Progress Report III Monitoring Pengadilan HAM ad hoc

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Progress Report III Monitoring Pengadilan HAM ad hoc"

Transkripsi

1 Progress Report III Monitoring Pengadilan HAM ad hoc Pendahuluan Pengadilan HAM ad hoc kasus timor timur telah berjalan hampir empat bulan sejak dimulainya sidang pertama pada bulan Februari Saat ini proses pemeriksaan telah masuk pada proses pemeriksaan saksi. Proses ini merupakan proses lebih lanjut setelah diajukannya dakwaan dan tanggapan serta keputusan sela hakim HAM ad hoc atas keberatan penasehat hukum berkaitan dengan kewenangan pengadilan atas perkara. Dengan demikian proses pemeriksaan saksi ini pertama-tama di dasarkan pada usaha untuk memperoleh keterangan mengenai fakta hukum yang berkaitan dengan butir-butir yang di dakwakan dalam surat dakwaan jaksa penuntut umum ad hoc. Upaya ini dilakukan melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada saksi di muka sidang pengadilan. Pertanyaanpertanyaan tersebut diturunkan dalam upaya menemukan element of crime dari dakwaan dalam hal ini kejahatan terhadap kemanusiaan (crimes against humanity) dan tanggung jawab komando (command responsibility). 1 Diharapkan pengetahuan saksi atas peristiwa dapat membantu menemukan fakta hukum yang dibutuhkan dalam pencarian kebenaran di muka persidangan. Dengan demikian dalam tahap ini kemampuan jaksa penuntut umum untuk merumuskan secara jelas unsur kejahatan dari dakwaan yang telah dirumuskan menjadi salah satu faktor penting. Sebab sebagaimana juga diatur dalam aturan pembuktian KUHAP, keterangan saksi merupakan alat bukti yang utama dalam proses persidangan. 2 Terdapat tiga hal penting yang akan diuraikan lebih lanjut pada laporan ini (1) Pengamatan umum seluruh proses pemeriksaan saksi selama satu bulan, (2) isi kesaksian, dan (3) prosedur pemeriksaan saksi termasuk di dalamnya mengenai hak-hak saksi dalam persidangan-khususnya berkaitan dengan saksi korban. 1. Pengamatan Umum Sampai saat ini, proses persidangan masih terus berada pada tahap pemeriksaan saksi. Sejak pertama pemeriksaan saksi dimulai pada bulan Februari yang lalu, setidaknya telah mendengarkan keterangan sebanyak 31 orang saksi (lihat tabel). 1 Lihat Progress report 1&2 ELSAM atas pengadilan HAM Ad hoc kasus Timor Timur, ELSAM Lihat KUHAP pasal 184 (1)

2 Dari seluruh 31 orang saksi tersebut, ternyata hanya tiga orang saksi korban atau keluarga korban dalam pengadilan HAM ad hoc kasus Timor Timur yang dapat dihadirkan di persidangan. Ini sangat jauh dari proporsi yang ideal, mengingat banyaknya korban yang jatuh sebagaimana didakwakan oleh jaksa. Kegagalan Jaksa Penuntut Umum RI untuk menghadirkan para saksi korban yang lain membuat komposisi kesaksian menjadi tidak seimbang untuk dapat disebut sebagai sebuah proses kesaksian yang adil. Ketidakmampuan menghadirkan saksi korban secara berimbang dengan saksi lainnya sebenarnya menuntut kebijakan hakim untuk melakukan tindakan-tindakan yang diperlukan, seperti menggantikan kehadiran dengan pembacaan berita acara kesaksian atau bahkan menemukan terobosan-terobosan yang dapat mempermudah jalannya pemeriksaan perkara. 3 Selain hal tersebut, sebagian besar saksi yang berasal dari kesatuan ABRI atau Kepolisian yang diajukan oleh jaksa penuntut umum cenderung memberikan keterangan yang tidak memperkuat dakwaan yang telah disusun oleh jaksa penuntut umum. Dalam pengamatan atas beberapa pemeriksaaan saksi di pengadilan ysng terjadi justru sebaliknya, terutama pada saksi-saksi yang memegang kedudukan penting dalam struktur organisasi ABRI/POLRI yang diperiksa di awalawal proses pemeriksaan saksi. 4 Sementara dari pihak penasehat hukum sendiri telah pula diajukan saksi-saksi meringankan (a decharge) bagi terdakwa. Tata cara pemeriksaan saksi di pengadilan HAM ad hoc ini mengacu pada aturan pembuktian sebagaimana diatur dalam KUHAP. Pemeriksaan saksi ini diatur dalam pasal KUHAP. 2. Pemeriksaan element of crime dalam pemeriksaan saksi Mengingat pemeriksaan perkara mendasarkan diri pada prosedur beracara sebagaimana diatur dalam KUHAP, maka kesaksian memiliki peran yang vital. Kesaksian di depan persidangan merupakan salah satu alat bukti terkuat yang mempengaruhi penilaian hakim atas dakwaan yang diajukan pada para terdakwa. Dengan merujuk pada proses beracara ini, fakta dipersidangan merupakan hal yang utama yang akan dijadikan landasan bagi hakim dalam mengambil keputusan atas perkara. Dengan demikian seluruh proses pemeriksaan saksi berpangkal pada dakwaan yang dirumuskan jaksa penuntut ad hoc. Keseluruhan berkas perkara memusatkan dakwaan pada dua hal penting. Pertama menyangkut bentuk perbuatan Kejahatan kemanusiaan (pasal 7 UU No 26/2000). Perbuatan ini dalam dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut ad hoc dilakukan dalam dua bentuk berupa pembunuhan dan penganiayaan (pasal 9 UU No 26/2000) sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik (yang diketahui bahwa serangan) ditujukan pada penduduk sipil. Kedua berkaitan dengan tanggung jawab komando (command responsibility) dari para 3 Lihat juga pasal 162 (1) KUHAP, atau tidak dipanggil karena jauh tempat kediaman atau tempat tinggalnya, maka keterangan yang telah diberikan itu dibacakan. 4 Lihat laporan observasi monitoring pengadilan HAM ad hoc ELSAM untuk pemeriksaan Jend. Wiranto, Abdul Muis, dimana proses dipenuhi sorak sorai dari pengunjung yang mendukung loyalitas terdakwa pada Indonesia, dan mengecam PBB dan dunia internasional dalam persoalan timtim, April-Mei 2002.

