Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas. 2D Magnetotelluric Modelling using Boundary Element Method

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas. 2D Magnetotelluric Modelling using Boundary Element Method"

Transkripsi

1 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas Imran Hilman Mohammad 1,2), Wahyu rigutomo 1), dan Doddy utarno 1) 1) Kelompok Keahlian Fisika istem Kompleks, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Bandung 2) Program tudi Geofisika, Universitas Padjadjaran imran.hilman@phys.unpad.ac.id Diterima 1 Maret 211, disetujui untuk dipublikasikan 6 Juni 211 Abstrak Dalam permasalahan elektromagnetik untuk aplikasi geofisika, rangkaian persamaan Mawell dapat disederhanakan menjadi persamaan Helmholtz, sehingga dapat dicari solusi permasalahan menggunakan berbagai skema numerik. Metode elemen batas merupakan metode numerik untuk memecahkan persamaan diferensial parsial yang telah dikembangkan dalam beberapa dekade ini untuk memecahkan berbagai permasalahan medan elektromagnet. Metode ini memiliki keunikan dibandingkan metode numerik lain untuk memecahkan persamaan diferensial parsial, karena hanya membutuhkan diskretisasi pada bidang-bidang batas domain pemodelan. olusi pada batas domain dapat digunakan untuk mencari solusi pada seluruh domain pemodelan, membuat metode ini memiliki algoritma numerik yang sangat efisien. Dalam makalah ini, metode elemen batas digunakan untuk menghitung respon magnetotellurik 2D dalam bentuk resistivitas semu dan fasa impedansi modus TE (transverse electric). Pemodelan elemen hingga digunakan sebagai pembanding hasil pemodelan elemen batas yang dikembangkan. Kata kunci : Metode elemen batas, Magnetotelurik 2D. 2D Magnetotelluric Modelling using Boundary Element Method Abstract In most formulations of electromagnetic methods in geophysics, the set of Mawell s equations can be simplified into Helmholtz s equation which leads to possibility of solving electromagnetic problems using various numerical schemes. The boundary element method is a numerical method for solving partial differential problems which in the last several decades has been applied in electromagnetic problems. The method poses unique advantage in comparison to other methods; it requires discretization only on the boundaries of the modeling domain. olutions in the boundaries can be used to find solutions on the entire modeling domain, which makes the boundary element method a highly efficient numerical method. This paper will discuss 2D magnetotelluric (MT) modeling using boundary element method. The method is applied to calculate 2D MT responses, epressed in apparent resistivity and phase of impedance, for transverse electric (TE) mode. The results obtained by the method are compared to those calculated by analytical solution and finite element modeling to show the accuracy of boundary element method. Keywords: Boundary-element method, 2D magnetotelluric. 1. Pendahuluan pendekatan numerik untuk memodelkan fenomenafenomena tersebut secara matematis. Fenomena-fenomena fisis yang terjadi di alam alah satu fenomena yang terjadi di alam semesta dapat dimodelkan secara matematis sebagai semesta dan dimanfaatkan dalam aplikasi kebumian suatu sistem dinamis melalui persamaan diferensial adalah fenomena arus tellurik (telluric current). Arus parsial (partial differential equation). olusi tellurik adalah arus yang dibangkitkan oleh interaksi persamaan diferensial parsial pada umumnya dapat antara plasma yang dipancarkan matahari dengan diselesaikan melalui pendekatan analitik hanya pada medan magnetik bumi. Fenomena arus telurik kasus-kasus yang sangat sederhana atau sangat digunakan dalam aplikasi kebumian melalui metode disederhanakan. Keberadaan faktor-faktor kompleks magnetotelluric (MT). Dalam metode ini, arus telurik di dalam sistem dinamis membuat solusi analitik dari digunakan sebagai sumber untuk menginduksi persamaan diferensial parsial terkadang menjadi material bawah permukaan untuk memperoleh sangat rumit, atau bahkan tidak tersedia. Berbagai informasi struktur konduktivitas bawah permukaan. fenomena fisis di alam sangat rumit untuk Metode ini memiliki jangkauan pemetaan struktur dimodelkan secara analitik, sehingga digunakan bawah permukaan dengan kedalaman bergantung 82

2 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas 83 pada frekuensi. Untuk frekuensi rendah, metode ini dapat memperkirakan struktur konduktivitas bawah permukaan hingga beberapa kilometer (Kauffman dan Keller, 1981; Vozoff, 1986). Pemodelan respon MT telah dilakukan banyak pihak. Pada awal perkembangannya, pemodelan ke depan dilakukan dengan memecahkan persamaan integral permukaan atau volume. olusi ke depan untuk model berlapis satu dimensi dinyatakan dalam integral Fourier atau Bessel. ementara itu, model 2D atau 3D relatif sangat sulit dipecahkan kecuali pada kasus khusus dengan geometri sederhana seperti bola atau silinder. Dengan menggunakan persamaan diferensial, keadaan geologi yang kompleks dapat dimodelkan dengan lebih baik. Beberapa pengembangan pemodelan ke depan metode elektromagnetik menggunakan persamaan diferensial antara lain dilakukan oleh Coggon (1971), Rijo (1977), Wannamaker dkk. (198), Lee dan Morison (1985) serta rigutomo dan utarno (1998) yang mengembangkan teknik pemodelan elemen hingga. Pengembangan pemodelan elemen hingga pada daerah dengan undulasi topografi yang bervariasi seperti daerah pegunungan juga telah banyak dilakukan, antara lain oleh Wannamaker dkk. (1986) serta Chouteau dan Bouchard (1988). alah satu teknik pemecahan persamaan differensial adalah penggunaan metode elemen batas (Brebbia dan Dominguez, 1992). Pemodelan elemen batas untuk persoalan elektromagnetik dalam bidang geofisika diperkenalkan oleh Xu dan Zhao (1987), yang memodelkan kasus MT 2D dengan permukaan flat dan homogen. elanjutnya Xu dan Zhou (1997) memodelkan persoalan MT 2D dengan efek topografi. Metode elemen batas memiliki keunikan dibandingkan metode elemen hingga, yaitu antara lain memiliki skema diskretisasi elemen yang sederhana, persiapan data yang relatif lebih sedikit dan konfigurasi elemen pada permukaan yang ditinjau sangat bersesuaian dan lebih konsisten dengan kondisi lapangan sesungguhnya. 2. Permasalahan yarat Batas Metode Magnetotelurik Metode elemen batas menggunakan sifat yang berkaitan dengan harga nilai batas (boundary value problem), dalam hal ini fungsi Green, sehingga suatu persamaan diferensial parsial dapat diselesaikan dengan menggunakan pendekatan integral pada batas domain permasalahan. Persamaan integral pada batas domain (boundary integral equation) yang dihasilkan kemudian didiskretisasi menjadi elemen-elemen batas yang dihitung dalam suatu persamaan matriks sebagaimana dalam metode elemen hingga, hanya matriks yang dihasilkan akan lebih sederhana karena elemen yang diperhitungkan dalam persamaan matriks hanya elemen dari diskritisasi bidang batas. Ini akan menghemat memori komputer dan mempercepat waktu komputasi. Gambar 1 memperlihatkan perbedaan diskretisasi domain antara metode elemen hingga dengan metode elemen batas. Gambar 1. Perbandingan diskretisasi domain pada kasus MT menggunakan elemen hingga (FEM) dan elemen batas (BEM). Elemen batas mendiskretisasi domain hanya pada batas domain pemodelan, sementara elemen hingga membutuhkan diskretisasi seluruh domain. Gambar 2. Domain pemodelan dan sistem koordinat untuk kasus rambatan gelombang elektromagnetik 2D. Gelombang diasumsikan menjalar dari udara ke bumi dalam sumbu z negatif dengan arah menyatakan arah jurus (strike) geologis. Asumsikan suatu domain 2D dengan lapisan terdiri dari udara sebagai half space atas dan bawah permukaan sebagai half space bawah sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2. Kita nyatakan dua domain dan sebagai domain untuk halfspace bawah dan atas Misalkan sumbu dinyatakan sebagai arah jurus (strike direction), sumbu y tegak lurus terhadap sumbu dan sumbu z vertikal ke bawah. Gelombang elektromagnetik datang dapat dipisahkan menjadi dua polarisasi yang berbeda, polarisasi H dan polarisasi E. Asumsikan faktor waktu adalah e -i persamaan gelombang untuk H dan E adalah (Xu dan Zhou, 1997): E E z y ih y z H iey z H iez y dan

