umum gas

Lebih terperinci

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013

RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBELAJARAN SEMESTER (RPKPS) SEMESTER GANJIL 2012/2013 Mata Kuliah : Fisika Dasar/Fisika Pertanian Kode / SKS : PAE 112 / 3 (2 Teori + 1 Praktikum) Status : Wajib Mata Kuliah

Lebih terperinci

Bab 4. Analisis Hasil Simulasi

Bab 4. Analisis Hasil Simulasi Bab 4 Analisis Hasil Simulasi Pada bab ini, akan dilakukan analisis terhadap hasil simulasi skema numerik Lax-Wendroff dua langkah. Selain itu hasil simulasi juga akan divalidasi dengan menggunakan data

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gas alam adalah bahan bakar fosil berbentuk gas, dengan komponen utamanya adalah metana (CH 4 ) yang merupakan molekul hidrokarbon rantai terpendek dan teringan.

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1 Kajian Pustaka Ristiyanto (2003) menyelidiki tentang visualisasi aliran dan penurunan tekanan setiap pola aliran dalam perbedaan variasi kecepatan cairan dan kecepatan

Lebih terperinci

ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION)

ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION) ANALISA RESIKO PADA REDUCER PIPELINE AKIBAT INTERNAL CORROSION DENGAN METODE RBI (RISK BASED INSPECTION) Z. A. H. Lubis 1 ; D. M. Rosyid 2 ; H. Ikhwani 3 1) Mahasiswa Jurusan Teknik Kelautan, ITS-Surabaya

Lebih terperinci

FLUIDA. Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah.

FLUIDA. Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah. Nama :... Kelas :... FLUIDA Standar Kompetensi : 8. Menerapkan konsep dan prinsip pada mekanika klasik sistem kontinu (benda tegar dan fluida) dalam penyelesaian masalah. Kompetensi dasar : 8.. Menganalisis

Lebih terperinci

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida

FIsika KTSP & K-13 FLUIDA STATIS. K e l a s. A. Fluida KTSP & K-13 FIsika K e l a s XI FLUID STTIS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami definisi fluida statis.. Memahami sifat-sifat fluida

Lebih terperinci

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN

HIDRODINAMIKA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinematika adalah tinjauan gerak partikel zat cair tanpa memperhatikan gaya yang menyebabkan gerak tersebut. Kinematika mempelajari kecepatan disetiap titik dalam medan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah Ilmu termodinamika yang membahas tentang transisi kuantitatif dan penyusunan ulang energi panas dalam suatu tubuh materi. perpindahan

Lebih terperinci

PERTEMUAN VII KINEMATIKA ZAT CAIR

PERTEMUAN VII KINEMATIKA ZAT CAIR PERTEMUAN VII KINEMATIKA ZAT CAIR PENGERTIAN Kinematika aliran mempelajari gerak partikel zat cair tanpa meninjau gaya yang menyebabkan gerak tersebut. Macam Aliran 1. Invisid dan viskos 2. Kompresibel

Lebih terperinci

MEKANIKA FLUIDA CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN KESEHATAN?

MEKANIKA FLUIDA CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN KESEHATAN? MEKANIKA FLUIDA DISIPLIN ILMU YANG MERUPAKAN BAGIAN DARI BIDANG MEKANIKA TERAPAN YANG MENGKAJI PERILAKU DARI ZAT-ZAT CAIR DAN GAS DALAM KEADAAN DIAM ATAUPUN BERGERAK. CONTOH TERAPAN DIBIDANG FARMASI DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Penelitian Dalam kegiatan operasional industri minyak banyak ditemukan berbagai macam alat pengoperasian untuk mencapai hasil yang diinginkan dalam wujud peralatan

Lebih terperinci

PACKED BED ABSORBER. Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Edisi : Juni 2009

PACKED BED ABSORBER. Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro. Edisi : Juni 2009 PACKED BED ABSORBER Dr.-Ing. Suherman, ST, MT Teknik Kimia Universitas Diponegoro Edisi : Juni 009 Packed Bed Absorber. Pendahuluan Bagian packed bed absorber Problem Umum. Menghitung Tinggi Penurunan