3 terdakwa baik yang berasal dari kalangan militer ataupun sipil. Para terdakwa sebagai pemegang otoritas memiliki tanggung jawab secara pidana atas pelanggaran HAM berat yang dilakukan bawahannya. Sebagai atasan para terdakwa didakwa tidak mampu melakukan pengendalian yang efektif secara patut dan benar (pasal 42 UU No 26/2000). 5 Proses pembuktian dakwaan ini, memiliki beberapa perhatian penting khususnya berkaitan dengan upaya jaksa penuntu ad hoc untuk menurunkan element of crime dari kejahatan terhadap kemanusiaan dan tanggung jawab komando dalam pemeriksaan terhadap saksi. Dalam unsur kejahatan pada kejahatan terhadap kemanusiaan, tantangan terbesar adalah pembuktian mengenai unsur sistematik dan meluas. 6 Selain itu jaksa juga harus mampu melakukan pembedaan pengertian pembunuhan dalam kejahatan terhadap kemanusiaan dengan pengertian umum pembunuhan sebagai kejahatan pidana biasa. Dalam kejahatan pidana biasa pelaku biasanya adalah orang yang bertanggung jawab atas perbuatan itu baik dalam kedudukannya sebagai pelaku langsung maupun sebagai penganjur atau pembantu melakukan kegiatan. 7 Sementara dalam kejahatan terhadap kemanusiaan, perbuatan-meskipun dilakuakn secara individual- namun ada sebagai hasil dari aksi kolektif (collective action). 8 Dalam pengertian ini pula terdapat elemen yang merupakan fondasi penting yakni adanya pemegang otoritas kebijakan yang membuat terbentuknya rangkaian kejadian yang menyebabkan perbuatan individu tersebut dapat dikategorikan dalam pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan. Selain itu juga distorsi penerjemahan konsep dalam klasifikasi perbuatan dibawah definisi kejahatan kemanusiaan, khususnya yang berkaitan dengan penerjemahan persecution sebagai penganiayaan dalam UU No 26 tahun 2000 juga merupakan tantangan pembuktian yang tak mudah bagi jaksa. 9 Sementara berkaitan dengan tanggung jawab komando, tantangan terbesar yang dihadapi persidangan adalah pembuktian terhadap ketidakmampuan melakukan pengendalian efektif. Berkaitan dengan ini pembuktian mengenai kualifikasi pengabaian informasi dan tindakan yang layak dan diperlukan untuk menghentikan perbuatan pelanggaran HAM berat menjadi titik terpenting dalam pembuktian. Tantangan ini semakin besar mengingat dalam perkara ini, berkaitan dengan tanggung jawab komando, persidangan berhadapan dengan perbuatan yang 5 Lihat progress report 1&2; Ketidakmampuan melakukan pengendalian ini dilakukan dengan mengabaikan informasi yang menunjukkan bahwa bawahannya baru saja melakukan pelanggaran berat HAM ( pasal 42 ayat 1(a) untuk militer dan ayat 2(a) untuk pejabat sipil serta tidak mengambil tindakan yang layak untuk menghentikan perbuatan tersebut [pasal 42 ayat 1 b dan 2 (b)] 6 Pengertian menyangkut pembuktian adanya perencanaan yang sistematis yang dalam banyak kasus hampir selalu melibatkan kewenangan pemegang otoritas birokrasi. 7 Lihat pengaturan dalam KUHP buku kedua 8 Lihat M. Cherif Bassiouni, Crimes Against Humanity in The International Law, Kluwer Law International, 1999, hal Bandingkan pengertian persecution dalam ICC atau ICTY Statute dengan pengertian penganiayaan dalam UU No 26/2000 pasal 9 (h). Penganiayaan sebagaimana pengertian dalam KUHP dalam bahasa inggris setara dengan pengertian assault yang menunjuk pada penyerangan secara langsung terhadap fisik seseorang. Lihat juga Bassiouni, ibid., Persecution memiliki arti yang lebih luas merujuk pada perlakuan diskriminatif yang menghasilkan kerugian mental maupun fisik, ataupun ekonomis. Artinya tidak mensyaratkan perbuatan yang langsung ditujukan pada badan seseorang.

4 dilakukan tidak secara langsung oleh aparat negara (sipil atau militer) melainkan dengan perbuatan yang dilakukan oleh milisi sipil. Khususnya berkaitan dengan pembuktian rantai pengendalian secara langsung antara pejabat (sipil/militer) dengan milisi sipil yang melakukan tindakan langsung. Kesulitan serupa dialami pula dalam pembuktian terhadap kejahatan kemanusiaan yang melibatkan milisi sipil dalam kasus tribunal internasional untuk Yugoslavia, dan Rwanda. 10 Selain itu dengan mempertimbangkan lemahnya penyusunan dakwaan dalam memperlihatkan unsur-unsur tersebut, proses pemeriksaan saksi menjadi pilar penting pembuktian atas elemen kejahatan dalam perkara ini. Terlebih lagi, mengingat pengaturan dalam KUHAP mengenai pemeriksaan saksi, memberikan pengakuan pentingnya fakta persidangan dalam pemeriksaan saksi. Keterangan saksi yang dipergunakan sebagai alat bukti adalah apa yang saksi nyatakan di sidang pengadilan. 11 Proses pemeriksaan saksi ini diwarnai dengan pencabutan beberapa isi penting kesaksian dalam Berita Acara Pemeriksaan (selanjutnya disebut BAP) yang dilakukan oleh para saksi. Dalam perkara untuk Herman sedyono dkk, hampir semua saksi mencabut kesaksian mereka sebagaimana tercantum di BAP untuk beberapa butir pembuktian yang signifikan seperti pengakuan adanya penyerangan, rapat koordinasi antar pejabat pemerintah dan pejabat militer, suara letusan senjata dan pembentukan kelompok-kelompok pengamanan sipil di cabut dalam pemeriksaan persidangan. 12 Adapun alasan pencabutan mulai dari adanya tekanan ataupun pernyataan bahwa keterangan sebelumnya merupakan pendapat saksi sehingga tidak memenuhi kualifikasi sebagai kesaksian. Atas hal ini majelis hakim maupun jaksa penuntut umum sendiri tidak mengelaborasi lebih lanjut dalam pemeriksaan di persidangan. Dalam berkas terdakwa Abilio dan Timbul Silaen, hal yang serupa terjadi. Pencabutan kesaksian juga dilakukan pada beberapa bagian penting yang berkaitan dengan pengakuan adanya keterkaitan anatara pembentukan satuan keamanan sipil dengan kebijakan ataupun dukungan dari pemegang otoritas kekuasaan di tingkat daerah baik dalam hubungan administrasi maupun dalam hubungan teknis seperti pembinaan dan pelatihan. Sehingga dalam pemeriksaan saksi lanjutan sepanjang bulan Mei hampir tidak ditemukan pengakuan akan adanya penyerangan. Dalam perkembangan selanjutnya hakim maupun penuntut umum bahkanjuga turut menggunakan kata bentrokan sebagai pengganti pengertian akan penyerangan ini. Penggunaan kata ini sendiri berimplikasi pada pemenuhan dan pembuktian unsur kejahatan dalam dakwaan Lihat M. Cherif Bassiouni, op.cit. 11 Lihat pasal 185 (1) KUHAP; pengaturan ini memperkecil kemungkinan penggunaan model alternatif dalam pemeriksaan saksi oleh hakim, khususnya berkaitan dengan kehadiran saksi korban. 12 Lih. Laporan observasi Pengadilan HAM ad hoc; Saksi Sonny Iskandar mencabut seluruh BAP dengan alasan berada di bawah tekanan. Dalam pemeriksaan tersebut pengakuan saksi sangat signifikan mengenai keterlibatan saksi dalam penyerangan di gereja Ave Maria Suai. I wayan Suka Antara mencabut hasip pemeriksaan di Bap berkaitan dengan bunyi suara tembak menembak, rapat koordinasi bupati dengan Kodim pada saat kejadian, serta kata penyerangan. Jehezkiel Berek mencabut kesaksian yang mengatakan bahwa pembentukan milisi sipil itu dikukuhkan oleh kebijakan Bupati setempat. 13 Apabila merujuk pada pengertian kejahatan terhadap kemanusiaan sebagaimana diatur dalam UU No 26/2000 maka disyaratkan bahwa perbuatan tersebut ( pembunuhan dan penganiayaan) merupakan bagian dari serangan yang meluas atau sistematis yang diketahui secara langsung ditujukan pada penduduk sipil.

5 Sebagai contoh yang lain, dalam pemeriksaan saksi Adam Damiri, misalnya pengertian satuan keamanan sipil bersenjata (milisi) bahkan dinyatakan tidak ada. 14 Lebih jauh dalam pemeriksaan yang sama, saksi juga mencabut keterangan yang menyatakan bahwa Pam Swakarsa adalah perubahan bentuk dari Pejuang Pro Integrasi. 15 Dalam bagian yang lain, isi kesaksian sepanjang bulan Mei ini masih banyak diwarnai dengan pernyataan yang dapat diklasifikasikan sebagai pendapat atau opini bahkan perasaan. Hal ini tidak terlepas dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan bahkan oleh hakim sendiri kepada para saksi. Beberapa pertanyaan yang diajukan baik oleh penuntut umum sendiri ataupun oleh jaksa tidak seluruhnya mengarah pada adanya jawaban yang berupa fakta hukum peristiwa tersebut. Dalam pemeriksaan saksi Adam Damiri misalnya, muncul pertanyaan mengenai penilaian saksi atas tindakan yang telah diambil oleh mantan Gubernur Timtim Abilio dalam penanganan keamanan: T: Ada, menurut pengetahuan anda. Jadi di dalam bentrok yang didakwakan jaksa yang dilibatkan, katanya, gubernur dalam isi dakwaan itu, menurut anda tidak ada peranan gubernur ini, hanya gebernur ini berusaha selalu? J: Sudah T: Sudah maksimalkah usahanya ini? J: Sudah T: Untuk menyelesaikan persoalan? J: Ya T: Terima kasih, Pak jenderal! Pertanyaan-pertanyaan seperti ini terutama ditemukan pada pertanyaan yang diajukan oleh penasehat hukum terdakwa. Banyak sekali pertanyaan yang ada merupakan pertanyaan yang bersifat meminta penilaian dari saksi atas peristiwa dan bukan kepastian dan validitas dari ada atau tidaknya peristiwa itu sendiri.beberapa pertanyaan lain yang sering muncul adalah pertanyaan yang bersifat penegasan dan dikotomi seperti jawaban ya dan tidak atau betul dan salah atau pertanyaan yang mengarahkan. Khususnya ini berkaitan dengan beberapa latar belakang yang juga ditemukan dalam nota keberatan terdakwa atas jalannya pengadilan dan atas dakwaan jaksa. 16 Majelis hakim pun dalam beberapa pemeriksaan saksi di pengadilan melakukan hal yang serupa seperti dapat ditemui dalam pemeriksaan terhadap Emilio Bareto, saksi korban untuk berkas Timbul Silaen seperti dapat dilihat dalam cuplikan berikut: 14 Lihat Laporan pemeriksaan saksi Adam Damiri untuk berkas Abilio J. Osorio Soares tanggal 8 Mei ibid. Pencabutan kesaksian ini tanpa disertai alasan yang cukup memadai, dan hakim maupun jaksa penuntut ad hoc juga tidak melakukan pemeriksaan lebih lanjut. 16 Lihat transkrip pemeriksaan Emilio Bareto tanggal 30 Mei 2002; Dalam pemeriksaan saksi korban Emilio Breto untuk berkas Timbul Silaen, Penasehat hukum menanyakan pada saksi karena pihak yang terlibat sama-sama orang Timtim, sehingga bisa dikatakan sebagai perang saudara, yang artinya saudara dengan saudara. Ini kemudian dijwaab saksi dengan jawaban saudara dengan saudara. Ini kemudian dipertegas dengan pertanyaan sebagai berikut : karena saudara dengan saudara benar nggak jadi perang saudara?

