HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Benih ditanam tanpa kulit polongnya agar memudahkan dalam penyerapan air yang diperlukan untuk pertumbuhan plumula dan radikula. Awal pertumbuhan kacang bogor mengalami keterlambatan. Benih berkecambah dan muncul di atas tanah lebih dari 2 MST. Percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Priyatna (1993), Setiaji (1994) dan Hamid (2008) menyatakan bahwa benih juga mulai berkecambah dan muncul di atas tanah pada umur lebih dari 2 MST. Gambar 1. Polong kacang bogor (kiri: polong berbiji 1, kanan: polong berbiji 2) Gambar 2. Tanaman kacang bogor pada 4 MST Seleksi alam mengakibatkan banyak galur-galur yang mati. Rata-rata daya berkecambah sebesar 53 % untuk seluruh galur. Jumlah tanaman yang tumbuh pada seluruh satuan percobaan adalah tanaman. Lebih dari 40 % benih tidak tumbuh. Hal ini disebabkan oleh viabilitas benih rendah dan lingkungan yang tidak optimal (kekurangan air) pada awal pertumbuhan tanaman. Setelah benih mulai berkecambah, hujan tidak turun sehingga tanaman harus sering disiram. Tanah yang kering membuat pertumbuhan plumula dan radikula terhambat karena kekurangan air untuk metabolisme transport elektron.

2 16 Gulma yang tumbuh pada lahan kacang bogor adalah Broreria alata, Mimosa pudica, Arachis sp., Phylanthus niruri, Physalis angulata, Axonopus compresus, dan Cynodon dactylon. Pertumbuhan gulma sangat cepat karena penggunaan pupuk kandang dan pemakaian lahan bera. Pertumbuhan gulma di lahan mengakibatkan pertumbuhan tanaman kacang bogor terhambat karena terjadi persaingan hara serta tempat tumbuh antara gulma dan tanaman kacang bogor. Pada lahan dengan gulma yang lebat, akar gulma dapat bertaut dengan cabang kacang bogor, sehingga polong-polong kacang bogor dapat lepas dari cabangnya. Tanaman kacang bogor mulai terserang penyakit busuk pangkal batang (Gambar 3) pada umur 7 MST. Penyakit ini disebabkan oleh cendawan Scelerotium rolfsii. Gejala awal penyakit ini adalah timbulnya hifa cendawan seperti bulu halus berwarna putih yang kemudian melebar dan menyebar ke tangkai daun sehingga daun layu dan rontok. Tanaman yang terserang penyakit dibuang dan dijauhkan dari lahan. Tanaman juga terserang penyakit bercak daun pada 10 MST (Gambar 3). Penyebab penyakit ini adalah Cercospora sp.. Kelembaban yang relatif tinggi dengan kisaran suhu o C akan memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit (Saleh, 2010). Gejala penyakit bercak daun adalah timbulnya bercak-bercak kecil yang kemudian membesar dan daun menjadi kering. Penyakit bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif tanaman dan akan bertambah selama pembungaan sampai pengisian polong (Nugrahaeni, 1993; Sumartini, 2008). Penyakit ini sering dihubungkan dengan tanaman yang siap panen, tetapi juga dapat menyerang tanaman yang masih muda. Penyakit lain yang menyerang adalah penyakit kerdil yang disebabkan oleh virus (Gambar 3). Daun dan tangkai daun menjadi kecil dan mengkerut. Tanaman terserang pada 5 MST hingga masa pemasakan polong. Hama pengganggu tanaman pada percobaan ini adalah belalang (Valanga nigricornis) yang memakan daun. Serangan hama ini tidak dalam tingkat yang membahayakan. Kutu daun (Aphis sp.) juga menyerang pertanaman kacang bogor. Gejala yang ditimbulkan adalah bekas lubang-lubang hasil tusukan kutu daun. Selain itu, terdapat anjing (Cannis sp.) yang merusak tanaman sehingga polong berhamburan keluar tanah. Serangan anjing ini tergolong tidak membahayakan

3 17 karena hanya merusak 0.66 % dari seluruh populasi. Semut (Hymenoptera sp.) memakan biji tanaman kacang bogor saat awal tanam dan saat penjemuran polong. Hama ini juga menyebabkan daya berkecambah kecil. Selain itu, terdapat Sitophilus sp. yang menyerang polong kacang bogor saat berada di ruang penyimpanan. a b c Gambar 3. Penyakit pada kacang bogor: a) penyakit busuk pangkal batang; b) penyakit bercak daun; c) penyakit kerdil Karakter Kuantitatif Galur-Galur Kacang Bogor Karakter generatif yang diamati mencakup jumlah polong, jumlah polong bernas, bobot basah polong, bobot kering polong, bobot kering polong bernas, polong berkecambah, dan hari berbunga. Karakter vegetatif yang diamati meliputi jumlah cabang, jumlah buku, tinggi tanaman, dan diameter kanopi. Pada Tabel 2 dan 3 disajikan keragaan tanaman kacang bogor untuk kedua populasi dan rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor.

4 Tabel 2. Keragaan tanaman kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan jumlah polong sedikit Peubah Kisaran Nilai Tengah Simpangan KK T G T G T G T G BBT JPT JPB JPC BKT BKB BKC PK HB TT DK JC JB Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, KK: koefisien keragaman, BBT: bobot basah polong (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), JPC: jumlah polong cipo (polong), BKT: bobot kering polong total (g), BKB: bobot kering polong bernas (g), BKC: bobot kering polong cipo (g), PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen (polong), HB: hari berbunga (hari), TT: tinggi tanaman (cm), DK: diameter kanopi (cm), JC: jumlah cabang (cabang), dan JB: jumlah buku (buku). Tabel 3. Rekapitulasi sidik ragam beberapa karakter kacang bogor Peubah T G T x G BBT * ** ** JPT * ** tn JPB ** ** ** JPC tn tn * BKT ** ** ** BKB ** ** ** BKC tn tn tn PK tn tn tn HB tn tn * TT tn tn tn DK tn ** tn JC tn tn * JB tn * tn Keterangan: T x G: interaksi nilai tengah populasi jumlah polong banyak dan sedikit; BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, * nyata pada 0.05, ** nyata pada 0.01, tn tidak nyata.. Analisis keragaman diperoleh dari kuadrat tengah yang berasal dari jumlah kuadrat dibagi dengan derajat bebas sumber keragamannya (Gomez dan Gomez, 18

5 1995). Berikut ini merupakan analisis komponen ragam beberapa karakter kacang bogor. 19 Tabel 4. Komponen ragam dan nilai tengah beberapa karakter kacang bogor populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit Peubah T σ²g σ²e σ²p σ²g σ²p G BBT JPT JPB JPC BKT BKB BKC PK HB TT DK JC JB Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPB: jumlah polong bernas, JPC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering polong total, BKB: bobot kering polong bernas, BKC: bobot kering polong cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku, ragam genetik (σ²g), ragam fenotipik (σ²p), ragam lingkungan (σ²e), dan nilai tengah ( ). Nilai negatif ragam genetik akan dianggap nol untuk analisis selanjutnya. Seleksi terhadap suatu karakter berlangsung efektif jika heritabilitas karakter tersebut tinggi. Nilai heritabilitas yang tinggi tersebut menunjukkan bahwa keragaman pada karakter tersebut berpeluang besar untuk diwariskan pada keturunannya. Pendugaan heritabilitas ini diperlukan untuk metode seleksi selanjutnya yang berhubungan dengan kemajuan genetik. Di bawah ini merupakan nilai heritabilitas pada kedua populasi kacang bogor.

