BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. -X52 sedangkan laju -X52. korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN Pada bab ini, hasil pengolahan data untuk analisis jaringan pipa bawah laut yang terkena korosi internal akan dibahas lebih lanjut. Pengaruh operasional pipa terhadap laju korosi dari model NORSOK menjadi awal dari pembahasan. Kemudian dilanjutkan dengan penentuan tingkat critically pipa serta pengaruh dari penambahan inhibitor terhadap analisis jaringan pipa. 4.1 Model NORSOK : Analisis Prediksi Laju Korosi dan Pengaruh Operasional Pipa Terhadap Laju Korosi Dalam memprediksi laju korosi internal pipa dengan menggunakan model NORSOK, parameter-parameter dalam segi operasional pipa sangat penting peranannya. Parameter-parameter tersebut antara lain adalah tekanan operasi, temperature operasi, serta keasaman (ph) dan kandungan karbon dioksida dalam gas yang mengalir. Selain parameter-parameter tersebut, keberadaan aliran system yang berbeda juga turut mempengaruhi besar laju korosi yang terjadi Analisis Prediksi Laju Korosi Laju korosi tiap data jaringan pipa gas dihitung dengan menggunakan model NORSOK dan hasil lengkapnya ada pada tabel 4.1 di bawah. Rentang laju korosi ada pada kisaran 0,151 0,407 mm/tahun. Tabel menunjukkan bahwa nilai laju korosi terendah ada pada data jaringan pipa 12,75 OD-X 5 sedangkan laju korosi tertinggi dimiliki oleh jaringan pipa 16 OD-Y 5. Sisi penjelasan lain yang diperoleh dari tabel, yakni adalah bahwa rata-rata laju korosi yang terdapat pada jaringan pipa (jaringan pipa X) yang tidak mengandung hydrogen sulfide lebih rendah daripada jaringan pipa yang alirannya mengandung hydrogen sulfide (jaringan pipa Y). dari situ dapat ditarik kesimpulan bahwa hydrogen sulfide berperan dalam penentuan laju korosi internal dengan menggunakan model NORSOK ini. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hydrogen 57

2 sulfide merupakan salah satu senyawa agresif yang dapat mengakibatkan terjadinya korosi internal pada pipa. Tabel 4.1 Laju Korosi untuk Setiap Data Jaringan Pipa Gas Nama Jaringan Pipa OD (inch) Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) Laju Korosi (mm/y) 12,75 OD-X 1 12, ,8 0 12,75 OD-X 2 12, ,75 OD-X 3 12, ,5 0 12,75 OD-X 4 12, ,5 0 12,75 OD-X 5 12, ,5 0 12,75 OD-X 6 12, ,75 OD-X 7 12, , OD-X OD-X ,75 OD-X 10 12, ,2 0 12,75 OD-X 11 12, , OD-X ,5 0 12,75 OD-X 13 12, , OD-X 14 -X , OD-X 15 -X OD-X ,323 0,187 0,246 0,182 0,151 0,155 0,195 0,262 0,351 0,286 0,311 0,236 0,196 0,397 0,391 0,307 Nama Jaringan Pipa OD (inch) Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) Laju Korosi (mm/y) 14 OD-Y ,3 8,625 OD-Y 2 8, , ,75 OD-Y 3 12, ,5 16 OD-Y ,6 2,0 0,179 0,291 0,212 0,321 58

3 16 OD-Y ,5 3,5 24 OD-Y 6 -X ,1 5 0,407 0,386 Akan tetapi, model NORSOK tidak memperhitungkan tepat seberapa besar peningkatan laju korosi internal pada pipa denga adanya kandungan hydrogen sulfide pada aliran. Hydrogen sulfide, pada model NORSOK, hanya diperhutngkan sebagai senyawa asam yang mempengaruhi tingkat keasaman aliran (ph). Hal ini terlihat pada tabel bahwa ph yang dimiliki oleh aliran jaringan pipa yang mengandung hydrogen sulfide umumnya lebih asam (lebih rendah). Tingkat keasaman inilah yang diperhitungkan dalam model NORSOK. Faktor keasaman aliran (ph), dalam model NORSOK, dalam pengaruhnya terhadap laju korosi akan dibahas pada pembahasan berikut secara lebih mendetail dengan menggunakan contoh perhitungan Analisis Pengaruh ph dan Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi Dalam tinjauan pustaka disebutkan, korosi merupakan salah satu jenis kegagalan pipa yang disebabkan oleh karena factor lingkungan. Keasaman merupakan salah satu factor lingkungan yang berpengaruh terhadap korosi. Dalam hal ini, keasaman lingkungan pipa digambarkan dalam nilai ph. Model NORSOK memperhitungkan nilai ph sebagai salah satu factor untuk memprediksi laju korosi. Pengaruh ph terhadap laju korosi dalam model NORSOK digambarkan dalam grafik dalam gambar 4.1. Grafik dibentuk dari data jaringan pipa yang sama yang digunakan dalam contoh perhitungan yakni jaringan pipa 12,75 OD-X 4 dengan parameter yang diubah adalah nilai ph sedangkan parameter lain dibiarkan seperti asal nilai dalam data semula. 59

4 Laju Korosi (mm/y) Pengaruh ph terhadap Laju Korosi ph Gambar 4.1 Grafik Pengaruh ph terhadap Laju Korosi Dalam grafik menunjukkan bahwa seiring dengan naiknya nilai ph dalam berbagai kondisi, laju korosi akan mengalami penurunan. Hal ini terjadi sebab kenaikan nilai ph menandakan system menjadi basa, dan kebasaan ini akan membuat baja, yang menjadi bahan dasar pipa, menjadi masuk daerah pasif. Gambar 4.2 Diagram Eh-pH Sistem Fe-H 2 O Laju korosi pada daerah pasif umumnya lebih rendah daripada laju korosi pada daerah aktif, walaupun demikian baja tetap akan terkorosi dengan laju yang 60

5 rendah [15]. Oleh sebab itu grafik pengaruh ph terhadap laju korosi tidak menunjukkan bahwa kenaikan ph terus menerus akan menyebabkan laju korosi berada pada nilai nol. Gambar 4.3 Kurva Polarisasi Anodik Fe Kurva menunjukkan laju korosi pada daerah pasif (i passive ) umumnya lebih rendah daripada nilai pada perpotongan dengan garis katodik (laju korosi pada daerah aktif terkorosi) [15]. Telah disinggung sebelumnya keasaman merupakan factor lingkungan dan dipengaruhi oleh keadaan di sekitar pipa. Akan tetapi, jika yang dipermasalahkan adalah keasaman di dalam pipa yang menyebabkan korosi internal, maka yang menentukan tinggi rendahnya nilai keasaman adalah aliran yang mengalir di dalam pipa tersebut. Kandungan dalam aliran yang menentukan keasaman yakni adalah kandungan karbon dioksida dan hydrogen sulfide. Karbon dioksida dan hydrogen sulfide diketahui akan melepaskan ion H +, di mana semakin banyak kandungan senyawa maka akan semakin banyak pula ion H + terbentuk. Sedangkan di lain pihak, keasaman sendiri merupakan nilai dari fungsi logaritmik banyaknya konsentrasi ion H + dalam sebuah system [5]. Oleh karena itu, kandungan kedua senyawa ini tentu akan memberikan fungsi yang logaritmik pula terhadap laju korosi. 61

