BAB 2 LANDASAN TEORI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 LANDASAN TEORI"

Transkripsi

1 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengendalian Kualitas Menurut Gasperz (1998, p1) pengendalian kualitas merupakan aktivitas teknik dan manajemen, tentang bagaimana mengukur karakteristik kualitas dari output (barang atau jasa) kemudian membandingkan hasil pengukuran tersebut dengan spesifikasi output yang diinginkan pelanggan, serta mengambil tindakan perbaikan yang tepat apabila ditemukan perbedaan antara performansi aktual dengan standar. Pada dasarnya performansi kualitas ditentukan dan diukur berdasarkan karakteristik kualitas yang terdiri dari beberapa sifat atau dimensi berikut: 1. Fisik : panjang, berat, diameter, tegangan, dan lain-lain. 2. Sensory (berkaitan dengan panca indera) : rasa, penampilan, warna, bentuk, model, dan lain-lain. 3. Orientasi waktu : keandalan, kemampuan pelayanan, kebutuhan pemeliharaan, waktu penyerahan produk dan lain-lain. 4. Orientasi biaya : berkaitan dengan dimensi biaya yang menggambarkan harga atau ongkos dari produk yang harus dibayar konsumen. Suatu pengukuran performansi kualitas dapat dilakukan pada tiga tingkatan, yaitu pada tingkat proses, tingkat output, dan tingkat outcome. Pengukuran pada tingkat proses, mengukur setiap langkah atau aktivitas dalam proses dan karakteristik input yang diserahkan oleh supplier yang mengendalikan karakteristik output.

2 2.2 Bahan Baku Bahan baku merupakan faktor utama di dalam perusahaan untuk menunjang kelancaran proses produksi, baik dalam perusahaan besar maupun perusahaan kecil. Dalam hal ini bahan baku adalah sebagai bagian dari aktiva yang meliputi bahan baku, ataupun barang setengah jadi yang akan mengalami suatu proses produksi. Agar kegiatan produksi dapat berjalan dengan baik, maka dibutuhkan sistem pengendalian bahan baku sebagai bagian yang sangat vital dalam perusahaan. Pada akhirnya sistem pengendalian bahan baku ini harus diselaraskan dengan semua unsur perusahaan tanpa terkecuali. Pentingnya pengendalian bahan baku dikarenakan dalam pelaksanaan kegiatan produksi barang membutuhkan bahan baku. Oleh karena itu di dalam dunia usaha masalah bahan baku merupakan masalah yang sangat penting ( 2007). 2.3 Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) Definisi Menurut Dorothea W. Ariani (2004, p199), rencana penerimaan sampel (Acceptance sampling plans) adalah prosedur yang digunakan dalam mengambil keputusan terhadap produk-produk yang datang atau yang sudah dihasilkan perusahaan. Sedangkan menurut Reksohadiprodjo, dkk (1986, p256) penerimaan sampel berarti menerima atau menolak semua produk berdasarkan banyaknya produk yang rusak dalam sampel. Pemeriksa akan diberitahu berapa yang perlu diperiksa dan berapa barang rusak yang diperbolehkan, bila sama dengan yang ditentukan atau lebih sedikit maka semua produk lolos, sedangkan bila jumlahnya lebih maka semua produk ditolak.

3 Ada tiga metode yang dapat digunakan, yaitu tidak mengadakan inspeksi terhadap produk tersebut, mengadakan inspeksi 100% terhadap produk tersebut, atau dengan penerimaan sampel. Penerimaan sampel bukan merupakan alat pengendali kualitas, namun merupakan alat untuk memeriksa apakah produk atau bahan baku yang datang ke perusahaan tersebut telah memenuhi spesifikasi. Penerimaan sampel digunakan sebagai bentuk dari inspeksi antara perusahaan dengan pemasok, antara pembuat produk dengan konsumen, atau antar divisi dalam perusahaan. Oleh karenanya penerimaan sampel tidak melakukan pengendalian atau perbaikan kualitas proses, melainkan hanya sebagai metode untuk menentukan disposisi terhadap produk yang datang (bahan baku) atau produk yang telah dihasilkan (barang jadi) (Mitra,1993) Jenis dan Klasifikasi Penerimaan Sampel Menurut Dorothea W. Ariani (2004, p201), dalam penerimaan sampel terdapat dua jenis pengujian yang dapat dilakukan, yaitu : 1. Sebelum pengiriman produk akhir ke pelanggan, yaitu pengujian oleh produsen yang disebut dengan the producer test the lot for outgoing quality 2. Setelah pengiriman produk akhir ke pelanggan, yaitu pengujian yang dilakukan oleh konsumen atau disebut dengan the customer test the lot for incoming quality Selanjutnya penerimaan sampel merupakan proses pembuatan keputusan yang berdasarkan pada unit-unit sampel dari sejumlah produk yang dihasilkan perusahaan atau yang dikirim oleh pemasok. Penerimaan sampel dapat dilakukan untuk data atribut dan variabel, untuk data atribut dilakukan apabila inspeksi mengklasifikasikan tingkat kesalahan atau cacat produk tersebut (Mitra, 1993). Dalam penerimaan sampel untuk data variabel, karakteristik kualitas ditunjukkan dalam setiap sampel. Oleh karenanya,

4 dilakukan pula perhitungan rata-rata sampel dan penyimpangan atau deviasi standar sampel tersebut. Apabila rata-rata berada diluar jangkauan penerimaan maka produk tersebut akan ditolak. Selain terbagi menjadi untuk data atribut dan variabel, penerimaan sampel juga mencakup pengambilan dan perbaikan dan pengambilan atau inspeksi tanda mengadakan pengembalian atau perbaikan. Klasifikasi lain dalam penerimaan sampel adalah pada peta teknik pengambilan sampelnya, yaitu sampel tunggal, sampel ganda, dan sampel banyak. Prosedur pengambilan sampel pasti merupakan sampel tunggal. Pengambilan sampel ganda berarti apabila sampel yang diambil tidak cukup memberikan informasi, maka diambil lagi sampel yang lain. Pada pengambilan sampel banyak, tambahan sampel dilakukan setelah sampel kedua. Menurut Mitra (1993), yang terbaik dalam prosedur pengambilan sampel adalah pengambilan sampel tunggal, lalu diikuti sampel ganda, baru kemudian yang terakhir sampel banyak. Setelah berbagai pengambilan sampel dipahami, yang perlu diperhatikan pula adalah syarat pengambilan pengambilan produk sebagai sampel, yaitu produk harus homogen. Homogen yang dimaksud adalah berasal dari mesin yang sama, menggunakan karyawan yang sama dalam proses, menggunakan input yang sama dan seterusnya. Selain itu semakin banyak produk yang diambil sebagai sampel akan semakin baik, walaupun biayanya akan semakin tinggi. Syarat terakhir adalah sampel yang diambil harus dilakukan secara acak, sehingga semua produk yang ada memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sampel. Selanjutnya setelah semua syarat terpenuhi maka prosedur yang dilakukan adalah dari sejumlah produk yang sama sejumlah N unit, diambil sampel secara acak sebanyak n unit. Apabila ditemukan kesalahan (d) sebanyak maksimun c unit, maka sampel ditolak, yang berarti seluruh produk homogen yang dihasilkan tersebut juga ditolak.

5 2.3.3 Prosedur Menurut Reksohadiprodjo, dkk (1986, p257) prosedur yang ditempuh dalam proses pengambilan sampel ialah : 1. Menentukan persentase tujuan (objective percent), misalkan 2% atau 0,02 kerusakan 2. Memilih empat angka lain, yaitu : 2.1 Tingkat kualitas yang dapat diterima (acceptable quality level, AQL), misalkan 1% atau 0,01 kerusakan; AQL ini selalu merupakan tingkat kualitas yang lebih baik daripada persentase tujuan; 2.2 Pada AQL diperhitungkan juga 5% resiko produsen, α, yang seperti diketahui artinya adalah keseluruhan barang yang mengandung kerusakan sama atau lebih kecil daripada AQL dapat diterima 95% dan ditolak 5% dari kesempatan pemeriksaan yang diadakan; 2.3 Persentase kerusakan keseluruhan barang yang dapat ditenggang (Lot Tolerance Percent Defective, LTPD) misalkan 3% atau 0,03; konsumen menginginkan agar rencana pemeriksaan dapat mengetahui dan menolak keseluruhan barang bila kerusakan 3% 2.4 Resiko konsumen, β, biasanya ditetapkan sebesar 10% yang berarti bahwa keseluruhan barang dengan kerusakan sebesar 3% ditolak 90% dari kesempatan atau waktu; barang yang lebih buruk akan tak mendapatkan kesempatan lolos dari pemeriksaan. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengambil sampel adalah (BestSimpelSystem.com, 2008) :

6 a. Sampel mengandung satu atau lebih unit produk yang diambil dari suatu lot dan dipilih secara acak tanpa diketahui kualitasnya. Jumlah unit yang diambil disebut sebagai ukuran sampel. b. Apabila memungkinkan, jumlah unit sampel harus dipilih secara proporsi terhadap jumlah lot sesuai kriteria-kriteria rasional. c. Sampel dapat diambil setelah seluruh hasil produksi membentuk satu lot, atau bisa juga diambil selama proses produksi. Perencanaa sampel yang baik harus mempunyai karakteristik-karakteristik berikut (BestSimpelSystem.com, 2008). a. Indeks (AQL ataupun yang lainnya) yang dipilih harus mencerminkan kebutuhan konsumen dan produsen, dan bukan dipilih semata-mata demi kebutuhan statistik. b. Resiko sampling harus diketahui secara kuantitatif (kurva OC = Operating Characteristic). Produsen harus mempunyai perlindungan yang cukup dari penolakan produk bagus. Konsumen harus mempunyai perlindungan yang cukup dari penerimaan produk cacat. c. Rencana sampel harus meminimalkan seluruh biaya inspeksi produk. Ini memerlukan evaluasi yang mendalam tentang pemilihan jenis data (variabel atau atribut) dan jenis penerimaan sampel (tunggal, ganda atau banyak). Juga merefleksikan prioritas produk dan kegunaannya. d. Rencana penerimaan sampel harus mempertimbangkan data lain, misalnya process capability, data supplier, customer claim, dan lainnya. e. Rencana penerimaan harus fleksibel terhadap perubahan jumlah lot, kualitas produk dan factor lainnya.

