HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1"

Transkripsi

1 HAK ASASI MANUSIA DALAM PERTIMBANGAN PUTUSAN HAKIM 1 Oleh: Dr. Artidjo Alkostar, SH, LLM 1. Entitas hak asasi manusia yang menembus batas territorial suatu Negara menunjukkan jangkauan eksistensi nilai kemanusiaan yang bersifat universal. 2. Pintu masuk hukum internasional menjadi hukum nasional Ada beberapa proses yang membuka pintu bagi hukum internasional dan konvensi internasional untuk menjadi hukum nasional secara sah dan mengikat. Antara lain yaitu: a. Ratifikasi : Penandatangan dan persetujuan resmi dari Pemerintah terhadap isi konvensi beserta konsekuensi yuridisnya. b. Adopsi : Pengambilan satu atau berapa pasal konvensi internasional lalu dicantumkan dalam hukum nasional, meskipun konvensi internasional tersebut belum diratifikasi. Misalnya : Konvensi internasional tentang genosida dan perbudakan belum pernah diratifikasi oleh Pemerintah RI, tetapi substansinya telah dicantumkan dalam UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No.26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. c. Diterima sebagai Customary International Law. Hukum nasional telah menerima hukum kebiasaan internasional. Misalnya : asas ne bis in idem, presumption of innocence, equality before the law dan lain-lain. Konvensi Internasional yang telah diratifikasi dan diundangkan oleh Indonesia 1. Konvensi Hak-Hak Politik Wanita, dengan UU No. 68 tahun Konveni (ILO) Hak Berorganisasi dan Berunding Bersama dengan UU No.18 tahun Konvensi Pengupahan Bagi laki-laki dan Perempuan untuk Pekerjaan yang sama Nilainya dengan UU No.80 tahun Konvensi Penghapusan segala bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (Convention on the 1 Disampaikan pada PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI, diselenggarakan oleh Puham UII, bekerjasama dengan Komisi Yudisial RI dan NCHR, di Bandung, 30 Juni 3 Juli

2 elimination of all form of Discrimination Against Women =CEDAW) dengan UU No.7 tahun Konvensi Internasional Menentang Apartheid dalam Olah Raga, dengan Keppres No.42 tahun Konvensi Hak Anak, dengan Keppres No.36 tahun Lalu ada UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. 7. Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan Kejam lainnya (Convention against Torture=CAT), dengan UU No.5 tahun International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) telah diratifikasi melalui UU No. 12 Tahun Pasal 19 Kovenan ini menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk berpendapat dan setiap orang berhak atas kebebasan mengemukakan pendapat. 9. Dan beberapa Konvensi internasional lainnya yang telah diratifikasi oleh Negara Indonesia, termasuk UN Convention Against Corruption 2003, telah diratifikasi melalui UU No. 7 Tahun Dalam hubungannya dengan Konvensi Anti Penyiksaan misalnya, telah ada perangkat hukum nasional yang dapat dijadikan acuan dalam penerapan hukum atau proses peradilan. Pasal 3 (1) Tidak ada Negara Pihak yang boleh mengusir, mengembalikan atau mengekstradisi seseorang apabila terdapat alasan bahwa orang tersebut berada dalam bahaya akan mengalami penyiksaan. UU Ekstradisi Ada 3 hal yang menyangkut ekstradisi: 1). Melindungi HAM 2). Asas Kejahatan Rangkap 3). Ne bis in idem. Pasal 4 (1) Negara pihak harus mengatur agar penyiksaan merupakan tindak pidana menurut ketentuan hukum pidananya. Contoh : Pasal 422 KUHP: Aparat yang dalam perkara pidana, menggunakan sarana paksaan baik untuk memeras pengakuan, maupun untuk mendapat keterangan diancam pidana penjara 4 tahun. Dalam mengadopsi Statuta Roma, Indonesia mengadopsi yurisdiksi a). kejahatan genosida dan b). kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak memasukkan kejahatan perang dan agresi dalam pasal 7 UU No. 26 Tahun Dalam pasal 9 ditentukan bahwa kejahatan terhadap 2

3 kemanusiaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 7 b adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a). perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar (asas-asas) ketentuan pokok hukum internasional. b). penganiayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum internasional. Hal-hal tersebut di atas menunjukkan bahwa Negara Indonesia sebagai bagian dari negara-negara beradab dan bagian dari masyarakat internasional tidak lepas dari keberadaan hukum dan konvensi internasional. Apalagi dalam era globalisasi dewasa ini, yang secara ekonomi, politik dan teknologi selalu ada korelasi antara suatu negara dengan komunitas internasional. Dalam hubungan ini, Philippe Sands dalam bukunya Lawless World antara lain mengatakan : The first of these is globalization, a concept which caught on in the 1990s but which is, in reality, premised on a rules-based system of international relation, and international economic realations in particular. There would be no globalization without international law. Secara konstitusional, UUD 1945 dengan Amandemennya, menjamin Hak Asasi Manusia (HAM) dengan tegas: 1. Hak untuk hidup, mempertahankan kehidupan (28 A). 2. Membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan (28 B,1) 3. Hak anak untuk berkembang serta perlindungan dari kekerasan dan tanpa diskriminasi (28 B,2). 4. Hak untuk mendapatkan pendidikan dan hak kolektif (28 C). 5. Hak jaminan perlindungan dan persamaan dihadapan hukum, hak untuk bekerja dengan imbalan yang layak, dalam pemerintahan dan status kewarganegaraan (28 D). 6. Hak untuk bebas beragama, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah Negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali; meyakini kepercayaan, kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat (28 E). 7. Hak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi, menyampai-kan informasi (28 F). 8. Hak untuk perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat dan harta benda; bebas dari penyiksaan dan mendapat-kan suaka politik dari Negara lain (28 G). 9. Hak untuk hidup sejahtera dan pelayanan kesehatan, jaminan sosial, mempunyai hak milik (28 H). 10. Hak absolut: hidup, tidak disiksa, kemerdekaan pikiran dan hati nurani, beragama, tidak diperbudak, dihadapan hukum, tidak diberlakukan hukum yang berlaku surut; bebas dari perlakuan diskriminatif; identitas budaya dan masyarakat tradisional; perlindungan HAM tanggungjawab negara, terutama pemerintah; jaminan pelaksanaan HAM diatur dalam peraturan perundang-undangan (28 I). 11. Kewajiban menghormati hak orang lain; menjalankan hak dan kebebasan sesuai dengan moral, agama, keamanan dan ketertiban umum dalam masyarakat demokratis (28 J). 12. Selain ketentuan yang berada dalam ranah kosmos tersebut di atas, telah banyak peraturan perundang-undangan dalam domain logos dan teknologos yang memuat nilainilai HAM. Tujuan Putusan Pengadilan 3

4 1. Harus merupakan solusi autoritatif Independence Judiciary - Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kekuasaan Kehakiman memiliki otoritas eksklusif. The Judicial outcome must not subject to revision by non-judicial authority. Jaminan keamanan, Remunerasi yang memadai, standar kerja, tunjangan pensiun dan usia pensiun harus dijamin secara cukup dengan peraturan perundang-undangan. 2. Harus mengandung efisiensi Justice delayed is justice denied 3. Harus sesuai dengan tujuan undang-undang 4. Harus mengandung aspek stabilitas, yaitu ketertiban sosial dan ketentraman masyarakat. 5. Harus ada fairness yaitu memberi kesempatan yang sama bagi pihak yang berperkara. Hukum dan konvensi internasional merupakan hal-hal yang relevan secara yuridis yang harus dipertimbangkan dalm penyelesaian perkara di pengadilan. Apalagi entitas kebenaran dan keadilan sejatinya bersifat universal, karena di mana pun negara dan bangsa manusia di dunia mengakui adanya dan memerlukan kebenaran dan keadilan sebagai kebutuhan pokok rohani setiap manusia. Karakteristik Putusan Pengadilan (Yurisrudensi) Setiap Hakim memiliki latar belakang keluarga, pendidikan, usia, lingkungan pergaulan, universitas, dan panutan pendidik yang berbeda, sehingga bisa menimbulkan konsekuensi perbedaan sistem nilai (ideologi) diantara para Hakim. 1. Yurisprudensi Pengertian Proses penerapan hukum dipandang sebagai tindakan kognitif murni atau pengenalan murni dan penyelesaian kasus konkrit dipandang sebagai proses silogisme. *Proses Kognitif: proses berpikir---proses logika penalaran. 2. Yurisprudensi Asas Proses penerapan hukum didasarkan kepada asas-asas atau prinsip-prinsip dasar hukum yang memiliki persamaan hakiki, seperti prinsip persamaan dihadapan hukum (equality before the law), orang tidak bisa diadili untuk yang kedua kali dalam kasus yang sama (non bis in idem), dan lain sejenisnya. 3. Yurisprudensi Volitief Putusan pengadilan bukan sekedar pengenalan murni atau mengetahui bunyi undangundang kemudian menerapkan dalam situasi konkrit, tetapi lebih dari itu yaitu merupakan tindakan kehendak (volitief) berdasarkan pertimbangan nilai-nilai yang dapat menuntun Hakim dalam memecahkan masalah yuridis. *Proses Konatif: proses bersumber pada hati nurani, menyangkut proses kimiawi dalam tubuh. 4

5 Ada 3 hal yang dipertimbangkan dalam putusan Pengadilan: 1. Fact 2. Rules 3. Jurisprudence/precedence/stare decists Salah satu contoh pertimbangan hukum hukum dalam pengadilan HAM, adalah kasus Terdakwa Abilio Jose Osorio Soares. Ad.5. Unsur tentang bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan, pelanggaran hak asasi manusia yang berat; Ad 6. Unsur tentang kejahatan terhadap kemanusiaan, dalam bentuk serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya serangan tersebut ditujukan kepada penduduk sipil dengan cara pembunuhan. Menimbang, terhadap unsur Ad 5 dan Ad 6 Majelis akan mempertimbangkannya sekaligus, karena kedua unsur ini mempunyai hubungan yang sangat erat; Menimbang, bahwa unsur kejahatan terhadap kemanusiaan yang dituduhkan dalam perkara ini adalah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dari serangan, harus memenuhi unsur meluas, sistematik, dan ditujukan kepada penduduk sipil Majelis akan mempertimbangkan sebagai berikut: Menimbang, bahwa suatu pelanggaran berat HAM, termasuk di dalamnya kejahatan terhadap kemanusiaan adalah apabila terdapat factor-faktor meluas atau sistematik. Peristiwa di Timor Timur, dapat dikategorikan sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan, karena telah memenuhi unsur-unsurt meluas (widespread, sistematik (systematic) dan ditujukan terhadap penduduk sipil (civilian population) dengan uraian sebagai berikut: 1. Yang dimaksud dengan serangan adalah bahwa serangan tersebut tidak harus selaku merupakan serangan militer, seperti yang diartikan oleh International Humanitarian Law dalam arti bahwa serangan tersebut tidak perlu harus mengikut sertakan kekuatan militer atau penggunaan senjata, dengan perkataan lain apabila terjadi pembunuhan sebagai hasil dari suatu pengerahan kekuatan atau operasi yang dilakukan terhadap penduduk sipil. Keadaan bentrokan semacam ini dapat masuk ke dalam terminologi serangan (attack); 2. Bahwa yang dimaksud dengan serangan terhadap penduduk sipil tidak berarti serangan harus ditujukan terhadap penduduk (population) secara keseluruhan, tetapi cukup kepada sekelompok penduduk sipil tertentu yang akan mempunyai keyakinan politik tertentu; 3. Yang dimaksud meluas karena pada peristiwa-peristiwa yang didakwakan terbukti terjadai pembunuhan secara besar-besaran, berulang-ulang, dalam skala yang besar (massive,frequent, large scale), yang dilakukan secara kolektif dengan akibat yang sangat serius berupa jumlah korban nyawa yang besar; 4. Yang dimaksud dengan sistematik adalah terbentuknya sebuah ide atau prinsip berdasarkan penelitian atau observasi yang terencana dengan prosedur yang sudah umum. Dalam kaitannya dengan pelanggaran berat HAM. Definisi sistematik dapat berarti kegiatan yang berpola sama dengan konsisten (berulang-ulang). Pola disini berarti struktur atau desain yang saling ber-hubungan. Sedangkan konsisten disini berarti sebuah gagasan yang ditandai dengan tidak berubahnya posisi atau saling berhubungan, bisa juga karakter tertentu yang sudah terbentuk dan ditunjukan secara berulang-ulang. Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan ICTR dalam kasus Kayishema dan Ruzindana, suatu serangan yang bersifat meluas atau sistematik sebagai berikut: - Suatu serangan yang sifatnya adalah serangan yang dilancarkan itu menimbulkan banyak korban, sedangkan serangan menjadi sistematik jika serangan itu dilakukan atas dasar rencana yang telah matang dipikirkan (preconceived). 5

6 Menimbang, dalam kasus ini berdasarkan fakta yang terungkap dipersidangan hamper di seluruh wilayah Timor Timur yang terdiri dari 13 Kabupaten terjadi kekerasan, pembunuhan, penganiayaan masyarakat, pembumingahusan dengan pola yang sama dan berulang-ulang; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi Emilio Barito, Joao Fereira dan saksi-saksi lainnya, serta fakta di persidangan ternyat korban-korban terbunuh dalam penyerangan adalah penduduk sipil yang terdiri dari orang tua laki-laki dan perempuan, anakanak, serta pastor-pastor yang meninggal dunia dalam keadaan mengenaskan; Menimbang, bahwa ternyata pula menurut Majelis korban-korban yang meninggal dunia maupun menderita luka-lukan kebanyakan pengungsi yang ingin menyelamatkan dirinya dengan berlindung di Gereja-Gereja dan di rumah kediaman Manuel Carascalao; Menimbang, bahwa kekerasan, pembunuhan, penganiayaan yang dilakukan oleh masyarakat pro integrasi adalah bagian perencanaan dari strategi untuk memenangkan kelompok Pro Integrasi dalam jajak pendapat dimana hal tersebut merupakan kebijakan Pemerintah Daerah yang dalam hal ini Gubernur selaku pemegang kekuasaan tertinggi mempunyai ideology politik yang sama dengan kelompok Pro Integrasi; Menimbang, bahwa untuk menghukum seseorang Terdakwa dalam pelanggaran HAM berarti harus dibuktikan bahwa Terdakwa memiliki pengetahuan dan bersimpati dengan kebijakan terjadinya kejahatan, ini merupakan elemen yang mendasar yang membedakan dari seseorang kriminal biasa, sehingga dalam hal ini Terdakwa dapat dihukum terhadap perbuatan yang dilakukan oleh orang lain; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dibawah sumpah yaitu Joao Fereira, Emilio Barito, keduanya merupakan saksi korban dan saksi-saksi lainnya yaitu Mayjen Adam Damiri, Brigjen Tono Suratman, Brigjen Nur Muis, Brgijen Pol. Timbul Silaen, Kol. TNI Herman Sedyono, Kol. TNI Mujiono, Domingus MD Soares, Mateus Maia, Lettu Pol. Sony Sanjaya, Eurico Guiteres,, Pranoto, Joko Sugianto dan keterangan Terdakwa sendiri di persidangan dan dihubungkan dengan fakta-fakta di persidangan, bahwa benar telah terjadi kekerasan, pembunuhan, penganiayaan, pengrusakkan, pembakaran rumah-rumah dan gereja di Kab. Liquisa, Dilli, Covalima; Menimbang, akibat penyerangan gereja Liquisa pada tanggal 5 dan 6 April 1999, mengakibatkan korban meninggal dunia dan menderita luka-luka. Menurut keterangan saksi korban Joa Fierra dan Emilio Barito kedua saksi menderita luka-luka bacokan senjata tajam disekujur tubuhnya. Bahwa menurut saksi Emilio Barito korban yang meninggal dunia yang sempat dilihar saksi sebanyak 9 orang, sedangkan saksi Joa Fierera mendengar korban yang meninggal dunia sebanyak 9 orang, selain itu terdapat orang-orang yang menderita luka-luka antara lain A. Dos Santos. Da Costa, Agustinho, Joninnopo, Nurzizo, Manuel Lisboa, Victor Anuko; Menimbang, bahwa berdasarkan keterangan saksi-saksi dibawah sumpah dan keterangan Terdakwa, dan dihubungkan dengan fakta-fakta dipersidangan; Bahwa pada tanggal 17 April 1999 dilaksanakan Apel akbar dihalaman kantor Gubernur Tim-Tim yang dihadiri 6000 orang lebih yang peserta-pesertanya berasal dari Kabupaten- Kabupaten di Tim-Tim Pejabat-pejabat yang hadir pada acara tersebut antara lain: Muspida Tk I Tim-Tim Gubernur/Terdakwa, Keua DPRD Tk I, Bupati Dili, Walikota Dili yang mewakili Polda Tim-Tim dan Danrem Wiradharma; Bahwa yang menjadi inspektur upacara dalam acara tersebut adalah Panglima PPI Joao Tavares, yang sekaligus membuka acara Apel akbar tersebut, dengan meminta agar massa yang hadir memenangkan proses integrasi dan tetap bergabung dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia; Bahwa selain Panglima PPI Joao Tavares ternyata wakil PPI Eurico Guterres ikut memberikan kata sambutan kepada ribuan massa yang hadir, dalam kata sambutannya wakil Panglima PPI Eurico Gutteres telah menggugah semangat massa dengan mengatakan bahwa keluarga Manuel Carascalao adalah keluarga penghianat; Bahwa setelah Apel akbat di halaman kantor Gubernur selesai pada waktu iring-iringan kendaraan massa Pro Integrasi melewati rumah kediaman Manuel Carascalao lalu terjadi Percekcokan dan perang mulut antara kelompok Integrasi dengan kelompik Pro Kemerdekaan yang sedang mengungsi di rumah kediaman Manuel Carascalao. Bahwa percekcokan ini menyebabkan kelompok Pro Integrasi melakukan penyerangan terhadap kelompok Pro Kemerdekaan yang sedang berlindung dan mengungsi di rumah Manuel Carascalao, yang 6