6 Dalam pembahasan ini, hanya ditinjau satu senyawa saja dalam pengaruhnya terhadap laju korosi, yakni karbon dioksida. Hal ini dikarenakan oleh kasus yang terjadi dalam pipa semuanya merupakan jenis sweet corrosion, di mana karbon dioksida berperan dominan dalam proses korosi yang terjadi pada pipa. Selain itu, model yang digunakan (model NORSOK) adalah model yang memperhitungkan laju korosi karena karbon dioksida saja. Laju korosi (mm/y) Pengaruh Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi Kandungan Karbon Dioksida (% mole) Gambar 4.4 Kurva Pengaruh Kandungan Karbon Dioksida terhadap Laju Korosi Kurva yang ditunjukkan oleh gambar 4.4 menunjukkan bahwa ada batas dalam kandungan karbon dioksida sehingga laju korosi menunjukkan nilai konstan dalam berbagai kondisi. Nilai-nilai batas tersebut adalah di mana kandungan karbon dioksida menunjukkan angka nol dan seratus persen. Laju korosi pada saat kandungan karbon dioksida menunjukkan angka nol tidak secara otomatis menjadi nol pula (korosi terhenti). Sama seperti nilai ph yang memasuki nilai laju korosi pasif, pada saat kandungan karbon dioksida nol pipa tetap terkorosi hanya saja nilainya tidak sebesar jika aliran ada kandungan karbon dioksidanya [5]. Hal ini disebabkan kandungan karbon dioksida bukan merupakan satu-satunya factor yang berpengaruh dalam menentukan tinggi rendahnya laju korosi. Factor lain yang menentukan antara lain temperature dan tekanan operasi pipa. 62

7 4.1.3 Analisis Pengaruh Temperatur Operasi terhadap laju Korosi Dalam setiap lingkungan, temperature merupakan syarat mutlak untuk membentuk sebuah system. Di dalam korosi internal pipa, factor temperature juga yang ikut menentukan besarnya laju korosi. Model NORSOK mengindikasikan grafik di bawah ini sebagai pengeruh temperature terhadap laju korosi Pengaruh Temperatur Terhadap Laju Korosi laju Korosi (mm/y) Temperatur (0C) Gambar 4.5 Grafik Pengaruh Temperatur terhadap Laju Korosi Dari grafik terlihat bahwa pada awalnya laju korosi akan semakin meningkat seiring dengan meningkatnya temperature. Akan tetapi kecenderungan itu berubah pada temperature yang lebih tinggi di mana laju korosi akan cenderung menurun. Model NORSOK memperhitungkan penurunan laju korosi itu sebagai sebuah konstanta temperature di mana konstanta yang paling tinggi ada pada temperature 60 0 C (tabel 3.1). Pada awalnya kenaikan temperature akan meningkatkan dan mempercepat proses difusi dari kandungan ion maupun senyawa agresif yang menyebabkan korosi terjadi. Hal ini menyebabkan laju korosi akan semakin meningkat seiring dengan kenaikan temperature sebab ion maupun senyawa agresif lebih cepat mendegradasi pipa baja. Akan tetapi seiring dengan naiknya temperature yang semakin tinggi, kelembaban lingkungan semakin berkurang. Hal ini ditandai oleh 63

8 berkurangnya kandungan oksigen terlarut, yang juga merupakan salah satu pengendali reaksi dalam korosi [5]. Dalam kasus korosi internal, kandungan oksigen terlarut merupakan perspeksi dari kandungan karbon dioksida dalam aliran gas dalam pipa. Gambar 4.6 Grafik Penurunan Konsentrasi Oksigen Terlarut terhadap Peningkatan Temperatur [5] Menurunnya konsentrasi oksigen terlarut membuat berkurangnya senyawa agresif yang menyebabkan korosi terjadi. Walaupun proses difusi oksigen terlarut tetap tinggi, laju korosi akan cenderung menurun karena kurangnya senyawa agresif yang menyebabkan proses korosi berlangsung. Jika senyawa agresif tetap dipertahankan pada kondisinya (konstan), laju korosi akan terus mengalami peningkatan seiring dengan peningkatan temperature. Gambar 4.7 Grafik Korosi terhadap Temperatur 64

9 4.1.4 Analisis Pengaruh Tekanan Operasi terhadap Laju Korosi Selain keasaman aliran dan temperature, factor lain yang tak kalah penting dalam penentuan laju korosi internal adalah tekanan operasi pada pipa. Tekanan, sama seperti temperature, merupakan factor yang paling banyak terdapat pada sebuah system. Akan tetapi, berbeda dengan temperature, tekanan akan memberikan efek yang cenderung linier terhadap peningkatan laju korosi seiring dengan peningkatan tekanan. Laju Korosi (mm/y) Pengaruh Tekanan terhadap Laju Korosi Tekanan (psi) Gambar 4.8 Grafik Pengaruh Tekanan terhadap Laju Korosi Tekanan merupakan sebuah gaya yang membebani sebuah system, dalam hal ini pipa baja. Semakin berat suatu benda yang jatuh dari ketinggian yang sama, maka gaya gravitasi akan semakin besar. Hal ini menyebabkan benda tersebut ketika menyentuh permukaan tanah akan menimbulkan efek lubang yang lebih besar. Sama seperti hal itu, tekanan yang semakin besar menyebabkan proses degradasi pipa menjadi lebih besar karena gaya untuk mendegradasi pipa akan semakin besar. Hal tersebut akan berlangsung terus menerus membentuk kelinieran yang tergambar pada grafik di atas (gambar 4.8). 65

10 4.2 Analisis Pengaruh Peluang Kegagalan Terhadap Tingkat Critically Pipa Tingkat critically sebuah jaringan pipa, seperti telah disebutkan sebelumnya, merupakan gambaran keadaaan dan kondisi sebuah jaringan pipa. Sebuah jaringan pipa dikatakan harus diganti atau tetap dapat dipertahankan tetapi memerlukan pemantauan atau bahkan dalam kondisi aman, semuanya merupakan hasil dari tingkat critically pipa. Peluang kegagalan suatu jaringan pipa dapat mendeskripsikan tingkat critically sebuah jaringan pipa tersebut. Dalam hasil percobaan ditunjukkan grafik peluang kegagalan pipa 16 OD-Z pada tiap tahun pada beberapa lokasi berbeda Kurva Peluang Kegagalan Peluang Kegagalan Tahun Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Lokasi Meter Gambar 4.9 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z pada Tiap Tahun Grafik tersebut merupakan fungsi sebuah tabel, yang jika disesuaikan kriterianya dengan tabel 3.3 akan menjadi seperti table