7 f. Pengukuran atau pengecekan dapat memberikan informasi untuk estimasi kualitas lot lainnya dalam satu proses. g. Rencana penerimaan harus cukup mudah untuk dijelaskan dan didokumentasikan. Rencana penerimaan menunjukkan jumlah sampel yang akan diinspeksi dari suatu unit lot lengkap dengan kriteria untuk menentukan apakah lot tersebut diterima atau ditolak Keunggulan dan Kelemahan Keunggulan dan kelemahan dalam acceptance sampling menurut Besterfield (1998), antara lain : Keunggulannya 1. Lebih murah 2. Dapat meminimalkan kerusakan dan perpindahan tangan 3. Mengurangi kesalahan dalam inspeksi, dan 4. Dapat memotivasi pemasok bila ada penolakan bahan baku. Sementara kelemahannya antara lain : 1. Adanya rasio penerimaan produk cacat atau penolakan produk baik 2. Sedikitnya informasi mengenai produk 3. Membutuhkan perencanaan dan pendokumentasian prosedur pengambilan sampel, dan 4. Tidak adanya jaminan mengenai sejumlah produk tertentu yang akan memenuhi spesifikasi.

8 2.3.5 Kurva OC (Operating Characteristic) Definisi Di dalam penerimaan sampel digunakan kurva OC yang dapat membantu dalam menolak barang yang rusak dan menerima barang yang baik. Menurut Dorothea W. Ariani (2004, p205) kurva OC merupakan kurva probabilitas penerimaan terhadap produk yang dihasilkan. Menurut Render, dkk (2001, p131). kurva OC menjelaskan seberapa baik suatu rencana penerimaan membedakan antara lot yang baik dengan lot yang jelek. Suatu kurva itu menggambarkan rencana tertentu, yaitu kombinasi dari n (ukuran sampel) dan c (tingkat penerimaan). Kurva itu ditujukan untuk menunjukan kemungkinan rencana tersebut menerima lot dengan tingkat mutu yang beragam. Dalam penerimaaan sample, ada dua pihak yang terlibat, biasanya mencakup produsen dan konsumen. Dalam menspesifikasinya, setiap pihak ingin menghindari kesalahan keputusan menerima atau menolak lot, yang bisa menekan biaya. Produsen ingin menghindari kesalahan bahwa telah menolak lot yang baik (risiko produsen). Hal ini terjadi karena produsen biasanya bertanggung jawab mengganti produk yang rusak yang ada di lot dan ditolak atau mengeluarkan biaya mengirim lot baru bagi konsumen. Di pihak lain konsumen ingin menghindari kesalahan bahwa telah menerima produk yang jelek, karena produk rusak yang telah diterima dalam lot biasanya merupakan tanggung jawab konsumen (risiko konsumen). Kurva OC menunjukan bentuk rencana sampling tertentu, termasuk resiko pengambilan keputusan yang salah.

9 2.5.2 Titik pada Kurva OC AQL adalah Acceptance Quality Level yaitu presentase maksimum dari produk ketidaksesuaian per unit, yang dapat dianggap sebagai rata-rata proses. Penerimaan sampel atribut berdasarkan AQL adalah dengan mengambil sampel secara acak dari suatu lot dan setiap unit diklasifikasikan sebagai acceptable (OK) atau defective (NOK). Jumlah defective ini kemudian dibandingkan dengan suatu angka yang diizinkan dan dibuat keputusan apakah lot tersebut akan diterima atau ditolak. Biasanya AQL dapat dinyatakan dalam kontrak dengan supplier. Angka AQL untuk suatu produk tidak harus sama dengan angka AQL untuk produk lainnya meskipun dari supplier yang sama. Misalkan produk A lebih kritikal dari produk B, maka angka AQL untuk produk A lebih kecil dari produk B (BestSimpelSystem.com, 2008). Menurut Render, dkk (2001, p131) AQL adalah tingkat mutu terendah yang masih bisa diterima. Lot dapat diterima bila tingkat mutunya sebesar AQL ini. Bila AQL = 20 buah produk rusak dalam 1000 barang maka AQLnya adalah 20/1000 = 2% tingkat kerusakan. LTPD (Lot Tolerace Perfect Defective) atau sering disebut LQL (Limited Quality Level) adalah tingkat mutu lot yang dianggap jelek. Lot akan ditolak bila tingkat mutu sebesar LTPD. Bila tingkat disetujui adalah 70 produk rusak dari 1000 unit, maka LTPDnya adalah 70/1000 = 7% produk cacat. Untuk membuat rencana sampling, produsen dan konsumen harus mendefinisikan bukan hanya lot yang baik dan lot yang tidak baik melalui AQL dan LTPD, tetapi juga harus merinci tingkat resiko. Resiko produsen (α) adalah kemungkinan menolak lot yang baik. Hal ini adalah resiko mengambil sampel secara acak sehingga proporsi produk yang cacat lebih tinggi

10 daripada populasi seluruh seluruh unit. Lot dengan tingkat mutu AQL yang dapat diterima tetap mempunyai kemungkinan ditolak sebesar α. Rencana sampling seringkali dirancang untuk menetapkan resiko produsen pada tingkat α = 0,05 atau 5%. Resiko konsumen (β) adalah kemungkinan menerima lot yang jelek. Hal ini adalah resiko mengambil sampel acak yang menyebabkan kita melihat proporsi cacat yang lebih rendah dari keseluruhan unit populasi. Nilai umum dari resiko konsumen dalam rencana sampling adalah β = 0,10 atau 10%. Dalam statistik, kemungkinan menolak lot yang baik disebut kesalahan tipe I. kemungkinan menerima lot yang buruk disebut kesalahan tipe II. Kedua pasang α, AQL dan β, LQL dapat menentukan dua titik pada kurva OC, kedua titik ini telah menentukan keseluruhan kurva OC dan juga nilai yang dicari untuk n dan c. Dengan demikian kedua titik pada kurva menetapkan rencana pengambilan sampel tertentu Penggunaan Kurva OC Untuk menggambarkan kurva ini diperlukan rumus Pa = P (d c) dimana Pa adalah probabilitas penerimaan, c adalah cacat produk yang disyaratkan, dan d adalah jumlah cacat yang terjadi. Kurva ini dibuat dengan mencari hubungan antara probabilitas penerimaan (Pa) dengan bagian kesalahan dalam produk yang dihasilkan. (p). Pa = P (d c) Pa = c d= 0 p(d) = c d= 0 n! p d!(n d)! d (1 p) n d Untuk selanjutnya, perhitungan probabilitas penerimaan dapat digunakan Tabel Distribusi Poisson. Apabila tidak ditemukan nilai probabilitasnya karena keterbatasan nilai np, maka dapat digunakan cara interpolasi. Kurva OC yang seringkali ditemui

11 menyerupai kurva S. Berikut ini adalah contoh kurva OC yang dapat dilihat pada tabel 2.1 dan gambar 2.1. Diketahui N= 2000, n = 50, c = 2 Tabel 2.1 Contoh Perhitungan Kurva OC Proporsi d Kesalahan np Pa 0,01 0,5 0,605 0,306 0,076 0,986 0,02 1 0,364 0,372 0,186 0,922 0,03 1,5 0,218 0,337 0,256 0,811 0,04 2 0,130 0,271 0,276 0,677 0,05 2,5 0,077 0,202 0,261 0,541 0,06 3 0,045 0,145 0,226 0,416 0,07 3,5 0,027 0,100 0,184 0,311 0,08 4 0,015 0,067 0,143 0,226 0,09 4,5 0,009 0,044 0,107 0,161 0,1 5 0,005 0,029 0,078 0,112 0,11 5,5 0,003 0,018 0,055 0,076 0,12 6 0,002 0,011 0,038 0,051 0,13 6,5 0,001 0,007 0,026 0,034 0,14 7 0,001 0,004 0,017 0,022 0,15 7,5 0,000 0,003 0,011 0,014 Sumber : Ariani (2004) Maka kurva OC pada kasus diatas dapat digambarkan seperti pada gambar 2.1 Sumber : Ariani (2004) Gambar 2.1 Contoh Kurva OC

12 Dari kurva OC tersebut ada dua hal yang dapat dilihat, yaitu AQL yang merupakan kualitas konsumen terburuk yang akan diterima sebagai rata-rata proses dan LQL yang merupakan kualitas konsumen terburuk yang akan diterima pada unit tertentu yang lebih tinggi daripada AQL. LQL sering disebut dengan LTPD (Lot Tolerance Percent Defective) atau RQL (Rejectable Quality Level). Dalam kurva OC, apabila Pa = 1- α untuk unit produk maka proporsi kesalahan = p1 dan apabila Pa = β untuk unit produk maka proporsi kesalahan = p Kurva AOQ (Average Outgoing Quality) Menurut Dorothea W. Ariani (2004, p212) AOQ adalah tingkat kualitas rata-rata dari suatu departemen inspeksi. Di sini sampel yang diambil harus dikembalikan untuk mendapatkan perbaikan bila produk tersebut rusak atau cacat. AOQ mengukur rata-rata tingkat kualitas output dari suatu hasil produksi yang banyak dengan proporsi kerusakan sebesar p. Apabila N adalah banyaknya unit yang dihasilkan dan n sebagai unit sampel yang diinspeksi. Sementara p adalah bagian kesalahan atau ketidaksesuaian dan Pa merupakan probabilitas penerimaan produk tersebut, maka rumus yang digunakan adalah : AOQ = Pa p(n n) N Kurva ini memiliki titik puncak yang disebut dengan AOQL (Average Outgoing Quality Limit). AOQL tersebut menunjukan kualitas rata-rata terburuk yang akan meninggalkan bagian pengujian atau inspeksi dengan asumsi dilakukan pengambilan untuk perbaikan tanpa mempedulikan kualitas produk yang datang. Pada titik itulah