6 Hakim : Merasa aman ya, Terus kendatipin begitu, tiba-tiba ada serangan masuk, dengan melihat begitu apakah ada rasa saudara merasa kecewa terhadap pengamanan diluar itu? Saksi : Kecewa. Majelis: Apakah saudara mengatakan kecewa ini, saudara mengatakan kecewa karena apa? Saksi: karena tidak mengatasi keadaan. Majelis : Dengan milisi begitu. Nah Saudara kecewa bagimana, apa kecewa sepenuhnya, apa sedikit kecewa, atau bagaimana saudara? Saksi : Sedikit kecewa, karena saya adalah termasuk korban di sana. Bahkan berkaitan dengan saksi korban, pertanyaan-pertanyaan yang berasal dari penasehat hukum merupakan pertanyaan yang memojokkan saksi. Dalam pemeriksaan saksi...ibu yang saya cintai mohon kejujuran ibu. Fatimah bekerja setelah ibu menjadi saksi atau sebelum ibu menjadi saksi? Enggak usah lihat bule yang sebelah kanan ibu, saya tahu dari tadi dia ngajarin ibu, enggak usah ibu lihat. Lihat kesaya kalau perlu ibu lihat ke bapak hakim, dengar saja enggak usah lihat muka saya. Ibu lihat ke bapak hakim saja, tolong ibu lihat kesana, ibu kayaknya diajar-ajarin. Ibu yang saya cintai, ibu fatimah itu bekerja setelah ibu jadi saksi atau sebelum ibu jadi saksi? (saksi tidak menjawab). Terima kasih kalau ibu tidak mau menjawab, saya juga tidak mau memaksa. Tapi lubuk hati sanubari ibu yang paling dalam yang bicara, ibu yang saya cintai apakah puteri-puteri ibu diperkosa atau mau diperkosa? Ibu tolong ibu jawab, diperkosa atau mau diperkosa? Selain itu dalam pemeriksaan beberapa saksi, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan jaksa penuntut umum justru diluar konteks perkara dan cenderung melecehkan pengadilan dan mendapat reaksi yang cukup keras dari majelis hakim. Penasehat hukum: di desa Soya itu terjadi kerusuhan, nah sekarang misalkan itu diamankan oleh Polri atau Tentara nanti dimajukan ke pengadilan HAM? Sepengetahuan saksi apakah kerusuhan di Indonesia ini diamankan saja oleh jaksa atau oleh pejuang-pejuang HAM supaya ia tidak dimajukan ke pengadilan HAM? Majelis: (mengetuk-ketuk mic) tidak perlu dijawab, itu pendapat. ( dan masih juga dijawab oleh saksi). Penasehat hukum:.peristiwa penyanderaan danramil Suai oleh Falintil, itu kan tindakan hukum, pada waktu itu di provinsi Timtim, apakah sepengetahuan saksi mereka dimajukan ke peradilan HAM? Saksi: Tidak ada Penasehat Hukum: Jadi kalau kelompok pro kemerdekaan melakukan pelanggaran HAM tidak dimajukan kalau yang lain dimajukan 3. Prosedur pemeriksaan saksi: Berdasarkan pengamatan dalam proses persidangan khususnya dalam tahap pemeriksaan saksi dipersidangan, terdapat beberapa pokok perhatian khusus, terutama yang berkaitan dengan saksi korban. Terdapat tiga hal penting berkaitan dengan prosedur pemeriksaan saksi ini, meliputi (1) jaminan keamanan, (2) hak-hak saksi dalam persidangan, (3) jadual persidangan.

7 3.1. Tentang Keamanan Saksi Sampai dengan 31 April 2002, baru ada tiga orang saksi korban / keluarga korban yang bersaksi di muka pengadilan atas pengajuan Jaksa Penuntut Umum. Masing-masing adalah: Dominggas dos Santos Muzinho (untuk perkara Herman Sedyono, dkk), Joao Perreira dan Emilio Bareto (untuk perkara Timbul Silaen). 17 Terdapat tiga orang saksi korban atau keluarga korban yang batal hadir, yaitu Armendo de Deus Granan Deiro, Frez da Costa, dan Tobias dos Santos (semuanya untuk perkara Herman Sedyono, dkk). Ketidakhadiran para saksi tersebut menurut surat penjelasan Jaksa Agung RDTL, Longhuinos Monteiro, adalah karena alasan tidak adanya jaminan keamanan bagi para saksi korban. 18 Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI, Barman Zahir SH, dalam siaran persnya tanggal 5 Juni 2002 menganggap keberatan Jaksa Agung Monteiro tidak beralasan, karena pemerintah RI secara khusus telah menjamin keselamatan mereka, tidak hanya di ruang sidang, tetapi juga di penginapan dan perjalanan. Selain perlindungan fisik, prinsip-prinsip tentang peradilan yang adil mensyaratkan juga adanya perlindungan terhadap ancaman psikologis yang mungkin saja terjadi. 19 Selain itu pasal 34 ayat 1 UU no.26 tahun 2000 juga menyatakan: Setiap korban dan saksi dalam Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat berhak atas perlindungan fisik dan mental dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun. Sayangnya PP no.2 tahun 2002 yang mengatur tentang Perlindungan Saksi dan Korban tidak dilengkapi dengan aturan mengenai prosedur pengamanan yang baku. Memang tidak terjadi serangan secara fisik maupun ancaman langsung yang dialami oleh para saksi korban yang bersedia melakukan kesaksian. Meskipun demikian, saksi akan kesulitan untuk memberikan keterangan dengan leluasa kalau pengunjung sidang bisa berteriak-teriak dan mencemooh, sementara di luar pengadilan ada kelompok-kelompok yang terus melakukan unjuk rasa. Persidangan kasus pelanggaran berat HAM Timor Timur, pada awalnya dihadiri Panglima TNI dan jajaran pimpinan teras TNI. Kemudian, dalam setiap persidangan selalu didatangi kelompok pro-integrasi dan penonton yang bisa menyoraki saksi. Kondisi seperti ini dapat dikategorikan sebagai bentuk tekanan. Keadaan seperti ini seharusnya bisa ditertibkan oleh otoritas pengadilan. Harus ada usaha nyata dari otoritas pengadilan untuk memberikan ketenangan dalam proses peradilan. Persoalan lain berkaitan dengan keamanan ini adalah pertanyaan-pertanyaan penasehat hukum yang dalam banyak kesempatan menyudutkan dan cenderung berisi ancaman bagi saksi. Terhadap kejadian ini, majelis hakim dalam beberapa kesempatan telah memperingatkan penasehat hukum. Dalam salah satu pemeriksaan saksi bahkan saksi terlihat dalam situasi tidak 17 Joao Perreira dan Emilio Bareto, atas permintaan Jaksa Penuntut Umum yang disetujui oleh Majelis Hakim, kemudian juga menjadi saksi untuk perkara Abilio Soares. 18 Dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum sebelum persidangan tanggal 5 Juni Fair Trial Manual Amnesty International