11 Tabel 4.2 Tabel Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Pada Tiap Lokasi Per Tahun Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Tabel 4.2 memberikan gambaran yang jelas tentang grafik pada gambar 4.9. Pada lokasi meter, grafik menunjukkan bahwa garis peluang kegagalan pada lokasi tersebut lurus dan tidak menunjukkan peningkatan. Dari tabel, dapat dilihat dengan jelas pada setiap tahunnya sampai dengan tahun 2028, pada lokasi tersebut semua berwarna hijau muda. Hijau muda mengindikasikan tingkat critically pipa sangat rendah, artinya jaringan pipa pada lokasi tersebut sangat kecil kemungkinannya untuk mengalami kegagalan. Walaupun pada tahun 2028 tabel berubah menjadi berwarna hijau tua, akan tetapi tingkat critically pipa masih tergolong rendah. 67

12 Lokasi selanjutnya yakni lokasi meter. Grafik pada gambar 4.9 menunjukkan bahwa pada awal tahun sampai dengan sekitar tahun 2022 garis yang menunjukkan lokasi ini linier lurus pada tingkat paling bawah. Grafik mulai menunjukkan kenaikan pada tahun 2022 dan meningkat tajam sejak tahun Hal ini sesuai dengan tabel bahwa pada awalnya jaringan pipa pada lokasi ini dalam keadaan baik-baik saja sampai dengan pada tahun 2022, jaringan pipa pada lokasi ini menjadi berwarna jingga. Warna ini mengindikasikan tingkat critically pipa yang tinggi. Ini berarti jaringan pipa pada lokasi ini sejak tahun 2023 beresiko tinggi mengalami kegagalan dan sejak tahun 2025 resiko tersebut akan menjadi sangat tinggi. Hal tersebut diindikasikan oleh warna merah yang mulai tercuat pada tabel sejak tahun 2025 pada lokasi meter ini. Gambar 4.10 Gambar Kegagalan Pipa Tingkat critically pipa mengindikasikan tinggi atau rendahnya peluang pipa mengalami kegagalan seperti yang dicontohkan pada gambar. Jaringan pipa pada lokasi meter merupakan data yang paling menarik. Dari grafik dapat dilihat bahwa kenaikan garis yang menunjukkan lokasi ini jauh 68

13 lebih tajam dibandingkan dengan lokasi jaringan pipa lainnya. Tabel menunjukkan bahwa pada awal mula tahun 2009 ini, pipa berada pada tingkat critically rendah, yang resiko kegagalanya lebih tinggi daripada yang akan terjadi jika tabel menunjukkan warna hijau muda (seperti pada lokasi meter). Dari tabel pula dapat dilihat bahwa kenaikan peluang kegagalan yang terjadi pada grafik, yakni pada pada tahun 2018, berwarna merah. Ini mengindikasikan bahwa pada tahun 2018 di lokasi meter, pipa 16 OD-Z berada pada tingkat critically pipa sangat tinggi. Jaringan pipa 16 OD-Z pada lokasi tersebut sangat mungkin terjadi kegagalan pipa berupa kebocoran atau bahkan pecahnya pipa. Jaringan pipa pada lokasi terakhir hampir serupa dengan lokasi meter. Hanya saja dari grafik ditunjukkan bahwa kenaikan garis yang menunjukkan lokasi ini sedikit lebih lambat daripada lokasi meter. Tabel 4.2 menjelaskan lebih detail, di mana resiko pipa mengalami kegagalan sangat tinggi terjadi lebih lambat 5 tahun daripada lokasi meter. Walaupun demikian lokasi ini termasuk yang berbahaya sebab peluang kegagalannya dari awal tahun 2013 mengindikasikan adanya bahaya dan jaringan pipa lokasi ini sudah harus mendapat perhatian khusus sejak tahun itu. 4.3 Analisis Pengaruh Penambahan Inhibitor dan Jumlah Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Secara umum suatu inhibitor dalah suatu zat kimia yang dapat menghambat atau memperlambat suatu reaksi kimia. Sedangkan inhibitor korosi adalah suatu zat kimia yang bila ditambahkan kedalam suatu lingkungan, dapat menurunkan laju penyerangan korosi lingkungan itu terhadap suatu logam. Mekanisme penghambatannya terkadang lebih dari satu jenis. Sejumlah inhibitor menghambat korosi melalui cara adsorpsi untuk membentuk suatu lapisan tipis yang tidak nampak dengan ketebalan beberapa molekul saja, ada pula yang karena pengaruh lingkungan membentuk endapan yang nampak dan melindungi logam dari serangan yang mengkorosi logamnya dan menghasilkan 69

14 produk yang membentuk lapisan pasif, dan ada pula yang menghilangkan konstituen yang agresif. Dewasa ini terdapat 6 jenis inhibitor, yaitu inhibitor yang memberikan pasivasi anodik, pasivasi katodik, inhibitor ohmik, inhibitor organik, inhibitor pengendapan, dan inhibitor fasa uap [15] Analisis Pengaruh Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Inhibitor memiliki tingkat efisiensi jika ditambahkan dalam suatu system. Tingkat efisiensi ini menggambarkan daya kerja inhibitor dalam menghambat laju korosi. Biasanya efisiensi inhibitor yang ditambahkan dalam pipa untuk menghambat korosi ada dalam kisaran % [6]. Pengaruh Penambahan Inhibitor Corr Rate (mm/y) tanpa inhibitor inhibitor efisiensi 70 % inhibitor efisiensi 80 % inhibitor efisiensi 90 % Kandungan CO2 (%) Gambar 4.11 Grafik Pengaruh Penambahan Inhibitor terhadap Laju Korosi Data jaringan pipa yang ada, dianalisis dengan penambahan inhibitor dengan efisiensi 70 % dan hasilnya adalah : 70

15 Tabel 4.3 Laju Korosi Jaringan Pipa dengan Penambahan Inhibitor Nama jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) 12,75 OD-X ,8 0 12,75 OD-X ,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,75 OD-X , OD-X OD-X ,75 OD-X ,2 0 12,75 OD-X , OD-X ,5 0 12,75 OD-X , OD-X 14 -X , OD-X 15 -X OD-X Laju Korosi tanpa Penambahan Inhibitor (mm/y) Laju Korosi dengan Penambahan Inhibitor (mm/y) 0,323 0,0969 0,187 0,0561 0,246 0,0738 0,182 0,0546 0,151 0,0453 0,155 0,0465 0,195 0,0585 0,262 0,0786 0,351 0,1053 0,286 0,0858 0,311 0,0933 0,236 0,0708 0,196 0,0588 0,397 0,1191 0,391 0,1173 0,307 0,0921 Nama jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) 14 OD-Y ,3 8,625 OD-Y , ,75 OD-Y ,5 16 OD-Y ,6 2,0 16 OD-Y ,5 3,5 24 OD-Y 6 -X ,1 5 Laju Korosi tanpa Penambahan Inhibitor (mm/y) Laju Korosi dengan Penambahan Inhibitor (mm/y) 0,179 0,0537 0,291 0,0873 0,212 0,0636 0,321 0,0963 0,407 0,1221 0,386 0,