7 mengakibatkan korban meninggal dunia 17 (tujuh belas) orang dan korban yang menderita lukaluka; Bahwa saksi Joko Sugianto dengan Tim ketika berada di Hotel Mahkota Dili saksi melihat ada demo yang mengendarai mobil dengan membawa senjata api dan senjata biasa. Bahwa selanjutnya setelah arak-arakan sudah tenang kemudian saksi langsung meninjau korban di rumah sakit Dili, bahwa benar ternyata korban yang meninggal dunia setelah dihitung oleh saksi semuanya berjumlah 17 (tujuh belas) orang dan 1 (satu) orang menderita luka-luka; Menurut keterangan saksi Raja Karina Brahmana pada waktu Apel akbar para peserta Apel ada yang membawa senjata tajam dan senjata rakitan; Menimbang, bahwa akibat penyerangan tanggal 5 September 1999 yang dilakukan oleh kelompok pro integrasi terhadap kelompok pro kemerdekaan yang sedang mengungsi sedang berlindung di gereja Suai mengakibatkan korban yang meninggal dunia sebanyak 27 orang, terdiri dari 17 orang laki-laki dan 10 orang perempuan termasuk satu orang anak kecil; Bahwa menurut saksi di tempat kejadian yaitu saksi Lettu Pol. Soni Sanjaya Danton Brimob di Suai menerangkan bahwa saksi berteriak memanggil orang-orang yang ada di sekitar gereja untuk membantu mengumpulkan mayat-mayat yang bergelimpangan di dalam gereja maupun di lingkungan gereja. Menurut saksi yang membuat saksi trenyuh ketika saksi melihat diantara mayat-mayat manusia itu terdapat seorang perempuan yang sudah meninggal dunia dalam keadaan yang sangat menyedihkan sedang menggendong anaknya yang masih kecil yang juga sudah dalam keadaan meninggal dunia; Menimbang, bahwa menurut Majelis Kota Suai adalah kota yang kecil, sehingga kalau terjadi pergerakkan massa dalam jumlah yang besar dapat terdeteksi dengan mudah. Menurut pertimbangan akal sehat tidak mungkin Bupati Covalima Kol. TNI Herman Sedoyono tidak mengetahui terjadi konsentrasi massa dalam jumlah ribuan yang akan menyerang kelompok kemerdekaan yang sedang mengungsi dan berlindung di Gereja Suai. Demikian pula halnya Dan Dim Suai, Kapolres Suai serta aparat keamanan lainnya, pasti mengetahui situasi yang akan terjadi; Menimbang, bahwa menurut Majelis, Bupati Suai Kol TNI Herman Sedyono, Dan Dim Kapolres dan aparat keamanan dapat memperkirakan apa yang akan terjadi bila massa tidak dihadang atau dicegah. Bahwa dari keterangan saksi-saksi maupun Terdakwa tidak terungkap adanya upaya dari aparat keamanan menghadang massa yang datang menyerang gereja Suai. Sementara aparat keamanan TNI dan POLRI masih banyak yang berada di Suai Covalima, tetapi kekuatan mereka tidak digunakan secara maksimal untuk mencegah penyerangan. Bupati Covalima Kol.TNI Herman Sedyono tidak pernah meminta aparat keamanan untuk menindak tegas semua pelaku kerusuhan tanpa pandang bulu, apakah itu dari kelompok pro kemerdekaan maupun dari kelompok pro integrasi; Meninbang, bahwa Majelis menyimpulkan bahwa Bupati Covalima Herman Sedyono bersama-sama Dan Dim, Kapolres dan aparat keamanan telah membiarkan dengan sengaja dan memberi kesempatan terjadinya penyerangan oleh kelompok pro integrasi terhadap kelompok pro kemerdekaan yang sedang mengungsi dan berlindungn di gereja Suai, menurut saksi korban para pengungsi yang berjumlah 2000 orang lebih, sudah dua hari di gereja Suai tanpa makan dan minum dalam keadaan lemah; Menimbang, bahwa menurut Majelis aparat keamanan dari awal tidak mengahalau orang-orang yang akan menyerang kompleks gereja Suai, aparat keamanan tidak memberikan upaya perlindungan terhadap orang-orang yang mengungsi dalam keadaan takut dan lapar; Menimbang, bahwa menurut pendapat Majelis Hakim. Bupati Covalima Kol. TNI. Herman Sedyono dihadapan hukum dalam kaitannya dengan pelanggaran HAM berat meskipun yang bersangkutan tidak melakukan penyerangan secara langsung dengan tidak berbuat sesuatu dapat diartikan bahwa pembiaran tersebut tidak dapat melepaskan tanggung jawabnya terhadap terjadinya kekerasan yang terjadi di Gereja Suai. Menimbang, bahwa terhadap kasus penyerangan gereja Suai aparat keamanan TNI dan POLRI, Dan Dim, Kapolres serta bupati baru datang ketempat kejadian setelah selesainya penyerangan dan setelahkorban berjatuhan. Selanjutnya Bupati Covalima Kol. TNI Herman Sedyono tidak berupaya memerintahkan agar mayat-mayat tersebut dikebumikan dengan layak, malah mayat tersebut dibiarkan bergelimpangan dan baru dikumpulkan dan dikuburkan keesokan harinya oleh Lettu Sugito Dan Ramil Suai dan saksi Pranoto di pantai Metamao di wilayah NTT; 7