Lebih terperinci

TRANSFER MOMENTUM FLUIDA DINAMIK

TRANSFER MOMENTUM FLUIDA DINAMIK TRANSFER MOMENTUM FLUIDA DINAMIK Fluida dinamik adalah fluida dalam keadaan bergerak atau mengalir. Syarat bagi fluida untuk mengalir adalah adanya perbedaan besar gaya antara dua titik yang dijalani oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ventilasi tambang adalah suatu proses penyediaan kebutuhan udara untuk kegiatan penambangan bawah tanah dan memindahkan udara dari area penambangan. Proses ini terjadi

Lebih terperinci

PROSES ADIABATIK PADA REAKSI PEMBAKARAN MOTOR ROKET PROPELAN

PROSES ADIABATIK PADA REAKSI PEMBAKARAN MOTOR ROKET PROPELAN PROSES ADIABATIK PADA REAKSI PEMBAKARAN MOTOR ROKET PROPELAN DADANG SUPRIATMAN STT - JAWA BARAT 2013 DAFTAR ISI JUDUL 1 DAFTAR ISI 2 DAFTAR GAMBAR 3 BAB I PENDAHULUAN 4 1.1 Latar Belakang 4 1.2 Rumusan

Lebih terperinci

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil.

Teori Kinetik Zat. 1. Gas mudah berubah bentuk dan volumenya. 2. Gas dapat digolongkan sebagai fluida, hanya kerapatannya jauh lebih kecil. Teori Kinetik Zat Teori Kinetik Zat Teori kinetik zat membicarakan sifat zat dipandang dari sudut momentum. Peninjauan teori ini bukan pada kelakuan sebuah partikel, tetapi diutamakan pada sifat zat secara

Lebih terperinci

BAB 3 PROSES-PROSES THERMODINAMIKA

BAB 3 PROSES-PROSES THERMODINAMIKA BAB 3 PROSES-PROSES THERMODINAMIKA 3-. Pengaruh Panas Pada Volume Ketika kecepatan molekul atau derajat pemisahan molekul meningkat oleh penambahan panas, rata-rata jarak antara molekul yang meningkat

Lebih terperinci

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal

Teori Kinetik Gas Teori Kinetik Gas Sifat makroskopis Sifat mikroskopis Pengertian Gas Ideal Persamaan Umum Gas Ideal eori Kinetik Gas eori Kinetik Gas adalah konsep yang mempelajari sifat-sifat gas berdasarkan kelakuan partikel/molekul penyusun gas yang bergerak acak. Setiap benda, baik cairan, padatan, maupun gas tersusun

Lebih terperinci

FIsika TEORI KINETIK GAS

FIsika TEORI KINETIK GAS KTSP & K-3 FIsika K e l a s XI TEORI KINETIK GAS Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut.. Memahami definisi gas ideal dan sifat-sifatnya.. Memahami

Lebih terperinci

2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA

2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA BAB II DASAR TEORI 2.1 HUKUM TERMODINAMIKA DAN SISTEM TERBUKA Hukum pertama termodinamika adalah hukum kekekalan energi. Hukum ini menyatakan bahwa energi tidak dapat diciptakan atau dilenyapkan. Energi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Fluida Aliran fluida atau zat cair (termasuk uap air dan gas) dibedakan dari benda padat karena kemampuannya untuk mengalir. Fluida lebih mudah mengalir karena ikatan molekul

Lebih terperinci

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier

Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Penurunan Bikarbonat Dalam Air Umpan Boiler Dengan Degasifier Ir Bambang Soeswanto MT Teknik Kimia - Politeknik Negeri Bandung Jl Gegerkalong Hilir Ciwaruga, Bandung 40012 Telp/fax : (022) 2016 403 Email

Lebih terperinci

LAMPIRAN A REAKTOR. = Untuk mereaksikan Butanol dengan Asam Asetat menjadi Butil. = Reaktor Alir Tangki Berpengaduk Dengan Jaket Pendingin

LAMPIRAN A REAKTOR. = Untuk mereaksikan Butanol dengan Asam Asetat menjadi Butil. = Reaktor Alir Tangki Berpengaduk Dengan Jaket Pendingin LAMPIRAN A REAKTOR Fungsi = Untuk mereaksikan Butanol dengan Asam Asetat menjadi Butil Asetat. Jenis = Reaktor Alir Tangki Berpengaduk Dengan Jaket Pendingin Waktu tinggal = 62 menit Tekanan, P Suhu operasi