16 Korosi adalah proses degradasi dan akan berakhir jika benda yang mengalami degradasi telah habis. Pada pipa, korosi akan berhenti ketika tebal pipa habis oleh proses korosi. Lama tebal pipa yang akan habis merupakan fungsi dari tebal pipa dibandingkan dengan laju korosi dan disebut umur sisa pipa (remaining life). Tabel 4.4 Umur Sisa Jaringan Pipa Tanpa dan Dengan Penambahan Inhibitor Pipeline Name TAHUN INSTALASI CO2 (% mol) PH H2S (ppm) UMUR SISA TANPA INHIBITOR (SEJAK 2009) UMUR SISA DENGAN PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) 12,75 OD-X , ,75 OD-X ,75 OD-X , ,75 OD-X , ,75 OD-X , ,75 OD-X ,75 OD-X , OD-X OD-X ,75 OD-X , ,75 OD-X , OD-X , ,75 OD-X , OD-X 14 -X , OD-X 15 -X OD-X UMUR SISA TANPA UMUR SISA DENGAN Pipeline Name TAHUN INSTALASI CO2 (% mol) PH H2S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) PENAMBAHAN INHIBITOR (SEJAK 2009) 14 OD-Y 1 8,625 OD-Y ,3 14 3,

17 12,75 OD-Y 3 16 OD-Y 4 16 OD-Y 5 24 OD-Y -X ,5 60 3,6 2,0 50 3,5 3,5 7 4, Laju korosi yang berkurang oleh karena adanya inhibitor dalam system akan mempengaruhi proses analisis berikutnya, yakni analisis peluang kegagalan dan penentuan tingkat critically pipa. Peluang kegagalan merupakan fungsi dari laju korosi, oleh sebab itu jika laju korosi jaringan pipa menjadi lebih kecil maka peluang kegagalan pun akan berubah menjadi lebih kecil pula Peluang Kegagalan Pipa Per Tahun Peluang Kegagalan Tahun Gambar 4.12 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Per Tahun Sejak Penambahan Inhibitor Tahun

18 Tabel 4.5 Peluang Kegagalan Pipa 16 OD-Z Per Tahun Sejak Penambahan Inhibitor Tahun 2009 Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,

19 Pada gambar 4.12 diperoleh peluang kegagalan yang lebih kecil dibandingkan dengan pada gambar 4.9 walaupun kenaikan peluang kegagalan tetap terjadi. Dari tabel 4.4 dapat diketahui lebih pasti perbedaan tersebut, di mana kenaikan peluang kegagalan adalah ketika tingkat critically pipa mencapai warna kuning. Hal ini berbeda bila pipa belum ditambahkan inhibitor, yakni kenaikan peluang kegagalan pada saat tingkat critically pipa menjadi berwarna merah (pembahasan 4.2). Dengan demikian diperoleh hasil bahwa penambahan inhibitor sejak tahun 2009 dengan efisiensi 70 % dapat mengubah peluang kegagalan pipa menjadi lebih kecil. Hal ini pun berpengaruh tingkat critically pipa, di mana lokasi yang paling parah adalah pada lokasi meter dengan tingkat critically sedang Jumlah Penambahan Inhibitor pada Jaringan Pipa Inhibitor yang ditambahkan pada system yang mengalir pada pipa memiliki jumlah tertentu. Besar jumlah inhibitor yang ditambhakan tergantung dari kondisi aliran pada pipa dan kandungan karbon dioksida yang terkandung dalam aliran pipa. Inhibitor yang ditambahkan merupakan fungsi dari flow rate gas pada pipa dengan persen inhibitor yang disesuaikan dengan kandungan karbon dioksida dalam gas. Tabel 4.6 Pembagian Penambahan Inhibitor yang Disesuaikan dengan Kandungan CO 2 PERSEN KARBON DIOKSIDA PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) 60 % % % % 40 < 10 % 20 75

20 Tabel 4.7 Jumlah Penambahan Inhibitor Tiap Jaringan Pipa Nama Jaringan Pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H 2 S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) Laju Injeksi Inhibitor (MSCFD) 12,75 OD-X ,8 0 12,75 OD-X ,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,5 0 12,75 OD-X ,75 OD-X , OD-X OD-X ,75 OD-X ,2 0 12,75 OD-X , OD-X ,5 0 12,75 OD-X , OD-X 14 -X , OD-X -X OD-X , , , , , , , , , , , , , , , ,46232 Nama Jaringan pipa Laju Alir (MSCFD) CO2 (% mol) PH H2S (ppm) PENAMBAHAN INHIBITOR (ppm) Laju Injeksi Inhibitor (MSCFD) 14 OD-Y ,3 8,625 OD-Y , ,75 OD-Y ,5 16 OD-Y ,6 2,0 16 OD-Y ,5 3,5 20 0, , , , ,

21 24 OD-Y 6 -X , ,65424 Adapun inhibitor yang disarankan dalam analisis adalah inhibitor jenis surfactant organik berbasis nitrogen yakni imidazoline. Imidazoline, seperti oleic imidazoline dan imidazoline amide, telah biasa digunakan pada industry untuk menanggulangi masalah sweet corrosion yang terjadi pada pipa. Hal tersebut dikarenakan jenis ini dikategorikan paling efektif dalam segi financial. Secara singkat, imidazoline bekerja pada permukaan baja karbon bahkan baja karbon yang telah terkorosi menjadi besi karbonat untuk membuat permukaan baja karbon menjadi bersifat hydrophobia. Sifat baja karbon yang hydrophobia menyebabkan molekul-molekul air (H 2 O) tidak dapat mengendap maupun terkonsentrasi pada permukaan baja tersebut. Telah diketahui sebelumnya bahwa molekul air merupakan molekul yang dibutuhkan oleh senyawa karbon dioksida supaya korosi dapat terjadi. Jika molekul air tidak dapat terendapkan pada permukaan pipa maka idealnya senyawa karbon dioksida tidak dapat bereaksi membentuk asam karbonat pada permukaan pipa dan korosi tidak terjadi. Struktur molekul oleic imidazoline amide Struktur Molekul imidazoline 77

22 Gambar 4.13 Mekanisme Inhibitor Imidazoline pada Permukaan Pipa Gambar 4.13 merupakan gambar baja karbon yang ditetesi oleh air. Sisi baja karbon di sebelah kiri garis putus-putus adalah permukaan baja karbon yang ditambah oleh inhibitor imidazoline sedangkan yang kanan tidak dan keduanya ditetesi oleh air. Permukaan yang telah ditambah oleh inhibitor tidak menyerap air terbukti dari butir air yang masih utuh sedangkan yang tidak ditambah inhibitor air meresap masuk. Sifat inhibitor yang membuat permukaan pipa menjadi hydrophobia inilah yang dapat mencegah terjadinya sweet corrosion terjadi. 4.4 Perbandingan Model NORSOK dengan Perhitungan Intelligent Pig Biasa Model NORSOK dalam prediksi laju korosi mengasumsikan bahwa korosi internal yang terjadi pada pipa umumnya adalah general corrosion. Pada kenyataannya, korosi internal yang terjadi pada pipa tidak terjadi hanya sekedar general corrosion. Oleh sebab itu, dibuat perbandingan antara prediksi laju korosi hasil intelligent pig dengan menggunakan model NORSOK dengan perhitungan biasa. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat ketelitian model NORSOK ini. Dengan cara yang sama, peluang kegagalan tiap lokasi jaringan pipa 16 OD-Z- X52 dihitung, akan tetapi laju korosi ditentukan berdasarkan perhitungan tebal semula dikurangi dengan tebal yang tercatat dalam data intelligent pig yang 78

