PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG"

Transkripsi

1 PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG Oleh Lia Juwita A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 RINGKASAN LIA JUWITA. Pembentukan Populasi Dasar untuk Perbaikan Produksi Kacang Bogor (Vigna subterranean (L.) Verdcourt) asal Darmaga, Sukabumi dan Parung. (Dibimbing oleh YUDIWANTI WAHYU E.K. dan ENDANG SJAMSUDIN). Kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) memiliki kandungan gizi yang baik yaitu mengandung karbohidrat dan protein yang tinggi serta lemak yang relatif rendah, sehingga dapat dijadikan sebagai pangan alternatif. Selain itu tanaman kacang bogor juga dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk pertanaman di lahan kering. Usaha peningkatan hasil dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor genetik tanaman dan memperbaiki teknik budidaya. Sampai sejauh mana keragaman genetik mempengaruhi produksi dan sifat-sifat apa yang dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi tanaman yang berpotensi produksi tinggi belum banyak dipelajari. Untuk itu penelitian ini dilakukan dengan tujuan membentuk populasi dasar dengan melihat potensi hasil kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung untuk perbaikan hasil kacang bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan serta Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, IPB mulai bulan Maret hingga November Data yang diperoleh dianalisis menggunakan uji nilai tengah, korelasi antar karakter dan kehomogenan koefisien korelasi. Populasi dasar kacang bogor asal Sukabumi memiliki produksi tinggi serta memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Dengan menyeleksi keragaan fenotipik terbaik yaitu diameter kanopi, diharapkan akan diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi. Adanya korelasi positif nyata antara diameter kanopi dengan hasil. Pengujian kehomogenan koefisien korelasi antara diameter kanopi dengan jumlah polong bernas bersifat homogen, sehingga peubah diameter kanopi ini dapat dijadikan sebagai faktor penentu produksi (jumlah polong) pada semua kacang bogor yang ditanam.

3 PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor LIA JUWITA A DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

4 Judul : PEMBENTUKAN POPULASI DASAR UNTUK PERBAIKAN PRODUKSI KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) ASAL DARMAGA, SUKABUMI DAN PARUNG Nama : LIA JUWITA NIM : A Pembimbing I Menyetujui, Pembimbing II Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS Ir. Endang Sjamsudin, M.Agr.Sc NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB Dr. Ir. Agus Purwito, M.Sc. Agr. NIP Tanggal Lulus :

5 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di kota Bekasi, Propinsi Jawa Barat pada tanggal 29 September Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari Bapak Aling Tajudin dan Ibu Saodah. Penulis menyelesaikan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD Negeri Margahayu VI pada tahun Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 16 Bekasi dan lulus pada tahun Penulis kemudian melanjutkan ke SMA Negeri 2 Bekasi dan lulus pada tahun Tahun 2007 penulis diterima di Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor). Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor penulis aktif pada Organisasi Mahasiswa Daerah (OMDA) sebagai sekretaris dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Fakultas Pertanian sebagai staf Departemen Komunikasi dan Informasi (Kominfo). Penulis juga aktif dalam kepanitiaan beberapa kegiatan, diantaranya SERI A, Festival Tanaman, Agrosportment dan Seminar Pertanian Nasional. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Kalipancur, Kecamatan Bojong, Kabupaten Pekalongan. Tahun 2011 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Metode Statistik.

6 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya dengan rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan skripsi yang berjudul Pembentukan Populasi Dasar untuk Perbaikan Produksi Kacang Bogor (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Asal Darmaga, Sukabumi, dan Parung. Penulisan skripsi disusun untuk memenuhi tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan Strata 1 (S1). Ucapan terima kasih disampaikan penulis kepada beberapa pihak yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1. Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu EK, MS sebagai dosen pembimbing 1 dan pembimbing akademik serta Ir. Endang Sjamsudin, M.Agr.Sc sebagai dosen pembimbing 2 yang telah memberikan bimbingan, pengajaran serta arahannya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. 2. Kedua orang tua seta keluarga yang telah memberikan dukungan yang tulus baik moril maupun materiil. 3. Dita Actaria sebagai teman satu bimbingan skripsi yang telah membantu dalam penelitian ini. 4. Indah Permata Dewi, Elfa Najata, Mirasetti, Miftakhul Bakhrir, Winda, Desi, Fikrin, Afifah, Cutrisni, Ima, Merry, Gatra, Vitho, Trisnani, Mukhlis, Zaenal, Syaharizan, Walad, Guntur, Ardoyo, Ayu, Indri, Pitri, Nandya, Alfia, Enen, Istir serta teman-teman Agronomi dan Hortikultura yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah memberikan semangat dan dukungannya dalam membantu penelitian ini. 5. Ibu Marwiyah selaku staf Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman IPB dan staf Kebun Percobaan Cikabayan, IPB Penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi yang memerlukan. Bogor, Oktober 2012 Penulis

