2.1. Aspek Geografis dan Demografis Aspek Geografis

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2.1. Aspek Geografis dan Demografis Aspek Geografis"

Transkripsi

1 2.1. Aspek Geografis dan Demografis Aspek Geografis Sejak 3,5 abad yang lalu wilayah Kabupaten Tebo merupakan bekas jajahan Belanda yang dijadikan sebagai pusat pemerintahan Onder Afdeling dan kemudian beralih menjadi pusat pemerintahan GUN pada masa penjajahan Jepang ( ). Setelah Indonesia merdeka dijadikan sebagai pusat Ibu Kota Jambi Ulu selama 3,5 tahun ( ), 2,5 tahun sebagai Ibu Kota Merangin ( ), 20 tahun menjadi Ibu Kota Kewedanan ( ), dan 35 tahun dibawah panji Kabupaten Bungo Tebo ( ). Pada Tanggal 12 oktober 1999 resmi menjadi Kabupaten Tebo dengan 4 kecamatan dan 2 kecamatan pembantu yang terdiri dari 5 kelurahan dan 82 desa, sebagai salah satu kabupaten pemekaran berdasarkan Undang- Undang Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3903 Tahun 1999). Dengan meningkatnya penyelenggaraan Pemerintahan, Pelaksanaan Pembangunan dan pembinaan masyarakat, pada Tahun 2000 Undang- Undang Negara Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 1999 berubah dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang- Undang Nomor 54 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Sarolangun, Kabupaten Tebo, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 81, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3696). Kondisi fisik dasar suatu wilayah mempunyai peran yang penting, karena dapat mengetahui faktor-faktor alami untuk mengetahui keadaan dan potensi yang ada di suatu kawasan, sehingga dapat diketehui aktivitas yang sesuai untuk kawasan tersebut. Fisik alami yang ada di kawasan berfungsi sebagai wahana atau penampung aktivitas penduduk, sebagai suatu sumberdaya alam yang cukup mempengaruhi perkembangan kawasan dan sebagai pembentukan pola aktivitas penduduk. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 1

2 Letak Wilayah Kabupaten Tebo terletak diantara LS dan BT, Iklim Kabupaten Tebo dipengaruhi oleh iklim tropis dan wilayah Kabupaten Tebo berada pada ketinggian antara mdpl. Kabupaten Tebo memiliki luas wilayah Ha atau 11,86% dari luas wilayah Provinsi Jambi. Wilayah Kabupaten Tebo terdiri dari 12 kecamatan, 101 desa dan 5 kelurahan. Luas kecamatan terbesar adalah Kecamatan Sumay seluas ,95 Ha atau 20,1% dari luas wilayah seluruh Kabupaten Tebo. Secara administrasi Kabupaten Tebo memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: Sebelah Utara : Kabupaten Indragiri Hulu ( Provinsi Riau) Sebelah Selatan : Kabupaten Merangin dan Kabupaten Bungo Sebelah Barat : Kabupaten Bungo) dan Kabupaten Damasaraya Sebelah Timur : Kabupaten Tanjung Jabung Barat dan Kabupaten Batanghari Topografi dan Luas Wilayah Kenampakan bentangan alam wilayah Kabupaten Tebo memiliki areal wilayah relatif datar dan agak sedikit berbukit, ruang memiliki kemiringan lereng mulai dari 0% hingga 45%), dengan penjelasan sebagai berikut: 1. Daerah yang memiliki bentangan wilayah datar dengan kelerengan antara 0% hingga 2% terdapat disekitar daerah Kecamatan Tebo Ilir, Tebo Tengah, Sumay, Rimbo Bujang dan daerah Kecamatan VII Koto; 2. Daerah yang memiliki bentangan wilayah landai dengan kelerengan antara 3% hingga 15% berada pada daerah Kecamatan Tebo Ilir, Tebo Tengah, Sumay, Rimbo Bujang, Tebo Ulu dan VII Koto; 3. Daerah yang memiliki bentangan wilayah agak curam dengan kelerengan antara 16% hingga 40% berada pada daerah Kecamatan Tebo Ilir, Tebo Tengah, Sumay, Rimbo Bujang, Tebo Ulu dan VII Koto; 4. Daerah yang memiliki bentangan wilayah curam hingga sangat curam dengan kelerengan lebih dari 40% terdapat pada daerah Kecamatan Tebo Ilir, Tebo Tengah, Sumay dan Kecamatan Tebo Ulu. Luas lahan di Kabupaten Tebo yang memiliki bentangan alam datar hingga landai dengan kelerengan 0-15% sebesar Ha atau 80,9% dari luas wilayah Kabupaten Tebo. Sedangkan untuk luas wilayah dengan bentangan alam agak curam hingga curam (16-40% dan >40%) sebesar GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 2

3 Ha. Untuk lebih jelas visualisasi topografi Kabupaten Tebo dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Topografi Kabupaten Tebo. TINGKAT KEMIRINGAN LAHAN NO KECAMATAN 0-2% 3-15% 16-40% > 40% TEBO ILIR TEBO TENGAH TENGAH ILIR SUMAY RIMBO BUJANG RIMBO ULU RIMBO ILIR TEBO ULU VII KOTO MUARA TABIR SERAI SERUMPUN VII KOTO ILIR JUMLAH (%) LUAS KABUPATEN 10,28 70,70 12,38 6,64 Sumber : BPN Kabupaten Tebo dan BPS, Penggunaan Lahan Berdasarkan data pada Tahun 2009, penggunaan lahan terbesar di Kabupaten Tebo, yakni pada penggunaan lahan perkebunan kurang lebih 48% dari seluruh wilayah Kabupaten Tebo, dengan rincian 94% merupakan perkebunan karet dan 5% perkebunan kelapa sawit sedangkan sisanya adalah perkebunan kelapa hibrida. Penggunaan lahan yang terbesar kedua adalah jenis penggunaan lahan hutan dimana 45% dari luas wilayah Kabupaten Tebo adalah areal hutan yang terdiri dari areal hutan produksi tetap, hutan produksi terbatas, kawasan hutan lindung dan kawasan hutan konservasi, sedangkan penggunaan lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian sebesar 2% dari luas wilayah Kabupaten Tebo, yang terdiri dari penggunaan berupa sawah lebih kurang 17% dari luas lahan yang digunakan sebagai kegiatan pertanian, sedangkan untuk tegalan sebesar 33% dan yang paling besar penggunaan lahan pertanian berupa kebun campuran sebesar 48%. Untuk lebih jelasnya data peenggunaan lahan di Kabupaten Tebo dapat dilihat pada Tabel 2.2 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 3

4 Tabel 2.2. Jenis Penggunaan Lahan Kabupaten Tebo. NO JENIS PENGGUNAAN LAHAN LUAS (HA) PERSENTASE (%) PERMUKIMAN ,68 2 SAWAH ,47 3 KEBUN CAMPURAN ,29 4 TEGALAN ,89 5 PERKEBUNAN KARET ,2 6 PERKEBUNAN KELAPA SAWIT ,48 7 PERKEBUNAN KELAPA HIBRIDA ,28 8 HUTAN ,54 9 SEMAK BELUKAR ,50 10 LAINNYA ,66 Sumber : BPS Kabupaten Tebo, JUMLAH Dari tabel di atas dapat dijabarkan, bahwa perekonomian Kabupaten Tebo didominasi oleh kondisi geografis, yaitu dari sektor perkebunan karet dan kelapa sawit. Namun karena kondisi Kabupaten Tebo yang masih didominasi oleh sektor Kehutanan, masih terdapat kawasan yang berhutan (45%) seperti: kawasan yang termasuk ke dalam Taman Nasional Bukit 12 dan Taman Nasional Bukit 30, dan sebagai lokasi Taman Hutan Raya Bukit Sari satu-satunya yang terdapat di Provinsi Jambi dengan luas lebih kurang 525 hektar. Disamping lokasi itu Kabupaten Tebo juga, didominasi oleh sektor pertambangan, dalam hal ini pertambangan batubara, pelaksanaan pengelolaan sumberdaya alam batubara belum dilakukan secara optimal. Umumnya areal pertambangan batubara berada dalam satu ruang dengan wilayah perkebunan, dan ada juga yang berada satu ruang dengan Hutan Produksi. Pilihan pertimbangan pemanfaatan selayaknya dilakukan secara optimal dan bijaksana dengan pertimbangan aspek lingkungan. Pengelolaan batubara dilakukan dengan teknik open pit mining, telah merubah bentangan alam, sehingga mempengaruhi ekosistim dan habitat aslinya. Pertambangan terbuka ini akan dapat mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia, sehingga keberadaan pertambangan semacam ini akan menimbulkan resiko lingkungan. Upaya reklamasi lingkungan tambang batubara yang berwawasan lingkungan merupakan strategis geografis yang tepat untuk Kabupaten Tebo. Pertambangan dan Energi; Kabupaten Tebo juga memiliki sumberdaya alam yang cukup potensial yaitu dengan adanya sebaran batu bara dan minyak bumi, khususnya untuk minyak bumi sejak Tahun 2005 yang lalu telah dilakukan eksploitasi oleh perusahaan PT. Pearl Oil Co. Ltd yang berlokasi di Desa Lubuk Mandarsyah Kecamatan Tengah Ilir. Untuk GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 4