8 relaks dan tertekan, tidak bersedia berhadapan muka dengan penasehat hukum. 20 Lebih lanjut, bahkan tidak bersedia menjawab sebagian besar pertanyaan yang datang dari salah satu penasehat hukum, sementara terhadap pertanyaan yang datang dari beberapa penasehat hukum yang lain dengan lancar dapat dijawab. Selain masalah keamanan saksi korban, masalah lain yang menyulitkan untuk mendatangkan saksi korban atau keluarga korban adalah masalah tidak adanya biaya. Pengadilan HAM tidak dibekali dengan dukungan dana yang memadai untuk melakukan prosedur ini, sementara pihak PBB melalui UNMISET (United Nations Mission of Support in East Timor) tidak dapat memberikan bantuan biaya karena dapat menjadi preseden bagi kasus-kasus serupa di masa datang. Selain itu, belum ada perjanjian ekstradisi yang jelas antara pihak pemerintah Indonesia dengan Timor Timur. Selama ini proses yang berkaitan dengan ekstradisi dilakukan berdasarkan memorandum of understanding (MOU) antara pihak Deplu RI dengan UNTAET. Saat ini Timor Timur tidak lagi ditangani oleh UNTAET melainkan telah membentuk pemerintahan sendiri dengan dukungan PBB melalui UNMISET, dan tidak ada penjelasan mengenai pelimpahan wewenang masalah ekstradisi dari UNTAET berdasarkan MOU tersebut kepada pemerintah Timor Timur maupun UNMISET Hak untuk mendapatkan penerjemah Dalam persidangan tanggal 28 Mei 2002, untuk perkara Herman Sedyono, dkk dihadirkan saksi Dominggas dos Santos Mauzinho. Terhadap saksi ini, jaksa penuntut umum menginformasikan bahwa saksi kurang begitu lancar berbahasa Indonesia sehingga disiapkan seorang penerjemah bahasa Tetun dari Timor Timur. Majelis Hakim yang diketuai oleh Cicut Sutiarso menolak penerjemah yang disediakan dengan alasan tidak adanya surat pengantar dan sertifikat sebagai seorang penerjemah. Majelis Hakim akhirnya memutuskan untuk menggunakan bahasa Indonesia dan hanya akan menggunakan penerjemah jika dirasa dibutuhkan, tanpa kriteria ataupun batasan yang jelas tentang skala kebutuhan tersebut. Sampai berakhirnya sidang pemeriksaan saksi tersebut, bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Hal ini menyebabkan saksi tidak bisa menjawab secara lancar dan tersendat-sendat ketika ditanya dengan intonasi yang cepat dan istilah yang tidak familiar. Sehingga, baik Hakim, Jaksa Penuntut Umum, maupun Penasehat Hukum Terdakwa seringkali harus mengulang pertanyaan. Saksi pun, dalam sebagian besar kesempatan terpaksa dikondisikan pada pertanyaan berjawaban ya dan tidak akibat keterbatasannya berbahasa Indonesia. Kondisi ini secara otomatis telah mengurangi kedalaman eksplorasi kesaksian. Alasan penolakan Majelis Hakim terhadap pendampingan seorang penerjemah ini kurang tepat, mengingat bahasa Tetun adalah bahasa yang tidak lazim digunakan sebagai bahasa komunikasi standar dalam hubungan internasional. Sehingga pensyaratan sertifikat penerjemah merupakan 20 Lihat dokumentasi audio visual ELSAM pada pemeriksaan saksi Dominggas Dos Santos Mauzinho, 28/5/2002

9 permintaan yang tidak bisa dipenuhi. Padahal, hak seseorang untuk mendapatkan seorang penterjemah apabila ia tidak mengerti atau tidak dapat berbicara dalam bahasa yang digunakan di pengadilan merupakan salah satu bentuk jaminan pengadilan yang adil, sebagaimana juga tercantum dalam pasal 14 ayat 3 (f) Kovenan Internasional Hak Sipil dan Politik (ICCPR). 21 Selain itu dalam pengaturan tentang saksi menurut KUHAP pasal 177, hakim dapat menunjuk seorang penerjemah apabila saksi atau terdakwa tidak paham bahasa Indonesia Kalender persidangan Dalam persidangan tanggal 29 Mei 2002 dalam perkara Herman Sedyono, dkk, Majelis Hakim yang diketuai oleh Cicut Sutiarso memberikan ultimatum kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan seluruh saksi korban yang mungkin hadir dan menyelesaikan proses kesaksian dalam jangka waktu satu minggu. Perintah hakim ini merupakan konsekuensi dari pasal 31 UU no. 26 tahun 2000 yang menyatakan bahwa perkara pelanggaran hak asasi manusia yang berat, diperiksa dan diputuskan oleh Pengadilan HAM dalam waktu paling lama 180 hari terhitung sejak perkara dilimpahkan ke Pengadilan. Perintah hakim tersebut akan membawa konsekuensi lain yaitu dipertentangkannya asas keadilan dengan asas kepastian hukum. Melihat kesulitan pihak Jaksa Penuntut Umum untuk mendatangkan saksi korban, maka kemungkinan besar seluruh saksi korban yang dibutuhkan untuk bersaksi tidak akan dapat melakukan kesaksian dalam jangka waktu satu minggu tersebut. Akibatnya, komposisi kesaksian menjadi semakin menjauh dari proporsional. Dan peradilan yang adil pun kemungkinan besar tidak akan dapat terlaksana dengan baik. Sementara itu, jika demi memenuhi asas proporsionalitas kesaksian pengadilan memutuskan untuk memberi waktu yang luas pada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan seluruh saksi korban yang dibutuhkannya untuk bersaksi, dan demikian juga terhadap para saksi yang diajukan oleh Penasehat Hukum Terdakwa nantinya, maka jalannya pengadilan akan memakan waktu yang lebih lama. Dan jika sampai dengan 180 hari sejak dilimpahkannya perkara ke pengadilan ternyata belum dapat diputuskan oleh Majelis Hakim, bukan tidak mungkin pengadilan batal demi hukum. Khusus untuk perkara Herman Sedyono, dkk, Majelis Hakim masih memberikan sekali lagi kesempatan kepada Jaksa Penuntut Umum untuk menghadirkan saksi korban meskipun sudah melampaui court calendar (kalender persidangan) yang dibuat oleh hakim. 21 Lihat juga Amnesty Internasional, Fair Trial, Blackmore Ltd. Dorset, Meskipun diutamakan unutk terdakwa namun juga berlaku dalam kasus saksi yang tidak dapat menggunakan bahasa lokal yang digunakan di persidangan.