23 dilakukan pada tahun Dengan demikian diperoleh tabel peluang kegagalan yang ditampilkan dalam tabel 4.8. Tabel 4.8 Peluang Kegagalan Jaringan Pipa 16 OD-Z dengan Menggunakan Perhitungan Laju Korosi Berdasarkan / Peluang Kegagalan Lokasi (meter) Tahun , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , , Dari tabel 4.8 yang dibandingkan dengan tabel 4.2, terlihat bagaimana perbedaan yang terjadi antara kedua metode perhitungan laju korosi yang digunakan. Perbedaan tersebut dikarenakan nilai laju korosi berbeda antara kedua metode tersebut. Peluang kegagalan yang diperoleh pada tabel 4.2 (dengan menggunakan 79

24 model NORSOK) mengimpresikan bahwa jaringan pipa 16 OD-Z lebih cepat memasuki tahap kritis daripada yang terlihat pada tabel 4.8 (dengan menggunakan cara biasa). Hal ini dikarenakan nilai laju korosi hasil prediksi dengan menggunakan model NORSOK rat-rata sedikit lebih besar daripada nilai laju korosi yang dihasilkan dengan menggunakan cara biasa (lampiran). Grafik pada gambar 4.13 mempertegas hasil analisis bahwa nilai peluang kegagalan yang dilakukan dengan menggunakan perhitungan laju korosi dengan model NORSOK akan lebih besar dan lebih cepat dalam segi waktu. Akan tetapi, jika dilihat kembali tabel 4.2 dan tabel 4.8 terlihat bahwa jaringan pipa memasuki tahap-tahap kekritisan dalam waktu yang tidak terlalu jauh. Hal ini menyatakan bahwa walaupun nilai peluang kegagalan berbeda antara kedua metode perhitungan laju korosi yang digunakan, tingkat critically pipa yang dihasilkan tidak jauh berbeda antara kedua metode. Hasil ini menyatakan bahwa model NORSOK memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi untuk dapat menganalisis hasil intelligent pig. Asumsi model NORSOK bahwa korosi internal yang terjadi pada pipa hanya berpengaruh pada nilai laju korosi yang hampir sama pada lokasi yang berdekatan dengan nilai yang rat-rata lebih besar daripada jika perhitungan laju korosi dilakukan dengan menggunakan metode biasa. 80

25 Peluang Kegagalan Peluang Kegagalan Per Lokasi Tiap Tahun Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa Tahun Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi NORSOK Peluang Kegagalan Lokasi meter dengan menggunakan perhitungan laju korosi biasa Gambar 4.13 Grafik Peluang Kegagalan Pipa Tiap Lokasi Per Tahun dengan Perhitungan Laju Korosi Berbeda Pipa 16 OD-Z 81

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan.

BAB I PENDAHULUAN. juga menjadi bisnis yang cukup bersaing dalam perusahaan perbajaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk

BAB I PEDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pipa merupakan salah satu kebutuhan yang di gunakan untuk mendistribusikan aliran fluida dari suatu tempat ketempat yang lain. Berbagi jenis pipa saat ini sudah beredar

Lebih terperinci

BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA

BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA BAB III PROSEDUR ANALISIS DAN PENGOLAHAN DATA Bab ini akan membahas tentang prosedur penelitian yang tergambar dalam diagram metodologi pada gambar 1.1. Selain itu bab ini juga akan membahas pengolahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya.

I. PENDAHULUAN. Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki lahan tambang yang cukup luas di beberapa wilayahnya. Salah satu bahan tambang yang banyak fungsinya yaitu batu bara, misalnya untuk produksi besi

Lebih terperinci

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN

BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN BAB II : MEKANISME KOROSI dan MICHAELIS MENTEN 4 BAB II KOROSI dan MICHAELIS MENTEN Di alam bebas, kebanyakan logam ditemukan dalam keadaan tergabung secara kimia dan disebut bijih. Oleh karena keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisis Laju Korosi Baja Karbon Pengujian analisis dilakukan untuk mengetahui prilaku korosi dan laju korosi baja karbon dalam suatu larutan. Pengujian ini dilakukan dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Surfaktan Gemini 12-2-12 Sintesis surfaktan gemini dilakukan dengan metode konvensional, yaitu dengan metode termal. Reaksi yang terjadi adalah reaksi substitusi bimolekular

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Korosi Baja Karbon dalam Lingkungan Elektrolit Jenuh Udara Untuk mengetahui laju korosi baja karbon dalam lingkungan elektrolit jenuh udara, maka dilakukan uji korosi dengan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV. 1 Analisis Hasil Pengujian Metalografi dan Spektrometri Sampel Baja Karbon Dari hasil uji material pipa pengalir hard water (Lampiran A.1), pipa tersebut terbuat dari baja

Lebih terperinci

Handout. Bahan Ajar Korosi

Handout. Bahan Ajar Korosi Handout Bahan Ajar Korosi PENDAHULUAN Aplikasi lain dari prinsip elektrokimia adalah pemahaman terhadap gejala korosi pada logam dan pengendaliannya. Berdasarkan data potensial reduksi standar, diketahui

Lebih terperinci

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2

INHIBITOR KOROSI BAJA KARBON DALAM LARUTAN 1% 4 JENUH CO2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kegagalan yang terjadi pada suatu material bisa disebabkan oleh beberapa faktor, salah satu penyebabnya adalah korosi. Korosi adalah suatu kerusakan yang terjadi pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa

BAB I PENDAHULUAN. Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Peristiwa korosi sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari dan tanpa disadari begitu dekat dengan kehidupan kita, misalnya paku berkarat, tiang listrik berkarat,

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka II.1 Pengertian Korosi Korosi berasal dari bahasa Latin corrous yang berarti menggerogoti. Korosi didefinisikan sebagai berkurangnya kualitas suatu material (biasanya berupa logam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini, minyak bumi masih memegang peranan penting bagi perekonomian indonesia, baik sebagai penghasil devisa maupun sebagai pemasok kebutuhan masyarakat dalam negeri.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Kurva Pertumbuhan Bakteri Pertumbuhan bakteri (SRB) dalam medium B.Lewis (komposisi disajikan pada Tabel III.2 ) dengan perbandingan volume medium terhadap volume inokulum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang

BAB I PENDAHULUAN. Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cooling tower system merupakan sarana sirkulasi air pendingin yang sangat berperan dalam berbagai industri. Air pendingin dalam cooling tower system didistribusikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Data Hasil Uji Korosi Dari pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil berupa data hasil perhitungan weight loss, laju korosi dan efisiensi inhibitor dalam Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

1 BAB IV DATA PENELITIAN

1 BAB IV DATA PENELITIAN 47 1 BAB IV DATA PENELITIAN 4.1 Pengumpulan Data Dan Informasi Awal 4.1.1 Data Operasional Berkaitan dengan data awal dan informasi mengenai pipa ini, maka didapat beberapa data teknis mengenai line pipe