8 Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas, dipandang dari persesuaian dan hubungannya satu sama lain, serta dihubungkan dengan teori yang berkembang pada saat ini, prinsip-prinsip, norma (treaty and customary international norms), dan praktik peradilan internasional terhadap kasus kejahatan terhadap kemanusiaan, Majelis berkesimpulan bahwa tindak pidana yang didakwakan (actus reus) pada dakwaan Kesatu telah terbukti secara sah dan meyakinkan, yaitu bahwa Terdakwa berpartisipasi secara nyata, partisipasi mana mendukung perbuatan yang menimbulkan akibat seperti yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum Ad Hoc; Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa dalam dakwaan Kedua sebagaimana diatur dalam ; Pasal 42 ayat (2) a dan b jis Pasal 7 huruf b, Pasal 9 huruf h Pasal 40 Undang-Undang Nomor 26 tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Menimbang, bahwa menurut Majelis unsur-unsur dakwaan kedua tersebut adalah sebagai berikut: 1. Atasan sipil, mampu bertanggung jawab secara pidana; 2. Mempunyai bawahan, mempunyai kekuasaan untuk melakukan pengendalian yang effektif, tidak melakukan pengendalian terhadap bawahannya secara patut dan benar; 3. Mengetahui atau secara sadar mengabaikan informasi; 4. Tidak mengambil tindakan yang layak dan diperlukan dalam ruang lingkup kewenangannya, mencegah, menghentikan perbuatan, menyerahkan kepada pejabat yang berwenang untuk dilakukan penyelidikan, penyidikan dan penuntutan; 5. Bawahan sedang melakukan atau baru saja melakukan, pelanggaran hak asasi manusia yang berat; 6. Kejahatan terhadap kemanusiaan, dalam bentuk serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya serangan tersebut ditujukan kepada penduduk sipil dengan cara penganiayaan; Posisi Kasus Dalam Persepektif Hukum Hak asasi manusia merupakan konstitusi kehidupan bagi bangsa manusia, karena hanya dengan cara menghargai, mempergunakan dan menegakkan hak asasi manusia, manusia secara individual mampu secara berkelompok dapat hidup secara bermartabat sesuai dengan kemanusiaannya. Kejadian yang terjadi di Gereja Suai tanggal 6 September 1999 merupakan kejahatan kemanusiaan sebagaimana ditentukan dalam pasal 41 UU No.26 Tahun 2000 Peristiwa penyerangan terhadap 27 orang sipil yang terdiri dari 17 orang laki-laki dan 10 orang perempuan termasuk satu orang anak kecil, merupakan bagian dari serangan yang meluas dan sistematis yang terjadi di Timor-Timur. Hak asasi korban adalah hak asasi untuk hidup yang bersifat non derogable rights (hak asasi yang tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun) sebagaimana dijamin dalam Pasal 28 (1) Amandemen ke-2 Undang-Undang Dasar 1945 dan Pasal 4 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM Relevansi Yuridis 1. Kejahatan terhadap kemanusiaan, merupakan musuh seluruh umat manusia (hostis humanis generis), maka berdasarkan hukum hak asasi manusia internasional menuntut pertanggung jawaban dari Negara untuk mengadili pelaku dan menghukum pelakunya secara layak. Penghukuman terhadap pelaku kejahatan terhadap kemanusiaan ini merupakan kewajiban bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (erga omnes obligation). 2. Kejahatan dalam perkara ini atau yang didakwakan kepada para Terdakwa merupakan kejahatan internasional. 8

9 Pertimbangan hukum terhadap alasan-alasan Peninjauan Kembali (PK) Penasehat Hukum 1. Tidak ternyata ada kekhilafan Hakim atau kekeliruan yang nyata, karena Judex Juris telah benar dalam pertimbangan hukumnya dan telah mempertimbangkan hal-hal yang relevan secara yuridis. 2. Penerapan Asas Retroaktif dibenarkan hukum nasional maupun hukum HAM internasional dalam hal menyangkut kejahatan terhadap kemanusiaan (Crime Againtst Humanity), karena kejahatan ini merupakan musuh seluruh umat manusia sehingga menjadi tanggung jawab masyarakat internasional untuk mengadili kejahatan paling serius bagi eksistensi umat manusia. Dasar Retroaktif: Principle of Justice (Prinsip Keadilan), tanpa adanya retroaktif, akan banyak penjahat kemanusiaan yang tidak diadili dan akan menimbulkan semakin banyak pelanggaran HAM berat. Penerapannya tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap asas legalitas dalam hukum HAM internasional, demi menegakkan prinsip keadilan dan kemanusiaan. 3. Novum yang diajukan oleh Penasehat hukum tidak memenuhi syarat yang dimaksud dalam Pasal 263 ayat (2) huruf a KUHAP, karena yang diajukan bukan keadaan baru dan tidak bersifat menentukan. Dari konstelasi perangkat hukum HAM yang berlaku di Indonesia, baik yang berdimensi internasional, (regional), nasional, maupun kearifan lokal, menutut adanya putusan yang komprehensif, sehingga dapat dipahami, dengan merujuk kepada perkara (HAM) sehingga tergambar dimensi kebenaran (nilai logis) dari martabat kemanusiaan, karena perkara yang berdimensi HAM menyangkut adanya stakeholder (pemangku kepentingan), maka putusan itu harus mengandung dimensi truthfulness (kejujuran sesuai hati nurani), serta harus ada relasi dengan aturan yang berlaku sehingga mencerminkan dimensi rightness (nilai etis dan estetis). 9

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H.

MAKALAH. Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM. Oleh: Eko Riyadi, S.H., M.H. TRAINING RULE OF LAW SEBAGAI BASIS PENEGAKAN HUKUM DAN KEADILAN Hotel Santika Premiere Hayam Wuruk - Jakarta, 2 5 November 2015 MAKALAH Pengadilan HAM dan Hak Korban Pelanggaran Berat HAM Oleh: Eko Riyadi,

Lebih terperinci

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION. Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta PEMERKUATAN PEMAHAMAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK HAKIM SELURUH INDONESIA Hotel Santika Makassar, 30 Mei 2 Juni 2011 MAKALAH INDONESIAN HUMAN RIGHTS LEGISLATION Oleh: Ifdhal Kasim Ketua Komnas HAM RI, Jakarta

Lebih terperinci

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002.

PROGRESS REPORT IX. Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur. Jakarta, 20 Desember 2002. PROGRESS REPORT IX Pemantauan Pengadilan HAM Ad Hoc Perkara Pelanggaran HAM berat di Timor-timur Jakarta, 20 Desember 2002. KEJAHATAN TERHADAP KEMANUSIAAN TANPA PENANGGUNG JAWAB Lembaga Studi dan Advokasi

Lebih terperinci

perkebunan kelapa sawit di Indonesia

perkebunan kelapa sawit di Indonesia Problem HAM perkebunan kelapa sawit di Indonesia Disampaikan oleh : Abdul Haris Semendawai, SH, LL.M Dalam Workshop : Penyusunan Manual Investigasi Sawit Diselenggaran oleh : Sawit Watch 18 Desember 2004,

Lebih terperinci

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3

PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 PENDIDIKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN by DANIEL ARNOP HUTAPEA, S.Pd PERTEMUAN KE-3 Pelanggaran HAM Menurut Undang-Undang No.39 tahun 1999 pelanggaran hak asasi manusia adalah setiap perbuatan seseorang