7 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman ii PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang... 1 Tujuan... 2 TINJAUAN PUSTAKA... 3 Asal dan Taksonomi... 3 Syarat Tumbuh... 3 Morfologi.. 4 Korelasi antar Sifat Tanaman... 6 BAHAN DAN METODE... 7 Tempat dan Waktu... 7 Bahan dan Alat... 7 Metode Penelitian... 7 Pelaksanaan Percobaan... 8 Pengamatan... 9 Analisis Data. 9 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Keragaan Tanaman Kacang Bogor Uji Nilai Tengah Korelasi Antar Karakter Kehomogenan Koefisien Korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 34 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN iii iv

8 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1 Komponen kisaran, rataan dan ragam beberapa peubah kacang bogor dari penelitian Actaria (2012) Hasil uji nilai tengah beberapa peubah pada populasi asal kacang bogor Keragaan tanaman kacang bogor asal Sukabumi Hasil uji nilai tengah beberapa peubah pada tanaman kacang bogor terpilih Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Darmaga 24 6 Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Darmaga 25 7 Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung Kehomogenan koefisien korelasi antar peubah pada tanaman kacang bogor terpilih... 33

9 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1 Helai daun kacang bogor berbentuk lanset, trifoliate (kiri) dan bunga berwarna kuning (kanan) Tanaman kacang bogor saat 6 MST Tanaman yang terserang hama belalang (kiri) dan Sitophilus sp. (kanan) Tanaman yang terserang penyakit bercak daun (kiri) dan keriting (kanan)... 15

10 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1 Cara pengukuran beberapa karakter pengamatan kacang bogor Bunga kacang bogor Data curah hujan dari bulan Maret sampai Juli 2011 di Darmaga Hasil uji kehomogenan ragam populasi kacang bogor asal Sukabumi dan Parung Hasil uji nilai tengah populasi kacang bogor asal Sukabumi dan Parung Keragaan tanaman kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung Keragaan populasi asal dan tanaman terpilih kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung Rekapitulasi uji korelasi kacang bogor pada tanaman kacang bogor terpilih... 41

11 PENDAHULUAN Latar Belakang Kacang bogor (Vigna subterranea (L.) Verdc.) merupakan tanaman kacang-kacangan asal Afrika Barat yang mengandung karbohidrat dan protein yang tinggi serta lemak yang relatif rendah (NAS, 1979). Berdasarkan Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981), kandungan kacang bogor per 100 g berat dapat dimakan (BDD) adalah 370 kalori, protein 16 g, karbohidrat 65 g, lemak 6 g, dan air 1%. Key (1979) dan NAS (1979) menyatakan bahwa protein yang terdapat dalam kacang bogor mengandung methionin yang lebih tinggi daripada kacang-kacangan lain. Dengan demikian kacang bogor mempunyai potensi untuk dikembangkan di Indonesia dan dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif untuk diversifikasi pangan. Bambara groundnut atau kacang bogor sudah mulai dibudidayakan di Indonesia, namun daerah penyebarannya masih belum begitu luas. Budidaya kacang bogor hanya dilakukan secara lokal pada lahan yang terbatas luasnya (Samsoedin dan Harmastin, 1989). Tanaman kacang bogor juga dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk pertanaman di lahan kering karena kemampuannya untuk hidup dan bertahan pada kondisi demikian, bahkan tanaman tersebut dikenal toleran terhadap keterbatasan hara tanah (Maesen, 1993). Seperti halnya kacang tanah, kacang bogor membentuk polong dan biji di dalam tanah, akan tetapi kacang bogor masih mampu menghasilkan biji pada kondisi yang terlalu kering untuk kacang tanah, jagung dan sorgum (NAS, 1979). Produksi kacang bogor di Afrika rata-rata mencapai kg biji/ha dengan hasil terendah kg/ha di Zambia dan tertinggi 3,580 kg/ha di Rhodesia (NAS, 1979). Madamba (1995) melaporkan bahwa pada kondisi lingkungan tumbuh marjinal di Zimbabwe dihasilkan 300 kg/ha, tetapi pada kondisi lingkungan tumbuh optimal, tanaman kacang bogor mampu menghasilkan 4 ton/ha biji kering. Penelitian di Indonesia mengenai sifat-sifat kacang bogor serta usahausaha untuk menyeleksinya belum banyak dilakukan. Usaha peningkatan hasil dapat dilakukan dengan memperhatikan faktor genetik tanaman dan memperbaiki