3 8 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 H H y z E ih z E y z y i E y ihz (2) Untuk selanjutnya polarisasi H akan dinamakan modus TM dan polarisasi E akan dinamakan modus TE. Untuk modus TM, kita dapatkan H E, y z H E z pada batuan konduktif. Berdasarkan y asumsi / >> 1, maka harga H dan H pada z y bagian udara akan bernilai nol, sehingga dapat diasumsikan H bernilai konstan pada domain udara. Dengan demikian H 1 (3) pada permukaan. edangkan pada domain, medan elektromagnetik dapat didefinisikan sebagai distribusi peluruhan medan elektromagnetik dalam medium homogen: H ep( ikz ) () Untuk modus TE, berdasarkan kontinuitas pada bidang batas antara lower dan upper half space, maka persamaan medan E dan turunannya dapat dinyatakan sebagai berikut: E E n n (5) E E dan untuk daerah bawah permukaan, kita dapatkan medan E untuk daerah homogen: E ep( ikz) (6) Untuk daerah atas permukaan, medan listrik terdiri dari medan listrik datang (incident field) dan medan listrik terpantul (reflected field) yang dapat dinyatakan dengan (Gambar 3): dimana E H k y E H incident incident 2 e ik e ik z E z H reflection e reflection ik e z ik z (7). (8) Medan listrik yang terdapat pada daerah bawah permukaan merupakan medan listrik transmisi yang diteruskan oleh bidang batas tanah dan udara, sehingga untuk daerah bawah permukaan dapat dituliskan: E H dengan y E H ik1z trans e ik 2 z trans e (9) k1 i Gambar 3. Pemantulan dan transmisi medan elektromagnetik modus TE pada bidang batas antara tanah dan udara. Dari kontinuitas medan elektromagnetik sebagaimana diberikan pada Persamaan (5) dan menggunakan hubungan: Ei Er Et,, (11) Hi k Hr k Ht k1 kita dapatkan: k Ei Er E (12) t k Jika kita set E t = 1 pada permukaan, kita dapat nyatakan E pada domain atas permukaan sebagai: k E cos( k z) i sin( kz) (13) k Persamaan (3), (), (5), (6), (7) dan (13) merupakan persamaan syarat batas bagi permasalahan magnetotellurik 2D yang akan dimodelkan pada penelitian ini. 3. Persamaan Elemen Batas Di dalam metode elemen batas, suatu permasalahan yang diformulasikan dengan persamaan diferensial parsial akan dipecahkan dengan membawa keberlakuan solusi permasalahan dari seluruh domain menuju batas domain. Hal ini dilakukan dengan menggunakan identitas Green dan Teorema Gauss serta menerapkan teknik pembobotan residual (Brebbia dan Dominguez, 1992; Gaul dkk., 1992; Xu dan Zhou, 1997). Jika kita memiliki fungsi Helmholtz berikut: 2 2 k (1) mula-mula kita gunakan teknik pembobotan residual dengan mengalikan fungsi Helmholtz di atas dengan suatu test function: 2 2 k d (15) elanjutnya, Persamaan (15) diintegrasi parsial untuk mendapatkan:

4 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas k d d d (16) Penerapan Teorema Gauss untuk suku pertama ruas kiri persamaan di atas memberikan: 2 2 k d d d (17) n elanjutnya, suku kedua ruas sebelah kanan juga diintegral parsialkan serta diterapkan Teorema Gauss, menghasilkan: k d d d n n n (18) Berdasarkan Persamaan (1), suku sebelah kiri Persamaan (18) sama dengan nol. ehingga Persamaan (18) dapat dituliskan: 2 d d (19) n n n Dengan memilih test function sebagai berikut: 2 2 k, (2) dan menggunakan sifat distribusi Dirac: f ( ) (, ) d f ( ) (21) maka suku sebelah kiri Persamaan (18) dapat kita tuliskan: 2 d u( ) (22) n sehingga secara lengkap kita tuliskan Persamaan (18): u( ) d (23) n n elanjutnya, penguraian ruas kiri Persamaan (22) dapat dinyatakan sebagai berikut: atau k k p ( p) d p 2 d (2) p d 2 n n (25) d n n uku pertama pada Persamaan (25), menyatakan nilai potensial pada titik p dikalikan harga sudut yang dibentuk antara titik p dengan bidang batas tempat titik p tersebut berada. Persamaan (25) merupakan persamaan awal dari metode elemen batas. elanjutnya persamaan ini akan didiskretisasi menjadi elemen-elemen yang merepresentasikan integral batas persamaan tersebut. Ada beberapa jenis cara pendiskretisasian batas 2 p domain, bergantung pada jenis elemen yang digunakan. Jenis elemen yang biasa digunakan dalam mendiskretisasikan batas domain adalah (Brebbia dan Dominguez, 1992; Gaul dkk., 1992): 1. Elemen batas konstan 2. Elemen batas linier 3. Elemen batas kuadratik. Elemen batas kubik Elemen batas konstan didefinisikan sebagai elemen batas dengan nilai potensial dan turunan potensial yang diasumsikan bernilai konstan sepanjang elemen pengintegrasian. Dalam elemen batas konstan, setiap titik nodal pengintegrasian akan terletak pada titik tengah-tengah antar ujung masingmasing elemen, sehingga sudut yang dibentuk antara titik nodal p dengan bidang batas domain akan bernilai sama diseluruh elemen, yaitu 18, atau radian (Gambar ). Dengan demikian 1 up p p 2 2 untuk seluruh simpul pada seluruh elemen. Gambar. Koordinat lokal elemen dan posisi titik simpul pada elemen batas konstan. Nilai fungsi uji (test function) dan turunannya ditentukan berdasarkan solusi fundamental n persamaan Helmholtz, yang untuk kasus dua dimensi adalah: i H ( kr ) (26) dan ki H1 ( kr) (27) n dengan r adalah jarak dari titik sumber terhadap titik yang ditinjau, H adalah fungsi Hankel jenis pertama dan orde nol dan H 1 merupakan fungsi Hankel jenis pertama orde pertama, yang dapat dituliskan dengan: H H 1 ( kr ) J ( kr ) 1 ( kr ) in J ( kr ) in 1 ( kr ) ( kr ) (28) dengan J n merupakan fungsi Bessel jenis pertama dan N n merupakan fungsi Bessel jenis kedua atau fungsi Neumann. ubskrip n menyatakan orde fungsi Bessel yang bersangkutan, dengan nilai dan 1. Nilai potensial dan turunan potensial yang ditinjau adalah harga pada permukaan. Untuk modus

5 86 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 TM potensial yang bersesuaian adalah medan magnet pada permukaan, sedangkan untuk modus TE potensial yang bersesuaian adalah medan listrik pada permukaan. ecara umum untuk kedua modus, kita dapat membagi domain permasalahan sebagai berikut Untuk domain bawah permukaan: u u up u d u d 2 n n n n (29) sedangkan untuk domain atas permukaan: u u 1 up u d u d 2 n n n n (3) dimana, adalah sudut yang dibentuk oleh titik nodal p pada domain pemodelan; u p potensial pada titik p, u potensial, u turunan potensial, solusi n fundamental persamaan Helmholtz, =turunan n solusi fundamental persamaan Helmholtz terhadap arah n, s bidang batas pada permukaan, bidang batas bawah permukaan, bidang batas atas permukaan. elanjutnya diskretisasi dilakukan pada domain C dalam batas-batas kecil Cj. Titik-titik yang menghubungkan antar elemen tersebut dinamakan titik ekstrim elemen batas, di mana untuk titik yang memiliki nilai syarat batas dinamakan simpul (nodes). Dengan memasukkan harga-harga solusi fundamental, maka Persamaan (29) dan (3) diatas dapat dinyatakan dengan kh1 ( kr) up i u cos( r, n ) d 2 (31) u H ( kr) i d Bp n dengan dan dengan B p u u d n n kh 1 ( kr ) 1 up i u cos( r, n) d 2 (32) u H ( kr) i d Ap n u A p u d n n Untuk modus TM, persamaan integral batas pada domain upper halfspace ditiadakan, karena medan H relatif konstan pada bidang permukaan yang merupakan batas antara lower dan upper halfspace. Dengan demikian, persamaan integral batas untuk modus TM dapat dituliskan sebagai berikut u 2 u d u u d p C P n n n (33) u C P d n elanjutnya, diskretisasi dilakukan dengan membuat elemen-elemen di sepanjang garis batas permukaan s. Uraikan integral batas C p menjadi penjumlahan dari integral tiap-tiap elemen pada s, akan didapatkan untuk nodal (i) u H kr ( ) i d C (3) i n e Dengan mengasumsikan ih kr ( ) d D (35) ij j kita dapatkan satu set solusi persamaan sebagai berikut : e ih n N j 1 u Dij n ( kr ) d atau dalam bentuk matriks : j C i (36) U D C (37) n Persamaan (37) menentukan harga turunan H pada tiap titik di permukaan. Persamaan (3) menyatakan harga H konstan pada tiap titik di permukaan, sehingga Persamaan (37) dan (3) dapat digabung untuk memperoleh informasi mengenai resistivitas semu dan fasa impedansi di permukaan untuk modus TM. Untuk modus TE, diskretisasi suku sebelah kanan Persamaan (31) dinyatakan sebagai berikut: e i N ih ( kr) u d Dij (38) n j1 n j u cos( r, n ) d e kh1 ( kr) f u (39) ij j Menggunakan Persamaan (38) dan (39), maka Persamaan (31) untuk kasus TE dapat dituliskan: N ui Fiju j Dij B () i 2 j 1 n j Pada domain atas permukaan modus TE, diskretisasi Persamaan (32) menghasilkan: e N ih ( kr) u d E (1) ij n j1 n j

6 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas 87 1 u cos( r, n ) d i e k H ( k r) G u (2) ij j Persamaan (1) dan (2) dapat digunakan untuk menyatakan Persamaan (32) menjadi N ui Giju j Eij B (3) i 2 j 1 n j Berdasarkan syarat kontinuitas domain bawah dan atas permukaan: u u u u n n kita dapatkan satu set persamaan matriks yang akan mencari semua nilai E dan turunannya di sepanjang garis batas permukaan antara domain atas dan bawah permukaan: F D 2 u B () u A G I E n 2 Dengan memecahkan Persamaan (), akan didapatkan semua harga E dan turunannya di sepanjang garis batas permukaan antara atas dan bawah permukaan, sehingga dapat dicari nilai resistivitas semu dan fasa impedansi pada permukaan. Harga resistivitas semu dapat dicari menggunakan hubungan berikut. Dengan memperhatikan syarat batas medan listrik dan magnet pada permukaan (Persamaan 3,, 5 dan 13) dan hubungan berikut (Ward dan Hohmann, 1989; Xu dan Zhou, 1997; rigutomo dan utarno, 1989): 1 H 1 u E y, u 1 1 n 1 n (5) 1 E H y i n maka resistivitas semu untuk modus TM dapat ditulis (Xu dan Zhou, 1997) : 2 i u 2 (6) y n dan fasa impedansinya: u imag n y arctan u real n Resistivitas semu modus TE dapat ditulis: 2 (7) u y i u n (8) dan fasa impedansinya: imag y arctan 2 real u u u imag n (9) arctan u real n. Hasil Pemodelan Pemodelan yang dilakukan terdiri atas : Modus TE dan TM bumi homogen Modus TE dan TM bumi berlapis Modus TE, bumi dengan anomali konduktif Modus TE, bumi dengan kontak vertikal Masing-masing model akan dicari responnya berupa resistivitas semu dan fasa impedansi dengan frekuensi, 8, 16 dan 32 Hz. eluruh respon dihitung menggunakan metode elemen batas. Untuk respons pemodelan pada kasus 1D (kasus bumi homogen dan bumi berlapis) akan digunakan hasil perhitungan analitik sebagai pembanding. Hasil pemodelan pada kasus 2D (bumi dengan prisma konduktif dan bumi dengan kontak vertikal) akan dibandingkan dengan respon hasil perhitungan dengan metode elemen hingga. kema perhitungan analitik yang digunakan adalah skema yang dikembangkan Grandis (1999), sementara skema elemen hingga pembanding adalah skema yang dikembangkan rigutomo dan utarno (1998). Gambar 5, 6, 8 dan 9 menunjukkan respon bumi 1D dihitung dengan skema pemodelan metode elemen batas 2D dibandingkan dengan hasil perhitungan analitik, sementara Gambar 11, 12, 15, dan 16 menunjukkan respon bumi 2D yang dihitung dengan pemodelan elemen batas yang dibandingkan dengan hasil pemodelan metode elemen hingga 2D. 5. Diskusi dan Analisis Hasil pemodelan untuk bumi homogen dengan elemen batas modus TE dan TM terhadap solusi analitik (Gambar 5 dan Gambar 6) memperlihatkan bagaimana harga resistivitas semu mendekati harga yang diperkirakan yaitu 1 Ohm meter, sementara fasa impedansi menunjukkan harga pada kisaran 5 derajat. Hal ini mengindikasikan pemodelan yang dilakukan telah sesuai dengan hasil yang diharapkan. Perubahan harga frekuensi tidak menimbulkan perubahan harga resistivitas semu dan fasa impedansi yang berarti baik pada pemodelan dengan modus TE dan TM. Dengan demikian pemodelan elemen batas untuk kasus bumi homogen sesuai dengan hasil yang diperkirakan. Pemodelan untuk bumi berlapis memperlihatkan harga resistivitas semu yang relatif dekat antara hasil pemodelan elemen batas dengan solusi analitik (Gambar 8). Pemodelan dengan elemen batas memperlihatkan harga resistivitas semu yang relatif stabil pada kisaran 1 ohm.m untuk semua harga frekuensi yang diujikan, baik pada modus TE maupun modus TM. ementara nilai fasa impedansi hasil pemodelan elemen batas menunjukkan tingkat kecocokan yang sama dengan hasil analitik. Dengan demikian pengujian dengan solusi analitik 1D memperlihatkan hasil yang diharapkan.

7 88 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 Gambar 5. Perbandingan resistivitas semu bumi homogen 1 ohm.m hasil pemodelan elemen batas modus TE dan TM dengan solusi analitik pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz. Gambar 6. Perbandingan fasa impedansi bumi homogen 1 ohm.m hasil pemodelan elemen batas modus TE dan TM dengan solusi analitik pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz.