13 mulai dilakukan perbaikan. AOQL jika mengukur kebaikan perencanaan sampel. Contoh pembuatan kurva AOQ dapat dilihat pada tabel 2.2 dan gambar 2.2. Tabel 2.2 Contoh Perhitungan Kurva AOQ Proporsi Kesalahan Pa AOQ 0,01 0,986 0,0096 0,02 0,922 0,0180 0,03 0,811 0,0237 0,04 0,677 0,0264 0,05 0,541 0,0264 0,06 0,416 0,0243 0,07 0,311 0,0212 0,08 0,226 0,0176 0,09 0,161 0,0141 0,1 0,112 0,0109 0,11 0,076 0,0082 0,12 0,051 0,0060 0,13 0,034 0,0043 0,14 0,022 0,0030 0,15 0,014 0,0020 Sumber : Ariani (2004) Sumber : Ariani (2004) Gambar 2.2 Contoh Kurva AOQ

14 2.4 Evaluasi Kinerja Supplier Definisi Kinerja supplier perlu dimonitori secara kontinyu. Penilaian kinerja ini penting sebagai bahan evaluasi yang nantinya bisa digunakan untuk meningkatkan kinerja supplier atau sebagai bahan pertimbangan perlu tidaknya mencari suppplier alternatif. Pada situasi dimana perusahaan memiliki lebih dari satu supplier untuk suatu sistem tertentu, hasil evaluasi juga bisa dijadikan dasar dalam mengalokasi pesanan dimasa depan. Tentunya beralasan bahwa supplier yang lebih bagus akan mendapat pesanan lebih banyak. Dengan sistem tersebut supplier akan terpacu untuk meningkatkan kinerja mereka. Kriteria yang digunakan untuk memilih supplier bisa digunakan untuk menilai kinerja supplier hanya saja perlu dibedakan. Penilaian kinerja supplier lebih pada hal-hal seperti kualitas, ketepatan waktu, fleksibilitas, dan harga yang ditawarkan selama satu periode tertentu Kriteria Menurut I Nyoman Pujawan (2005, p146), memilih atau mengevaluasi supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut akan memasok item yang kritis atau akan digunakan dalam jangka panjang sebagai supplier penting. Kriteria pemilihan adalah salah satu hal penting dalam pemilihan supplier. Kriteria yang digunakan tentunya harus mencerminkan strategi supply chain maupun karakteristik dari item yang akan dipasok. Secara umum banyak perusahaan yang menggunakan kriteriakriteria dasar seperti kualitas barang yang ditawarkan, harga, dan ketepatan waktu pengiriman. Namun terkadang pemilihan supplier membutuhkan berbagai kriteria lain

15 yang dianggap penting oleh perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Dickson selama hampir 40 tahun yang lalu menunjukan bahwa kriteria pemilihan supplier bisa sangat beragam. Tabel 2.3 menunjukan 22 kriteria yang diidentifikasikan oleh Dickson. Angka pada kolom kedua menunjukan tingkat kepentingan dari masing-masing kriteria berdasarkan kumpulan jawaban dari survey yang direspon 170 manajer pembelian di Amerika Serikat. Namun tentu saja setiap perusahaan harus menentukan sendiri kriteria yang digunakan dalam memilih supplier. berikut ini adalah kriteria yang digunakan untuk proses memilih atau evaluasi kinerja supplier-supplier mereka : Banyaknya technical supports yang akan diberikan Banyaknya ide-ide inovatif Kemampuan supplier untuk berkomunikasi secara efektif untuk isu-isu penting Fleksibilitas yang ditunjukan oleh supplier Cycle time dan kecepatan respon Kemiripan tujuan dengan supplier Tingkat kepercayaan yang ada antara perusahaan dengan supplier Kekuatan hubungan pada berbagai dimensi Syarat-syarat finansial Pengalaman masa lampau bersama supplier Tabel 2.3 Kriteria Pemilihan atau Evaluasi Supplier Kriteria Skor Kualitas 3.5 Delivery 3.4 Performance history 3.0 Warranties and claim policies 2.8 Price 2.8 Technical capability 2.8 Financial position 2.5

16 2.4.3 Prosedur Tabel 2.3 Kriteria Pemilihan atau Evaluasi Supplier (lanjutan) Kriteria Skor Procedural compliance 2.5 Communication system 2.5 Reputation and position in industry 2.4 Desire of business 2.4 Management and organization 2.3 Operating controls 2.2 Repair service 2.2 Attitude 2.1 Impression 2.1 Packaging ability 2.0 Labor relation records 2.0 Geographical location 1.9 Amount of past business 1.6 Training aids 1.5 Reciprocal arrangements 0.6 Sumber : Dickson (1966) Setelah kriteria ditetapkan dan beberapa kandidat supplier diperoleh maka perusahaan harus melakukan pemilihan atau evaluasi. Dalam proses evaluasi perusahaan mungkin harus melakukan perangkingan untuk menentukan mana supplier dengan urutan tertinggi yang akan dijadikan supplier utama dan mana yang dijadikan supplier cadangan. Salah satu metode yang cukup lumrah digunakan dalam merangking alternatif berdasarkan beberapa kriteria yang ada adalah metode Analytical Hierarchy Process (AHP). Bagian ini menjelaskan bagaimana aplikasi untuk merangking supplier, prosesnya diringkas sebagai berikut : Langkah 1 Manajer mengidentifikasi semua supplier potensial yang menjual item yang dibeli perusahaan.

17 Langkah 2 Tentukan kriteria-kriteria evaluasi dengan membuat daftar berisi atribut-atribut untuk dievaluasi pada tiap supplier. Langkah 3 Manajemen memutuskan pentingnya tiap atribut bagi perusahaan dengan menentukan bobot masing-masing kriteria. Proses pemberian bobot untuk masing-masing kriteria dan sub kriteria akan dilakukan oleh manajer fungsional (produksi, pengadaan, teknik, pemasaran, dan keuangan). Bobot bisa diberikan secara terpisah kemudian digabungkan, atau diberikan secara bersama-sama melalui proses konsensus. Pada model AHP, pemberian bobot dilakukan dengan perbandingan berpasangan. Langkah-langkah untuk memperoleh bobot, yaitu dengan melengkapi matriks dibawah diagonal dengan kebalikan yang diatasnya, mencari jumlah tiap kolom, membagi nilai-nilai tersebut dengan jumlah kolom, dan merata-ratakan ke samping. Langkah 4 Tahap selanjutnya adalah mengevaluasi supplier dari setiap aspek diatas. Pada dasarnya penilaian dilakukan pada tingkat sub kriteria. Nilai tiap kriteria akan diperoleh dengan melakukan agregasi nilai berbobot dari masing-masing sub kriteria yang bersangkutan. Disini merupakan tahap membandingkan baik tidaknya supplier pada suatu aspek kriteria dengan menggunakan langkah yang sama persis dengan langkah mendapatkan bobot diatas. Langkah 5 Langkah terakhir adalah membuat ukuran gabungan tertimbang tiap atribut. Caranya dengan mengalikan skor supplier untuk sebuah atribut dengan

18 kepentingan atribut. Penambahan dari gabungan angka untuk tiap supplier menunjukan skor keseluruhan yang dapat dibandingkan dengan supplier lainnya. Semakin tinggi gabungan angka, maka semakin dekat pula pertemuan supplier dengan kebutuhan dan spesifikasi perusahaan. 2.5 AHP (Analytical Hierarchy Process) Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah salah satu bentuk metode pengambilan keputusan yang pada dasarnya berusaha menutupi semua kekurangan dari metode sebelumnya. Metode ini memiliki kemampuan memecahkan masalah yang multi-objektif dan multi-kriteria yang berdasar pada perbandingan referensi dari setiap elemen dalam hirarki. Jadi, model ini merupakan suatu model pengambilan keputusan yang komprehensif ( Menurut Marshall dan Oliver (1993, p278) AHP adalah sebuah metode yang dikembangkan untuk merangkingkan beberapa alternatif keputusan secara matematis. Tujuan utamanya adalah untuk menentukan bobot dari masing-masing atribut melalui perbandingan berpasangan, serta menetukan bobot dari setiap alternatif keputusan terhadap masing-masing atribut dengan menggunakan berbandingan berpasangan. Sedangkan menurut Taylor III (2005, p17) proses analisis bertingkat (analytical hierarchy process - AHP) yang dikembangkan oleh Thomas Saaty merupakan metode untuk membuat urutan alternatif keputusan dan memilih yang terbaik pada saat pengambilan keputusan memiliki beberapa tujuan, atau kriteria, untuk mengambil keputusan tertentu.