Lebih terperinci

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra

ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra ELEKTROKIMIA DAN KOROSI (Continued) Ramadoni Syahputra 3.3 KOROSI Korosi dapat didefinisikan sebagai perusakan secara bertahap atau kehancuran atau memburuknya suatu logam yang disebabkan oleh reaksi kimia

Lebih terperinci

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM

4.1 INDENTIFIKASI SISTEM BAB IV ANALISIS 4.1 INDENTIFIKASI SISTEM. 4.1.1 Identifikasi Pipa Pipa gas merupakan pipa baja API 5L Grade B Schedule 40. Pipa jenis ini merupakan pipa baja dengan kadar karbon maksimal 0,28 % [15]. Pipa

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S (Agus Solehudin)* * Jurusan Pendidikan Teknik Mesin FPTK Universitas Pendidikan Indonesia Emai : asolehudin@upi.edu Abstrak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu

BAB I PENDAHULUAN. Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Korosi merupakan fenomena kimia yang dapat menurunkan kualitas suatu bahan akibat berinteraksi dengan lingkungan yang bersifat korosif. Proses korosi adalah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN

Fe Fe e - (5.1) 2H + + 2e - H 2 (5.2) BAB V PEMBAHASAN 63 BAB V PEMBAHASAN 5. 1. KETAHANAN KOROSI SUS 316L 5.1.1 Uji Celup SUS 316L Baja tahan karat mendapatkan ketahanan korosi hasil dari terbentuknya lapisan pasif pada permukaan logam. Lapisan pasif adalah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Aliran Udara Kipas terhadap Penyerapan Etilen dan Oksigen Pada ruang penyerapan digunakan kipas yang dihubungkan dengan rangkaian sederhana seperti pada gambar 7.

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kajian mengenai korosi dan inhibisi korosi pada logam Cu-37Zn dalam larutan Ca(NO 3 ) 2 dan NaCl (komposisi larutan uji, tiruan larutan uji di lapangan) melalui penentuan laju

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2)

BAB 2 DASAR TEORI. [CO 2 ] = H. pco 2 (2.1) pco 2 = (mol % CO 2 ) x (gas pressure) (2.2) iv BAB 2 DASAR TEORI Sistem produksi minyak dan gas terutama untuk anjungan lepas pantai memerlukan biaya yang tinggi untuk pemasangan, pengoperasian dan perawatan. Hal ini diakibatkan faktor geografis

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Dasar Korosi Kata korosi berasal dari bahasa latin Corrodere yang artinya perusakan logam atau berkarat. Korosi adalah terjadinya perusakan material (khususnya logam)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia

BAB I PENDAHULUAN. Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Boiler merupakan salah satu unit pendukung yang penting dalam dunia industri. Boiler berfungsi untuk menyediakan kebutuhan panas di pabrik dengan mengubah air menjadi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 28 BAB IV HASIL PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Kondisi Operasi Kondisi operasi dan informasi teknis dari sampel sesuai dengan data lapangan dapat dilihat pada Tabel 3.1, sedangkan posisi sample dapat dilihat

Lebih terperinci

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA

PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Nama : M.Isa Ansyori Fajri NIM : 03121003003 Shift : Selasa Pagi Kelompok : 3 PENGHAMBATAN KOROSI BAJA BETON DALAM LARUTAN GARAM DAN ASAM DENGAN MENGGUNAKAN CAMPURAN SENYAWA BUTILAMINA DAN OKTILAMINA Korosi

Lebih terperinci

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc

EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT. Abstralc EKSTRAK DAUN GAMBIR SEBAGAI INHIBITOR KOROSI Oleh: Dr. Ahmad Fadli, Ir.Rozanna Sri Irianty, M.Si, Komalasari, ST., MT Abstralc Secara awam icorosi ditcenai sebagai penglcaratan, merupakan suatu peristiwa

Lebih terperinci

ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH

ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH ANALISA PENGARUH INHIBITOR EKSTRAK RIMPANG JAHE TERHADAP LAJU KOROSI INTERNAL PIPA BAJA ST-41 PADA AIR TANAH M. Fajar Sidiq Fakultas Teknik, Program Studi Teknik Mesin Universitas Pancasakti Tegal Email:

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl

PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl PEMANFAATAN SUPLEMEN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1 M HCl Abdur Rozak 2709100004 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan ST, M.sc. Latar Belakang

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Pengukuran laju korosi logam tembaga dilakukan dengan menggunakan tiga metode pengukuran dalam larutan aqua regia pada ph yaitu 1,79; 2,89; 4,72 dan 6,80. Pengukuran pada berbagai

Lebih terperinci

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI

TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI TUGAS KOROSI FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI LAJU KOROSI Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Korosi Dosen pengampu: Drs. Drs. Ranto.H.S., MT. Disusun oleh : Deny Prabowo K2513016 PROGRAM

Lebih terperinci

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja...

SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... SMP kelas 8 - BIOLOGI BAB 8. FOTOSINTESISLatihan Soal 8.4 1. ph (derajat keasaman) apabila tidak sesuai kondisi akan mempengaruhi kerja... Klorofil Kloroplas Hormon Enzim Salah satu faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. INDIKASI FASA PADA SETIAP LAPISAN INTERMETALIK Berdasarkan hasil SEM terhadap H13 yang telah mengalami proses pencelupan di dalam Al-12Si cair, terlihat dalam permukaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan prosedur pengujian pada Bab III maka didapatkan hasil pengujian Imersi, Potensiodinamik dan SEM sebagai berikut : 4.1 Hasil Pengujian Immerse Dari hasil

Lebih terperinci

MODUL III KESETIMBANGAN KIMIA

MODUL III KESETIMBANGAN KIMIA MODUL III KESETIMBANGAN KIMIA I. Petunjuk Umum 1. Kompetensi Dasar 1) Mahasiswa memahami Asas Le Chatelier 2) Mahasiswa mampu menjelaskan aplikasi reaksi kesetimbangan dalam dunia industry 3) Mahasiswa

Lebih terperinci

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU

PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA

MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA MODEL LAJU KOROSI BAJA KARBON ST-37 DALAM LINGKUNGAN HIDROGEN SULFIDA Oleh : Agus Solehudin 1), Ratnaningsih E. Sardjono 2), Isdiriayani Nurdin 3) dan Djoko H.Prajitno 4) (1) Jurusan Pendidikan Teknik

Lebih terperinci

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>>

Pertemuan <<22>> <<PENCEGAHAN KOROSI>> Matakuliah Tahun : Versi : / : Pertemuan 1 Learning Outcomes Pada akhir pertemuan ini, diharapkan mahasiswa akan mampu

Lebih terperinci

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA

Laporan Tugas Akhir. Saudah Dosen Pembimbing Prof. Dr. Ir. Sulistijono, DEA Laporan Tugas Akhir PENGARUH KONSENTRASI INHIBITOR ORGANIK SARANG SEMUT TERHADAP LAJU KOROSI BAJA KARBON API 5L GRADE B DI LINGKUNGAN HCL 0.5M DAN H 2 SO 4 Saudah 2710100113 Dosen Pembimbing Prof. Dr.