8 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas 89 Gambar 7. Model bumi berlapis. ecara umum, model bumi berlapis diharapkan akan memberikan nilai resistivitas semu yang mewakili harga resistivitas seluruh lapisan, sehingga merupakan representasi kondisi geologis lapisan bawah permukaan. Dengan demikian, nilai yang diharapkan adalah nilai stabil yang merupakan pengaruh dari seluruh lapisan. Pemodelan dengan elemen batas pada seluruh frekuensi memperlihatkan harga resistivitas semu pada kisaran antara 1-1 Ohm meter, atau berada pada dekade yang sama. ementara respon fasa impedansi cenderung sedikit lebih berfluktuasi pada kisaran dekat dengan harga analitik. Pemodelan elemen batas hanya membutuhkan diskretisasi pada domain, sehingga jumlah elemen yang dibutuhkan jauh lebih sedikit dibandingkan elemen hingga. Namun penggunaan elemen batas konstan membutuhkan pendiskretisasian yang relatif tidak fleksibel terhadap perubahan harga frekuensi. Xu dan Zhou (1997) memodelkan efek topografi dengan menggunakan elemen batas dengan mendiskretisasikan domain dengan panjang elemen lebih kecil dari konstanta panjang gelombang pada daerah domain yaitu sebesar 2 2. Konstanta tersebut memiliki 8 kebergantungan pada frekuensi, sehingga metode elemen batas dengan elemen konstan kurang luwes dalam menampilkan perubahan nilai respon akibat perubahan frekuensi. Penggunaan jenis elemen batas yang lain seperti elemen batas linear atau kuadratik lebih fleksibel dalam mengantisipasi perubahan nilai frekuensi. Pemodelan untuk model bumi dengan anomali konduktif memperlihatkan respon yang dihasilkan elemen batas cenderung konstan sedangkan respon elemen hingga cenderung lebih peka terhadap perubahan konduktivitas. Gambar 11 dan Gambar 12 memperlihatkan perubahan resistivitas semu dan fasa impedansi pemodelan elemen batas cenderung stabil dibandingkan pemodelan elemen hingga. Perubahan resistivitas semu pada frekuensi Hz dan 8 Hz memperlihatkan adanya kontras konduktivitas yang dihasilkan anomali konduktif, sedangkan pada frekuensi 16 dan 32 Hz respon lebih memperlihatkan kecenderungan harga stabil yang mendekati harga konduktivitas lapisan penutup (1 Ohm). Untuk harga fasa impedansi, pemodelan elemen hingga dan elemen batas sama-sama memiliki kecenderungan menurun, namun fasa impedansi untuk elemen hingga lebih memperlihatkan kontras struktur anomali. Pada frekuensi Hz harga fasa impedansi elemen hingga memiliki nilai yang agak jauh dengan nilai elemen batas, namun pada frekuensi setelah Hz harga fasa impedansi elemen hingga dan elemen batas mulai bersesuaian. Penampang semu resistivitas dan fasa impedansi model anomali konduktif (Gambar 13) memperlihatkan bagaimana respon pemodelan elemen batas cenderung stabil dan kurang peka terhadap perubahan struktur bawah permukaan, sedangkan hasil pemodelan elemen hingga memperlihatkan hasil yang cenderung responsif terhadap perubahan struktur bawah permukaan. Untuk model bumi berlapis dengan kontak vertikal, trend respon elemen hingga dan elemen batas mirip dengan model bumi berlapis dengan anomali konduktif. Dari Gambar 15 dan 16 terlihat respon resistivitas semu dan fasa impedansi hasil pemodelan elemen batas dan elemen hingga cenderung memiliki trend yang mirip dengan harga yang sedikit berbeda pada frekuensi rendah. eiring dengan kenaikan frekuensi, harga respon elemen hingga dan elemen batas cenderung saling mendekati. Penampang semu resistivitas dan fasa impedansi yang ditunjukkan Gambar 17 juga memperlihatkan bagaimana respon yang dihasilkan kedua pemodelan cenderung mirip terutama pada frekuensi tinggi. ecara keseluruhan, elemen batas konstan yang digunakan dalam memodelkan kasus magnetotellurik 2D telah memperlihatkan hasil yang cukup baik. Hasil-hasil pemodelan memperlihatkan adanya kontras harga resistivitas semu pada daerahdaerah yang merupakan anomali konduktif. Pemodelan pada elemen batas konstan ini dilakukan dengan harga mesh berinterval 1 meter pada masing-masing domain pemodelan. Pengintegrasian dilakukan dengan integrasi kuadratur Gaussian- Legendre dengan empat titik pengintegrasian. Hasil yang didapatkan relatif cukup baik meskipun efisiensi komputasinya masih perlu ditingkatkan, baik pada waktu komputasi maupun diskretisasi domain, sehingga keunggulan metode elemen batas dapat dimanfaatkan secara optimal. elain itu, penggunaan elemen batas konstan juga cenderung kurang fleksibel dalam memodelkan respon bumi dengan banyak frekuensi. Diperlukan modifikasi elemen batas supaya lebih stabil dalam memodelkan respon MT 2D dengan banyak frekuensi. alah satu upaya yang dapat diusulkan adalah dengan menggunakan elemen batas linear, kubik atau kuadratik yang memiliki tingkat kestabilan dan efisiensi tinggi.

9 9 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 Gambar 8. Perbandingan resistivitas semu bumi berlapis hasil pemodelan elemen batas modus TE dan TM dengan solusi analitik pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz. Gambar 9. Perbandingan fasa impedansi bumi berlapis hasil pemodelan elemen batas modus TE dan TM dengan solusi analitik pada frekuensi (i) Hz, (ii)8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz.

10 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas 91 Gambar 1. Model bumi berlapis dengan anomali konduktif. Gambar 12. Respon fasa impedansi bumi berlapis dengan anomali konduktif hasil pemodelan elemen batas (BEM) dan elemen hingga (FEM) pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz. Gambar 11. Respon resistivitas semu bumi berlapis dengan anomali konduktif hasil pemodelan elemen batas (BEM) dan elemen hingga (FEM) pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 H.

11 92 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2 Gambar 13. Kontur pseudosection resistivitas semu dan fasa impedansi yang dihasilkan pemodelan BEM dan FEM model bumi berlapis dengan anomali konduktif. Gambar 15. Respon resistivitas semu bumi berlapis dengan kontak vertikal hasil pemodelan elemen batas (BEM) dan elemen hingga (FEM) pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 H. Gambar 1. Model bumi berlapis dengan kontak vertikal.

12 Muhammad dkk., Pemodelan Magnetotellurik 2D Menggunakan Metode Elemen Batas 93 Gambar 16. Respon fasa impedansi bumi berlapis dengan kontak vertikal hasil pemodelan elemen batas (BEM) dan elemen hingga (FEM) pada frekuensi (i) Hz, (ii) 8 Hz, (iii) 16 Hz dan (iv) 32 Hz. Gambar 17. Kontur pseudosection resistivitas semu dan fasa impedansi yang dihasilkan pemodelan BEM dan FEM model bumi berlapis dengan kontak vertikal.

13 9 Jurnal Matematika & ains, Agustus 211, Vol. 16 Nomor 2. Kesimpulan Dari pembahasan dan hasil pemodelan elektromagnetik modus TM dan TE dengan metode elemen batas, dapat disimpulkan metode elemen batas dengan elemen konstan memiliki keunggulan dalam kesederhanaan dan kepraktisan diskretisasi domain. Hasil validasi pemodelan elemen batas konstan untuk model 1D (bumi homogen dan berlapis) menunjukkan harga respon yang bersesuaian dengan nilai yang diharapkan dari solusi analitik. Pemodelan dengan elemen batas konstan dilakukan dengan mesh yang relatif rapat dan memperlihatkan hasil yang cukup baik, meskipun terdapat penyimpangan dibandingkan harga pemodelan elemen hingga. Hal ini dikarenakan elemen batas konstan kurang fleksibel dalam memodelkan respon MT dengan banyak frekuensi. Pemodelan dengan elemen batas konstan memerlukan penyesuaian panjang elemen untuk mengakomodasi nilai optimal pada setiap harga frekuensi. Ketidakluwesan elemen batas konstan dalam memodelkan permasalahan elektromagnetik 2D perlu diantisipasi lebih lanjut dengan mengembangkan pemodelan dngan elemen batas jenis lain seperti elemen batas linear, kubik atau kuadratik. Penggunaan elemen batas jenis lain diharapkan dapat pula meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemodelan, meningkatkan akurasi hasil perhitungan, serta baik terhadap bentuk pemodelan sistem yang kompleks, misalnya pemodelan pada sistem geologi gunung api atau situs panas bumi. Pada penelitian lanjutan dari topik ini akan dikembangkan pemodelan elemen batas dengan mesh linear, kuadratik dan kubik untuk mendapatkan hasil respon yang lebih baik. Daftar Pustaka Brebbia, C. A. and J. Dominguez, 1992, Boundary Elements: an Introductory Course, 2nd edition, Computational Mechanics Publications. Chouteau, M. and K. Bouchard, 1988, Two dimensional terrain correction in magnetotelluric surveys, Geophysics, 53, Coggon, J. H., 1971, Electromagnetic and electrical modeling by the finite element method, Geophysics, 36, Gaul, L., M. Kogl, and M. Wagner, 22, Boundary Element Methods for Engineers and cientist, An Introductory Course with Advanced Topics, pringer-verlag, Berlin Heidelberg. Grandis, H., 1999, An alternative algorithm for one dimensional magnetotelluric response calculation, Computers and Geosciences, 25, Kauffman, A. and G. V. Keller, 1981, The Magnetotelluric ounding Method, Elsevier, Amsterdam. Lee, K. H. and H. F. Morrison, 1985, A numerical solution for electromagnetic scattering by a two dimensional inhomogenity, Geophysics, 5, Rijo, L., 1977, Modeling of electric and electromagnetic data, Ph.D. thesis, Univ. of Utah. rigutomo, W., 1997, Pemodelan Elektromagnetik 2D Menggunakan Metode Elemen Hingga Untuk umber Alami dan umber Arus Garis, Tesis Magister, Jurusan Fisika ITB. rigutomo, W. and D. utarno, 1998, 2D Electromagnetic Modeling using Finite Element Method: Application in Magnetotelluric Case, Kontribusi Fisika Indonesia, 9:2, Wannamaker, P. E., G. W. Hohmann, and. H. Ward, 198, Magnetotelluric Responses of Three Dimensional Bodies in Layered Earth, Geophysics, 9:9, Wannamaker, P. E., J. A. todt, and L. Rijo, 1986, Two Dimensional Topografic Responses in Magnetotelluric Modeled Using Finite Element, Geophysics, 51:11, Xu,. Z.,. K. Zhao, 1987, Two Dimensional Magnetotelluric Modeling by the Boundary Element Method, J. Geomagn. Geoelectr., 39, Xu,. Z. and H. Zhou, 1997, Modeling of 2D Terrain Effect on MT by the Boundary Element Method, Geophys. Prospect., 5, Vozoff, K., (Ed.), 1986, Magnetotelluric Methods, ociety of Eploration Geophysicist, Tulsa, Oklahoma. Ward,. H. and G. W. Hohmann, Electromagnetic Theory of Geophysical Applications, in Nabighian, M. N. Ed., 1989, Electromagnetic Methods, Theory and Practice vol.1, ociety of Eploration Geophysicist.