6 Tabel 5. Nilai duga heritabilitas arti luas beberapa karakter kacang bogor pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit 20 Peubah T h 2 bs G BBT JPT JPTB JPTC BKT BKTB BKTC PK HB TT DK JC JB Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, h 2 bs: heritabilitas arti luas, BBT: bobot basah polong, JPT: jumlah polong total, JPTB: jumlah polong bernas, JPTC: jumlah polong cipo, BKT: bobot kering total, BKTB: bobot kering bernas, BKTC: bobot kering cipo, PK: jumlah polong yang berkecambah sebelum panen, HB: hari berbunga, TT: tinggi tanaman, DK: diameter kanopi, JC: jumlah cabang dan JB: jumlah buku. Jumlah Polong Total Berdasarkan Tabel 3, terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Ragam keduanya berbeda besarnya (214 dan 614) (Tabel 4), namun nilai tengahnya tidak akan berbeda (Tabel 3) yaitu sebesar 59.5 polong. Populasi jumlah polong sedikit yang pada percobaan sebelumnya memiliki 11 polong, saat dievalusi memiliki jumlah polong 60 polong, sedangkan populasi jumlah polong banyak pada percobaan sebelumnya memiliki 22 polong saat dievaluasi tetap memiliki jumlah polong yang banyak serta mencapai nilai sebesar 60 polong. Berdasarkan hasil tersebut, jumlah polong pada populasi jumlah polong sedikit sebenarnya memiliki jumlah polong yang banyak dan populasi jumlah polong banyak memang memiliki jumlah polong yang banyak. Selain itu, peningkatan rata-rata kedua populasi ini mengisyaratkan bahwa kedua populasi dapat diperbaiki. Nilai tengah pada peubah jumlah polong total berkisar antara polong dengan simpangan baku ± 14 polong dan ± 24 polong (Tabel 2). Jika

7 21 penyimpangan nilai tengahnya diperhitungkan maka akan dihasilkan nilai sekitar 45 polong untuk penyimpangan terkecil, 73 polong untuk penyimpangan terbesar (populasi jumlah polong banyak), dan 36 polong untuk simpangan terkecil, 84 polong untuk simpangan terbesar (populasi jumlah polong sedikit). Jumlah polong total dapat dinaikkan sebesar 1.7 dan 2.3 kali nilai tengahnya hingga jumlah tertingginya. Ragam genetik pada tanaman tidak terulang lebih besar (328.82) daripada ragam genetik pada tanaman terulang (70.49) (Tabel 4). Heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5), sehingga nilai jumlah polong yang akan diwariskan ke keturunannya lebih besar presentasenya pada galur-galur di populasi jumlah polong sedikit. Nilai heritabilitas pada populasi jumlah polong banyak yang lebih kecil dapat diartikan bahwa faktor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakannya. Ragam-ragam pada populasi jumlah polong sedikit yang lebih besar daripada populasi jumlah polong banyak, mengindikasikan bahwa populasi jumlah polong sedikit masih memiliki heterozigositas yang lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak. Sedangkan ragam-ragam yang lebih kecil pada populasi jumlah polong banyak mengindikasikan bahwa populasi tersebut, lebih homozigot serta lebih stabil. Hal ini juga berlaku pada populasi jumlah polong banyak di semua peubah yang diamati contohnya peubah jumlah polong bernas, bobot kering polong total, dan bobot basah (Tabel 4). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Peningkatan jumlah polong pada percobaan ini diduga dapat disebabkan oleh cuaca yang mendukung dengan lama penyinaran yang cukup tinggi pada bulan-bulan selama percobaan berlangsung. Sinar matahari yang cukup untuk menghasilkan fotosintat yang kemudian disalurkan ke sink, yaitu polong, sehingga jumlah polong dapat meningkat. Menurut PROHATI (2010) tanaman ini menyukai rata-rata temperatur harian antara 20 hingga 28 C, sedangkan pada saat percobaan berlangsung temperatur bulanan sekitar 25 C (Lampiran 4) dan tingkat

8 22 temperatur ini masuk ke dalam kisaran temperatur harian untuk kacang bogor. Oleh karena itu, tanaman kacang bogor dalam populasi ini mendapatkan lingkungan yang optimum untuk tumbuh. Selain itu, jarak tanam yang besar (60 cm x 60 cm) dapat memberikan pertumbuhan optimum kacang bogor dengan persaingan hara dan sinar matahari yang rendah. Jumlah Polong Bernas Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa terdapat keragaman pada kedua populasi. Interaksi antara jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit menunjukkan nilai tengah yang berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Peubah jumlah polong bernas ini memiliki potensi untuk diperbaiki. Jika simpangan tertingginya ditambahkan dengan nilai tengah, maka nilainya berkisar 49 polong dan 60 polong (Tabel 2). Angka ini masih jauh dibawah nilai tertingginya. Oleh karena itu, karakter jumlah polong bernas tersebut dapat dinaikkan sebesar dua kali dan 2.5 kali dari nilai tengah hingga mencapai nilai tertingginya. Variasi genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih besar daripada variasi genetik populasi jumlah polong banyak. Heritabilitas populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Hal ini dapat berarti bahwa fakor lingkungan lebih banyak mempengaruhi kenampakan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit nilai tengah peubah ini akan lebih banyak yang diwariskan ke keturunannya. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit, sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah polong bernas memiliki lebih banyak galurgalur pilihan untuk diseleksi. Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang

9 23 rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Pada awalnya galur-galur tersebut belum dapat dibuang karena dikhawatirkan memiliki potensi perbaikan pada peubah yang lain. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Jumlah Polong Cipo Harapan yang diinginkan pada peubah ini adalah didapatkan galur yang memiliki polong cipo dengan nilai tengah dan ragam yang kecil. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman pada kedua populasi. Ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 4). Nilai ragam genetik yang negatif pada populasi jumlah polong sedikit adalah akibat dari nilai ragam lingkungan yang melebihi ragam fenotipiknya, karena bias perhitungan, atau karena nilai galat yang lebih besar daripada nilai kuadrat tengahnya. Nilai ragam genetik yang dianggap tidak ada bukan berarti tidak ada gen-gen yang mempengaruhi penampakan populasi ini. Gen-gen tersebut tidak terekspresikan karena tertutup oleh faktor dominan atau lingkungan. Peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungannya yang dapat dilihat dari nilai duga heritabilitasnya. Oleh karena itu, peubah jumlah polong cipo tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi. Peubah polong cipo ini muncul karena terlalu lamanya siklus panen. Kacang bogor merupakan tanaman tahunan sehingga siklus pertumbuhannya harus dipotong untuk menentukan waktu panen. Tanaman tersebut akan selalu membentuk polong, jika polong yang terbentuk banyak, maka fotosintat tidak akan terbagi dengan sama. Oleh karena itu, akan terdapat polong yang tidak berbiji. Jumlah polong cipo pada percobaan ini cukup banyak sekitar 30 % dari jumlah polong total. Penurunan jumlah polong cipo dapat dilakukan dengan memperpanjang umur panen, sehingga polong-polong tersebut memiliki kesempatan untuk tahap pengisian dan pemasakan polong. Namun, polong-polong lain yang sudah matang akan membentuk tunas lain sehingga polong cipo tidak dapat dihilangkan dari komoditas ini. Berdasarkan nilai koefisien korelasi, semakin banyak jumlah polong maka semakin banyak jumlah polong cipo (Tabel 8 dan 9).

10 24 Bobot Basah Polong Berdasarkan sidik ragam terdapat keragaman pada kedua populasi. Nilai tengah kedua populasi berbeda (Tabel 3). Oleh karena itu, dari kedua populasi tersebut dapat dipilih populasi dengan nilai tengah yang lebih tinggi yaitu populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Karakter bobot polong basah memiliki potensi untuk diperbaiki. Nilai tengah untuk peubah bobot polong basah pada populasi jumlah polong sedikit sebesar g dengan simpangan ± 75.8 g (Tabel 2). Apabila penyimpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengahnya maka didapatkan nilai sebesar g yang peningkatannya hampir dua kali nilai rataratanya. Nilai tengah tersebut dapat ditingkatkan lagi sebanyak empat kali nilai tengahnya hingga mencapai nilai tertingginya. Populasi jumlah polong banyak memiliki nilai tertinggi sebesar 227 g, jika nilai tengah dan simpangannya ditambahkan maka akan didapatkan nilai sebesar 140 g, yang nilainya masih di bawah nilai tertingginya. Peningkatan pada peubah ini dapat ditingkatkan sebanyak dua kali nilai tengahnya, hingga mencapai nilai tertinggi dari peubah ini. Populasi jumlah polong sedikit lebih beragam genetiknya jika dibandingkan dengan populasi jumlah polong banyak. Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gennya dan presentasi pewarisan gennya lebih besar. Bobot basah yang tinggi pada percobaan ini diduga karena pengaruh cuaca dan jarak tanam yang digunakan, sehingga kacang bogor tumbuh dengan produksi yang optimum. Percobaan Setiaji (1994) menunjukkan bahwa perlakuan dengan jarak tanam yang berbeda, memberikan hasil produksi per tanaman yang lebih tinggi pada populasi dengan jumlah tanaman yang lebih sedikit. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pada populasi jumlah polong sedikit galur-galur pilihan untuk diseleksi lebih banyak daripada galur-galur di populasi jumlah polong banyak.

11 25 Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Total Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit pada peubah bobot kering polong total (Tabel 3). Nilai tengah kedua populasi tersebut berbeda sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar, yaitu populasi jumlah polong sedikit. Jika simpangan terbesarnya ditambahkan dengan nilai tengah maka akan dihasilkan nilai sekitar 38 g dan 52 g yang nilainya masih jauh dibawah nilai tertingginya (Tabel 2). Oleh karena itu, karakter bobot kering total dapat dua kali dinaikkan dari nilai tengahnya, dengan potensi terbesar 61 g dan 89 g. Berdasarkan analisis komponen ragam, ragam genetik populasi jumlah polong banyak lebih rendah daripada ragam genetik populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga heritabilitas pada populasi jumlah polong sedikit lebih tinggi daripada populasi jumlah polong banyak (Tabel 5). Penampakan populasi jumlah polong sedikit diduga lebih banyak dipengaruhi oleh ekspresi gen-gen daripada faktor eksternal dan kemungkinan pewarisan gen-gennya lebih besar. Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak pada peubah ini. Pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak daripada galur-galur pada populasi jumlah polong banyak. Produktivitas polong kering per hektar pada percobaan ini cukup tinggi yaitu sebesar 0.8 ton/ha dengan produktivitas terendah mencapai 0.27 ton/ha dan tertinggi mencapai 1.7 ton/ha. Hasil ini dapat lebih rendah daripada produktivitas yang diusahakan oleh petani, karena jarak tanam pada percobaan ini yang lebih lebar.

12 26 Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Bernas Sidik ragam pada Tabel 3 menunjukkan adanya keragaman pada galurgalur yang diamati pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Nilai tengah kedua populasi tersebut tidak sama (Tabel 3), sehingga dapat dipilih populasi yang memiliki nilai tengah yang lebih besar (Tabel 4), yaitu populasi jumlah polong sedikit. Bobot kering bernas pada kedua populasi memiliki nilai tengah sebesar 28 g dan 32 g dengan simpangan sebesar ± 8 g dan 18 g (Tabel 2). Jika penyimpangan terbesarnya ditambahkan ke dalam nilai tengahnya, maka didapatkan nilai sebesar 36 g dan 50 g yang masih di bawah nilai tertingginya yaitu sebesar 61 g dan 86 g. Oleh karena itu, peubah ini masih dapat ditingkatkan sebesar tiga kali dari nilai tengahnya hingga mencapai potensi tertingginya. Bobot kering bernas pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih kecil daripada ragam genetik bobot kering tanaman jumlah polong sedikit (Tabel 4). Berdasarkan nilai duga heritabilitasnya, populasi jumlah polong banyak pada peubah ini lebih dipengaruhi oleh faktor lingkungannya (Tabel 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit sehingga populasi jumlah polong sedikit lebih baik daripada populasi jumlah polong banyak pada peubah ini (Tabel 2 dan 4). Populasi jumlah polong sedikit memiliki keragaman yang lebih besar sehingga galur-galur pilihannya memiliki lebih banyak pilihan untuk diseleksi. Tanda negatif pada nilai terendah populasi jumlah polong sedikit disebabkan oleh data mentah yang telah dikoreksi oleh pengaruh bloknya (Tabel 2). Galur-galur yang memiliki nilai negatif memang memiliki nilai genetik yang rendah dan tidak cocok untuk cara evaluasi seperti ini. Galur yang memiliki

13 27 nilai negatif tersebut (A107), ternyata tidak memiliki potensi yang baik di peubah lain. Bobot Kering Polong Cipo Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat keragaman di antara galur-galur yang diamati pada kedua populasi. Ragam genetik pada kedua populasi bernilai negatif (Tabel 4). Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galurnya sehingga akan tidak berguna untuk menyeleksi galur-galur yang memiliki nilai yang sama. Oleh karena itu, peubah bobot kering polong cipo tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi. Polong Berkecambah Polong berkecambah dihitung dengan asumsi bahwa semakin banyak polong berkecambah pada satu tanaman kacang bogor, maka waktu panen terlambat. Dugaan lain dari polong berkecambah adalah semakin banyaknya polong berkecambah maka bobot basah polong akan lebih rendah, bahasan ini akan dicantumkan pada bab korelasi. Tanaman kacang bogor merupakan tanaman terna tahunan yang akan terus tumbuh dan berkecambah apabila tidak ada pemotongan siklus untuk pertumbuhan fase kedua tanaman. Oleh karena itu, untuk memperkirakan waktu panen, harus dilakukan pemotongan siklus tanaman yang didasarkan pada keadaan tanaman. Pertumbuhan siklus kedua tanaman akan mengakumulasikan energi yang didapat untuk pertumbuhan vegetatif tanaman, seperti pertumbuhan tunas, dan tidak disalurkan ke bagian generatif seperti pembentukan bunga dan polong. Keadaan ini akan membuat jumlah polong sedikit dan bobot polong kecil. Namun, presentase jumlah polong berkecambah yang dapat menghambat pembentukan bunga dan polong, belum dapat dibuktikan karena belum ada percobaan yang meneliti dugaan tersebut. Polong yang berkecambah pada kacang bogor dalam percobaan ini dapat juga disebabkan oleh penyakit. Pengamatan polong berkecambah banyak ditemukan pada tanaman yang terkena penyakit busuk pangkal batang. Tanaman kacang bogor yang terkena penyakit akan membentuk individu baru untuk menyelamatkan genotipenya.

14 28 Berdasarkan Tabel 3 tidak terdapat keragaman pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit. Peubah ini tidak memiliki potensi untuk perbaikan karena nilai ragam genetik yang dianggap bernilai nol, heritabilitasnya tidak dapat diduga serta tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang diamati. Oleh karena itu, peubah polong berkecambah tidak dimasukkan dalam kriteria seleksi. Umur Berbunga Peubah hari berbunga diamati untuk menghitung waktu pengisian polong kacang bogor yang berguna sebagai patokan waktu panen. Waktu pengisian polong diperkirakan selama delapan minggu setelah berbunga. Tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Peubah hari berbunga tidak dapat digunakan untuk kriteria seleksi karena nilai ragam genetik dan heritabilitasnya tidak dapat diduga serta keragaman dalam peubah ini kecil. Tinggi Tanaman Peubah tinggi tanaman diamati untuk melihat hubungannya dengan karakter generatif seperti jumlah polong dan bobot untuk penyeleksian di lapangan. Berdasarkan sidik ragam, tidak terdapat perbedaan pada populasi jumlah polong banyak dan populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3) sehingga galur- galur dalam kedua populasi tersebut sama antara yang satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, peubah ini tidak dimasukkan ke dalam kriteria seleksi. Diameter Kanopi Diameter kanopi pada percobaan ini dapat digolongkan ke dalam diameter semi kompak dengan ukuran cm. Galur terseleksi diharapkan memiliki diameter kanopi yang besar, diameter kanopi yang besar diduga memiliki jumlah cabang dan buku, tempat munculnya polong sehingga jumlah polong akan lebih banyak. Peubah diameter kanopi diamati untuk penyeleksian tidak langsung dengan peubah hasil produksi. Bahasan ini akan dibahas pada bab korelasi. Berdasarkan sidik ragam terdapat perbedaan yang sangat nyata pada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 3). Sedangkan pada populasi jumlah polong

15 29 banyak, sidik ragam menunjukkan tidak ada perbedaan di antara galur-galur yang teramati (Tabel 3). Pada percobaan ini, seleksi awal memerlukan keragaman diantara galur-galurnya dalam populasi tersebut. Peubah diameter kanopi pada populasi jumlah polong banyak memiliki ragam genetik yang lebih rendah daripada populasi jumlah polong sedikit (Tabel 4). Nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong sedikit juga melebihi nilai duga ragam genetik dan heritabilitas populasi jumlah polong banyak (Tabel 4 dan 5). Kisaran, ragam, dan nilai tengah populasi jumlah polong banyak masuk ke dalam kisaran dan ragam populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2 dan 4), sehingga populasi jumlah polong sedikit pun memiliki potensi perbaikan yang lebih baik dari populasi jumlah polong banyak. Selain itu, pilihan seleksi pada populasi jumlah polong sedikit lebih banyak pilihan untuk diseleksi. Namun, berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain. Jumlah Cabang Jumlah cabang pada kacang bogor berhubungan dengan jumlah buku. Kedua peubah tersebut berhubungan dengan komponen produksi jumlah polong dan bobot. Pembahasan lebih lanjut akan dibahas mengenai hubungan komponen generatif dan vegetatif tersebut dengan korelasi. Berdasarkan sidik ragam, peubah ini tidak menunjukkan hasil yang tidak nyata pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit (Tabel 3). Ragam genetik populasi jumlah polong sedikit memiliki nilai yang negatif (Tabel 4), mengakibatkan nilai duga heritabilitasnya tidak dapat dihitung. Peubah ini tidak memiliki keragaman di dalamnya sehingga tidak akan dijadikan kriteria seleksi. Jumlah Buku Buku kacang bogor merupakan tempat munculnya bunga, bunga tersebut akan membentuk polong. Pengamatan jumlah buku ini dilakukan dengan dugaan awal bahwa semakin banyak jumlah buku kacang bogor maka semakin banyak polong yang terbentuk. Sidik ragam (Tabel 3) menunjukkan bahwa tidak terdapat

16 30 perbedaan di antara galur-galur populasi jumlah polong banyak. Pada populasi jumlah polong sedikit terdapat perbedaan yang nyata di antara galur-galur populasi tersebut. Ragam genetik pada populasi jumlah polong banyak lebih kecil daripada ragam genetik pada populasi jumlah polong sedikit pada peubah jumlah buku (Tabel 4). Oleh karena itu, jumlah buku yang akan diseleksi adalah jumlah buku dari populasi jumlah polong sedikit tetapi nilai ragamnya rendah sehingga seleksi akan sulit dilakukan. Berdasarkan analisis komponen ragam (Tabel 4), peubah ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Selain itu, nilai heritabilitasnya (Tabel 5) lebih rendah daripada peubah lain sehingga tidak menjadi peubah pokok dalam seleksi langsung. Kemajuan Genetik Jika intensitas seleksi (i) yang diambil kecil, yang berarti seleksi semakin ketat, maka semakin tinggi kemajuan genetik (Ga) dan jika semakin tinggi intensitas seleksi yang diambil, yang berarti seleksi semakin longgar, maka semakin kecil nilai kemajuan genetiknya. Umumnya, peubah produksi tidak dijadikan kriteria seleksi karena terdapat pengaruh lingkungan yang cukup besar. Namun, pada percobaan ini nilai duga heritabilitasnya cukup besar, yang berarti proporsi lingkungannya rendah. Nilai heritabilitas untuk peubah yang akan dijadikan sebagai kriteria seleksi pada populasi jumlah polong sedikit minimal 50 % sedangkan untuk populasi jumlah polong banyak minimal heritabilitasnya 30 %. Percobaan Jonah et al. (2010) memperoleh nilai-nilai duga heritabilitas untuk peubah-peubah produksi di atas 50 % sedangkan Wigglesworth dalam Masawe et al. (2010) menunjukkan bahwa heritabilitas untuk jumlah polong sebesar 39 %. Menurut bahasan pada bab sebelumnya populasi yang lebih baik adalah populasi jumlah polong sedikit. Bahasan di bawah ini juga akan membahas mengenai kemajuan genetik populasi jumlah polong banyak. Intensitas yang dipilih atas dasar pertimbangan dengan beberapa percobaan lain. Karakterkarakter kriteria seleksi membentuk kurva yang menjulur ke kanan sehingga diferensial seleksinya lebih tinggi. Ragam bobot basah polong populasi jumlah polong banyak pada percobaan Setiaji (1994) dan Juwita (2012) memiliki ragam yang lebih besar

17 daripada ragam pada populasi ini (Tabel 6). Namun, nilai tengahnya lebih rendah daripada percobaan ini (Tabel 2) sehingga nilai tengah dan penyimpangannya lebih rendah daripada percobaan ini. Nilai peubah pada percobaan ini lebih baik karena nilai tertingginya lebih tinggi daripada kedua percobaan tersebut (Tabel 2). Bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008) (Tabel 6) memiliki ragam, kisaran (Tjahya, 1983) dan nilai tengah yang lebih rendah daripada bobot basah polong pada percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini telah melampaui nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), dan Hamid (2008). Intensitas seleksi yang ditentukan untuk peubah ini pada populasi jumlah polong banyak adalah 30 % (Tabel 7). Peningkatan nilai tengah harapannya sebesar 12 % dari nilai tengah sebelum seleksi (109 g). Intensitas seleksi yang dipilih tidak ketat sebab data tidak berdistribusi normal. Pemilihan intensitas ini juga dipengaruhi oleh koefisien keragaman dan jumlah galurnya. Tabel 6. Perbandingan komponen ragam, rataan, dan kisaran beberapa karakter kacang bogor dari beberapa hasil percobaan Sifat σ²g σ²p σ²e Rataan Maks Min Sumber JPB(128 HST) Tjahya, 1983 BKB (128 HST) Tjahya, 1983 BBT/ha (128 HST) Tjahya, 1983 BBT (115HST) Damayanti,1991 BKT (115HST) Damayanti,1991 JPT (115HST) Damayanti,1991 JPB (110 HST) Setiaji, 1994 BBT (110 HST) Setiaji, 1994 BKT (120 HST) Setiaji, 1994 JPB (120 HST) Priyatna, 1993 BKT (120 HST) Priyatna, 1993 JPT (119 HST) Hamid, 2008 BBT (119 HST)/petak Hamid, 2008 BKT (119 HST)/petak Hamid, 2008 BBT (111HST) Juwita, 2012 JPT (111 HST) Juwita, 2012 JPB (111 HST) Juwita, 2012 BKT (111 HST) Juwita, 2012 Keterangan: BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKTB: bobot polong kering bernas (g). 31

