4. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Harjanti Chandra
- 4 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Jumlah Eritrosit, Kadar Hemoglobin (Hb), dan Nilai Hematokrit (PCV) Terhadap Pemberian Ekstrak dan Fraksi Daun Katuk Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk selama periode kebuntingan hingga masa laktasi hari ke-10 terhadap nilai hematologi, yaitu jumlah eritrosit, kadar Hb, dan nilai PCV dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Nilai Hematologi Eritrosit (juta/mm 3 ), PCV (%), dan Hb (g%) Tikus Laktasi Hari ke-10 Parameter Kontrol F-H E-Eto F-EtOAc F-H 2 O Eritrosit 6,33 ± 0,34 a 6,43 ± 0,9 a 6,6 ± 0,83 a 6,74±1,31 a 6,81 ± 1,41 a PCV 36,17 ± 3,69 a 34,5 ± 0,87 a 40,83±2,84 a 34 ± 4,44 a 37,58 ±3,13 a Hb 12,87 ± 1,0 c 11,87± 0,12 b 12,8 ± 0,2 bc 10,86±1,2 a 12,33 ± 0,6 bc Huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P < 0,05) Tabel 4 menunjukkan bahwa jumlah eritrosit dan nilai PCV pada tikus laktasi hari ke-10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05). Sementara itu, pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk terhadap kadar Hb menunjukkan pengaruh yang nyata pada kelompok perlakuan F-H dan F-EtOAc dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0,05). Dimana pada kedua kelompok perlakuan F-H dan F-EtOAc tersebut mengalami penurunan kadar Hb. Nilai normal untuk parameter hematologi tikus putih, yaitu jumlah eritrosit, nilai PCV, dan kadar Hb secara berurutan ialah (7,2-9,6)10 6 /mm 3, (45-47)%, (15-16)g% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Literatur lain melaporkan tentang nilai normal hematologi tikus bunting untuk jumlah eritrosit, nilai PCV, dan kadar Hb secara berurutan ialah (5,91-8,69)10 6 /mm 3, (29,34-37,56)%, (10,27-14,69)g% (Suprayogi et al. 2009). Perbedaan nilai normal dari pustaka ini wajar mengingat perbedaan lingkungan dan kondisi fisiologis yang berbeda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran hematologi eritrosit, PCV, dan kadar Hb terlihat masih di dalam kisaran nilai normal,
2 28 Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sama, bahwa pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk pada tikus bunting hari ke-12 terhadap gambaran jumlah eritrosit dan nilai PCV masih dalam kisaran normal dan tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O dibandingkan dengan kelompok kontrol (P<0,05). Gambaran jumlah eritrosit yang didapat pada hasil penelitian sebelumnya pada setiap kelompok perlakuan kontrol, F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O secara berurutan ialah (7,17±0,32), (6,85±0,97), (6,85±0,97), (5,90±1,50), dan (7,35±1,33)10 6 /mm 3. Sementara itu, untuk nilai PCV secara berurutan ialah (37,17±3,54), (34,38±0,88), (36,00±0,75), (33,75±1,06), dan (38,13±6,19)10 6 /mm 3 (Suprayogi et al. 2009). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk tidak memiliki efek pada gambaran hematologi eritrosit dan PCV, baik pada saat kebuntingan hari ke- 12 maupun laktasi hari ke-10. Terdapat kemungkinan bahwa pada hari ke-10 post partus (laktasi), tikus sudah kembali ke kondisi fisiologis normal melalui proses homeostasis pembentukan darah. Nilai PCV berhubungan dengan jumlah eritrosit karena nilai PCV merupakan gambaran persentase yang mewakili eritrosit di dalam 100 ml darah. Nilai PCV dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah dan ukuran eritrosit (Schalm 2010). Nilai PCV juga sangat bervariasi pada setiap individu dan dipengaruhi oleh derajat aktivitas tubuh, anemia, dan ketinggian dimana individu tersebut berada (Guyton & Hall 2008). Gambaran kadar Hb tikus laktasi hari ke-10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk menunjukkan pada perlakuan F-EtOAc dan F-H didapatkan kadar Hb lebih rendah dibandingkan kelompok perlakuan kontrol, akan tetapi kadar Hb yang lebih rendah ini masih berada di dalam kisaran nilai normal. Penelitian sebelumnya menunjukkan hasil yang sedikit berbeda, bahwa pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk pada tikus bunting hari ke-12 terhadap gambaran kadar Hb masih dalam kisaran normal dan tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05). Gambaran kadar Hb yang didapat pada hasil penelitian sebelumnya pada setiap kelompok perlakuan kontrol, F-H, E-Eto, F-
3 29 EtOAc, dan F-H 2 O secara berurutan ialah (13,10±0,21), (12,97±0,03), (12,62±0,26), (12,35±1,48), dan (13,00±0,57) g% (Suprayogi et al. 2009). Penelitian ini menunjukkan terjadi penurunan kadar Hb pada kelompok F-EtOAc dan F-H yang nyata (P<0,05). Penurunan kadar Hb ini tidak seiiring dengan jumlah eritrosit yang masih tetap stabil. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat pembentukan Hb dalam eritrosit sangat ditentukan oleh asupan nutrisi terutama protein dan mineral (Fe). Pengaruh daun katuk terhadap asupan nutrisi protein dan mineral pada berbagai hewan coba sudah banyak dilakukan. Namun demikian pada hasil-hasil penelitian tersebut masih belum jelas mekanisme pengaruh daun katuk terhadap penurunan asupan nutrisi. Pada ayam broiler dilaporkan bahwa penambahan daun katuk kering 10% dan 15% dalam pakan mengalami penurunan kecernaan protein kasar (Andriyanto et al. 2010). Penghambatan kecernaan protein kasar ini kemungkinan disebabkan oleh senyawa aktif yang terdapat dalam daun katuk (Suprayogi 1995). Penelitian lain menggunakan hewan kelinci White New Zealand melaporkan bahwa pemberian daun katuk terhadap gambaran darah menunjukkan adanya peningkatan jumlah eritrosit, PCV, dan kadar Hb (Darmawan 1997). Peningkatan eritrosit PCV, dan kadar Hb ini dipengaruhi oleh kandungan senyawa aktif dalam daun katuk yaitu alkaloids papaverine-like compound. Selain itu juga dipengaruhi oleh senyawa aktif lain dalam daun katuk yang bekerja sinergis dengan alkaloida papaverine-like compound yaitu kelompok eicosanoid prostaglandin. Kedua senyawa aktif tersebut diduga dapat menstimulir produksi eritropoetin sehingga dapat mempengaruhi pembentukan eritrosit (Suprayogi 2000). Fungsi eritropoetin dalam pembentukan eritrosit yaitu merangsang produksi proeritroblast dari sel-sel stem hemopoietik dalam sumsum tulang dan mempercepat tahapan eritroblastik dibanding keadaan normal. Eritropoetin selanjutnya akan mempercepat pembentukan eritrosit sehingga mencukupi untuk mengangkut oksigen ke jaringan (Guyton & Hall 2008). Penelitian menggunakan hewan kelinci ini terlihat sungguh berbeda dengan penelitian menggunakan hewan tikus, hal ini bisa terjadi mengingat spesies hewan maupun fase fisiologis yang berbeda sehingga memberikan respons yang berbeda pula.
4 Gambaran Jumlah Leukosit Terhadap Pemberian Ekstrak dan Fraksi Daun Katuk Leukosit merupakan unit yang aktif sebagai sistem pertahanan tubuh untuk menyediakan pertahanan yang kuat dan cepat terhadap benda-benda asing yang dapat menimbulkan peradangan dan infeksi dalam tubuh (Guyton & Hall 2008). Pengaruh pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk selama periode kebuntingan hingga masa laktasi hari ke-10 terhadap jumlah Leukosit disajikan pada Tabel 5. Tabel 5 Nilai Hematologi Leukosit (ribu/mm 3 ) Tikus Laktasi Hari ke-10 Perlakuan Leukosit Kontrol 13 ± 3,15 b F-H 14,1 ± 3,18 b E-Eto 14,22 ± 6,67 b F-EtOAc 4,83 ± 1,43 a F-H 2 O 12,93 ± 4,28 b Huruf yang berbeda pada kolom yang sama adalah berbeda nyata (P < 0,05) Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah leukosit pada tikus laktasi hari ke- 10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk tidak berpengaruh pada perlakuan F-H 2 O, E-Eto, dan F-H, tetapi berpengaruh nyata pada F-EtOAc terhadap perlakuan kontrol (P<0,05), yaitu terjadinya penurunan jumlah leukosit. Kisaran normal jumlah leukosit pada tikus yaitu berkisar antara 5-13 x 10 3 /mm 3 (Smith & Mangkoewidjojo 1988) atau 9,29±2,55 x 10 3 /mm 3 (Suprayogi et al. 2009). Hasil perhitungan leukosit tikus masa laktasi hari ke-10 pada penelitian ini menunjukkan masih berada di kisaran normal, kecuali pada perlakuan F-EtOAc yang berada dibawah kisaran normal. Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk pada tikus bunting hari ke-12 terhadap gambaran leukosit masih dalam kisaran normal dan tidak berpengaruh nyata pada setiap perlakuan, yaitu F-H, E- Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O dibandingkan dengan kelompok kontrol (P>0,05). Gambaran leukosit yang didapat pada hasil penelitian sebelumnya pada setiap kelompok perlakuan kontrol, F-H, E-Eto, F-EtOAc, dan F-H 2 O secara berurutan ialah (13,50±0,35), (11,98±1,45), (12,43±1,59), (8,43±2,51), dan (13,78±3,57) 10 3 /mm 3 (Suprayogi et al. 2009).
5 31 Dari Tabel 5 terlihat adanya penurunan jumlah leukosit yang sangat signifikan pada perlakuan F-EtOAc. Penurunan jumlah leukosit ini dimungkinkan bisa disebabkan oleh senyawa aktif kaempferol yang ditemukan pada pelarut EtOAc. Senyawa kaempferol ini diketahui sebagai antioksidan kuat (Suprayogi et al. 2009). Hal ini didukung oleh penelitian sebelumnya yang melaporkan antioksidan dapat mengurangi peroksidasi lipid sehingga dapat menghambat peningkatan leukosit (Yayuk 2007). Peroksidasi lipid merupakan proses yang bersifat kompleks akibat reaksi asam lemak tak jenuh ganda penyusun fosfolipid membran sel dengan senyawa oksigen reaktif, sehingga membentuk hidroperoksida (Robles et al. 2001). Berkurangnya peroksidasi lipid menyebabkan berkurangnya kerusakan jaringan atau peradangan dan kerusakan beberapa molekul biologi juga menurun, sehingga leukosit yang tadinya meningkat pada saat peradangan, produksi leukosit pun kemudian dihambat (Yayuk 2007). Dalam hal ini ada 3 level pertahanan untuk mengurangi eliminasi kerusakan yaitu lipolitik, proteolitik, dan enzim yang lain, yaitu DNA repair dan sejumlah transferase (Rohn et al. 2002). Kemungkinan dosis kaempferol pada F-EtOAc dalam penelitian ini sudah mencapai efek yang tidak diinginkan, sehingga pada fraksi ini menunjukkan adanya penurunan jumlah leukosit Gambaran Diferensial Leukosit Terhadap Pemberian Ekstrak dan Fraksi Daun Katuk Masing-masing komponen atau bentuk leukosit memiliki berbagai macam fungsi khusus, namun secara garis besar bentuk-bentuk ini berfungsi sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing. Pengaruh pemberian fraksi ekstrak daun katuk selama periode kebuntingan hingga masa laktasi hari ke-10 terhadap diferensial leukosit disajikan pada Tabel 6.
6 32 Tabel 6 Nilai Hematologi Diferensial Leukosit (%) Tikus Laktasi Hari ke-10 Parameter Kontrol F-H E-Eto F-EtOAc F-H 2 O Limfosit 65 ± 3,61 a 83,67± 5,69 b 76,67±7,02 ab 66,33±9,29 a 68,67±12,06 a Netrofil 27,33 ± 1,53 c 13 ± 6,08 a 15,67±2,31 ab 30 ± 10 c 24,33 ± 8,5 bc Monosit 2,33 ± 0,58 a 2 ± 1 a 4,67 ± 4,04 a 3 ± 0 a 3 ± 0 a Eosinofil Basofil 5,33 ± 2,52 a 0 a 1,33 ± 0,58 a 0 a 3 ± 1 a 0 a 2,67 ± 1,53 a 0 a 4 ± 3,16 a 0 a Huruf yang berbeda pada baris yang sama adalah berbeda nyata (P < 0,05) Berdasarkan Tabel 6 nilai persentase limfosit tikus laktasi hari ke-10 yang diberikan fraksi ekstrak daun katuk menunjukkan adanya pengaruh nyata terutama pada perlakuan F-H dan E-Eto yang mengalami persentase nilai limfositnya lebih tinggi. Sementara itu, pada perlakuan lainnya yaitu F-EtOAc dan F-H 2 O tidak berpengaruh terhadap perlakuan kontrol. Persentase nilai limfosit yang lebih tinggi pada perlakuan F-H dan E-Eto ini masih berada di kisaran nilai normal. Nilai normal limfosit berkisar antara 63-84% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Persentase nilai limfosit yang lebih tinggi ini diduga karena senyawa aktif yang terdapat dalam F-H dan E-Eto membentuk sistem pertahanan atau kekebalan humoral. Sistem kekebalan humoral ini dilakukan oleh sel limfosit B yang bertanggung jawab atas sintesis antibodi humoral yang bersirkulasi dalam darah yang dikenal dengan imunoglobulin (Hoffbrand 2006). Persentase limfosit pada pemberian F-H memiliki nilai yang lebih tinggi dibandingkan nilai persentase limfosit pada pemberian E-Eto, hal ini karena senyawa aktif yang diduga terlibat membentuk kekebalan humoral lebih efektif bekerja pada F-H. Tabel 6 menunjukkan gambaran persentase nilai netrofil tikus laktasi hari ke-10 yang diberikan ekstrak dan fraksi daun katuk. Pengamatan nilai netrofil menunjukkan adanya pengaruh nyata terutama pada perlakuan F-H dan E-Eto yang mengalami persentase nilai netrofil yang lebih kecil dibandingkan perlakuan kontrol. Sementara itu, pada perlakuan F-H 2 O dan F-EtOAc tidak berpengaruh terhadap perlakuan kontrol. Persentase nilai netrofil yang lebih kecil pada perlakuan F-H dan E-Eto disebabkan karena persentase nilai limfosit lebih tinggi pada kedua perlakuan tersebut. Hal ini berarti, seperti yang telah diuraikan sebelumnya, senyawa aktif yang terdapat pada perlakuan F-H dan E-Eto membentuk sistem kekebalan humoral, akan tetapi netrofil tidak meningkat karena tidak adanya infeksi bakteri. Persentase nilai netrofil yang lebih rendah
7 33 pada F-H dan E-Eto masih berada dikisaran nilai normal, walaupun berpengaruh nyata terhadap kelompok kontrol. Menurut literatur kisaran normal nilai netrofil berkisar antara 9-34% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jumlah netrofil dalam darah akan meningkat pada kasus bakteri kontaminan dan runtuhan sel debris mengingat netrofil merupakan lini pertahanan tubuh yang pertama (Dellmann & Brown 1992). Hasil yang diperoleh pada pengamatan monosit menunjukkan pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk tidak adanya pengaruh terhadap kelompok kontrol. Nilai persentase monosit yang diperoleh dari penelitian ini pun masih berada di kisaran nilai normal monosit yaitu antara 0-5% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Adanya peningkatan jumlah monosit dalam darah disebabkan karena peningkatan aktivitas fagositosis terhadap benda asing mengingat monosit dalam jaringan akan berubah menjadi makrofag (Martini et al. 1992). Selain pada golongan monosit, pada Tabel 6 juga menunjukkan pemberian ekstrak dan fraksi daun katuk untuk nilai eosinofil tidak adanya pengaruh terhadap kelompok kontrol. Nilai persentase eosinofil yang diperoleh dari penelitian ini pun masih berada di kisaran nilai normal eosinofil yaitu antara 0-6% (Smith & Mangkoewidjojo 1988). Jumlah eosinofil meningkat dalam sirkulasi darah menunjukkan respons terhadap penyakit parasitik dan alergi dengan cara melepaskan protein, sitokin, dan kemokin yang mampu membunuh mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh (Hoffbrand 2006). Basofil tidak ditemukan pada pengamatan diferensial leukosit. Jumlah basofil di dalam sirkulasi darah relatif sangat sedikit, sehingga pada penelitian ini tidak ditemukan adanya basofil. Basofil berperan dalam peradangan, membangun reaksi hipersensitif dan sekresi mediator yang bersifat vasoaktif (Dellmann & Brown 1992).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Tubuh manusia secara fisiologis memiliki sistim pertahanan utama untuk melawan radikal bebas, yaitu antioksidan yang berupa enzim dan nonenzim. Antioksidan enzimatik bekerja