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D

STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI 2-D STUDI EFEK STATIK PADA DATA MAGNETOTELLURIK (MT) MENGGUNAKAN PEMODELAN INVERSI -D Hendra Grandis Kelompok Keilmuan Geofisika Terapan Fakultas Teknik Pertambangan dan Perminyakan ITB Jalan Ganesha 10 Bandung

Lebih terperinci

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT

METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT METODE ELEMEN BATAS UNTUK MASALAH TRANSPORT Agusman Sahari. 1 1 Jurusan Matematika FMIPA UNTAD Kampus Bumi Tadulako Tondo Palu Abstrak Dalam paper ini mendeskripsikan tentang solusi masalah transport polutan

Lebih terperinci

Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method)

Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method) Distribusi Medan Akustik dalam Domain Interior dengan Metode Elemen Batas (Boundary Element Method) Tetti Novalina Manik dan Nurma Sari Abstrak: Dalam analisis akustik, kasus yang paling umum adalah menentukan

Lebih terperinci

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS

SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS SOLUSI NUMERIK PERSAMAAN LAPLACE DAN HELMHOLTZ DENGAN MENGGUNAKAN METODE ELEMEN BATAS NUMERICAL SOLUTION OF LAPLACE AND HELMHOLTZ EQUATION BY BOUNDARY ELEMENT METHOD Cicilia Tiranda Dr. Jeffry Kusuma Dr.

Lebih terperinci

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga

Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (2015) 2337-3520 (2301-928X Print) A-13 Simulasi Perpindahan Panas pada Lapisan Tengah Pelat Menggunakan Metode Elemen Hingga Vimala Rachmawati dan Kamiran Jurusan

Lebih terperinci

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK

MODUL METODE MAGNETOTELLURIK MODUL METODE MAGNETOTELLURIK Asnin Nur Salamah, Rizandi Gemal Parnadi, Heldi Alfiadi, Zamzam Multazam, Mukhlis Ahmad Zaelani, Nanda Tumangger, Surya Wiranto Jati, Andromeda Shidiq 10210045, 10210001, 10210004,

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Daftar Isi 1 Pendahuluan 1 2 Masalah nilai batas 1 3 Persamaan integral batas 2 4 Hasil

Lebih terperinci

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING

INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING Inversi 1-D... INVERSI 1-D PADA DATA MAGNETOTELLURIK DI LAPANGAN X MENGGUNAKAN METODE OCCAM DAN SIMULATED ANNEALING R. Aldi Kurnia Wijaya 1), Ayi Syaeful Bahri 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2)

Lebih terperinci

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK

PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK IMPLEMENTASI METODE DEKOMPOSISI GROOM-BAILEY PADA TENSOR IMPEDANSI MAGNETOTELLURIK TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar sarjana di Program Studi Fisika, Institut Teknologi

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method)

Solusi Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson. (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Prosiding Seminar Nasional Matematika, Universitas Jember, 19 November 2014 320 Persamaan Laplace Menggunakan Metode Crank-Nicholson (The Solution of Laplace Equation Using Crank-Nicholson Method) Titis

Lebih terperinci

PERHITUNGAN PARAMETER GELOMBANG SUARA UNTUK SUMBER BERBENTUK SEMBARANG MENGGUNAKAN METODA ELEMEN BATAS DENGAN PROGRAM MATLAB ABSTRAK

PERHITUNGAN PARAMETER GELOMBANG SUARA UNTUK SUMBER BERBENTUK SEMBARANG MENGGUNAKAN METODA ELEMEN BATAS DENGAN PROGRAM MATLAB ABSTRAK PERHITUNGAN PARAMETER GELOMBANG SUARA UNTUK SUMBER BERBENTUK SEMBARANG MENGGUNAKAN METODA ELEMEN BATAS DENGAN PROGRAM MATLAB Garry Paulin Setiawan Email : garrypsetiawan@yahoo.com Jurusan Teknik Elektro,

Lebih terperinci

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis

INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis INVERSI GEOFISIKA (geophysical inversion) Dr. Hendra Grandis Teknik Geofisika FTTM - ITB Tujuan kuliah Memberikan landasan teori dan konsep pemodelan inversi geofisika (linier dan non- linier) serta penerapannya

Lebih terperinci

Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas

Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas Identifikasi Parameter Akustik Permukaan Sumber dengan Metode Elemen Batas Tetti Novalina Manik dan Simon Sadok Siregar Abstrak: Penentuan medan suara yang terjadi akibat radiasi sumber atau akibat hamburan

Lebih terperinci

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1 By : Suthami A MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK 1??? MATEMATIKA TEKNIK Matematika sebagai ilmu dasar yang digunakan sebagai alat pemecahan masalah di bidang keteknikan

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE

PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE PENERAPAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK SOLUSI PERSAMAAN STURM-LIOUVILLE Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jln. K.H. Syahdan No. 9, Palmerah,

Lebih terperinci

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR

BAB V PERAMBATAN GELOMBANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR A V PERAMATAN GELOMANG OPTIK PADA MEDIUM NONLINIER KERR 5.. Pendahuluan erkas (beam) optik yang merambat pada medium linier mempunyai kecenderungan untuk menyebar karena adanya efek difraksi; lihat Gambar

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. pegunungan dengan lintasan 1 (Line 1) terdiri dari 8 titik MT yang pengukurannya BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5. 1. Pengolahan Data 1 Dimensi Dalam penelitian ini dilakukan pengolahan data terhadap 21 titik pengamatan yang tersebar pada tiga lintasan, yaitu Lintasan 1, Lintasan 2 dan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT)

BAB III METODE PENELITIAN. A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) BAB III METODE PENELITIAN A. Koordinat Titik Pengukuran Audio Magnetotellurik (AMT) Pengukuran audio magnetotellurik (AMT) dilakukan pada 13 titik yang berarah dari timur ke barat. Titik pengukuran pertama

Lebih terperinci

PEMODELAN KEDEPAN GEOLISTRIK RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA (KASUS 2D: MODEL LAPISAN YANG HOMOGEN)

PEMODELAN KEDEPAN GEOLISTRIK RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA (KASUS 2D: MODEL LAPISAN YANG HOMOGEN) DOI: doi.org/1.219/352414 PEMODELAN KEDEPAN GEOLISTRIK RESISTIVITAS MENGGUNAKAN METODE BEDA HINGGA (KASUS 2D: MODEL LAPISAN YANG HOMOGEN) Fitria Dwi Andriani a), Elza Anisa Suwandi b), Hafshah Suria Dhani,

Lebih terperinci

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK

STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK STUDI STRUKTUR BAWAH PEMUKAAN PADA ZONA SESAR DENGAN METODE MAGNETOTELLURIK Muhammad Syukri Laboratorium Geofisika, Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Syiah Kuala m.syukri@gmail.com ABSTRAK Struktur bawah

Lebih terperinci

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP)

GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) Revisi ke: Tanggal: GARIS BESAR PROGRAM PEMBELAJARAN (GBPP) SPMI-UNDIP/GBPP/xx.xx.xx/xxx Disetujui oleh Dekan Fak Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215/4 sks Deskripsi singkat : Mata

Lebih terperinci

PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MODUS TE DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN APLIKASINYA PADA BEBERAPA MODEL BUMI

PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MODUS TE DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN APLIKASINYA PADA BEBERAPA MODEL BUMI PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MODUS TE DENGAN METODE ELEMEN HINGGA DAN APLIKASINYA PADA BEBERAPA MODEL BUMI SKRIPSI Oleh Tasliatul Mukaromah NIM 091810201023 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan algoritma rekursif

Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan algoritma rekursif Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan, dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 2009 Skrip GNU Octave sederhana untuk menghitung respon Magnetotellurik dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat dikembangkan melalui pemodelan matematika. Sehingga dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umum Perpindahan panas adalah perpindahan energi yang terjadi pada benda atau material yang bersuhu tinggi ke benda atau material yang bersuhu rendah, hingga tercapainya kesetimbangan

Lebih terperinci

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS

TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS Tinjauan kasus persamaan... (Agus Supratama) 67 TINJAUAN KASUS PERSAMAAN GELOMBANG DIMENSI SATU DENGAN BERBAGAI NILAI AWAL DAN SYARAT BATAS ANALITICALLY REVIEW WAVE EQUATIONS IN ONE-DIMENSIONAL WITH VARIOUS

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT

PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Teknikom : Vol. No. (27) E-ISSN : 2598-2958 PENYELESAIAN PERSAMAAN POISSON 2D DENGAN MENGGUNAKAN METODE GAUSS-SEIDEL DAN CONJUGATE GRADIENT Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya Utama,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient

Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Teknikom : Vol. No. (27) ISSN : 2598-2958 (online) Penyelesaian Persamaan Poisson 2D dengan Menggunakan Metode Gauss-Seidel dan Conjugate Gradient Dewi Erla Mahmudah, Muhammad Zidny Naf an 2 STMIK Widya

Lebih terperinci

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2)

FUNGSI DELTA DIRAC. Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi 2) INTEGRAL, Vol. 1 No. 1, Maret 5 FUNGSI DELTA DIRAC Marwan Wirianto 1) dan Wono Setya Budhi ) 1) Jurusan Matematika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Katolik Parahyangan, Bandung

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR.

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR. DAFTAR TABEL. DAFTAR GAMBAR. ABSTRAK Masalah dalam akustik dapat berupa masalah langsung (direct) maupun tidak langsung (invers). Dikatakan masalah direct apabila tekanan akustik pada sembarang titik di medan akustik (untuk masalah

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH

PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH PROPOSAL TUGAS AKHIR PENGARUH JUMLAH SUKU FOURIER PADA PENDEKATAN POLAR UNTUK SISTEM GEOMETRI KARTESIAN OLEH : IRMA ISLAMIYAH 1105 100 056 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT

Lebih terperinci

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS

Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Mata Kuliah : ELEKTROMAGNETIKA I Kode Kuliah : FEG2C3 Semester : Genap 2014/2015 Kredit : 3 SKS Minggu Pokok 1 Analisis Vektor dan Sistem Koordinat a. Konsep vektor : - definisi dan arti, notasi/simbol

Lebih terperinci

APLIKASI PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK INVESTIGASI STRUKTUR PATAHAN SKRIPSI. oleh DITA PUSPITA NIM

APLIKASI PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK INVESTIGASI STRUKTUR PATAHAN SKRIPSI. oleh DITA PUSPITA NIM APLIKASI PEMODELAN MAGNETOTELURIK 2D MENGGUNAKAN METODE ELEMEN HINGGA UNTUK INVESTIGASI STRUKTUR PATAHAN SKRIPSI oleh DITA PUSPITA NIM 091810201009 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG

SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG Jurnal LOG!K@, Jilid 6, No. 1, 2016, Hal. 11-22 ISSN 1978 8568 SOLUSI ANALITIK MASALAH KONDUKSI PANAS PADA TABUNG Afo Rakaiwa dan Suma inna Program Studi Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran

Gambar 3.1 Lintasan Pengukuran BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode deskriptif analitik yaitu metode mengumpulkan data tanpa melakukan akuisisi data secara langsung

Lebih terperinci

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON Viska Noviantri Mathematics & Statistics Department, School of Computer Science, Binus University Jl. K.H. Syahdan No. 9,

Lebih terperinci

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF

Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik di lapangan panas bumi GYF Youngster Physics Journal ISSN: 2302-7371 Vol. 6, No. 2, April 2017, Hal. 115-122 Identifikasi geological strike dan dimensionalitas berdasarkan analisis phase tensor untuk pemodelan 2D magnetotelurik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Hal ini karena, matematika banyak diterapkan

Lebih terperinci

Inversi Data Magnetotellurik 1-D Menggunakan Metoda Simulated Annealing

Inversi Data Magnetotellurik 1-D Menggunakan Metoda Simulated Annealing Kontribusi Fisika Indonesia Vol. 2 o. 2, April 2 Inversi Data Magnetotellurik -D Menggunakan Metoda Simulated Annealing Akhmad Syaripudin dan Hendra Grandis Program Studi Geofisika, Departemen Geofisika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari banyak permasalahan yang muncul di lingkungan sekitar. Hal tersebut yang memicu kreatifitas berpikir manusia untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial Ikhsan Maulidi Jurusan Matematika,Universitas Syiah Kuala, ikhsanmaulidi@rocketmail.com Abstract Artikel ini membahas tentang salah satu

Lebih terperinci

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN GEOMETRI ANOMALI MENGGUNAKAN MT 2D MODUS TM

PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN GEOMETRI ANOMALI MENGGUNAKAN MT 2D MODUS TM PEMODELAN STRUKTUR BAWAH PERMUKAAN BUMI DENGAN VARIASI KEDALAMAN DAN GEOMETRI ANOMALI MENGGUNAKAN MT 2D MODUS TM SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson

Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Jurnal Penelitian Sains Volume 13 Nomer 2(B) 13204 Menentukan Distribusi Temperatur dengan Menggunakan Metode Crank Nicholson Siti Sailah Jurusan Fisika FMIPA, Universitas Sriwijaya, Sumatera Selatan,

Lebih terperinci

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi

Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi JURNAL FOURIER Oktober 2013, Vol. 2, No. 2, 113-123 ISSN 2252-763X Aplikasi Persamaan Bessel Orde Nol Pada Persamaan Panas Dua dimensi Annisa Eki Mulyati dan Sugiyanto Program Studi Matematika Fakultas

Lebih terperinci

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER

SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER SOLUSI ANALITIK DAN SOLUSI NUMERIK KONDUKSI PANAS PADA ARAH RADIAL DARI PEMBANGKIT ENERGI BERBENTUK SILINDER ABSTRAK Telah dilakukan perhitungan secara analitik dan numerik dengan pendekatan finite difference

Lebih terperinci

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAPH DAN SIMULASINYA. Abstract

FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAPH DAN SIMULASINYA. Abstract FOURIER April 2013, Vol. 2, No. 1, 42 53 PENYELESAIAN PERSAMAAN TELEGRAPH DAN SIMULASINYA Agus Miftakus Surur 1, Yudi Ari Adi 2, Sugiyanto 3 1, 3 Matematika, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Kalijaga

Lebih terperinci

Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014

Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014 AMT FC 2014 Sponsored by : Presentasi Tengah Sesi FC 2014,Gedongsongo 14 Juni 2014 1. Astya Brilliana 2. Adytia Laksamana Putra 3. Dwi Noviyanto 4. Dwiky Perdana Susanto 5. Mochammad Husni Rizal 6. Setyarini

Lebih terperinci

Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia. PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia

Exploration Geophysics Laboratory, Departement of Physics, The University of Indonesia. PT. NewQuest Geotechnology, Indonesia Study of Static Shift Correction for Magnetotelluric (MT) Data using Averaging and CoKriging Methods upon 3-Dimensional Forward Model of Geothermal Field Diajeng Liati 1, Agus Sulistyo 2, Wambra Aswo Nuqramadha

Lebih terperinci

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis)

Metode Geolistrik (Tahanan Jenis) Metode Geolistrik (Tahanan Jenis) Kata kunci : Pemodelan Inversi, Resistivitas, Tahanan Jenis. Metode geolistrik merupakan metode geofisika yang mempelajari sifat kelistrikan di bawah permukaan Bumi untuk

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUAT MEDAN MAGNET SEBAGAI FUNGSI JUMLAH LILITAN PADA KUMPARAN HELMHOLTZ

PERUBAHAN KUAT MEDAN MAGNET SEBAGAI FUNGSI JUMLAH LILITAN PADA KUMPARAN HELMHOLTZ Jurnal Komunikasi Fisika Indonesia (KFI) Jurusan Fisika FMIPA Univ. Riau Pekanbaru. Edisi April 2016. ISSN.1412-2960 PERUBAHAN KUAT MEDAN MAGNET SEBAGAI FUNGSI JUMLAH LILITAN PADA KUMPARAN HELMHOLTZ Salomo,

