PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LSCF SEBAGAI MEMBRAN KATALIS PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL GAS METANA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LSCF SEBAGAI MEMBRAN KATALIS PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL GAS METANA"

Transkripsi

1 EN-120 PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LSCF SEBAGAI MEMBRAN KATALIS PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL GAS METANA Hamzah Fansuri 1,Adilah Aliyatulmuna 1, Didik Prasetyoko 1, Nurul Widiastuti 1, dan Bambang Prijamboedhi 2 1 Jurusan Kimia FMIPA ITS Kampus ITS Sukolilo, Surabaya60111 Telepon (031) Jurusan Kimia FMIPA ITB Jalan Ganesha 10, Bandung h.fansuri@chem.its.ac.id Disajikan Nop 2012 ABSTRAK Membran rapat perovskit LSCF (La 1 xsr xco 0,8Fe 0,2O 3 δ dan La 0,7Sr 0,3 Co 1 xfe xo 3 δ ) (0,0 x 0,4) telah dibuat dengan diameter 55 mm.membran dibuat dengan penekanan sebesar 7 ton dan bantuan aditif amilum sebagai binder, diikuti oleh proses sintering. Kerapatan terbaik diperoleh pada membran yang disinter pada suhu 1250 C. Variasi x tidak banyak berpengaruh terhadap sifat-sifat fisik, khususnya kerapatan membran. Akan tetapi, berdasarkanpengukuran aktivitas oksidasi reduksi dengan menggunakan teknik TGA-DSC, variasi sifat oksidatif LSCF ditentukan oleh keadann oksidasi Co yang dapat dikontrol dengan variasi jumlah substituen Sr 2+ dan Fe 3+. Kata Kunci: format penulisan, makalah,iptek, SeminarNasional. I. PENDAHULUAN Metana (CH 4 ) merupakan salah satu sumber energi yang berlimpah yang tersedia di alam maupun sebagai produk dari proses-proses petrokimia. Fasa dari metana adalah gas yang tidak dapat dicairkan seperti bahan bakar gas lainnya (LPG maupun CNG) dan emisi gas metana dapat memicu pemanasan global. [1] Gas metana dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku untuk produksi syngas melalui reaksi oksidasi parsial mengikuti PERS. (1). CH O 2 CO + 2H 2 (1) Syngas dapat digunakan sebagai sumber hidrogen apabila telah dipisahkan dari CO dan dapat pula digunakan secara langsung sebagai bahan baku pembentukan metanol melalui reaksi Fischer-Tropsch. [2] Reaksi oksidasi parsial pada PERS. (1) menunjukkan bahwa perlunya kontrol oksigen yang ketat agar diperoleh reaksi oksidasi parsial metana. Jika terdapat oksigen yang berlebihan maka produk yang dihasilkan bukanlah syngas melainkan CO 2 dan uap air karena reaksi ini secara termodinamika jauh lebih disenangi daripada reaksi oksidasi parsial. Selain itu, produk-produk reaksi oksidasi parsial juga dapat bereaksi lebih dengan oksigen yang ada menjadi CO 2 dan air. Kontrol oksigen dapat dilakukan dengan menggunakan material yang dapat menghantarkan ion oksigen sebagai sumber oksigen bagi reaksi oksidasi parsial gas metana. Membran penghantar ion oksigen berbasis La 1 x Sr x Co 1 y Fe y O 3 δ (LSCF) merupakan salah satu membran yang dapat dibuat dari bahan LSCF yang telah diketahui bersifat sebagai penghantar ion oksigen. [3 5] Membran LSCF yang dapat digunakan sebagai membran bagi oksidasi parsial gas metana haruslah rapat. Pori dan retakan akan menyebabkan adanya oksigen dalam fasa gas yang menyebabkan tidak terkontrolnya oksigen yang tersedia dalam reaksi oskidasi parsial metana. Makalah ini menguraikan metode pembuatan membran LSCF dan hasil pengujian aktivitas reduksioksidasi gas metana dengan metode TGA/DSC menggunakan serbuk LSCF. II. METODOLOGI Membran rapat LSCF dibuat dari serbuk oksida LSCF yang telah dihasilkan dan dilaporkan pada penelitian sebelumnya.bahan baku serbuk LSCF tersebut dianalisis dengan difraksi sinar-x (XRD) untuk