19 AHP merupakan proses untuk menghitung nilai angka untuk merangking tiap alternatif keputusan berdasarkan sejauh mana alternatif tersebut memenuhi kriteria pembuat keputusan Langkah dan Prosedur Berikut adalah ringkasan dari tahap matematis yang digunakan untuk membuat rekomendasi keputusan berdasarkan AHP (Taylor III, 2005, p19) : 1. Mengembangkan matriks perbandingan pasangan untuk tiap alternatif keputusan berdasarkan tiap kriteria. Pada AHP pengambilan keputusan menentukan nilai atau skor tiap alternatif untuk satu kriteria menggunakan perbandingan pasangan. Pada perbandingan pasangan pembuat keputusan membandingkan dua alternatif berdasarkan suatu kriteria tertentu dan mengindikasikan suatu preferensi. Perbandingan ini dilakukan dengan menggunakan skala preferensi yang memberikan angka numerik untuk tiap tingkat preferensi. Standar skala preferensi yang digunakan AHP diperlihatkan pada tabel 2.4 Tabel 2.4 Skala Preferensi untuk Perbandingan Pasangan Tingkat Preferensi Nilai Skala Kriteria A Kriteria B B/A A sama pentingnya dengan B A sedikit lebih penting dari B 3 1 1/3 A secara signifikan lebih penting dari B 5 1 1/5 A jauh lebih penting dari B 7 1 1/7 A secara absolute lebih penting dari B 9 1 1/9 Sumber : Pujawan (2005)

20 Matriks perbandingan pasangan memiliki jumlah baris dan kolom yang sesuai dengan alternatif keputusan. Tabel 2.5 Perbandingan Berpasangan Alternatif untuk Suatu Kriteria Alternatif A 1 A 2 A 3.. A n A 1 a 11 a 12 a 13.. a 1n A 2 a 21 a 22 a 23.. a 2n A 3 a 31 a 32 a 33.. a 3n A n a n1 a n2 a n3.. a nn Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis A n adalah alternatif yang akan dibandingkan dengan alternatif yang lain. a 12 adalah hasil perbandingan alternatif A 1 dengan alternatif A 2, berarti nilai a 21 merupakan kebalikan dari nilai a Mengembangkan preferensi dalam kriteria Langkah berikutnya dalam AHP adalah membuat prioritas alternatif keputusan dalam tiap kriteria. Tahap dalam AHP ini disebut sintesis, tahapan dalam menentukan skor preferensi adalah : a. Menjumlahkan nilai pada tiap kolom pada matriks perbandingan pasangan. Tabel 2.6 Menjumlahkan Nilai tiap Kolom Alternatif A 1 A 2 A 3.. A n A 1 a 11 a 12 a 13.. a 1n A 2 a 21 a 22 a 23.. a 2n A 3 a 31 a 32 a 33.. a 3n A n a n1 a n2 a n3.. a nn Total SA 1 SA 2 SA 3.. SA n Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis

21 b. Membagi nilai tiap kolom dalam matriks perbandingan pasangan dengan jumlah kolom yang bersangkutan yang disebut matriks normalisasi. Tabel 2.7 Normalisasi Perbandingan Berpasangan A 1 A 2 A 3.. A n A 1 a 11 /SA 1 a 12 /SA 2 a 13 /SA 3.. a 1n /SA n A 2 a 21 /SA 1 a 22 /SA 2 a 23 /SA 3.. a 2n /SA n A 3 a 31 /SA 1 a 32 /SA 2 a 33 /SA 3.. a 3n /SA n A n a n1 /SA 1 a n2 /SA 2 a n3 /SA 3.. a nn /SA n Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis c. Hitung nilai rata-rata tiap baris pada matriks normalisasi yang disebut vektor preferensi. Pada titik ini nilai pecahan dikonvesrsi terhadap matriksmenjadi nilai desimal, preferensi ini dapat ditulis sebagai suatu preferensi matriks dengan satu kolom yang disebut vektor. Tabel 2.8 Merata-ratakan setiap baris A 1 A 2 A 3.. A n Rata-rata A 1 a 11 /SA 1 a 12 /SA 2 a 13 /SA 3.. a 1n /SA n AV 1 A 2 a 21 /SA 1 a 22 /SA 2 a 23 /SA 3.. a 2n /SA n AV 2 A 3 a 31 /SA 1 a 32 /SA 2 a 33 /SA 3.. a 3n /SA n AV A n a n1 /SA 1 a n2 /SA 2 a n3 /SA 3.. a nn /SA n AV n Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis AV n merupakan rata-rata dari setiap baris n. d. Gabungkan vektor preferensi untuk tiap kriteria menjadi matriks preferensi yang memperlihatkan preferensi tiap lokasi berdasarkan tiap kriteria.

22 Tabel 2.9 Matriks Preferensi Kriteria Kriteria K 1 K 2 K 3.. K n A 1 AV 11 AV 12 AV 13.. AV 1n Alternatif A 2 AV 21 AV 22 AV 23.. AV 2n A 3 AV 31 AV 32 AV 33.. AV 3n A n AV n1 AV n2 AV n3.. AV nn Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis K n merupakan jenis-jenis kriteria, setiap kriteria memiliki nilai vektor yang berbeda dari hasil perbandingan pasangan yang berbeda pula. 3. Membuat matriks perbandingan pasangan untuk tiap kriteria. Tahap berikut pada AHP adalah menentukan tingkat kepentingan atau bobot dari kriteria, yaitu merangking kriteria dari yang paling penting hingga kurang penting. Hal ini dilakukan dengan cara serupa seperti merangking alternatif di setiap kriteria dengan menggunakan perbandingan berpasangan. Tabel 2.10 Perbandingan Berpasangan kriteria Kriteria K 1 K 2 K 3.. K n K 1 k 11 k 12 k 13.. k 1n K 2 k 21 k 22 k 23.. k 2n K 3 k 31 k 32 k 33.. k 3n K n kn 1 kn 2 kn 3.. k nn Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis 4. Menghitung matriks normalisasi dengan membagi tiap nilai pada masingmasing kolom matriks dengan jumlah kolom yang terkait. Langkah berikutnya sama seperti mengembangkan preferensi dalam kriteria atau yang disebut sintesis, perbedaannya hanya ada pada perbandingan berpasangan.

23 5. Membuat vektor preferensi dengan menghitung rata-rata baris pada matriks normalisasi. 6. Hitung skor keseluruhan untuk tiap alternatif keputusan dengan mengalihkan vektor preferensi kriteria (dari langkah lima) dengan matriks kriteria (dari langkah 2d) Skor keseluruhan untuk tiap lokasi ditentukan dengan mengalikan nilai pada vektor preferensi kriteria dengan matriks kriteria sebelumnya dan menjumlahkan hasilnya dengan rumus sebagai berikut. Tabel 2.11 Perhitungan Skor atau Pembobotan Kriteria Kriteria K 1 K 2 K 3.. K n A 1 AV 11 AV 12 AV 13.. AV 1n K 1 WK 1 Alternatif A 2 AV 21 AV 22 AV 23.. AV 2n X K 2 WK 2 A 3 AV 31 AV 32 AV 33.. AV 3n K 3 WK WK 4 A n AVK n1 AVK n2 AVK n3.. AVK nn K n WK 5 Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis Skor A 1 = WK 1 (AV 11 ) + WK 2 (AV 12 ) + WK 3 (AV 13 ) + WK n (AV 1n ) Skor A 2 = WK 1 (AV 21 ) + WK 2 (AV 22 ) + WK 3 (AV 23 ) + WK n (AV 2n ) Skor A 3 = WK 1 (AV 31 ) + WK 2 (AV 32 ) + WK 3 (AV 33 ) + WK n (AV 2n ) Skor A n = WK 1 (AV n1 ) + WK 2 (AV n2 ) + WK 3 (AV n3 ) + WK n (AV nn ) 7. Rangking alternatif keputusan berdasarkan nilai alternatif yang dihitung pada langkah 6.

24 2.5.3 Konsistensi AHP Menurut Taylor III (2005, p24) AHP dilakukan berdasarkan perbandingan berpasangan yang digunakan pengambilan keputusan untuk menetapkan preferensi antara alternatif keputusan untuk berbagai kriteria. Dalam hal ini validasi dan konsistensi pernyataan penting, preferensi yang dibuat untuk satu perbandingan pasangan harus konsisten dengan perbandingan pasangan yang lain. Inkonsistensi dapat terjadi apabila pengambil keputusan membuat pernyataan lisan mengenai berbagai perbandingan pasangan. Nilai suatu indeks konsistensi (consistency index - CI) dapat dihitung untuk mengukur tingkat inkonsistensi dalam perbandingan pasangan. Perhitungan indeks konsistensi (CI) dimulai dengan menghitung perbandingan berpasangan kriteria dikalikan dengan bobot kriterianya seperti pada tabel Tabel 2.12 Perkalian Matriks berpasangan dengan Bobot Kriteria Kriteria K 1 K 2 K 3.. K n kriteria K 1 k 11 k 12 k 13.. k 1n WK 1 K 2 k 21 k 22 k 23.. k 2n X WK 2 K 3 k 31 k 32 k 33.. k 3n WK K n kn 1 kn 2 kn 3.. k nn WK n Sumber : Taylor (2005) dan Rangkuman Penulis Hasil dari perkalian martiks dan bobot kriteria (U n ) adalah sebagai berikut. k 11 (WK 1 ) + k 12 (WK 2 ) + k 13 (WK 3 ) + k 1n (WK n ) = U 1 k 21 (WK 1 ) + k 22 (WK 2 ) + k 23 (WK 3 ) + k 2n (WK n ) = U 2 k 31 (WK 1 ) + k 32 (WK 2 ) + k 33 (WK 3 ) + k 1n (WK n ) = U 3 k n1 (WK 1 ) + k n2 (WK 2 ) + k n3 (WK 3 ) + k nn (WK n ) = U n

25 Berikutnya, masing-masing nilai U n ini dibagi dengan bobot terkait kemudian hasilnya dirata-rata, sebut saja hasil rata-ratanya V. U 1 / WK 1 + U 2 / WK 2 + U 3 / WK 3 + U n / WK n n indeks konsistensi, CI dihitung dengan rumus : λ n n 1 dimana n = jumlah item yang dibandingkan λ = nilai rata-rata yang dihitung sebelumnya Jika CI = 0, maka pengambilan keputusan dikatakan sangat konsisten. Namun umumnya perusahaan tidak sepenuhnya konsisten, maka tingkat konsistensi ynag dapat diterima ditentukan dengan membandingkan CI terhadap indeks acak (random index - RI), yang merupakan indeks konsistensi dari matriks perbandingan yang dibuat secara acak. Nilai RI seperti pada tabel Tergantung dari jumlah item (n), yang dibandingkan. Tabel 2.13 Nilai RI untuk Perbandingan n Item n RI 0 0,58 0,90 1,12 1,24 1,32 1,41 1,45 1,49 1,51 Sumber : Taylor III (2005) Tingkat konsistensi atas perbandingan pasangan pada matriks kriteria keputusan ditentukan dengan menghitung rasio CI terhadap RI. Secara umum, tingkat konistensi dikatakan memuaskan jika CI/RI < 0,10, jika CI/RI > 0,10, maka kemungkinan terdapat inkonsistensi yang serius dan hasil AHP mungkin tidak berarti.

26 2.5.4 Penilaian Perbandingan Multipartisipan Dalam menentukan keputusan penilaian melibatkan banyak responden yang memberikan pendapat yang berbeda-beda. Namun perhitungan AHP hanya membutuhkan satu matriks perbandingan berpasangan. Maka untuk menyatukan semua pendapat responden digunakan metode perataan geomertis (Geometric Average). Dengan rumus a ij = n k 1 k 2... k n Dimana, a ij = nilai skala pada baris i kolom j k n = nilai perbandingan n = jumlah responden rumus tersebut menyatakan bahwa bila terdapat n responden melakukan perbandingan berpasangan, maka untuk mendapat suatu nilai tertentu, masing-masing nilai harus dikalikan satu sama lain sesuai kolom dan baris yang sama, kemudian hasil hasil perkalian tersebut dipangkatlan dengan 1/n. 2.6 Portofolio Supplier Relationship Menurut I Nyoman Pujawan (2004, p157), salah satu yang menjadi tugas penting bagian pengadaan adalah menciptakan hubungan yang proporsional dengan supplier. Hubungan yang proporsional adalah hubungan yang secara tepat mencerminkan kepentingan tiap-tiap supplier. Untuk menciptakan model hubungan tersebut, perusahaan perlu membuat klasifikasi supplier berdasarkan berbagai kriteria yang relevan. Berikut ini diperkenalkan suatu portfolio yang bisa digunakan sebagai patokan umum dalam melakukan diferensiasi hubungan dengan supplier yang memiliki tingkat kepentingan yang berbeda-beda bagi perusahaan. Ada dua faktor yang bisa digunakan

27 dalam merancangan hubungan dengan supplier. Yang pertama adalah tingkat kepentingan strategis item yang dibeli oleh perusahaan karena semakin strategis posisi suatu item dalam perusahaan, maka semakin diperlukan hubungan yang dekat dan berorientasi jangka panjang dengan supplier tersebut. Strategis tidaknya suatu item dipengaruhi oleh beberapa hal sebagai berikut : 1. Kontribusi item terhadap kegiatan atau kompetensi inti perusahaan 2. Nilai pembelian 3. Image atau brand name dari supplier 4. Resiko ketidaktersediaan item yang bersangkutan Faktor yang kedua adalah tingkat kesulitan mengelola pembellian item tersebut. Semakin tinggi tingkat kesulitannya, semakin banyak diperlukan inventaris dari manajemen. Secara umum tingkat kesulitan mengelola pembelian suatu item ditentukan oleh beberapa hal seperti : 1. Kompleksitas dan keunikan item 2. Kemampuan supplier dalam memenuhi permintaan 3. Ketidakpastian (ketersediaan, kualitas, harga, waktu pengiriman)

28 Tinggi Tingkat Kesulitan Rendah Bottleneck suppliers Sulit mencari substitusi Pasar monopoli Supplier baru sulit masuk Non-critical suppliers Ketersediaan cukup Item-item cukup standar Substitusi dimungkinkan Nilainya relatif rendah Critical strategic suppliers Penting atau strategis substitusi sulit Leverage suppliers Ketersediaan cukup Substitusi dimungkinkan Nilainya relatif tinggi Rendah Tingkat Kepentingan Sumber : Pujawan (2004) Gambar 2.3 Commodity Portfolio Matrix Tinggi Dengan menggunakan dua faktor tersebut, kita bisa mendapatkan empat klasifikasi supplier seperti terlihat pada gambar 2.3. Supplier yang diklasifikasikan sebagai non-critical suppliers memiliki tingkat kepentingan dan kesulitan rendah serta relatif mudah untuk ditangani. Sebaliknya critical strategic suppliers adalah mereka yang memasok barang atau jasa dengan nilai yang besar dan barang atau jasa tersebut kritis bagi perusahaan dengan tingkat kesulitan dan kepentingan yang tinggi. Pada bagian kiri atas adalah bottleneck suppliers dimana mereka merupakan supplier dengan tingkat kesulitan yang tinggi dan tingkat kepentingan yang rendah. Sedangkan klasifikasi terakhir yaitu leverage suppliers merupakan kebalikan dari bottleneck suppliers dimana supplier-supplier tersebut memasok item dengan tingkat kepentingan yang tinggi bagi perusahaan namun relatif mudah diperoleh karena spesifikasinya yang standar dan memiliki banyak supplier yang dapat memasoknya.

29 2.6.1 Non-Critical Suppliers Supplier jenis ini merupakan supplier yang memiliki tingkat kepentingan rendah dan relatif mudah untuk ditangani. Barang-barang yang relatif standar, ketersedaiaannya cukup, mudah dicari substitusinya, dan nilainya relatif rendah merupakan ciri-ciri dari supplier ini. Perlakuan atau model hubungan untuk supplier yang termasuk non-critical suppliers, fokus manajemen hendaknya pada penyederhanaan proses pembelian dengan member otoritas bagi tingkat manajemen yang lebih rendah untuk mengambil keputusan pembelian dan mengurangi proses-proses yang memakan waktu dan biaya. Karena itemitem yang dipasok biasanya relatif standard dan tidak bernilai strategis, kriteria utama dalam keputusan pembelian adalah harga per unit Critical Strategic Suppliers Kebalikan dari non-critical suppliers, critical strategic suppliers adalah mereka yang memasok barang atau jasa dengan nilai yang besar dan barang atau jasa tersebut kritis bagi perusahaan. Perlakuan atau model hubungan terhadap masing-masing supplier tentunya berdeda. Mudah dipahami bahwa model hubungan yang bersifat kemitraan dengan orientasi jangka panjang tidak akan cocok untuk semua jenis supplier. Hubungan yang bersifat jangka panjang membutuhkan investasi bersama dari pihak perusahaan maupun supplier. Hal ini hanya rasional dilakukan untuk critical strategic suppliers karena investasi pada kelompok ini perlu dilakukan agar supplier dapat memasok barang dan jasa dengan kualitas yang lebih baikdan pengiriman yang lebih tepat waktu.

30 2.6.3 Bottleneck Suppliers Bottleneck suppliers merupakan pemasok item-item yang sebenarnya tidak terlalu penting bagi perusahaan dan nilai transaksinya juga relatif rendah, namun barang atau jasa tersebut tidak mudah diperoleh. Ini mungkin disebabkan karena supplier barang atau jasa tersebut relatif sedikit sedangkan yang membutuhkan banyak. Perlakuan model hubungan yang dilakukan perusahaan pada kelompok ini adalah dengan menaruh perhatian yang signifikan, karena ketidak tersediaan item-otem yang dipasok akan menjadi penghambat. Biasanya ketidaktersediaan yang rendah diakibatkan tidak banyak supplieryang mau memasok item tersebut. Alasanya bisa karena secara alamiah barang tersebut tidak mudah diperoleh atau karena tidak banyak nilai ekonomisnya bagi supplier sehingga tidak banyak yang berminat untuk memproduksi atau memasoknya. Terhadap supplier-supplier seperti ini perusahaan bisa meningkatkan standarisasi atau penyederhaan spesifikasi barang atau jasa sehingga dapat lebih mudah diperoleh Leverage Suppliers Klasifikasi terakhir ini merupakan kebalikan dari bottleneck suppliers. Yang termasuk ke dalam leverage adalah supplier yang relatif mudah untuk dikelola karena banyak pemasok yang berkompeten, item-item yang dipasok bisa disubstitusi dan ketersediaannya cukup. Oleh karena itu biasanya perusahaan memiliki posisi tawar yang bagus. Fokus manajemen seharusnya adalah mempertahankan posisi tawar tersebut. Pada kasus tertentu mungkin perusahaan dapat mengubah model hubungan kemitraan jangka panjang, namun hal itu hanya perlu dilakukan bila ada potensi perbaikan yang cukup signifikan.

31 Masing-masing klasifikasi supplier diatas memiliki perlakuan atau model hubungan yang berbeda. Pada gambar 2.4 terdapat ringkasan fokus manajemen dari setiap kategori tersebut yang dibuat dalam bentuk matriks. Tinggi Tingkat Kesulitan Bottleneck supplier Penyederhanaan atau standarisasi item Non-critical supplier Simplifikasi proses, fokus ke harga per unit Critical strategic supplier Strategi partnership, fokus keunggulan strategis Leverage supplier Pelihara kekuatan tawar menawar terhadap supplier Rendah Rendah Tingkat Kepentingan Tinggi Sumber : Pujawan (2004) Gambar 2.4 Fokus Manajemen untuk Setiap Kelompok

ACCEPTANCE SAMPLING PLANS MUHAMMAD YUSUF IWAN NOEGROHO GALIH DWI AGUNG P BRIAN REYVENDRA P AHMAD AUDREY T. JUIOCAISAR W SYAFIQAR NABIL M.