18 32 Tabel 7. Kemajuan seleksi dan rataan harapan beberapa karakter kacang bogor Peubah G T i (%) Ga As JG i (%) Ga As JG BBT JPT JPB BKT BKB Keterangan: T: populasi jumlah polong banyak, G: populasi jumlah polong sedikit, BBT: bobot polong basah (g), JPT: jumlah polong total (polong), JPB: jumlah polong bernas (polong), BKT: bobot polong kering total (g), BKB: bobot polong kering bernas (g,), i: intensitas seleksi, Ga: kemajuan genetik, As: nilai tengah harapan, JG: jumlah galur, dan : nilai tengah. Bobot basah polong pada populasi jumlah polong sedikit pada percobaan ini (Tabel 2) memiliki nilai tengah dan ragam yang lebih tinggi daripada bobot basah pada percobaan Tjahya (1983), Damayanti (1991), Setiaji (1994), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6). Kisaran bobot basah polong Tjahya (1983), Setiaji (1994), dan Juwita (2012) masuk ke dalam kisaran bobot basah polong pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan-percobaan tersebut tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong sedikit di percobaan ini. Peubah bobot polong basah diseleksi pada intensitas seleksi 35 %, juga dengan pertimbangan keragamanan dan kisaran datanya yang lebih tinggi dari peubah lainnya. Nilai tengah harapan tersebut mencapai nilai g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 53 % dari nilai tengah awal sebesar 119 g. Bobot polong basah tidak terlalu ketat diseleksi karena data tidak berdistribusi normal dan interaksi antara genetik dan lingkungannya belum dapat diketahui. Kisaran jumlah polong total pada percobaan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak masuk ke dalam kisaran jumlah polong total populasi jumlah polong banyak pada percobaan ini (Tabel 2). Namun, nilai tengah dan ragam percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) tidak dapat melebihi nilai tengah dan ragamnya pada populasi jumlah polong banyak. Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya percobaan-percobaan tersebut tidak akan melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Intensitas seleksi dipilih sebesar 25 %. Nilai tengah harapan

19 33 (Tabel 7) meningkat sebesar 10 % dari nilai tengahnya (59.33 polong). Intensitas seleksi yang besar ini dipilih karena data tidak berdistribusi normal dan tidak adanya interaksi genetik dengan lingkungannya. Data yang berdistribusi normal dapat dipercayai menggunakan selang kepercayaan 5 atau 10 %. Namun, data tidak normal tersebut tidak dapat dipercayai dengan selang kepercayaan yang baku. Kisaran, nilai tengah, dan ragam jumlah polong total pada percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012) (Tabel 6) masuk ke dalam kisaran populasi jumlah polong sedikit dalam percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini lebih besar dari nilai tengah percobaan Damayanti (1991), Hamid (2008), dan Juwita (2012). Intensitas seleksi yang akan dipilih pada populasi jumlah polong sedikit adalah 15 % dengan mempertimbangkan kisaran data, ragam, dan jumlah galurnya. Nilai tengah harapan pada peubah ini sebesar polong (Tabel 7) yang meningkat sebesar 34 % dari nilai tengah awalnya sebesar polong. Jumlah polong pada salah satu kultivar lokal pada percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) dan kultivar pada percobaan Jonah et al. (2010) memiliki nilai tengah sebesar 51 ± 37 polong dan 55 ± 12 polong. Nilai tengah harapan pada percobaan ini dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan tersebut, namun materi percobaan Massawe dalam Massawe et al. (2005) lebih baik daripada percobaan ini karena nilai tertingginya yang lebih tinggi. Peubah ini belum dapat diseleksi di bawah intensitas seleksi 10 % karena interaksi genetik dan lingkungannya tidak diketahui, walaupun data berdistribusi normal. Interaksi genetik dan lingkungan yang belum dapat diketahui tersebut, dapat membuat prediksi kemajuan genetik pada peubah ini meleset. Ragam, kisaran, dan nilai tengah jumlah polong bernas pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) (Tabel 6) memiliki nilai yang lebih rendah daripada ragam dan nilai tengah jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini (Tabel 2). Oleh karena itu, nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983) dan Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangan jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini. Percobaan Setiaji (1994) (Tabel 6)

20 34 memiliki ragam yang lebih besar daripada jumlah polong bernas pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak, namun nilai tengah percobaan Setiaji (1994) tidak lebih tinggi daripada nilai tengah jumlah polong bernas di percobaan ini (Tabel 2). Sedangkan jumlah polong bernas percobaan Priyatna (1993) (Tabel 6) memiliki ragam dan nilai tengah yang lebih besar daripada ragam dan nilai tengah percobaan ini di populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Jumlah polong bernas percobaan tersebut lebih baik daripada jumlah polong bernas percobaan ini karena nilai tengah dan penyimpangannya tidak dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangan jumlah polong bernas percobaan Priyatna (1993). Intensitas yang dipilih untuk jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong banyak adalah 30 % (Tabel 7). Nilai tengah harapan dapat melebihi nilai tengah percobaan Priyatna (1993), namun tidak dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Priyatna (1993). Kenaikan nilai tengah harapan dengan nilai tengah percobaan Priyatna (1993) hanya sebesar 3 %. Kenaikan nilai tengah harapan dengan nilai tengah awal pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak sebesar 13 % yang merupakan kenaikan yang besar. Alasan lain intensitas seleksi tidak dapat ditentukan secara ketat adalah distribusi data tidak normal dan interaksi genetik-lingkungannya belum diketahui. Koefisien keragaman pada peubah ini lebih besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah lain, sehingga untuk menaikkan nilai tengahnya diperlukan pertimbangan mengenai keragamannya. Jumlah polong bernas pada percobaan ini (Tabel 2) pada populasi jumlah polong sedikit memiliki ragam, nilai tengah, dan kisaran yang lebih besar dan panjang jika dibandingkan dengan ragam, nilai tengah, dan kisaran jumlah polong bernas pada percobaan Tjahya (1983), Setiaji (1994), Juwita (2012) (Tabel 6). Nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Tjahya (1983), Setiaji (1994), Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan ini pada populasi jumlah polong sedikit. Percobaan Priyatna (1993) (Tabel 6) menunjukkan bahwa nilai tengahnya lebih tinggi daripada nilai tengah jumlah polong bernas percobaan ini (Tabel 2) meskipun ragam dan kisarannya tidak lebih besar daripada ragam dan kisaran jumlah polong bernas percobaan ini. Oleh karena itu, untuk peubah jumlah polong bernas dipilih intensitas seleksi sebesar 15 % sehingga diharapkan