2 EN-121 TABEL 1: TGA/DSC Program suhu, waktu dan atmosfir dalam analisis No Event Keterangan 1 Suhu: o C Atmosfir: udara, Detik ke: Durasi: 4200 detik penghilangan komponen volatile 2 Suhu: o C Detik ke: Durasi: 1200 detik 3 Suhu: o C Detik ke: Durasi: 1200 detik 4 Suhu: isothermal pada 1045 o C Detik ke: dan oksidasi LSCF Atmosfir: udara Pendinginan pra reduksi Reduksi LSCF dengan 5% H 2 Reduksi total dan tak dapat balik LSCF dengan 5% H 2 GAMBAR 1: Program suhu pada eksperimen TGA/DSC menentukan fasa-fasa penyusunnya sebelum dibuat menjadi membran rapat. Ada dua jenis membran yang dibuat yaitu yang berdiameter 12 mm dan 50 mm. Membran LSCF berdiameter 12 mm dibuat dari serbuk LSCF tanpa aditif apapun dan dicetak dengan cetakan berbahan baja tahan karat dengan tekanan 4 ton selama 15 menit. Sementara itu, membran berdiameter 50 mm dibuat dengan terlebih dahulu mencampurkan serbuk LSCF dengan 10% berat amilum (kanji). Campuran tersebut selanjutnya dicetak menjadi koin berdiameter 50 mm dengan tekanan 7 ton selama 15 menit mengunakan cetakan berbahan baja tahan karat. Selanjutnya, hasil pencetakan tersebut disinter secar perlahan-lahan dalam dua tahap, yaitu dari suhu kamar hingga 1000 oc dan ditahan pada suhu tersebut selama 2 jam menggunakan muffle furnace. Selanjutnya, setelah pendinginan ke suhu kamar, membran LSCF setengah matang tersebut disinter menggunakan high temperature furnace pada suhu 1250 C selama 2 jam. Membran yang sudah jadi kemudian diamati morfologi permukaannya menggunakan SEM (Scanning Electron Microscopy). Agar permukaan membran dapat terlihat dengan baik maka pengamatan dengan SEM dilakukan terhadap sampel membran tanpa dilapisi dengan lapisan tipis konduktor seperti yang biasa dilakukan dalam penyiapan sampel untuk analisis SEM pada umumnya. Pengujian aktivitas membran dilakukan secara tidak langsung terhadap bahan bakunya, yaitu serbuk oksida perovskit. Pengujian dilakukan dengan teknik TGA/DSC dan digunakan gas oksigen sebagai oksidator serta 5% hidrogen sebagai reduktor. Pengujian dengan TGA/DSC dilakukan dengan program sebagaimana ditunjukkan dalam TABEL 1. 1 Program analisis sebagaimana tercantum pada TABEL 1 secara ringkas dapat digambarkan seperti pada GAMBAR 1. Tahap pertama dalam analisis TGA/DSC adalah tahapan untuk menghilangkan bahan-bahan volatil yang mungkin terjerap pada serbuk LSCF. Tahap ini dilakukan dengan cara menaikkan suhu dari suhu kamar hingga 900 C kemudian ditahan pada suhu tersebut selama satu jam dalam atmosfir udara untuk menyiapkan serbuk LSCF dengan keadaan oksidasi tertinggi. Tahap ini selanjutnya diikuti dengan pendinginan ke suhu 130 C untuk menyiapkan serbuk LSCF ke tahap berikutnya. Tahap ketiga adalah tahapan reduksi LSCF oleh 5% hidrogen. Pada tahapan ini, serbuk LSCF tereduksi oleh hidrogen. Suhu mulai terjadinya reduksi merupakan suhu di mana LSCF mulai tereduksi. Proses reduksi dilanjutkan hingga LSCF berada pada tingkat reduksi terendah. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Oksida LSCF yang digunakan dalam pembuatan membran LSCF ini merupakan oksida perovskit sebagaimana ditunjukkan oleh difraktogram sinar-x pada GAMBAR 2. Pencocokan difraktogram tersebut dengan data ICSD (Inorganic Structure Database) menunjukkan kesesuaian struktur dengan fasa oksida perovskit dengan masing-masing komposisi. Berdasarkan hasil analisis dengan XRD didapatkan bahwa variasi substituen Fe tidak berpengaruh terhadap struktur oksida perovskit yang ditunjukkan oleh identiknya pola difraksi LSCF 7364, 7373, 7382 dan Hal ini dapat terjadi karena jari-jari ion Fe 3+ sama dengan jari-jari ion Co 3+ yang digantikannya yaitu 60 pm. Demikian pula dengan bilangan oksidasinya, yaitu +3. Karena itu, penggantian sebagian atau seluruh

3 EN-122 GAMBAR 3: Permukaan pelet membran rapat LSCF 6482 GAMBAR 4: Kekerasan LSCF sebagai fungsi suhu sintering. Co 3+ oleh Fe 3+ tidak menyebabkan perubahan struktur. Berbeda dengan penggantian Co 3+ oleh Fe 3+, penggantian ion La 3+ oleh Sr 2+ menyebabkan perubahan pada LSCF yang ditandai oleh perubahan pada pola difraksi LSCF 10082, 9182, 8282, 7382 dan Selain karena bilangan oksidasinya yang berbeda, ukuran ion La 3+ (103 pm) lebih kecil daripada ukuran ion Sr 2+ (113 pm). LSCF yang sama sekali tidak mengandung Sr 2+ dan LSCF 9182 dengan kandungan Sr 2+ sangat rendah, masih menunjukkan puncak difraksi pad sudut di sekitar 41 yang menghilang seiring dengan bertambahnya substituen Sr 3+. Walau demikian, secara umum semua LSCF memiliki space group R-3c dengan bentuk kristal hexagonal. Data-data difraksi LSCF di atas menunjukkan bahwa serbuk oksida LSCF yang akan digunakan seluruhnya adalah oksida perovskit. Serbuk LSCF tersebut selanjutnya dibentuk menjadi pelet berukuran 12 dan 50 mm dan disinter untuk menjadikannya pelet membran rapat. Analisis difraksi sinar-x yang dilakukan terhadap pelet rapat setelah disinter menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur pada LSCF. Pelet membran rapat berdiameter 12 mm yang disinter pada suhu 1250 C selama 2 jam telah menunjukkan kerapatan yang cukup baik namun masih menyisakan sedikit pori sebagaimana ditunjukkan oleh GAM- BAR 3. Tingkat kerapatan pelet membran LSCF semakin tinggi ketika jumlah substituen Sr 2+ semakin tinggi pula. Hal ini menunjukkan bahwa Sr 2+ memberi andil terhadap proses sintering yang kemungkinan disebabkan oleh sifat ion Sr 2+ sebagai bahan fluks yang dapat menurunkan suhu leleh sebagaimana sfat umum ion-ion logam alkali dan alkali tanah lainnya. Tingkat kekerasan pelet membran rapat yang diukur menggunakan micro hardness tester juga sudah cukup baik dan mendekati kekerasan ideal kristal oksida perovskit. Kekerasan pelet membran rapat perovskit sangat ditentukan oleh suhu sinteringyaitu semakin tinggi suhunya, semakin dekat kekerasannya dengan kekerasan kristal LSCF sebagaimana ditunjukkan oleh GAMBAR 4. Pada gambar tersebut kondisi pembuatan pelet membran rapat LSCF ditunjukkan dengan angka xyz, di mana x menunjukkan tekanan yang diberikan saat mencetak membran, y adalah suhu sintering (dalam ratusan) dan angka terakhir menunjukkan lamanya proses sintering dalam jam. Sehingga LSCF 4098 berarti LSCF tersebut dibuat dengan tekanan 4 ton, suhu sintering 900 C dan lama sintering 8 jam. Data-data ini menunjukkan bahwa pelet membran rapat sudah dapat dihasilkan dengan tekanan pencetakan sebesar 4 ton untuk membran berdiameter 12 mm atau sebesar 8.85 kg mm 2. Selain faktor suhu, kekerasan pelet membran rapat ternyata juga dipengaruhi oleh tingkat substitusi oleh Sr 2+ sebagaimana ditunjukkan oleh GAMBAR 5. Hal ini sejalan dengan data hasil analisis dengan menggunakan SEM yang menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah substituen Sr 2+ maka semakin rapat pelet membran yang dihasilkan sehingga semakin tinggi pula kekerasannya. Berdasarkan data-data yang diperoleh pada pelet membran rapat berdiameter 12 mm, maka dibuatlah pellet membran rapat dengan diameter 50 mm. Pellet membran rapat yang lebh besar ini selanjutnya akan digunakan sebagai katalis membran yang dapat menghasilkan syngas dan hidrokarbon cair dari gas metana dalam jumlah yang memadai, baik untuk analisis maupun untuk produksi skala laboratorium. Agar diperoleh kerapatan yang sama maka tekanan yang diperlukan adalah sebesar 69 ton. Namun peralatan yang