10 Tabel: Saksi-saksi yang didengarkan kesaksiannya sampai akhir bulan Mei 2002 Terdakwa No saksi Jabatan Tgl diperiksa Keterangan 1 M.Nur Muis Mantan Danrem 164 WD 17/4/ Herman Sedyono Mantan Bupati Covalima 17 /4/2002 Terdakwa untuk Berkas III 3 Suprapto Tarman Mantan Bupati Ailio 18/4/ Tono Suratman Mantan Danrem 164 WD 18/4/ 2002 Abilio Jose 5 Timbul Silaen Mantan Kapolda Tim-Tim 24/4/2002 Terdakwa untuk Osorio Soares berkas II 6 Domingus Soares Mantan Bupati Dilli 25/4/ Mudjiono Mantan wakil Komandan Korem Tim-Tim 25/4/ Adam Damiri Pangdam IV Udayana 08/5/2002 Terdakwa selanjutnya 9 Leoneto Martin Mantan Bupati Liquisa 23/5/ Mathius Maia Walikota Adm. Dilli 08/5/ Joao Fereira Petani 30/5/2002 Saksi korban 12 Emilio Bareto Mantan Pegawai BAPEDDA Liquisa 30/5/2002 Saksi korban 13 Eurico Gutteres Wakil Panglima PPI 30/5/2002 Terdakwa selanjutnya 1 Wiranto Mantan Menhankam/Pangab 4/4/ 2002 Timbul Silaen 2 Adam Rahmat damiri Mantan Pangdam Udayana 11/4/ 2002 Terdakwa Kasus Tim-Tim 3 Mohammad Noer 11/4/ 2002 Muis 4 Joseph Josua Mantan Polri kapusdiklat Polda Tim-Tim 18/4/2002 Sitompul 5 Leo Pardede Mantan Kapusdalops Polda Tim-Tim 18/4/ Muafi Sahudji Mantan Wakapolda Tim-Tim /4/ Adio Salova Mantan kapolres Liquisa 02/5/ Hulman Gultom Kapolres Dilli 02/5/2002 Pelaku lapangan 9 Carlo Brigs Tewu Sekditserse Polda Tim Tim 13/5/ Gatot Subyaktoro Kapolres Suai 16/5/2002 Terdakwa untuk Berkas III 11. Leoneto Martin Mantan Bupati Liquisa 23/5/2002 Terdakwa untuk berkas selanjutnya 12 Joao Fereira Petani 30/5/2002 Saksi Korban 13 Emelio Bareto Mantan Pegawai BAPEDDA Liquisa 30/5/2002 Saksi Korban Herman 1 Sony Iskandar Mantan supir kasdim Acmad syamsuddin 23/4/2002 Sedyono dkk (terdakwa IV) 2 I Wayan Suka Penjaga PLN Suai diperintah oleh 23/4/ 2002 Antara Dandim 3 Sulistyono Mantan Sopir Truk di kodim 1635 Suai 23/4/ Jehezkiel Berek Mantan Wakapolres Covalima 30/4/ Jacobus Tanamal Mantan Kapusdalop Polres Covalima 30/4/ Yopi Mantan Kapolsek Kota Covalima 30 /4/2002 Lekatompessy 7 Julius Basa Bae Mantan Kapolpos Metamau 07/5/ Sudharminto Mantan Sat Brimob NTT 07/5/ Pranoto Mantan Kep.Sek SLTPN I Suai 13/5/ Dominggas D S Mauzinho Penduduk 28/5/2002 Saksi korban

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur I. Pengantar Pada bulan April 2002, masing-masing Majelis

Lebih terperinci

Perlindungan Saksi di Pengadilan HAM dan Beberapa Masalahnya 1

Perlindungan Saksi di Pengadilan HAM dan Beberapa Masalahnya 1 Perlindungan Saksi di Pengadilan HAM dan Beberapa Masalahnya 1 Supriyadi Widodo Eddyono 2 Pengantar Perlindungan saksi yang di praktekkan selama ini dalam kasus-kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia sebenarnya

Lebih terperinci

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002.

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002. PROGRESS REPORT IX Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur Jakarta, 20 Desember 2002. KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN TANPA PENANGGUNG JAWAB Lembaga Studi dan Advokasi

Lebih terperinci

PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DI BAWAH STANDAR. Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk.

PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DI BAWAH STANDAR. Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk. PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DI BAWAH STANDAR Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk. PENGANTAR Timor-Timur yang tadinya adalah provinsi ke 27 Republik

Lebih terperinci

PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DIBAWAH STANDAR. Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk.

PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DIBAWAH STANDAR. Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk. PENGADILAN HAM AD HOC TIMOR TIMUR DIBAWAH STANDAR Preliminary Conclusive Report Perkara Timbul Silaen, Abilio Soares dan Herman Sediyono dkk. PENGANTAR Timor-Timur yang tadinya adalah provinsi ke 27 Republik

Lebih terperinci

Perlindungan Saksi dan Korban Catatan Atas Pengalaman Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Pelanggaran HAM Berat di Timor-Timur

Perlindungan Saksi dan Korban Catatan Atas Pengalaman Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Pelanggaran HAM Berat di Timor-Timur Catatan Atas Pengalaman Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Pelanggaran HAM Berat di Timor-Timur Supriyadi Widodo Eddyono Wahyu Wagiman Zainal Abidin Jakarta 2005 kami dari NTT naik Kapal yang biayanya ini sekali,

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

PROGRESS REPORT NO. 1

PROGRESS REPORT NO. 1 PROGRESS REPORT NO. 1 MONITORING PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA KASUS TIM-TIM ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662,

Lebih terperinci

Pembuktian : Tanggungjawab Komando

Pembuktian : Tanggungjawab Komando Pembuktian : Tanggungjawab Komando I. Pendahuluan Saat ini Pengadilan HAM Tanjung Priok telah memasuki tahap pembuktian, yaitu tahap pemeriksaan saksi. Bahkan, dalam salah satu berkas, yaitu berkas perkara

Lebih terperinci

Program Monitoring Pengadilan HAM Progress Report # 1 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) PROGRESS REPORT #1

Program Monitoring Pengadilan HAM Progress Report # 1 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) PROGRESS REPORT #1 PROGRESS REPORT #1 MONITORING PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA KASUS TIM-TIM ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662, 791

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Peradilan Pidana Peradilan Pidana di Indonesia di selenggarakan oleh lembaga - lembaga peradilan pidana, yaitu Kepolisian, Kejaksaan, Pengadilan serta Lembaga Pemasyarakatan

Lebih terperinci

Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1

Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1 Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1 Oleh : Budi Santoso 2 Dari proses peradilan HAM ad hoc Kasus Timor Timur Pasca Jajak Pendapat yang telah berlangsung hingga sekarang ini kita telah bisa

Lebih terperinci

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004

Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004 Putusan Sela Daud Sihombing Tanggal 14 Juni 2004 Putusan sela Putusan Sela Nomor 2/A/Abepura/02/2004 demi keadilan terhadap kasus Abepura. Majelis Hakim pengadilan Hak Asasi Manusia pada pengadilan negeri

Lebih terperinci

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

LUSIANA TIJOW Dosen Universitas Negeri Gorontalo

LUSIANA TIJOW Dosen Universitas Negeri Gorontalo PENDIDIKAN PERLINDUNGAN HUKUM ATAS HAK ASASI SAKSI DAN KORBAN: Studi Pada Pengalaman Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Pelanggaran HAM Berat di Timor-Timur LUSIANA TIJOW Dosen Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK

Lebih terperinci

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT

PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT PENYULUHAN INFORMASI DARI BAGIAN KEJAHTAN BERAT TUNTUTAN KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN UNTUK MANTAN MENTERI PERTAHANAN INDONESIA, KOMANDAN MILITER TERTINGGI INDONESIA DAN GUBERNUR TIMOR LESTE Resolusi

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual

Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana Untuk Kasus Kekerasan Seksual Hukum Acara Pidana dibuat adalah untuk melaksanakan peradilan bagi pengadilan dalam lingkungan peradilan umum dan Mahkamah Agung dengan mengatur hak serta

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai ideologi dasar. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945).