12 2 teknik budidaya. Sampai sejauh mana keragaman genetik mempengaruhi produksi dan sifat-sifat apa yang dapat dijadikan dasar untuk menyeleksi tanaman yang berpotensi produksi tinggi belum banyak dipelajari. Sampai saat ini juga pertumbuhan dan pembentukan polong kacang bogor belum banyak diketahui. Pengetahuan pola pertumbuhan tersebut dapat digunakan untuk perbaikan tindakan budidaya berikutnya. Penelitian ini dilakukan pembentukan populasi dasar dengan asal benih yang berbeda untuk perbaikan produksi kacang bogor. Pembentukan populasi dasar ini dilakukan dengan mengambil tanaman terpilih dari masing-masing asal berdasarkan keragaan diameter kanopi terbaik. Pemilihan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tujuan Tujuan penelitian ini adalah membentuk populasi dasar dengan melihat potensi hasil kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung untuk perbaikan hasil kacang bogor.

13 TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Taksonomi Kacang bogor dalam bahasa Inggris dinamakan Bambara groundnut, termasuk ke dalam famili Leguminoceae, subfamilli Papilionaceae (Purseglove, 1981; Samsoedin, 1989). Kacang bogor pertama kali dideskripsikan oleh Linnaeus pada tahun 1763 dengan nama botani Glycine subterra, tetapi pada tahun 1806 nama botani tersebut diganti menjadi Voandzeia subterranea oleh Du Petit Thouars (Doku dan Karikari, 1971; Samsoedin, 1989). Kemudian penamaan kacang bogor berubah menjadi Vigna subterranea (L.) Verdc. setelah ditemukan kesamaan antara kacang bogor dengan vigna (Goli, 1995). Komoditas ini kemungkinan berasal dari Bambara, daerah di dekat Timbuktu wilayah Mali, Afrika Barat (De Kock, 2004). Purseglove (1974) juga menyatakan bahwa tanaman ini ditemukan tumbuh liar di Afrika Barat, dibudidayakan di seluruh bagian tropis Afrika selama beberapa abad. Namun, sumber lain menyebutkan daerah asal dan penyebaran kacang bogor adalah wilayah utara Nigeria dan Kamerun (Goli, 1995; PROSEA, 2010). Selanjutnya, penyebaran tanaman ini menuju Amerika, Australia, Asia Tengah termasuk Indonesia (PROSEA, 2010). Budidaya kacang bogor di Indonesia banyak dijumpai terutama di Jawa Barat yaitu di sekitar daerah Bogor, Bandung, Sukabumi (Samsoedin dan Harmastin, 1989) dan Gresik (Kurniawan et al., 2006). Syarat Tumbuh Tanaman kacang bogor mampu beradaptasi dengan baik terhadap berbagai keadaan lingkungan (Duke et al., 1977). Kacang bogor adalah tanaman hari pendek dan dapat dibudidayakan sampai ketinggian 1,600 m di atas permukaan laut (dpl). Walaupun kacang bogor toleran terhadap kekeringan dengan curah hujan rata-rata tahunan mm, namun tanaman ini juga menyukai banyak hujan dengan curah hujan 900-1,200 mm/tahun, serta sinar matahari yang cerah dengan suhu harian berkisar antara 20 o C sampai 28 o C. Kacang bogor dapat