4 EN-123 GAMBAR 2: Difraktogram sinar-x dari serbuk LSCF bahan baku pembuat pelet membran rapat. GAMBAR 5: Tingkat substitusi Sr 2+ vs kekerasan pelet membran rapat LSCF GAMBAR 6: Pelet membran rapat LSCF 7373 ada hanya mampu memberikan tekanan sebesar 7 ton, atau sepersepuluh dari tekanan yang diberikan pada pembuatan pellet berdiameter 12 mm. Oleh karena itu, maka pellet berdiameter 50 mm disinter pada suhu yang lebih tinggi yaitu 1250 C. Pellet membran rapat yang dihasilkan ditunjukkan oleh GAMBAR 6. Kerapatan pellet LSCF berdiameter 50 mm masih sangat rendah dibandingkan dengan pellet berdiameter 12 mm, sekalipun telah disinter pada suhu 1250desi selama 2 jam. Walau demikian, sifat-sifat dan perubahan yang terjadi akibat dari komposisi maupun kondisi sintering masih sama dengan yang ditunjukkan oleh pellet membran rapat LSCF berdiameter 12 mm. Karena itu, agar diperoleh membran yang memiliki kerapatan tinggi perlu dilakukan sintering dengan waktu yang lebih lama untuk memberi waktu yang cukup agar partikel-partikel penyusunnya tersinter dengan baik. Pengujian sifat hantaran ion oksigen dilakukan dengan cara tidak langsung, yaitu berdasarkan hantaran listrik terhadap pellet membran rapat berdiameter 12 mm dan metode reduksi menggunakan TGA/DSC terhadap serbuk LSCF. Hantaran listrik pada LSCF berasal dari dua sumber yaitu elektron dan ion oksigen. Hal ini terjadi karena LSCF adalah bahan penghantar listrik sekaligus ion oksigen sehingga ia dilekompokan sebagai bahan MIEC (Mixed Ionic and Electronic Conductor). GAMBAR 7 menunjukkan hantaran listrik (konduktivitas) LSCF sebagai fungsi suhu dan juga komposisi penyusunnya. Berdasarkan gambar tersebut terlihat bahwa hantaran listriknya menurun ketika suhu dinaikkan. Sementara itu, pengaruh komposisi tidak terlihat polanya dan bahkan LSCF 9182 terlihat sangat

5 EN-124 TABEL 2: Suhu dan perubahan massa LSCF LSCF Suhu I Suhu II % m 1 % m total C 508 C 4.10% % C 563 C 4.01% 10.24% C % C 620 C 2.59% 7.76% C 579 C 3.33% 8.6% C 579 C 3.54% 8.99% C % GAMBAR 7: Hantaran listrik pellet membran rapat LSCF berdiameter 12 mm berbeda dengan yang lainnya. Ketika suhu meningkat, hantaran ion oksigen akan meningkat sementara hantaran elektron akan berkurang. Jika suhu dapat dinaikkan lebih tinggi lagi maka pada suatu suhu tertentu hantaran ion oksigen akan mendominasi sifat hantaran listrik. Untuk mendapatkan informasi lebih lengkap mengenai sifat hantaran ion oksigen pada pellet membran rapat LSCF maka dilakukan pengujian reduksi LSCF sebagai fungsi suhu. Reduksi pada LSCF terjadi melalui penggunaan ion-ion oksigen pada kisi LSCF untuk mengoksidasi bahan reduktan, yang dalam hal ini digunakan gas hidrogen. Gas hidrogen yang dilewatkan kepada serbuk LSCF akan dioksidasi oleh oksigen kisi LSCF pada kondisi di mana ion oksigen tersebut dapat lepas dari kiri. Pelepasan tersebut membutuhkan energi dan dalam penelitian ini energi yang diberikan adalah energi panas. Semakin panas suhu yang diberikan, semakin besar pula energi yang diserap oleh LSCF untuk selanjutnya digunakan untuk melepaskan ion oksigen dari kisi. Pelepasan ion oksigen dapat dideteksi melalui perubahan massa LSCF. Karena itu, dalam analisis TGA/DSC yang dilakukan, pengurangan massa yang terdeteksi pada serbuk LSCF yang telah dibersihkan dari bahan-bahan volatil seperti air yang teradsorpsi karena kelembaban lingkungan, secara langsung menunjukkan lepasnya ion oksigen dari kisi. GAMBAR 8 menunjukkan contoh termogram dari analisis sifat oksidasi serbuk LSCF Pada gambar tersebut, terlihat adanya dua event penurunan massa yang terjadi pada dua suhu yang berbeda. Hal ini me- nunjukkan adanya dua jenis ion oksigen yang berbeda, yang terlepas dari kisi dengan energi yang berbeda pula. TABEL 2 menunjukkan ringkasan terhadap kedua event yang teramati pada semua LSCF yang diuji. Perubahan massa pertama terjadi pada suhu 375 C kecuali untuk LSCF Dalam hal ini, tidak cukup data untuk dapat menyimpulkan perbedaan LSCF 7391 dibandingkan dengan LSCF lainnya. Perubahan massa pertama tersebut mengikuti perubahan jumlah substituent Fe 3+ dan Sr 2+. Kenaikan jumlah substituent Fe 3+ menurunkan perubahan massa. Sebaliknya, kenaikan jumlah substituent Sr 2+ justru meningkatkan perubahan massa. Hal yang sama juga teramati pada perubahan massa yang kedua. Faktor substituent ion Fe 3+ juga membawa dampak terhadap suhu mulai terjadinya perubahan massa yang kedua. Semakin besar kandungan Fe 3+, semakin tinggi suhu yang diperlukan untuk memulai terjadinya perubahan massa yang kedua. Perubahan massa diperkirakan terjadi melalui reaksi seperti pada PERS. (2). H 2 + La 1 x Sr x Co 1 y Fe y O 3 La 1 x Sr x Co 1 y Fe y O 3 δ + δh 2 O (2) Untuk setiap satu ion oksigen yang digunakan untuk mengoksidasi hydrogen menjadi air (H 2 O), terjadi reduksi pada ion logam transisi Co dan/atau Fe. Co dapat berada dalam keadaan Co 4+ atau Co 3+ yang ditentukan oleh substituent Sr 2+. Semakin besar jumlah substituent Sr 2+, semakin besar pula jumlah ion Co 4+. Di lain pihak, Fe berada dalam bentuk Fe 3+ dan penambahan jumlah substituent Sr 2+ tidak dapat mengubah Fe 3+ menjadi Fe 4+. Ion dengan bilangan oksdasi lebih tinggi akan lebih mudah untuk direduksi, misalnya Co 4+ lebih mudah direduksi menjadi Co 3+ daripada Fe 3+ menjadi Fe 2+. Dengan adanya data TGA/DSC yang menunjukkan bahwa penambahan jumlah substituent Fe 3+ menyebabkan naiknya suhu awal namun menurunkan perubahan massa kedua dan kenaikan jumlah substituent Sr 2+ menaikkan perubahan massa, maka dapat disimpulkan bahwa perubahan yang terjadi (reduksi LSCF) ditentukan oleh keadaan/bilangan

6 EN-125 GAMBAR 8: Termogram TGA/DSC LSCF oksidasi yang dimiliki oleh ion Co 4+. Kemampuan LSCF dalam mengalami reduksi dengan cara mengoksidasi hydrogen pada percobaan menggunakan TGA/DSC ini menunjukkan kemampuan LSCF dalam mengoksidasi gas metana. Semakin mudah tereduksi, semakin mudah pula LSCF mengoksidasi gas metana dan demikian pula sebaliknya. Tingkat kemudahan mengoksidasi LSCF ditunjukkan oleh rendahnya suhu yang diperlukan untuk mereduksi (mengurangi massa) LSCF sebagaimana ditunjukkan oleh data TGA/DSC. IV. KESIMPULAN Berdasarkan hasil-hasil penelitian di atas dapat disimpulkan beberapa hal yaitu: 1. Membran rapat LSCF berdiameter 50 mm dapat dibentuk dari serbuk LSCF dengan pencetakan bertekanan 7 ton selama 15 menit, diikuti oleh sintering pada suhu 1250 C. 2. Sifat-sifat fisik dari membran rapat LSCF ( La 1 x Sr x Co 1 y Fe y O 3 δ, 0, 0 x 0, 4) tidak dipengaruhi secara signifikan oleh variasi x, yaitu jumlah substituen Sr 2+ dan Fe Aktivitas reduksi membran LSCF dikontrol oleh keadaan oksidasi dari ion Co. Keadaan oksidasi tersebut ditentukan oleh jumlah substituen Sr 2+ dan Fe 3+. Aktivitas reduksi LSCF ini yang akan memberikan pengaruh utama terhadap kemampuan membran LSCF dalam mengoksidasi gas metana secara parsial menjadi produk-produk bernilai tambah lebih tinggi. UCAPAN TERIMA KASIH Penelitian ini dapat dilaksanakan atas bantuan mahasiswa S2 dan S1 yaitu Sokhifatul Ilmiah, Heny Sulistyawati, M. dan Lisief Haryanto serta Rahmat Fauzinudin dan Evy Wulandari. Penulis juga berterimakasih atas dana penelitian yang disediakan oleh Insentif Riset Dasar dengan kontrak No. 1.30/SEK/IRS/PPK/I/2012 tgl 16 Januari DAFTAR PUSTAKA [1] Minardi, S., (2009), Pengelolaanlahanpertaniandanemisi gas rumahkaca., Jurusan Ilmu Tanah/Agroteknologi, FakultasPertanian, UniversitasSebelasMaret. [2] Luo, H., Wei, Y., Jiang, H., Yuan, W., Lv, Y., Caro, J. dan Wang, H., (2010), Performance of a ceramic membrane reactor with high oxygen flux Ta-containing perovskite for partial oxidation of methane to syngas, Journal of Membrane Science, Vol. 350, No. 1-2, pp [3] Park, J.H., Kim, J.P., Kwon, H.T.dan Kim, J., 2008., Oxygen permeability, electrical property and stability of La 0,8 Sr 0,2 Co 0,2 Fe 0,8 O 3 δ membrane. Desalination,Vol. 233, pp. 73E1. [4] Świerczek, K.., (2008), Thermoanalysis, nonstoichiometry and thermal expansion of La 0,4 Sr 0,6 Co 0,2 Fe 0,8 O 3 δ, La 0,2 Sr 0,8 Co 0,2 Fe 0,8 O 3 δ, La 0,9 Sr 0,1 Co 0,2 Fe 0,6 Ni 1/3 O 3 δ and La 0,6 Sr 0,4 Co 0,2 Fe 0,8 Ni 1/3 O 3 δ. Solid State Ionics, Vol. 179, pp. 126E30. [5] Siebert, E., Roux, C., Boreave, A., Gaillard, F. danvernoux, P., (2011), Oxido-reduction properties

7 EN-126 of La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 δ perovskite oxide catalyst,solid State Ionics, Vol. 183, pp. 40E7.

PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT PEROVSKIT La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3-δ BERBENTUK TABUNG

PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT PEROVSKIT La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3-δ BERBENTUK TABUNG SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Maya Machfudzoh 1410100038 Dosen Pembimbing : Ir. Endang Purwanti S., MT. Hamzah Fansuri, M.Si, Ph.D 25 Juli

Lebih terperinci

PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LaCo 1-x Cu x O 3-δ

PEMBUATAN MEMBRAN RAPAT LaCo 1-x Cu x O 3-δ SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SINTERING TERHADAP KINERJA MEMBRAN PEROVSKIT La 0.7 Sr 0.3 Co 0.8 Fe 0.2 O 3-δ

PENGARUH SUHU DAN WAKTU SINTERING TERHADAP KINERJA MEMBRAN PEROVSKIT La 0.7 Sr 0.3 Co 0.8 Fe 0.2 O 3-δ PENGARUH SUHU DAN WAKTU SINTERING TERHADAP KINERJA MEMBRAN PEROVSKIT La 0.7 Sr 0.3 Co 0.8 Fe 0.2 O 3-δ INFLUENCE OF SINTERING TEMPERATURE AND DWELL TIME ON THE PERFORMANCE La 0.7 Sr 0.3 Co 0.8 Fe 0.2 O