ACCEPTANCE SAMPLING PLANS MUHAMMAD YUSUF IWAN NOEGROHO GALIH DWI AGUNG P BRIAN REYVENDRA P AHMAD AUDREY T. JUIOCAISAR W SYAFIQAR NABIL M. ACCEPTANCE SAMPLING PLANS MUHAMMAD YUSUF IWAN NOEGROHO GALIH DWI AGUNG P BRIAN REYVENDRA P AHMAD AUDREY T. JUIOCAISAR W SYAFIQAR NABIL M. ILHAMDKA 125060707111002 125060707111004 125060707111009 125060707111022

Lebih terperinci

Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) untuk Data Atribut

Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) untuk Data Atribut Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) untuk Data Atribut 13 Pengendalian Kualitas Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e- Mail : debrina@ub.ac.id Blog : hdp://debrina.lecture.ub.ac.id/

Lebih terperinci

RENCANA PENERIMAAN SAMPEL (ACCEPTANCE SAMPLING)

RENCANA PENERIMAAN SAMPEL (ACCEPTANCE SAMPLING) 1 KOMPETENSI Mampu menerapkan rencana penerimaan sampel, baik satu tingkat atau beberapa tingkat, untuk data atribut dan data variabel dengan menggunakan beberapa metode guna menentukan keputusan dalam

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1 PANDUAN PENGISIAN KUESIONER MATRIKS PERBANDINGAN

LAMPIRAN 1 PANDUAN PENGISIAN KUESIONER MATRIKS PERBANDINGAN LAMPIRAN 1 PANDUAN PENGISIAN KUESIONER MATRIKS PERBANDINGAN Panduan Untuk Pengisian Harga: 1. Jika Harga Supplier Lebih Murah 0 % s.d. 1.5 % maka nilai = 1 2. Jika Harga Supplier Lebih Murah >1.5 % s.d.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pujawan (2010) menyatakan bahwa Supply Chain Management tidak hanya berorientasi pada urusan internal sebuah perusahaan, melainkan juga urusan eksternal yang menyangkut hubungan

Lebih terperinci

Rabu, 8 Desember 2010

Rabu, 8 Desember 2010 Perencanaan Sampling Penerimaan dengan Atribut Bagian - 1 ekop2003@yahoo.com Rabu, 8 Desember 2010 Review Apa tujuan dilakukannya analisis kemampuan proses? Apa artinya jika indek kemampuan proses ( C

Lebih terperinci

SAMPLING PENERIMAAN ( ACCEPTANCE SAMPLING )

SAMPLING PENERIMAAN ( ACCEPTANCE SAMPLING ) SAMPLING PENERIMAAN ( ACCEPTANCE SAMPLING ) PENDAHULUAN Pengertian dari Sampling Penerimaan : keputusan untuk menerima atau menolak suatu lot atau populasi berdasarkan hasil dari pemeriksaan sebagian lot

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU DENGAN MENGGUNAKAN METODA ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) (STUDI KASUS DI PT. EWINDO BANDUNG) Hendang Setyo Rukmi Hari Adianto Dhevi Avianti Teknik Industri Institut Teknologi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Vendor Dalam arti harfiahnya, vendor adalah penjual. Namun vendor memiliki artian yang lebih spesifik yakni pihak ketiga dalam supply chain istilah dalam industri yang menghubungkan

Lebih terperinci

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 9: MANAJEMEN PENGADAAN (PURCHASING MANAGEMENT)

MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 9: MANAJEMEN PENGADAAN (PURCHASING MANAGEMENT) MANAJEMEN LOGISTIK & SUPPLY CHAIN MANAGEMENT KULIAH 9: MANAJEMEN PENGADAAN (PURCHASING MANAGEMENT) By: Rini Halila Nasution, ST, MT PENDAHULUAN Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan input,

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati 1 Pengendalian Kualitas Statistik Lely Riawati 2 SQC DAN SPC SPC dan SQC bagian penting dari TQM (Total Quality Management) Ada beberapa pendapat : SPC merupakan bagian dari SQC Mayelett (1994) cakupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam

BAB III METODOLOGI. benar atau salah. Metode penelitian adalah teknik-teknik spesifik dalam BAB III METODOLOGI Metodologi merupakan kumpulan prosedur atau metode yang digunakan untuk melakukan suatu penelitian. Menurut Mulyana (2001, p114), Metodologi diukur berdasarkan kemanfaatannya dan tidak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pemilihan Supplier Menurut Pujawan dan Erawan (2010) memilih supplier merupakan kegiatan strategis terutama apabila supplier tersebut memasok item yang kritis atau akan digunakan

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Analisis Keputusan TIP FTP UB Pokok Bahasan Proses Analisis Bertingkat 2 Pendahuluan AHP merupakan sebuah metode untuk membuat urutan alternatif keputusan dan memilih

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Standard Operating Procedure (SOP) 2.1.1 Pengertian SOP Setiap organisasi perusahaan memiliki pola dan mekanisme tersendiri dalam menjalankan kegiatannya, pola dan mekanisme itu

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN

BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN BAB IV METODOLOGI PENGAMBILAN KEPUTUSAN 4.1. Objek Pengambilan Keputusan Dalam bidang manajemen operasi, fleksibilitas manufaktur telah ditetapkan sebagai sebuah prioritas daya saing utama dalam sistem

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. SEMPEL TUNGGAL MAUPUN GANDA. NAMUN APABILA MASIH TERDAPAT KERAGUAN DAN HARUS

BAB II LANDASAN TEORI. SEMPEL TUNGGAL MAUPUN GANDA. NAMUN APABILA MASIH TERDAPAT KERAGUAN DAN HARUS BAB II LANDASAN TEORI. SEMPEL TUNGGAL MAUPUN GANDA. NAMUN APABILA MASIH TERDAPAT KERAGUAN DAN HARUS BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah ANSI/ASQC Rencana penerimaan sample secara manual dapat dilakukan

Lebih terperinci

Pengendalian Proses. Waktu

Pengendalian Proses. Waktu Pengendalian Kualitas TKI-306 DEFINISI adalah Pernyataan tentang ukuran sampel yang akan digunakan dan kriteria penerimaan/penolakan sampel untuk memvonis suatu lot Aplikasi tipikal sampling penerimaan

Lebih terperinci

Praktikum Total Quality Management

Praktikum Total Quality Management Moul ke: 09 Dr. Fakultas Praktikum Total Quality Management Aries Susanty, ST. MT Program Stui Acceptance Sampling Abstract Memberikan pemahaman tentang rencana penerimaan sampel, baik satu tingkat atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manajemen rantai pasok adalah metode, alat, atau pendekatan pengelolaan yang terintegrasi dari rantai pasok (Pujawan, 2005). Rantai Pasok adalah suatu kegiatan menghubungkan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 36 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian Menurut Sugiyono (2013: 5) jenis-jenis penelitian dapat dikelompokkan menurut bidang, tujuan, metode, tingkat eksplanasi (level explanation) dan waktu.

Lebih terperinci

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP)

BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK. Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) BAB III TEORI HIERARKI ANALITIK 3.1 Pengertian Proses Hierarki Analitik Proses Hierarki Analitik (PHA) atau Analytical Hierarchy Process (AHP) pertama kali dikembangkan oleh Thomas Lorie Saaty dari Wharton

Lebih terperinci

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENENTUAN SAMPEL PRODUK LINK BELT MENGGUNAKAN METODE ACCEPTANCE SAMPLING MIL-STD-105E

Seminar Nasional IENACO ISSN: PENENTUAN SAMPEL PRODUK LINK BELT MENGGUNAKAN METODE ACCEPTANCE SAMPLING MIL-STD-105E PENENTUAN SAMPEL PRODUK LINK BELT MENGGUNAKAN METODE ACCEPTANCE SAMPLING MIL-STD-105E Siti Nandiroh 1, Ganang Adi Sulistyawan 2 1 Pusat Studi Logistik dan Optimisasi Industri (PUSLOGIN), Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pemasok merupakan salah satu mitra bisnis yang memegang peranan sangat penting dalam menjamin ketersediaan barang pasokan yang dibutuhkan oleh perusahaan.

Lebih terperinci

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP

ANALISIS DATA Metode Pembobotan AHP ANALISIS DATA Data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan konsumen dan pakar serta tinjauan langsung ke lapangan, dianalisa menggunakan metode yang berbeda-beda sesuai kebutuhan dan kepentingannya.