5 komoditas batu bara terdapat 43 kuasa pertambangan. Delapan Perusahaan sudah memiliki izin eksploitasi dan baru 3 yang beroperasi. Batu bara di Kabupaten Tebo tersebar di Kecamatan Sumay, Tebo Ilir, Tebo Tengah, Tengah Ilir, Serai Serumpun dan VII Koto Ilir. Pariwisata; pengembangan kepariwisataan di Kabupaten Tebo secara umum belum menunjukkan kontribusi yang berarti, namun demikian Kabupaten Tebo juga memiliki objek wisata yang cukup potensial untuk dikembangkan bersama-sama dengan kabupaten dan provinsi tetangga adalah objek wisata Hutan Lindung Bukit 12, Bukit 30 dan Kebun Raya Bukit Sari Alam dengan keanekaragaman flora dan fauna tropisnya selain itu terdapat pula objek wisata alam yang lain diantaranya; Danau Sigombak, Kebun Raya Bukit Sari, Taman Tanggo Rajo, Air Terjun Ketalo, Air Terjun Pemayungan, Air Terjun Bukit Karendo, Air Terjun Bulian Berdarah dan Situs Candi Gendon. Masih rendahnya kualifikasi dan kompetensi pariwisata di daerah ini menyebabkan daerah ini belum menjadi salah satu daerah tujuan wisata, namun data kearah tersebut terus kita kembangkan sesuai dengan potensi yang dimiliki, secara bertahap di upayakan melalui peningkatan minat rekreasi masyarakat dengan memperbaiki sarana dan prasarana rekreasi, sehingga tertata sesuai dengan standarisasi sektor pariwisata Aspek Demografis Jumlah dan Sebaran Penduduk Penduduk merupakan subjek atau pelaku dan sekaligus sebagai objek atau sasaran kegiatan ekonomi yang melaksanakan proses pembangunan. Keberadaan peran ganda demikian menempatkan penduduk pada posisi sentral dalam setiap langkah kebijakan dan strategi pembangunan. Jumlah penduduk yang besar harus disertai dengan kualitas yang tinggi sehingga keberadaannya dapat menjadi modal dasar proses pembangunan, bukan sebaliknya penduduk justru dipandang sebagai beban pembangunan. Pemikiran demikan harus menjadi dasar pijakan dalam perumusan kebijakan dibidang kependudukan dan peningkatan kualitas sumberdaya manusia. Jumlah penduduk Kabupaten Tebo berdasarkan Sensus Penduduk Tahun 2010 sebanyak jiwa terdiri dari laki-laki jiwa (51,69 persen) dan perempuan jiwa (48,31 persen). Selama periode , jumlah penduduk Kabupaten Tebo mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 2,97 persen pertahun. Rasio jenis kelamin 107, dan rata-rata anggota keluarga berjumlah sebanyak 4-5 orang, dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 46 jiwa/km 2. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 5

6 Tabel 2.3. Laju Pertumbuhan Penduduk Kabupaten Tebo, TAHUN PENDUDUK (jiwa) PERTUMBUHAN (%) RATA-RATA 2,97 Sumber : BPS Kab. Tebo, Sebaran jumlah penduduk Kabupaten Tebo berdasarkan kecamatan dan jenis kelamin tergambar pada Tabel 2.4. Tabel 2.4. Penduduk Kabupaten Tebo Menurut Jenis Kelamin, NO KECAMATAN LAKI-LAKI JENIS KELAMIN PEREMPUAN LAKI-LAKI+ PEREMPUAN SEX RASIO TEBO ILIR TENGAH ILIR TEBO TENGAH SUMAY RIMBO BUJANG RIMBO ULU RIMBO ILIR TEBO ULU VII KOTO MUARA TABIR SERAI SERUMPUN VII KOTO ILIR Sumber : BPS, Kabupaten Tebo Dalam Angka, Sensus Penduduk GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 6

7 Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Rimbo Bujang yaitu mencapai 20,09 persen, sementara jumlah penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Serai Serumpun (2,54 persen). Proporsi penduduk lakilaki dibanding perempuan pada setiap wilayah kecamatan lebih banyak penduduk laki-laki. Kecenderungan ini berkaitan langsung dengan karakteristik angka harapan hidup kaum laki-laki yang umumnya lebih tinggi dari pada kaum perempuan. Variasi jumlah penduduk pada setiap kecamatan dan variasi luas wilayahnya menyebabkan terjadinya ketimpangan kepadatan penduduk antar kecamatan dengan kepadatan tertinggi ditemukan di Kecamatan Rimbo Bujang sebesar 155 jiwa/km 2 diikuti Kecamatan Rimbo Ilir sebesar 116 jiwa/km 2, sementara kecamatan dengan kepadatan terendah adalah Kecamatan Sumay (14 jiwa/km 2 ) dan Kecamatan Serai Serumpun (17 jiwa/km 2 ). Secara keseluruhan rata-rata tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Tebo masih tergolong jarang yaitu 46 jiwa per Km 2. Tabel 2.5. Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Tebo Per Kecamatan, NO KECAMATAN JUMLAH PENDUDUK LUAS (KM2) KEPADATAN (JIWA/KM2) TEBO ILIR , TEBO TENGAH , TENGAH ILIR , SUMAY , RIMBO BUJANG , RIMBO ULU , RIMBO ILIR , TEBO ULU , VII KOTO , MUARA TABIR , SERAI SERUMPUN , VII KOTO ILIR ,19 23 KABUPATEN TEBO Sumber: BPS Kab. Tebo, Struktur Usia Penduduk Struktur usia penduduk menunjukkan sebaran penduduk berdasarkan kelompok usianya yang secara garis besarnya terbagi ke dalam tiga yaitu usia belum produktif, usia produktif, dan usia tidak produktif (usia lanjut). Kelompok usia belum produktif adalah penduduk dalam usia muda yang GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 7

8 berumur 0 14 tahun. Kelompok usia produktif yaitu penduduk berusia tahun. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk kelompok usia kurang atau tidak produktif adalah penduduk yang berusia 65 tahun ke atas. Pada tahun 2010 kelompok usia belum produktif jumlahnya mencapai jiwa atau 31,60 persen. Kelompok penduduk usia kerja mencapai jiwa atau 65,00 persen. Sedangkan jumlah penduduk yang termasuk kelompok usia kurang atau tidak produktif mencapai jiwa atau 3,40 persen. Kelompok umur penduduk seperti ini terlihat pada tabel sebagai berikut: Tabel 2.6. Jumlah Penduduk Berdasarkan Kelompok Usia, KELOMPOK USIA TAHUN TAHUN TAHUN TAHUN JUMLAH Sumber: BPS Kabupaten Tebo, Jumlah kelompok penduduk usia kerja (PUK) merupakan tulang punggung perekonomian yang secara produktif melakukan aktivitas ekonomi untuk memperoleh pendapatan. Sedang kelompok penduduk di luar usia kerja (PDUK) merupakan penduduk yang kurang produktif untuk melakukan aktivitas ekonomi. Berdasarkan kelompok usia ini dapat pula diketahui dependency ratio (tingkat beban/tanggungan penduduk). Dependency ratio adalah merupakan perbandingan jumlah penduduk di luar usia kerja (PDUK) dengan jumlah penduduk usia kerja (PUK) atau variabel yang memperlihatkan perbandingan antara banyaknya penduduk tidak produktif dengan penduduk produktif. Gambaran Peduduk usia kerja dan penduduk di luar usia kerja serta dependency ratio penduduk Kabupaten Tebo seperti terlihat pada tabel berikut: GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 8