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF POLIETILENA GLIKOL PADA MEMBRAN ASIMETRIS CaTiO3

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF POLIETILENA GLIKOL PADA MEMBRAN ASIMETRIS CaTiO3 SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA MEMBRAN DATAR ASIMETRIS OKSIDA PEROVSKIT LaCo 0.8 Ni 0.2 O 3 dan LaCo 0.8 Cu 0.2 O 3

PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA MEMBRAN DATAR ASIMETRIS OKSIDA PEROVSKIT LaCo 0.8 Ni 0.2 O 3 dan LaCo 0.8 Cu 0.2 O 3 PENGARUH PENAMBAHAN ADITIF PADA MEMBRAN DATAR ASIMETRIS OKSIDA PEROVSKIT LaCo 0.8 Ni 0.2 O 3 dan LaCo 0.8 Cu 0.2 O 3 THE ADDITIVE EFFECT IN ASYMMETRIC FLAT MEMBRANE FROM PEROVSKITE OXIDE LaCo 0.8 Ni 0.2

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik Ni-CSZ dengan metode kompaksi serbuk. 3.2

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

PENGARUH UKURAN PARTIKEL OKSIDA PEROVSKIT TERHADAP MORFOLOGI MEMBRAN ASIMETRIS CaTiO3

PENGARUH UKURAN PARTIKEL OKSIDA PEROVSKIT TERHADAP MORFOLOGI MEMBRAN ASIMETRIS CaTiO3 SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA VI Pemantapan Riset Kimia dan Asesmen Dalam Pembelajaran Berbasis Pendekatan Saintifik Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 21 Juni

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR-

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian yang dilakukan di Kelompok Bidang Bahan Dasar PTNBR- BATAN Bandung meliputi beberapa tahap yaitu tahap preparasi serbuk, tahap sintesis dan tahap analisis. Meakanisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. hal ini memiliki nilai konduktifitas yang memadai sebagai komponen sensor gas 31 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sintesis material konduktor ionik MZP, dilakukan pada kondisi optimum agar dihasilkan material konduktor ionik yang memiliki kinerja maksimal, dalam hal ini memiliki nilai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Serbuk Awal Membran Keramik Material utama dalam penelitian ini adalah serbuk zirkonium silikat (ZrSiO 4 ) yang sudah ditapis dengan ayakan 400 mesh sehingga diharapkan

Lebih terperinci

Pembuatan Membran Rapat LaCo 1-x Ni x O 3-δ

Pembuatan Membran Rapat LaCo 1-x Ni x O 3-δ SEMINAR NASIONAL KIMIA DAN PENDIDIKAN KIMIA V Kontribusi Kimia dan Pendidikan Kimia dalam Pembangunan Bangsa yang Berkarakter Program Studi Pendidikan Kimia Jurusan PMIPA FKIP UNS Surakarta, 6 April 2013

Lebih terperinci

Pembuatan Membran Datar Asimetris CaTiO 3

Pembuatan Membran Datar Asimetris CaTiO 3 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 1-7 1 Pembuatan Membran Datar Asimetris CaTiO 3 Khomsatu Dian Husnah dan Hamzah Fansuri Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan Bab ini memaparkan hasil dari sintesis dan karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit Sr 2 Mg 1-X Fe x MoO 6-δ dengan x = 0,2; 0,5; 0,8; dan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3

Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No. 1, (2014) 1-5 1 Pengaruh Suhu Sintering terhadap Morfologi dan Sifat Mekanik Membran Rapat Asimetris CaTiO 3 Maya Machfudzoh, Hamzah Fansuri, dan Endang Purwanti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. 10 dengan menggunakan kamera yang dihubungkan dengan komputer. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil sintesis paduan CoCrMo Pada proses preparasi telah dihasilkan empat sampel serbuk paduan CoCrMo dengan komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padilah Muslim, 2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Padilah Muslim, 2014 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan energi listrik mengalami peningkatan seiring bertambahnya populasi manusia. Di Indonesia, data dari Direktorat Jendral Ketenagalistrikan Kementrian Energi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan metode eksperimen. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat yang Digunakan Alat yang akan digunakan dalam

Lebih terperinci

Diterima tanggal 19 September 1998, disetujui untuk dipublikasikan 5 April 1999

Diterima tanggal 19 September 1998, disetujui untuk dipublikasikan 5 April 1999 JMS Vol. 4 No. 1, hal. 13-19 April 1999 Penggunaan Differential Thermal Analysis (DTA) Pada Penentuan Aktivitas Dan Reaktivitas Katalis Fe 2 O 3, Co 3 O 4, NiO, CuO, dan LaMO 3 (M=Fe, Co, dan Ni) Untuk

Lebih terperinci

PENGUJIAN FLUKS OKSIGEN PADA MEMBRAN DATAR BERBAHAN DASAR OKSIDA PEROVSKIT La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 DAN Ba 0,5 Sr 0,5 Co 0,8 Fe 0,2 O 3

PENGUJIAN FLUKS OKSIGEN PADA MEMBRAN DATAR BERBAHAN DASAR OKSIDA PEROVSKIT La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 DAN Ba 0,5 Sr 0,5 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 PENGUJIAN FLUKS OKSIGEN PADA MEMBRAN DATAR BERBAHAN DASAR OKSIDA PEROVSKIT La 0,7 Sr 0,3 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 DAN Ba 0,5 Sr 0,5 Co 0,8 Fe 0,2 O 3 DETERMINATION OF OXYGEN FLUX ON FLAT MEMBRANES MADE OF La

Lebih terperinci

Terakreditasi: SK No.: 66b/DIKTI/Kep/2011 Website :

Terakreditasi: SK No.: 66b/DIKTI/Kep/2011 Website : p-issn 0852 0798 e-issn 2407 5973 Terakreditasi: SK No.: 66b/DIKTI/Kep/2011 Website : http://ejournal.undip.ac.id/index.php/reaktor/ Reaktor, Vol. 16 No. 2, Juni Tahun 2016, Hal. 87-95 Kerapatan, Kekerasan