14 4 tumbuh dengan sangat baik pada tanah liat berpasir dengan ph optimum untuk pertumbuhan antara 5.0 sampai 6.5 (PROSEA, 2010). Purseglove (1974) mengemukakan bahwa tanaman ini dapat tumbuh pada tanah dengan kondisi rendah hara pada iklim yang panas, juga mampu tumbuh pada daerah kering dimana lahan tersebut tidak optimum untuk tanaman kacangkacangan lainnya. Menurut Duke et al. (1970) cuaca yang terang dan suhu yang tinggi serta sinar matahari yang banyak sangat disukai kacang bogor dari saat tanam sampai pembungaan. Produksi terbaik dicapai pada kondisi lingkungan yang bersuhu tinggi, curah hujan yang cukup dan merata selama fase perkecambahan sampai pembungaan (Duke et al., 1977). NAS (1979) melaporkan bahwa tanaman ini toleran terhadap curah hujan tinggi kecuali pada fase pematangan polong. Selain itu dilaporkan pula tanaman akan tumbuh lebih subur pada keadaan tanah yang bertekstur ringan berpasir atau lempung berpasir karena dapat mempermudah bakal buah menembus tanah. Kelebihan lain kacang bogor adalah kemampuannya untuk berproduksi di tanah miskin, bahkan menurut NAS (1979) tanaman kacang bogor lebih menyukai tanah miskin. Secara umum, NAS (1979) menyatakan bahwa tercapainya umur kematangan antara 3-6 bulan. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa varietas di Indonesia umumnya dipanen setelah berumur 4 bulan. Penentuan tercapainya umur kematangan pada kacang tanah dan kacang bogor sulit dilakukan karena polong terdapat di dalam tanah (Baharsjah, 1983). Kriteria saat panen tanaman tersebut adalah apabila sebagian besar daun telah luruh dan polong telah bernas dengan biji yang mengeras apabila dikupas kulit biji sudah tipis. Morfologi Tanaman kacang bogor adalah tanaman indeterminate, herba tahunan dengan tinggi mencapai 30 cm, bercabang banyak, batang yang berdaun lateral yang berada di atas permukaan tanah. Tipe perkecambahan kacang bogor adalah hipogeal (Linneman dan Azam-Ali, 1993). Morfologi umum dari tanaman kacang bogor yaitu tersusun atas batang, akar, daun dan polong. Tanaman ini berbentuk tandan yang tersebar dengan batang menjalar yang bercabang banyak (PROSEA, 2010). Cabang dan tangkai

15 5 daun berwarna merah muda, ungu atau hijau kebiru-biruan. Tanaman mulai membentuk cabang kurang lebih satu minggu setelah berkecambah. Setiap cabang terdiri dari sekitar 12 ruas. Ruas pertama terbentuk kurang lebih 10 hari setelah biji berkecambah, ruas-ruas selanjutnya terbentuk dengan interval waktu seminggu (Doku dan Karikari, 1971). Menurut Elia (1985) cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Ruas-ruas batang sangat pendek sehingga memberikan penampakan bunch (kompak) pada tanaman. Tanaman tampak merumpun yang terdiri atas kumpulan daun yang berbentuk petiole panjang, tegak dan kaku yang bertumpu pada bukubuku batang tanaman (Duke et al., 1977). Helai daun berbentuk lanset, trifoliate (Gambar 1). Menurut Nasoetion (1981), tanaman kacang bogor mulai membentuk bunga ketika telah mencapai umur 50 hari setelah tanam. Rangkaian bunga berwarna kuning (Gambar 1), setelah bunga mengalami penyerbukan, tangkai dari bunga yang telah terserbuki akan memanjang dan masuk ke dalam permukaan tanah (Rukmana dan Oesman, 2000). Purseglove (1981) menyatakan bahwa tanaman kacang bogor mengadakan penyerbukan sendiri. Hal ini juga dinyatakan Duke et al. (1977) serta Doku dan Karikari (1971), tanaman kacang bogor memiliki tipe penyerbukan sendiri dan terkadang terjadi penyerbukan silang melalui perantara semut pada kultivar yang bertipe tajuk terbuka (open). Lebih lanjut NAS (1979) menyatakan bahwa tanaman yang bertipe bunch (kompak) melakukan penyerbukan sendiri sedangkan yang bertipe open (menyebar) penyerbukan silang. Bunga bertipe kupu-kupu muncul dari ketiak daun terdiri dari 1-3 bunga yang kecil, tumbuh menyebar di atas permukaan tanah dengan tangkai bunga yang tidak terlalu panjang (< 1.5 cm) dan berbulu, mahkota bunga kecil berwarna kuning muda, kuning tua, kemerah-merahan atau beberapa jenis lainnya berwarna merah muda tergantung varietas. Setelah masuk ke dalam tanah, bakal buah yang terbentuk hasil penyerbukan akan membentuk polong. Polong berbentuk bulat atau pipih pada sisi lainnya berisi satu atau dua biji. Polong masak dalam keadaan segar berwarna putih dan halus, sedangkan jika polong kering berwarna coklat dan berkerut. Kadang-kadang polong terbentuk di atas permukaan tanah dan biasanya berwarna hijau karena mengandung klorofil.