Lebih terperinci

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA

Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA Muchamad Ali Safa at INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA UUD 1945 Tap MPR Nomor III/1998 UU NO 39 TAHUN 1999 UU NO 26 TAHUN 2000 UU NO 7 TAHUN 1984 (RATIFIKASI CEDAW) UU NO TAHUN 1998 (RATIFIKASI KONVENSI

Lebih terperinci

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia

Perbedaan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia 3 Perbedaan dengan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia Bagaimana Ketentuan Mengenai dalam tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia? Menurut hukum internasional, kejahatan

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL (BPHN) DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia

Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA. Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Makalah WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS & SAP MATA KULIAH HUKUM HAK ASASI MANUSIA Yogyakarta, 10 11 Maret 2009 Aspek Penegakan Hukum HAM di Indonesia Oleh: Miranda Risang Ayu, SH, LLM, PHD WORKSHOP SILABUS

Lebih terperinci

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN

RANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA KOMISI III DPR-RI DENGAN DIRJEN PERUNDANG-UNDANGAN DALAM RANGKA PEMBAHASAN DIM RUU TENTANG KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PIDANA ---------------------------------------------------

Lebih terperinci

Daftar Pustaka. Glosarium

Daftar Pustaka. Glosarium Glosarium Daftar Pustaka Glosarium Deklarasi pembela HAM. Pernyataan Majlis Umum PBB yang menyatakan bahwa setiap orang mempunyai hak secara sen-diri sendiri maupun bersama sama untuk ikut serta dalam

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA I. UMUM Bahwa hak asasi manusia yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945, Deklarasi Universal

Lebih terperinci

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA

PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DI INDONESIA Disajikan dalam kegiatan pembelajaran untuk Australian Defence Force Staff di Balai Bahasa Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung, Indonesia 10 September 2007

Lebih terperinci

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin

Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Memutus Rantai Pelanggaran Kebebasan Beragama Oleh Zainal Abidin Saat ini, jaminan hak asasi manusia di Indonesia dalam tataran normatif pada satu sisi semakin maju yang ditandai dengan semakin lengkapnya

Lebih terperinci

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid

Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid Konvensi Internasional mengenai Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid disetujui dan terbuka untuk penandatanganan dan ratifikasi oleh Resolusi Majelis Umum 3068 (XXVIII) 30 November 1973 Negara-negara

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM

Undang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN KASUS PELANGGARAN HAM A. Substansi Hak Asasi Manusia dalam Pancasila Salah satu karakteristik hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA AKSI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA INDONESIA TAHUN 2011-2014 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur

Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) Progress Report II Monitoring Pengadilan HAM Adhoc Untuk Perkara Pelanggaran Berat HAM di Timor Timur I. Pengantar Pada bulan April 2002, masing-masing Majelis

Lebih terperinci

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan

UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan UU Pengadilan Hak Asasi Manusia: Sebuah Tinjauan Ifdhal Kasim Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (ELSAM) A. Pengantar 1. Pengadilan Hak Asasi Manusia Ad Hoc untuk Timor Timur tingkat pertama telah berakhir.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA Oleh: Dr. Suparman Marzuki, S.H.,

Lebih terperinci

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan

2017, No kewajiban negara untuk memastikan bahwa perempuan memiliki akses terhadap keadilan dan bebas dari diskriminasi dalam sistem peradilan No.1084, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA MA. Mengadili Perkara Perempuan. Pedoman. PERATURAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG PEDOMAN MENGADILI PERKARA PEREMPUAN BERHADAPAN

Lebih terperinci

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara

Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Tanggung Jawab Komando Dalam Pelanggaran Berat Hak Asasi Manusia Oleh : Abdul Hakim G Nusantara Impunitas yaitu membiarkan para pemimpin politik dan militer yang diduga terlibat dalam kasus pelanggaran

Lebih terperinci

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 10 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK Di dalam UUD 1945 Bab XA tentang Hak Asasi Manusia, pada dasarnya telah dicantumkan hak-hak yang dimiliki oleh setiap orang atau warga negara. Pada

Lebih terperinci

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981

dengan aparatnya demi tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan harkat dan martabat manusia. Sejak berlakunya Undang-undang nomor 8 tahun 1981 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah merupakan negara hukum yang demokratis berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 bukan berdasarkan atas kekuasaan semata. Indonesia

Lebih terperinci

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945:

Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: Jakarta 14 Mei 2013 Tujuan pendirian Negara Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945: a. Pertama, dimensi internal dimana Negara Indonesia didirikan dengan tujuan untuk melindungi segenap Bangsa Indonesia

Lebih terperinci

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan Oleh Rumadi Peneliti Senior the WAHID Institute Disampaikan dalam Kursus HAM untuk Pengacara Angkatan XVII, oleh ELSAM ; Kelas Khusus Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON ECONOMIC, SOCIAL AND CULTURAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK EKONOMI, SOSIAL DAN BUDAYA)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan

I. PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah negara hukum ( rechtsstaat) dan bukan sebagai negara yang berdasarkan atas kekuasaan ( machtsstaat). Tidak ada institusi

Lebih terperinci

TUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN BUDIDAYA PERAIRAN(A)

TUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN BUDIDAYA PERAIRAN(A) TUGAS PANCASILA KASUS PELANGGARAN HAM DAN PENYESAIANNYA OLEH : MUKHLISIIN 1504113414 BUDIDAYA PERAIRAN(A) LABORATORIUM EKOLOGI DAN MANAJEMEN LINGKUNGAN PERAIRAN FAKULTAN PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM

INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM INSTRUMEN HUKUM MENGENAI HAM Materi Perkuliahan HUKUM & HAM ke-6 INSTRUMEN HUKUM INTERNASIONAL MENGENAI HAM Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa Universal Declaration of Human Rights, 1948; Convention on

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud

Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud 15 Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat adalah pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. Adapun jenis-jenis pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat, sebagai berikut: 1. Kejahatan Genosida

Lebih terperinci

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015

Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Hak Beribadah di Indonesia Oleh: Yeni Handayani * Naskah diterima: 4 Agustus 2015; disetujui: 6 Agustus 2015 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) menyebut istilah basic human rights (hak-hak asasi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2011 TENTANG BANTUAN HUKUM I. UMUM Hak atas Bantuan Hukum telah diterima secara universal yang dijamin dalam Kovenan Internasional tentang