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Saat ini dunia perindustrian berkembang semakin pesat dan mengakibatkan persaingan antar perusahaan yang semakin ketat. Kondisi ini menuntut dihasilkannya produk atau jasa yang lebih baik, lebih

Lebih terperinci

Hasil Pembobotan Kriteria dengan AHP

Hasil Pembobotan Kriteria dengan AHP BAB V ANALISA Pada bab ini akan dijelaskan mengenai analisis hasil pembobotan kriteria dan sub-kriteria dengan metode Analitycal Hierarchy Process (AHP), analisis sensitivitas metode Grey Relational Analysis,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. sempel tunggal maupun ganda. Namun apabila masih terdapat keraguan dan harus

BAB II LANDASAN TEORI. sempel tunggal maupun ganda. Namun apabila masih terdapat keraguan dan harus BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Sejarah ANSI/ASQC Rencana penerimaan sample secara manual dapat dilakukan baik untuk sempel tunggal maupun ganda. Namun apabila masih terdapat keraguan dan harus dilakukan perencanaan

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Metode Pengambilan Sampel Dalam penelitian ini yang menjadi populasi penelitian adalah bahan baku yang digunakan oleh PT Singgang Jati. Jumlah populasi penelitian

Lebih terperinci

Manajemen Pengadaan. Dosen : Moch Mizanul Achlaq

Manajemen Pengadaan. Dosen : Moch Mizanul Achlaq Manajemen Pengadaan Dosen : Moch Mizanul Achlaq Pengadaan & Competitive Advantage Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan input, berupa barang maupun jasa, yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi

Lebih terperinci

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP)

ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Jurnal Ilmiah Teknik Industri, Vol. 10, No. 1, Juni 2011 ISSN 1412-6869 ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) Pendahuluan Ngatawi 1 dan Ira Setyaningsih 2 Abstrak:

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam buku Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (2009, p2) yang dibuat

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN. Dalam buku Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (2009, p2) yang dibuat BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alur /Kerangka Desain Penelitian Dalam buku Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D (2009, p2) yang dibuat oleh Sugiyono, dikutip bahwa: Metodologi penelitian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Metode Analytical Hierarchy Process 2.2.1 Definisi Analytical Hierarchy Process (AHP) Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah

Lebih terperinci

Sampling Plan System for Attribute Inspection. For use with ANSI / ASQC Z1.4

Sampling Plan System for Attribute Inspection. For use with ANSI / ASQC Z1.4 Sampling Plan System for Attribute Inspection For use with ANSI / ASQC Z1.4 March 2008 PENGANTAR Panduan ini disusun berdasarkan buku Sampling Procedure and Tables for Inspection by Attribute yang diterbitkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah UD. Gloria merupakan suatu usaha dagang yang menjual barang keperluan sehari-hari (kelontong) baik secara grosir maupun eceran. Usaha yang bertempat di Jalan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengadaan Secara tradisional bagian pengadaan atau pembelian dianggap bagian yang kurang strategis. Bagian ini hanya diasosiasikan dengan kegiatan-kegiatan administrasi seperti

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara

BAB III METODE PENELITIAN. Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Lokasi penelitian ini adalah Pamella Swalayan 1. Jl. Kusumanegara 135-141 Yogyakarta. 3.2 Penentuan Kriteria Identifikasi kriteria menurut Verma dan Pullman

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 87 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan data 4.1.1. Data kriteria evaluasi dan pemilihan supplier Dari hasil wawancara, brainstorming dengan pihak perusahaan dan studi pustaka ditetapkan beberapa

Lebih terperinci

PEMODELAN KUALITAS PROSES

PEMODELAN KUALITAS PROSES TOPIK 6 PEMODELAN KUALITAS PROSES LD/SEM II-03/04 1 1. KERANGKA DASAR Sampling Penerimaan Proses Produksi Pengendalian Proses MATERIAL PRODUK PRODUK BAIK SUPPLIER Manufacturing Manufacturing KONSUMEN PRODUK

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Analytic Hierarchy Process (AHP) Sumber kerumitan masalah keputusan bukan hanya dikarenakan faktor ketidakpasatian atau ketidaksempurnaan informasi saja. Namun masih terdapat penyebab

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa

BAB III METODE PENELITIAN. lokasi penelitian secara sengaja (purposive) yaitu dengan pertimbangan bahwa BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Tempat Penelitian Objek penelitian ini adalah strategi pengadaan bahan baku agroindustri ubi jalar di PT Galih Estetika Indonesia Kabupaten Kuningan, Jawa Barat.

Lebih terperinci

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI

PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI PENERAPAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) GUNA PEMILIHAN DESAIN PRODUK KURSI SANTAI Dwi Nurul Izzhati Fakultas Teknik, Universitas Dian Nuswantoro, Semarang 50131 E-mail : dwinurul@dosen.dinus.ac.id

Lebih terperinci

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR

5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5 KINERJA, SUMBER RISIKO, DAN NILAI TAMBAH RANTAI PASOK BUAH MANGGIS DI KABUPATEN BOGOR 5.1 Kinerja Rantai Pasok Kinerja rantai pasok merupakan ukuran kinerja secara keseluruhan rantai pasok tersebut (Chopra

Lebih terperinci

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK

APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK APLIKASI ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) PADA PEMILIHAN SOFTWARE MANAJEMEN PROYEK Siti Komsiyah Mathematics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Salah satu proporsi terbesar dalam suatu organisasi produksi adalah berasal dari pembelian, maka diperlukan Departemen Purchasing yang tepat dan efisien sehingga dapat menghasilkan

Lebih terperinci

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan yg unik. Pengembangan SPK Terdapat 3 (tiga) pendekatan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok,

BAB IV METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, 98 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di KUB Hurip Mandiri Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Lebih terperinci

Pengertian Metode AHP

Pengertian Metode AHP Pengertian Metode AHP Metode AHP dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika. Metode ini adalah sebuah kerangka untuk mengambil keputusan dengan efektif atas persoalan yang kompleks dengan

Lebih terperinci

Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ

Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ Penerapan Metode Multi Attribute Decision Making) MADM- (Weighted Product) WP dalam Pemilihan Supplier di PT. XYZ Suhartanto 1, Putiri Bhuana Katili 2, Hadi Setiawan 3 1,2,3 Jurusan Teknik Industri, Fakultas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENILITIAN

BAB III METODOLOGI PENILITIAN BAB III METODOLOGI PENILITIAN 3.1 Metode Penilitian Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian.

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)

PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Widya Teknika Vol.20 No.2; Oktober 2012 ISSN 1411 0660: 32-38 1) Staf Pengajar Jurusan Teknik Elektro Universitas Widyagama Malang 32 PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU KERTAS DENGAN MODEL QCDFR DAN ANALYTICAL

Lebih terperinci

Pengambilan Keputusan Multi Kriteria. Riset Operasi TIP FTP UB

Pengambilan Keputusan Multi Kriteria. Riset Operasi TIP FTP UB Pengambilan Keputusan Multi Kriteria Riset Operasi TIP FTP UB Pokok Bahasan Program Tujuan (Goal Programming) Interpretasi Grafik dari Program Tujuan Solusi Komputer untuk Masalah Program Tujuan Proses

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di

BAB IV METODE PENELITIAN. keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak di 135 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian merupakan studi kasus yang dilakukan pada suatu usaha kecil keripik pisang Kondang Jaya binaan koperasi BMT Al-Ikhlaas. yang terletak

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK PT. Sumber Mulia Lestari merupakan salah satu perusahaan garmen di Indonesia yang memproduksi sweater baik untuk dewasa maupun untuk anakanak.perusahaan ini memiliki beberapa supplier yang memiliki

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 25 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran merupakan miniatur keseluruhan dari proses penelitian. Kerangka pemikiran akan memberikan arah yang dapat dijadikan pedoman bagi para

Lebih terperinci

Pengadaan & Competitive Advantage

Pengadaan & Competitive Advantage Manajemen Pengadaan Pengadaan & Competitive Advantage Tugas dari manajemen pengadaan adalah menyediakan input, berupa barang maupun jasa, yang dibutuhkan dalam kegiatan produksi maupun kegiatan lain dalam

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Bahan baku merupakan sumber daya utama dalam kegiatan produksi selain sumber daya manusia sebagai tenaga kerja dan mesin sebagai sumber daya teknologi, dengan alasan diatas maka perlu dilakukan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele.

BAB II LANDASAN TEORI. pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manusia dan Pengambilan Keputusan Setiap detik, setiap saat, manusia selalu dihadapkan dengan masalah pengambilan keputusan baik yang maha penting maupun yang sepele. Bagaimanapun

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk menentukan prioritas pemasok terbaik untuk produkproduk yang paling laris dijual di Toko Besi Nusantara Semarang. Prioritas pemasok terbaik ditentukan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran

METODE PENELITIAN. San Diego Hills. Visi dan Misi. Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran 24 III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran San Diego Hills Visi dan Misi Identifikasi gambaran umum perusahaan dan pasar sasaran Bauran Pemasaran Perusahaan: 1. Produk 2. Harga 3. Lokasi 4. Promosi

Lebih terperinci

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP).

Pertemuan 5. Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pertemuan 5 Pemodelan Sistem Penunjang Keputusan (DSS) Dengan Analytic Hierarchical Proces (AHP). Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan Pendekatan SPK (II) Pengembangan SPK membutuhkan pendekatan

Lebih terperinci

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom Saintia Matematika ISSN: 2337-9197 Vol. 02, No. 03 (2014), pp. 213-224. PENENTUAN KOMODITAS UNGGULAN PERTANIAN DENGAN METODE ANALY TICAL HIERARCHY P ROCESS (AHP) Jefri Leo, Ester Nababan, Parapat Gultom

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang tujuannya untuk menyajikan

Lebih terperinci

Rabu, 8 Desember 2010

Rabu, 8 Desember 2010 Perencanaan Samling Penerimaan dengan Atribut Bagian - eko003@yahoo.com Rabu, 8 Desember 00 Isi Bagian. Masalah samling enerimaan. Alat untuk mengevaluasi rencana samling 3. Perencanaan samling tunggal

Lebih terperinci

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 3 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA

JURNAL REKAYASA DAN MANAJEMEN SISTEM INDUSTRI VOL. 3 NO. 3 TEKNIK INDUSTRI UNIVERSITAS BRAWIJAYA ANALISIS PEMILIHAN SUPPLIER METALLIC BOX MENGGUNAKAN FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS (AHP) (Studi Kasus: PT XYZ Malang) SUPPLIER SELECTION ANALYSIS OF METALLIC BOX USING FUZZY ANALYTIC HIERARCHY PROCESS

Lebih terperinci

Analytic Hierarchy Process

Analytic Hierarchy Process Analytic Hierarchy Process Entin Martiana INTRO Metode AHP dikembangkan oleh Saaty dan dipergunakan untuk menyelesaikan permasalahan yang komplek dimana data dan informasi statistik dari masalah yang dihadapi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI.

