PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA
|
|
- Susanti Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 PENJATUHAN PIDANA BERSYARAT DAN MASALAHNYA SERTA KAITANNYA DENGAN PEMBINAAN DISIPLIN PRAJURIT DI KESATUANNYA 1. PENDAHULUAN Fakta dalam praktek peradilan pidana sering ditemukan pengadilan menjatuhkan pidana bersyarat atau dapat disebut sebagai pidana percobaan. Kesimpulan Hakim untuk sampai kepada penjatuhan pidana percobaan tersebut diambil setelah mempertimbangkan segala segi baik subjektif yaitu hal-hal yang mencakup diri Terdakwa sehingga ia melakukan tindak pidana. Seorang yang tidak pernah atau takut melakukan perbuatan melanggar hukum pada suatu ketika dapat saja terpeleset dan terpaksa berurusan dengan hukum. Terhadap orang-orang yang mempunyai perasaan menjunjung tinggi dan taat pada hukum namun dalam keadaan terpaksa harus berhadapan dengan hukum, jika orang tersebut dipidana akan lebih merusak masa depan dan kepribadian yang bersangkutan. Bagi pelaku yang seperti ini tanpa mengurangi atau mengorbankan rasa keadilan masyarakat umun atau bagi masyarakat militer yang sudah menerima sebagai adil suatu tindakan perampasan kemerdekaan yang dijatuhkan ankum akibat pelanggaran disiplin, oleh karena itu Hakim dalam putusannya dengan mempertimbangkan segi obyektif dan subyektif seperti tersebut di atas berkesimpulan lebih baik diberikan pidana berupa pidana bersyarat. Ketentuan tentang pidana bersyarat diatur dalam pasal 14 (a) sampai dengan pasal 14 (1) KUHP, pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM dan penetapan Raja tanggal 4 Mei 1926 Staatblaad 1926 Nomor 251, 480 tentang peraturan cara melakukan / menjalankan hukum dengan syarat.
2 2 Selain itu dalam lingkungan Peradilan Militer diatur pula tentang persyaratan bahwa selama masa percobaan belum habis Terpidana dilarang melanggar Hukum Disiplin Militer yang berat (pasal 16 KUHPM). Hukum pidana mengatur secara tegas apabila pidana bersyarat dijatuhkan berarti Hakim berdasarkan penyelidikan yang teliti, yakin bahwa dapat diadakan pengawasan yang cukup untuk dipenuhinya syarat umum yaitu Terpidana tidak akan melakukan perbuatan pidana dan syarat-syarat khurus jika sekiranya syarat-syarat itu tidak ada. Persoalan kemudian timbul bagaimana bentuk perintah kepada terpidana untuk melaksanakan pidananya jika persyaratan umum atau khusus yang diberikan oleh Hakim dilanggar. Apakah begitu diketahui terpidana melanggar langsung dimasukkan ke penjara atau Oditur Militer meminta penetapan dari Hakim. Kemudian dalam hal ini timbul persoalan lagi apakah terpidana diperiksa terlebih dahulu dalam persidangan yang kemudian dibuat putusan / penetapan Hakim terlebih dahulu, setelah itu baru terpidana menjalani pidananya ataukah menunggu perkara baru itu diputus terlebih dahulu. Persoalan baru yang lain pun akan muncul apabila terpidana yang ditetapkan menjalani pidananya atas dasar pelanggaran hukum disiplin yang kemudian perkara pidananya diputus bebas oleh Hakim. Pelanggaran untuk memerintahkan terpidana harus melaksanakan pidana itu tidak semudah seperti ketika pidana yang dijatuhkan oleh Hakim dalam memeriksa dan memutus perkara yang pertama dan dijatuhi pidana bersyarat. Sehubungan dengan hal tersebut di atas pada kesempatan ini penulis mencoba tentang proses pelaksanaan pidana percobaan / bersyarat apabila syarat khusus atau syarat umum dilanggar sebelum masa percobaan habis.
3 3 II. PERMASALAHAN. Sesuai dengan yang dibahas disusun sistematika pembahasan sebagai berikut : A. Pengertian umum Pidana percobaan / bersyarat. B. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis. C. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat khurus sebelum masa percobaan habis. III. PEMBAHASAN. A. Pengertian umum Pidana percobaan / bersyarat. Sebelum membahas tentang proses pelaksanaan pidana, jika terpidana melanggar syarat umum maupun syarat khusus perlu dibahas tentang pengertian pidana bersyarat / percobaan. Pidana percobaan yang disebut juga sebagai pidana bersyarat merupakan kewenangan yang diberikan kepada Hakim untuk menjatuhkan pidana bersyarat kepada Terdakwa dalam pemeriksaan di sidang pengadilan terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya dan dalam hal ini termasuk juga bagi Terdakwa prajurit TNI atau yang dipersamakan. Kewenangan Hakim itu dibatasi oleh aturan dan tata caranya sebagaimana diatur dalam pasal 14 (a) sampai dengan 14 (f) KUHP maupun dalam pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM dan Staatblaad 1926 Nomor 251 dan 480 Istilah pidana percobaan adalah istilah umum yang dimaksudkan bukan pemidanaannya yanb bersyarat tetapi pelaksanaan pidananya digantungkan apakah dalam jangka waktu menjalani pidana percobaan Terpidana melanggar syarat-syarat yang diwajibkan kepadanya.
4 4 Hakim dapat memerintahkan pidana bersyarat jika Putusan Hakim dijatuhkan : 1. Pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun. 2. Pidana kurungan tidak termasuk pidana kurungan pengganti. 3. Pidana denda (selain denda dalam rangka pemasukkan kepada negara misalnya : Bea Cukai tindak pidana ekonomi, tindak pinana korupsi, dll. Selanjutnya dalam putusan Hakim ditentukan persyaratan umum yaitu : Apabila selama masa percobaan belum habis terpidana melakukan tindak pidana lagi maka pidana harus dijalani, selain itu dapat pula ditentukan syarat-syarat khusus yaitu terpidana dalam waktu tertuntu yang sah pendek dari masa percobaannya harus mengganti segala atau sebagian yang ditimbulkan oleh tindak pidana itu. Apabila Hakim menjatuhkan pidana penjara lebih dari 3 (tiga) bulan atau kurungan, atas sala satu pelanggaran tersebut dalam pasal 492, 504, 505, 506 dan pasal 365 KUHP maka boleh ditetapkan syarat-syarat khusus lainnya mengenai tingkah laku terpidana yang harus dipenuhi selama masa percobaan atau sebagian dari masa percobaan. Lama masa percobaan bagi perkara kejahatan dan pelanggaran tersebut dalam pasal 492, 504, 505, dan 506 KUHP paling lama adalah 3 (tiga) tahun sedangkan untuk pelanggaran lainnya paling lama 2 (dua) tahun, masa percobaan dimulai apabila sejak putusan BHT dan diberitahukan secara sah kepada terpidana. Selama terpidana berada dalam tahanan yang sah masa penahanannya tidak dihitung. Pejabat yang diserahi untuk supaya mengawasi syarat-syarat dipenuhi ialah Oditur dan dibantu oleh Ankum terpidana (pasal 262 ayat (6) UU Nomor 31 tahun 1997).
5 5 Bagi Hakim Militer yang akan menjatuhkan pidana percobaan sebagaimana diatur dalam pasal 14 KUHP maupun pasal 15 sampai dengan pasal 20 KUHPM harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut : a). Pidana bersyarat tidak bertentangan dengan kepentingan militer. b). Hakim berdasarkan penyelidikan yang diteliti harus yakin syarat umum dapat dipenuhi dan dapat mengawasi pelaksanaan pidana bersyarat. Dalam praktek masih ditemukan ada ditemukan Pengadilan Militer yang menjatuhkan pidana percobaan / bersyarat terhadap tindak pidana militer KUHPM. B. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis. Khusus yaitu pelanggaran terhadap persyaratan umun yang diberikan kepada terpidana. Pidana percobaan dilaksanakan apabila dikemudian hari ada putusan Hakim yang menentukan lain, disebabkan karena terpidana melakukan suatu tindak pidana sebelum suatu tindak pinada sebelum masa percobaan yang ditentukan dalam perintah tersebut habis (pasal 14 (a) KUHP) atau bagi terpidana militer harus selalu ditetapkan sebagai persyaratan umum, bahwa sebelum masa percobaannya ia tidak akan melakukan pelanggaran disiplin militer yang tercantum dalam KUHDM Nomor ke-1 pasal 2 yang bersifat berat dan nomor ke-2 sama dengan ke-6 pasal 2 KUHDM. Karena KUHDM telah dicabut maka pasal-pasal tersebut dibaca menjadi pasal 6 UU Nomor 26 tahun 1997 tentang Hukum Disiplin Prajurit ABRI. Pengawasan terhadap terpidana yang dipidana percobaan ada pada eksekutor. Oditur dan dalam pelaksanaannya dibantu oleh Ankum, sehingga dimaksudkan agar Ankum selama terpidana berada dalam masa percobaan dapat memberikan
6 6 bimbingan kepada terpidana untuk kembali menjadi prajurit yang baik dan tidak akan melakukan tindak pidana lagi (pasal 262 ayat (2) dan penjelasan umum Hapmil ayat (4) tahap pelaksanaan putusan UU Nomor 31 tahun Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa persyaratan umum yang ditentukan dalam perintah Hakim di Lingkungan Peradilan Militer yang menjatuhkan pidana percobaan / bersyarat harus mencantumkan dua unsur yaitu unsur syarat umum bahwa dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan perintah hakim dan larangan penentuan terhadap seseorang telah melakukan pelanggaran Hukum Disiplin Militer berat harus didasarkan keputusan dari sidang disiplin militer di kesatuan. Berdasarkan keputusan dari sidang disiplin, komandan mengusulkan Eksekutor / Oditur selanjutnya Oditu mengusulkan kepada Kadilmil untuk menetapkan pelaksanaan pidananya. Sesuai dengan asas praduga tak bersalah pasal 8 UU Nomor 14 tahun 1970 seseorang yang dijatuhi pidana percobaan tidak boleh secara langsung menjalani pidananya karena dalam pelaksanaan pidananya masih digantungkan kepada penilaian suatu tindakan / prilaku seseorang terpidana dalam masa percobaan yang dijatuhkan dan kesalahannya harus dibuktikan terlebih dahulu di pengadilan. Apabila terpidana terbukti dinyatakan telah bersalah dan putusannya telah berkekuatn hukum tetap teridana bersyaratmelaksanakan pidananya karena telah melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan berakhir kewenangan untuk memerintahkan pelaksanaan pidana ini pada Hakim yang memutuskan pada tingkat pertama (pasal 14 (f) KUHP). Bagi terpidana Sipil pengawasan dalam masa percobaan lebih sulit dibandigkan terpidana militer yang memiliki sistem dalam pembinaan satuan personil, karena ada penunjukan Ankum
7 7 / komandan sebagai pengawas sikap dan prilaku terpidana (yang belum menjalani hukuman). Tata cara pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis diatur dalam Stb Nomor 251, 480 dan dikutip beberapa pasal yang relevan dan perlu diketahui sebagai berikut : Pasal 3 ayat (1) : Hakim menentukan hari sidang untuk memeriksa perkara dengan segera dan memerintahkan untuk memanggil terpidana dan Saksi. Pasal 3 ayat (2) : Hak untuk menghadirkan Saksi atau ahli untuk hadir persidangan. (Upaya ini merupakan hak terpidana atau Jaksa). Pasal 4 ayat (1) : Pemeriksaan dalam sidang tertutup, begitu pun orang yang telah berumur 6 tahun atau yang cukup umur boleh meminta supaya pemeriksaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum. (Hakim dalam hal ini mempertimbangkan usul atau permintaan tersebut). Pasal 4 ayat (2) : Jika pada Mejelis atau badan peradilan yang bersangkutan dengan seorang pegawai negeri ada diangkat yang menjabat pekerjaan Penuntut Umum pada Mejelis atau badan pengadilan itu, maka ia menghadiri itu dan timbangannya tentang perkara itu didengar. Dalam hal ini dipandang pula sebagai pegawai negeri yang tersebut Jaksa Panitera pada Hakim Kepolisian.
8 8 (Pasal ini mengatur tentang kehadiran Jaksa dan kewenangannya selama proses persidangan berlangsung yaitu memberikan pendapatnya). Pasal 4 ayat (4) : terpidana dan Penasehat Hukum di dengar jika ia hadir (berarti dalam hal ini terpidana diperbolehkan tidak menghadiri proses pemeriksaan di persidangan). Pasal 4 ayat (5) : Hukum acara yang digunakan adalah hukum acara yang berlaku pada pengadilan yang bersangkutan. Pasal 5 : Putusan untuk menjalankan pidana ini tidak dapat dilakukan upaya hukum apapun juga. Pasal 5 ayat (2) : Putusan diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum. Pasal 6 ayat (1) : Jika putusan dijatuhkan tanpa kehadiran terpidana, maka keputusan itu diberitahukan kepada Terpidana. Pasal 6 ayat (2) : Dalam waktu 2 (dua) minggu sesudah keputusan itu diberikan maka terpidana yang tidak hadir pada saat dibacakan putusan dapat mengajukan perlawanan kepada Hakim yang bersangkutan. Pasal 17 KUHPM : Usul untuk menjelaskan pidana dibuat berdasarkan keputusan dan Panglima / Komandan langsungnya. Keputusan mana tidak boleh diambil sebelum meminta pendapat dari Pejabat yang berhak mengajukan usul tersebut (eksekutor / Oditur Militer).
9 9 C. Bagaimana proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat khurus sebelum masa percobaan habis. Dasar melaksanakan persidangan apabila syarat khurus dilanggar adalah pasal 14 (c) KUHP. Sedangkan usul untuk menyidangkan pelanggaran terhadap syarat khurus tersebut adalah dari Jaksa / Eksekutor. Prosedur yang digunakan untuk menyidangkan pelanggaran ini adalah sama dengan prosedur dalam proses pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum sebelum masa percobaan habis sebagaimana tersebut uraian pada paragraf B. Kewenangan Hakim yang memutus dalam tingkat pertama selama masa percobaan dapat mengubah syarat-syarat khusus atau lamanya waktu berlaku syarat-syarat khusus di dalam masa percobaan dan juga boleh memperpanjang masa percobaan, juga boleh memerintahkan orang lain yang diperintahkan semula supaya, memberi bantuan kepada terpidana (pasal 14 (c) KUHP). Bahwa dari proses tersebut dapat diartikan bahwa pengawasan terhadap pelaksanaan syarat khusus dilakukan oleh Oditur Militer (Eksekutor) dan selanjutnya Oditur mengusulkan kepada Hakim (Pengadilan) untuk menyidangkan adanya perkara pelanggaran syarat khusus tersebut dan adanya kewenangan Hakim merubah amar putusan sepanjang lamanya masa percobaan dan merubah syarat-syarat khusus atau masa berlakunya syarat khusus tersebut..
10 10 IV. KESIMPULAN A. Pidana percobaan dapat dijatuhkan kepada Terdakwa yang dijatuhi pidana paling lama 1 (satu) tahun, pidana kurungan, pidana denda (salinan pemasukan kepada Negara) dan bagi militer, dipersyaratkan pidana percobaan ini tidak merugikan kepentingan militer, oleh karenanya tindak pidana yang diatur dan diancam dalam KUHPM dilarang menjatuhkan pidana bersyarat. Dalam putusannya Hakim menentukan tentang syarat umum dan dapat pula menentukan syarat khusus berupa penggantian kerugian. B. Pidana percobaan dijatuhkan dengan memperhatikan segala segi obyektif dan subyektif pada diri pelaku dan hal-hal yang mempengaruhinya serta dibuat pertimbangan yang cukup dalam putusan Hakim. C. Tata cara proses pelaksanaan untuk eksekusi jika syarat umum atau syarat khusus selama dalam masa percobaan dilanggar oleh pelaku dengan melakukan tindak pidana lagi. Eksekutor / Oditur mengusulkan kepada Kadilmil untuk melaksanakan persidangan sesuai dengan prosedur hukum acara khusus sebagaimana diatur dalam Stb Nomor 251, 480 dan Hapmil. V. SARAN A. Prosedur beracara untuk pelaksanaan pidana jika terpidana melanggar syarat umum atau khusus itu memerlukan prosedur yang rumit dan kurang efektif serta tidak jelas, maka disarankan kepada Hakim untuk mempertimbangkan sungguh-sungguh jika akan menjatuhkan pidana percobaan kepada Terdakwa.
11 11 B. Agar Kadilmiltama menerbitkan edaran tentang larangan penjatuhan pidana bersyarat bagi tindak pidana militer dan atau yang menyangkut kepentingan militer. C. Perlu diajukan permohonan fatwa kepada MARI perihal hukum acaranya agar tidak menimbulkan bermacam pernafsiran. Medan, Juni 2010 Penulis,
PEMECATAN PRAJURIT TNI
PEMECATAN PRAJURIT TNI Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan hakim juga bukan Putusan Tuhan, namun Hakim yang manusia tersebut adalah wakil Tuhan di dunia dalam memberikan Putusan
Lebih terperinciPelaksanaan Pidana Mati kemudian juga diatur secara khusus dalam Peraturan Kapolri Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Tata Cara Pelaksanaan Pidana Mati
Bab II : Pidana Pasal 10 Pidana terdiri atas: a. pidana pokok: 1. pidana mati; 2. pidana penjara; 3. pidana kurungan; 4. pidana denda; 5. pidana tutupan. b. pidana tambahan 1. pencabutan hak-hak tertentu;
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.257, 2014 PERTAHANAN. Hukum. Disiplin. Militer. Pencabutan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5591) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciPEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI
1 PEMBERHENTIAN DENGAN TIDAK HORMAT PRAJURIT TNI Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH Kadilmil II-09 Bandung Putusan Hakim tidaklah mungkin memuaskan semua pihak. Putusan Hakim juga bukan Putusan Tuhan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tindak Pidana Korupsi Tindak pidana korupsi diartikan sebagai penyelenggaraan atau penyalahgunaan uang negara untuk kepentingan pribadi atau orang lain atau suatu korporasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah tiang penyangga kedaulatan Negara yang bertugas untuk menjaga, melindungi dan mempertahankan keamanan serta kedaulatan
Lebih terperinciRancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RUU-KUHAP) Bagian Keempat Pembuktian dan Putusan Pasal 176 Hakim dilarang menjatuhkan pidana kepada terdakwa, kecuali apabila hakim memperoleh keyakinan
Lebih terperinciSISTEM PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER
SISTEM PENJATUHAN PIDANA TAMBAHAN PEMECATAN DARI DINAS MILITER 1. Latar Belakang. Dari sejumlah pendapat sarjana tentang teori tujuan pemidanaan modern baik dipandang dari sudut atau meliputi usaha prevensi,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. Bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciAPA ITU CACAT HUKUM FORMIL?
APA ITU CACAT HUKUM FORMIL? Oleh : Kolonel Chk Hidayat Manao, SH, MH Kadilmil II-09 Bandung Dalam praktek peradilan hukum pidana, baik Penyidik POM TNI, Oditur Militer, Penasihat Hukum (PH) dan Hakim Militer
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
1 of 24 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciPENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PENGADILAN ANAK Undang-Undang No. 3 Tahun 1997 Tanggal 3 Januari 1997 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai salah
Lebih terperinciINDONESIA CORRUPTION WATCH 1 Oktober 2013
LAMPIRAN PASAL-PASAL RUU KUHAP PELUMPUH KPK Pasal 3 Pasal 44 Bagian Kedua Penahanan Pasal 58 (1) Ruang lingkup berlakunya Undang-Undang ini adalah untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan
Lebih terperinciSTANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER
STANDAR PELAYANAN PENGADILAN (SPP) DALAM LINGKUNGAN PERADILAN MILITER I. KETENTUAN UMUM A. Tujuan 1. Meningkatkan kualitas pelayanan pengadilan bagi prajurit TNI dan masyarakat pencari keadilan. 2. Meningkatkan
Lebih terperinciPERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN Hasil PANJA 12 Juli 2006 Dokumentasi KOALISI PERLINDUNGAN SAKSI Hasil Tim perumus PANJA, santika 12 Juli
Lebih terperinciTUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM
TUGAS II PENGANTAR ILMU HUKUM PENGARUH PUTUSAN PENGADILAN DALAM HUKUM DISUSUN OLEH : NAMA / (NPM) : M. RAJA JUNJUNGAN S. (1141173300129) AKMAL KARSAL (1141173300134) WAHYUDIN (1141173300164) FAKULTAS :
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. hukum dan pemerintahan dengan tidak ada kecualinya sebagaimana tercantum
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyebutkan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Hal tersebut berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciMATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO
MATRIK PERBANDINGAN UNDANG-UNDANG RI NO. 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG SEBAGAIMANA YANG TELAH DIUBAH DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 5 TAHUN 2004 DENGAN PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NO. 14 TAHUN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DISTRIBUSI II UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara dapat dipastikan harus selalu ada kekuatan militer untuk mendukung dan mempertahankan kesatuan, persatuan dan kedaulatan sebuah negara. Seperti
Lebih terperinciPeranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999. Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA
Peranan Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum UU No.5/1999 Dalam Perkara Keberatan Terhadap Putusan KPPU di PN dan Kasasi di MA Fenomena proses penegakan hukum di Indonesia Dibentuknya berbagai Komisi
Lebih terperinciFAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS MEDAN AREA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA Hukum formal atau hukum acara adalah peraturan hukum yang mengatur tentang cara bagaimana
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciPROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO)
PROSES PENYELESAIAN PERKARA PIDANA DENGAN PELAKU ANGGOTA TNI (Studi di Wilayah KODAM IV DIPONEGORO) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat-syarat Guna Mencapai Gelar Sarjana dalam
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur menurut Undang-Undang ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penahanan Tersangka Penahanan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu oleh penyidik atau penuntut umum atau
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciNASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA
NASKAH PUBLIKASI PENEGAKAN HUKUM TERHADAP ANGGOTA MILITER YANG MELAKUKAN TINDAK PIDANA NARKOTIKA DI WILAYAH HUKUM PENGADILAN MILITER II 11 YOGYAKARTA Disusun oleh: ADAM PRASTISTO JATI NPM : 07 05 09661
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa salah satu alat bukti yang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2006 TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : a. bahwa salah satu alat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu:
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tindak Pidana Militer Tindak Pidana Militer dibedakan dalam dua jenis tindak pidana, yaitu: 1. Tindak Pidana Militer Murni. Tindak Pidana Militer Murni yaitu tindakan-tindakan yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Dengan demikian sudah seharusnya penegakan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara hukum. Ini berarti bahwa negara Indonesia dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara harus
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Perbuatan yang oleh hukum pidana dilarang dan diancam dengan pidana (kepada barangsiapa yang melanggar larangan tersebut), untuk singkatnya dinamakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Prajurit TNI adalah warga
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tentara Nasional Indonesia (TNI) merupakan salah satu satuan pertahanan yang dimiliki oleh negara Indonesia. Tugas dari TNI sendiri adalah menjaga keutuhan dan kedaulatan
Lebih terperinciNOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Republik Indonesia sebagai negara
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang bertujuan mengatur tata tertib dalam kehidupan masyarakat.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945). Negara juga menjunjung tinggi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI BAB I Pasal 1 Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan: 1. Korporasi adalah kumpulan orang dan atau kekayaan
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang
15 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Militer Secara harfiah militer berasal dari kata Yunani, dalam bahasa Yunani adalah orang yang bersenjata siap untuk bertempur, orang-orang ini terlatih dari tantangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang dinamakan pidana denda. Kedua
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hukum pidana di negara kita selain mengenal pidana perampasan kemerdekaan juga mengenal pidana yang berupa pembayaran sejumlah uang. Pidana yang berupa pembayaran
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME
PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam mewujudkan tujuan
Lebih terperinciPEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH
1 PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG - UNDANG TENTANG PERAMPASAN ASET * I. PENDAHULUAN Oleh : Dr. Ramelan, SH.MH Hukum itu akal, tetapi juga pengalaman. Tetapi pengalaman yang diperkembangkan oleh akal, dan akal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disebabkan pengguna jalan raya berkeinginan untuk segera sampai. terlambat, saling serobot atau yang lain. 1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan alat transportasi mengalami perkembangan, terutama penggunaan kendaraan roda dua dan roda empat. Hal ini mengakibatkan kepadatan lalu lintas, kemacetan,
Lebih terperinci2016, No perkembangan peraturan perundang-undangan sehingga perlu diganti; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf
No.1393, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMHAN. Hukuman Disiplin. Penjatuhan. Tata Cara. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2016 TENTANG TATA CARA PENJATUHAN HUKUMAN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG (UU) 1948 No. 19. (19/1948) Peraturan tentang susunan dan kekuasaan Badan-badan Kehakiman. PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum dan tidak berdasarkan atas kekuasaan belaka, negara Indonesia merupakan negara demokratis yang menjunjung
Lebih terperinciPEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN
PEMERIKSAAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENSIA DI PERSIDANGAN 1. Hakikat Tindak Pidana Desersi Oleh: Mayjen TNI Drs. Burhan Dahlan SH. MH. Tindak pidana desersi merupakan tindak pidana yang secara khusus
Lebih terperinciBab XXVIII : Kejahatan Jabatan
Bab XXVIII : Kejahatan Jabatan Pasal 413 Seorang komandan Angkatan Bersenjata yang menolak atau sengaja mengabaikan untuk menggunakan kekuatan di bawah perintahnya, ketika diminta oleh penguasa sipil yang
Lebih terperinciRAHASIA BANK. Vegitya Ramadhani Putri, SH, S.Ant, MA, LLM
RAHASIA BANK PENGERTIAN RAHASIA SESUATU YANG DIPERCAYAKAN SESEORANG UNTUK TIDAK DICERITAKAN KEPADA ORANG YANG TIDAK BERWENANG MENGETAHUINYA RAHASIA BANK SESUATU YANG DIPERCAYAKAN NASABAH KEPADA BANK AGAR
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. saja yang melanggar pasal tersebut haruslah dihukum. Anggota militer. mempermudah tahanan meloloskan diri sepatutnya diterapkan secara
142 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. Pasal 223 KUHP merupakan aturan hukum yang mengatur tentang tindak pidana mempermudah
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 3, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia 3668) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Menimbang : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciRAHASIA UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014
MARKAS BESAR ANGKATAN DARAT PANITIA PUSAT SELEKSI CASIS DIKTUKPA/BA TNI AD TA 2015 UJIAN AKADEMIK DIKTUKPA TNI AD TA 2015 MATA UJIAN : PENGMILCAB CHK WAKTU : 2 X 45 MENIT TANGGAL : 23 SEPTEMBER 2014 PETUNJUK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERLINDUNGAN SAKSI DAN KORBAN (yang telah disahkan dalam Rapat Paripurna DPR tanggal 18 Juli 2006) RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
SALINAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia
Lebih terperinciSUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI. Sugeng Sutrisno *
SUATU TINJAUAN TERHADAP PENERAPAN PASAL 45A UU NO 5 TH 2004 TERHADAP TERDAKWA SEORANG PRAJURIT TNI Sugeng Sutrisno * Ketidak puasan dalam menerima putusan adalah hal yang biasa bagi pencari keadilan namun
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 1948 TENTANG SUSUNAN DAN KEKUASAAN BADAN-BADAN KEHAKIMAN DAN KEJAKSAAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa untuk melaksanakan apa yang dikehendaki oleh pasal 24
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 2004 TENTANG PENGHAPUSAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciMakalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN
Makalah Daluwarsa Penuntutan (Hukum Pidana) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan apa yang tertuang dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana bahwa wewenang penghentian penuntutan ditujukan kepada
Lebih terperinciDirektori Putusan Pengadilan Negeri Sibolga pn-sibolga.go.id P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG
P U T U S A N NO. 144/PID.B/2014/PN.SBG DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Negeri Sibolga yang mengadili perkara-perkara pidana dengan acara pemeriksaan biasa pada peradilan tingkat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia selain sebagai mahkluk individu juga merupakan mahkluk sosial di mana manusia selalu ingin berinteraksi dengan sesama manusia lainnya. Di dalam suatu
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. boleh ditinggalkan oleh warga negara, penyelenggara negara, lembaga
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara hukum. 1 Hal ini berarti bahwa Republik
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 1997 TENTANG HUKUM DISIPLIN PRAJURIT ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.
Lebih terperinciSTANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN
KEPANITERAAN PIDANA: STANDART OPERASIONAL KEPANITERAAN PELAKSANAAN TUGAS DAN ADMINISTRASI 1. Perkara Biasa: Meja Pertama: - Kepaniteraan pidana ada meja 1 (pertama) yang bertugas menerima pelimpahan berkas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA
16 BAB II PENGATURAN HAK RESTITUSI TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERDAGANGAN ORANG DI INDONESIA A. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2000 TENTANG PENGADILAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa hak asasi manusia merupakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENGADILAN MILITER I-07 BALIKPAPAN P U T U S A N Nomor : 16 - K / PMI-07 / AD / IV / 2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.98, 2003 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciMATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
MATRIKS RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI UU MK (UU No. 24 Tahun 2003) LNRI Tahun 2003 No.
Lebih terperinciMANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu
MANFAAT DAN JANGKA WAKTU PENAHANAN SEMENTARA MENURUT KITAB UNDANG HUKUM ACARA PIDANA ( KUHAP ) Oleh : Risdalina, SH. Dosen Tetap STIH Labuhanbatu ABSTRAK Penahanan sementara merupakan suatu hal yang dipandang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Alasan Pemilihan Judul. Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang
BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Institusi militer merupakan institusi unik karena peran dan posisinya yang khas dalam struktur kenegaraan. Sebagai tulang punggung pertahanan negara, institusi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. didasarkan atas surat putusan hakim, atau kutipan putusan hakim, atau surat
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jaksa pada setiap kejaksaan mempunyai tugas pelaksanaan eksekusi putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, dan untuk kepentingan itu didasarkan
Lebih terperinciNOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI
UNDANG-UNDANG NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 1950 TENTANG PERMOHONAN GRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA SERIKAT, Menimbang: bahwa perlu diadakan Undang-undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Undang Undang Nomor 7 tahun 1946 tentang peraturan tentang
337 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Terjadinya Ketidakmandirian Secara Filosofis, Normatif Dalam Sistem Peradilan Militer Peradilan militer merupakan salah satu sistem peradilan negara yang keberadaannya
Lebih terperinciPERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA
PERJANJIAN ANTARA REPUBLIK INDONESIA DAN REPUBLIK RAKYAT CHINA MENGENAI BANTUAN HUKUM TIMBAL BALIK DALAM MASALAH PIDANA Republik Indonesia dan Republik Rakyat China (dalam hal ini disebut sebagai "Para
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 73, 1985 (ADMINISTRASI. KEHAKIMAN. LEMBAGA NEGARA. Mahkamah Agung. Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3316) UNDANG-UNDANG REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat: a. bahwa anak merupakan amanah
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713)
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 84, 1997 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3713) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 1997 TENTANG PERADILAN MILITER
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN TENTANG HUKUM ACARA PIDANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM DISIPLIN MILITER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Tentara Nasional Indonesia sebagai
Lebih terperinciHUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA
HUKUM ACARA PERSAINGAN USAHA Ditha Wiradiputra Bahan Mengajar Mata Kuliah Hukum Persaingan Usaha Fakultas Hukum Universitas indonesia 2008 Agenda Pendahuluan Dasar Hukum Komisi Pengawas Persaingan Usaha
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
www.legalitas.org UNDANG-UNDANG NOMOR 3 TAHUN 1997 TENTANG PENGADILAN ANAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa anak adalah bagian dari generasi muda sebagai
Lebih terperinciJAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP. Oleh : LBH Jakarta
JAMINAN PERLINDUNGAN HAK TERSANGKA DAN TERDAKWA DALAM KUHAP DAN RUU KUHAP Oleh : LBH Jakarta 1. PENGANTAR Selama lebih dari tigapuluh tahun, Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana atau KUHAP diundangkan
Lebih terperinciUndang-Undang Republik Indonesia. Nomor 26 Tahun Tentang. Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2000 Tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1. Hak Asasi Manusia adalah seperangkat
Lebih terperinciP U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
PENGADILAN MILITER I - 07 B A L I K P A P A N P U T U S A N Nomor : 55-K/PM I-07/AD/ X /2013 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA Pengadilan Militer I-07 Balikpapan yang bersidang di Balikpapan
Lebih terperinci