21 35 nilai tersebut melebihi nilai tengah dan penyimpangan pada percobaan Priyatna (1993). Peningkatan nilai tengah harapan ini meningkat di atas 12 % dari nilai tengah dan penyimpangan percobaan Priyatna (1993). Nilai tengah harapan pada peubah ini adalah 61.6 polong (Tabel 7) yang meningkat sebesar 51 % dari nilai tengah awal sebesar polong. Jumlah polong bernas pada populasi jumlah polong sedikit ini tidak terlalu ketat diseleksi karena interaksi antara genetik dan lingkungannya belum dapat diketahui. Bobot kering total pada percobaan Setiaji (1994) (Tabel 6) memiliki nilai tengah, ragam, dan kisaran yang lebih kecil dan pendek daripada bobot kering polong total percobaan ini pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan bobot kering total percobaan Setiaji (1994) tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan ini. Nilai tengah dan penyimpangan percobaan Juwita (2012) tidak dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah pada percobaan Damayanti (1991) (Tabel 6) yang hampir mendekati nilai tengah percobaan ini membuat nilai tengah dan penyimpangannya dapat melebihi nilai tengah percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan Hamid (2008) (Tabel 6) dapat melebihi nilai tengah bobot kering total pada populasi jumlah polong banyak di percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpangan percobaan Priyatna (1993) dapat melampaui nilai tengah dan penyimpangannya di percobaan ini (Tabel 2). Intensitas yang dipilih sebesar 25 % dengan nilai tengah harapan sebesar g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 16 % dari nilai tengahnya sebesar Kemajuan genetik pada intensitas 25 % dapat melebihi nilai tengah dan penyimpangan bobot kering total pada percobaan Damayanti (1991) dan Hamid (2008) tetapi tidak dapat melampaui nilai tengah percobaan Priyatna (1993). Jika intensitas 1 % dipilih, kemajuan genetiknya pun tidak dapat melampaui nilai tengah pada percobaan Priyatna (1993). Namun, untuk perbaikan-perbaikan yang akan datang, nilai tengah percobaan ini pada populasi jumlah polong banyak dapat melampaui nilai tengah bobot kering total percobaan Priyatna (1993) mengingat nilai tertinggi percobaan ini yang lebih besar dari nilai tengah percobaan Priyatna. Intensitas seleksi belum dapat ditetapkan lebih rendah dari 25 % karena koefisien keragaman yang tergolong besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah

22 36 lain, distribusi yang tidak normal, dan interaksi genetik serta lingkungan yang belum dapat diketahui. Bobot kering total populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2) memiliki nilai tengah, ragam, dan kisaran yang lebih tinggi serta panjang daripada nilai tengah, ragam, dan kisaran percobaan Setiaji (1994) dan Juwita (2012) (Tabel 6). Bobot polong kering total pada percobaan Priyatna (1993) dan Hamid (2008) (Tabel 6) memiliki keragaman yang lebih tinggi daripada bobot kering polong total percobaan ini (Tabel 2). Nilai tengah percobaan Priyatna (1993) lebih tinggi daripada nilai tengah percobaan ini, sehingga kemajuan genetik yang ditentukan harus melebihi nilai tengah percobaan Priyatna (1993). Intensitas seleksi yang dipilih untuk peubah ini sebesar 20 %. Nilai tengah harapannya sebesar g (Tabel 7) dengan peningkatan sebesar 58 % dari nilai tengahnya sebesar g. Nilai harapan yang diperoleh melebihi nilai rata-rata dan penyimpangannya dari bobot kering total percobaan Damayanti (1991) (Tabel 6) tetapi nilai harapan tersebut tidak dapat melebihi bobot kering polong total percobaan Priyatna (1993). Apabila pada percobaan ini ditetapkan intensitas seleksi 1 % maka akan dapat melampaui nilai tengah bobot kering total percobaan Priyatna (1993). Intensitas yang ketat ini belum dapat dilakukan karena pada percobaan ini tidak didapatkan interaksi genetik dan lingkungannya. Selain itu, pada percobaan Jonah et al. (2010) didapatkan bobot polong sebesar 51 polong di tahun kedua, yang dapat dilampaui oleh nilai tengah harapan percobaan ini, dengan kisaran yang lebih rendah daripada kisaran bobot polong di percobaan ini. Bobot kering bernas percobaan Tjahya (1983) (Tabel 6) memiliki nilai tengah, kisaran, dan ragam yang lebih rendah daripada nilai tengah dan ragam pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak (Tabel 2). Nilai tengah dan penyimpanannya pada percobaan Tjahya (1983) melebihi nilai tengah pada percobaan ini di populasi jumlah polong banyak. Oleh karena itu, dipilih intensitas sebesar 35 % untuk melampaui nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983). Nilai tengah harapan pada peubah ini sebesar g (Tabel 7) dengan peningkatan sebesar 13 % dari nilai tengahnya (28.44 g). Sedangkan peningkatan nilai tengah harapan dari nilai tengah dan penyimpangannya pada Tjahya (1983) sebesar 4 %. Intensitas seleksi yang

23 37 ditentukan besar karena distribusi data tidak normal serta tidak adanya nilai interaksi genetik dengan lingkungannya. Selain itu, peubah ini pada populasi jumlah polong banyak memiliki koefisien keragaman yang paling besar daripada koefisien keragaman peubah-peubah yang lain. Percobaan Tjahya (1983) (Tabel 6) pada peubah bobot kering bernas memiliki nilai tengah, kisaran, dan ragam yang lebih rendah daripada nilai tengah dan ragam pada percobaan ini di populasi jumlah polong sedikit (Tabel 2). Nilai tengah pada populasi jumlah polong sedikit melebihi nilai tengah dan penyimpangannya pada percobaan Tjahya (1983). Intensitas yang dipilih sebesar 20 % dengan nilai tengah harapan sebesar g (Tabel 7) yang meningkat sebesar 56 % dari nilai tengah awal (32.06 g). Intensitas seleksi tersebut ditetapkan juga dengan pertimbangan jumlah galur dan keragamannya. Peningkatan nilai tengah harapan ini dari percobaan Tjahya (1983) sebesar 66 %. Seleksi tidak dilakukan secara ketat karena pada percobaan ini, interaksi genetik dan lingkungannya tidak didapatkan. Galur-galur terseleksi (Lampiran 6) memiliki karakteristik tersendiri pada peubah-peubahnya. Sebagai contoh galur yang memiliki jumlah polong bernas yang banyak belum tentu menghasilkan bobot kering polong yang tinggi. Hal tersebut karena benih yang besar namun jumlahnya sedikit. Populasi jumlah polong banyak memiliki 13 galur yang berpotensi memiliki nilai yang tinggi pada setiap peubah berdasarkan intensitas seleksi yang diterapkan. Galur-galur tersebut adalah galur A57, A52, A51, A24, A62, A53, A58, A72, A55, A69, A73, A12, dan A67. Sedangkan pada populasi jumlah polong sedikit terdapat 8 galur yang berpotensi tinggi pada setiap peubah produksi. Galur-galur tersebut adalah galur A189, A167, A171, A157, A125, A168, A149, dan A131. Galur-galur terseleksi yang memiliki potensi pada beberapa peubah namun rendah di peubah yang berbeda dapat disilangkan untuk mendapatkan galur dengan potensi yang tinggi pada semua peubah. Nilai tengah galur terseleksi tersebut dapat menyimpang karena nilai tengah tidak akan tepat berada di satu angka sehingga kesalahan seleksi akan dapat diturunkan.