9 Tabel 2.7. Perkembangan PUK, PDUK dan Rasio Beban Penduduk Kabupaten Tebo, URAIAN PUK PDUK PENDUDUK DEPENDENCY RATIO (%) 0,34 0,35 0,35 0,35 0,35 Sumber: BPS Kabupaten Tebo, Dependency ratio penduduk Kabupaten Tebo hanya sedikit mengalami perubahan yaitu pada tahun 2006 sebesar 0,34 persen dan meningkat pada tahun 2007 menjadi sebesar 0,35. Kondisi ini terus konstan hingga tahun Angka Dependency ratio sebesar 0,35 ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk usia produktif menanggung beban menghidupi 35 orang penduduk usia tidak produktif Aspek Kesejahteraan Perekonomian Daerah Dalam melaksanakan seluruh program pembangunan Kabupaten Tebo Tahun , suatu kerangka ekonomi makro daerah diperlukan sebagai acuan dalam memperkirakan perubahan produksi, pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja daerah dalam kurun waktu mendatang. Selain itu, dengan memperhitungkan perubahan ekonomi makro daerah dapat dihitung perkiraan kebutuhan investasi baik investasi pembangunan yang berasal dari Pemerintah maupun bersumber dari swasta dan masyarakat Struktur Perekonomian Daerah PDRB atas dasar harga berlaku digunakan untuk melihat pergeseran dan struktur ekonomi dari tahun ke tahun. PDRB Kabupaten Tebo atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Tebo Tahun disajikan pada tabel di bawah ini. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 9

10 Tabel 2.8. PDRB Kabupaten Tebo atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, (jutaan rupiah) NO LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN , , , , ,32 2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN , , , , ,76 3 INDUSTRI PENGOLAHAN , , , , ,63 4 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 3.886, , , , ,57 5 BANGUNAN , , , , ,87 6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN , , , , ,45 7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI , , , , ,87 8 KEUANGAN, SEWA & JASA PERUSAHAAN , , , , ,67 9 JASA-JASA , , , , ,31 PDRB DENGAN MIGAS , , , , ,45 PDRB TANPA MIGAS , , , , ,64 Sumber : BPS Kabupaten Tebo, Dengan memperhatikan realisasi PDRB atas dasar harga berlaku maka dapat diketahui struktur ekonomi Kabupaten Tebo selama Tahun sebagaimana Tabel berikut : Tabel 2.9. Struktur Ekonomi Kabupaten Tebo Menurut Lapangan Usaha, NO LAPANGAN USAHA KONTRIBUSI TERHADAP PDRB AHB DG MIGAS (%) PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN 51,24 50,40 45,96 48,20 51,15 2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 6,57 6,95 12,71 10,54 10,28 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 2,27 2,58 2,41 2,30 2,12 4 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 0,27 0,26 0,24 0,25 0,23 5 BANGUNAN 6,27 6,50 6,43 6,15 5,81 6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 13,81 13,77 13,80 14,00 13,27 7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 5,31 5,49 5,25 5,25 4,85 8 KEUANGAN, SEWA & JASA PERUSAHAAN 3,26 3,29 3,19 3,26 3,11 9 JASA-JASA 11,00 10,76 10,00 10,04 9,19 Sumber : BPS Kabupaten Tebo, TOTAL Berdasarkan distribusi persentase PDRB atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha menunjukkan peranan dan perubahan struktur GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 10

11 ekonomi dari tahun ke tahun. Distribusi persentase dari masing-masing sektor terhadap pembentukan PDRB atas harga berlaku seperti dikemukakan di atas berpengaruh langsung terhadap perubahan struktur ekonomi Kabupaten Tebo. Hingga tahun 2010, sektor pertanian masih memberikan kontribusi terbesar bagi pembentukan PDRB Kabupaten Tebo yaitu 51,15 persen, diikuti sektor perdangan, hotel dan restoran sebesar 13,27 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 10,28 persen, dan sektor jasa-jasa sebesar 9,19 persen. Sektor yang paling kecil memberikan kontribusi adalah sektor listrik dan air bersih yaitu sebesar 0,23 persen. Selama periode sektor pertanian ini sedikit mengalami perubahan atau pergeseran, pada tahun 2006 kontribusinya sebesar dari 51,24 persen menjadi 51,15 persen pada tahun 2010 atau menurun sebesar 0,09 persen. Peningkatan sangat tajam terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian, dari 6,57 persen pada tahun 2006 menjadi 10,28 persen pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 3,71 persen. Hal ini berarti struktur ekonomi Kabupaten Tebo yang didominasi sektor pertanian sedikit demi sedikit mulai digeser oleh sektor lain seperti sektor pertambangan dan penggalian. Struktur ekonomi sektoral Kabupaten Tebo masih berbasis pada pemanfaatan sumber daya alam atau masih berstruktur primer. Hal ini terlihat dari kontribusi sektor pertanian, sektor pertambangan dan penggalian yang memberikan kontribusi terbesar terhadap pembentukan nilai tambah PDRB Kabupaten Tebo selama kurun waktu , seperti tabel berikut: Tabel Struktur Ekonomi Kabupaten Tebo Menurut Sektor Utama, NO SEKTOR UTAMA KONTRIBUSI TERHADAP PDRB AHB DG MIGAS (%) I SEKTOR PRIMER 57,81 57,35 58,67 58,74 61,43 II SEKTOR SKUNDER 8,81 9,34 9,08 8,70 8,16 III SEKTOR TERSIER 33,38 33,31 32,24 32,55 30,42 TOTAL Sumber : BPS Kabupaten Tebo, Berdasarkan tabel ini terlihat bahwa dalam lima tahun terakhir sektor primer masih memberikan peran yang besar dalam pembentukan PDRB atas dasar harga berlaku di Kabupeten Tebo bahkan cenderung meningkat. Dari 57,81 persen pada tahun 2006 menjadi 61,43 persen pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 3,62 persen. Sebaliknya, peranan sektor sekunder GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 11

12 cenderung menurun, pada tahun 2006 sebesar 8,81 persen dan pada tahun 2010 menjadi 8,16 persen atau menurun sebesar 0,65 persen. Demikian pula dengan sektor tersier selama lima tahun terakhir terus mengalami penurunan, pada tahun 2006 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 33,38 persen, dan pada tahun 2010 kontribusinya hanya sebesar 30,42 persen atau menurun sebesar 2,96 persen. Ini menunjukkan bahwa selama kurun waktu lima tahun terakhir belum ada pergeseran struktur ekonomi di Kabupaten Tebo Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi merefleksikan peningkatan produksi seluruh barang-barang dan jasa-jasa dalam suatu perekonomian. Pada tingkat perekonomian wilayah atau regional, nilai produksi keseluruhan barangbarang dan jasa-jasa tersebut dinyatakan sebagai Produk Domestik Regional Bruto (PDRB). Nilai PDRB dapat dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada setiap saat barang-barang dan jasa-jasa diproduksi atau dihitung berdasarkan harga yang berlaku pada suatu tahun tertentu sebagai tahun dasar, biasa disebut harga konstan. Perhitungan pertama menghasilkan nilai PDRB nominal atau PDRB berdasarkan harga berlaku, sedangkan perhitungan kedua menghasilkan nilai PDRB rill atau PDRB berdasarkan harga konstan. Nilai PDRB rill menghilangkan efek kenaikan harga sehingga angkanya benarbenar mencerminkan kenaikan produksi seluruh barang-barang dan jasa-jasa yang tingkat kenaikannya disebut sebagai laju pertumbuhan ekonomi daerah. Tabel Nilai PDRB Kabupaten Tebo Atas Harga Konstan, (jutaan rupiah) NO LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN , , , , ,19 2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN , , , , ,88 3 INDUSTRI PENGOLAHAN , , , , ,87 4 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 1.606, , , , ,92 5 BANGUNAN , , , , ,52 6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN , , , , ,57 7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI , , , , ,38 8 KEUANGAN, SEWA & JASA PERUSAHAAN , , , , ,33 9 JASA-JASA , , , , ,44 PDRB DENGAN MIGAS , , , , ,09 PDRB TANPA MIGAS , , , , ,99 Sumber : BPS Kabupaten Tebo, GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 12