16 6 Gambar 1. Helai daun kacang bogor berbentuk lanset, trifoliate (kiri) dan bunga berwarna kuning (kanan) Korelasi antar Sifat Tanaman Korelasi antar sifat tanaman merupakan hal yang penting dalam seleksi. Jhonson et al. dan Liang et al. dalam Suwelo (1983) menyatakan bahwa korelasi antar sifat yang dianggap penting dengan sifat lain yang dianggap tidak penting akan berguna untuk menjadi indikator terhadap sifat pasangannya yang dianggap lebih penting itu. Menurut Kasno et al. (1983) korelasi dapat dijadikan petunjuk bagi sifat yang mungkin digunakan sebagai indikator bagi sifat-sifat yang dikehendaki. Elia (1985) menyatakan bahwa seleksi pada kacang bogor dapat didasarkan pada komponen hasil dengan hasil sebagai sifat utama. Pada tanaman kedelai terdapat korelasi negatif nyata antara bobot 100 butir biji dengan jumlah cabang per tanaman (Tano et al., 1980). Panjang cabang primer pertama, luas daun, jumlah polong, jumlah bunga dan tinggi tanaman berkorelasi positif dengan produksi kacang tanah (Rao, 1980). Menurut Kasno et al. (1983) bobot brangkasan basah per tanaman, tinggi tanaman pada batang utama, jumlah polong isi per tanaman dan bobot 100 biji dapat digunakan sebagai petunjuk seleksi tidak langsung terhadap hasil kacang tanah, tetapi seleksi langsung terhadap hasil lebih menguntungkan. Lebih lanjut Kasno et al. (1987) menyatakan bahwa jumlah polong total dan jumlah isi dapat digunakan untuk perbaikan hasil secara tidak langsung dengan menyeleksi sifat tersebut pada generasi awal, sedangkan seleksi terhadap bobot 100 biji sebaiknya tidak dilakukan pada generasi awal.

17 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret sampai Agustus Pengamatan jumlah polong dan bobot polong kering dilaksanakan di Laboraturium Genetika dan Pemuliaan Tanaman, IPB pada bulan September hingga November Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih kacang bogor yang berbeda asalnya yaitu asal Darmaga, Sukabumi dan Parung. Bahan lain yang digunakan adalah kapur, pupuk kandang kambing, urea, SP-36 dan KCl. Untuk pengendalian hama dan penyakit digunakan Karbofuran. Alat yang digunakan dalam membantu penelitian ini adalah alat tulis, timbangan, label, ember, ajir serta alat budidaya. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan percobaan sederhana dengan setiap tanaman dijadikan sebagai satu satuan amatan. Kacang bogor yang tumbuh asal Darmaga berjumlah 69 tanaman, Sukabumi 1 berjumlah 281 tanaman, Sukabumi 2 berjumlah 128 tanaman, Parung 1 berjumlah 288 tanaman dan Parung 2 berjumlah 357 tanaman, sehingga terdapat 1,159 amatan. Selajutnya dilakukan pemilihan tanaman yaitu satu atau dua tanaman dari setiap baris tanaman dari masingmasing petak yang memiliki keragaan diameter kanopi terbaik. Tanaman terpilih asal Darmaga sebanyak 7 tanaman, Sukabumi 1 sebanyak 32 tanaman, Sukabumi 2 sebanyak 14 tanaman, Parung 1 sebanyak 25 tanaman dan Parung 2 sebanyak 36 tanaman.