Lebih terperinci

TEMPERATUR. dihubungkan oleh

TEMPERATUR. dihubungkan oleh 49 50 o F. Temperatur pada skala Fahrenheit dan Celcius TEMPERATUR 1. Teori atom zat mendalilkan bahwa semua zat terdiri dari kesatuan kecil yang disebut atom, yang biasanya berdiameter 10-10 m.. Massa

Lebih terperinci

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian

WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Tujuan Pengujian 1.1 Tujuan Pengujian WATER TO WATER HEAT EXCHANGER BENCH BAB I PENDAHULUAN a) Mempelajari formulasi dasar dari heat exchanger sederhana. b) Perhitungan keseimbangan panas pada heat exchanger. c) Pengukuran

Lebih terperinci

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto

Wusana Agung Wibowo. Prof. Dr. Herri Susanto Wusana Agung Wibowo Universitas Sebelas Maret (UNS) Prof. Dr. Herri Susanto Institut Teknologi Bandung (ITB) Bandung, 20 Oktober 2009 Gasifikasi biomassa Permasalahan Kondensasi tar Kelarutan sebagian

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km

Gambar 3.1 Upheaval Buckling Pada Pipa Penyalur Minyak di Riau ± 21 km BAB III STUDI KASUS APANGAN 3.1. Umum Pada bab ini akan dilakukan studi kasus pada pipa penyalur minyak yang dipendam di bawa tana (onsore pipeline). Namun karena dibutukan untuk inspeksi keadaan pipa,

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI

Laporan Tugas Akhir Pembuatan Modul Praktikum Penentuan Karakterisasi Rangkaian Pompa BAB II LANDASAN TEORI 3 BAB II LANDASAN TEORI II.1. Tinjauan Pustaka II.1.1.Fluida Fluida dipergunakan untuk menyebut zat yang mudah berubah bentuk tergantung pada wadah yang ditempati. Termasuk di dalam definisi ini adalah

Lebih terperinci

KESETIMBANGAN ENERGI

KESETIMBANGAN ENERGI KESETIMBANGAN ENERGI Landasan: Hukum I Termodinamika Energi total masuk sistem - Energi total = keluar sistem Perubahan energi total pada sistem E in E out = E system Ė in Ė out = Ė system per unit waktu

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN

PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN PENGARUH KECEPATAN UDARA. PENGARUH KECEPATAN UDARA TERHADAP TEMPERATUR BOLA BASAH, TEMPERATUR BOLA KERING PADA MENARA PENDINGIN A. Walujodjati * Abstrak Penelitian menggunakan Unit Aliran Udara (duct yang

Lebih terperinci

PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA

PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA PENERAAN ALAT UKUR LAJU ALIR FLUIDA I. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan percobaan ini adalah membuat kurva baku hubungan antara tinggi pelampung dalam rotameter cairan dengan laju alir air dan kurva baku hubungan

Lebih terperinci

BAB TEORI KINETIK GAS

BAB TEORI KINETIK GAS 1 BAB TEORI KINETIK GAS Contoh 13.1 Sebuah tabung silinder dengan tinggi 0,0 m dan luas penampang 0,04 m memiliki pengisap yang bebas bergerak seperti pada gambar. Udara yang bertekanan 1,01 x 10 5 N/m

Lebih terperinci

III. METODE PENDEKATAN

III. METODE PENDEKATAN III. METODE PENDEKATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian ini akan dilaksanakan di PT. Triteguh Manunggal Sejati, Tangerang. Penelitian dilakukan selama 2 (dua) bulan, yaitu mulai dari bulan Oktober

Lebih terperinci

BAB 1 Energi : Pengertian, Konsep, dan Satuan

BAB 1 Energi : Pengertian, Konsep, dan Satuan BAB Energi : Pengertian, Konsep, dan Satuan. Pengenalan Hal-hal yang berkaitan dengan neraca energi : Adiabatis, isothermal, isobarik, dan isokorik merupakan proses yang digunakan dalam menentukan suatu