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir
Lebih terperinciPENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada kerbau lumpur betina, diperoleh jumlah rataan dan simpangan baku dari total leukosit, masing-masing jenis leukosit, serta rasio neutrofil/limfosit
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring bertambahnya usia, daya fungsi makhluk hidup akan menurun secara progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada beberapa faktor yang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciPEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol
30 PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol Sel somatik merupakan kumpulan sel yang terdiri atas kelompok sel leukosit dan runtuhan sel epitel. Sel somatik dapat ditemukan dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Penurunan jumlah ookista dalam feses merupakan salah satu indikator bahwa zat yang diberikan dapat berfungsi sebagai koksidiostat. Rataan jumlah ookista pada feses ayam berdasarkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
17 HASIL DAN PEMBAHASAN Eritrosit, Hemoglobin, Hematokrit dan Indeks Eritrosit Jumlah eritrosit dalam darah dipengaruhi jumlah darah pada saat fetus, perbedaan umur, perbedaan jenis kelamin, pengaruh parturisi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan obat tradisional telah lama digunakan diseluruh dunia dan menurut World Health Organization (WHO), sekitar 65% dari penduduk negara maju dan 80% dari penduduk
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.
50 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Hemoglobin Itik Cihateup Data hasil pengamatan kadar hemoglobin itik cihateup fase grower yang diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Parasitemia Hasil penelitian menunjukan bahwa semua rute inokulasi baik melalui membran korioalantois maupun kantung alantois dapat menginfeksi semua telur tertunas (TET). Namun terdapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepadatan Ayam Petelur Fase Grower Ayam petelur adalah ayam yang efisien sebagai penghasil telur (Wiharto, 2002). Keberhasilan pengelolaan usaha ayam ras petelur sangat ditentukan
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Eritrosit Fungsi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Temperatur Tubuh Peningkatan temperatur tubuh dapat dijadikan indikator terjadinya peradangan di dalam tubuh atau demam. Menurut Kelly (1984), temperatur normal tubuh sapi
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Inflamasi merupakan reaksi lokal jaringan terhadap infeksi atau cedera dan melibatkan lebih banyak mediator dibanding respons imun yang didapat. Inflamasi dapat diartikan
Lebih terperinci3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Hewan Coba dan Pemeliharaannya 3.3. Alat dan Bahan
19 3. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2009 sampai dengan Juni 2010 di Kandang Unit Hewan Laboratorium, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Identifikasi dan Persentase Parasit Darah Hasil pengamatan preparat ulas darah pada enam ekor kuda yang berada di Unit Rehabilitasi Reproduksi (URR FKH IPB) dapat dilihat sebagai berikut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total Data hasil penghitungan jumlah leukosit total, diferensial leukosit, dan rasio neutrofil/limfosit (N/L) pada empat ekor kerbau lumpur betina yang dihitung
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan terhadap diferensiasi leukosit mencit (Mus musculus) yang diinfeksi P. berghei, setelah diberi infusa akar tanaman kayu kuning (C. fenestratum) sebagai berikut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes mellitus merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan adanya kadar glukosa darah yang melebihi nilai normal dan gangguan metabolisme karbohidrat,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
10 kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan sisa zat warna lalu dikeringkan. Selanjutnya, DPX mountant diteteskan pada preparat ulas darah tersebut, ditutup dengan cover glass dan didiamkan
Lebih terperinciSISTEM PEREDARAN DARAH
SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini
Lebih terperinciMENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS
MENJELASKAN STRUTUR DAN FUNGSI ORGAN MANUSIA DAN HEWAN TERTENTU, KELAINAN/ PENYAKIT YANG MUNGKIN TERJADI SERTA IMPLIKASINYA PADA SALINGTEMAS KD 3.8. Menjelaskan mekanisme pertahanan tubuh terhadap benda
Lebih terperinciserta terlibat dalam metabolisme energi dan sintesis protein (Wester, 1987; Saris et al., 2000). Dalam studi epidemiologi besar, menunjukkan bahwa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam tubuh manusia, sistem imun sangat memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap berbagai antigen (benda asing) dengan memberantas benda asing tersebut
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik adalah golongan unggas air dan itik merupakan hewan homoiterm yang bisa menyesuaikan tubuh dengan lingkungannya. Karena itik termasuk ke dalam hewan berdarah panas,
Lebih terperinciDarah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit
Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit Plasma (40%-50%) Lekosit Eritrosit sebelum sesudah sentrifusi Fungsi utama eritrosit:
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran darah berupa jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit sapi perah FH umur satu sampai dua belas bulan ditampilkan pada Tabel 3. Tabel 3 Gambaran Eritrosit
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan
Lebih terperinciGambar 1 Rata-rata Jumlah Sel Darah Putih Ikan Lele Dumbo Setiap Minggu
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Jumlah Sel Darah Putih (Leukosit) Ikan Lele Dumbo Pada penelitian ini dihitung jumlah sel darah putih ikan lele dumbo untuk mengetahui pengaruh vitamin dalam meningkatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Anti nyamuk merupakan benda yang sudah tak asing lagi bagi kita. Umumnya anti nyamuk digunakan sebagai salah satu upaya untuk mengatasi gigitan nyamuk. Jenis formula
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sistem imun bekerja untuk melindungi tubuh dari infeksi oleh mikroorganisme, membantu proses penyembuhan dalam tubuh, dan membuang atau memperbaiki sel yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah LeukositTotal Leukosit merupakan unit darah yang aktif dari sistem pertahanan tubuh dalam menghadapi serangan agen-agen patogen, zat racun, dan menyingkirkan sel-sel rusak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Proses Fermentasi Sabut Kelapa Sawit Sabut kelapa sawit (SS) yang difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus pada penelitian ini dijadikan sebagai bahan pakan pengganti
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya teknologi di segala bidang merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Diantara sekian banyaknya kemajuan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi
Lebih terperinciPENGETAHUAN DASAR. Dr. Ariyati Yosi,
PENGETAHUAN DASAR IMUNOLOGI KULIT Dr. Ariyati Yosi, SpKK PENDAHULUAN Kulit: end organ banyak kelainan yang diperantarai oleh proses imun kulit berperan secara aktif sel-sel imun (limfoid dan sel langerhans)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang
HASIL DAN PEMBAHASAN Hemoglobin Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang Hemoglobin burung merpati jantan dan betina sebelum dan sesudah dilatih terbang selama penelitian
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan pada
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data hasil penelitian jumlah netrofil yang menginvasi cairan intraperitoneal mencit terinfeksi E. coli setelah pemberian tiga jenis teripang ditunjukkan
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil uji tantang virus AI H5N1 pada dosis 10 4.0 EID 50 /0,1 ml per ekor secara intranasal menunjukkan bahwa virus ini menyebabkan mortalitas pada ayam sebagai hewan coba
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
26 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 MCV (Mean Corpuscular Volume) Nilai MCV (Mean Corpuscular Volume) menunjukkan volume rata-rata dan ukuran eritrosit. Nilai normal termasuk ke dalam normositik, nilai di bawah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Profil Ayam Kedu dan Status Nutrisi Ayam Kedu merupakan jenis ayam kampung yang banyak dikembangkan di Kabupaten Temanggung. Ayam Kedu merupakan ayam lokal Indonesia yang
Lebih terperinciPRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.
PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS. Praktikum IDK 1 dan Biologi, 2009 Tuti Nuraini, SKp., M.Biomed. 1 TUJUAN Mengetahui asal sel-sel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah. dapat digunakan untuk menilai kondisi kesehatan ternak.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Jumlah Sel Darah Merah Sel darah merah berperan membawa oksigen dalam sirkulasi darah untuk dibawa menuju sel dan jaringan. Jumlah sel darah merah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring proses penuaan mengakibatkan tubuh rentan terhadap penyakit. Integritas sistem imun sangat diperlukan sebagai mekanisme pertahanan tubuh terhadap ancaman,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
21 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dari pengamatan diferensial leukosit pada mencit yang diinfeksi dengan P.berghei setelah pemberian ekstrak akar kayu kuning (C. fenestratum) dengan pelarut etanol yaitu sebagai
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Darah merupakan organ khusus yang berbentuk cair yang berbeda dengan organ lain. Salah satu fungsi darah adalah sebagai media transport didalam tubuh, volume darah
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui
41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Uji LD-50 Uji LD-50 merupakan uji patogenitas yang dilakukan untuk mengetahui kepadatan bakteri yang akan digunakan pada tahap uji in vitro dan uji in vivo. Hasil
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi
digilib.uns.ac.id BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Darah Gambaran darah merupakan salah satu parameter yang menjadi indikasi adanya perubahan kondisi kesehatan ikan baik akibat faktor infeksi (mikroorganisme)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan
Lebih terperinciPEMBAEIASAN. leukosit, jenis leukosit, nilai indeks fagositik serta adanya perbedaan tingkat
PEMBAEIASAN Penambahan Spirulina platensis dalam pakan ikan sebanyak 296, 4% dan 6% baik secara kontinyu maupun diskontinyu dapat meningkatkan respon kekebalan ikan patin. Peningkatan ini dapat dilihat
Lebih terperinciSTORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH
STORYBOARD SISTEM PEREDARAN DARAH Mata Kuliah : Pengembangan Media Pembelajaran Pokok Bahasan : Sistem Peredaran Darah Sasaran : Pemahaman siswa akan materi sistem peredaran darah menjadi lebih baik. Kompetensi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neoplasma adalah suatu massa jaringan abnormal yang berproliferasi cepat, tidak terkoordinasi melebihi jaringan normal dan dapat menetap setelah hilangnya rangsang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 7. Bakteri Bacillus Sumber : Dokumentasi Pribadi
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembentukan Organisme Bioflok 4.1.1 Populasi Bakteri Populasi bakteri pada teknologi bioflok penting untuk diamati, karena teknologi bioflok didefinisikan sebagai teknologi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Hematologi Hasil pemeriksaan hematologi disajikan dalam bentuk rataan±simpangan baku (Tabel 1). Hasil pemeriksaan hematologi individual (Tabel 5) dapat dilihat pada lampiran dan dibandingkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. digunakan sebagai alternatif pengobatan seperti kunyit, temulawak, daun sirih,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam untuk mengobati penyakit sudah sejak lama diterapkan oleh masyarakat. Pada jaman sekarang banyak obat herbal yang digunakan sebagai alternatif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bersifat nontosik, sehingga dapat juga digunakan sebagai obat anti kanker dan anti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang permasalahan Coriolus versicolor merupakan salah satu jamur yang banyak digunakan dalam pengobatan penyakit. Ekstrak dari jamur Coriolus versicolor ini diketahui bersifat
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh
21 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Antibodi pada Mukus Ikan Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh tidak dapat disajikan pada laporan ini karena sampai saat ini masih dilakukan
Lebih terperinciUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FISIOLOGI HEWAN I. April 2008 DARAH DAN SIRKULASI
FISIOLOGI HEWAN I April 2008 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN DARAH DAN SIRKULASI Darah Darah dan hemolymph, cairan sirkulasi pada sistem sirkulasi terbuka dan tertutup, adalah cairan kompleks berisi banyak
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir
Lebih terperinciGambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum. Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK
Gambaran Diff Count Pada Perokok Di Kecamatan Cibeureum Undang Ruhimat STIKes Bakti Tunas Husada Tasikmalaya ABSTRAK Keberadaan zat-zat beracun dari asap rokok menyebabkan tubuh melakukan perlawanan terhadap
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lele merupakan salah satu jenis ikan unggulan budidaya ikan air tawar. Lele masamo (Clarias gariepinus >< C. macrocephalus) merupakan lele varian baru. Lele masamo diperoleh
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap bulan selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda seperti terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman yang semakin pesat secara tidak langsung telah menyebabkan terjadinya pergeseran pola hidup di masyarakat. Kemajuan teknologi dan industri secara
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan jumlah eritrosit. Jumlah eritrosit darah (juta/ mm 3 ) ulangan ke
30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Hasil analisis jumlah eritrosit darah. Berdasarkan analisis stastik jumlah eritrosit hasil perlakuan adalah sebagai berikut Tabel 4.1 Rata-rata peningkatan
Lebih terperinciKOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN
1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. berbagai penyakit. Tumbuhan yang merupakan bahan baku obat tradisional
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemanfaatan tumbuhan sebagai obat sudah dilakukan dari dulu, sejak peradaban manusia itu ada. Tumbuhan dapat digunakan sebagai obat untuk berbagai penyakit. Tumbuhan yang
Lebih terperinciBila Darah Disentifus
Judul Fungsi Darah Bila Darah Disentifus Terdiri dari 3 lapisan yaitu : Darah di sentrifuse q Lapis paling bawah (merah) 45% adalah Eritrosit atau hematokrit q Lapis tengah (abu-abu putih) 1 % adalah
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. peternakan. Penggunaan limbah sisa pengolahan ini dilakukan untuk menghindari
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah pangan yang berasal dari sisa-sisa pengolahan makanan merupakan salah satu sumber bahan pakan alternatif yang sering digunakan dalam dunia peternakan. Penggunaan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan makanan yang memiliki nilai gizi baik akan meningkat.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci termasuk hewan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dan tidak dapat merncerna serat-serat secara baik, sehingga kelinci disebut pseudoruminansia.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya semua manusia memiliki sistem imun. Sistem imun diperlukan oleh tubuh sebagai pertahanan terhadap berbagai macam organisme asing patogen yang masuk ke
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tubuh yaitu terjadinya kerusakan jaringan tubuh sendiri (Subowo, 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Imunitas merupakan suatu mekanisme untuk mengenal suatu zat atau bahan yang dianggap sebagai benda asing terhadap dirinya, selanjutnya tubuh akan mengadakan tanggapan
Lebih terperinciIMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume IV No 2 Februari 2016 ISSN: 2302-3600 IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Neutrofil pada Mencit Jantan Berdasarkan Tabel 2, rata-rata persentase neutrofil ketiga perlakuan infusa A. annua L. dari hari ke-2 sampai hari ke-8 setelah infeksi cenderung lebih
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perubahan pola hidup serta terjadinya penurunan kualitas lingkungan hidup secara tidak langsung menyebabkan manusia terus-menerus dihadapkan pada persoalan
Lebih terperinciBAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN
BAB II KOMPONEN YANG TERLIBAT DALAM SISTEM STEM IMUN Sel yang terlibat dalam sistem imun normalnya berupa sel yang bersirkulasi dalam darah juga pada cairan lymph. Sel-sel tersebut dapat dijumpai dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen pada umur sekitar 4-5 minggu dengan bobot badan antara 1,2-1,9 kg/ekor yang bertujuan sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tubuh manusia mempunyai kemampuan untuk melawan segala macam organisme pengganggu atau toksin yang cenderung merusak jaringan dan organ tubuh. Kemampuan
Lebih terperinciSISTEM PERTAHANAN TUBUH
SISTEM PERTAHANAN TUBUH Sistem Pertahanan Tubuh Sistem Pertahanan Tubuh Non spesifik Sistem Pertahanan Tubuh Spesifik Jenis Kekebalan Tubuh Disfungsi sitem kekebalan tubuh Eksternal Internal Struktur Sistem
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus
13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan histopatologi pada timus Jaringan limfoid sangat berperan penting untuk pertahanan terhadap mikroorganisme. Ayam broiler memiliki jaringan limfoid primer (timus dan bursa
Lebih terperinci