Lebih terperinci

ISSN (Media Cetak) ISSN (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab

ISSN (Media Cetak) ISSN (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab JITEKH, Vol, No, Tahun 27, -5 ISSN 28-577(Media Cetak) ISSN 2549-4 (Media Online) Implementasi Metode Eliminasi Gauss Pada Rangkaian Listrik Menggunakan Matlab Silmi, Rina Anugrahwaty 2 Staff Pengajar

Lebih terperinci

METODA ELEMEN BATAS UNTUK ANALISIS PROBLEM MEDIUM INFINITE DAN SEMI-INFINITE ELASTIS DUA DIMENSI. Thesis

METODA ELEMEN BATAS UNTUK ANALISIS PROBLEM MEDIUM INFINITE DAN SEMI-INFINITE ELASTIS DUA DIMENSI. Thesis METODA ELEMEN BATAS UNTUK ANALISIS PROBLEM MEDIUM INFINITE DAN SEMI-INFINITE ELASTIS DUA DIMENSI Thesis Sebagai Syarat untuk Menempuh Ujian Pasca Sarjana Strata Dua Geoteknik Jurusan Teknik Sipil Institut

Lebih terperinci

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE

PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE PENGOLAHAN DATA MANUAL DAN SOFTWARE GEOLISTRIK INDUKSI POLARISASI DENGAN MENGGUNAKAN KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE Try Fanny Poerna Maulana 115.140.058 Program Studi Teknik Geofisika, Universitas Pembangunan

Lebih terperinci

METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK ABSTRACT

METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK ABSTRACT METODE BERTIPE NEWTON UNTUK AKAR GANDA DENGAN KONVERGENSI KUBIK Risvi Ayu Imtihana 1, Asmara Karma 1 Mahasiswa Program Studi S1 Matematika Dosen Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit

Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit Vol. 13, No. 1, 39-45, Juli 2016 Solusi Persamaan Helmholtz untuk Material Komposit Jeffry Kusuma Abstrak Propagasi gelombang pada material homogen telah banyak dibahas dan didiskusikan oleh banyak ahli.

Lebih terperinci

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA

BAB III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA A III PEMODELAN DENGAN METODE VOLUME HINGGA 3.1 Teori Dasar Metode Volume Hingga Computational fluid dnamic atau CFD merupakan ilmu ang mempelajari tentang analisa aliran fluida, perpindahan panas dan

Lebih terperinci

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara

Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Survei Magnetotellurik (MT) dan Time Domain Electro Magnetic (TDEM) Daerah Panas Bumi Dua Saudara, Provinsi Sulawesi Utara Ahmad Zarkasyi, Yadi Supriyadi, Sri Widodo Pusat Sumber Daya Geoogi, Badan Geologi,

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MODEL DISTRIBUSI SUHU BUMI DI SEKITAR SUMUR PANAS BUMI DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H.

PENYELESAIAN MODEL DISTRIBUSI SUHU BUMI DI SEKITAR SUMUR PANAS BUMI DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU. Jl. Prof. H. Soedarto, S.H. PENYELESAIAN MODEL DISTRIBUSI SUHU BUMI DI SEKITAR SUMUR PANAS BUMI DENGAN METODE KOEFISIEN TAK TENTU Lutfiyatun Niswah 1, Widowati 2, Djuwandi 3 1,2,3 Jurusan Matematika FSM Universitas Diponegoro Jl.

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah

Bab 1. Pendahuluan. 1.1 Latar Belakang Masalah Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Gelombang air laut merupakan salah satu fenomena alam yang terjadi akibat adanya perbedaan tekanan. Panjang gelombang air laut dapat mencapai ratusan meter

Lebih terperinci

GEOFISIKA GEOFISIKA

GEOFISIKA GEOFISIKA Tujuan GEOFISIKA Memperkenalkan GEOFISIKA sebagai salah satu elemen / aspek dalam Ilmu Kebumian, dan perannya dalam dalam Teknologi Sumber Daya Bumi pemahaman fenomena alam mitigasi bencana kebumian Dr.

Lebih terperinci

Inversi Resistivitas 3-D Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Adjoint State

Inversi Resistivitas 3-D Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Adjoint State Inversi Resistivitas 3-D Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Adjoint State M.Februarianto(a), A. D. Garnadi (a) *, M. N. Indro (b), M.T. Julianto(a), S. Nurdiati(a) (a) Dept. Matematika, FMIPA, Institut

Lebih terperinci

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Perambatan Gelombang Moh. Ivan Azis September 13, 2011 Abstrak Metode Elemen Batas untuk masalah perambatan gelombang akustik (harmonis) berhasil diturunkan pada tulisan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi panas bumi di sekitar daerah Tegal dengan menggunakan metode deskriptif analitik. Data sekunder yang

Lebih terperinci

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV

PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Buletin Ilmiah Mat. Stat. dan Terapannya (Bimaster) Volume 04, No. 3 (2015), hal 415-422 PENYELESAIAN MASALAH NILAI EIGEN UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL STURM-LIOUVILLE DENGAN METODE NUMEROV Iyut Riani, Nilamsari

Lebih terperinci

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH

SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH SURVEI GEOFISIKA TERPADU AUDIO MAGNETOTELIK DAN GAYA BERAT DAERAH PANAS BUMI KALOY KABUPATEN ACEH TAMIANG, PROVINSI ACEH Oleh: Asep Sugianto, Yadi Supriyadi, dan Sri Widodo Kelompok Penyelidikan Panas

Lebih terperinci

BAB-4. METODE PENELITIAN

BAB-4. METODE PENELITIAN BAB-4. METODE PENELITIAN 4.1. Bahan Penelitian Untuk keperluan kalibrasi dan verifikasi model numerik yang dibuat, dibutuhkan data-data tentang pola penyebaran polutan dalam air. Ada beberapa peneliti

Lebih terperinci

SIMULASI PERHITUNGAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG DENGAN METODA EIKONAL : SUATU CONTOH APLIKASI DALAM ESTIMASI KETELITIAN HIPOSENTER GEMPA

SIMULASI PERHITUNGAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG DENGAN METODA EIKONAL : SUATU CONTOH APLIKASI DALAM ESTIMASI KETELITIAN HIPOSENTER GEMPA SIMULASI PERHITUNGAN WAKTU TEMPUH GELOMBANG DENGAN METODA EIKONAL : SUATU CONTOH APLIKASI DALAM ESTIMASI KETELITIAN HIPOSENTER GEMPA Yasa SUPARMAN dkk Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan

Lebih terperinci

Antiremed Kelas 12 Fisika

Antiremed Kelas 12 Fisika Antiremed Kelas 12 Fisika Persiapan UAS Doc. Name: K13AR12FIS01UAS Version: 2015-11 halaman 1 01. Seorang pendengar A berada di antara suatu sumber bunyi S yang menghasilkan bunyi berfrekuensi f dan tembok

Lebih terperinci

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA Tujuan Pembelajaran Umum: 1 Mahasiswa mampu memahami konsep dasar persamaan diferensial 2 Mahasiswa mampu menggunakan konsep dasar persamaan diferensial untuk menyelesaikan

Lebih terperinci

APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR

APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR APLIKASI FUNGSI GREEN MENGGUNAKAN ALGORITMA MONTE CARLO DALAM PERSAMAAN DIFERENSIAL SEMILINEAR SKRIPSI Oleh TILSA ARYENI 110803058 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB)

Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Kuliah 07 Persamaan Diferensial Ordinari Problem Kondisi Batas (PDOPKB) Persamaan diferensial satu variabel bebas (ordinari) orde dua disebut juga sebagai Problem Kondisi Batas. Hal ini disebabkan persamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang sudah lama dipelajari dan berkembang pesat. Perkembangan ilmu matematika tidak terlepas dari perkembangan

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP)

SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) SATUAN ACARA PEMBELAJARAN (SAP) Disetujui oleh Revisi ke:. Tanggal:. SPMI-UNDIP/SAP/xx.xx.xx/xxx Dekan Fak. Mata Kuliah : Fisika Matematika II Kode/ Bobot : PAF 215 /4 sks Pertemuan ke : 1 A. Kompetensi

Lebih terperinci

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS

SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS SKEMA NUMERIK UNTUK MENYELESAIKAN PERSAMAAN BURGERS MENGGUNAKAN METODE CUBIC B-SPLINE QUASI- INTERPOLANT DAN MULTI-NODE HIGHER ORDER EXPANSIONS Nafanisya Mulia 1, Yudhi Purwananto 2, Rully Soelaiman 3