13 Berdasarkan nilai PDRB atas harga konstan diatas dapat di ketahui tingkat laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tebo pada masing-masing sektor, sebagai berikut: Tabel Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Tebo Menurut Lapangan Usaha, (dalam %). NO LAPANGAN USAHA PERTANIAN, PETERNAKAN, KEHUTANAN & PERIKANAN 4,29 6,28 2,46 5,92 6,24 2 PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 442,49 2,21 38,21 (4,10) 3,96 3 INDUSTRI PENGOLAHAN 4,42 8,58 4,29 1,52 2,99 4 LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 4,77 4,96 4,66 7,17 6,46 5 BANGUNAN 5,89 6,15 7,10 7,13 4,14 6 PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 4,56 4,92 6,48 5,40 8,30 7 PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 9,50 9,50 7,36 4,43 5,59 8 KEUANGAN, SEWA & JASA PERUSAHAAN 6,27 6,73 8,88 6,55 7,41 9 JASA-JASA 3,99 4,52 4,98 6,02 5,08 PDRB DENGAN MIGAS 9,65 5,95 6,08 5,01 6,13 PDRB TANPA MIGAS 4,84 6,32 6,40 5,28 6,24 Sumber : BPS Kabupaten Tebo, Tingkat pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tebo dengan migas selama tahun berfluktuasi dan cenderung memperlihatkan penurunan. Sedangkan tanpa migas menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2006 Ekonomi Kabupaten Tebo dengan migas tumbuh sebesar 9,65 persen dan tahun 2010 sebesar 6,13 persen atau turun sebesar 3,52 persen. Laju pertumbuhan ekonomi ini, mengindikasikan rendahnya dinamika perekonomian Kabupaten Tebo. Secara ideal, dalam konsep konjungtur, ada suatu fase dalam perekonomian dimana memperlihatkan trend peningkatan, seiring dengan perkembangan waktu. Namun sebaliknya, pada kondisi ekonomi Kabupaten Tebo, justru terjadi stagnan. Penurunan pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tebo ini dipicu oleh berbagai sektor ekonomi yang juga mengalami penurunan yang cukup tajam seperti sektor pertambangan dan penggalian, sektor industri pengolahan, sektor bangunan, sektor pengangkutan & komunikasi. Penurunan paling tinggi terjadi pada sektor pertambangan dan penggalian yaitu pada tahun 2006 tumbuh mencapai 442,49 persen dan pada tahun 2010 hanya 3,96 persen. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 13

14 Tingkat Pendapatan Masyarakat Pendapatan per kapita menunjukkan besarnya pendapatan yang diperoleh setiap penduduk secara rata-rata. Besaran ini diperoleh dari bagi hasil PDRB dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun. Dengan melihat pertumbuhan ekonomi dan laju pertumbuhan penduduk dapat dilihat peningkatan dalam pendistribusian PDRB per kapita maupun pendapatan regional per kapita. Angka pendapatan per kapita digunakan sebagai salah satu indikator untuk melihat kesejahteraan penduduk. Namun, hal ini perlu diinterpretasikan secara hati-hati karena angka ini belum memperhitungkan net factor income yaitu selisih dari income outflow dengan income in flow. Secara umum apabila pendapatan per kapita suatu daerah naik maka dapat diartikan bahwa kondisi kesejahteraan penduduk meningkat. Demikian sebaliknya turunnya perekonomian suatu daerah dapat dilihat dari menurunnya pula pendapatan per kapita daerah tersebut. Tumbuhnya ekonomi suatu daerah selain memberikan gambaran terjadinya peningkatan produksi barang dan jasa, juga memberikan gambaran tentang peningkatan pendapatan per kapita. Pendapatan per kapita dengan migas atas dasar harga berlaku Kabupaten Tebo dalam rentang waktu 5 tahun dari tahun terus mengalami peningkatan. Tabel Perkembangan Pendapatan Perkapita Kabupaten Tebo, TAHUN PDRB PERKAPITA ATAS HARGA BERLAKU (RP.000) PERT (%) PDRB PERKAPITA ATAS HARGA KONSTAN (RP.000) PERT (%) , , , , , , , (0,13) , ,33 RATA-RATA - 12,30-2,42 Sumber: BPS Kabupaten Tebo, Perkembangan pendapatan perkapita Kabupaten Tebo yang diukur berdasarkan PDRB atas harga berlaku pada tahun mengalami peningkatan yang cukup tinggi. Pada tahun 2006 dari Rp ,- menjadi Rp tahun 2010 atau mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 12,30 persen pertahun. Demikian pula dengan perkembangan pendapatan perkapita menurut PDRB atas harga konstan dari tahun mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2006 Rp ,- menjadi GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 14

15 Rp ,- tahun 2010, Secara rata-rata tumbuh sebesar 2,42 persen pertahun, hal ini menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi riil Kabupaten Tebo naik cukup signifikan selama lima tahun terakhir Kelembagaan Ekonomi Dalam upaya mengoptimalkan aktivitas ekonomi masyarakat dalam kegiatan ekonominya maka diperlukan suatu kelembagaan ekonomi, satu diantaranya adalah koperasi. Keberadaan koperasi diharapkan dapat memberi daya dukung dalam permasalahan umum yang dihadapi rakyat dalam berproduksi, khususnya pada sektor pertanian yang mendominasi perekonomian Kabupaten Tebo. Melalui kelembagaan koperasi maka diharapkan masalah permodalan, daya tampung produksi dan pemasaran dapat teratasi. Masalah-masalah tersebut sangat mempengaruhi posisi tawar (bargaining position) petani terhadap pedagang dan pada akhirnya mempengaruhi tingkat pendapatan dan kesejahteraannya. Tabel Perkembangan Jumlah Koperasi Kabupaten Tebo, NO JENIS KOPERASI TAHUN KOPERASI PRIMER KOPERASI UNIT DESA PRIMER KOPERASI POLISI KOPERASI SERBA USAHA KOPERASI PERTANIAN KOPERASI PERIKANAN KOPERASI PERKEBUNAN KPN/ KPRI KOPERASI KARYAWAN KOPONTREN KOPERASI PEDAGANG PASAR KSP KOPERASI WANITA KOPERASI ANGKUTAN KOPERASI LAINNYA KOPERASI SEKUNDER JUMLAH KOPERASI Sumber : Diperindagkop Kabupaten Tebo, Pembangunan dibidang koperasi di Kabupaten Tebo telah cukup berhasil, hal itu ditandai dengan peningkatan jumlah koperasi yang ada. Jika pada tahun 2009 jumlah koperasi yang ada berjumlah 275 unit dengan GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 15

16 anggota sebanyak orang dan total modal sebesar Rp ,- yang terdiri dari modal sendiri sebanyak Rp ,- dan modal luar sebesar Rp ,-. Pada tahun 2010 jumlah koperasi meningkat menjadi 296 unit dengan anggota orang dan total modal ,000,- yang terdiri dari modal sendiri Rp ,000- dan modal luar Rp ,000,-. Berdasarkan data kuantitatif terindikasi terjadi peningkatan jumlah koperasi di Kabupaten Tebo. Pada tahun 2006 terdapat 211 koperasi dan meningkat menjadi 296 koperasi pada tahun Selama kurun waktu lima tahun terakhir telah terjadi penambahan jumlah koperasi sebanyak 85 koperasi atau meningkat sebesar 40,28 persen Perkembangan Industri Kecil, Menengah dan Besar Sektor industri sangat diharapkan sekali memberi peningkatan nilai tambah dalam pergerakan ekonomi Kabupaten Tebo. Perusahaan industri pada dasarnya dikelompokkan menjadi 3 kategori yaitu : Industri Besar, industri sedang, industri kecil dan industri kerajian rumah tangga (IKRT). Dikatakan industri besar jika jumlah pekerjanya lebih dari 100 orang. Industri sedang jika memiliki pekerja sebanyak orang. Dikatakan Industri kecil jika mempekerjakan 5 19 orang pekerja dan Industri kerajinan rumah tangga untuk usaha yang memiliki sampai dengan 4 orang pekerja. Secara umum jumlah industri yang ada di Kabupaten Tebo tergambar pada tabel berikut: Tabel Perkembangan Industri Besar Kabupaten Tebo, NO INDUSTRI BESAR TAHUN UNIT USAHA PERTUMBUHAN (%) - 66, ,85-133,33 INVESTASI (Rp.000) PERTUMBUHAN (%) - -93, ,06-10,09-95,65 TENAGA KERJA PERTUMBUHAN (%) - -68,82-15, ,18-75,23 PRODUKSI (Rp.000) PERTUMBUHAN (%) - -99, ,29 58,51-99,16 Sumber : BPS Kabupaten Tebo dalam angka Perkembangan industri skala besar di Kabupaten Tebo terindikasi kurang mengembirakan, baik jumlah usaha, investasi, penyerapan tenaga kerja maupun nilai produksi. Pada tahun unit usaha menunjukkan GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 16