18 8 Pelaksanaan Percobaan Persiapan dimulai dengan mencari benih kacang bogor yang banyak dibudidayakan petani. Kacang bogor yang didapatkan berasal dari Darmaga, Sukabumi dan Parung. Namun kacang bogor ini harus dikeringkan terlebih dahulu karena kacang bogor yang didapatkan masih dalam kondisi basah. Setelah itu, persiapan lahan berupa pembabatan gulma dan olah tanah dilakukan satu minggu sebelum tanam, sekaligus dengan pemberian pupuk dasar berupa pupuk kandang dengan dosis 5 ton/ha dan pemberian kapur dengan dosis 400 kg/ha. Lahan berukuran 77 m x 8 m dibagi menjadi lima petak yaitu Darmaga, Sukabumi 1, Sukabumi 2, Parung 1 dan Parung 2 dengan ukuran masing-masing petak berbeda tergantung jumlah benih yang ada dan kondisi lahan, namun kesemuanya itu untuk membentuk populasi sebesar 1,159 tanaman. Jarak tanam yang digunakan adalah 60 cm x 60 cm dengan setiap baris terdiri atas 13 tanaman. Jarak tanam lebar ini digunakan agar tanaman menunjukkan keragaan terbaik. Penanaman dilakukan satu minggu setelah olah tanah dengan cara ditugal, 1 butir per lubang tanam. Pupuk urea dengan dosis 100 kg/ha diberikan dua kali, yaitu 1/3 dosis saat tanam dan sisanya pada saat 5 minggu setelah tanam (MST). Selain itu, diberikan pula pupuk SP-36 dan KCl dengan dosis masing-masing 150 kg/ha dan 75 kg/ha yang semuanya diberikan pada saat tanam pada lubang disamping lubang tanam. Untuk pengendalian hama dilakukan dengan pemberian Karbofuran dengan dosis 30 kg/ha bersamaan dengan ditanamnya benih pada lubang tanam. Pengendalian gulma dilakukan sesuai dengan keadaan di lapangan untuk menghindari banyaknya gulma pada saat panen yang menyulitkan pemanenan. Pembumbunan dilakukan saat tanaman berumur 4 MST, 7 MST, 10 MST dan 13 MST, pembumbunan dilakukan untuk memudahkan pembentukan polong. Pemeliharaan dilakukan sampai tanaman siap panen. Panen dilakukan setelah tanaman berumur 111 HST dengan mencabut semua bagian tanaman. Sesaat sebelum panen, dilakukan penentuan tanaman terpilih. Tanaman terpilih diambil satu atau dua tanaman dari setiap baris tanaman dari masing-masing petak yang dilakukan berdasarkan keragaan diameter kanopi terbaik diantara tanaman dalam satu baris, yaitu yang diameter kanopinya terlebar. Pemilihan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang

19 9 mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Selanjutnya dilakukan pengamatan berupa komponen hasil produksi, setelah itu kacang bogor dikeringkan dan disimpan. Pengamatan Peubah yang diamati mencakup : 1. Umur berbunga (HST) per tanaman yang dihitung pada saat 50% populasi berbunga 2. Diameter kanopi dan panjang tangkai tanaman per tanaman yang diamati satu minggu sebelum panen 3. Jumlah polong total, jumlah polong bernas dan jumlah polong cipo per tanaman 4. Bobot polong basah per tanaman 5. Bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas per tanaman 6. Jumlah cabang dan jumlah buku per tanaman untuk tanaman terpilih Analisis Data Data yang diperoleh dianalisis menggunakan : 1. Sebaran data untuk populasi asal dan tanaman terpilih Dari data yang diperoleh untuk setiap peubah, ditentukan nilai terendah dan tertinggi serta dihitung rata-rata, ragam dan simpangan baku. Simpangan baku merupakan akar dari ragam. Perhitungan kisaran, ratarata, ragam dan simpangan baku dihitung dengan bantuan software Microsoft Excel.