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai ideologi dasar. Republik Indonesia Tahun 1945 (UUDNRI Tahun 1945). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum yang mempunyai ideologi dasar (grund norm) Pancasila serta memiliki Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

Progress Report VIII Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Tim-Tim. Posisi Eurico dalam Kasus Kejahatan Terhadap Kemanusian di Timtim

Progress Report VIII Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Tim-Tim. Posisi Eurico dalam Kasus Kejahatan Terhadap Kemanusian di Timtim Progress Report VIII Pengadilan HAM Ad Hoc Kasus Tim-Tim Pengantar Posisi Eurico dalam Kasus Kejahatan Terhadap Kemanusian di Timtim Tak ada yang meragukan bahwa rangkaian peristiwa yang terjadi menjelang

Lebih terperinci

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA PENDAMPINGAN SAKSI LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KETUA LEMBAGA PERLINDUNGAN

Lebih terperinci

Menyoal Tidak Ditahannya Terdakwa dan Mereka Yang Divonis Bersalah di Pengadilan HAM ad hoc Timor-Timur

Menyoal Tidak Ditahannya Terdakwa dan Mereka Yang Divonis Bersalah di Pengadilan HAM ad hoc Timor-Timur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progres Report XI Tanggal 3 April 2003 Program Monitoring Pengadilan Pengadilan HAM Tim-tim Menyoal Tidak Ditahannya Terdakwa dan Mereka Yang Divonis Bersalah

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI TERHADAP KORBAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA YANG BERAT PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA BAB II PENGATURAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP SAKSI DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA A. Undang Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban Undang - undang ini memberikan pengaturan

Lebih terperinci

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN

BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN BAB III IMPLEMENTASI KETERANGAN AHLI DALAM PEMERIKSAAN PERKARA PIDANA DI TINGKAT PENYIDIKAN A. Hal-Hal Yang Menjadi Dasar Penyidik Memerlukan Keterangan Ahli Di Tingkat Penyidikan Terkait dengan bantuan

Lebih terperinci

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN. tuntutan. Jadi peradilan internasional diselenggarakan untuk mencegah pelaku 55 BAB III KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Setelah diuraikan dalam bab-bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Peradilan internasional baru akan digunakan jika penyelesaian melalui peradilan nasional

Lebih terperinci

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG

NOMOR : M.HH-11.HM.03.02.th.2011 NOMOR : PER-045/A/JA/12/2011 NOMOR : 1 Tahun 2011 NOMOR : KEPB-02/01-55/12/2011 NOMOR : 4 Tahun 2011 TENTANG PERATURAN BERSAMA MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA KETUA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN

MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN MEKANISME PENYELESAIAN KASUS KEJAHATAN KEHUTANAN POLTABES LOCUSNYA KOTA BESAR KEJAKSAAN NEGERI KOTA PENGADILAN NEGERI PERISTIWA HUKUM PENGADUAN LAPORAN TERTANGKAP TANGAN PENYELIDIKAN, PEYIDIKAN BAP Berdasarkan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.789, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNPT. Kerjasama. Penegak Hukum. Penanganan Tindak Pidana. Terorisme PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN TERORISME REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-04/K.BNPT/11/2013

Lebih terperinci

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG

INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL NUREMBERG PENGADILAN HAM A. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL (IMT) NUREMBERG B. INTERNATIONAL MILITARY TRIBUNAL FOR THE FAR EAST (IMTFE TOKYO C. INTERNATIONAL TRIBUNAL FOR THE PROSECUTION OF PERSONS RESPONSIBLE FOR

Lebih terperinci

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) I. Pendahuluan 1. Mengingat sidang permusyawaratan Majelis Hakim tidak dapat dicapai mufakat bulat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 ayat ( 5 ) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008

PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA. R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 PENGANTAR HUKUM ACARA PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA R. Herlambang Perdana Wiratraman Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 2 Juni 2008 Pokok Bahasan Apa prinsip-prinsip dan mekanisme hukum acara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta

JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

ALUR PERADILAN PIDANA

ALUR PERADILAN PIDANA ALUR PERADILAN PIDANA Rangkaian penyelesaian peradilan pidana terdiri atas beberapa tahapan. Suatu proses penyelesaian peradilan dimulai dari adanya suatu peristiwa hukum, misalnya seorang wanita yang

Lebih terperinci

restitusi dan rehabilitasi kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli

restitusi dan rehabilitasi kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli restitusi dan rehabilitasi kepada korban atau keluarga korban yang merupakan ahli warisnya sebagai akibat dari palanggaran HAM yang berat. Hal ini dapat membantu korban dalam menjamin hak-haknya untuk

Lebih terperinci

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM

- 2 - BAB I KETENTUAN UMUM - 2 - BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Peraturan Badan ini yang dimaksud dengan: 1. Pemilihan Umum yang selanjutnya disebut Pemilu adalah sarana kedaulatan rakyat untuk memilih anggota Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya,

BAB I PENDAHULUAN. Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tersangka menurut Pasal 1 ayat (14) Kitab Undang Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) adalah seorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti

Lebih terperinci

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya

BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR. penyelidikan yang merupakan tahapan permulaan mencari ada atau tidaknya BAB II PENAHANAN DALAM PROSES PENYIDIKAN TERHADAP TERSANGKA ANAK DIBAWAH UMUR 2.1. Penyidikan berdasarkan KUHAP Penyidikan merupakan tahapan penyelesaian perkara pidana setelah penyelidikan yang merupakan

Lebih terperinci

MAKALAH. PENGADILAN HAM DI INDONESIA (Catatan Kritis Terhadap Pengadilan HAM Ad Hok Timor Timur dan Tanjung Priok)

MAKALAH. PENGADILAN HAM DI INDONESIA (Catatan Kritis Terhadap Pengadilan HAM Ad Hok Timor Timur dan Tanjung Priok) JAMUAN ILMIAH RULE OF LAW/RECHTSSTAAT: PELUANG DAN TANTANGAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN DI INDONESIA Hotel Grand Mercure Jakarta Harmony, 29 November -1 Desember 2016 MAKALAH PENGADILAN HAM DI

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.727, 2012 LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. Tata Cara. Pendampingan. Saksi. PERATURAN LEMBAGA PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG TATA CARA

Lebih terperinci

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia

BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA. A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia BAB II PRAPERADILAN DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA A. Sejarah Praperadilan dalam Sistem Peradilan Pidana di Indonesia Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana

Lebih terperinci

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke

2018, No Pengadilan Tinggi diberi kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tindak pidana pemilu; c. bahwa dengan berlakunya ke No.452, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum. Pencabutan. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYELESAIAN

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 75/PUU-XIII/2015 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA TERHADAP

Lebih terperinci

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan

Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan

Lebih terperinci

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA

PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan

Lebih terperinci

HAK-HAK YANG DILUPAKAN Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Berat Pada pengadilan HAM

HAK-HAK YANG DILUPAKAN Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Berat Pada pengadilan HAM PROGRES REPORT #6 MONITORING PENGADILAN TANJUNG PRIOK HAK-HAK YANG DILUPAKAN Kompensasi, Restitusi dan Rehabilitasi Korban Pelanggaran HAM Berat Pada pengadilan HAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H.,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang

Lebih terperinci

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA

KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA JAKARTA Nomor : B-69/E/02/1997 Sifat : Biasa Lampiran : - Perihal : Hukum Pembuktian Dalam Perkara Pidana -------------------------------- Jakarta, 19 Pebruari 1997 KEPADA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998

Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Briefing Pers Menyongsong Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc Untuk Kasus Penghilangan Orang Secara Paksa 1997/1998 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Jakarta, 7 November 2009 I. Pendahuluan Menjelang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. perbuatan menyimpang yang ada dalam kehidupan masyarakat. maraknya peredaran narkotika di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan dan perkembangan teknologi yang sangat cepat, berpengaruh secara signifikan terhadap kehidupan sosial masyarakat. Dalam hal ini masyarakat dituntut

Lebih terperinci

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DAERAH NUSA TENGGARA BARAT RESOR LOMBOK TIMUR 1. Pengertian STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) TENTANG PENANGKAPAN DILINGKUNGAN RESKRIM POLRES LOMBOK TIMUR Penangkapan

Lebih terperinci

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965

Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Sepuluh Hal yang Perlu Anda Ketahui Tentang Pengadilan Rakyat Internasional Kasus 1965 Banyak kesalahpahaman terjadi terhadap Pengadilan Rakyat Internasional. Berikut sepuluh hal yang belum banyak diketahui

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti

BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA. diatur secara eksplisit atau implisit dalam Undang-undang Dasar 1945, yang pasti BAB II KEWENANGAN JAKSA DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA 1. Wewenang Jaksa menurut KUHAP Terlepas dari apakah kedudukan dan fungsi Kejaksaan Republik Indonesia diatur secara eksplisit atau implisit

Lebih terperinci

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA 40 BAB II HUBUNGAN KUHP DENGAN UU NO. 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA A. Ketentuan Umum KUHP dalam UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Dalam

Lebih terperinci

P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009

P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009 PENGADILAN MILITER II-10 S E M A R A N G P U T U S A N NOMOR: PUT / 61-K / PM.II-10 / AD / IX / 2009 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA. PENGADILAN MILITER II-10 Semarang yang bersidang

Lebih terperinci

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER

STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang "Uitlevering van Vreemdelingen".

Dengan mencabut Koninklijk Besluit van 8 Mei 1883 No. 26 (Staatsblad ) tentang Uitlevering van Vreemdelingen. 1:1010 UNDANG-UNDANG (UU) Nomor : 1 TAHUN 1979 (1/1979) Tanggal : 18 JANUARI 1979 (JAKARTA) Sumber : LN 1979/2; TLN NO. 3130 Tentang : EKSTRADISI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu

BAB I PENDAHULUAN. Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kejahatan adalah suatu permasalahan yang terjadi tidak hanya di dalam suatu masyarakat tertentu atau dalam Negara tertentu saja, tetapi merupakan permasalahan

Lebih terperinci

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA

PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DI KPPU KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan transparansi dan

Lebih terperinci

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. ini bertujuan akan memberikan gambaran mengenai objek yang dijadikan 43 IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden Sebelum penulis menguraikan hasil penelitian dan pembahasan, terlebih dahulu penulis akan menguraikan data mengenai karakteristik dari

Lebih terperinci

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu

MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana

BAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang

BAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang 337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.293, 2014 POLHUKAM. Saksi. Korban. Perlindungan. Perubahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5602) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013

INDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013 LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan

BAB I PENDAHULUAN. proses acara pidana di tingkat pengadilan negeri yang berakhir dengan pembacaan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam persidangan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir dengan terdakwa mantan Deputi V Badan Intelijen Negara (BIN) Muchdi Purwopranjono yang dilaksanakan di

Lebih terperinci

Analisis Kasus. 1

Analisis Kasus.  1 ANALISA TERHADAP PUTUSAN KASUS PERBUATAN TIDAK MENYENANGKAN ATAS TERDAKWA HIDAYAT LUKMAN ALIAS TEDDY Desita Sari, S.H., Indah Lisa Diana, S.H dan Alfian Pada masa reformasi seperti sekarang ini, media

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA DRAFT 16 SEPT 2009 PERATURAN KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA NOMOR TAHUN 2009 TENTANG TATA CARA PENANGANAN PERKARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KOMISI PENGAWAS PERSAINGAN USAHA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1

HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1 HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Dr. Artidjo Alkostar, SH, LLM 1. Entitas hak asasi manusia yang menembus batas territorial suatu Negara menunjukkan jangkauan eksistensi nilai

Lebih terperinci

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1

NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 NILAI KEADILAN DALAM PENGHENTIAN PENYIDIKAN Oleh Wayan Rideng 1 Abstrak: Nilai yang diperjuangkan oleh hukum, tidaklah semata-mata nilai kepastian hukum dan nilai kemanfaatan bagi masyarakat, tetapi juga

Lebih terperinci

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 28/PUU-V/2007 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN TERHADAP

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

Progress Report VII. Pengadilan HAM Ad Hoc Tim-Tim

Progress Report VII. Pengadilan HAM Ad Hoc Tim-Tim Pengadilan HAM Ad Hoc Tim-Tim I. Masalah Administrasi yang berkaitan dengan sumberdaya Yudisial (Hakim) Standar-standar Internasional yang berkenaan dengan suatu pengadilan independen menuntut pihak berwenang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah

Lebih terperinci

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA

SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA SURAT TUNTUTAN (REQUISITOIR) DALAM PROSES PERKARA PIDANA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Surakarta Disusun Oleh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG

NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016 TENTANG PERATURAN BERSAMA KETUA BADAN PENGAWAS PEMILIHAN UMUM REPUBLIK INDONESIA, KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA, DAN JAKSA AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2016 NOMOR 01 TAHUN 2016 NOMOR 013/JA/11/2016

Lebih terperinci