17 peningkatan dari 3 unit menjadi 26 unit, namun hingga tahun 2009 tinggal lagi 6 unit. Investasi juga mengalami penurunan yang cukup tajam, dari 25,6 miliar tahun 2005 menjadi 1,6 miliar tahun Penyerapan tenaga kerja menurun dari 417 orang tahun 2005 menjadi 134 orang tahun Demikian pula dengan nilai produksi dari Rp. 51 miliar menjadi Rp. 570 juta. Pemberdayaan industri kecil dan menengah serta peningkatan kemampuan kewirausahaan, permasalahan yang dihadapi industri kecil dan menengah secara umum adalah: (a) Rendahnya produktivitas SDM pada industri kecil dan menengah. Kondisi ini membawa konsekwensi pada rendahnya pendapatan yang mereka terima, (b) Akses industri kecil dan menengah kepada sumberdaya produktif terutama terhadap permodalan, teknologi, informasi dan pasar sangat terbatas, (c) Kurang kondusifnya iklim usaha. Tabel Perkembangan Industri Kecil Kabupaten Tebo, NO JENIS INDUSTRI KECIL TAHUN INDUSTRI MAKANAN RINGAN DAN KUE BASAH INDUSTRI PENGGILINGAN PADI INDUSTRI MINUMAN (AIR ISI ULANG) INDUSTRI BAHAN GALIAN BUKAN LOGAM (BATU BATA DAN GENTENG) 5 INDUSTRI BARANG DARI LOGAM (PANDAI BESI DAN TERALIS) 6 INDUSTRI BAHAN BANGUNAN DAN PERABOTAN KAYU (MEUBEL, KUSEN, DAN DAUN PINTU) 7 INDUSTRI BAHAN BANGUNAN DARI SEMEN (CONBLOCK, GORONG-GORONG, TIANG TERAS, GENTENG SEMEN, DAN GIPSUM) 8 INDUSTRI KERAJINAN ANYAMAN PANDAN ANYAMAN BAMBU BUNGA SISIK IKAN ROTAN SONGKET CENDERA MATA MINIATUR INDUSTRI LAINNYA (SABLON, PERCETAKAN DAN REKLAME) JUMLAH INDUSTI KECIL Sumber : Dinas Peridustrian, Perdagangan dan Koperasi Kabupaen Tebo, Untuk itu pemberdayaan industri kecil dan menengah dapat mempercepat perubahan struktural dalam peningkatan taraf hidup rakyat GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 17

18 banyak menempati posisi yang strategis. Sebagai wadah kegiatan usaha bersama bagi produsen maupun konsumen, industri kecil dan menengah diharapkan berperan dalam meningkatkan posisi tawar dan efisiensi ekonomi rakyat, sekaligus turut memperbaiki kondisi persaingan usaha di pasar melalui dampak eksternalitas positif yang ditimbulkannya. Sementara itu industri kecil dan menengah berperan memperluas penyediaan lapangan kerja, memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan memeratakan peningkatan pendapatan. Bersamaan dengan itu adalah meningkatnya daya saing dan daya tahan ekonomi daerah. Berkaitan dengan itu pemerintah kabupaten Tebo telah berupaya membina pertumbuhan industri kecil dan menengah, hal ini ditunjukkan dengan perkembangan industri kecil dan menengah beberapa kurun waktu terakhir. Ditinjau dari segi perdagangan, Kabupaten Tebo yang merupakan daerah yang cukup berpengaruh terhadap distribusi barang dan jasa. Dengan adanya potensi daerah yang dimiliki, maka dimungkinkan daerah ini untuk berkembang dalam kegiatan perdagangan baik domestik maupun mancanegara. Nilai ekspor beberapa komoditi unggulan selalu mengalami peningkatan, dan dalam neraca perdagangan selalu surplus karena tidak ada impor barang dari luar negeri. Tabel Volume dan Nilai Komoditi Ekspor Kabupaten Tebo, NO KOMODITI (Rp.000) PERT (%) (Rp.000) PERT (%) (Rp.000) PERT (%) (Rp.000) PERT (%) (Rp.000) PERT (%) 1 KARET A VOLUME (TON) , , , , ,18 B NILAI EKSPOR (Rp) , , , , ,33 2 KAYU GERGAJIAN A VOLUME (TON) , (4,58) (0,84) , (46,14) B NILAI EKSPOR (Rp) , , , , (52,67) 3 ROTAN A VOLUME (TON) , , , , B NILAI EKSPOR (Rp) , , , , ,80 4 KOPI A VOLUME (TON) , , , , ,41 B NILAI EKSPOR (Rp) , , , , ,80 JUMLAH NILAI EKSPOR , , , , (12,65) Sumber : Diperindagkop Kab. Tebo, GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 18

19 Tabel Neraca Perdagangan Luar Negeri Kabupaten Tebo, TAHUN EKSPOR NILAI (RP.000) IMPOR NILAI SURPLUS EKSPOR (RP.000) Sumber: Diperidagkop Kab. Tebo, 2010 Selama periode , Komoditi ekspor Kabupaten Tebo yang selalu mengalami peningkat baik volume maupun nilai ekspor adalah karet, rotan dan kopi, sementara kayu gergajian dilihat dari segi volume cenderung mengalami penurunan. 1. Karet, pada tahun 2006 volume ekspor mencapai ton meningkat menjadi ton pada tahun 2010 atau meningkat sebesar ton (7,44 persen), dan nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar Rp juta menjadi Rp juta tahun 2009 atau meningkat sebesar Rp juta (7,37 persen). 2. Kayu Gergajian, jika pada tahun 2006 volume ekspor kayu gergajian sebesar ton maka pada tahun 2009 menjadi ton atau turun sebesar ton (5,37 persen), sedangkan nilai ekspor tetap mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2006 sebesar Rp juta menjadi juta,- pada tahun 2009 atau meningkat sebesar Rp juta (4,51persen). Penurunan volume kayu gergajian ini disebabkan makin berkurangnya persediaan bahan baku kayu yang bisa diolah perusahaan untuk kebutuhan ekspor. 3. Rotan, pada tahun 2006 volume ekspor mencapai ton meningkat menjadi ton tahun 2009 atau sebesar 788 ton (18,21 persen), dan nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar Rp. 341,2 juta menjadi Rp. 357,4 juta pada tahun 2009 atau meningkat sebesar Rp. 16,2 juta (4,75 persen). 4. Kopi, pada tahun 2006 volume ekspor mencapai ton meningkat menjadi ton tahun 2009 atau sebesar ton (7,90 persen), dan nilai ekspor pada tahun 2006 sebesar Rp juta menjadi Rp juta tahun 2009 atau meningkat sebesar Rp. 108 juta (4,21 persen). GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 19

20 Ketenagakerjaan Ketenagakerjaan merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena mencakup dimensi ekonomi dan sosial. Dimensi ekonomi menjelaskan hubungan manusia akan pekerjaan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, sedangkan dimensi sosial dari pekerjaan berkaitan dengan pengakuan masyarakat terhadap kemampuan individu. Salah satu sasaran utama dalam pembangunan adalah terciptanya lapangan kerja baru dalam jumlah dan kualitas yang memadai agar dapat menyerap tambahan angkatan kerja yang memasuki pasar kerja tiap tahun. Oleh karena upaya pembangunan selalu diarahkan pada perluasan kesempatan kerja dan berusaha, penduduk dapat memperoleh manfaat langsung dari pembangunan. Untuk memberikan gambaran mengenai ketenagakerjaan di Kabupaten Tebo, akan disajikan beberapa indikator yang dianggap penting dalam mewakili indikator ketenagakerjaan ini. Indikator tersebut diantaranya adalah penduduk usia kerja, lapangan pekerjaan dan sebagainya. a. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Kesempatan Kerja. Penduduk usia kerja adalah penduduk yang berumur 15 tahun keatas terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Yang termasuk dalam angkatan kerja yaitu penduduk yang bekerja dan mencari kerjaan sedang yang termasuk bukan angkatan kerja adalah yang masih sekolah, mengurus rumah tangga dan lainnya. TPAK mengidentifikasikan besarnya penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang aktif secara ekonomi di suatu negara atau wilayah. Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) mencerminkan penyediaan tenaga kerja atau jumlah angkatan kerja. TPAK merupakan perbandingan antara jumlah angkatan kerja dengan penduduk dalam usia kerja dalam kelompok yang sama. Semakin besar TPAK, semakin besar jumlah angkatan kerja dalam kelompok yang sama. Sebaliknya, semakin besar jumlah penduduk yang masih bersekolah dan mengurus rumah tangga, semakin besar jumlah yang tergolong bukan angkatan kerja, semakin kecil jumlah angkatan kerja, akan berakibat semakin kecil TPAK. TPAK diukur sebagai persentase jumlah angkatan kerja (bekerja dan pengangguran) terhadap jumlah penduduk usia kerja. Indikator ini menunjukkan besaran relatif dari pasokan tenaga kerja (labour supply) yang tersedia untuk memproduksi barang-barang dan jasa dalam suatu perekonomian. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 20