Lebih terperinci

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra

BAHAN BAKAR KIMIA. Ramadoni Syahputra BAHAN BAKAR KIMIA Ramadoni Syahputra 6.1 HIDROGEN 6.1.1 Pendahuluan Pada pembakaran hidrokarbon, maka unsur zat arang (Carbon, C) bersenyawa dengan unsur zat asam (Oksigen, O) membentuk karbondioksida

Lebih terperinci

Bab IV. Hasil dan Pembahasan

Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab IV. Hasil dan Pembahasan Bab ini memaparkan hasil sintesis, karakterisasi konduktivitas listrik dan struktur kirstal dari senyawa perovskit La 1-x Sr x FeO 3-δ (LSFO) dengan x = 0,2 ; 0,4 ; 0,5 ; 0,6

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang, manusia sangat bergantung pada kebutuhan listrik karena listrik merupakan sumber energi utama dalam berbagai bidang kegiatan baik dalam kegiatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2013 sampai dengan Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material FMIPA Unila, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Sinter Terhadap Struktur Kristal Hasil karakterisasi struktur kristal dengan menggunakan pola difraksi sinar- X (XRD) keramik komposit CS- sebelum reduksi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan

BAB III METODE PENELITIAN. penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan 20 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Desain Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit CSZ-Ni dengan menggunakan metode tape

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik Program studi Kimia FMIPA ITB sejak bulan September 2007 hingga Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1 Analisis difraksi sinar X serbuk ZrSiO 4 ZrSiO 4 merupakan bahan baku utama pembuatan membran keramik ZrSiO 4. Untuk mengetahui kemurnian serbuk ZrSiO 4, dilakukan analisis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1. Tahap Penelitian Penelitian ini terbagai dalam empat tahapan kerja, yaitu: a. Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan LSFO dan LSCFO yang terdiri

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode pasta karbon. 3 Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode dihaluskan menggunakan ampelas halus dan kertas minyak hingga licin dan berkilau (Gambar 2). Gambar 2 Skema Pembuatan elektrode

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-602-97522-0-5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Anorganik Program Studi Kimia ITB. Pembuatan pelet dilakukan di Laboratorium Kimia Organik dan di Laboratorium Kimia Fisik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus

BAB I PENDAHULUAN. Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Telah disadari bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dibayar oleh umat manusia berupa pencemaran udara. Dewasa ini masalah lingkungan kerap

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS 4.1 Analisis Hasil Pengujian TGA - DTA Gambar 4.1 memperlihatkan kuva DTA sampel yang telah di milling menggunakan high energy milling selama 6 jam. Hasil yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena

BAB I PENDAHULUAN. meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di zaman sekarang ini, kebutuhan manusia akan listrik semakin meningkat. Peran listrik dalam kehidupan manusia sangatlah penting karena listrik merupakan sumber energi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode eksperimen yang dilakukan melalui tiga tahap yaitu tahap pembuatan magnet barium ferit, tahap karakterisasi magnet

Lebih terperinci

Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian III. 1 Diagram Alir Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dalam tiga bagian. Bagian pertama adalah penelitian laboratorium yaitu mensintesis zeolit K-F dari kaolin dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong,

III. METODOLOGI PENELITIAN. analisis komposisi unsur (EDX) dilakukan di. Laboratorium Pusat Teknologi Bahan Industri Nuklir (PTBIN) Batan Serpong, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biomassa, Lembaga Penelitian Universitas Lampung. permukaan (SEM), dan Analisis difraksi sinar-x (XRD),

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari sampai Juni 2013 di Laboratorium Fisika Material dan Laboratorium Kimia Instrumentasi FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Sel Bahan Bakar (Fuel Cell) Sejak ditemukan oleh ilmuwan berkebangsaan Jerman Christian Friedrich Schönbein pada tahun 1838, sel bahan bakar telah berkembang dan menjadi salah

Lebih terperinci

Pembuatan Membran Perovskit CaTiO 3 dengan Metode Inversi Fasa Menggunakan Polieterimida dan Aditif Polietilen Glikol

Pembuatan Membran Perovskit CaTiO 3 dengan Metode Inversi Fasa Menggunakan Polieterimida dan Aditif Polietilen Glikol JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.1, (2014) 1-4 1 Pembuatan Membran Perovskit CaTiO 3 dengan Metode Inversi Fasa Menggunakan Polieterimida dan Aditif Polietilen Glikol Zulita Dian Utami dan Hamzah

Lebih terperinci

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI

REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI REAKSI REDUKSI DAN OKSIDASI Definisi Reduksi Oksidasi menerima elektron melepas elektron Contoh : Mg Mg 2+ + 2e - (Oksidasi ) O 2 + 4e - 2O 2- (Reduksi) Senyawa pengoksidasi adalah zat yang mengambil elektron

Lebih terperinci

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN

UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550OC) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN PKMI-3-2-1 UJI KETAHANAN KOROSI TEMPERATUR TINGGI (550 O C) DARI LOGAM ZIRKONIUM DAN INGOT PADUAN Zr-Mo-Fe-Cr SEBAGAI KANDIDAT KELONGSONG (CLADDING) BAHAN BAKAR NUKLIR Beni Hermawan, Incik Budi Permana,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi 4.1.1 Sol Hasil preparasi bahan baku larutan MgO, larutan NH 4 H 2 PO 4, dan larutan ZrOCl 2. 8H 2 O dengan perbandingan mol 1:4:6 (Ikeda, et al. 1986) dicampurkan

Lebih terperinci

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya.

30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 30 Soal Pilihan Berganda Olimpiade Kimia Tingkat Kabupaten/Kota 2011 Alternatif jawaban berwarna merah adalah kunci jawabannya. 1. Semua pernyataan berikut benar, kecuali: A. Energi kimia ialah energi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses

BAB II LANDASAN TEORI. Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Gas HHO Gas HHO merupakan hasil dari pemecahan air murni ( H 2 O (l) ) dengan proses elektrolisis air. Elektrolisis air akan menghasilkan gas hidrogen dan gas oksigen, dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Tahapan Penelitian dan karakterisasi FT-IR dilaksanakan di Laboratorium Riset (Research Laboratory) dan Laboratorium Kimia Instrumen Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999).