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL. HALAMAN JUDUL. HALAMAN PRASYARAT GELAR MAGISTER.. HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS HALAMAN PENETAPAN PANITIA PENGUJI TESIS ABSTRAKSI. DAFTAR ISI. DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL.

Lebih terperinci

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 6 No. 2 Februari 2014

JURNAL TEKNOLOGI TECHNOSCIENTIA ISSN: Vol. 6 No. 2 Februari 2014 PENGUKURAN PERFORMANSI SUPPLIER DENGAN MENGGUNAKAN METODE DATA ENVELOPMENT ANALYSIS (DEA) DI PT MISAJA MITRA PATI JAWA TENGAH Lilis Suryani 1, Ira Setyaningsih 2 1,2 Program Studi Teknik Industri, Universitas

Lebih terperinci

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT

ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP) Amalia, ST, MT Multi-Attribute Decision Making (MADM) Permasalahan untuk pencarian terhadap solusi terbaik dari sejumlah alternatif dapat dilakukan dengan beberapa teknik,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 49 BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Menentukan Kriteria Pemilihan Supplier Untuk menentukan kriteria pemilihan supplier, sebelumnya peneliti sudah melakukan verifikasi awal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori 2.1.1 Sistem Pendukung Keputusan Pada dasarnya sistem pendukung keputusan merupakan pengembangan lebih lanjut dari sistem informasi manajemen terkomputerisasi. Sistem

Lebih terperinci

2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan

2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rantai Pasokan dan Manajemen Rantai Pasokan Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002) supply chain (rantai pasokan) adalah suatu sistem tempat organisasi menyalurkan barang produksi

Lebih terperinci

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM :

SKRIPSI. Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN NPM : PENGUKURAN KINERJA SUPPY CHAIN PERUSAHAAN DENGAN MENGGUNAKAN MODEL SCOR DAN ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT LOTUS INDAH TEXTILE INDUSTRIES SURABAYA SKRIPSI Disusun Oleh : DONNY BINCAR PARULIAN ARUAN

Lebih terperinci

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016

Kuliah 11. Metode Analytical Hierarchy Process. Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi. Sofian Effendi dan Marlan Hutahaean 30/05/2016 1 Kuliah 11 Metode Analytical Hierarchy Process Dielaborasi dari materi kuliah Sofian Effendi METODE AHP 2 Metode Analytical Hierarchy Process (AHP) dan Analytical Network Process (ANP) dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB III MODEL DASAR DAN RENCANA PENGEMBANGAN AOQ DAN ATI

BAB III MODEL DASAR DAN RENCANA PENGEMBANGAN AOQ DAN ATI BAB III MODEL DASAR DAN RENCANA PENGEMBANGAN AOQ DAN ATI 3.1. Kualitas Keluaran Rata Rata (AOQ) Mengukur performasi rencana sampling penerimaan dapat dikatakan melalui AOQ (Average Outgoing Quality) atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Di era globalisasi saat ini, persaingan antar perusahaan semakin ketat. Konsumen tidak lagi hanya menginginkan produk yang berkualitas, tetapi juga menuntut

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PENEMPATAN POSISI IDEAL PEMAIN DALAM STRATEGI FORMASI SEPAK BOLA Ian Febianto Jurusan Teknik Informatika, Fakultas Teknik dan Ilmu Komputer, Universitas Komputer Indonrsia Jl.

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 19 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Perancangan Sistem Menurut Sinulingga, S (2008), sistem adalah separangkat elemen atau komponen saling bergantung atau berinteraksi satu dengan yang lain menurut pola tertentu

Lebih terperinci

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT

BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT BAB 3 PERANCANGAN PRODUK BARU DALAM PERSPEKTIF SUPPLY CHAIN MANAGEMENT 3.1 Pendahuluan Dalam perspektif supply chain, perancangan produk baru adalah salah satu fungsi vital yang sejajar dengan fungsi-fungsi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Penerapan Sistem Manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (SMK3) ini dilaksanakan di PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu aspek fundamental dalam supply chain management adalah manajemen kinerja dan perbaikan secara berkelanjutan. Untuk menciptakan manajemen kinerja yang efektif

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Tampilan Hasil Berikut ini dijelaskan tentang tampilan hasil dari sistem pendukung keputusan penentuan kenaikan kelas pada SMA Ar Rahman dengan sistem yang dibangun dapat

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI

PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI PENGUKURAN KINERJA DENGAN MENGGUNAKAN SUPPLY CHAIN MELALUI PENDEKATAN SCOR MODEL DI PT. LASER JAYA SAKTI,Tbk GEMPOL, PASURUAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagai Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN)

PENDEKATAN ANALITYCAL HIERARCHY PROCESS (AHP) DALAM PENENTUAN URUTAN PENGERJAAN PESANAN PELANGGAN (STUDI KASUS: PT TEMBAGA MULIA SEMANAN) PEDEKT LITYCL HIERRCHY PROCESS (HP) DLM PEETU URUT PEGERJ PES PELGG (STUDI KSUS: PT TEMBG MULI SEM) urlailah Badariah, Iveline nne Marie, Linda Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Universitas

Lebih terperinci

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP)

MATERI PRAKTIKUM. Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Praktikum 1 Analytic Hierarchy Proses (AHP) Definisi AHP (Analytic Hierarchy Process) merupakan suatu model pengambil keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty yang menguraikan masalah multifaktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Manajemen Operasi 2.1.1.1 Pengertian Manajemen Operasi Manajemen operasi merupakan salah satu bidang manajemen selain manajemen

Lebih terperinci

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP

Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP Sistem Penunjang Keputusan Penetapan Dosen Pembimbing dan Penguji Skipsi Dengan Menggunakan Metode AHP A Yani Ranius Universitas Bina Darama, Jl. A. Yani No 12 Palembang, ay_ranius@yahoo.com ABSTRAK Sistem

Lebih terperinci

MENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB

MENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB MENENTUKAN JURUSAN DI MAN 1 TULUNGAGUNG MENGGUNAKAN METODE AHP BERBASIS WEB SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada dasarnya AHP adalah suatu teori umum tentang pengukuran yang digunakan untuk menemukan skala rasio baik dari perbandingan berpasangan yang diskrit maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. barang yang dijual. Beberapa perusahaan dihadapkan pada beberapa alternatif

BAB 1 PENDAHULUAN. barang yang dijual. Beberapa perusahaan dihadapkan pada beberapa alternatif BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebuah perusahaan khususnya perusahaan yang bergerak dalam bidang penjualan barang, pasti bekerja sama dengan pemasok untuk menjamin ketersediaan barang yang

Lebih terperinci

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT

Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT Sistem Pendukung Keputusan Penentuan Supplier Terbaik dengan Metode AHP Pada AMALIUN FOODCOURT ati Putra 1) Septi Arianto 2) STMIK IBBI l. Sei Deli No. 18 Medan, Telp. 061-4567111 Fax. 061-4527548 e-mail:

Lebih terperinci

PENERAPAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU READY MIX BERDASARKAN INTEGRASI METODE AHP DAN TOPSIS (Studi Kasus Pada PT Merak Jaya Beton, Malang)

PENERAPAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU READY MIX BERDASARKAN INTEGRASI METODE AHP DAN TOPSIS (Studi Kasus Pada PT Merak Jaya Beton, Malang) PENERAPAN PEMILIHAN SUPPLIER BAHAN BAKU READY MIX BERDASARKAN INTEGRASI METODE AHP DAN TOPSIS (Studi Kasus Pada PT Merak Jaya Beton, Malang) IMPLEMENTATION OF READY MIX RAW MATERIAL SUPPLIER SELECTION

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengambilan Keputusan (Decision Making) Banyak keputusan utama yang dihadapi perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dengan batasan situasi lingkungan operasi. Pembatasan tersebut

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK CV. Motekar merupakan perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan boneka, dimana pemenuhan kebutuhan bahan baku bergantung sepenuhnya dari supplier. Saat ini perusahaan memiliki 2 supplier produksi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pemilihan pemasok merupakan aktivitas yang kompleks, oleh karena itu diperlukan suatu metode yang tepat untuk penyelesaiannya (Wirdianto et al., 2008). Proses pemilihan pemasok bertujuan

Lebih terperinci

PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT. HARVITA TISI MULIA SEMARANG

PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT. HARVITA TISI MULIA SEMARANG PEMILIHAN SUPPLIER MENGGUNAKAN METODE ANALYTIC NETWORK PROCESS (ANP) DI PT. HARVITA TISI MULIA SEMARANG 1 Febriarto Adhi Wiwoho 1 Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknik Universitas Dian Nuswantoro Jalan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 54 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi Struktur Hierarki PT. POWERPLAST memiliki kira-kira 100 supplier pilihan untuk menunjang proses produksinya mulai dari bahan baku, yakni

Lebih terperinci

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS

BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS BAB III METODE FUZZY ANP DAN TOPSIS 3.1 Penggunaan Konsep Fuzzy Apabila skala penilaian menggunakan variabel linguistik maka harus dilakukan proses pengubahan variabel linguistik ke dalam bilangan fuzzy.

Lebih terperinci

Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling)

Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) Rencana Penerimaan Sampel (Acceptance Sampling) 12 Pengendalian Kualitas Debrina Puspita Andriani Teknik Industri Universitas Brawijaya e-mail : debrina@ub.ac.id Blog : hdp://debrina.lecture.ub.ac.id/

Lebih terperinci