21 Perkembangan angkatan kerja dan TPAK di Kabupaten tebo pada tahun , sebagai berikut: Tabel TPAK dan Kesempatan Kerja di Kabupaten Tebo, KETERANGAN JUMLAH PENDUDUK TENAGA KERJA (PENDUDUK USIA 15 TAHUN KEATAS) ANGKATAN KERJA A. BEKERJA B. PENGANGGURAN BUKAN ANGKATAN KERJA A. SEKOLAH B. MENGURUS RUMAH TANGGA C. LAINNYA TINGKAT PARTISIPASI ANGKATAN KERJA (TPAK) (%) 72,4 71,45 69,85 RASIO PENDUDUK YANG BEKERJA (%) 70,18 67,01 66,50 TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA (TPT) 3,06 6,21 4,8 Sumber : SAKERNAS Penduduk usia kerja mengalami peningkatan dari jiwa pada tahun 2007 menjadi jiwa pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 26,96 persen. Tingkat Partisipasi Kerja (TPAK) di Kabupaten Tebo pada tahun 2008 mencapai 72,4% dan pada tahun 2010 terjadi penurunan menjadi 69,85%. Penurunan ini seiring dengan makin menurunnya rasio penduduk yang bekerja dari 70,18% tahun 2008 menjadi 66,50% pada tahun Jumlah pengangguran terbuka mengalami peningkatan yang cukup tajam dari tahun 2008 menjadi pada tahun 2010 atau meningkat sebesar 91,92 persen. Ini berarti semakin menurunnya kesempatan kerja, dan makin meningkatnya tingkat pengganguran terbuka. Dengan kondisi ini tentu pemerintah Kabupaten Tebo harus mengambil langkah-langkah yang lebih konkrit untuk dapat mengatasi tingkat pengangguran, terutama mendorong kesempatan berusaha dan menciptakan lapangan pekerjaan. b. Lapangan Pekerjaan Utama dan Status Pekerjaan Proporsi pekerja dilihat dari lapangan pekerjaan merupakan salah satu indikator untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja, disamping mencerminkan struktur perekonomian dari suatu wilayah. Jika dilihat dari jenis lapangan pekerjaan utama pada tahun 2010 di Kabupaten Tebo sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan tetap merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 21

22 sebesar 89,66 persen, diikuti oleh sektor perdagangan, rumah makan, dan jasa akomodasi sebesar 6,43 persen. Sedangkan penyerapan tenaga kerja terkecil di sektor industri pengolahan sebesar 0,77 persen. Tabel Penyerapan Tenaga Kerja pada Lapangan Pekerjaan Utama Menurut Di Kabupaten Tebo, 2010 (dalam %) LAPANGAN USAHA LAKI-LAKI JENIS KELAMIN PEREMPUAN JUMLAH PERTANIAN, PERKEBUNAN, PETERNAKAN & PERIKANAN 90,85 87,23 89,66 2. INDUSTRI PENGOLAHAN 0,69 0,92 0,77 3. PERDAGANGAN BESAR, ECERAN, RUMAH MAKAN DAN HOTEL 4,4 10,6 6,43 4. JASA KEMASYARAKATAN 1,35 0,78 1,16 5. LAINNYA (PERTAMBANGAN, LISTRIK, GAS DAN AIR) 2,72 0,47 1,98 Sumber : SAKERNAS Tahun Bidang Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sektor Migas dan Pertambangan KabupatenTebo juga memiliki sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui cukup potensial,yaitu adanya sebaran batu bara dan minyak bumi, khususnya untuk minyak bumi sejak Tahun 2005 yang lalu telah dilakukan eksploitasi oleh perusahaan PT. Pearl Oil Co. Ltd yang berlokasi di Desa Lubuk Mandarsyah Kecamatan Tengah Ilir. Untuk komoditas Batu bara terdapat 45 kuasa pertambangan. Dua belas perusahaan sudah punya izin eksploitasi dan baru 3 (tiga) yang beroperasi. Batubara di Kabupaten Tebo tersebar di Kecamatan Sumay, Tebo Ilir, Tebo Tengah, Tengah Ilir, Serai Serumpun dan VII Koto Ilir. Pengelolaan pertambangan batu bara di Kabupaten Tebo, menemui berbagai kendala sehingga dari 45 kuasa pertambangan yang telah diberikan baru 3 (tiga) yang beroperasi. Hal ini disebabkan antara lain; sebagian besar wilayah perizinan terletak di kawasan hutan produksi, sehingga perlu proses izin pinjam pakai kawasan dari kementerian kehutanan; lambatnya pemegang izin untuk melakukan kegiatan eksplorasi; kualitas batubara Kabupaten Tebo secara umum memiliki kualitas rendah dengan nilai kalori (calory value) berkisar kkal/kg dan kadar air (total maisture) berkisar 40-50%, sehingga pemegang izin kesulitan dalam memasarkan produksinya dan beberapa lokasi perizinan berada di wilayah perkebunan. Dengan beroperasinya pertambangan batubara, kerusakan yang ditimbulkan menjadi masalah lingkungan di bidang pertambangan adalah, GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 22

23 masalah pasca tambang dan air asam tambang, maka perlu diantisipasikan kerusakan lingkungan yang akan ditimbulkan. Keadaan ini sangat perlu diwaspadai karena selama ini usaha pertambangan selalu dipersepsikan dengan citra perusak lingkungan. Hal ini disebabkan karena usaha pertambangan, khususnya pertambangan batubara yang sifatnya terbuka (open pit mining), selalu merubah bentangan alam sehingga mempengaruhi ekosistim dan habitat aslinya. Pertambangan terbuka ini akan dapat mengganggu keseimbangan fungsi lingkungan hidup dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia sehingga keberadaan pertambangan semacam ini akan menimbulkan penolakan di tengah masyarakat. Dalam rangka optimalisasi pemanfaatan hasil tambang sangat dirasakan masih kurangnya akurasi data potensi bahan galian tambang di Kab. Tebo sehingga potensi tambang belum dapat dimanfaatkan secara optimal. Sedangkan dalam pengelolaan pertambangan terlihat kurangnya masyarakat pelaku tambang dalam aspek K3 dan lingkungan hidup. Secara umum dapat dikatakan dalam pengelolaan penambangan terlihat tanggung jawab sosial dan ekonomi perusahaan pertambangan terhadap masyarakat (Corporate Social responsibility) disekitar lingkungan tambang belum optimal. Di sisi lain, pelestarian plasma nutfah asli juga belum berjalan baik. Kerusakan ekosistem dan perburuan satwa dan tumbuhan yang dilindungi secara liar, yang dilatarbelakangi rendahnya kesadaran masyarakat, menjadi ancaman utama bagi keanekaragaman hayati dan tanaman obat-obatan. Tingginya ancaman terhadap keanekaragaman hayati (biodiversity) perlu diantisipasi ke depan, terutama yang berpotensi tetapi belum banyak dimanfaatkan seperti tanaman obat-obatan Sektor Pertanian, Peternakan, Perkebunan, Perikanan Seberapa jauh peran sektor pertanian dalam pembangunan Kabupaten Tebo, dapat dilihat melalui Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tebo, sebagaimana tercermin pada Tabel Terlihat bahwa dominasi kontribusi sektor pertanian sangat besar dalam mendukung perekonomian wilayah Kabupaten Tebo selama kurun waktu Pada tahun 2005 sektor pertanian menyumbang sebesar 54,8% dari total PDRB Kabupaten Tebo dan sampai pada tahun 2010 terlihat menurun menjadi 51,15%. (Tabel 2.21) Namun walaupun kontribusi sektor pertanian ini terus menurun namun secara riil PDRB nya terus meningkat dari Rp ,12 juta tahun 2005 menjadi Rp ,32 juta tahun 2010 dengan rata-rata pertumbuhan mencapai 15,22%. Secara riil terlihat bahwa sektor perkebunan berkontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB pertanian dimana tahun 2010 mencapai Rp ,22 Juta dan diikuti oleh sektor pertanian tanaman pangan yang mencapai Rp ,39 juta, kehutanan yang mencapai Rp ,66 GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 23