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl

PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl PEMANFAATAN OBAT PARACETAMOL SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3.5% NaCl DAN 0.1M HCl Saddam Husien NRP 2709100094 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST, M.Sc PENDAHULUAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Voltametri 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Voltametri Voltametri merupakan salah satu teknik elektroanalitik dengan prinsip dasar elektrolisis. Elektroanalisis merupakan suatu teknik yang berfokus pada hubungan antara besaran

Lebih terperinci

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl

PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl PEMANFAATAN OBAT SAKIT KEPALA SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA BAJA API 5L GRADE B DALAM MEDIA 3,5% NaCl DAN 0,1M HCl Pandhit Adiguna Perdana 2709100053 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, S.T.,M.Sc.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Korosi yang terjadi pada industri minyak dan gas umumnya dipengaruhi oleh beberapa faktor utama yaitu: Suhu dan tekanan yang tinggi. Adanya gas korosif (CO 2 dan H 2 S). Air yang

Lebih terperinci

ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK

ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK ANALISIS PELUANG KEGAGALAN PERMUKAAN DALAM JARINGAN PIPA BAWAH LAUT DENGAN MODEL NORSOK Diajukan untuk memenuhi syarat kelulusan tingkat sarjana Program Studi Teknik Metalurgi Fakultas Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin. Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Cairan Ionik Turunan Imidazolin Dalam penelitian ini, cairan ionik turunan imidazolin yang digunakan sebagai inhibitor korosi baja karbon pada kondisi pertambangan

Lebih terperinci

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina

Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Jurnal Gradien Vol.3 No.1 Januari 2007 : 231-236 Penghambatan Korosi Baja Beton dalam Larutan Garam dan Asam dengan Menggunakan Campuran Senyawa Butilamina dan Oktilamina Samsul Bahri Program Studi Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi.

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang kaya akan energi panas bumi. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 27.000 MWe yang tersebar di Sumatera bagian

Lebih terperinci

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S

Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Korosi Retak Tegang (SCC) Baja Karbon AISI 1010 dalam Lingkungan NaCl- H 2 O-H 2 S Oleh : Agus Solehudin Dipresentasikan pada : Seminar Nasional VII Rekayasa dan Aplikasi Teknik Mesin di Industri Diselenggarakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. penyamakan kulit dengan menggunakan Spektrofotometer UV-VIS Mini 43 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses elektrokoagulasi terhadap sampel air limbah penyamakan kulit dilakukan dengan bertahap, yaitu pengukuran treatment pada sampel air limbah penyamakan kulit dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK

ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK ANALISA PERBANDINGAN LAJU KOROSI MATERIAL STAINLESS STEEL SS 316 DENGAN CARBON STEEL A 516 TERHADAP PENGARUH AMONIAK * Ir. Soewefy, M.Eng, ** Indra Prasetyawan * Staff Pengajar Jurusan Teknik Perkapalan

Lebih terperinci

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008

UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2007/2008 PANDUAN MATERI SMA DAN MA K I M I A PROGRAM STUDI IPA PUSAT PENILAIAN PENDIDIKAN BALITBANG DEPDIKNAS KATA PENGANTAR Dalam rangka sosialisasi kebijakan dan persiapan

Lebih terperinci

Modul 1 Analisis Kualitatif 1

Modul 1 Analisis Kualitatif 1 Modul 1 Analisis Kualitatif 1 Indikator Alami I. Tujuan Percobaan 1. Mengidentifikasikan perubahan warna yang ditunjukkan indikator alam. 2. Mengetahui bagian tumbuhan yang dapat dijadikan indikator alam.

Lebih terperinci

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT.

PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. PENGARUH LAJU KOROSI PELAT BAJA LUNAK PADA LINGKUNGAN AIR LAUT TERHADAP PERUBAHAN BERAT. Hartono Program Diploma III Teknik Perkapala, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro ABSTRACT One of the usage

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%),

BAB I. PENDAHULUAN. Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Minyak bumi adalah suatu senyawa hydrocarbon yang terdiri dari karbon (83-87%), Hydrogen (11-14%), Nitrogen (0.2 0.5%), Sulfur (0-6%), dan Oksigen (0-5%).

Lebih terperinci

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON

BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON BAB IV BAHAN AIR UNTUK CAMPURAN BETON Air merupakan salah satu bahan pokok dalam proses pembuatan beton, peranan air sebagai bahan untuk membuat beton dapat menentukan mutu campuran beton. 4.1 Persyaratan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Elektroda di Larutan Elektrolit Pendukung Elektroda pasta karbon lapis tipis bismut yang dimodifikasi dengan silika dikarakterisasi di larutan elektrolit pendukung

Lebih terperinci

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu

Waktu (t) Gambar 3.1 Grafik hubungan perubahan konsentrasi terhadap waktu 3 LAJU REAKSI Setelah mempelajari bab ini, kamu diharapkan mampu: Menghitung konsentrasi larutan (molaritas larutan). Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi (konsentrasi, luas permukaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA

BAB VI KINETIKA REAKSI KIMIA BANK SOAL SELEKSI MASUK PERGURUAN TINGGI BIDANG KIMIA 1 BAB VI 1. Padatan NH 4 NO 3 diaduk hingga larut selama 77 detik dalam akuades 100 ml sesuai persamaan reaksi berikut: NH 4 NO 2 (s) + H 2 O (l) NH

Lebih terperinci

No Indikator Soal Valid

No Indikator Soal Valid 107 Lampiran 3 Rekapitulasi asi Instrumen TDM-TWO-TIER No Indikator Soal 1 Memahami kesetimbangan Reaksi kesetimbangan antara N 2 O 4 dengan NO 2 mengikuti persamaan kimia berikut ini : ator 1 :- dinamis

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN

BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN BAB IV DATA DAN HASIL PENELITIAN 4.1.HASIL PENGUJIAN OPTICAL SPECTROSCOPY BAJA DARI SPONGE BIJIH BESI LATERITE T1 22320 QUALITY CQ1 SRK DAN BAJA KARBON Dari pengujian Optical spectroscopy baja dari sponge

Lebih terperinci

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber:

Bab II Pemodelan. Gambar 2.1: Pembuluh Darah. (Sumber: Bab II Pemodelan Bab ini berisi tentang penyusunan model untuk menjelaskan proses penyebaran konsentrasi oksigen di jaringan. Penyusunan model ini meliputi tinjauan fisis pembuluh kapiler, pemodelan daerah

Lebih terperinci

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1

PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM. Irvan Kaisar Renaldi 1 PENGGUNAAN VITAMIN C SEBAGAI INHIBITOR KOROSI PADA LINGKUNGAN ASAM Irvan Kaisar Renaldi 1 1 Departemen Teknik Material, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Korosi merupakan salah satu permasalahan penting yang harus dihadapi oleh berbagai macam sektor industri di Indonesia terutama industri perkapalan. Tidak sedikit

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion

BAB I PENDAHULUAN. limbah organik dengan proses anaerobic digestion. Proses anaerobic digestion BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan energi Indonesia yang terus meningkat dan keterbatasan persediaan energi yang tak terbarukan menyebabkan pemanfaatan energi yang tak terbarukan harus diimbangi

Lebih terperinci

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR

II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR II. LATAR BELAKANG PENGOLAHAN AIR Air baku yang digunakan umumnya mengandung bermacam-macam senyawa pengotor seperti padatan tersuspensi, padatan terlarut, dan gas-gas. Penggunaan air tersebut secara langsung

Lebih terperinci

PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi.

PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi. A B PERCOBAAN IV PEMBUATAN BUFFER Tujuan Menghitung dan pembuat larutan buffer atau dapar untuk aplikasi dalam bidang farmasi. Dasar Teori Larutan penyangga atau larutan buffer atau larutan dapar merupakan

Lebih terperinci

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK

KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI DARI SERANGAN SCC Ishak `*) ABSTRAK Jurnal Reaksi Jurusan Teknik Kimia Politeknik Negeri Lhokseumawe Vol 2 No. 3 Juni 2004 ISSN 1693-248X KINERJA INHIBITOR Na 2 CrO 4 DALAM LARUTAN Nacl UNTUK MELINDUNGI BAJA TAHAN KARAT AUSTENITIK TERSENSITISASI

Lebih terperinci

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION

LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION LOGO ANALISIS KUALITATIF KATION DAN ANION By Djadjat Tisnadjaja 1 Jenis analisis Analisis makro Kuantitas zat 0,5 1 g Volume yang dipakai sekitar 20 ml Analisis semimikro Kuatitas zat sekitar 0,05 g Volume

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2

PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2 PENGARUH KONSENTRASI CH3COOH TERHADAP KARAKTERISASI KOROSI BAJA BS 970 DI LINGKUNGAN CO2 RENDY WAHYU SANTOSO NRP 2707 100 040 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., MSc. JURUSAN TEKNIK MATERIAL

Lebih terperinci

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1)

Sudaryatno Sudirham ing Utari. Mengenal. Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) Sudaryatno Sudirham ing Utari Mengenal Sifat-Sifat Material (1) 16-2 Sudaryatno S & Ning Utari, Mengenal Sifat-Sifat Material (1) BAB 16 Oksidasi dan Korosi Dalam reaksi kimia di mana oksigen tertambahkan

Lebih terperinci

KAJIAN KERANGKA BERPIKIR

KAJIAN KERANGKA BERPIKIR KAJIAN Materi kimia merupakan salah satu materi essensial yang sebagian besar konsepnya bersifat invisible. Dimulai dengan reaksi searah dan dua arah, keadaan setimbang dinamis, reaksi homogen dan heterogen,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36

Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36 Perhitungan Laju Korosi di dalam Larutan Air Laut dan Air Garam 3% pada Paku dan Besi ASTM A36 Gurum AP. Ayu SA, Dita Rahmayanti, dan Nindy EM. Jurusan Fisika FMIPA Universitas Lampung. Jl Prof. Dr. Sumantri

Lebih terperinci

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udara merupakan unsur yang sangat penting untuk mempertahankan kehidupan manusia, hewan dan tumbuhan semuanya membutuhkan udara untuk mempertahankan hidupnya. Udara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH

BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH BAB IV : HASIL YANG DIPEROLEH 25 BAB IV HASIL YANG DIPEROLEH Model yang telah diturunkan pada bab 3, selanjutnya akan dianalisis dengan menggunakan MATLAB 7.0 untuk mendapatkan hasil numerik. 4.1 Simulasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Perbedaan Kandungan CO 2 Sebelum dan Sesudah Pemurnian Perbedaan Kandungan CO 2 melalui Indikator Warna Pengambilan contoh biogas yang dianalisis secara kuantitatif sehingga didapatkan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Pembuatan Membran 4.1.1 Membran PMMA-Ditizon Membran PMMA-ditizon dibuat dengan teknik inversi fasa. PMMA dilarutkan dalam kloroform sampai membentuk gel. Ditizon dilarutkan

Lebih terperinci

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI

PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN KOROSI PADA PIPA ALIRAN SISTEM PENDINGIN DI INSTALASI RADIOMETALURGI ISSN 1979-2409 Penerapan Pengelolaan (Treatment) AirUntuk Pencegahan Korosi Pada Pipa AliranSistem Pendingin Di Instalasi Radiometalurgi (Eric Johneri) PENERAPAN PENGELOLAAN (TREATMENT) AIR UNTUK PENCEGAHAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS

BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 34 BAB IV HASIL YANG DICAPAI DAN POTENSI KHUSUS 4.1 PENDAHULUAN Dalam BAB ini akan dibahas tentang analisa data penelitian dari studi karakterisasi laju korosi dan percobaan inhibisi pada logam Aluminium.

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970

PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 TUGAS AKHIR MM091381 PENGARUH VARIASI ph DAN ASAM ASETAT TERHADAP KARAKTERISTIK KOROSI CO 2 BAJA BS 970 Dosen Pembimbing : Budi Agung Kurniawan, ST., M.Sc Oleh : Inti Sari Puspita Dewi (2707 100 052) Latar

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7]

BAB II DASAR TEORI. Gambar 2.1 Klasifikasi Baja [7] BAB II DASAR TEORI 2.1 BAJA Baja merupakan material yang paling banyak digunakan karena relatif murah dan mudah dibentuk. Pada penelitian ini material yang digunakan adalah baja dengan jenis baja karbon

Lebih terperinci

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN :

PRISMA FISIKA, Vol. V, No. 1 (2017), Hal ISSN : Analisis Kualitas Air Sumur Bor di Pontianak Setelah Proses Penjernihan Dengan Metode Aerasi, Sedimentasi dan Filtrasi Martianus Manurung a, Okto Ivansyah b*, Nurhasanah a a Jurusan Fisika, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto.

Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto. Nama Kelompok : Adik kurniyawati putri Annisa halimatus syadi ah Alfie putri rachmasari Aprita silka harmi Arief isnanto III Non Reguler JURUSAN ANALISA FARMASI DAN MAKANAN POLTEKKES KEMENKES JAKARTA II

Lebih terperinci

Materi Pokok Bahasan :

Materi Pokok Bahasan : STOIKIOMETRI Kompetensi : Memiliki kemampuan untuk menginterpretasikan serta menerapkan dalam perhitungan kimia. Memiliki kemampuan untuk mengaplikasikan pengetahuan yang dimilikinya dan terbiasa menggunakan

Lebih terperinci

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI

KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI KONSEP MOL DAN STOIKIOMETRI HUKUM-HUKUM DASAR KIMIA 1. Asas Lavoiser atau kekekalan massa jumlah sebelum dan setelah reaksi kimia adalah tetap 2. Hukum Gas Ideal P V = nrt Dengan P adalah tekanan (atm),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Analisa Laju Korosi Stainless Steel AISI 304 Pengujian terhadap impeller dengan material baja tahan karat AISI 304 dengan media limbah pertambangan batu bara di BATAN Puspitek

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci