RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO"

Transkripsi

1 RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindusustri Gula Tebu adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini. Bogor, Februari 2012 M.A. Bintoro Dibyoseputro NIM

3 ABSTRACT MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, System dynamic modeling of complex decision making for the development of sugar cane agroindstry, under supervision of IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR SANIM, and YANDRA ARKEMAN. The modeling outlined in this research is an initiative to find approaches to the development of sugar cane agroindustry and its related complex decision making processes. The model is expected to be used for optimizing added values and to better evaluating the impact of relevant decisions associated with information available across the components. The entirely model consists of (i) system dynamic model, for mapping entirely system, decision making purposes and learning through simulation process, (ii) interpretive structural modeling to visualize vision, generate ideas, and compose unstructured ideas into structural and operational steps of actions, (iii) analytical network process as an approach to make decisions and policies by accommodating complexity of internal and external criteria, and (iv) Bayesian believe network as an approach to look at the likelihood of realization under specific scenarios. The simulation indicates that demand for sugar is relatively stable and predictable. In the other hand the supply is relatively volatile due to productivity level, land use competition with other crops, climatic factor, market sentiment caused by economic factor, trade and socio-politico factors. The development of sugar cane agroindustry requires multidimensional facets and inter-organizational decision making along the process of adding values to sugar cane plantation, sugar production, trading (export-import), and distribution to final consumers. The simulation shows that the improvement of productivity and manufacturing can be achieved by mainly improving better cane seed, larger cane field, good planting and estate management practice, and betterment of machineries. The trade-distribution management requires timely scheduling and precise calculation for importation of raw sugar, white sugar or refined sugar. The majority of stakeholders suggest in order to develop the performance of sugar cane agroindustry, there should be attempts to innovate product alternatives aside from conventional products, e.g ethanol as alternative energy source, liquefied sugar. Key words: sugar cane agroindustry, system dynamic model, interpretive structural modeling, analytical network process, Bayesian believe network.

4 RINGKASAN MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO, Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu. Dibimbing oleh IRAWADI JAMARAN, MACHFUD, MARIMIN, BUNASOR SANIM, dan YANDRA ARKEMAN. Agroindustri gula tebu merupakan industri dengan karakter sistem dinamis yang kompleks (complex dynamic system), bercirikan adanya hubungan terus menerus antar pelaku atau anggota sistem. Penggunaan pendekatan sistem dinamis dapat diterapkan dalam rangka melakukan kajian agroindustri gula tebu seperti pada kajian proses pegambilan keputusan untuk tujuan pengembangan. Pasokan produksi gula tebu nasional lebih rendah jumlahnya dari pada permintaan, sehingga terjadi defisit pasokan gula. Hingga saat ini persoalan defisit pasokan belum dapat teratasi dengan baik. Kompleksitas permasalahan dimulai ketika tingkat produktifitas pertanian tebu dan pabrik gula masih rendah. Rendahnya produktifitas pertanian tebu ditengarai terjadi karena penurunan luas lahan tanam, pergeseran lahan dari lahan basah ke lahan kering yang disebabkan karena persaingan penggunaan lahan tanam oleh berbagai jenis tanaman lainya serta meningkatnya alih fungsi lahan bagi keperluan lain di luar pertanian. Penurunan produktifitas pabrik gula disebabkan karena semakin tua usia mesin yang kurang diimbangi oleh peremajaan mesin baru yang lebih produktif. Permasalahan non teknis pertanian masih sering timbul, seperti terjadi ketidaktepatan pelaksanaan kebijakan importasi gula yang dilakukan pada saat tingkat persediaan gula dalam negeri masih tinggi dan mencukupi. Persediaan gula yang berlebih ini dapat mengakibatkan penurunan harga. Permasalahan inilah yang secara perlahan telah mengurangi daya mampu petani tebu dan pabrik gula sehingga produktifitas menurun, pasok bahan baku tebu menurun, efisiensi pabrik menurun dan peremajaan pabrik terlantar hingga gejolak harga gula sewaktu-waktu dapat terjadi secara tinggi. Penelitian ini berupaya membangun model yang berbasis sistem dinamis sebagai alat pemeta sekaligus sebagai alat simulasi. Di luar keunggulan metoda sistem dinamis yang dalam penelitian ini menggunakan software Stella, penelitian ini mengantisipasi adanya keterbatasan dalam pemeringkatan berbagai alternatif ide, kepentingan, dan keinginan para pelaku pemangku kepentingan dalam sistem. Oleh karena itu digunakanlah teknik Interpretive Structural Modeling untuk mengembangkan ide-ide tersebut dan menyusunya menjadi terstruktur secara baik. Selain itu penelitian ini menggunakan teknik Analytical Network Process sebagai alat untuk menangkap semua elemen yang mungkin berlaku dalam rangka pemeringkatan penentuan kebijakan. Sebagai alat bantu penelitian yang lain, dalam penelitian ini akan menggunakan alat bantu Bayesian Belief Network untuk memetakan jaringan probabilitas antar elemen. Selanjutnya sebagai elemen tujuan yang dipilih untuk diproses dalam Bayesian Belief Network akan diambil dari hasil utama Interpretive

5 Structural Modeling, dan dalam penelitian ini terpilih peningkatan produktifitas sebagai elemen tujuan dalam model Bayesian Belief Network. Pemodelan sistem dinamis ini terdiri dari beberapa sub-model yaitu: (1) submodel perkebunan tebu, (2) sub-model pabrik gula, (3) sub-model permintaan konsumen dan distribusi, dan (3) sub-model kebijakan. Keseluruhan sub-model ini dirangkum menjadi satu hingga terbentuk model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks bagi pengembangan agroindustri gula tebu. Hasil simulasi menunjukan bahwa peningkatan produktifitas secara global dapat tercapai bila pemangku penentu kebijakan mengambil keputusan kebijakan Pengembangan Produk Alternatif, lalu diikuti keputusan Dukungan Kebijakan Moneter, dan terakhir kebijakan Penentuan Tarif Bea Masuk. Dengan mengikuti pola pemeringkatan kebijakan di atas, maka diharapkan pada tahun 2014 dapat dicapai swa sembada gula dengan tingkat produksi gula nasional yang terdiri dari kontribusi pabrik gula Kristal putih dibawah naungan BUMN dan swasta serta pabrik gula rafinasi sebesar 5,700,000 ton. Dari jumlah ini diharapkan kontribusi produksi gula tebu dari kelompok pabrik gula di bawah naungan BUMN sebesar 2,075,984 ton dengan tambahan lahan tanam sehingga mencapai luasan sebesar 308,789 hektar dan tambahan pembangunan pabrik gula kristal putih sebanyak 16 unit. Rencana kegiatan ini merupakan peluang usaha yang besar karena dapat menumbuhkan peluang penciptaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi yang tersebar di berbagai kawasan dan peluang pertumbuhan industri pendukung lain seperti industri pupuk serta sarana produksi lain seperti herbisida, pestisida dan industri transportasi. Selain industri pendukung langsung, diperkirakan akan terjadi peningkatan industri pendukung tidak langsung lain seperti keuangan, asuransi, dan pasar modal. Di samping itu diharapkan tercapainya swa sembada gula dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat serta pertumbuhan pusat-pusat penelitian gula dan berkembangnya kegiatan asosiasi-asosiasi terkait lainya.

6 @ Hak Cipta milik IPB, tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang- undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Mengutip hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

7 RANCANG BANGUN SISTEM DINAMIS PENGAMBILAN KEPUTUSAN KOMPLEKS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI GULA TEBU MUHAMMAD ARIEF BINTORO DIBYOSEPUTRO Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Industri Pertanian SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

8 Ujian Tertutup Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. Ani Suryani, DEA 2. Dr. Ir. Sukardi, MS Ujian Terbuka Penguji Luar Komisi: 1. Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis, MSc. 2. Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU

9 Judul Disertasi Nama Mahasiswa : Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu : M.A. Bintoro Dibyoseputro Nomor Pokok : Program Studi : Teknologi Industri Pertanian Menyetujui: Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran Ketua Komisi Dr. Ir. Machfud, MS. Anggota Prof. Dr. Ir. Marimin, M.Sc. Anggota Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, M.Sc. Anggota Dr. Ir. Yandra Arkeman, M.Eng. Anggota Mengetahui: Ketua Program Studi Teknologi Industri Pertanian Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Machfud, MS. Tanggal Ujian Terbuka: 30 Januari 2012 Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr. Tanggal Lulus:

10 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada ALLAH SWT atas segala karunianya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan kurun waktu ini ialah manajemen strategi dalam rangka pengembangan suatu agroindustri, dengan judul Rancang Bangun Sistem Dinamis Pengambilan Keputusan Kompleks Pengembangan Agroindustri Gula Tebu. Perkenankan penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang dalam disertai pemohonan kepada Allah SWT kiranya berkenan menjadikan budi baik dan ketulusan yang telah mereka berikan kepada kami menjadi amal jariyah yang tak terputus selamanya, kepada: 1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irawadi Jamaran, ketua komisi pembimbing, beserta keluarga besar, terutama Ibu Prof. Dr. Ir. Tun Teja Irawadi, MS yang telah menghantarkan kami hingga dapat menyelesaikan program doktoral ini, dan telah menyediakan segala fasilitas di kediaman beliau bagi kami semua sebagai anak bimbingan. Penulis akan selalu mengenang wejangan filosofis tentang program doktoral ini yang telah banyak diutarakan oleh beliau selama masa pembingingan, agar kami selanjutnya terbebas dari rasa malas dan takut untuk berfikir. 2. Bapak Dr. Ir. Machfud, MS, selaku anggota komisi pembimbing dan selaku ketua program studi, yang tanpa henti selalu mendorong agar penyelesaian program ini dapat terlaksana dan selalu mengingatkan agar dalam penulisan memperhatikan formulasi matematis sebagai kesempurnaan disertasi. 3. Bapak Prof. Dr. Ir. Marimin, MSc., selaku anggota komisi pembimbing yang secara berkala beliau selalu memantau kemajuan kami, memberikan kemudahan akses pada sumber-sumber rujukan serta selalu mendorong agar program ini dapat selesai dengan baik, hingga upaya beliau menjadikan ruang kerja sebagai tempat kami belajar, dan berdiskusi. 4. Bapak Dr. Ir. Yandra Arkeman, MEng. selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak membantu penulis ketika mengalami kesulitan dalam pemrograman komputer, sedemikian rupa beliau memperhatikan kemajuan kami hingga kami selalu dipantau melalui presentasi yang harus kami lakukan di depan mahasiswa S3 TIP yang sedang mengikuti mata kuliah yang dibawakan oleh beliau. 5. Bapak Prof. Dr. Ir. Bunasor Sanim, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang banyak membantu menyempurnakan pengetahuan penulis tentang kebijakan publik dan ekonomi kelembagaan, serta telah memberi waktu kepada penulis di sela-sela kesibukan beliau. 6. Ibu Prof. Dr. Ir. Ani Suryani dan Bapak Dr. Ir. Sukardi yang telah berkenan menjadi Penguji Luar pada saat Ujian Tertutup dan telah memberikan masukan yang sangat bermanfaat bagi kesempurnaan disertasi kami. 7. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Aziz Darwis,MSc dan Bapak Prof. Dr. Ir. I Wayan Rusastra, APU yang telah berkenan sebagai Penguji Luar pada saat Ujian Terbuka. Beliau berdua telah memberikan masukan yang penting pada kesempurnaan disertasi kami berupa apresiasi terhadap kreatifitas metodologi dan perlunya menambahkan ekonomi kelembagaan. 8. Penulis mohon perkenan melalui media yang terbatas ini ingin mengucapkan terimakasih kepada para guru kami yang telah mencarikan dan memberikan ilmu

11 yang terbaik bagi kami, selama kami memungut ilmu di IPB. Semoga keikhlasan mereka terus berbuah kebaikan selamanya. 9. Penulis ingin sekali menyampaikan ucapan terimakasih yang tinggi kepada para sahabat dan kolega penulis yang bekerja di Fakultas Teknik Pertanian, dan para sahabat yang bertugas di Sekolah Pascasarjana, semoga kita tetap disatukan dalam semangat kebersamaan untuk mencari dan member yang terbaik bagi kehidupan. 10. Pada kesempatan ini penulis ingin sekali menyapa para teman sejawat selama menjadi mahasiswa baik yang seangkatan maupun yang tidak seangkatan. Mudahmudahan terbatasnya media ini untuk mengungkapkan rasa terimakasih dan rasa rindu tidak mengurangi semangat silaturahim kita sampai kapanpun dan dimanapun. 11. Penulis ingin sekali mengucapkan terimakasih kepada para sahabat, nara sumber dan kolega saat penulis melakukan penelitian. Mereka telah banyak sekali membarikan pencerahan pengetahuan mengenai agrindustri gula tebu hingga ilmu kehidupan yang lebih luas. Penulis memohon maaf tidak mampu untuk menuliskan satu persatu, penulis memohon dicukupkan berkomunikasi melalui media lain untuk meneruskan persaudaraan ini dapat berkelanjutan, insya Allah. Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada istri penulis, dokter. Detty Hasanah Dibyoseputro yang selalu sabar dan membantu menjaga kesehatan penulis. Ucapan yang sama akan penulis sampaikan kepada kedua anak Yusufa Ramadhani Dibyoseputro dan Elyasa Ramadhani Dibyoseputro atas dukungan yang tidak pernah putus, sejak si bungsu belum bersekolah hingga si sulung telah kuliah, mengingat penulis terlalu lama menyita waktu untuk menyelesaikan penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dirahmati oleh Allah SWT menjadi ilmu yang amaliah dan amal yang ilmiah, amien. Bogor, Februari 2012 M.A. Bintoro Dibyoseputro

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Yogyakarta, pada hari Senin, tanggal 22 Februari 1960, sebagai anak pertama di antara tiga bersaudara, dari keluarga almarhum Bapak H. Djam an Dibyoseputro dan Ibu Hj. Sri Sudaryati Dibyoseputro. Penulis menyelesaiakan pendidikan sarjana S1 di Fakultas Ekonomi Jurusan Akuntansi Universitas Gadjahmada pada tahun Dua tahun berselang, 1988, penulis memperoleh Bea Siswa dari Asian Development Bank untuk meneruskan studi di Asian Institute of Management, Philippines dan lulus sebagai Master of Business Administration pada tahun Pada tahun 1999 penulis melanjutkan sekolah pasca sarjana IPB Program Doktor Program Studi Sosial & Ekonomi Fakultas Pertanian IPB. Atas perkenan Sekolah Pascasarjana IPB, penulis pindah jurusan ke Program Studi Teknologi Industri Pertanian hingga akhir program. Pengalaman kerja mandiri penulis pada awalnya dimotivasi untuk mempraktekan dan memelihara hasil studi S1 sebagai akuntan dan pada tahun 1995 atas dukungan teman-teman, penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham perusahaan konsultan Management Accounting and Advisory Services yang berkembang hingga saat ini. Pada pertengahan 1996, penulis mendukung ajakan beberapa teman untuk mendirikan dan sebagai pemegang saham perusahaan Agrakom Para Relatika sebagai perusahaan yang bergerak di bidang pemasaran dan komunikasi publik Penulis merintis usaha mandiri berikutnya dengan upaya menerapkan thesis S2 berupa studi kelayakan bank syariah. Pada tahun 1992 bersama-sama sejawat alumni FE UGM penulis ikut mendirikan dan sebagai salah satu pemegang saham BPRS Harta Insan Karimah yang hingga kini telah berkembang menjadi beberapa cabang. Pengalaman managerial bidang keuangan global telah penulis peroleh ketika berkesempatan bekerja di Bankers Trust, sebagai Country Manager Correspondence Banking. Penulis banyak menimba pengalaman business ketika bekerja di Kelompok Usaha Sinar Mas selama hampir 12 tahun hingga keluar sebagai Senior Manager Business Development. Pada tahun 2000 penulis menerima tawaran para sejawat untuk ikut bergabung mengelola Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah yang baru saja berdiri. Di FEIS UIN inilah penulis sempat menjadi Wakil Dekan Bidang Administrasi dan Keuangan. Penulis mulai mengembangkan jejaring keuangan syariah hingga suatu saat dapat menjalin hubungan kerja dengan Islamic Development Bank/ Islamic Cooperation for the Development of Private Sector (ICD). Penulis menekuni profesi konsultan keuangan umum dan khususnya keuangan syariah hingga saat ini. Sejalan dengan kegiatan istri penulis yang berprofesi sebagai dokter dan pegiat kesehatan, penulis menerima ajakan teman-teman sejawat untuk berkarya di bidang layanan kesehatan. Dalam waktu dekat insya Allah kegiatan bersama ini akan berbuah menjadi salah satu rumah sakit yang dikelola dengan standar kualitas amat tinggi demi memberikan layanan yang baik bagi pengguna layanan kesehatan yang selama ini terpaksa harus mencari layanan dari negara tetangga. Saat ini penulis dianugrahi dua orang anak: Yusufa Ramadhani Dibyoseputro sebagai mahasiswa Fakultas Hukum UI, dan Elyasa Ramadhani Dibyoseputro sebagai pelajar SMP Al Falah kelas 2, dari istri Detty Hasanah Dibyoseputro yang berprofesi sebagai dokter.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN v vi iv 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Tujuan penelitian Ruang lingkup penelitian 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri gula tebu Sistem dinamis kompleksitas detail Sistem dinamis kompleksitas dinamis Resistensi perubahan Langkah-langkah rancang bangun system dinamis Rantai kegiatan agroindustri gula tebu Rangkaian permintaan dan penawaran Desain kebijakan Tinjauan studi sebelumnya 13 3 LANDASAN TEORI 3.1 Sistem dinamis Struktur dan aspek operasional dalam sistem dinamis Thinking Communicating Learning Elemen kebijakan agroindustri Kebijakan proteksi Kebijakan fiscal dan moneter Interpretive Structural Modeling Analytical Network Process Bayesian Belief Netework 23 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka pemikiran Tahapan penelitian Analisis kebutuhan Formulasi permasalahan Identtifikasi system 32

14 4.2.4 Diagram konseptual Pemodelan dan implementasi komputer Verivikasi dan validasi model Analisis sentistivitas Analisis Stabilitas Aplikasi model Simulasi model Pengumpulan data Pengolahan data 41 5 KERAGAAN AGROINDUSTRI GULA TEBU 5.1 Penjelasan pelaku agroindustri gula tebu Kinerja agroindustri gula tebu Distribusi dan perdagangan agroindustri gula tebu Aspek supply-demand dan pasar gula tebu Tantangan agroindustri gula tebu ke depan 48 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model system dinamis Analisis kebutuhan Formulasi Permasalahan Identifikasi Sistem Rancang bangun model Pengujian model Penggunaan model 59 7 SIMULASI MODEL DINAMIS 7.1 Simulasi penggalangan ide-ide pengembangan Simulasi jejaring keyakinan Bayesian Simulasi analytical network process Simulasi model sistem dinamis 67 8 KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Saran 73 DAFTAR PUSTAKA 76 LAMPIRAN 79

15 DAFTAR TABEL Halaman 1. Ekspor gula Indonesia periode Perusahaan multinasional di didang produksi dan perdagangan gula dunia (2006) 4 3. Permintaan, produksi, dan impor gula nasional 5 4. Ringkasan referensi studi terkait Karakteristik dan lingkup permasalahan manjemen Jenis-jenis sistem Rincian benefit cost opportunity risk Rincian struktur jejaring keyakinan Bayesian Kebutuhan sistem dan potensi konflik pelaku agroindus tri 31 gula tebu Indonesia 10. Rencana aksi pabrik gula BUMN Target hasil simulasi pabrik gula BUMN tahun

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Tahapan Constructing dalam pemodelan sistem dinamis Tahapan Communicating dalam pemodelan sistem dinamis Tahapan Learning dalam Pemodelan Sistem Dinamis Struktur ANP, Benefit Cost Opportunity Risk Struktur umum jejaring keyakinan Bayesian Tahapan penelitian rancang bangun model dinamis Tahapan penggunaan alat bantu software Kerangka konseptual supply-demand agroindustri gula tebu Model supply-demand gula tebu Interface model simulasi sistem dinamis Kebijakan dana talangan Mekanisme kebijakan cadangan penyangga Importasi gula tebu Strategi generik kebijakan impor-ekspor Diagram model sistem dinamis agroindustri gula tebu Tahapan pendekatan sistem Diagram sebab akibat menggunakan software Netica Diagram input output sistem dinamis Model matematis sistem dinamis Tampilan interface model sistem dinamis Penentuan pertanyaan, konteks, dan relasi ISM Sebelas ide utama para pemangku kepentingan Contoh laman voting penentuan prioritas Hasil simulasi ISM struktur ide-ide berdasarkan prioritas 61

17 25. Model jejaring keyakinan Bayesian peningkatan produktifitas 63 Sebagai tujuan model 26. Hasil laporan utama proses simulasi jejaring keyaninan 64 Bayesian 27. Hasil simulasi model jejaring keyakinan Bayesian Interface model ANP penentuan kebijakan Hasil ANP level strategis management puncak Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Benefit Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Cost Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Opportunity Hasil simulasi peringkat kebijakan pada elemen Risk Interface utama model sistem dinamis 68

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Hasil pengolahan model analytical network process Hasil pengolahan jejaring keyakinan Bayesian Hasil pengolahan interpretive structural modeling Hasil pengolahan sistem dinamis 101

19 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompleksitas dinamis merupakan salah satu ciri yang terjadi pada ranah agroindustri saat ini. Fenomena ini merupakan akibat yang disebabkan sekurangkurangnya oleh tiga hal: 1) terjadi inovasi di berbagai bidang teknologi terutama teknologi informasi dan komunikasi, 2) perubahan dinamis pada supply-demand di tiga bidang utama yaitu makanan, energi, dan air (food, energy, and water), dan 3) pemanfaatan produk pertanian serta produk terbarukan lainya untuk keperluan energy (Yandra, et. al. 2007). Pada agroindustri gula tebu, perubahan kompleksitas dinamis merupakan permasalahan yang mencakup semakin banyaknya peubah yang saling terkait, peubah yang mengandung probabilitas, dan peubah yang berbeda sesuai perubahan waktu. Beberapa contoh kompleksitas agroindustri gula tebu dapat ditemukan pada pengelolaan sinkronisasi antar elemen dan pengelolaan unsur resiko. Berkenaan dengan resiko yang dihadapi oleh agroindustri gula, salah satu contoh adalah resiko dinamika perubahan biaya atau harga. Bila penyerapan biaya produksi mengalami perubahan dinamis sehingga biaya mendekati nilai tambah yang diciptakan, maka margin atau laba yang diciptakan menjadi semakin tipis sehingga perusahaan berpotensi rugi dan menanggung konsekuensi ikutan yang dapat lebih buruk (Boehlje, 1999). Sejalan dengan problematika kompleksitas, pendekatan sistem dinamis diakui oleh para peneliti dan praktisi sebagai metoda yang mampu memberikan pemahaman dan membantu penyelesaian masalah dalam semesta sistem yang kompleks dengan lebih baik (Richmond, 2004). Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis untuk membangun model. Adapun sebagai obyek kajian utama, penelitian ini akan membahas agroindustri gula tebu sebagai fokus kajian dan upaya pengembanganya. Agroindustri gula tebu memiliki karakteristik unsur dinamika perubahan dan kompleksitas permasalahan yang tinggi di banyak sisi. Secara konseptual, pendekatan sistem dinamis mampu menggambarkan secara lebih jelas mengenai hubungan antar elemen dan perilakunya. Dengan demikian diharapkan bagi para pengambil keputusan akan terbantu pada saat menghadapi pengambilan keputusan persoalan yang kompleks. Hal ini terutama terjadi dalam

20 2 evaluasi hasil proses pengambilan keputusan dan kaitanya dengan pengelolaan arus informasi dari tiap-tiap komponen atau agent yang menjadi bagian integral dalam rangkaian keseluruhan sistem (Bryceson, et.al. 2008). Merujuk pada sejarah perkembangan agroindustri gula tebu dari masa ke masa, penelitian ini diharapkan dapat menangkap kerumitan pengelolaan agroindustri gula tebu dengan persoalan yang berciri multidimensional. Selama masa pendudukan pihak asing pada rentang waktu tahun 1823 sampai dengan sebelum kemerdekaan, Indonesia tercatat sebagai produsen gula terbesar kedua setelah Cuba, seperti pada Tabel 1. Pada kurun waktu tersebut, meskipun tingkat produktifitas gula tinggi, namun fakta agroindustri gula tebu di Indonesia diwarnai oleh munculnya para pihak pemangku kepentingan (petani dan pemilik lahan) yang amat dirugikan oleh pemangku kepentingan lain yang lebih berkuasa. Sebaliknya ada sedikit pihak tertentu yang amat diuntungkan, seperti para pihak pemilik modal. Tabel 1 Ekspor gula Indonesia periode Tahun Vol (Ton) Harga (Guilder/ ton) Nilai (1,000 Guilder) , , , , , , , , , , , , , , , , , , , ,278, , ,510, ,048, ,402, , , ,227 Sumber: B van Ark, The Volume and Price of Indonesian Exports, 1823 to 1940: The Long-Term Trend and Its Measurement, dalam Bulletin of Indonesian Economic Studies 24 (3), 1988, hal Di balik kinerja yang amat mengesankan dari tabel di atas ternyata mekanisme produksi gula dilaksanakan dengan kebijakan yang amat bertentangan dengan kaidah kemanusiaan. Sejarah mencatat adanya distribusi pendapatan yang amat tidak adil, seperti praktek Kebijakan Tanam Paksa yang penuh dengan pelanggaran dan

21 3 penyalahgunaan kekuasaan sehingga menghalangi praktek-praktek pengelolaan industri yang baik dan adil. Selama periode Kebijakan Tanam Paksa telah diterapkan secara sistemik pola kebijakan integratif mikro-makro yang pada tingkat operasional diwujudkan dalam bentuk: 1) tanam paksa di bidang budidaya, 2) monopoli di bidang industri pengolahan, 3) monopsoni di bidang industri perdagangan, dan 4) integrasi vertikal dalam organisasi industri secara menyeluruh (Khudori, 2005). Kebijakan Tanam Paksa pada intinya merupakan mekanisme pengerdilan hak petani sebagai salah satu pelaku dalam agroindustri gula tebu, yaitu berupa penghapusan paksa pendapatan tenaga kerja dan pendapatan sewa lahan. Pada masa setelah kemerdekaan, keprihatinan dan penderitaan petani tebu yang merupakan salah satu mata rantai penting dalam agroindustri gula tebu, ternyata belum sepenuhnya membaik, walaupun keprihatinan tersebut berwujud dalam bentuk lain yaitu seperti menurunya efisiensi di berbagai lini yang berakhir pada menurunya pendapatan. Pada dekade 1990, ditengarai penyebab menurunya efisiensi dalam agroindustri gula tebu disebabkan karena terjadinya penurunan produktifitas dan rendemen (Djojosubroto, 1995). Dalam hasil penelitian yang sama, penurunan produktifitas disebabkan karena: 1) pergeseran lahan tanam dari areal sawah ke lahan kering, 2) pergeseran lahan tanam tidak diikuti oleh inovasi dan penerapan teknologi budidaya tebu pada lahan kering, dan 3) meningkatnya biaya produksi khususnya di Jawa. Sedangkan penurunan tingkat rendemen disebabkan karena: 1) semakin panjangnya hari giling sehingga berakibat buruk terhadap kemasakan tebu yang optimal, 2) berkurangnya pasokan tebu, dan 3) hilang bobot pada rantai proses. Pada dekade 2000, kondisi agroindustri gula tebu masih belum membaik, ditandai oleh perselisihan penentuan rendemen yang tak kunjung usai antara para pihak pabrik gula, petani tebu dan pihak terkait pada level produksi. Para pemain penting ini tak kunjung selaras dalam memecahkan masalah kesepakatan penentuan rendemen (Lembaga Penelitian IPB, 2002). Pada tahun 2003, ditemukan disparitas rendemen sebesar 2,45% yaitu perbedaan antara rendemen pabrik guala swasta, PT. Gunung Madu Plantation yang mencapai rata-rata 9,66% dan rendemen rata-rata 58 pabrik gula BUMN sebesar 7,21%. Perbedaan rendemen ini setara dengan gula sebanyak 563,500 ton atau 2,45%

22 4 dari total tebu yang digiling sebanyak 23 juta ton tebu pada tahun Dalam satuan rupiah, potensi kerugian saat itu mencapai kurang lebih Rp 2 triliun (Ismail, 2005). Praktek monopoli dalam produksi masih berlangsung, meskipun mengalami perubahan bentuk namun tetap sebagai pemegang kekuatan pasar produksi. Dua kelompok produsen besar yaitu satu kelompok di bawah naungan perusahaan negara (kelompok PT.Perkebutan Negara, PTPN) dan satu kelompok di bawah kelompok perusahaan swasta masih memegang kendali terbesar agroindustri gula tebu saat ini. Monopsoni dalam perdagangan masih amat kuat pengaruhnya, meski warna dan ciri mereka sedikit berubah namun ciri khas monopsoni atau kartel tetap ada. Hal ini terjadi di wilayah domestik maupun internasional. Perdagangan gula dunia dikontrol oleh tujuh perusahaan pemain yang menguasi 83.4% pangsa pasar dunia, secara rinci dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Perusahaan multinasional produsen dan pedagang gula dunia tahun 2005 Nama Perusahaan Juta Ton (Raw Value) Pangsa Ekspor Dunia (%) J. Lion % Sucden % Cargill % T & L % Man % Dryfus % Cubazukar % Total Ekspor 7 Perusahaan % Lain-lain % Total Ekspor Gula Dunia % Sumber: I Nodeco, A Changing World: Production and Market Outlook for Cuba, World Sugar and Sweetener Conference, Bankok, Thailand, March 1996 & data olahan sampai dengan tahun 2005 dari Cargill Indonesia Sisi permintaan gula domestik menunjukan peningkatan searah dengan jumlah penduduk, yaitu semakin bertambahnya kebutuhan fundamental kelompok konsumen rumah tangga dan industri. Sekitar 95% hasil panen tebu yang dihasilkan oleh petani tebu di Indonesia akan diproses sebagai bahan baku industri gula. Atas hasil produksi domestik ini, sejumlah 66,8% akan dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga. Sisi pasokan gula domestik menunjukan penurunan tajam rata-rata sebesar 36% selama periode Hal ini disebabkan karena beberapa hal: penurunan areal tebu rata-rataterjadi sebesar 22% selama kurun tersebut, penurunan produktifitas sebesar 10%, dan selama periode 8 tahun terakhir ada 13 pabrik gula yang terpaksa harus ditutup (sumber: diolah dari data DGI)

23 5 Ketimpangan antara supply-demand yang amat signifikan mulai terjadi pada tahun 2007 hingga saat ini. Pada tahun 2007 terjadi hal demikian karena lonjakan kebutuhan gula yang semakin meningkat mendekati hampir 2,7 juta ton terdiri dari kebutuhan 2.1 juta ton gula kristal putih dan 600 ribu ton gula rafinasi, sementara produksi dalam negeri hanya mencapai 1.5 juta ton pada waktu itu. Hal ini mengakibatkan impor gula naik mencapai sebesar 1,2 juta ton, seperti terlihat pada Tabel 3. Keadaan timpang supply-demand agroindustri gula tebu mengakibatkan timbulnya dorongan sementara golongan untuk melakukan tindak penyelundupan. Sebagai gambaran disparitas harga gula, pada tahun 2009 harga gula impor termasuk di dalamnya komponen biaya lain mencapai Rp per kilo, jauh lebih rendah dari pada harga gula pasar domestik yang mencapai Rp per kilo. Kondisi ini berlangsung terus hingga tahun Tabel 3 Permintaan, produksi, dan impor gula nasional Uraian Permintaan 2,729,295 3,000,000 3,100,000 3,200, Produksi 1,496,027 1,750,000 1,498,000 1,880, Difisit (1,233,268) (1,250,000) (1,602,000) (1,320,000) 4. Impor 972,985 2,187,133 1,556,688 1,284,791 Surplus/ (defisit) (260,283) 937,133 (45,312) (35,209) Sumber: BPS & Dewan Gula Indonesia (diolah) Perbedaan harga dan selisih difisit pasokan gula domestik inilah yang mendorong penyelundupan gula. Kondisi ini diperburuk oleh munculnya implikasi negatif dari ketidak tepatan pelaksanaan kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah (mis-match policy), lemahnya aparat pengendali perdagangan dan lemahnya prosedur administrasi pengelolaan impor gula. Implikasi pelaksanaan kebijakan bea masuk sebesar 25% bagi gula impor perlu dikaji ulang. Hal ini mengingat bahwa menurut data dari Dewan Gula Indonesia, posisi Indonesia sejak tahun 2004 tercatat sebagai importir besar dengan bea masuk rendah secara berurutan setelah negara Mesir 30%, Sri Langka 66%, Philippines 133%, USA 155%, dan Bangladesh 200% (DGI, 2004). Semua fenomena yang terjadi pada agroindustri gula tebu pada dekade 2000 di atas mencerminkan sedang berlangsungnya dinamika proses menuju kondisi keseimbangan nasional, regional, dan internasional (Abidin, 2000). Bila dilihat dari sisi dinamika supply-demand dan rangkaian proses transformasi produksi tebu sejak ditanam, diproses di pabrik, diperdagangkan dan

24 6 dikonsumsi oleh pengguna produk, maka agroindustri gula tebu memiliki ciri kompleksitas dalam pengelolaan dan pengembangan. Telaah historis agroindustri gula tebu menunjukan persoalan yang relatif sama dan terjadi pada periode waktu yang relatif amat panjang, namun demikian pemecahan persoalan tidak kunjung memberikan hasil yang diharapkan. Penelitan ini memandang perlu berfikir sistem dinamis (system dynamic thinking) untuk digunakan sebagai pendekatan yang diharapkan akan membantu menguraikan permasalahan secara lebih integratif dari elemen-elemen yang saling terpisah dan mandiri. Bila dalam penelitian sebelumnya ada yang belum memasukan mekanisme pembelajaran ke dalam sistem, maka penerapan sistem dinamis dalam penelitian ini diharapkan dapat menggambarkan pentingnya kaidah mekanisme feedback dalam rangka pengambilan keputusan kompleks. Dengan demikian penelitian ini diharapkan dapat mencapai solusi yang optimal dan dapat diterima secara baik oleh para pemangku kepentingan. 1.2 Tujuan Tujuan penelitian ini adalah untuk merancangbangun sebuah model yang berbasis sistem dinamis untuk membantu pengambilan keputusan kompleks dalam rangka pengembangan agroindustri gula tebu. 1.3 Ruang lingkup Ruang lingkup rancang bangun model Ruang lingkup penelitian meliputi identifikasi elemen-elemen yang berpengaruh dalam pelaksanaan dan tata kelola agroindustri gula tebu. Secara lebih rinci lingkup penelitian meliputi elemen yang dapat digunakan untuk optimalisasi pengambilan keputusan serta simulasi model secara menyeluruh yang terdiri dari beberapa model sub-sistem, sebagai berikut: 1. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi tebu, meliputi pengelolaan perkebunan dan pola perilaku kegiatan petani sebagai pihak/ agent produsen bahan baku tebu. 2. Pemodelan sub-sistem dinamis produksi gula, meliputi fungsi produksi yang terkait dengan produksi gula oleh pabrik gula. 3. Pemodelan sub-sistem konsumsi gula tebu, meliputi fungsi saluran distribusi produk dari pabrik gula ke konsumen akhir.

25 7 4. Pemodelan sub-sistem kebijakan pemerintah, meliputi kebijakan fiskal dan kebijakan moneter yang terkait dengan agroindustri gula tebu Ruang lingkup management Penelitian ini membatasi diri pada lingkup managemen tingkatan strategis. Bila penelitian ini melakukan analisis pada tingkat praktis, hal ini ditujukan untuk mendukung keputusan-keputusan strategis secara makro. Dengan demikian diharapkan hasil penelitian ini berada pada ranah managemen strategis Lokasi penelitiandan waktu penelitian Penelitian ini dilakukan dengan cara mengundang para pemangku kepentingan dalam pertemuan Focused Group Discussion yang dilakukan di Jakarta dan Surabaya. Peserta FGD terdiri dari para wakil petani tebu, pabrik gula kristal putih, pabrik gula kristal rafinasi, kementerian terkait (Pertanian, Perindustrian, Perdagangan, BUMN, Keungan), para Asosiasi, dan pusat-pusat pengembangan dan penelitian, serta pemuka masyarakat. Penelitian lapangan khusus pabrik gula dilakukan di Pabrik Gula dan Spritus Madu Kismo, Yogyakarta, Pabrik Gula Gondang Madu, Pabrik Gula Mojo pada kurun waktu

26 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri gula tebu Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta yang sebagian besar beroperasi di pulau Jawa, di provinsi Sulawesi Selatan, Gorontali, Sumatra Utara, Sumatra Selatan, dan Lampung. Di samping itu ada sebanyak 8 (delapan) pabrik gula kristal rafinasi yang memasok kebutuhan gula rafinasi di Indonesia. Pabrik gula rafinasi tidak memerlukan bahan gula tebu melainkan memerlukan gula mentah sebagai bahan baku yang diimpor dari luar negeri. Oleh karena itu pabrik gula kristal rafinasi dalam penelitian ini tidak dilibatkan dalam kajian secara rinci, mengingat ada terputusnya satu rantai sub-sistem perkebunan tebu. Menurut data tahun 2010 luas lahan tanam tebu nasional mencapai total 436,504 Ha. Produksi gula tebu nasional mencapai 2,56 juta ton pada tahun yang sama, dan dari total produksi ini kontribusi pabrik gula BUMN mencapai 1,38 juta ton atau sekitar 54% dari total produksi. Produksi ini dihasilkan dari luas lahan pabrik gula BUMN sekitar 286,579 Ha atau sekitar 66% dari luas lahan total (Revitalisasi Industri Gula BUMN ). Angka ini menunjukan bahwa ada berbedaan produktifitas yang signifikan antara pabrik gula BUMN (51 pabrik) dan pabrik gula swasta (9 pabrik). Penggunaan luas lahan 66% oleh pabrik gula BUMN dari total lahan menghasilkan 54% produk dari total produksi gula nasional. Sebaliknya penggunaan luas lahan pabrik gula swasta sebesar 34% dapat menghasilkan 46% dari total produksi gula nasional. Permasalahan kesenjangan produktifitas yang dialami oleh pabrik gula BUMN secara umum disebabkan karena: 1) kesulitan pengembangan lahan tanam, karena persaingan penggunaan lahan oleh komoditas lain dan alih fungsi lahan. Hal ini di alami oleh mayoritas pabrik gula BUMN yang terletak di pulau Jawa, 2) faktor usia pabrik gula yang menua dan belum disertai dengan revitalisasi investasi mesin dan pembaruan teknologi. Gambaran keadaan di atas merupakan fenomena lapangan yang ada pada saat ini, dan penelitian ini berupaya untuk mencapai produktifitas yang distandarkan sebagai sasaran tolok ukur seperti kinerja pada dekade 1980, yaitu pencapaian rendemen sekitar 10% dan produktifitas gula sebesar 9 ton/ ha.

27 9 2.2 Sistem dinamis: kompleksitas detail (Detail Complexity System) Bila membahas sistem kompleks dalam kaitan dengan pengambilan keputusan, maka pada umumnya yang muncul pertama adalah mengaitkan kompleksitas dengan unsur banyaknya komponen peubah dalam sistem, atau banyaknya kombinasi bagi pengambil keputusan yang harus diperhitungkan. Kompleksitas sistem semacam ini termasuk kategori detail complexity system yaitu sistem kompleks yang ditandai banyaknya hal-hal rinci dan atau banyaknya probabilitas kombinasi solusi. Teladan sederhana yang dapat ditemui sehari-hari adalah sistem penentuan jadwal penerbangan di suatu bandar udara yang sangat sibuk (Sterman, 1989). 2.3 Sistem dinamis: kompleksitas dinamis (Dinamic Complexity System) Demikian sebaliknya suatu sistem kompleks dapat terjadi pada kondisi yang kurang detail, tidak terlalu rinci, dan berpeluang kombinasi solusi yang tidak terlalu tinggi. Dalam sistem seperti ini ciri kompleksitas terletak pada eksistensi interaksi yang terus menerus antara para agen/ pihak yang terkait. Sitem kompleks ini disebut dynamic complexity sistem. Teladan standar dapat dilihat pada kasus perusahaan minuman The Beer Distribution Game (Sterman, 1989) yang menggambarkan proses produksi dan distribusi produk barang konsumsi, dengan kompleksitas tiap-tiap lini sejak proses pengadaan bahan baku, proses produksi di pabrik hingga distribusi ke konsumen. Teladan ini menggambarkan sebuah sistem yang tidak kompleks bila dilihat pada sisi banyaknya komponen, namun sangat kompleks bila ditelaah sisi interaksi yang tanpa henti dari para pihak terkait. Penelitian ini akan menggunakan kedua buah pendekatan di atas, dengan penekanan lebih terfokus pada pendekatan dynamic complexity system untuk menjawab persoalan penyelarasan, sinkronisasi, dan interaksi antar pelaku pada agroindustri gula tebu. Teladan dapat dilihat pada sensitifitas akibat dan pengaruh keterlambatan kebijakan (time delay) terhadap produktifitas tebu, perubahan harga, dan perubahan supply-demand secara keseluruhan. 2.4 Resistensi perubahan Ketidaktepatan waktu (time delay) pengambilan keputusan suatu kebijakan yang terkait dengan persaratan berjalanya sebuah sistem merupakan kejadian yang sering terjadi.hal ini menjadi salah satu pemicu persoalantentang mengapa suatu perubahan

28 10 yang diharapkan menghadapi tingkat resistensi tinggi, sehingga akan menyulitkan suksesnya suatu kebijakan (Richmond, 2005). Dalam dynamic complexity system, bila terjadi time delay maka akan menyebabkan gejala disequilibrium, berupa kondisi ketidakseimbangan yang terus menerus melingkar-lingkar. Sementara di sisi lain ada aktivitas dalam rangkaian sistem yang tidak bisa diputar ulang (irreversible consequences), seperti contoh kejadian bila petani tebu sudah memutuskan untuk menanam tebu dan terjadi kebijakan yang kontra produktif yang tidak tepat waktu (misal: penurunan mendadak tarif impor gula) maka petani tebu akan berada pada posisi lemah. Mereka tidak dapat segera memutuskan mengganti tanaman tebu, sehingga mereka hanya menunggu realisasi akibat negatif di kemudian hari berupa kerugian usaha. Persoalan seperti di atas yang mengakibatkan resistensi perubahan bagi tiaptiap agen dalam rangkaian sistem. Masalah irreversible consequences merupakan tantangan besar yang harus dipecahkan dalam pengambilan keputusan kompleks. Oleh karena itu penelitian ini akan menggunakan pendekatan sistem dinamis sebagai upaya mengatasi persoalan tersebut. Resistensi perubahan dapat terjadi pada level pabrik gula khususnya yang dibawah naungan BUMN. Meskipun hal ini bukan merupakan fokus penelitian, namun dalam telaah lapangan ditemukan salah satu penyebab resistensi perubahan yaitu berupa kondisi lingkungan kerja nyaman (comfort zone) yang tidak memberikan insentif bagi adanya perubahan yang baik. 2.5 Model sistem dinamis virtual Suatu model virtual merupakan representasi dunia nyata yang dituangkan ke dalam model sedemikian rupa sehingga dapat memberikan peluang bagi pengambil keputusan untuk mempelajari perilaku realitas, umpan balik dan pengaruhnya, serta menyegarkan kembali keputusan yang pernah diambil melalui proses simulasi. Kelebihan model virtual antara lain adalah biaya yang rendah. Konsekuensi hubungan antar keputusan yang diambil dan hasil yang beresiko tinggi dapat ditekan melalui penggunaan model virtual. Pengaruh irreversible consequence dapat segera diketahui dan bila berdampak negatif dapat segera dihentikan sehingga ada peluang untuk merubah keputusan alternatif lain yang lebih baik. Model virtual dapat menghasilkan umpan balik yang berkualitas. Hal ini dapat dicapai karena simulasi keputusan dan strategi dapat dikontrol dan dipelajari dengan

29 11 baik. Di samping itu dengan model virtual dapat sedikit demi sedikit membuka black box phenomena yang selalu tertutup di dalam dunia nyata. Manfaat lain adalah berupa proses waktu simulasi yang singkat dapat menggambarkan perjalanan kegiatan dunia nyata yang amat panjang dimensi waktunya. Model virtual di atas akan semakin memberikan manfaat yang tinggi ketika model ini bersifat reflektif sehingga mampu mengulang proses pemikiran, reflective thought (Schon, 1992). Model virtual tidak terlepas dari keterbatasan, yaitu dapat terabaikanya prinsip-prinsip metodologi ilmiah. Namun demikian dengan diterapkanya sistem dinamis kompleks yang fokus pada dynamic complexity sistem, maka peneliti berpeluang lebar untuk melakukan komunikasi dua arah dan langsung dengan dunia nyata yang sedang ditelitinya. Kondisi inilah yang dimaksudkan sebagai model virtual reflektif. Kegiatan pemodelan sistem dinamis virtual belumlah mencukupi kesempurnaan pengambilan keputusan kompleks. Hal ini kemungkinan besar disebabkan karena pembuat model menentukan batas-batas yang terlalu sempit pada elemen temporal dan spatial bila dibandingkan dengan realitas yang ada. Lain dari pada itu ada 4 penyebab yang mengurangi kualitas pemodelan sistem dinamis, seperti: 1) kecenderungan negatif pemodel yang kurang memperhatikan kelengkapan feedback yang terlalu lambat jalanya karena time delay, 2) pemahaman yang kurang komprehensif tentang seluk beluk industri itu sendiri, 3) reaksi pemodel yang cenderung defensif, dan 4) dampak negatif akibat biaya penelitian yang tinggi. Sistem dinamis didesain untuk mengatasi keterbatasan-keterbatasan sehingga menghasilkan gambaran yang lebih riel dari dunia nyata. Forester (1987) mengatakan bahwa simulasi akan berhasil dengan baik bila pengembangan model dilakukan dengan asumsi realistis mengenai perilaku para pelakunya (human behaviour), diramu dengan studi lapangan yang lengkap, dan pemanfaatan data-data primer yang optimal untuk melengkapi dan menyempurnakan data-data sekunder. Simulasi merupakan cara yang praktis untuk menguji kehandalan model atau hasil rancang bangun ini. Tanpa simulasi pengujian terhadap suatu model tidak dapat dilakukan. Peningkatan kinerja model hanya dapat dilakukan dengan baik bila ada pembelajaran feedback dari representasi dunia nyata. Penelitian ini akan mensimulasikan faktor-faktor utama yang berpengaruh dalam sistem secara keseluruhan.