24 juta dan peternakan Rp ,96 juta serta terendah perikanan Rp ,09. Kalau ditelusuri lebih lanjut dalam sektor pertanian sampai tahun 2010 ternyata sektor perkebunan memberikan kontribusi mencapai 34,68% dengan walaupun pertumbuhan rata-rata mengalami penurnan yakni 2.47% dari tahun 2005 sampai tahun Tabel PDRB Kab. Tebo Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, LAPANGAN USAHA JUMLAH (RP.) 1. PERTANIAN , , , , , ,32 15,22 A. Tanaman Bahan Makanan B. Tanaman Perkebunan C. Peternakan Dan Hasil-Hasilnya GR (%) , , , , , ,39 6, , , , , , ,22 19, , , , , , ,96 12,52 D. Kehutanan , , , , , ,66 7,14 E. Perikanan 9.484, , , , , ,09 10,15 PERSENTASE KONTRIBUSI (%) 1. PERTANIAN 54,8 51,24 50,4 45,96 48,2-1,23 A. Tanaman Bahan Makanan B. Tanaman Perkebunan C. Peternakan Dan Hasil-Hasilnya 11,14 9,8 9,15 7,25 7,33-8,87 30,7 29,42 29,7 27,84 30,51 2,47 5,41 4,95 4,88 4,79 4,71-3,66 D. Kehutanan 6,76 6,27 5,92 5,43 5,02-8,27 E. Perikanan 0,79 0,8 0,75 0,65 0,63-5,67 Sumber: Tebo Dalam Angka, Sedangkan pada subsektor tanaman pangan dan bahan makanan yang menunjukkan sumbangannya dalam menopang perekonomian yang terus menurun dari 11,14% sejak tahun 2005 menjadi 7.00% pada tahun 2010 atau rata-rata penurunan mencapai -8.87%. Penurunan ini kelihatannya perlu mendapat perhatian yang serius dari pemerintah Kabupaten Tebo ke depan. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH II - 24

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Kondisi Geografis LS dan BT. Beriklim tropis dengan III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Kondisi Geografis Secara geografis Kabupaten Tebo terletak diantara titik koordinat 0 52 32-01 54 50 LS dan 101 48 57-101 49 17 BT. Beriklim tropis dengan ketinggian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1. Letak dan Luas Wilayah Kabupaten Seluma Kabupaten Seluma merupakan salah satu daerah pemekaran dari Kabupaten Bengkulu Selatan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 3

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB IV TINJAUAN EKONOMI 2.1 STRUKTUR EKONOMI Produk domestik regional bruto atas dasar berlaku mencerminkan kemampuan sumber daya ekonomi yang dihasilkan oleh suatu daerah. Pada tahun 2013, kabupaten Lamandau

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak

IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI. Undang-Undang No. 61 tahun Secara geografis Provinsi Jambi terletak IV. GAMBARAN UMUM PROVINSI JAMBI 4.1 Keadaan Umum Provinsi Jambi secara resmi dibentuk pada tahun 1958 berdasarkan Undang-Undang No. 61 tahun 1958. Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB. SUBANG TAHUN 2012 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT : TINJAUAN SECARA MAKRO

PERKEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT : TINJAUAN SECARA MAKRO PERKEMBANGAN EKONOMI KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT 2011-2015: TINJAUAN SECARA MAKRO Prof. Dr. Ir. Zulkifli Alamsyah, M.Sc. Guru Besar Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Jambi Disampaikan

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya;

BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH. 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; BAB II KERANGKA EKONOMI MAKRO DAERAH 2.1 Perkembangan indikator ekonomi makro daerah pada tahun sebelumnya; A. Pertumbuhan Ekonomi Pertumbuhan ekonomi (economic growth) merupakan salah satu indikator yang

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12

Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 3. Undang-Undang Nomor 12 BAB I PENDAHULUAN Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Negara Indonesia adalah negara kesatuan yang berbentuk republik. Konsekuensi logis sebagai negara kesatuan

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009

PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN 2009 No. 09/02/15/Th. IV, 10 Februari 2010 PERTUMBUHAN EKONOMI JAMBI TAHUN Pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Jambi pada tahun meningkat sebesar 6,4 persen dibanding tahun 2008. Peningkatan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK

BERITA RESMI STATISTIK BERITA RESMI STATISTIK BPS PROVINSI JAWA TIMUR No. 32/05/35/Th. XI, 6 Mei 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI JAWA TIMUR TRIWULAN I-2013 Pertumbuhan Ekonomi Jawa Timur Triwulan I Tahun 2013 (y-on-y) mencapai 6,62

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan mempunyai tujuan yaitu berusaha mewujudkan kehidupan masyarakat adil dan makmur. Pembangunan adalah suatu proses dinamis untuk mencapai kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN Situasi Wilayah Letak Geografi Secara geografis Kabupaten Tapin terletak antara 2 o 11 40 LS 3 o 11 50 LS dan 114 o 4 27 BT 115 o 3 20 BT. Dengan tinggi dari permukaan laut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO

BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO BAB IV TINJAUAN PEREKONOMIAN KABUPATEN BUNGO 1. PERKEMBANGAN KABUPATEN BUNGO merupakan penghitungan atas nilai tambah yang timbul akibat adanya berbagai aktifitas ekonomi dalam suatu daerah/wilayah. Data

Lebih terperinci

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia

Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perkembangan Indikator Makro Usaha Kecil Menengah di Indonesia Perekonomian Indonesia tahun 2004 yang diciptakan UKM berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga berlaku mencapai Rp

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator

I. PENDAHULUAN. Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan perekonomian suatu negara dapat diukur melalui berbagai indikator ekonomi antara lain dengan mengetahui pendapatan nasional, pendapatan per kapita, tingkat

Lebih terperinci

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN

ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN ANALISIS PENYERAPAN TENAGA KERJA PERDESAAN LAHAN KERING BERBASIS PERKEBUNAN Adi Setiyanto PENDAHULUAN Tenaga kerja merupakan motor penggerak dalam pembangunan ekonomi. Tenaga kerja sebagai sumber daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 BPS KABUPATEN SIMALUNGUN No. 01/08/1209/Th. XII, 1 Agustus 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN SIMALUNGUN TAHUN 2012 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Simalungun tahun 2012 sebesar 6,06 persen mengalami percepatan

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH 4.1 Wilayah Administrasi dan Letak Geografis Wilayah administrasi Kota Tasikmalaya yang disahkan menurut UU No. 10 Tahun 2001 tentang Pembentukan Pemerintah Kota Tasikmalaya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sekilas Tentang Kabupaten Bungo-Tebo Hingga tahun 1999, Kabupaten Bungo-Tebo masih berada di dalam satu kabupaten. Secara administrative, kabupaten ini adalah

Lebih terperinci

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81

Tabel-Tabel Pokok TABEL-TABEL POKOK. Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 TABEL-TABEL POKOK Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / 2014 81 Tabel 1. Tabel-Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Lamandau Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. tercapainya perekonomian nasional yang optimal. Inti dari tujuan pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1. A 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator kemajuan ekonomi suatu negara. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi maka semakin baik pula perekonomian negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penelitian Pembangunan ekonomi daerah berorientasi pada proses. Suatu proses yang melibatkan pembentukan institusi baru, pembangunan industri alternatif, perbaikan

Lebih terperinci

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah

2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah 2.1 Gambaran Umum Provinsi Kalimantan Timur A. Letak Geografis dan Administrasi Wilayah Provinsi Kalimantan Timur dengan ibukota Samarinda berdiri pada tanggal 7 Desember 1956, dengan dasar hukum Undang-Undang

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/05/72/Thn XIV, 25 Mei 2011 PEREKONOMIAN SULAWESI TENGAH TRIWULAN I TAHUN 2011 MENGALAMI KONTRAKSI/TUMBUH MINUS 3,71 PERSEN Pertumbuhan ekonomi Sulawesi Tengah

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-2011 No. 43/08/63/Th XV, 05 Agustus 20 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN SELATAN TRIWULAN II-20 Ekonomi Kalimantan Selatan pada triwulan II-20 tumbuh sebesar 5,74 persen jika dibandingkan triwulan I-20 (q to q)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia sebagai suatu bangsa dan negara besar dengan pemilikan sumber daya alam yang melimpah, dalam pembangunan ekonomi yang merupakan bagian dari pembangunan nasional

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat

IV. GAMBARAN UMUM Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat 51 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Wilayah, Iklim dan Penggunaan Lahan Provinsi Sumatera Barat Sumatera Barat adalah salah satu provinsi di Indonesia yang terletak di pesisir barat Pulau Sumatera dengan ibukota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Dasar Hukum 1 PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Dasar Hukum Provinsi Jambi merupakan salah satu Provinsi di wilayah Sumatera yang dibentuk berdasakan Undang-Undang Darurat Nomor 19 tahun 1957, tentang Pembentukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi 69 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Letak dan Luas Daerah Kabupaten Tulang Bawang adalah kabupaten yang terdapat di Provinsi Lampung yang letak daerahnya hampir dekat dengan daerah sumatra selatan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun

I. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara

Lebih terperinci

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk

A. Proyeksi Pertumbuhan Penduduk. Pertumbuhan Penduduk Perspektif Kabupaten Berau selama 5 tahun ke depan didasarkan pada kondisi objektif saat ini dan masa lalu yang diprediksi menurut asumsi cetiris paribus. Prediksi dilakukan terhadap indikator-indikator

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA 31 KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN KATINGAN DAN KOTA PALANGKA RAYA Administrasi Secara administratif pemerintahan Kabupaten Katingan dibagi ke dalam 11 kecamatan dengan ibukota kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara

I. PENDAHULUAN. perkembangan suatu perekonomian dari suatu periode ke periode. berikutnya. Dari satu periode ke periode lainnya kemampuan suatu negara 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan masalah perekonomian suatu negara dalam jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi mengukur prestasi dari perkembangan suatu perekonomian dari

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI PAPUA 4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan Provinsi Papua Provinsi Papua terletak antara 2 25-9 Lintang Selatan dan 130-141 Bujur Timur. Provinsi Papua yang memiliki luas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi

I. PENDAHULUAN. Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya. bertahap. Pembangunan adalah suatu proses multidimensional yang meliputi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tingkat perekonomian suatu wilayah didukung dengan adanya pembangunan ekonomi jangka panjang yang terencana dan dilaksanakan secara bertahap. Pembangunan adalah suatu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012

PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 No. 06/02/62/Th. VII, 5 Februari 2013 PERTUMBUHAN EKONOMI KALIMANTAN TENGAH TRIWULAN IV/2012 DAN TAHUN 2012 Perekonomian Kalimantan Tengah triwulan IV-2012 terhadap triwulan III-2012 (Q to Q) secara siklikal

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 06/02/72/Th. XIV. 7 Februari 2011 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah tahun 2010 yang diukur dari kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat secara ekonomi dengan ditunjang oleh faktor-faktor non ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu proses perubahan yang dilakukan melalui upaya-upaya terencana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi dengan

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH

IV. KONDISI UMUM WILAYAH 29 IV. KONDISI UMUM WILAYAH 4.1 Kondisi Geografis dan Administrasi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 50-7 50 LS dan 104 48-104 48 BT dengan batas-batas wilayah sebelah utara berbatasan dengan

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH

PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH No. 11/02/72/Th. XVII. 5 Februari 2014 PERTUMBUHAN EKONOMI SULAWESI TENGAH Ekonomi Sulawesi Tengah pada tahun 2013 yang diukur dari persentase kenaikan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas

I. PENDAHULUAN. itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta. yang kuat bagi bangsa Indonesia untuk maju dan berkembang atas 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi adalah meningkatnya produksi total suatu daerah. Selain itu pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan pendapatan perkapita serta meningkatnya kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih

BAB I PENDAHULUAN. suatu sistem negara kesatuan. Tuntutan desentralisasi atau otonomi yang lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Otonomi daerah memiliki kaitan erat dengan demokratisasi pemerintahan di tingkat daerah. Agar demokrasi dapat terwujud, maka daerah harus memiliki kewenangan yang lebih

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL

INDIKATOR MAKRO EKONOMI KABUPATEN TEGAL III. EKONOMI MAKRO KABUPATEN TEGAL TAHUN 2013 Pembangunan ekonomi merupakan suatu hal mendasar suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi itu sendiri pada dasarnya

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir.

BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu. yang meliputi wilayah Rengat dan Tembilahan di sebelah Hilir. 37 BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Geografis Kabupaten Indragiri Hulu 1. Wilayah Pembentukan Kabupaten Indragiri Hulu pada awainya ditetapkan dengan UU No. 12 Tahun 1956 tentang pembentukan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5.

IV. GAMBARAN UMUM. 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi. Jambi 205,43 0,41% Muaro Jambi 5. IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Kondisi Geografis dan Persebaran Tanaman Perkebunan Unggulan Provinsi Jambi Provinsi Jambi secara geografis terletak antara 0 0 45 sampai 2 0 45 lintang selatan dan antara 101 0 10

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu

I. PENDAHULUAN. melalui nilai tambah, lapangan kerja dan devisa, tetapi juga mampu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sektor industri merupakan komponen utama dalam pembangunan ekonomi nasional. Sektor industri mampu memberikan kontribusi ekonomi yang besar melalui nilai tambah,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 63 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Fisik Daerah Penelitian Berdasarkan Badan Pusat Statistik (2011) Provinsi Lampung meliputi areal dataran seluas 35.288,35 km 2 termasuk pulau-pulau yang

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan

I. PENDAHULUAN. Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketika krisis melanda Indonesia sejak tahun 1997 usaha kecil berperan besar untuk menggerakkan roda perekonomian. Pada saat usaha besar tidak mampu mempertahankan eksistensinya,

Lebih terperinci

BAB II ASPEK STRATEGIS

BAB II ASPEK STRATEGIS BAB II ASPEK STRATEGIS Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Tahun 2013 II - 16 BAB II ASPEK STRATEGIS A. Sumber Daya Manusia 1. Kependudukan umlah Penduduk Kabupaten Luwu Utara pada

Lebih terperinci

PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI

PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI 1 PROFIL PEMBANGUNAN JAMBI A. GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI WILAYAH Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0º 45¹ 2º 45¹ LS dan 101º 0¹ - 104º 55 BT dengan wilayah keseluruhan seluas 53.435.72 KM²

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur

IV. GAMBARAN UMUM Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta. Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi DKI Jakarta, berdasarkan SK Gubernur 57 IV. GAMBARAN UMUM 4.1. Letak Geogafis dan Wilayah Administratif DKI Jakarta Provinsi DKI Jakarta merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 7 meter diatas permukaan laut dan terletak antara

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2006 4.1. Gambaran Umum inerja perekonomian Jawa Barat pada tahun ini nampaknya relatif semakin membaik, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan ekonomi Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah

I. PENDAHULUAN. Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang. memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Depok telah resmi menjadi suatu daerah otonom yang memiliki pemerintahan sendiri dengan kewenangan otonomi daerah beserta dengan perangkat kelengkapannya sejak penerbitan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU

PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU No. 19/05/14/Th.XI, 10 Mei PERKEMBANGAN EKONOMI RIAU Ekonomi Riau Tanpa Migas y-on-y Triwulan I Tahun sebesar 5,93 persen Ekonomi Riau dengan migas pada triwulan I tahun mengalami kontraksi sebesar 1,19

Lebih terperinci

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT

BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT BAB I KONDISI MAKRO PEMBANGUNAN JAWA BARAT 1.1. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) beserta Komponennya Angka Partisipasi Kasar (APK) SLTP meningkat di tahun 2013 sebesar 1.30 persen dibandingkan pada tahun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan

I. PENDAHULUAN. dan pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses transformasi yang dilakukan secara sistematis dan berkelanjutan. Pembangunan ekonomi dilakukan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Lebih terperinci

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar

PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar PERANAN SEKTOR PERTANIAN KHUSUSNYA JAGUNG TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN JENEPONTO Oleh : Muhammad Anshar Jurusan Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Sains dan Teknologi ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS

BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS BAB IV ANALISIS ISU-ISU STRATEGIS IIV.1 Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Ngawi saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi lima tahun ke depan perlu mendapat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data primer dan

III. METODE PENELITIAN. Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data primer dan 39 III. METODE PENELITIAN A. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam skripsi ini adalah jenis data primer dan sekunder. 1.1.Data primer pengumpulan data dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada umumnya pembangunan ekonomi selalu diartikan sebagai proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk dalam suatu daerah karena hal tersebut merupakan kejadian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola

BAB I PENDAHULUAN. suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakatnya mengelola BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara agraris dengan kekayaan hayati yang melimpah, hal ini memberikan keuntungan bagi Indonesia terhadap pembangunan perekonomian melalui

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. tujuan penelitian. Wilayah yang akan dibandingkan dalam penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional dalam penelitian ini mencakup semua pengertian yang digunakan dalam memperoleh dan menganalisis

Lebih terperinci

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013

BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 2013 BPS KABUPATEN TAPANULI TENGAH No. 1/8/124/Th. XIII, 25 Agustus 214 PERTUMBUHAN EKONOMI KABUPATEN TAPANULI TENGAH TAHUN 213 Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Tapanuli Tengah tahun 213 sebesar 6,85 persen mengalami

Lebih terperinci