Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal 1

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal 1"

Transkripsi

1 1

2 2

3 KATA PENGANTAR Perencanaan program dan kegiatan pembangunan perkebunan pada periode sesuai arahan umum RPJMN difokuskan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas, oleh karena itu kebijakan program dan kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan kedepan harus juga diarahkan dalam hal pemanfaatan SDA yang efektif dan efisien dengan tujuan untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing komoditi perkebunan serta diiringi oleh peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM perkebunan. Kaitan dengan hal tersebut, Direktorat Jenderal Perkebunan menekankan bahwa pola perencanaan pembangunan perkebunan berdasarkan prinsip sinergi antara pola top down policy dan bottom up planning. Dengan pola ini sangat diharapkan bahwa kegiatan yang dilakukan benar-benar sesuai dengan tujuan nasional, potensi, kebutuhan dan kesiapan daerah sebagai pelaksananya. Pada kenyataannya, pola bottom up planning yang selama ini di adopsi memiliki banyak kelemahan terutama dalam hal proses pengajuan kegiatan dari daerah (SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota) yang dilakukan melalui mekanisme manual proposal. Pada dasarnya, manual proposal yang selama ini diterapkan memiliki beberapa kelemahan diantaranya bersifat keproyekan, hanya berisi daftar keinginan (shopping list), tidak efisien karena menghabiskan banyak kertas, mudah rusak karena penyimpanan, kurang tersedianya data dan informasi tentang potensi keunggulan daerah dan terbatasnya peran pemerintah Pusat dalam menganalisis kelayakan kegiatan yang diusulkan. Untuk mengatasi kelemahan tersebut, mekanisme pengajuan usulan kegiatan dilaksanakan dalam kerangka pelaksanaan reformasi birokrasi i

4 yaitu mewajibkan K/L membangun dan mengembangkan sistem elektronik pemerintah (e-goverment) dengan rencana aksi antara lain pelaksanaan e-office, e-planning, e-budgetting, e-procurement, e-performance dan e-audit. Implementasi pelaksanaan e-planning dalam rangka mengefektifkan dan mengefisienkan pengajuan usulan kegiatan dari daerah adalah dalam bentuk e-proposal (elektronik proposal). Direktorat Jenderal Perkebunan merasa memiliki kepentingan dan kewajiban di dalam membangun dan mengembangkan sistem aplikasi e-proposal tersebut karena pada hakikatnya eksistensi dan kesuksesan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan tidak terjadi dengan sendirinya atau tidak ditentukan secara general oleh Pusat, namun lahir dari dinamika proses berbagai aspek pelaksanaan kegiatan di daerah. Untuk menjembatani pemerintah Pusat dan Daerah dalam hal perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan maka di susunlah Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan melalui e-proposal. Pedoman ini berfungsi sebagai salah satu alat/instrumen untuk kelancaran penyusunan kegiatan pembangunan perkebunan. Pedoman ini berupaya mendorong para pengusul kegiatan di daerah untuk memanfaatkan sebanyak mungkin potensi lokal masing-masing daerah dalam ruang lingkup pengembangan kawasan/cluster berbasis komoditas perkebunan. Selain itu, pedoman ini memberikan masukan kepada daerah untuk membangun keunggulan kompetitif berdasar pada keunggulan komparatif dari produk unggulan daerah serta berkontribusi dalam mempercepat pembangunan perkebunan dalam meningkatkan daya saing komoditi perkebunan dan meningkatkan kesejahteraan petani/ pekebun. Buku pedoman ini disusun dan diterbitkan untuk memberikan panduan kepada SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang menangani fungsi perkebunan dalam mengajukan rencana kegiatan pembangunan perkebunan untuk mendapatkan pendanaan APBN. Dengan terbitnya Buku Pedoman ini diharapkan SKPD Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan ii

5 dapat menyusun dan mengajukan proposal yang sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan serta sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan perkebunan di daerah sehingga akan tercapai peningkatan kualitas dan sinergitas perencanaan di tingkat Pusat dan Daerah serta diharapkan dapat mencapai tujuan kegiatan dengan lebih baik. Akhir kata, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang terlibat untuk memberikan masukan dan berpartisipasi aktif dalam penyusunan pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal. Kami juga sangat mengharapkan saran perbaikan yang bersifat membangun untuk penyempurnaan buku pedoman ini dimasa mendatang. Jakarta, Maret 2014 Direktur Jenderal, Ir. Gamal Nasir, MS Nip iii

6 iv

7 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... iv DAFTAR TABEL... vii DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR LAMPIRAN... ix I. PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Sasaran dan Ruang Lingkup Pengertian... 6 II. PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan Program Direktorat Jenderal Perkebunan Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Jenis Kegiatan dan Sub Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan III. MEKANISME PENGAJUAN USULAN KEGIATAN MELALUI e-proposal Prosedur dan Jadwal Pengusulan Kegiatan Persyaratan Pengusul Kegiatan melalui e-proposal v

8 3.3. Gambaran Umum Sistem Aplikasi e-proposal Ketentuan Umum Pengajuan Usulan Kegiatan Melalui e-proposal Muatan e-proposal tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Melalui e-proposal tingkat Provinsi dan Kabupaten/ Kota Bagan Proses Pengajuan Usulan Kegiatan Melalui e-proposal Bagan Proses Pengajuan e-proposal sebagai Admin SKPD Provinsi Bagan Proses Pengajuan e-proposal sebagai Admin SKPD Kabupaten/Kota IV. PENILAIAN KELAYAKAN USULAN KEGIATAN MELALUI e-proposal Proses Penilaian e-proposal tingkat Provinsi Kriteria Penilaian e-proposal tingkat Provinsi Bobot Penilaian e-proposal tingkat Provinsi Bagan Penilaian e-proposal tingkat Provinsi Proses Penilaian e-proposal tingkat Pusat V. PENGORGANISASIAN e-proposal DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN VI. PENUTUP LAMPIRAN vi

9 DAFTAR TABEL Halaman 1. Tahapan Pengusulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal Standarisasi Skor Penilaian dari Masing-Masing Indikator Kriteria Penilaian Proposal Matriks Standarisasi Penilaian Usulan Kegiatan Oleh Direktorat Jenderal Perkebunan vii

10 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skematik Proses Perencanaan Berbasis Sistem Aplikasi e-proposal Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal dari SKPD Provinsi Alur Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal dari SKPD Kabupaten/Kota Mekanisme Verifikasi Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal viii

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Form Database Spesifik Kecamatan Perkebunan Form Database Spesifik Kabupaten/Kota Sub Sektor Perkebunan Form Database Umum Wilayah Provinsi Informasi terkait Narasi e-proposal Data Pendukung Uploading E-Proposal ix

12 x

13 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Reformasi perencanaan dan penganggaran kegiatan pembangunan perkebunan mencakup 3 (tiga) faktor utama yaitu tepat, akuntabel dan transparan. Tepat maksudnya, setiap kegiatan yang dilakukan memiliki kinerja yang terukur dan runut mulai dari indikator, program dan kegiatan yang dilakukan serta tepat dalam pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Kegiatan juga harus dilakukan realistis berdasarkan ketersediaan anggaran, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia. Akuntabel ditentukan berdasarkan kejelasan dari sasaran yang akan dicapai dan penanggungjawabnya sedangkan transparan maksudnya kegiatan dapat diikuti dan dicermati oleh masyarakat. Perencanaan dan penganggaran berbasis kinerja, berjangka menengah serta penganggaran terpadu merupakan perwujudan dari prinsip-prinsip pengelolaan keuangan publik yaitu kerangka kebijakan fiskal, alokasi pada prioritas dan efisiensi dalam pelaksanaan. Reformasi perencanaan dan penganggaran merupakan titik tolak mencapai good governance dalam rangka reformasi birokrasi. Mengacu pada Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan tahun , salah satu strategi khusus untuk mencapai sasaran pembangunan perkebunan melalui reformasi perencanaan dan penganggaran adalah strategi peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Strategi ini merupakan upaya untuk meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan baik melalui penerapan teknologi budidaya yang baik (Good Agricultural Practices/GAP) maupun yang ditetapkan dari strategi pengembangan komoditas perkebunan melalui upaya-upaya memprioritaskan pengembangan komoditas unggulan nasional yang meliputi Karet, Kelapa, Kelapa Sawit, Kopi, Kakao, Teh, Jambu Mete, Cengkeh, Lada, Jarak Pagar, Tebu, Tembakau, Kapas, Nilam 1