30 12 Hasil kajian tentang sistem yang sudah diverifikasi dan divalidasi ditambah dengan hipotesa dinamis akan menghasilkan model simulasi. Berdasarkan model simulasi ini akan dilakukan simulasi what-if dari unsur pembentuk sistem utama seperti unsur dari input, output, dan proses. Atas hasil simulasi diharapkan rekayasa model lebih lanjut dapat dihasilkan berupa rancang bangun model dinamis yang sejalan dengan model yang diharapkan. Dalam penelitian ini simulasi akan dilakukan sesuai dengan kondisi riel sehingga diperlukan perumusan yang utuh mengenai persamaan-persamaan, parameter, dan kondisi tertentu dari variabel yang diperlukan. Formalisasi model simulasi akan dilakukan dengan bantuan perangkat lunak Stella. Dalam program simulasi diharapkan dapat memunculkan berbagai alternative strategi dan kebijakan. 2.6 Rantai kegiatan agroindustri gula tebu Tahapan kegiatan agroindustri gula tebu dimulai dari kegiatan perkebunan tebu yang menghasilkan produk tebu sebagai bahan baku, dilanjutkan dengan pengolahan hasil tebu oleh pabrik gula, selanjutnya produk gula dilelang, dijual dan didistribusikan ke pasar untuk memenuhi permintaan konsumen langsung segmen rumah tangga dan konsumen tidak langsung segmen industri besar dan industri menengah/ kecil. Di luar tahapan tersebut ada satu kegiatan lain berupa tata niaga impor sebagai kegiatan pemenuhan defisit supply produksi dalam negeri. Menurut Keat dan Young (2002), tiap-tiap tahapan produksi di atas menciptakan pasar input dan output masing-masing, dengan kata lain setiap tahap kegiatan mengakibatkan fungsi permintaan input yang dapat diturunkan (derived demand) dari fungsi permintaan outputnya. Berdasarkan hubungan inilah model sistem dinamis akan dibangun. 2.7 Rangkaian permintaan dan penawaran Dalam rangkaian permintaan dan penawaran ini dapat terlihat proses permintaan input dan penawaran output yang membentuk beberapa sub-sistem, seperti yang terjadi pada tingkatan perkebunan tebu dan pabrik gula. Perilaku pada tingkatan ini adalah bahwa produsen yang rasional akan melakukan optimasi keuntungan melalui minimalisasi biaya (input) dengan kendala teknologi dan pasar yang akan dilayani.

31 13 Konsekuensi pemahaman perilaku produsen tebu di atas akan menajamkan pemahaman perilaku lanjutan bahwa produsen dalam rantai agroindustri gula tebu yang rasional hanya akan melakukan kegiatan pembiayaan input bila produsen mengetahui prediksi jumlah output besaran manfaat yang akan diterima di masa depan. Pada saat terjadi hubungan antara pasar output dan pasar input inilah dapat diturunkan fungsi permintaan yang disebut derived demand sehingga pada tahapan lanjutan permintaan gula secara agregat dapat diprediksi jumlahnya. Berdasarkan rasionalitas di atas, analisis strategi dan kebijakan dapat dilakukan melalui telaah biaya input, modal kerja, tenaga kerja dan input lain yang digunakan dalam proses produksi sejak dari produksi tebu sampai dengan hasil agroindustri gula tebu. Bila timbul kesenjangan informasi (asymetric information) antar pelaku pasar, maka dapat mengakibatkan perbedaan negatif atas harapan bagi pengambil keputusan pada tingkat petani atau produsen gula, hal mana dapat mengakibatkan penurunan motifasi untuk melakukan tanam tebu atau produksi gula. Kondisi informasi yang melingkar ini selayaknya dijadikan pertimbangan utama dalam penentuan kebijakan yang integratif, sehingga dapat menjamin berjalanya sistem secara saling mendukung ke arah tujuan (re-inforcing) dan bukan sebaliknya. 2.8 Desain kebijakan Bila struktur dan perilaku model sudah stabil dan meyakinkan, maka model dapat digunakan sebagai alat untuk membuat dan melakukan evaluasi atas kebijakan yang telah berjalan maupun untuk mendesain kebijakan pada masa depan.keragaan kebijakan dan sensitivitas terhadap ketidakpastian dalam parameter model harus dinilai, termasuk pengetesan atas model yang mengakomodir pilihan skenario kebijakan. 2.9 Tinjauan studi sebelumnya Studi yang pernah dilakukan sebelumnya tentang pemodelan integratif merupakan sumber referensi yang digunakan pada penelitian ini, seperti seperti yang dilakukan oleh: (1) Sterman, Modeling the Formation of Expectations. (2) Senge, P. and J. Sterman, Systems thinking and organizational learning (3) Coyle, R., The practice of Sistem Dinamiss: Milestones, lessons and ideas from 30 years experiences. (4) Doyle, J. and D. Ford, Mental models concepts for Sistem Dinamiss research. (5)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kompleksitas dinamis merupakan salah satu ciri yang terjadi pada ranah agroindustri saat ini. Fenomena ini merupakan akibat yang disebabkan sekurangkurangnya oleh tiga

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri gula tebu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri gula tebu 8 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agroindustri gula tebu Pelaku utama agroindustri gula tebu Indonesia adalah pabrik gula kristal putih yang terdiri dari 51 pabrik di bawah kepemilikan BUMN dan 9 pabrik gula swasta

Lebih terperinci

7 SIMULASI MODEL DINAMIS

7 SIMULASI MODEL DINAMIS 62 7 SIMULASI MODEL DINAMIS Setelah model berhasil dibangun, maka dilanjutkan langkah berikut berupa simulasi model sistem dinamis menggunakan software Stella yang dibantu oleh model pendukung berbasis

Lebih terperinci

9 KESIMPULAN DAN SARAN

9 KESIMPULAN DAN SARAN 74 9 KESIMPULAN DAN SARAN 9.1 Kesimpulan Penelitian ini menghasilkan model sistem dinamis untuk mengambil keputusan kompleks bagi pengembangan agroindustri gula tebu. Dengan model ini dapat ditarik kesimpulan

Lebih terperinci

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu.

Gambar 15 Diagram model sistem dinamis pengambilan keputusan kompleks pengembangan agroindustri gula tebu. 52 6 PENGEMBANGAN MODEL 6.1 Analisis model sistem dinamis agroindustri gula tebu Sesuai dengan metodologi, maka rancang bangun sistem dinamis bagi pengambilan keputusan kompleks pada upaya pengembangan

Lebih terperinci

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional

4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional 83 4. ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Produktivitas gula yang cenderung terus mengalami penurunan disebabkan efisiensi industri gula secara keseluruhan, mulai dari pertanaman tebu hingga pabrik

Lebih terperinci

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL.

ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL. ABSTRAK DAN EXECUTIVE SUMMARY PENELITIAN PEMBINAAN PERAN INDUSTRI BERBASIS TEBU DALAM MENUNJANG SWASEMBADA GULA NASIONAL Peneliti: Fuat Albayumi, SIP., M.A NIDN 0024047405 UNIVERSITAS JEMBER DESEMBER 2015

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula Subsistem Input Subsistem Usahatani II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Agribisnis Gula 2.1.1 Subsistem Input Subsistem input merupakan bagian awal dari rangkaian subsistem yang ada dalam sistem agribisnis. Subsistem ini menjelaskan pasokan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA

PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA PEMODELAN DINAMIKA SISTEM RANCANGBANGUN MANAJEMEN RANTAI PASOKAN INDUSTRI TEH HIJAU TOMY PERDANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 SURAT PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu

I. PENDAHULUAN. berbasis tebu merupakan salah satu sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas yang mempunyai posisi strategis dalam perekonomian Indonesia. Pada tahun 2000 sampai tahun 2005 industri gula berbasis tebu merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik

I. PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas perkebunan strategis Indonesia baik dari dimensi ekonomi, sosial, maupun politik. Indonesia memiliki keunggulan komparatif sebagai

Lebih terperinci

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati

Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor. Lilis Ernawati Analisis Faktor Produktivitas Gula Nasional dan Pengaruhnya Terhadap Harga Gula Domestik dan Permintaan Gula Impor Lilis Ernawati 5209100085 Dosen Pembimbing : Erma Suryani S.T., M.T., Ph.D. Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum

BAB 1 PENDAHULUAN. di Pulau Jawa. Sementara pabrik gula rafinasi 1 yang ada (8 pabrik) belum BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai potensi menjadi produsen gula dunia karena didukung agrokosistem, luas lahan serta tenaga kerja yang memadai. Di samping itu juga prospek pasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah

I. PENDAHULUAN. Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di Indonesia gula merupakan komoditas terpenting nomor dua setelah beras. Gula menjadi begitu penting bagi masyarakat yakni sebagai sumber kalori. Pada umumnya gula digunakan

Lebih terperinci

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD "P3GI" 2017

YOGYAKARTA, 9 SEPTEMBER 2017 FGD P3GI 2017 IMPLEMENTASI INSENTIF PERATURAN BAHAN BAKU MENTERI RAW PERINDUSTRIAN SUGAR IMPORNOMOR 10/M-IND/3/2017 UNTUK PABRIK DAN GULA KEBIJAKAN BARU DAN PEMBANGUNAN PABRIK PERLUASAN PG BARU DAN YANG PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA

V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 83 V. KERAGAAN INDUSTRI GULA INDONESIA 5.1. Luas Areal Perkebunan Tebu dan Produktivitas Gula Hablur Indonesia Tebu merupakan tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tujuan penanaman tebu adalah untuk

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA

LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA LAPORAN AKHIR REVITALISASI SISTEM DAN USAHA AGRIBISNIS GULA Oleh: A. Husni Malian Erna Maria Lokollo Mewa Ariani Kurnia Suci Indraningsih Andi Askin Amar K. Zakaria Juni Hestina PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula.

V. EKONOMI GULA. dikonsumsi oleh masyarakat. Bahan pangan pokok yang dimaksud yaitu gula. V. EKONOMI GULA 5.1. Ekonomi Gula Dunia 5.1.1. Produksi dan Konsumsi Gula Dunia Peningkatan jumlah penduduk dunia berimplikasi pada peningkatan kebutuhan terhadap bahan pokok. Salah satunya kebutuhan pangan

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Analisis Berlian Porter Dayasaing diidentikkan dengan produktivitas atau tingkat output yang dihasilkan untuk setiap input yang digunakan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula.