24 38 Korelasi Antar Peubah Hubungan antara peubah produksi dengan peubah-peubah lain perlu dipelajari untuk mendapatkan kriteria seleksi tidak langsung pada tanaman ini. Peubah yang dipilih adalah peubah produksi yaitu bobot basah pada populasi jumlah polong banyak dan bobot kering pada populasi jumlah polong sedikit. Nilai koefisien korelasi antar peubah disajikan pada Tabel 8 dan 9. Bobot kering polong total pada populasi jumlah polong banyak memiliki hubungan yang positif dengan semua peubah kecuali dengan jumlah polong cipo, jumlah cabang, dan polong berkecambah. Peubah bobot basah pada populasi jumlah polong sedikit memiliki hubungan positif dengan semua peubah kecuali peubah jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong cipo, bobot kering cipo, dan polong berkecambah. Pada populasi kedua populasi tersebut, kriteria seleksi tidak langsung adalah diameter kanopi dan tinggi tanaman yang diseleksi tanpa merusak materi percobaan. Seleksi tidak langsung akan lebih mudah dilakukan pada peubah diameter kanopi untuk menyeleksi bobot basah polong dan bobot kering polong total pada populasi jumlah polong banyak dan sedikit. Nilai koefisien korelasi pada kedua populasi tersebut tidak dihitung kehomogenan koefisien korelasinya. Untuk menjawab dugaan-dugaan mengenai hubungan antar peubah akan digunakan korelasi pada populasi jumlah polong sedikit. Karakter jumlah polong berkecambah tidak memiliki hubungan dengan karakter lain, kecuali dengan bobot basah polong pada populasi jumlah polong banyak (Tabel 8). Jumlah polong berkecambah akan menurunkan bobot basah polong pada asumsi awal, namun pada populasi jumlah polong banyak peningkatan jumlah polong berkecambah akan diikuti dengan peningkatan bobot basah polong. Oleh karena itu, asumsi awal tersebut tidak dapat diterima untuk populasi ini.

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Stabilitas Galur Sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter pengamatan. Perlakuan galur pada percobaan ini memberikan hasil berbeda nyata pada taraf

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1.

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan melalui tiga tahapan, yakni perbanyakan inokulum cendawan MVA, sterilisasi tanah, penanaman tanaman kedelai varietas Detam-1. Perbanyakan inokulum

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh

gabah bernas. Ketinggian tempat berkorelasi negatif dengan karakter jumlah gabah bernas. Karakter panjang daun bendera sangat dipengaruhi oleh 81 PEMBAHASAN UMUM Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan selama cekaman suhu rendah diantaranya; (a) faktor fisiologi, faktor lingkungan sebelum dan sesudah fase penting pertumbuhan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Laboratorium Ilmu Tanaman, dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Lokasi penelitian terletak di Kebun Percobaan Leuwikopo. Lahan yang digunakan merupakan lahan yang biasa untuk penanaman cabai, sehingga sebelum dilakukan penanaman,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Persentase daya berkecambah menunjukkan hasil yang baik, yaitu berada diatas 80 %. Penyakit yang menyerang bibit di persemaian adalah rebah kecambah (Pythium sp.) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG

PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG Oleh Lia Juwita A24070104 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Ragam Analisis ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap karakter-karakter yang diamati. Hasil rekapitulasi analisis ragam (Tabel 2), menunjukkan adanya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kuadrat Nilai Tengah Gabungan untuk Variabel Vegetatif dan Generatif Tabel 4 menunjukkan kuadrat nilai tengah pada analisis ragam untuk tinggi tanaman, tinggi tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian

4. HASIL PENELITIAN 4.1. Pengamatan Selintas Serangan Hama dan Penyakit Tanaman Keadaan Cuaca Selama Penelitian 4. HASIL PENELITIAN Hasil pengamatan yang disajikan dalam bab ini diperoleh dari dua sumber data pengamatan, yaitu pengamatan selintas dan pengamatan utama. 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi

PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PARAMETER GENETIK (Ragam, Heritabilitas, dan korelasi) Arya Widura R., SP., MSi PS. Agroekoteknologi Universitas Trilogi PENDAHULUAN Seleksi merupakan salah satu kegiatan utama dalam pemuliaan tanaman.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Indeks Panen dan Produksi Tanaman Indeks panen menunjukkan distribusi bahan kering dalam tanaman yang menunjukkan perimbangan bobot bahan kering yang bernilai ekonomis dengan

Lebih terperinci

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida,

Pengendalian hama dan penyakit pada pembibitan yaitu dengan menutup atau mengolesi luka bekas pengambilan anakan dengan tanah atau insektisida, PEMBAHASAN PT National Sago Prima saat ini merupakan perusahaan satu-satunya yang bergerak dalam bidang pengusahaan perkebunan sagu di Indonesia. Pengusahaan sagu masih berada dibawah dinas kehutanan karena

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan

I. PENDAHULUAN. secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemuliaan tanaman telah menghasilkan bibit unggul yang meningkatkan hasil pertanian secara signifikan. Melalui proses seleksi tanaman yang diikuti dengan penyilangan dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. fenotipe yang diamati menunjukkan kriteria keragaman yang luas hampir pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pada penelitian F 5 hasil persilangan Wilis x B 3570 ini ditanam 15 genotipe terpilih dari generasi sebelumnya, tetua Wilis, dan tetua B 3570. Pada umumnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data

BAHAN DAN METODE. Galur Cabai Besar. Pembentukan Populasi F1, F1R, F2, BCP1 dan BCP2 (Hibridisasi / Persilangan Biparental) Analisis Data 17 BAHAN DAN METODE Studi pewarisan ini terdiri dari dua penelitian yang menggunakan galur persilangan berbeda yaitu (1) studi pewarisan persilangan antara cabai besar dengan cabai rawit, (2) studi pewarisan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam

TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam 4 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Lahan Kering Masam Definisi lahan kering adalah lahan yang pernah digenangi atau tergenang air pada sebagian besar waktu dalam setahun (Mulyani et al., 2004). Menurut Mulyani

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama penelitian berlangsung suhu udara rata-rata berkisar antara 25.1-26.2 o C dengan suhu minimum berada pada bulan Februari, sedangkan suhu maksimumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar Hasil Uji t antara Kontrol dengan Tingkat Kematangan Buah Uji t digunakan untuk membandingkan

Lebih terperinci

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi V. KACANG HIJAU 5.1. Perbaikan Genetik Kacang hijau banyak diusahakan pada musim kemarau baik di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pada musim kemarau ketersediaan air biasanya sangat terbatas dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun,

I. PENDAHULUAN. Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai ton. Namun, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 974.512 ton. Namun, pada tahun 2010 produksi kedelai nasional mengalami penurunan menjadi 907.031

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat Tempat dan Waktu Penelitian BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dilahan Pertanian, Fakultas Pertanian, Medan, dengan ketinggian tempat 25 meter di atas permukaan laut, yang di mulai

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500

1. PENDAHULUAN. Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kedelai merupakan tanaman asli daratan Cina dan telah dibudidayakan sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara yang terjadi pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik,

I. PENDAHULUAN. Indonesia tinggi, akan tetapi produksinya sangat rendah (Badan Pusat Statistik, 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Tanaman kedelai merupakan salah satu contoh dari komoditas tanaman pangan yang penting untuk dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Kebutuhan kedelai di Indonesia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Iklim sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum. Fase pertumbuhan dan perkembangan tanaman gandum meliputi muncul daun ke permukaan (emergence),

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al.