Lebih terperinci

PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA TENTANG HAK ASASI MANUSIA

PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA TENTANG HAK ASASI MANUSIA TRAINING PENGARUSUTAMAAN PENDEKATAN HAK ASASI MANUSIA DALAM PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA BAGI HAKIM SELURUH INDONESIA 0Bali, 17 20 Juni 2013 1MAKALAH PRODUK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN INDONESIA

Lebih terperinci

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM)

INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Jamuan Ilmiah tentang Hukum Hak Asasi Manusia bagi Tenaga Pendidik Akademi Kepolisian Semarang Jogjakarta Plaza Hotel, 16 18 Mei 2017 MAKALAH INSTRUMEN NASIONAL HAK ASASI MANUSIA (HAM) Oleh: Despan Heryansyah,

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM

HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM HAK ASASI MANUSIA DALAM PUTUSAN HAKIM Oleh: Salman Luthan Disampaikan ik pada PELATIHAN HAK ASASI MANUSIA UNTUK JEJARING KOMISI YUDISIAL RI, diselenggarakan oleh Puham UII, bekerjasama dengan Komisi Yudisial

Lebih terperinci

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel

No ekonomi. Akhir-akhir ini di Indonesia sering muncul konflik antar ras dan etnis yang diikuti dengan pelecehan, perusakan, pembakaran, perkel TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 4919 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 170) PENJELASAN A T A S UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH

KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK SIPIL DAN POLITIK 1 MUKADIMAH Negara-negara Pihak pada Kovenan ini, Menimbang bahwa, sesuai dengan prinsip-prinsip yang diproklamasikan pada Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 22 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Penahanan Aung San Suu Kyi 1. Pengertian Penahanan Penahanan merupakan proses atau perbuatan untuk menahan serta menghambat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia: 2006),

Lebih terperinci

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION )

PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) PENDAPAT HUKUM ( DISSENTING OPINION ) I. Pendahuluan 1. Mengingat sidang permusyawaratan Majelis Hakim tidak dapat dicapai mufakat bulat sebagaimana diatur di dalam pasal 19 ayat ( 5 ) Undang-Undang Nomor

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR.. TAHUN. TENTANG PERLINDUNGAN UMAT BERAGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. Bahwa setiap manusia,

Lebih terperinci

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati

Lebih terperinci

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si

PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si PELUANG DAN KENDALA MEMASUKKAN RUU KKG DALAM PROLEGNAS 2017 Oleh : Dra. Hj. Soemientarsi Muntoro M.Si KOALISI PEREMPUAN INDONESIA Hotel Ambara, 19 Januari 2017 Pengertian Keadilan dan Kesetaraan Gender

Lebih terperinci

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999)

(Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA (Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 1 Tahun 1999) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan hak dasar yang secara kodrati

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM

ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM ATURAN PERILAKU BAGI APARAT PENEGAK HUKUM Diadopsi oleh Resolusi Sidang Umum PBB No. 34/169 Tanggal 17 Desember 1979 Pasal 1 Aparat penegak hukum di setiap saat memenuhi kewajiban yang ditetapkan oleh

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka

II. TINJAUAN PUSTAKA. nampaklah bahwa pembuktian itu hanyalah diperlukan dalam berperkara dimuka II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Tentang Pembuktian Pengertian dari membuktikan ialah meyakinkan Hakim tentang kebenaran dalil atau dalil-dalil yang dikemukakan dalam suatu persengketaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas

RINGKASAN PUTUSAN. LP/272/Iv/2010/Bareskrim tanggal 21 April 2010 atas RINGKASAN PUTUSAN Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 42/PUU-VIII/2010 tanggal 24 September 2010 atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban,

Lebih terperinci

UNOFFICIAL TRANSLATION

UNOFFICIAL TRANSLATION UNOFFICIAL TRANSLATION Prinsip-prinsip Siracusa mengenai Ketentuan Pembatasan dan Pengurangan Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik Annex, UN Doc E / CN.4 /

Lebih terperinci

Ringkasan Putusan.

Ringkasan Putusan. Ringkasan Putusan Sehubungan dengan sidang pembacaan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 10-17-23/PUU-VII/2009 tanggal 25 Maret 2010 atas Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi, dengan hormat

Lebih terperinci

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI PENAJAM PASER UTARA PROVINSI KALIMANTAN TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN PENAJAM PASER UTARA NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PERLINDUNGAN PEREMPUAN DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PENAJAM

Lebih terperinci

RUANG LINGKUP PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI

RUANG LINGKUP PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI RUANG LINGKUP PENGAJARAN HAM DI PERGURUAN TINGGI Oleh : Artidjo Alkostar I. Latar Belakang Pemikiran Sesuai dengan luasnya wadah pengartian HAM (Hak Asasi Manusia), maka diskursus tentang HAM dapat direspon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of

I. PENDAHULUAN. Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of I. PENDAHULUAN A. Latar belakang Sejak diumumkannya Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights pada tahun 1948 telah terjadi perubahan arus global di dunia internasional

Lebih terperinci

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana

Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana 1 Kekuatan Keterangan Saksi Anak Dibawah Umur dalam Pembuktian Perkara Pidana Novelina MS Hutapea Staf Pengajar Kopertis Wilayah I Dpk Fakultas Hukum USI Pematangsiantar Abstrak Adakalanya dalam pembuktian

Lebih terperinci

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim

Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional. Ifdhal Kasim Kewajiban Negara Pihak terhadap Pelaksanaan Instrumen-instrumen HAM Internasional Ifdhal Kasim Seminar Sehari Perlindungan HAM Melalui Hukum Pidana Hotel Nikko Jakarta, 5 Desember 2007 Instrumen yang Diratifikasi

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG KETENTRAMAN, KETERTIBAN DAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT DALAM RANGKA PENEGAKAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan,

I. PENDAHULUAN. hukum sebagai sarana dalam mencari kebenaran, keadilan dan kepastian hukum. Kesalahan, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penegakan hukum di lapangan oleh Kepolisian Republik Indonesia senantiasa menjadi sorotan dan tidak pernah berhenti dibicarakan masyarakat, selama masyarakat selalu mengharapkan