I. PENDAHULUAN. oleh H.K Onnes pada tahun 1911 dengan mendinginkan merkuri (Hg) menggunakan helium cair pada temperatur 4,2 K (Darminto dkk, 1999). 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Superkonduktor merupakan material yang dapat mengalirkan arus listrik tanpa adanya hambatan atau resistansi (ρ = 0), sehingga dapat menghantarkan arus listrik tanpa kehilangan

Lebih terperinci

KIMIA FISIKA (Kode : C-08)

KIMIA FISIKA (Kode : C-08) MAKALAH PENDAMPING KIMIA FISIKA (Kode : C-08) ISBN : 978-979-1533-85-0 INVESTIGASI SIFAT FISIK DAN MEKANIK SISTEM PEROVSKIT La 1-x Sr x Co 0,8 Fe 0,2 O 3-δ (x=0,0 0,4) SEBAGAI MEMBRAN KERAMIK RAPAT PENGHANTAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Industri besi baja merupakan basic industry yang merupakan penopang pembangunan suatu bangsa. Dari tahun ke tahun tingkat produksi baja dunia terus mengalami peningkatan

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP MEMBRAN RAPAT ASIMETRIS PEROVSKIT La 0,6 Sr 0,4 Co 0,2 Fe 0,8 O 3-δ YANG DISIAPKAN DENGAN METODE INVERSI FASA

PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP MEMBRAN RAPAT ASIMETRIS PEROVSKIT La 0,6 Sr 0,4 Co 0,2 Fe 0,8 O 3-δ YANG DISIAPKAN DENGAN METODE INVERSI FASA Skripsi PENGARUH SUHU SINTERING TERHADAP MEMBRAN RAPAT ASIMETRIS PEROVSKIT La 0,6 Sr 0,4 Co 0,2 Fe 0,8 O 3-δ YANG DISIAPKAN DENGAN METODE INVERSI FASA RIFKA ETRIANA NRP. 1413100015 Dosen Pembimbing 1 Hamzah

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas 29 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Laboratorium Biomassa Terpadu Universitas Lampung. Analisis difraksi sinar-x dan analisis morfologi permukaan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam. Sampel Milling 2 Jam. Suhu C 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISASI HASIL 4.1.1 Hasil Pengujian Densitas Abu Vulkanik Milling 2 jam Pengujian untuk mengetahui densitas sampel pellet Abu vulkanik 9,5gr dan Al 2 O 3 5 gr dilakukan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sehingga dapat menghasilkan data yang akurat. 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Proses pengujian panas yang dihasilkan dari pembakaran gas HHO diperlukan perencanaan yang cermat dalam perhitungan dan ukuran. Teori-teori yang berhubungan dengan pengujian yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen

BAB III METODE PENELITIAN. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen secara langsung. Pada penelitian ini dilakukan pembuatan keramik komposit pelet CSZ-Ni

Lebih terperinci

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill

Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill Pengaruh Penambahan Aluminium (Al) Terhadap Sifat Hidrogenasi/Dehidrogenasi Paduan Mg 2-x Al x Ni Hasil Sintesa Reactive Ball Mill I Wayan Yuda Semaradipta 2710100018 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi

BAB II DASAR TEORI. FeO. CO Fe CO 2. Fe 3 O 4. Fe 2 O 3. Gambar 2.1. Skema arah pergerakan gas CO dan reduksi BAB II DASAR TEORI Pengujian reduksi langsung ini didasari oleh beberapa teori yang mendukungnya. Berikut ini adalah dasar-dasar teori mengenai reduksi langsung yang mendasari penelitian ini. 2.1. ADSORPSI

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Sebelum dilakukan sintesis katalis Cu/ZrSiO 4, serbuk zirkon (ZrSiO 4, 98%) yang didapat dari Program Studi Metalurgi ITB dicuci terlebih dahulu menggunakan larutan asam nitrat 1,0

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran udara dewasa ini semakin memprihatinkan. Hal ini terlihat dimana terjadi perubahan cuaca dan iklim lingkungan yang mempengaruhi suhu bumi dan berbagai pengaruh

Lebih terperinci

Ninik Maulidah*, Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D 1) Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Ninik Maulidah*, Hamzah Fansuri, M.Si., Ph.D 1) Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Prosiding Skripsi Semester Gasal 2010/2011 SK-091304 Sintesis Dan Karakterisasi Oksida Perovskit La 1-x Sr x Co 1-y Fe y O 3-δ (0,0 x,y 0,5) Dengan Metode Solid-State Ninik Maulidah*, Hamzah Fansuri, M.Si.,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ

PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR OPTIMUM DOPED DOPING ELEKTRON Eu 2-x Ce x CuO 4+α-δ Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 21 November 2015 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGARUH KONDISI ANNEALING TERHADAP PARAMETER KISI KRISTAL BAHAN SUPERKONDUKTOR

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... UCAPAN TERIMA KASIH... ABSTRAK... ABSTRACT... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iv v vi viii ix x BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Karakterisasi Awal Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 Serbuk ZrSiO 4 dan ZrO 2 sebagai bahan utama membran merupakan hasil pengolahan mineral pasir zirkon. Kedua serbuk tersebut

Lebih terperinci

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM)

KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) KARAKTERISASI MIKROSTRUKTUR FEROELEKTRIK MATERIAL SrTiO 3 DENGAN MENGGUNAKAN SCANNING ELECTRON MICROSCOPY (SEM) Kaspul Anuwar 1, Rahmi Dewi 2, Krisman 2 1 Mahasiswa Program S1 Fisika FMIPA-Universitas

Lebih terperinci

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl

Gambar 4.2 Larutan magnesium klorida hasil reaksi antara bubuk hidromagnesit dengan larutan HCl BAB 4 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Sintesa Garam Magnesium Klorida Garam magnesium klorida dipersiapkan melalui dua bahan awal berbeda yaitu bubuk magnesium oksida (MgO) puritas tinggi dan bubuk

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR

BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR BAB II GAMBARAN UMUM TEKNOLOGI SEL BAHAN BAKAR 2.1. Pendahuluan Sel Bahan Bakar adalah alat konversi elektrokimia yang secara kontinyu mengubah energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan energi di dunia akan terus meningkat. Hal ini berarti bahwa negara-negara di dunia selalu membutuhkan dan harus memproduksi energi dalam jumlah yang

Lebih terperinci

SKRIPSI UJI KOMPATIBILITAS MEMBRAN LAPIS GANDA

SKRIPSI UJI KOMPATIBILITAS MEMBRAN LAPIS GANDA SKRIPSI UJI KOMPATIBILITAS MEMBRAN LAPIS GANDA NiO/La0,6Sr0,4Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF 6428), NiO/La0,7Sr0,3Co0,2Fe0,8O3-δ (LSCF 7328) dan NiO/La0,7Sr0,3MnO3-δ (LSM 73) MUTYA SANDEI SAHASRIKIRANA NRP 1413 100