14 dan Kemiri Sunan serta mendorong Pemerintah Daerah untuk memfasilitasi pengembangan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya. Kedepan untuk tahun , strategi Direktorat Jenderal Perkebunan diharapkan masih mengakomodir aspek peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan walaupun prioritas komoditinya akan mengalami perubahan dengan melihat kinerja pembangunan perkebunan selama periode tetapi berdasarkan keragaan besarnya potensi dari komoditi sagu dan pala maka kedua komoditi tersebut akan menjadi prioritas pengembangan Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai komoditi spesifik daerah. Berdasarkan pengalaman pelaksanaan pembangunan perkebunan pada tahun-tahun sebelumnya, perencanaan pembangunan perkebunan yang diakomodir melalui proposal kegiatan masih banyak yang belum mengacu pada Rencana Strategis dan masih berupa daftar kebutuhan (shopping list) sehingga memerlukan pembenahan pada tingkat pendalaman maupun responsibilitas terhadap lingkungan strategis baik secara internal maupun eksternal. Hal ini penting diketahui agar produk perencanaan dapat akomodatif terhadap kebutuhan daerah dan aspirasi masyarakat. Selain itu, selama ini proposal kegiatan dari daerah dalam bentuk hardcopy/manual proposal, format dan isi beragam menjadikan seleksi pengajuan kegiatan tidak optimal, pengiriman yang tidak terjadwal, pemberkasan proposal menumpuk di pusat, isi proposal belum mencerminkan kebutuhan, sulit dianalisis, proposal belum dinilai secara kuantitatif dan transparan, persepsi bahwa proposal dijadikan alat untuk mendapat anggaran dan belum menjadi acuan dalam penyusunan anggaran secara kualitatif. Untuk mengatasi hal tersebut, perencanaan pembangunan perkebunan kedepan diperlukan suatu sistem untuk meningkatkan kualitas perencanaan, efisiensi dan efektivitas manajemen perencanaan. Amanat 9 langkah Reformasi Birokrasi salah satunya adalah mewajibkan K/L termasuk Kementerian Pertanian untuk membangun sistem elektronik pemerintah (e-government) yang mencakup e-office, e-procurement, e-planning, e-budgetting, e-performance dan e-audit. Tindak lanjut dari e-planning adalah di dalamnya memuat data dan informasi 2

15 terkait e-proposal, Musrenbang, Renja, RKA-KL, pedoman umum dan lain-lain. Pengembangan e-proposal inilah yang nantinya sebagai unjung tombak pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan berdasarkan mekanisme bottom up planning. Melalui sistem e-proposal, mekanisme pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan diharapkan mampu mengedepankan potensi kawasan dan kemampuan masyarakatnya. Hal ini dapat di implementasikan melalui pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan dengan penetapan lokasi kawasan berbasis komoditas perkebunan sesuai amanat Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 50 tahun 2012 tentang pedoman pengembangan kawasan pertanian. Substansi penting dalam Permentan tersebut adalah perlunya setiap K/L terkait untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian sesuai tupoksinya. Berkaitan dengan hal tersebut bahwa Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai semangat dan tujuan yang sama dalam mengembangkan kawasan pertanian kedepan khususnya pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan sesuai potensi daerah. Dengan penerapan kawasan tersebut diharapkan pelaksanaan kegiatan pembangunan perkebunan akan berjalan efektif, efisien, terfokus, terpadu dan berkelanjutan serta daerah sebagai ujung tombak pelaksanaan pembangunan perkebunan memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif dalam meningkatkan daya saing komoditi perkebunan di pasar nasional dan internasional. Penyusunan pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal merupakan rencana penting didalam mengajukan usulan kegiatan yang bersumber dari dana APBN Direktorat Jenderal Perkebunan karena memiliki 3 alasan yaitu (1) pedoman ini merupakan representasi dari potensi, kemampuan dan kesiapan daerah terhadap rencana program dan kegiatan perkebunan yang akan dijalankan, (2) pedoman ini merupakan representasi dari asumsi daerah terhadap prospek peningkatan dan pengembangan pembangunan perkebunan, dan (3) pedoman ini merupakan tolok ukur dan panduan bagi daerah untuk melaksanakan kegiatan pembangunan 3

16 perkebunan. Dengan pertimbangan tersebut maka Pedoman Perencanaan Pengajuan Usulan Kegiatan Pembangunan Perkebunan Melalui e-proposal diterbitkan sebagai satu kelengkapan materi dalam mengajukan rencana usulan kegiatan pembangunan perkebunan serta sebagai kelengkapan panduan bagi Pusat dan Daerah dalam rangka mendampingi dan mengarahkan kegiatan pembangunan perkebunan di daerah. Pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal pada dasarnya merupakan sarana/alat acuan dalam pelaksanaan kegiatan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah baik Pusat maupun Daerah. Dengan terbitnya Buku Pedoman ini diharapkan SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dapat menyusun dan mengajukan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui mekanisme aplikasi e-proposal yang sejalan dengan ketentuan dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan. Harapan lain adalah SKPD pengusul dapat mengajukan usulan kegiatan yang menjadi prioritas nasional serta sesuai dengan potensi dan kebutuhan pembangunan perkebunan di daerah sehingga akan tercapai peningkatan kualitas dan sinergitas perencanaan di tingkat Pusat dan Daerah untuk mencapai tujuan kegiatan pembangunan perkebunan dengan lebih baik. Secara teknis diharapkan dengan adanya e-proposal, pengusulan kegiatan akan lebih cepat, efektif dan efisien dalam pelayanannya dengan menekankan asas keterbukaan serta mempertimbangkan kemampuan dan kebutuhan pekebun Maksud dan Tujuan Maksud diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah untuk mendorong, memfasilitasi, memberikan kesempatan dan pemahaman bagi SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan agar secara konsisten dan berkelanjutan mampu mengusulkan kegiatan pembangunan perkebunan sesuai potensi, kebutuhan, kemampuan dan kesiapan di Daerah. 4

17 Tujuan diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah : 1. Memberikan acuan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui sistem aplikasi e-proposal bagi SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan dalam menjalankan fungsi perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan. 2. Meningkatkan kualitas perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan di Pusat dan Daerah. 3. Meningkatkan koordinasi, keterpaduan dan sinergisme perencanaan kegiatan pembangunan perkebunan antara pemerintah Pusat dan pemerintah Daerah. 4. Meningkatkan efisiensi, efektivitas, tertib dan transparan serta tanggung jawab dalam penyusunan rencana kegiatan pembangunan perkebunan sehingga memudahkan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pembangunan perkebunan. 5. Memperkuat koordinasi perencanaan satu pintu di Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota. 6. Meningkatnya mutu penyajian proposal kegiatan pembangunan perkebunan sebagai sasaran utama dari penyusunan rencana program dan kegiatan pembangunan perkebunan. 7. Membangun dan mengembangkan database perencanaan terutama terkait potensi daerah dan pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan Sasaran dan Ruang Lingkup Sasaran diterbitkannya pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal adalah : 1. Terwujudnya penyusunan proposal rencana kegiatan pembangunan perkebunan melalui mekanisme situs web/website yang mengacu pada program dan kegiatan 5

18 Direktorat Jenderal Perkebunan sebagai implementasi kebijakan dan strategi pembangunan perkebunan. 2. Terjabarkannya program pembangunan perkebunan di daerah ke dalam kegiatan-kegiatan operasional berdasarkan anggaran kinerja pembangunan perkebunan yang diusulkan daerah melalui mekanisme situs web/website. 3. Terlaksananya koordinasi dan keterpaduan dalam penyusunan rencana dan kegiatan pembangunan perkebunan baik antar pusat dan daerah maupun antar sub sektor. 4. Terlaksananya pengajuan usulan kegiatan melalui sistem e- proposal oleh SKPD Provinsi dan SKPD Kabupaten/Kota yang membidangi perkebunan sesuai dengan arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan. Ruang lingkup pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal antara lain meliputi program dan kegiatan pembangunan perkebunan, mekanisme pengajuan usulan kegiatan melalui e-proposal, penilaian kelayakan usulan kegiatan melalui e-proposal dan pengorganisasian e-proposal Direktorat Jenderal Perkebunan Pengertian Beberapa pengertian dari istilah-istilah yang terdapat pada pedoman perencanaan pengajuan usulan kegiatan pembangunan perkebunan melalui e-proposal yaitu : 1. E-planning adalah situs web (laman) yang dikembangkan Kementerian Pertanian dalam rangka mewujudkan amanat Reformasi Birokrasi. E-planning Kementerian Pertanian memuat berbagai informasi peraturan perundang-undangan terkait perencanaan dan penganggaran, pedoman, juklak/juknis, musrenbangtan, Renja dan RKAKL Kementerian Pertanian, perencanaan kawasan, aplikasi e-proposal dan lainnya. 2. E-proposal adalah aplikasi untuk pengusulan dan penilaian proposal berbasis situs web (online) yang dikembangkan Kementerian Pertanian guna memudahkan mengelola data dan 6

19 informasi proposal secara efektif, efisien, akuntabel dan transparan. 3. Satuan Kerja pada Instansi Pemerintah (Satker) adalah organisasi dalam pemerintah yang dibentuk untuk melaksanakan tugas tertentu di bidang masing-masing atau bertugas melaksanakan satu atau beberapa kegiatan dari satu program. 4. Program/Outcome adalah bentuk instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa unit organisasi dalam satu atau beberapa instansi untuk mencapai tujuan dan sasaran kebijakan serta memperoleh alokasi anggaran. 5. Kegiatan/Output adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau beberapa satuan kerja sebagai bagian pencapaian sasaran terukur pada suatu program dan terdiri dari sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya (manusia, material, dana, teknologi) sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa. 6. Rencana Kerja Pemerintah (RKP) adalah dokumen perencanaan tahunan yang memuat kerangka makro dan program-program pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu 1 (satu) tahun. 7. Rencana Strategis (Renstra) K/L adalah dokumen perencanaan yang bersifat indikatif yang memuat programprogram pembangunan baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat untuk kurun waktu lima tahun. 8. Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (RKA-KL) adalah dokumen perencanaan yang merupakan pedoman tugas bagi pelaksanaan tugas kementerian dan merupakan penjabaran dari RKP dan rencana strategis kementerian yang bersangkutan dalam satu tahun anggaran. 7

20 9. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan pemerintahan negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat, yang masa berlakunya dari tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember tahun berkenaan. 10. Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) atau dokumen lain yang dipersamakan dengan DIPA adalah suatu dokumen pelaksanaan anggaran yang dibuat oleh Menteri/Pimpinan Lembaga atau Satuan Kerja serta disahkan oleh Direktur Jenderal Perbendaharaan atau Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan atas nama Menteri Keuangan dan berfungsi sebagai dokumen pelaksanaan kegiatan. 11. Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) adalah dokumen yang merupakan bagian tak terpisahkan dari DIPA dan RKA-KL yang memuat kegiatan secara rinci dan dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan dalam kurun waktu satu tahun. 12. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada gubernur sebagai wakil Pemerintah dan/atau kepada Instansi Vertikal di wilayah tertentu. 13. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari Pemerintah kepada daerah untuk melaksanakan tugas tertentu dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 14. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan Dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 15. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 16. DAK adalah alokasi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara kepada provinsi/kabupaten/kota tertentu dengan 8

21 tujuan untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan Pemerintahan Daerah dan sesuai dengan prioritas nasional. 17. DAK Bidang Pertanian adalah alokasi dari APBN kepada Provinsi/Kabupaten/Kota tertentu untuk mendanai kegiatan infrastruktur/ prasarana dasar bidang pertanian yang menjadi urusan Pemerintah Daerah dan sesuai dengan Prioritas Nasional. 18. SIKP adalah Sistem Informasi Perencanaan Kawasan Pertanian merupakan laman yang berisi informasi mengenai kawasan pertanian. SIKP memuat data existing kawasan yang memanfaatkan database yang dihimpun dari aplikasi e- proposal sampai pada level kecamatan. 9

22 BAB II PROGRAM DAN KEGIATAN PEMBANGUNAN PERKEBUNAN 2.1. Komoditas Unggulan Nasional Perkebunan Kondisi topografi di indonesia mempunyai strata topografi yang paling lengkap mulai dari dataran tinggi, menengah dan dataran tinggi. Di setiap daerah pada umumnya mempunyai komoditas unggulan yang mempunyai cita rasa khusus di bandingkan dengan komoditas serupa didaerah lainnya sehingga jika komoditas tersebut dikembangkan secara optimal akan mempunyai tingkat produksi dan nilai jual yang cukup tinggi bagi kesejahteraan petani. Dengan begitu strategi pembangunan pertanian ke depan dalam rangka mendukung revitalisasi pertanian ditekankan, diintensifkan dan difokuskan kepada kualitas komoditas unggulan tersebut baik pada penerapan teknologi produksi, teknologi pascapanen, efisiensi biaya produksi sampai dengan pemasaran. Pemberdayaan petani di pedesaan perlu juga dilakukan dengan fokus optimalisasi komoditas unggulan daerah bertujuan terwujudnya sektor pertanian nasional yang tangguh dan mampu bersaing dalam era pasar bebas. Berkaitan dengan hal tersebut, perencanaan pembangunan perkebunan dengan pendekatan komoditas unggulan menekankan motor penggerak pembangunan suatu daerah pada komoditaskomoditas yang dinilai bisa menjadi unggulan baik di tingkat domestik maupun internasional. Penentuan komoditas unggulan merupakan langkah awal menuju pembangunan perkebunan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi perdagangan. Ada beberapa kriteria mengenai penentuan komoditas unggulan nasional perkebunan, diantaranya : 1. Komoditas unggulan perkebunan harus mampu menjadi penggerak utama pembangunan perekonomian yaitu dapat 10

23 memberikan kontribusi yang signifikan baik pada peningkatan produksi, pendapatan maupun pengeluaran. 2. Komoditas unggulan perkebunan mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang yang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas-komoditas lainnya lingkup pertanian. 3. Komoditas unggulan perkebunan mampu bersaing dengan produk sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam harga produk, biaya produksi, kualitas pelayanan maupun aspek-aspek lainnya. 4. Komoditas unggulan perkebunan di suatu daerah memiliki keterkaitan dengan daerah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku. 5. Komoditas unggulan perkebunan mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya. 6. Komoditas unggulan perkebunan bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, mulai dari fase kelahiran, inisiasi, pertumbuhan, puncak hingga penurunan. 7. Komoditas unggulan perkebunan tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal. 8. Pengembangan komoditas unggulan perkebunan berorientasi pada kelestarian sumber daya alam dan lingkungan. Selanjutnya untuk menjadikan suatu daerah dapat dijadikan sentra produksi komoditas unggulan baik dalam konstelasi Kabupaten/Kota, Provinsi, Nasional maupun Regional terdapat beberapa prasyarat diantaranya : 1) Adanya jaminan atau kepastian pasar dan pemasaran komoditas. 2) Adanya sistem penjaminan mutu dari produksi komoditas yang dihasilkan, baik segar maupun olahan. 11

24 3) Ketepatan dalam pemilihan komoditas unggulan dan wilayah pengembangannya. 4) Potensi sumber daya wilayah berupa lahan, agroklimat, tenaga kerja, sarana maupun prasarana sosial dan ekonomi serta kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat. 5) Tingkat ketersediaan dan aplikasi IPTEKS yang mendukung pengembangan agribisnis dan agroindustri. 6) Skala ekonomi usaha tani/koperasi yang secara teknis, ekonomis dan lingkungan bersifat efisien serta mampu menjamin kontinuitas produksi, distribusi dan pemasaran komoditas. 7) Peran aktif petani/pengusaha kecil dan tingkat kemampuan untuk mengakses seluruh potensi sumberdaya (sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, distribusi dan pemasaran, modal dan kelembagaan). 8) Orientasi untuk menciptakan usaha yang memiliki tingkat pemanfaatan sumberdaya secara optimal dengan tingkat keuntungan yang optimal pula dan lestari atau berkelanjutan. 9) Kelembagaan agribisnis spesifik komoditas dan lokasi yang kokoh dalam pengembangan teknologi, permodalan, pemasaran, penyuluhan, pelayanan dan peningkatan mutu serta penanganan lingkungan. 10) Kemitraan yang saling membutuhkan, tergantung, adil, menguntungkan dan meningkatkan daya saing. 11) Faktor pendukung untuk kemudahan dalam pelayanan teknologi, perizinan investasi, perpajakan, permodalan, sarana produksi, distribusi, insentif dan peningkatan mutu produk. 12) Political will dari pemerintah pusat dan daerah yang ditunjukkan dalam bentuk operasionalisasi seluruh gerakan pembangunan agribisnis yang didukung oleh seluruh sektor terkait dalam kondisi clean government dan good governance. 13) Koordinasi dan sinkronisasi yang harmonis antar instansi terkait dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program 12

25 pembangunan agribisnis komoditas unggulan secara keseluruhan. Komoditas unggulan perkebunan dapat juga ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari sisi penawaran komoditas unggulan perkebunan dicirikan oleh superioritas dalam pertumbuhannya pada kondisi biofisik, teknologi dan kondisi sosial ekonomi petani di suatu wilayah. Sementara dari sisi permintaan, komoditas unggulan perkebunan dicirikan oleh kuatnya permintaan di pasar baik pasar domestik maupun internasional. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa komoditas unggulan perkebunan merupakan komoditas yang memiliki nilai strategis berdasarkan pertimbangan fisik (kondisi tanah dan iklim) maupun sosial ekonomi dan kelembagaan (penguasaan teknologi, kemampuan sumber daya manusia, infrastruktur dan kondisi sosial budaya) untuk dikembangkan di suatu wilayah dan di lahan perkebunan. Berkaitan dengan aspek komoditas, komoditi perkebunan terdiri atas 127 jenis tanaman, berupa tanaman tahunan dan tanaman semusim dengan areal sebaran mulai dataran rendah sampai dataran tinggi, hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang jenis komoditi tanaman binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura serta Keputusan Menteri Pertanian nomor 3399/Kpts/PD.310/ 10/2009 tentang perubahan lampiran I dari Keputusan Menteri Pertanian nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006. Dari 127 komoditas binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, prioritas penanganan untuk difasilitasi dan dikembangkan sesuai dengan arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan dalam Renstra Ditjen. Perkebunan periode adalah difokuskan pada 15 komoditas strategis yang menjadi unggulan nasional yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Kakao, Kopi, Lada, Jambu Mete, Teh, Cengkeh, Jarak Pagar, Kemiri Sunan, Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam sedangkan Pemerintah Daerah didorong untuk memfasilitasi dan melakukan pembinaan komoditas spesifik dan potensial di wilayahnya masing-masing. Mengingat besarnya potensi daerah 13

26 untuk pengembangan komoditi Pala dan Sagu terutama di wilayah Indonesia Timur seperti Provinsi Papua, Papua Barat, Maluku dan Maluku Utara maka Direktorat Jenderal Perkebunan akan menjadikan kedua komoditi tersebut sebagai prioritas/fokus kebijakan pengembangan komoditi perkebunan untuk di fasilitasi kegiatan dan pendanaannya kedepan. Untuk itu, dalam rangka pengembangan komoditas unggulan nasional perkebunan, Kementerian Pertanian secara intensif telah melakukan berbagai langkah strategis dengan mengidentifikasi dan mengembangkan potensi komoditas unggulan tersebut di berbagai daerah di Indonesia. Langkah strategis tersebut dapat diketahui dengan terbitnya Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) nomor 50/Permentan/OT.140/8/ 2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian Pengembangan Kawasan Berbasis Komoditi Perkebunan Arahan dan kebijakan dari Permentan nomor 50 tahun 2012 terkait pengembangan komoditas pertanian dalam ruang lingkup kawasan antara lain : 1. Menteri Pertanian memfasilitasi kawasan pertanian bagi pengembangan 40 komoditas unggulan nasional di Kabupaten/Kota dengan mengembangkan potensi yang ada, melanjutkan dari kondisi saat ini, pengutuhan kegiatan, menyediakan sarana dan prasarana, kemudahan perijinan, pemanfaatan lahan, penyediaan data dan informasi, promosi, penganggaran, membangun keterpaduan secara multi-years sehingga menjadi satu kesatuan sistem pertanian industrial (Pasal 3 ayat 1). 2. Gubernur dan Bupati/Walikota mensinergikan kegiatan untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian melalui dana APBD maupun sumber pembiayaan lainnya (Pasal 3 ayat 2). 3. Provinsi dan Kabupaten/Kota yang tidak termasuk dalam lokasi kawasan komoditas unggulan nasional dapat 14

27 mengalokasikan APBD dalam rangka mendukung pencapaian swasembada pangan (Pasal 3 ayat 3). 4. Kawasan pertanian dibedakan menjadi kawasan pertanian nasional, kawasan pertanian Provinsi dan kawasan pertanian Kabupaten/Kota (Pasal 4 ayat 1). 5. Kawasan pertanian nasional ditetapkan oleh Menteri, kawasan pertanian Provinsi ditetapkan oleh Gubernur, dan kawasan pertanian Kabupaten/Kota ditetapkan oleh Bupati/Walikota (Pasal 4 ayat 2). 6. Pengembangan kawasan pertanian harus memperhatikan rencana tata ruang wilayah, menjamin kelestarian sumberdaya alam, fungsi lingkungan, keselamatan masyarakat dan selaras dengan Rencana Strategis Pembangunan Daerah (Pasal 5). 7. Dalam kawasan pertanian dapat dikembangkan komoditas lain dengan pola polikultur, tumpangsari, rotasi tanam, pola tanam dan/atau pola integrasi antar komoditas (Pasal 6). 8. Kementerian Pertanian melakukan kegiatan yang fokus dan terpadu untuk mendukung kawasan pertanian pada lokasi Kabupaten/Kota dimaksud sesuai dengan hasil identifikasi potensi dan kebutuhan pembangunan (Pasal 7). 9. Kementerian Pertanian mendorong Kementerian/ Lembaga (K/L) terkait untuk mendukung pengembangan kawasan pertanian sesuai dengan tupoksinya (Pasal 8). 10. Kementerian Pertanian bersama dengan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota mendorong minat investor (BUMN, BUMD, PMA, PMDN, koperasi dan lainnya) untuk mengembangkan kawasan pertanian (Pasal 9). 11. Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang antara lain meliputi aspek perbenihan, penyuluhan, penelitian, infrastruktur serta pengendalian organisme pengganggu tanaman dan penyakit hewan serta perkarantinaan harus tersedia di setiap wilayah NKRI (Pasal 10). Pokok-pokok penting dari Permentan tersebut, salah satunya adalah mendorong setiap K/L terkait untuk mendukung 15

28 pengembangan kawasan pertanian sesuai tupoksinya (Pasal 8) dan Direktorat Jenderal Perkebunan memiliki semangat dan tujuan yang sama seperti yang diamanatkan di Permentan tersebut dalam mengembangkan kawasan pertanian yaitu melalui pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan. Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah salah satu pendekatan yang dilaksanakan dalam rangka menjaga kualitas pemanfaatan ruang untuk sub sektor perkebunan dengan cara mengoptimalkan sinergitas intra dan/atau antar wilayah yang memiliki kemiripan agro-ekosistem sehingga utuh secara ekonomis dan teknis. Pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan pada era otonomi daerah menjadi tanggung jawab sepenuhnya pemerintah daerah, yang dalam hal ini adalah di tingkat Kabupaten/Kota sebagai daerah otonom, dengan demikian daerah sebagai ujung tombak pembangunan nasional dituntut untuk dapat bersaing dalam meningkatkan daya saing wilayahnya agar dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, dengan mengacu pada tolok ukur kemajuan pembangunan wilayah yaitu pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pendapatan per kapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah. Pemerintah pusat dalam hal ini hanya berfungsi sebagai pemangku kebijakan dan regulasi dalam mendukung pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan, selain itu memiliki kewenangan dalam pengawasan dan evaluasi kegiatan pembangunan perkebunan berbasis kawasan yang dilaksanakan di daerah. Secara garis besar, kriteria umum pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah : 1. Kawasan eksisting atau kawasan berpotensi dari masingmasing jenis budidaya tanaman perkebunan. 2. Jenis pengusahaannya : rakyat atau besar. 3. Pengusahaan dengan skala terintegrasi dengan unit pengolahannya. 4. Mitra dengan usaha perkebunan rakyat berkelanjutan. 5. Memiliki keterkaitan dengan pengolahan dan pemasaran hasil. 16

29 6. Dapat ditingkatkan produksi dan produktivitasnya. 7. Pengembangan pengolahan skala wilayah. 8. Pengembangan kebersamaan ekonomi petani melalui pemberdayaan. 9. Arah pengembangan menuju prinsip pembangunan berkelanjutan. 10. Sejalan dengan Renstra Kementerian Pertanian dan Renstra Direktorat Jenderal Perkebunan. 11. Dukungan dari Pemerintah Daerah dan swadaya masyarakat. Dalam pengembangan kawasan perkebunan, suatu daerah dapat dikatakan berhasil apabila memiliki beberapa kriteria keberhasilan pengembangan kawasan perkebunan yaitu : 1. Memiliki kegiatan ekonomi yang dapat menggerakkan pertumbuhan daerah. 2. Mempunyai sektor ekonomi unggulan yang mampu mendorong kegiatan ekonomi sektor lain dalam kawasan itu sendiri maupun di kawasan sekitarnya. 3. Memiliki keterkaitan kedepan (memiliki daerah pemasaran produk-produk yang dihasilkan) maupun ke belakang (mendapat suplai kebutuhan komponen produksinya dari daerah belakang) dengan beberapa daerah pendukung. 4. Memiliki kemampuan untuk memelihara sumber daya alam sehingga dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan dan mampu menciptakan kesejahteraan ekonomi secara adil dan merata bagi seluruh masyarakat. Untuk mewujudkan pengembangan kawasan perkebunan yang berhasil maka diperlukan strategi yang optimal. Strategi pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan adalah menempatkan komoditas perkebunan sebagai komoditas unggulan nasional melalui pengembangan industri perkebunan yang menghasilkan produk hulu hingga hilir serta pengembangan produk samping secara industrial. Strategi pengembangan kawasan 17

30 ini perlu didukung oleh kebijakan yang lebih operasional menyangkut aspek-aspek yang menjadi kriteria pengembangan kawasan diantaranya 1) kesesuaian sumber daya alam (agroekologi); 2) ketersediaan sarana dan prasarana penunjang (dukungan infrastruktur); 3) potensi dukungan layanan pengembangan (service); 4) kontribusi terhadap ekonomi wilayah (kontribusi ekonomi); 5) dukungan stakeholder (support); 6) penerimaan masyarakat (sosial budaya) dan 7) potensi keberlanjutan pengembangan kawasan (kelestarian). Dari ketujuh kriteria pengembangan kawasan tersebut akan menjadi dasar dalam penetapan kawasan berbasis komodiri perkebunan berdasarkan peringkat Kabupaten/Kota yang dihitung dengan menggunakan metode AHP (Analisis Hierarkhi Proses). Rekomendasi teknis pengembangan kawasan yang menjadi arah dan kebijakan Direktorat Jenderal Perkebunan kedepan adalah memfasilitasi pengembangan komoditi unggulan perkebunan sesuai peringkat kawasan per Kabupaten/Kota melalui intervensi program/kegiatan dan penetapan regulasi yang akan menjadi dasar pengalokasian anggaran berjalan secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Bagi pemerintah daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota) melalui SKPD yang membidangi perkebunan diharapkan dapat mendukung penetapan peringkat kawasan berbasis komoditi perkebunan, salah satunya adalah dengan cara menetapkan CP/CL melalui kelompok tani penerima manfaat yang berkinerja baik dan lokasi pengembangan dengan potensi yang baik pula serta dengan menyusun rencana strategis daerah terkait pengembangan kawasan berbasis komoditi perkebunan. Hal lain bagi SKPD Provinsi sesuai amanat Permentan nomor 50 tahun 2012 adalah segera membuat Masterplan pengembangan kawasan pertanian/perkebunan dan SKPD Kabupaten/Kota menjabarkan masterplan tersebut kedalam rencana aksi untuk setiap tahun perencanaan Program Direktorat Jenderal Perkebunan Pembangunan perkebunan saat ini dan dimasa yang akan datang menghadapi tantangan yang cukup berat. Selain tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dan ramah lingkungan, 18

31 juga mampu memecahkan masalah kemiskinan dan pengangguran. Keberhasilan pembangunan perkebunan di era yang penuh persaingan ini adalah bagaimana kita dapat mensinergikan seluruh potensi sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diharapkan. Berdasarkan hasil restrukturisasi program dan kegiatan sesuai surat edaran bersama Menteri Keuangan nomor SE- 1848/MK/2009 dan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas nomor 0142/M.PPN/06/2009 tanggal 19 Juni 2009, setiap unit Eselon I mempunyai satu program yang mencerminkan nama Eselon I yang bersangkutan dan setiap unit Eselon II hanya mempunyai dan tanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan. Dengan demikian indikator kinerja unit Eselon I adalah outcome dan indikator kinerja unit Eselon II adalah output. Sesuai hasil analisa terhadap potensi, permasalahan, peluang dan tantangan pembangunan perkebunan ditetapkan bahwa program pembangunan perkebunan tahun yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Perkebunan adalah: Peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan berkelanjutan. Program ini dimaksudkan untuk lebih meningkatkan produksi, produktivitas dan mutu tanaman perkebunan melalui rehabilitasi, intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi yang didukung oleh peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim, tanaman tahunan dan tanaman rempah penyegar yang didukung oleh penanganan pascapanen dan pembinaan usaha serta dukungan pelaksanaan perlindungan perkebunan. Untuk program pembangunan perkebunan tahun , Direktorat Jenderal Perkebunan masih dalam tahap menggali potensi dan kemampuan institusi terhadap pengembangan komoditi perkebunan kedepan dan disesuaikan dengan arah kebijakan RPJMN serta melalui evaluasi terhadap kinerja pembangunan perkebunan selama periode

32 Arahan umum RPJMN adalah pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas yang di implementasikan melalui 5 kebijakan teknis yaitu 1) peningkatan produksi pangan pokok; 2) stabilitas harga; 3) perbaikan kualitas gizi masyarakat; 4) pemberdayaan dan perlindungan petani/ nelayan/ pembudidaya ikan dan 5) peningkatan daya saing, nilai tambah komoditi pertanian dan perikanan. Berdasarkan hal tersebut maka secara garis besar Kementerian Pertanian memfokuskan pengembangan komoditas pertanian menjadi beberapa komoditi unggulan diantaranya : 1. Komoditi yang menjadi Prioritas Swasembada Pangan (padi, jagung, kedelai, tebu, daging sapi, cabai, bawang merah). 2. Komoditi yang menjadi Bahan Makanan Pokok Nasional (Beras, Jagung, Kedelai, Gula/Tebu, Daging Unggas, Daging Sapi-Kerbau). 3. Komoditi yang menjadi Bahan Makanan Pokok Lokal (Sagu, Jagung, Ubi kayu, Ubi jalar). 4. Komoditi yang menjadi Produk Pertanian Pengendali Inflasi (Cabai, Bawang Merah, Bawang Putih, CPO/Minyak Goreng). 5. Komoditi yang menjadi Bahan Baku Industri (CPO, Karet, Kakao, Kopi, Kelapa, Jambu Mete, Lada, Teh, Cengkeh, Pala, Kapas, Susu, Ubi kayu). 6. Komoditi yang menjadi Bahan Baku Industri lainnya (Nilam/Minyak Atsiri, Sorgum, Gandum, Tanaman Obat). 7. Komoditi yang menjadi Produk Industri Pertanian Prospektif (Aneka Tepung, Jamu, Sagu). 8. Komoditi yang menjadi Produk Energi Pertanian Prospektif (Biodiesel, Bioetanol, Biogas). 9. Komoditi yang menjadi Produk Pertanian Berorientasi Ekspor Prospektif (Nanas, Manggis, Salak, Mangga, Kambing dan Domba, Babi, Florikultura). 20

33 2.4. Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Sebagai penjabaran dari program, masing-masing unit Eselon II lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan mempunyai satu kegiatan. Dengan demikian di lingkup Direktorat Jenderal Perkebunan terdapat 9 kegiatan pembangunan perkebunan sesuai Peraturan Menteri Pertanian nomor 61/Permentan/T.140/10/ 2010 tanggal 14 Oktober 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian yaitu: (1) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim dengan fokus pengembangan pada 4 komoditas strategis yaitu Tebu, Kapas, Tembakau dan Nilam. (2) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah dan Penyegar dengan fokus pengembangan pada 6 komoditas strategis yaitu Kakao, Kopi, Lada, Teh, Cengkeh dan Pala. (3) Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan dengan fokus pengembangan pada 7 komoditas strategis yaitu Karet, Kelapa Sawit, Kelapa, Jambu Mete, Jarak Pagar, Kemiri Sunan dan Sagu. (4) Dukungan Penanganan Pascapanen dan Pembinaan Usaha dengan fokus pengembangan pada kegiatan penanganan pascapanen (tanaman semusim, tanaman rempah penyegar dan tanaman tahunan), antisipasi dampak perubahan iklim, bimbingan usaha dan perkebunan berkelanjutan serta penanganan gangguan usaha dan konflik perkebunan.; (5) Dukungan Perlindungan Perkebunan dengan fokus pengembangan pada kegiatan penurunan luas areal perkebunan yang terserang OPT (Organisme Pengganggu Tumbuhan). (6) Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya dengan fokus pengembangan pada kegiatan pelayanan dan pembinaan yang berkualitas di bidang perencanaan, keuangan, umum dan evaluasi serta pelaporan. 21

34 (7) Dukungan Pengujian, Pengawasan Mutu Benih dan Penerapan Teknologi Proteksi Tanaman Perkebunan BBP 2TP Medan, Surabaya dan Ambon dengan fokus pengembangan pada kegiatan pelayanan sertifikasi benih (jumlah bibit yang disertifikasi) dan peningkatan jumlah teknologi terapan perlindungan perkebunan. Sedangkan untuk bidang Proteksi Tanaman Perkebunan Pontianak (BPTP Pontianak) difokuskan pada kegiatan pengembangan teknologi proteksi perkebunan Jenis Kegiatan dan Sub Kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan Berikut ini dapat dijelaskan mengenai jenis kegiatan dan sub kegiatan Direktorat Jenderal Perkebunan pada proses pengajuan usulan e-proposal baik pada kegiatan tugas pembantuan Kabupaten/Kota (SKPD Kabupaten/Kota), tugas pembantuan Provinsi (SKPD Provinsi) maupun kegiatan dekonsentrasi (Pusat, SKPD Provinsi dan UPT). A. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Rempah Penyegar Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman rempah dan penyegar untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Kakao, Kopi, Teh, Lada, Cengkeh dan Pala. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada pengembangan tanaman rempah dan penyegar antara lain : 1. Kegiatan pengembangan komoditi Kakao, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman kakao (Hektar) b. Intensifikasi tanaman kakao (Hektar) c. Perluasan tanaman kakao (Hektar) d. Peremajaan tanaman kakao (Hektar) e. Integrasi tanaman kakao-ternak (kelompok tani/kt) f. Pemberdayaan pekebun tanaman kakao (orang) g. Pembangunan kebun sumber bahan tanam kakao (Hektar) 22

35 h. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam kakao (kegiatan) i. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kakao (Hektar) j. Revitalisasi perkebunan kakao (bulan) k. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 2. Kegiatan pengembangan komoditi Kopi, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman kopi (Hektar) b. Intensifikasi tanaman kopi (Hektar) c. Perluasan tanaman kopi (Hektar) d. Peremajaan tanaman kopi (Hektar) e. Integrasi tanaman kopi-ternak (kelompok tani/kt) f. Pemberdayaan pekebun tanaman kopi (orang) g. Pembangunan kebun sumber bahan tanam kopi (Hektar) h. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam kopi (kegiatan) i. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam kopi (Hektar) j. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 3. Kegiatan pengembangan komoditi Teh, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman teh (Hektar) b. Intensifikasi tanaman teh (Hektar) c. Integrasi tanaman teh-ternak (kelompok tani/kt) d. Pemberdayaan pekebun tanaman teh (orang) e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam teh (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam teh (kegiatan) g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam teh (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 4. Kegiatan pengembangan komoditi Lada, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman lada (Hektar) 23

36 b. Intensifikasi tanaman lada (Hektar) c. Perluasan tanaman lada (Hektar) d. Pemberdayaan pekebun tanaman lada (orang) e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam lada (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam lada (kegiatan) g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam lada (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 5. Kegiatan pengembangan komoditi Cengkeh, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman cengkeh (Hektar) b. Intensifikasi tanaman cengkeh (Hektar) c. Perluasan tanaman cengkeh (Hektar) d. Pemberdayaan pekebun tanaman cengkeh (orang) e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam cengkeh (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam cengkeh (kegiatan) g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam cengkeh (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 6. Kegiatan pengembangan komoditi Pala, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Rehabilitasi tanaman pala (Hektar) b. Intensifikasi tanaman pala (Hektar) c. Perluasan tanaman pala (Hektar) d. Pemberdayaan pekebun tanaman pala (orang) e. Pembangunan kebun sumber bahan tanam pala (Hektar) f. Penilaian, pemurnian, penetapan kebun sumber bahan tanam pala (kegiatan) g. Pemeliharaan kebun sumber bahan tanam pala (Hektar) h. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (bulan) 24

37 7. Kegiatan koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (Pusat/dekonsentrasi), dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman rempah dan penyegar (12 bulan) B. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Semusim Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman semusim untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Tebu, Kapas, Nilam dan Tembakau. Daftar jenis kegiatan dan sub kegiatan pada pengembangan tanaman semusim antara lain : 1. Kegiatan pengembangan komoditi Tebu, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Perluasan tebu rakyat (Hektar) b. Bongkar ratoon (Hektar) c. Rawat ratoon (Hektar) d. Pembangunan kebun benih datar (Hektar) e. Demplot pengembangan tebu (Hektar) f. Operasional tenaga pendamping (TKP dan PLP-TKP) (orang) g. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan tebu (orang) h. Bantuan peralatan (unit) i. Penataan varietas (paket) j. Sensus database tebu sistem online (paket) k. Integrasi tanaman tebu-ternak (kelompok tani/kt) l. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan) 2. Kegiatan pengembangan komoditi Kapas, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Penanaman kapas (Hektar) 25

38 b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan kapas (orang) c. Operasional tenaga pendamping (TKP dan PLP-TKP) (orang) d. Pembangunan kebun induk penanaman kapas (Hektar) e. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan) 3. Kegiatan pengembangan komoditi Nilam, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Penanaman nilam (Hektar) b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan nilam (orang) c. Pembangunan kebun penangkar benih nilam (Hektar) d. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan) 4. Kegiatan pengembangan komoditi Tembakau, dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Penanaman tembakau (Hektar) b. Pemberdayaan pekebun dan penguatan kelembagaan tembakau (orang) c. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (bulan) 5. Kegiatan koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (Pusat/dekonsentrasi), dengan sub kegiatan sebagai berikut : a. Koordinasi kegiatan pengembangan tanaman semusim (12 bulan) C. Kegiatan Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Tahunan Pada kegiatan peningkatan produksi, produktivitas dan mutu tanaman tahunan untuk e-proposal perencanaan kegiatan tahun 2015 difokuskan pada komoditi Kelapa Sawit, Karet, Kelapa, Jambu Mete, Kemiri Sunan, Jarak Pagar dan Sagu. Daftar jenis 26

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan

KATA PENGANTAR Rencana Strategis Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI iii iv v vi DAFTAR TABEL vii viii DAFTAR GAMBAR ix x DAFTAR LAMPIRAN xi xii 1 PENDAHULUAN xiii xiv I. PENDAHULUAN 2 KONDISI UMUM DIREKTOAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2005-2009

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR TAHUN 2015 DIREKTORAT TANAMAN REMPAH DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2014 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Lebih terperinci

Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, Januari 2017

Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, Januari 2017 Disampaikan pada: RAPAT KOORDINASI TEKNIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN TAHUN 2018 Jakarta, 26-27 Januari 2017 Prioritas Nasional KETAHANAN PANGAN dengan 2 Program Prioritas yaitu: 1) PENINGKATAN PRODUKSI

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i. DAFTAR ISI... ii. I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran... 2 D. Dasar Hukum... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii Halaman I. Pendahuluan. 1 A. Latar Belakang. 1 B. Maksud dan Tujuan. 2 C. Sasaran...... 2 D. Dasar Hukum... 2 II. Arah Kebijakan Pembangunan 3 A. Visi dan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Rencana Strategis (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Dengan memperhatikan Visi dan Misi Pemerintah Provinsi Jawa

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkebunan

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR Laporan kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2013 merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan, baik yang pembiayaannya

Lebih terperinci

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018

RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 RENCANA KEGIATAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2018 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 30 Mei 2017 CAPAIAN INDIKATOR MAKRO PEMBANGUNAN PERKEBUNAN NO.

Lebih terperinci

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011

LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011 LAPORAN AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH (LAKIP) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Jakarta, Maret 2012 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR...

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar. IR. H. AZWAR AB, MSi. NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Tanaman Rempah dan Penyegar. IR. H. AZWAR AB, MSi. NIP KATA PENGANTAR Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) merupakan laporan kinerja tahunan yang berisi pertanggungjawaban kinerja suatu instansi dalam mencapai tujuan atau strategis instansi.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir,MS Nip

KATA PENGANTAR. Jakarta, Februari 2013 Direktur Jenderal Perkebunan, Ir. Gamal Nasir,MS Nip KATA PENGANTAR Serangkaian proses restrukturisasi program dan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 diawali dari penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Perkebunan yang kemudian menjadi

Lebih terperinci

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat : SAMBUTAN KADISTAN ACEH PADA ACARA WORKSHOP/PERTEMUAN PERENCANAAN WILAYAH (REVIEW MASTER PLAN) PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH DI GRAND NANGGROE HOTEL BANDA ACEH TANGGAL

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN Tahun 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TAHUN 2015

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR

Direktorat Jenderal Perkebunan KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Laporan kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2012 merupakan pertanggungjawaban pelaksanaan Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Tanaman Perkebunan, baik yang pembiayaannya

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEJIK

BAB II RENCANA STRATEJIK Dinas Provinsi Jawa Barat 2016 BAB II RENCANA STRATEJIK 2.1 Rencana Stratejik Tahun 2013 2018 Rencana Stratejik (Renstra) Dinas Provinsi Jawa Barat Tahun 2013-2018 telah dirumuskan pada pertengahan tahun

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi

PENDAHULUAN. Dinas Perkebunan Provinsi Riau Laporan Kinerja A. Tugas Pokok dan Fungsi PENDAHULUAN A. Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2015 tentang rincian tugas, fungsi dan tata kerja Dinas Perkebunan Provinsi Riau, pada pasal 2 ayat 2 dinyatakan bahwa

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir, MS Nip

KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir, MS Nip KATA PENGANTAR Serangkaian proses restrukturisasi program dan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2010-2014 diawali dari penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Pembangunan Perkebunan yang kemudian menjadi

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN KAWASAN PERTANIAN (SIKP) UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN KAWASAN PERTANIAN (SIKP) UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI PERENCANAAN KAWASAN PERTANIAN (SIKP) UNTUK PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Disampaikan pada acara Sosialisasi e-proposal untuk perencanaan Tahun 2016 Bogor, 22 Januari 2015

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.5-/216 DS995-2521-7677-169 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 1 i DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI i ii BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1. Latar Belakang... 1.2. Maksud dan Tujuan... 1.3. Sasaran... 1.4 Dasar

Lebih terperinci

STANDAR BAKU INDIKATOR KINERJA (SBIK) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TERKAIT INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN

STANDAR BAKU INDIKATOR KINERJA (SBIK) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TERKAIT INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN STANDAR BAKU INDIKATOR KINERJA (SBIK) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN TERKAIT INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015-2019 MANUAL IKU (INDIKATOR KINERJA UTAMA) KEMENTERIAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN 5.1. TUGAS PEMBANTUAN YANG DITERIMA 5.1.1. Dasar Hukum Berdasarkan ketentuan umum pasal 1 Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Tugas Pembantuan

Lebih terperinci

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN

DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN DUKUNGAN SUB SEKTOR PERKEBUNAN TERHADAP PELAKSANAAN KEBIJAKAN INDUSTRI NASIONAL Direktur Jenderal Perkebunan disampaikan pada Rapat Kerja Revitalisasi Industri yang Didukung oleh Reformasi Birokrasi 18

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN

DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN DUKUNGAN PERLINDUNGAN PERKEBUNAN PEDOMAN TEKNIS PELATIHAN PEMANDU LAPANG TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Pedoman Teknis Kegiatan Pelatihan Pemandu

Lebih terperinci

Kebijakan Pengelolaan Data Komoditas Perkebunan

Kebijakan Pengelolaan Data Komoditas Perkebunan Kebijakan Pengelolaan Data Komoditas Perkebunan DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2016 METODE PENGUMPULAN DATA SECARA ONLINE DITJEN PERKEBUNAN Melalui e-statistik perkebunan Melalui

Lebih terperinci

RANCANGAN PROGRAM DITJEN PERKEBUNAN PERIODE MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN ANDALAN

RANCANGAN PROGRAM DITJEN PERKEBUNAN PERIODE MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN ANDALAN RANCANGAN PROGRAM DITJEN PERKEBUNAN PERIODE 2015-2019 MENDUKUNG PENGEMBANGAN KOMODITAS DI KAWASAN ANDALAN Disampaikan pada : Musrenbangtan Nasional Tahun 2014 Jakarta, 13 Mei 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2016 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Powerpoint Templates

DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN. Powerpoint Templates DITJEN PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Powerpoint Templates RANCANGAN KOMODITAS DUKUNGAN PSP 1. Sub Sektor Tanaman Pangan: Padi Jagung Kedelai Kacang Tanah Kacang Hijau Ubi Kayu Ubi Jalar Lainnya Diutamakan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016

Kementerian Pertanian KATA PENGANTAR Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Perkebunan Tahun 2016 KATA PENGANTAR Serangkaian proses restrukturisasi program dan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 diawali dari penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN Tahun 2015

SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN Tahun 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT DITJEN. PERKEBUNAN Tahun 2015 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN rencana kinerja tahunan (rkt) sekretariat ditjen.perkebunan tahun 2015 1 rencana

Lebih terperinci

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015

Revisi ke 02 Tanggal : 08 April 2015 KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar Hukum: 1.UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2.UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3.UU No. 27 Tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2018 TENTANG TATA CARA PENYUSUNAN RENCANA KERJA PEMERINTAH DENGAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir,MS Nip

KATA PENGANTAR. Ir. Gamal Nasir,MS Nip KATA PENGANTAR Serangkaian proses restrukturisasi program dan kegiatan pembangunan perkebunan tahun 2015-2019 diawali dari penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Perkebunan, yang selanjutnya

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 71/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PELIMPAHAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA DEKONSENTRASI PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan

16. Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah ( Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, yang bertanda tangan di bawah ini : Nama Jabatan : DR.

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pelaksanaan lima tahunan pembangunan hortikultura yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010-2014 telah memberikan beberapa manfaat dan dampak

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1344, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Pemerintahan. Pelimpahan. Penugasan. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN

Lebih terperinci

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB - I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB - I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun

Renja BP4K Kabupaten Blitar Tahun 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN R encana kerja (RENJA) SKPD Tahun 2015 berfungsi sebagai dokumen perencanaan tahunan, yang penyusunan dengan memperhatikan seluruh aspirasi pemangku kepentingan pembangunan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LAKIN DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR

BAB I PENDAHULUAN LAKIN DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN JAKARTA, JANUARI 2017 BAB I PENDAHULUAN LAKIN DIREKTORAT TANAMAN TAHUNAN DAN PENYEGAR BAB II PERENCANAAN DAN

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS PADI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan ridho

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016

KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 KEGIATAN PRIORITAS PENGEMBANGAN PERKEBUNAN TAHUN 2017 Disampaikan pada: MUSYAWARAH PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN NASIONAL Jakarta, 31 Mei 2016 PERKEMBANGAN SERAPAN ANGGARAN DITJEN. PERKEBUNAN TAHUN

Lebih terperinci

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian

Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT} Ilirektorat lenderal Perkebunan Tahun 2013 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian = :3 =3 ra = g l' ]' It 3 it = =3 =t 5 =t 3 3 I I :t =t I =t g =t =t =t I =t

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2016 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertandatangan di bawah ini : Nama : Ir. Bambang

Lebih terperinci

Perkebunan Kementerian

Perkebunan Kementerian -a t -t!!!!! g -t t! J t J -t 9 RENCANA KNERJA TAHUNAN {RKT} $ekretariat llirektorat enderal Perkebunan Tahun 201 Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian..-_.,:*l j l! t t t g ^ - ;!! t t

Lebih terperinci

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR

Sekretariat Jenderal KATA PENGANTAR RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) SEKRETARIAT JENDERAL 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 5. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2, 2012 KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Urusan Pemerintah. Pelimpahan dan Penugasan. Tahun Anggaran 2012. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 69 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG,

PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, PERATURAN BUPATI REJANG LEBONG NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI KABUPATEN REJANG LEBONG BUPATI REJANG LEBONG, Menimbang : a. bahwa dalam rangka mendorong percepatan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014

KATA PENGANTAR. Rencana Kinerja Tahunan Ditjen Tanaman Pangan Tahun 2014 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap instansi pemerintah untuk melaksanakan Akuntabilitas Kinerja Instansi

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA

DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA MANUAL IKSP DIREKTORAT JENDERAL HORTIKULTURA (2016) Nama IKSP Jumlah Produksi Aneka Cabai (Ton) Direktur Jenderal Hortikultura Jumlah produksi aneka cabai besar, cabai

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 70/Permentan/OT.140/12/2010 TENTANG PENUGASAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENGELOLAAN KEGIATAN DAN TANGGUNG JAWAB DANA TUGAS PEMBANTUAN PROVINSI TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN

Lebih terperinci

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU

BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU BUPATI ROKAN HULU PROVINSI RIAU PERATURAN BUPATI ROKAN HULU NOMOR 23 TAHUN 2015 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN ROKAN HULU TAHUN 2016 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI ROKAN HULU,

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 71 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP KEMENTERIAN DALAM NEGERI

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2013 DIREKTORAT TANAMAN SEMUSIM DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN 0 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi

Lebih terperinci

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada

BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada BAB V PENYELENGGARAAN TUGAS PEMBANTUAN Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah kepada Pemerintah, LKPJ Kepala Daerah kepada Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TAHUN 2015 Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan (BBPPTP) Surabaya Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian 2014 KATA PENGANTAR Puji dan syukur

Lebih terperinci

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N

RENSTRA BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N RENSTRA 2016-2021 BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK SASARAN DAN PENDANAAN INDIKATIF D I N A S P E R T A N I A N BAB V RENCANA PROGRAM DAN KEGIATAN, INDIKATOR KINERJA, KELOMPOK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Tahun 2015 merupakan dokumen perencanaan daerah tahun keempat RPJMD Kabupaten Tebo tahun 2011 2016, dalam rangka mendukung Menuju

Lebih terperinci

PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA

PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA PENYEMPURNAAN ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA Jakarta, November 2014 ARSITEKTUR PROGRAM, KEGIATAN DAN STRUKTUR KINERJA STRUKTUR ORGANISASI NASIONAL KABINET K/L K/L ESELON 1 ESELON 2 Setiap

Lebih terperinci

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2011 KEMENTERIAN PERTANIAN 2010 KATA PENGANTAR Sesuai dengan INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

PENERAPAN e PROPOSAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN

PENERAPAN e PROPOSAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PENERAPAN e PROPOSAL DALAM PERENCANAAN PEMBANGUNAN PERTANIAN Disampaikan pada Workshop Apkikasi e Proposal Wilayah Timur Hotel Grand Clarion, Makasar 26 28 Februari 2014 Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015

RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015 RENCANA KINERJA TAHUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN TAHUN 2015 KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 KATA PENGANTAR INPRES Nomor 7 Tahun 1999, tentang Akuntabilits Kinerja Instansi Pemerintah yang mewajibkan kepada setiap

Lebih terperinci

- Hibah Luar Negeri Langsung - Pinjaman Luar Negeri

- Hibah Luar Negeri Langsung - Pinjaman Luar Negeri KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA LAMPIRAN : Satu set DIPA Petikan A. Dasar : 1. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. 2. UU No. 1 Tahun 24 tentang Perbendaharaan Negara. 3. UU No. 19 Tahun

Lebih terperinci

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017

Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 Petunjuk Teknis Kegiatan Pengembangan Sayuran dan Tanaman Obat Tahun 2017 STATISTIK PRODUKSI HORTIKULTURA TAHUN 2015 Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat Jl. AUP NO. 3 Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN PRODUK UNGGULAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

2

2 1 2 3 4 5 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penerapan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) mengacu pada Ketetapan MPR RI nomor : XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN ii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI iii I. PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang... 1 B. Tujuan... 2 II. TUGAS POKOK DAN FUNGSI... 2

Lebih terperinci

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP)

BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA. 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA 2.1. Perencanaan Strategis Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan (BKPPP) Rencana strategis (Renstra) instansi pemerintah merupakan langkah awal

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT ALAT DAN MESIN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN 94 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

Lebih terperinci

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT

SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NO. 6 2009 SERI. E PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR : 6 TAHUN 2009 TENTANG SISTEM PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PETERNAKAN H. ISKANDAR ANDI NUHUNG Direktorat Jenderal Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Departemen Pertanian ABSTRAK Sesuai

Lebih terperinci

FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017

FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017 FOKUS KEBIJAKAN DAN PROGRAM BADAN PPSDMP TA 2017 OLEH : KEPALA BADAN PPSDMP Ir. Pending Dadih Permana,M.Ec.Dev Hotel Bidakara Jakarta, 4-5 Januari 2017 d) Realisasi berdasarkan kegiatan utama Penyuluhan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT

KATA PENGANTAR. Bandung, Januari 2015 KEPALA BADAN PENANAMAN MODAL DAN PERIJINAN TERPADU PROVINSI JAWA BARAT KATA PENGANTAR Sebagai tindaklanjut dari Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 Tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, yang mewajibkan bagi setiap pimpinan instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG

KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN PENGELOLAAN BATAS WILAYAH NEGARA DAN

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi,

Rencana Pembangunan Jangka Menengah strategi juga dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan tranformasi, BAB VI. STRATEGI DAN ARAH KEBIJAKAN Strategi dan arah kebijakan merupakan rumusan perencanaan komperhensif tentang bagaimana Pemerintah Daerah mencapai tujuan dan sasaran RPJMD dengan efektif dan efisien.

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 71...TAHUN 2009 TENTANG PELIMPAHAN DAN PENUGASAN URUSAN PEMERINTAHAN LINGKUP DEPARTEMEN DALAM NEGERI TAHUN 2010 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI,

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016

RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 RENCANA KERJA PEMBANGUNAN HORTIKULTURA 2016 Disampaikan pada acara : Pramusrenbangtannas Tahun 2016 Auditorium Kementerian Pertanian Ragunan - Tanggal, 12 Mei 201 KEBIJAKAN OPERASIONAL DIREKTORATJENDERALHORTIKULTURA

Lebih terperinci