Lebih terperinci

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK

JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK JAWABAN ANALITIK SEBAGAI VALIDASI JAWABAN NUMERIK PADA MATA KULIAH FISIKA KOMPUTASI ABSTRAK Kasus-kasus fisika yang diangkat pada mata kuliah Fisika Komputasi akan dijawab secara numerik. Validasi jawaban

Lebih terperinci

Prosiding Matematika ISSN:

Prosiding Matematika ISSN: Prosiding Matematika ISSN: 2460-6464 Solusi Numerik Distribusi Tekanan dengan Persamaan Difusi Dua Dimensi pada Reservoir Panas Bumi Fasa Air Menggunakan Skema Crank-Nicholson Numerical Solution for Pressure

Lebih terperinci

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi

Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 1, No. 1, (Sept. 2012) ISSN: 2301-928X B-15 Analisa Resistivitas Batuan dengan Menggunakan Parameter Dar Zarrouk dan Konsep Anisotropi Fransiskha W. Prameswari, A. Syaeful

Lebih terperinci

ABSTRAK. PDF created with pdffactory Pro trial version

ABSTRAK. PDF created with pdffactory Pro trial version ABSTRAK Masalah dalam akustik dapat berupa masalah direct maupun inverse. Dikatakan masalah inverse bila tekanan akustik atau potensial kecepatan pada permukaan benda dapat diketahui dengan mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Matematika merupakan suatu ilmu pengetahuan yang sering disebut sebagai induk dari ilmu-ilmu pengetahuan yang lain. Di antara beberapa disiplin ilmu, fisika

Lebih terperinci

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI

EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI JURNAL MATEMATIKA DAN KOMPUTER EFEK DISKRITASI METODE GALERKIN SEMI DISKRET TERHADAP AKURASI DARI SOLUSI MODEL RAMBATAN PANAS TANPA SUKU KONVEKSI Kushartantya dan Awalina Kurniastuti Jurusan Matematika

Lebih terperinci

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK

APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APLIKASI METODE CELLULAR AUTOMATA UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEMPERATUR KONDISI TUNAK APPLICATION OF CELLULAR AUTOMATA METHOD TO DETERMINATION OF STEADY STATE TEMPERATURE DISTRIBUTION Apriansyah 1* 1*

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)

Gambar 3.1 Lokasi lintasan pengukuran Sumber: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini dibahas mengenai proses pengolahan data apparent resistivity dan apparent chargeability dengan menggunakan perangkat lunak Res2dInv dan Rockwork 15 sehingga

Lebih terperinci

BAB IV PEMODELAN 4.1 Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang

BAB IV PEMODELAN 4.1 Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang BAB IV PEMODELAN 4.1 Skema Pemodelan ke Depan dan Pemodelan ke Belakang Pada bab ini akan dilakukan uji coba terhadap perangkat lunak yang digunakan untuk pemodelan ke depan dan pemodelan ke belakang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Dalam kehidupan, polusi yang ada di sungai disebabkan oleh limbah dari pabrikpabrik dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Komputasi 2.1.1. Metode Analitik dan metode Numerik Persoalan yang melibatkan model matematika sering kali muncul dalam berbagai ilmu pengetahuan, seperti dalam bidang fisika,

Lebih terperinci

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA

DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Matakuliah: Fisika Matematika DERET FOURIER DAN APLIKASINYA DALAM FISIKA Di S U S U N Oleh : Kelompok VI DEWI RATNA PERTIWI SITEPU (8176175004) RIFKA ANNISA GIRSANG (8176175014) PENDIDIKAN FISIKA REGULER

Lebih terperinci

Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment

Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment Jurnal Natural Vol. 13, No. 2 September 2013 Dimensionality Analysis of Magnetotelluric Data Crossing the Sumatran Fault System at Aceh Segment Khumaidi, Fadhli, Nazli Ismail Jurusan Fisika, FMIPA, Universitas

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda BAB II KAJIAN TEORI Pada bab ini akan dibahas tentang beberapa teori dasar yang digunakan sebagai landasan pembahasan pada bab III. Beberapa teori dasar yang dibahas, diantaranya teori umum tentang persamaan

Lebih terperinci

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan

SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK Rico D.P. Siahaan, Santo, Vito A. Putra, M. F. Yusuf, Irwan A Dharmawan ABSTRAK SIMULASI ALIRAN PANAS PADA SILINDER YANG BERGERAK. Aliran panas pada pelat

Lebih terperinci

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2)

Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) Solusi Penyelesaian Persamaan Laplace dengan Menggunakan Metode Random Walk Gapar 1), Yudha Arman 1), Apriansyah 2) 1) Program Studi Fisika Jurusan Fisika Universitas Tanjungpura 2)Program Studi Ilmu Kelautan

Lebih terperinci

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral

Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Jurnal Ilmiah Teknologi dan Informasia ASIA (JITIKA) Vol.10, No.2, Agustus 2016 ISSN: 0852-730X Perbandingan Skema Numerik Metode Finite Difference dan Spectral Lukman Hakim 1, Azwar Riza Habibi 2 STMIK

Lebih terperinci

PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS BALIK (BACKWARD HEAT EQUATION) Oleh: RICHA AGUSTININGSIH

PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS BALIK (BACKWARD HEAT EQUATION) Oleh: RICHA AGUSTININGSIH TUGAS AKHIR PENYELESAIAN PERSAMAAN PANAS BALIK (BACKWARD HEAT EQUATION) Oleh: RICHA AGUSTININGSIH 1204100019 JURUSAN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH

Lebih terperinci

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB

KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB KOMPUTASI NUMERIK GERAK PROYEKTIL DUA DIMENSI MEMPERHITUNGKAN GAYA HAMBATAN UDARA DENGAN METODE RUNGE-KUTTA4 DAN DIVISUALISASIKAN DI GUI MATLAB Tatik Juwariyah Fakultas Teknik Universitas Pembangunan Nasional

Lebih terperinci

ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK

ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK Analisis Inversi 2D ANALISIS INVERSI 2D METODE OCCAM UNTUK MEMODELKAN RESISTIVITAS BAWAH PERMUKAAN DATA MAGNETOTELLURIK Satrio Budiraharjo 1), Widya Utama 1), Dwa Desa Warnana 1), Arif Darmawan 2) 1 Teknik

Lebih terperinci

PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH

PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH PEMODELAN PEREMBESAN AIR DALAM TANAH Muhammad Hamzah, S. 1,3, Djoko, S. 1, Wahyudi, W.P. 1, Budi, S. 2 1. Department Geophysics Engineering ITB 2. Department Mining Engineering ITB 3. Physics Department,

Lebih terperinci

OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON

OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON OPTIMASI PENGGUNAAN AIR CONDITIONER (AC) PADA SUATU RUANGAN DENGAN METODE ELEMEN HINGGA SKRIPSI LAMTIUR SIMBOLON 130803065 DEPARTEMEN MATEMATIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air merupakan kebutuhan penting bagi pertumbuhan tanaman. Namun, pada saat musim kemarau tiba atau di daerah dengan intensitas hujan rendah, ketersediaan air

Lebih terperinci

SIMULASI DAN EKSPERIMENTASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK JATUH MIRING PADA BIDANG BATAS

SIMULASI DAN EKSPERIMENTASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK JATUH MIRING PADA BIDANG BATAS SIMULASI DAN EKSPERIMENTASI GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK JATUH MIRING PADA BIDANG BATAS Danang Mirawanto¹, Heroe Wijanto², Mamat Rokhmat ³ ¹Teknik Telekomunikasi,, Universitas Telkom Abstrak Pada tugas akhir

Lebih terperinci

ANALISIS DISTRIBUSI SUHU PADA PELAT DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN METODA BEDA HINGGA

ANALISIS DISTRIBUSI SUHU PADA PELAT DUA DIMENSI DENGAN MENGGUNAKAN METODA BEDA HINGGA Jurnal Penelitian Fisika dan Aplikasinya (JPFA) Vol No., esember 0 ISSN: 087-9946 ANALISIS ISTRIBUSI SUHU PAA PELAT UA IMENSI ENGAN MENGGUNAKAN METOA BEA HINGGA Supardiyono Jurusan Fisika FMIPA UNESA Kampus

Lebih terperinci