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I

DAFTAR ISI DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL DAFTAR ISTILAH DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG BAB I DAFTAR ISI ABSTRAK... Error! Bookmark not ABSTRACT... Error! Bookmark not KATA PENGANTAR... Error! Bookmark not DAFTAR ISI... i DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR ISTILAH... v DAFTAR SINGKATAN

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI

PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP UKURAN PARTIKEL FE3O4 DENGAN TEMPLATE PEG-2000 MENGGUNAKAN METODE KOPRESIPITASI Santi Dewi Rosanti, Dwi Puryanti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN NiO DAN CeO 2 TERHADAP AKTIVITAS KATALITIK La 0,7 Sr 0,3 MnO 3-δ PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL METANA

PENGARUH PENAMBAHAN NiO DAN CeO 2 TERHADAP AKTIVITAS KATALITIK La 0,7 Sr 0,3 MnO 3-δ PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL METANA SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN NiO DAN CeO 2 TERHADAP AKTIVITAS KATALITIK La 0,7 Sr 0,3 MnO 3-δ PADA REAKSI OKSIDASI PARSIAL METANA HAFSHAH MAHFUZHOH NRP 1413 100 070 Dosen Pembimbing Ir. Endang Purwanti

Lebih terperinci

4 Hasil dan pembahasan

4 Hasil dan pembahasan 4 Hasil dan pembahasan 4.1 Karakterisasi Awal Serbuk Bentonit Dalam penelitian ini, karakterisasi awal dilakukan terhadap serbuk bentonit. Karakterisasi dilakukan dengan teknik difraksi sinar-x. Difraktogram

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MAGNET PERMANEN BAO.(6-X)FE2O3 DARI BAHAN BAKU LIMBAH FE2O3 Sri Handani 1, Sisri Mairoza 1 dan Muljadi 2 1 Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas 2 Lembaga Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap

BAB I PENDAHULUAN. Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Energi merupakan hal yang sangat penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia di dunia terutama energi listrik. Dewasa ini kebutuhan energi yang semakin meningkat tidak

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Pengaruh Arus Listrik Terhadap Hasil Elektrolisis Elektrolisis merupakan reaksi yang tidak spontan. Untuk dapat berlangsungnya reaksi elektrolisis digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Foto Mikro dan Morfologi Hasil Pengelasan Difusi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sambungan logam tak sejenis antara Baja SS400 dan Aluminium AA5083 menggunakan proses pengelasan difusi ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh ketebalan lapisan

Lebih terperinci

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi

Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Material dengan Kandungan Karbon Tinggi dari Pirolisis Tempurung Kelapa untuk Reduksi Bijih Besi Anton Irawan, Ristina Puspa dan Riska Mekawati *) Jurusan Teknik Kimia, Fak. Teknik, Universitas Sultan

Lebih terperinci

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS. ERFAN PRIYAMBODO NIM : Program Studi Kimia PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI MEMBRAN KERAMIK ZrSiO 4 -V 2 O 5 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh ERFAN PRIYAMBODO NIM : 20506006

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 )

PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) PENGARUH SUHU SINTER TERHADAP KARAKTERISTIK DIELEKTRIK KERAMIK CALCIA STABILIZIED ZIRCONIA (CSZ) DENGAN PENAMBAHAN 0.5% BORON TRIOXIDE (B 2 O 3 ) H.Kurniawan 1), Salomo 2), D.Gustaman 3) 1) Mahasiswa Program

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 37 BAB III METODE PENELITIAN Metode yang digunakan dalam pembuatan lapisan film tebal CuFe O 4 yaitu dengan menggunakan screen printing (penyablonan). Teknik screen printing merupakan salah satu metode

Lebih terperinci

REDOKS dan ELEKTROKIMIA

REDOKS dan ELEKTROKIMIA REDOKS dan ELEKTROKIMIA Overview Konsep termodinamika tidak hanya berhubungan dengan mesin uap, atau transfer energi berupa kalor dan kerja Dalam konteks kehidupan sehari-hari aplikasinya sangat luas mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi material semikonduktor keramik,

BAB I PENDAHULUAN. Pesatnya perkembangan teknologi material semikonduktor keramik, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Pesatnya perkembangan teknologi material semikonduktor keramik, menghasilkan berbagai penemuan baru khususnya dalam bidang elektronika. Salah satu teknologi yang

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.2 DATA HASIL ARANG TEMPURUNG KELAPA SETELAH DILAKUKAN AKTIVASI 39 BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 PENDAHULUAN Hasil eksperimen akan ditampilkan pada bab ini. Hasil eksperimen akan didiskusikan untuk mengetahui keoptimalan arang aktif tempurung kelapa lokal pada

Lebih terperinci

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air

Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Pengaruh Temperatur terhadap Adsorbsi Karbon Aktif Berbentuk Pelet Untuk Aplikasi Filter Air Erlinda Sulistyani, Esmar Budi, Fauzi Bakri Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode penelitian Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimental dan pembuatan keramik film tebal CuFe 2 O 4 dilakukan dengan metode srcreen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian pabrik metanol merupakan hal yang sangat menjanjikan dengan alasan:

BAB I PENDAHULUAN. Pendirian pabrik metanol merupakan hal yang sangat menjanjikan dengan alasan: BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Metil alkohol atau yang lebih dikenal dengan sebutan metanol merupakan produk industri hulu petrokimia yang mempunyai rumus molekul CH3OH. Metanol mempunyai berat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 2, 50/50 (sampel 3), 70/30 (sampel 4), dan 0/100 (sampel 5) dilarutkan dalam IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Oksidasi Spesimen baja AISI 4130 dilapisi alumunium dengan cara mencelupkan ke dalam bak alumunium cair pada temperatur 700 ºC selama 16 detik. NaCl/Na2SO4 dengan perbandingan

Lebih terperinci

4. Hasil dan Pembahasan

4. Hasil dan Pembahasan 4. Hasil dan Pembahasan 4.1 Metoda Sintesis Membran Kitosan Sulfat Secara Konvensional dan dengan Gelombang Mikro (Microwave) Penelitian sebelumnya mengenai sintesis organik [13] menunjukkan bahwa jalur

Lebih terperinci