HASIL. memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. 2 memindahkan kecambah ke larutan hara tanpa Al. Analisis Root re-growth (RRG) Pengukuran Root Regrowth (RRG) dilakukan dengan cara mengukur panjang akar pada saat akhir perlakuan cekaman Al dan pada saat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 21 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah Dramaga, keadaan iklim secara umum selama penelitian (Maret Mei 2011) ditunjukkan dengan curah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Juli 2013. Pada awal penanaman sudah memasuki musim penghujan sehingga mendukung pertumbuhan tanaman. Penyiraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Tanaman Caisin Tinggi dan Jumlah Daun Hasil uji F menunjukkan bahwa perlakuan pupuk hayati tidak berpengaruh terhadap tinggi tanaman dan jumlah daun caisin (Lampiran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah. B. Bahan dan Alat Penelitian III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Pengamatan pertumbuhan tanaman kedelai Edamame dilakukan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Efisiensi Keberhasilan Hibridisasi Buatan Keberhasilan suatu hibridisasi buatan dapat dilihat satu minggu setelah dilakukan penyerbukan. Pada hibridisasi buatan kacang tanah,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Perkecambahan Benih Penanaman benih pepaya dilakukan pada tray semai dengan campuran media tanam yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Kondisi kecambah pertama muncul tidak seragam,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1 Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kacang Hijau Varietas Vima 1 Dilepas tahun : 2008 Nama galur : MMC 157d-Kp-1 Asal : Persilangan buatan tahun 1996 Tetua jantan : VC 1973 A Tetua betina : VC 2750A Potensi

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau.

PELAKSANAAN PENELITIAN. dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. 21 PELAKSANAAN PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan dengan 2 (dua) tahap, pertama pertumbuhan dan produksi kacang hijau, dan kedua produksi kecambah kacang hijau. Tahap I. Pengujian Karakter Pertumbuhan

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, D.I.Y.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1Tinggi Tanaman Tinggi tanaman caisin dilakukan dalam 5 kali pengamatan, yaitu (2 MST, 3 MST, 4 MST, 5 MST, dan 6 MST). Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi

BAHAN DAN METODE. 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 3. Keragaan Karakter Agronomi dari Populasi M3 Hasil Seleksi BAHAN DAN METODE Kegiatan penelitian secara keseluruhan terbagi dalam tiga percobaan sebagai berikut: 1. Studi Radiosensitivitas Buru Hotong terhadap Irradiasi Sinar Gamma. 2. Studi Keragaan Karakter Agronomis

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara 34 Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot 40 cm x x 15 cm 100 cm x x x x x 200 cm x x 35 Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian III 100 cm I I 50 cm 200 cm T0R3 T1R2 T1R3 T0R0 T0R2 T1R1 100 cm U T0R1 T1R0 T1R2

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 14 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan hasil analisis tanah di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Institut Pertanian Bogor, tanah yang digunakan sebagai media tumbuh dikategorikan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT 29 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Hasil analisis sidik ragam (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh nyata perlakuan pada Uji F 5% dan disajikan pada Tabel 4.1. Nilai uji tengah DMRT dilakukan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan, III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan, Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini antara lain pengamatan selintas dan pengamatan Utama 4.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat

Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat Daya Hasil Galur-Galur Kacang Tanah (Arachis hypogaea L.) Tahan Penyakit Bercak Daun di Kecamatan Ciranjang Kabupaten Cianjur Provinsi Jawa Barat Yield of Peanut (Arachis hypogaea L.) Leaf Spot Resistant

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kacang tanah merupakan komoditas kacang-kacangan kedua yang ditanam secara luas di Indonesia setelah kedelai. Produktivitas kacang tanah di Indonesia tahun 1986 tercatat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F

Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Sumber Keragaman. db JK KT F Hitung Pr > F LAMPIRAN Lampiran 1. Analisis Ragam Peubah Tinggi Tanaman Tebu Asal Kebun 1 651.11 651.11 35.39** 0.0003 Ulangan 2 75.11 37.56 2.04 0.1922 Galat I 2 92.82 46.41 2.52 0.1415 Posisi Batang 2 444.79 222.39

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Upaya peningkatan produksi ubi kayu seringkali terhambat karena bibit bermutu kurang tersedia atau tingginya biaya pembelian bibit karena untuk suatu luasan lahan, bibit yang dibutuhkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm.

Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian. Ulangan I. a V1P2 V3P1 V2P3. Ulangan II. Ulangan III. Keterangan: a = jarak antar ulangan 50 cm. Lampiran 1. Bagan Lahan Penelitian V1P2 V3P2 V2P1 V2P3 V1P3 V2P4 V3P3 V3P1 V3P4 Ulangan I U V1P4 V2P2 b V1P1 a V1P2 V3P1 V2P3 V3P4 V2P1 V1P1 V2P2 V3P3 V3P2 Ulangan II V1P3 V2P4 V1P4 V2P1 V3P3 V1P4 V3P1

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah

III. BAHAN DAN METODE. Selatan yang diketahui memiliki jenis tanah Ultisol dan Laboratorium Ilmu Tanah 18 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung di Desa Muara Putih Kecamatan Natar Kabupaten

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan ini dilakukan mulai bulan Oktober 2007 hingga Februari 2008. Selama berlangsungnya percobaan, curah hujan berkisar antara 236 mm sampai dengan 377 mm.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Tinggi tanaman Berdasarkan analisis sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pengolahan tanah berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman kedelai tahapan umur pengamatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO

Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Lampiran 1. Deskripsi Tanaman Kedelai Varietas Argomulyo VARIETAS ARGOMULYO Asal : Introduksi dari Thailand oleh PT. Nestle Indonesia tahun 1988 dengan nama asal Nakhon Sawan I Nomor Galur : - Warna hipokotil

Lebih terperinci

LAMPIRAN. : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan wilis

LAMPIRAN. : seleksi persilangan galur introduksi 9837 dengan wilis LAMPIRAN 34 LAMPIRAN Lampiran 1. Deskripsi Varietas Kedelai (PPPTP, 2009). Varietas Cikuray Cikuray merupakan hasil seleksi keturunan persilangan kedelai no 630 dan no 1343 orba muda : hitam mengkilat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Suhu min. Suhu rata-rata BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Selintas 4.1.1. Keadaan Cuaca Lingkungan merupakan faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman sebagai faktor eksternal dan faktor internalnya yaitu genetika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah

BAB III METODE PENELITIAN. Ciparay, pada ketinggian sekitar 625 m, di atas permukaan laut dengan jenis tanah BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di lahan sawah Sanggar Penelitian, Latihan dan Pengembangan Pertanian (SPLPP) Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG

UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG i UJI DAYA HASIL GALUR-GALUR KACANG TANAH (Arachis hypogea L.) TAHAN PENYAKIT BERCAK DAUN DI DESA CIJELAG KABUPATEN SUMEDANG NIKEN KHUSNUL TRI LESTARI A24080041 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter. (cm) (hari) 1 6 0, , , Jumlah = 27 0, Rata-rata = 9 0, 4.1 Hasil BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil pengamatan yang dilakukan pada kedua galur murni G.180 dan menunjukkan hasil yang optimal pada berbagai pertumbuhan tanaman, dengan parameter pengamtan seperti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Penelitian Tanah yang digunakan sebagai media tanam kelapa sawit tergolong ke dalam jenis tanah Latosol. Analisis tanah di pembibitan menunjukkan bahwa tanah

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian.

BAB III METODE PENELITIAN. dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek. penelitian serta adanya kontrol penelitian. 31 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini jenis penelitian eksperimen, yaitu penelitian yang dilakukan dengan memberi perlakuan (treatment) terhadap objek penelitian serta adanya

Lebih terperinci