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat

BAB II DASAR TEORI. ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat BAB II DASAR TEORI 2.. Perpindahan Panas Perpindahan panas adalah proses berpindahnya energi dari suatu tempat ke tempat yang lain dikarenakan adanya perbedaan suhu di tempat-tempat tersebut. Perpindahan

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara

Jurusan Teknik Refrigerasi dan Tata Udara BAB II DASAR TEORI 2.1 Sejarah Tabung Vortex Tabung vortex ditemukan oleh G.J. Ranque pada tahun 1931 dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Prog. Hilsch pada tahun 1947. Tabung vortex menghasilkan

Lebih terperinci

LAMPIRAN A NERACA MASSA

LAMPIRAN A NERACA MASSA LAMPIRAN A NERACA MASSA Kapasitas produksi = 70 ton/tahun 1 tahun operasi = 00 hari = 70 jam 1 hari operasi = 4 jam Basis perhitungan = 1 jam operasi Kapasitas produksi dalam 1 jam opersi = 70 ton tahun

Lebih terperinci

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA

I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA I PUTU GUSTAVE S. P., ST., M.Eng. MEKANIKA FLUIDA DEFINISI Mekanika fluida gabungan antara hidraulika eksperimen dan hidrodinamika klasik Hidraulika dibagi 2 : Hidrostatika Hidrodinamika PERKEMBANGAN HIDRAULIKA

Lebih terperinci

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR

PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA II MODUL 3 CONDENSING VAPOR LABORATORIUM RISET DAN OPERASI TEKNIK KIMIA PROGRAM STUDI TEKNIK KIMA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UPN VETERAN JAWA TIMUR SURABAYA CONDENSING VAPOR

Lebih terperinci

III. SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN PRODUK

III. SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN PRODUK III. SPESIFIKASI BAHAN BAKU DAN PRODUK A. Sifat Bahan Baku dan Produk Bahan Baku 1. Acetylene a. Rumus Kimia : C 2 H 2 b. Rumus Bangun : c. Berat Molekul : 26 kg/kmol d. Fase : Gas e. Titik Didih, pada

Lebih terperinci

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s

Frek = 33,5 Hz. Gambar 4.1 Grafik perpindahan massa kecepatan aliran 1.3 m/s 2. Untuk kecepatan aliran 1.5 m/s BAB IV ANALISA DATA 4.1 ANALISA GRAFIK Setelah melakukan langkah perhitungan sesuai dengan tahapan yang sudah dijelaskan pada bab 3, maka akan didapatkan hasil tentang perbandingan untuk perpindahan massa

Lebih terperinci

LEMBAR PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 April Penyusun. (Nashef Rahman Ismail)

LEMBAR PERNYATAAN. Yogyakarta, 17 April Penyusun. (Nashef Rahman Ismail) LEMBAR PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi ini adalah asli hasil karya saya dan tidak terda pat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Perguruan Tinggi

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 3, No. 2, (2014) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) B-204 Studi Eksperimental Efektivitas Penambahan Annular Fins pada Kolektor Surya Pemanas Air dengan Satu dan Dua Kaca Penutup

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena

BAB II LANDASAN TEORI. bisa mengalami perubahan bentuk secara kontinyu atau terus-menerus bila terkena BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Mekanika Fluida Mekanika fluida adalah subdisiplin dari mekanika kontinyu yang mempelajari tentang fluida (dapat berupa cairan dan gas). Fluida sendiri merupakan zat yang bisa

Lebih terperinci

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin

Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Analisa Injection Falloff Pada Sumur X dan Y di Lapangan CBM Sumatera Selatan dengan Menggunakan Software Ecrin Yosua Sions Jurusan Teknik Perminyakan Fakultas Teknik Kebumian dan Energi Universitas Trisakti

Lebih terperinci

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h =

SIFAT SIFAT TERMIS. Pendahuluan 4/23/2013. Sifat Fisik Bahan Pangan. Unit Surface Conductance (h) Latent heat (panas laten) h = /3/3 Pendahuluan SIFAT SIFAT TERMIS Aplikasi panas sering digunakan dalam proses pengolahan bahan hasil pertanian. Untuk dapat menganalisis proses-proses tersebut secara akurat maka diperlukan informasi

Lebih terperinci