Lebih terperinci

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN:

Dengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA dan PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA MEMUTUSKAN: RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti

Lebih terperinci

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta

2008, No e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d perlu membentuk Undang-Undang tenta LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.170, 2008 DISKRIMINASI.Ras dan Etnis. Penghapusan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4919) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR

Lebih terperinci

PROGRESS REPORT NO. 1

PROGRESS REPORT NO. 1 PROGRESS REPORT NO. 1 MONITORING PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA KASUS TIM-TIM ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662,

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum Acara Pidana adalah memberi perlindungan kepada Hak-hak Asasi Manusia dalam keseimbangannya dengan kepentingan umum, maka dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG

BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG BUPATI SUKOHARJO PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUKOHARJO NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG PENYELENGGARAAN PERLINDUNGAN TERHADAP KORBAN KEKERASAN BERBASIS GENDER DAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

PELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at

PELANGGARAN HAM YANG BERAT. Muchamad Ali Safa at PELANGGARAN HAM YANG BERAT Muchamad Ali Safa at PELANGGARAN HAM setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja, atau kelalaian yang secara melawan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah

Lebih terperinci

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap

PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA. Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa. Kedelapan. Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap PEDOMAN TENTANG PERANAN PARA JAKSA Disahkan oleh Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Kedelapan Tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakukan terhadap Pelaku Kejahatan Havana, Kuba, 27 Agustus sampai 7 September

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 21/PUU-XII/2014 Penyidikan, Proses Penahanan, dan Pemeriksaan Perkara I. PEMOHON Bachtiar Abdul Fatah. KUASA HUKUM Dr. Maqdir Ismail, S.H., LL.M., dkk berdasarkan surat

Lebih terperinci

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN

HAK ASASI MANUSIA. by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI MANUSIA by Asnedi KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA KANWIL SUMATERA SELATAN HAK ASASI : - BENAR - MILIK /KEPUNYAAN - KEWENANGAN - KEKUASAAN UNTUK BERBUAT SESUATU : -

Lebih terperinci

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN.

MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN. MASUKAN KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN ATAS PERUBAHAN UU NO. 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN 26 Juni 2014 No Rumusan RUU Komentar Rekomendasi Perubahan 1 Pasal 1 Dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human

BAB I PENDAHULUAN. Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Hak-hak individu lebih sering dilekatkan dengan kata Hak Asasi Manusia, yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah Human Rights. Pada saat ini hak-hak asasi

Lebih terperinci

Program Monitoring Pengadilan HAM Progress Report # 1 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) PROGRESS REPORT #1

Program Monitoring Pengadilan HAM Progress Report # 1 Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) PROGRESS REPORT #1 PROGRESS REPORT #1 MONITORING PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA KASUS TIM-TIM ELSAM Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat Jalan siaga II No 31 Pejaten Barat Jakarta 12510 Indonesia Tel : (62-61) 797 2662, 791

Lebih terperinci

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK

BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK BAB 9 PENGHAPUSAN DISKRIMINASI DALAM BERBAGAI BENTUK A. KONDISI UMUM Dalam rangka mewujudkan persamaan di depan hukum, penghapusan praktik diskriminasi terus menerus dilakukan, namun tindakan pembedaan

Lebih terperinci

HUKUM HAK ASASI MANUSIA: KUHAP DALAM KAJIAN HAM. Rocky Marbun, S.H.,M.H.

HUKUM HAK ASASI MANUSIA: KUHAP DALAM KAJIAN HAM. Rocky Marbun, S.H.,M.H. HUKUM HAK ASASI MANUSIA: KUHAP DALAM KAJIAN HAM Rocky Marbun, S.H.,M.H. i Judul: Hukum Hak Asasi Manusia: KUHAP dalam Kajian HAM Penulis: Rocky Marbun, S.H.,M.H. Editor: KMS. Herman, S.H.,M.H. Kover dan

Lebih terperinci

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM

HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM HAK AZASI MANUSIA DAN PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM Oleh : ANI PURWANTI, SH.M.Hum. FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2008 PENGERTIAN HAM HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK)

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan

Lebih terperinci

Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1

Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1 Evaluasi Kritis Atas Kelemahan UU Peradilan HAM 1 Oleh : Budi Santoso 2 Dari proses peradilan HAM ad hoc Kasus Timor Timur Pasca Jajak Pendapat yang telah berlangsung hingga sekarang ini kita telah bisa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 26 TAHUN 2000 (26/2000) TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum (rechtstaat) dan bukan berdasarkan atas kekuasaan belaka (machtsstaat) 1. Konsekuensi dalam suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah negara kepulauan yang berciri Nusantara dengan wilayah yang batas-batas dan hak-haknya ditetapkan dengan undang-undang.

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2005 TENT ANG PENGESAHAN INTERNATIONAL COVENANT ON CIVIL AND POLITICAL RIGHTS (KOVENAN INTERNASIONAL TENTANG HAK-HAK SIPIL DAN POLITIK) DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM

BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM 73 BAB IV ANALISIS FIQH SIYASAH TERHADAP PENANGANAN PELANGGARAN BERAT HAM A. Analisis Penanganan Pelanggaran Berat HAM menurut Undang- Undang Nomor 26 Tahun 2000 Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan

Lebih terperinci

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN

Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Konvensi Internasional tentang Perlindungan Hak Semua Pekerja Migran dan Anggota Keluarganya 1 PEMBUKAAN Negara-negara Pihak pada Konvensi ini, Memperhatikan prinsip-prinsip yang terkandung dalam instrumen-instrumen

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 119, 2005 AGREEMENT. Pengesahan. Perjanjian. Hak Sipil. Politik (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara

Lebih terperinci

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di

Naskah ini telah diproses oleh Pusat Studi Hukum & Kebijakan Indonesia dan ditampilkan di DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA RANCANGAN PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA I. UMUM Keutuhan dan kerukunan rumah

Lebih terperinci

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat. 1 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

I. PENDAHULUAN. kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hak asasi manusia (selanjutnya disingkat HAM) yang utama adalah hak atas kebebasan, baik yang bersifat fisik maupun pikiran. Oleh karena itu, Undang-Undang Dasar

Lebih terperinci