BAB I PENDAHULUAN. tebu, tembakau, karet, kelapa sawit, perkebunan buah-buahan dan sebagainya. merupakan sumber bahan baku untuk pembuatan gula. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pertumbuhan perekonomian Indonesia dibangun dari berbagai sektor, salah satu sektor tersebut adalah sektor perkebunan. Berbagai jenis perkebunan yang dapat

Lebih terperinci

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI

DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI DAMPAK LIBERALISASI PERDAGANGAN PUPUK TERHADAP KINERJA PERDAGANGAN PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN DI INDONESIA WIDARTO RACHBINI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 Bacalah, dengan nama Tuhanmu

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian

I. PENDAHULUAN. sektor yang mempunyai peranan yang cukup strategis dalam perekonomian 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor

Lebih terperinci

4 METODOLOGI PENELITIAN

4 METODOLOGI PENELITIAN 29 4 METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Kerangka Pemikiran Realisasi strategi pengembangan dan kebijakan agroindustri gula tebu yang telah dirumuskan sebelumnya belum menunjukan efektifitas sesuai yang diharapkan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian

BAB I PENDAHULUAN. Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gula merupakan salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia dan salah satu sumber pendapatan bagi para petani. Gula juga merupakan salah satu kebutuhan

Lebih terperinci

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO

VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO VIII SKENARIO ALTERNATIF KEBIJAKAN PENGEMBANGAN SISTEM AGROINDUSTRI KAKAO Pada bab sebelumnya, telah dilakukan analisis dampak kebijakan Gernas dan penerapan bea ekspor kakao terhadap kinerja industri

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN

IX. KESIMPULAN DAN SARAN 203 IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Analisis terhadap faktor-faktor yang

Lebih terperinci

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani

V. PENDEKATAN SISTEM 5.1. Analisis Kebutuhan Pengguna 1.) Petani V. PENDEKATAN SISTEM Sistem merupakan kumpulan gugus atau elemen yang saling berinteraksi dan terorganisasi untuk mencapai suatu tujuan atau serangkaian tujuan. Pendekatan sistem merupakan metode pemecahan

Lebih terperinci

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA

ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA ANALISIS PERKEMBANGAN HARGA GULA I. DINAMIKA HARGA 1.1. Harga Domestik 1. Jenis gula di Indonesia dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu Gula Kristal Putih (GKP) dan Gula Kristal Rafinasi (GKR). GKP adalah

Lebih terperinci

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub

2017, No Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional Tahun (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.460, 2017 KEMENPERIN. Pembangunan Industri Gula. Fasilitas Memperoleh Bahan Baku PERATURAN MENTERI PERINDUSTRIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10/M-IND/PER/3/2017 TENTANG

Lebih terperinci

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN

VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN 76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kinerja memiliki makna yang lebih dibandingkan dengan definisi yang sering digunakan yaitu hasil kerja atau prestasi kerja. Kinerja adalah kemampuan kerja yang ditunjukkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pabrik gula merupakan salah satu industri yang strategis di Indonesia karena pabrik gula bermanfaat untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok, kebutuhan industri lainnya, dan penyedia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman

TINJAUAN PUSTAKA. Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman 24 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usahatani Tebu 2.1.1 Budidaya Tebu Budidaya tebu adalah proses pengelolaan lingkungan tumbuh tanaman sehingga tanaman dapat tumbuh dengan optimum dan dicapai hasil yang diharapkan.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan. Secara geografis, wilayah Indonesia memiliki luas wilayah seluruhnya mencapai 5.193.252 km 2 terdiri atas luas daratan sekitar 1.910.931,32

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada

I. PENDAHULUAN. khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya. Pada tahun 2006 Badan Pusat

Lebih terperinci

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA

MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN KAPABILITAS DINAMIK ORGANISASI PADA PERGURUAN TINGGI SWASTA (Studi Kasus pada Perguruan Tinggi Swasta di Kopertis Wilayah II) MUHAMMAD YUSUF SULFARANO BARUSMAN SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H

ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H ANALISIS STRATEGI BERSAING GULA RAFINASI (Studi pada PT. Jawamanis Rafinasi, Cilegon, Banten) OLEH SITI FAJAR ISNAWATI H34066114 PROGRAM SARJANA PENYELENGGARAAN KHUSUS AGRIBISNIS DEPARTEMEN AGRIBISNIS

Lebih terperinci

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA

MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Fokus MIMPI MANIS SWASEMBADA GULA Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS Guru Besar Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Ketua Program Studi Magister Sains Agribisnis, Program Pascasarjana IPB Staf

Lebih terperinci

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM

KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM KAJIAN KETERKAITAN PELAKU PERGULAAN NASIONAL: SUATU PENGHAMPIRAN MODEL DINAMIKA SISTEM Disusun oleh : Lilik Khumairoh 2506 100 096 Dosen Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Budisantoso Wirjodirdjo, M. Eng. Latar

Lebih terperinci

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5

VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS. Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 VI. PEMODELAN SISTEM AGROINDUSTRI NENAS Formatted: Swedish (Sweden) Analisis sistem kemitraan agroindustri nenas yang disajikan dalam Bab 5 menunjukkan bahwa sistem kemitraan setara usaha agroindustri

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi

RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi RANCANG BANGUN MODEL STRATEGI PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI WIJEN (Sesamum indicum L.) Luluk Sulistiyo Budi SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini penulis menyatakan

Lebih terperinci

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA

DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA DINAMIKA DAN RISIKO KINERJA TEBU SEBAGAI BAHAN BAKU INDUSTRI GULA DI INDONESIA Illia Seldon Magfiroh, Ahmad Zainuddin, Rudi Wibowo Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian Universitas Jember Abstrak

Lebih terperinci

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM

DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM DAMPAK KEBIJAKAN HARGA DASAR PEMBELIAN PEMERINTAH TERHADAP PENAWARAN DAN PERMINTAAN BERAS DI INDONESIA RIA KUSUMANINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan

Lebih terperinci

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri

S U T A R T O NIM : Program Studi Teknik dan Manajemen industri PENGEMBANGAN MODEL KEBIJAKAN SEKTOR INDUSTRI KOMPONEN ELEKTRONIKA (KBLI 321) DENGAN PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM TESIS Karya Tulis sebagai salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Magister dari Institut

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Indonesia memiliki potensi bahan baku industri agro, berupa buah buahan tropis yang cukup melimpah. Namun selama ini ekspor yang dilakukan masih banyak dalam bentuk buah segar

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 66 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian perancangan model pemberdayaan masyarakat perdesaan dalam klaster agroindustri minyak atsiri dilakukan berdasarkan sebuah kerangka berpikir logis. Gambaran kerangka

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran

METODOLOGI PENELITIAN. Kerangka Pemikiran METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Sistem pasokan bahan baku dalam suatu agroindustri merupakan salah satu faktor yang penting untuk menjaga kelangsungan proses produksi. Sistem pasokan ini merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Perkembangan Konsumsi Gula Tahun Periode 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gula termasuk salah satu komoditas strategis dalam perekonomian Indonesia. Dengan luas areal rata-rata 400 ribu ha pada periode 2007-2009, industri gula berbasis tebu

Lebih terperinci

RANCANG BANGUN SISTEM INTELIJEN BISNIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TEKNOLOGI INFORMASI PERBANKAN RICO RIZAL BUDIDARMO

RANCANG BANGUN SISTEM INTELIJEN BISNIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TEKNOLOGI INFORMASI PERBANKAN RICO RIZAL BUDIDARMO RANCANG BANGUN SISTEM INTELIJEN BISNIS DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN TEKNOLOGI INFORMASI PERBANKAN RICO RIZAL BUDIDARMO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN

ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN ANALISIS KEBUTUHAN LUAS LAHAN PERTANIAN PANGAN DALAM PEMENUHAN KEBUTUHAN PANGAN PENDUDUK KABUPATEN LAMPUNG BARAT SUMARLIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian

1. PENDAHULUAN. perekonomian Indonesia. Hal ini terlihat dari beberapa peranan sektor pertanian 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang berbasis pada sektor pertanian, sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan

I. PENDAHULUAN. Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sasaran pembangunan nasional adalah pertumbuhan ekonomi dengan menitikberatkan pada sektor pertanian. Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Industri agro memiliki arti penting bagi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh beberapa fakta yang mendukung. Selama kurun waktu 1981 1995, industri agro telah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan sektor utama perekonomian dari sebagian besar negara-negara berkembang. Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor

Lebih terperinci

3. METODOLOGI PENELITIAN

3. METODOLOGI PENELITIAN 20 3. METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan agroindustri udang merupakan hal yang sangat penting dalam siklus rantai komoditas udang. Pentingnya keberadaan agroindustri udang

Lebih terperinci

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini

Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini Tema: Menjamin Masa Depan Swasembada Pangan dan Energi Melalui Revitalisasi Industri Gula Menuju Kembali Masa Kejayaan Industri Gula Indonesia Oleh : Azmil Chusnaini Indonesia pernah mengalami era kejayaan

Lebih terperinci

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014

JIIA, VOLUME 2, No. 1, JANUARI 2014 ANALISIS POSISI DAN TINGKAT KETERGANTUNGAN IMPOR GULA KRISTAL PUTIH DAN GULA KRISTAL RAFINASI INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL (Analysis of the Position and Level of Dependency on Imported White Sugar

Lebih terperinci

KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH

KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH KAJIAN SISTEM PENGENDALIAN RISIKO KREDIT DALAM PELAKSANAAN AUDIT BERBASIS RISIKO ( KASUS PADA KANTOR CABANG BANK) HC ROYKE SINGGIH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 KAJIAN SISTEM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi

BAB I PENDAHULUAN. mempunyai nilai sangat strategis. Dari beberapa jenis daging, hanya konsumsi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Daging merupakan salah satu bahan pangan yang sangat penting dalam mencukupi kebutuhan gizi masyarakat, serta merupakan komoditas ekonomi yang mempunyai nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi

BAB I PENDAHULUAN. berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kelapa sawit merupakan salah satu komoditas pertanian yang paling berkembang pesat di Indonesia. Sejak tahun 2006 Indonesia telah menjadi produsen crude palm oil (CPO)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga

I. PENDAHULUAN. rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendapatan rumahtangga petani adalah pendapatan yang diterima oleh rumahtangga yang mengusahakan komoditas pertanian. Pendapatan rumahtangga petani dapat berasal dari

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA

KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA. NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA KEPUTUSAN MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 527/MPP/Kep/9/2004 TENTANG KETENTUAN IMPOR GULA MENTERI PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: Mengingat:

Lebih terperinci

METODOLOGI Kerangka Pemikiran

METODOLOGI Kerangka Pemikiran METODOLOGI Kerangka Pemikiran Semakin berkembangnya perusahaan agroindustri membuat perusahaanperusahaan harus bersaing untuk memasarkan produknya. Salah satu cara untuk memenangkan pasar yaitu dengan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis di industri farmasi masih terus berkembang dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis farmasi. Hal ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan pengeluaran pada obat-obatan

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Harga Gula Domestik Menurut Susila (2005), Indonesia merupakan negara kecil dalam perdagangan dunia dengan pangsa impor sebesar 3,57 persen dari impor gula dunia sehingga Indonesia

Lebih terperinci

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua,

Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua, SAMBUTAN GUBERNUR BANK INDONESIA DR. DARMIN NASUTION PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH 2011 JAKARTA, 16 MARET 2011 Yang terhormat Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA

IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA IDENTIFIKASI LAHAN KRITIS DALAM KAITANNYA DENGAN PENATAAN RUANG DAN KEGIATAN REHABILITASI LAHAN DI KABUPATEN SUMEDANG DIAN HERDIANA PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan tentang hal-hal yang mendasari penelitian diantaranya yaitu latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan.

Lebih terperinci

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati

I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati BAB V ANALISIS KEBIJAKAN SEKTOR PERTANIAN MENUJU SWASEMBADA GULA I Ketut Ardana, Hendriadi A, Suci Wulandari, Nur Khoiriyah A, Try Zulchi, Deden Indra T M, Sulis Nurhidayati ABSTRAK Swasembada Gula Nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di

I. PENDAHULUAN. pertanian berperan besar dalam menjaga laju pertumbuhan ekonomi nasional. Di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang tangguh dalam perekonomian dan memiliki peran sebagai penyangga pembangunan nasional. Hal ini terbukti pada saat Indonesia

Lebih terperinci

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras

Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Kebijakan 1 Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Analisis Penyebab Kenaikan Harga Beras Ada dua pendapat mengenai faktor penyebab kenaikan harga beras akhirakhir ini yaitu : (1) stok beras berkurang;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beras merupakan makanan pokok di Indonesia. Beras bagi masyarakat Indonesia menjadi komoditas pangan yang dapat mempengaruhi kebijakan politik di negara ini. Gejolak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gula adalah salah satu komoditas pertanian yang telah ditetapkan Indonesia sebagai komoditas khusus (special products) dalam forum perundingan Organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan fungsi dan peran supply chain management (SCM) pada. sebuah perusahaan agar menjadi lebih efisien dan produktif?

BAB I PENDAHULUAN. meningkatkan fungsi dan peran supply chain management (SCM) pada. sebuah perusahaan agar menjadi lebih efisien dan produktif? BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ide penelitian ini berawal dari pertanyaan Bagaimana cara meningkatkan fungsi dan peran supply chain management (SCM) pada sebuah perusahaan agar menjadi lebih efisien

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki sumber daya alam yang beraneka ragam dan memiliki wilayah yang cukup luas. Hal ini yang membuat Indonesia menjadi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Industri gula adalah salah satu industri bidang pertanian yang secara nyata memerlukan keterpaduan antara proses produksi tanaman di lapangan dengan industri pengolahan. Indonesia

Lebih terperinci

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan

Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Pengembangan Jagung Nasional Mengantisipasi Krisis Pangan, Pakan dan Energi Dunia: Prospek dan Tantangan Anton J. Supit Dewan Jagung Nasional Pendahuluan Kemajuan teknologi dalam budidaya jagung semakin

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IMPOR GULA DI PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 1998-2012 SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Program Studi : Agribisnis Oleh :

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan potensial untuk dikembangkan menjadi andalan ekspor. Menurut ICCO (2012) pada tahun 2011, Indonesia merupakan produsen biji

Lebih terperinci

A. KERANGKA PEMIKIRAN

A. KERANGKA PEMIKIRAN III. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Agroindustri sutera alam terutama untuk produk turunannnya berupa kokon, benang sutera, dan kain merupakan suatu usaha yang menjanjikan. Walaupun iklim dan kondisi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran

IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran IV. METODOLOGI 4.1. Kerangka Pemikiran Manajemen rantai pasokan berkembang menjadi langkah strategis yang menyinergikan pemasaran, pabrikasi, dan pengadaan dalam suatu hubungan yang kompleks dalam rangkaian

Lebih terperinci

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A

ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA. Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A ANALISIS DAMPAK IMPOR GULA TERHADAP HARGA GULA DOMESTIK DAN INDUSTRI GULA INDONESIA Oleh: AGUS TRI SURYA NAINGGOLAN A14302003 PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR

STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR STRATEGI PENANGGULANGAN DAMPAK KEBERADAAN PABRIK PENGOLAHAN KELAPA SAWIT DI KABUPATEN KAMPAR OLEH : IRWAN EFENDI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK IRWAN EFENDI. Strategi

Lebih terperinci

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA)

DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) DAMPAK KETERGANTUNGAN PEREKONOMIAN PROVINSI JAMBI TERHADAP SUMBERDAYA ALAM TAK TERBARUKAN (PEMBERLAKUAN KUOTA EKSPOR BATUBARA) OLEH BUDI KURNIAWAN H14094019 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS.

TESIS. Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS. EVALUASI KEBIJAKAN BONGKAR RATOON DAN KERAGAAN PABRIK GULA DI JAWA TIMUR TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-2 PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN AGRIBISNIS Diajukan

Lebih terperinci

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG

PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG PERENCANAAN OPTIMALISASI JASA ANGKUTAN PERUM BULOG (Studi Kasus Pada Unit Bisnis Jasa Angkutan Divisi Regional Sulawesi Selatan) Oleh : Retnaning Adisiwi PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH PASCASARJANA

Lebih terperinci

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN

KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN KINERJA PRODUKSI DAN HARGA KEDELAI SERTA IMPLIKASINYA UNTUK PERUMUSAN KEBIJAKAN PERCEPATAN PENCAPAIAN TARGET SUKSES KEMENTERIAN PERTANIAN I. PENDAHULUAN 1. Salah satu target utama dalam Rencana Strategis

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA

V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 59 V. GAMBARAN UMUM KONDISI PERGULAAN NASIONAL, LAMPUNG DAN LAMPUNG UTARA 5.1. Perkembangan Kondisi Pergulaan Nasional 5.1.1. Produksi Gula dan Tebu Produksi gula nasional pada tahun 2000 sebesar 1 690

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber : [18 Februari 2009]

I. PENDAHULUAN. Tahun. Sumber :  [18 Februari 2009] I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Komoditas pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumber daya manusia suatu bangsa termasuk Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar (228.523.300

Lebih terperinci

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT)

EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) EVALUASI POLA PENGELOLAAN TAMBAK INTI RAKYAT (TIR) YANG BERKELANJUTAN (KASUS TIR TRANSMIGRASI JAWAI KABUPATEN SAMBAS, KALIMANTAN BARAT) BUDI SANTOSO C 25102021.1 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK

VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK VALUE CHAIN ANALYSIS (ANALISIS RANTAI PASOK) UNTUK PENINGKATAN PENDAPATAN PETANI KOPI PADA INDUSTRI KOPI BIJI RAKYAT DI KABUPATEN JEMBER ABSTRAK Peneliti : Dewi Prihatini 1) mahasiswa yang terlibat : -

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara kepulauan dengan luas wilayah daratan 1,9 juta km 2 dan wilayah laut 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai 81.290 km, Indonesia memiliki potensi sumber

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas laut mencapai 5,8 juta km 2 dan panjang garis pantai mencapai 95.181 km, serta jumlah pulau sebanyak 17.504 pulau (KKP 2009).

Lebih terperinci

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO

MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO MODEL SIKAP PENERIMAAN MASYARAKAT TERHADAP PEMANFAATAN GAS ALAM DALAM PROGRAM PEMBANGUNAN KOTA GAS: STUDI KASUS KOTA TARAKAN TUBAGUS HARYONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013 iii

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendekatan manajemen rantai pasok telah banyak digunakan sebagai salah satu model untuk meningkatkan keunggulan bersaing dalam industri. Manajemen rantai pasok merupakan

Lebih terperinci

Materi Pengantar Agroindustri

Materi Pengantar Agroindustri Materi Pengantar Agroindustri Sistem Informasi Terpadu (Hulu Hilir) Sistem Informasi dalam Pengembangan Agroindustri Sistem Efisiensi dan Produktivitas Kelayakan Pengembangan Agroindustri Studi Kasus Pengembangan

Lebih terperinci

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy

ABSTRACT. Keywords: internal and international migration, labor market, Indonesian economy ABSTRACT SAFRIDA. The Impact of Migration Policy on Labor Market and Indonesian Economy (BONAR M. SINAGA as Chairman, HERMANTO SIREGAR and HARIANTO as Members of the Advisory Committee) The problem of

Lebih terperinci