20 10 2. Koefisien keragaman (KK) untuk populasi asal dan tanaman terpilih KK = σ 100% dan KK = s 100% μ x Keterangan: KK = koefisien keragaman, = simpangan baku populasi, μ = nilai tengah populasi, s = simpangan baku tanaman terpilih, x = nilai tengah tanaman terpilih 3. Uji Kehomogenan Ragam (Uji F) Ragam yang diuji adalah ragam populasi yang bertujuan untuk kesamaan nilai tengah kedua populasi. Apabila ragam antar petak sama besar tidak perlu dilakukan uji kehomogenan ragam, namun ragam antar petak dalam penelitian ini tidak sama besar. Asumsi data semua petak berdistribusi normal, sehingga metode pengujian ragam yang digunakan adalah pengujian ragam terbesar dibandingkan ragam terkecil. F hitung = s 2 terbesar 2 s terkecil 2 2 F tabel = F 2 (n s terbesar 1; n s terkecil F hitung F tabel maka ragam sama 1) Keterangan: s 2 = ragam contoh, = taraf nyata, n = jumlah data 4. Uji Nilai Tengah Populasi asal Uji nilai tengah digunakan untuk mengetahui perbedaan diantara dua nilai tengah dari dua populasi. Dalam pengujian ini terdapat dua macam pengujian yaitu uji t untuk ragam sama dan uji t untuk ragam tidak sama. Oleh karena itu, terlebih dahulu dilakukan uji kehomogenan ragam sebelum melakukan uji nilai tengah. Pengolahan data untuk uji nilai tengah ini dilakukan dengan menggunakan software SAS Tanaman terpilih Uji nilai tengah pada tanaman terpilih dilakukan untuk mengetahui tanaman terpilih yang diambil dari populasi asal akan menunjukkan bahwa tanaman terpilih yang diambil merupakan tanaman yang baik. Dalam

21 11 penelitian ini, data dalam populasi diasumsikan normal. Uji nilai tengah dihitung dengan menggunakan rumus menurut Steel and Torrie (1993): t hitung = x μ s t tabel = t ( 2;db =n 1) t hitung < t tabel maka nilai tengah tidak nyata Keterangan: x = nilai tengah tanaman terpilih, μ = nilai tengah populasi, s n = simpangan baku tanaman terpilih, db = derajat bebas, n = jumlah data tanaman terpilih 5. Korelasi antar karakter untuk tanaman terpilih Hubungan antara karakter ditunjukkan dari nilai koefisien korelasinya (r) yang dihitung melalui rumus menurut Steel and Torrie (1993): r = x x x x 2 y y y y 2 Keterangan: x = peubah I, x = nilai tengah peubah I y = peubah II, y = nilai tengah peubah II Pengolahan data untuk pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan software qbasic-korel. Nilai r dari perhitungan akan dibandingkan dengan nilai r dari tabel koefisien korelasi linear sederhana pada taraf nyata 5% dan 1%. Tidak berkorelasi (tidak nyata) jika r-hitung < r-tabel 5% Berkorelasi positif jika nilainya nyata (r-hitung > r-tabel 5% dan 1%) dan bernilai positif Berkorelasi negatif jika nilainya nyata (r-hitung > r-tabel 5% dan 1%) dan bernilai negatif 6. Kehomogenan koefisien korelasi untuk tanaman terpilih Pengolahan data untuk pengujian korelasi dilakukan dengan menggunakan software qbasic-korehom. Untuk perhitungan manualnya dapat

22 12 dilakukan dengan menggunakan rumus menurut Steel and Torrie (1993) dengan beberapa tahapan dimulai dari: Menghitung Z i Z i = 0.5 ln 1 + r 1 r Keterangan: Z i = nilai transformasi dari r, r = koefisien korelasi Menghitung Z w Z w = n i 3 Z i n i 3 Keterangan: Z w = nilai rata-rata terboboti, n i = jumlah data pada Menghitung 2 populasi ke-i, Z i = nilai transformasi dari r 2 = n i 3 Z i Z w 2 Keterangan: 2 = kriteria uji untuk kehomogenan korelasi, n i = jumlah data pada populasi ke-i, Z i = nilai transformasi dari r, Z w = nilai rata-rata terboboti Nilai 2 dari perhitungan akan dibandingkan dengan nilai 2 dari tabel chi-square pada taraf nyata 5%. Homogen (tidak nyata) jika 2 -hitung < 2 -tabel 5% Heterogen jika nilainya nyata ( 2 -hitung > 2 -tabel 5% dan 1%) Menghitung rp rp = e 2 Z w 1 e 2 Z w + 1 Keterangan: rp = koefisien korelasi yang diperoleh jika homogen, Z w = nilai rata-rata terboboti

23 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan dengan ketinggian 220 m dpl. Pertanaman kacang bogor dilakukan pada lahan bera dengan tipe tanah latosol yang memiliki tekstur lempung berliat. Gambar 2. Tanaman kacang bogor saat 6 MST Selama penelitian berlangsung, keadaan cuaca tidak menentu. Dimana dua bulan pertama penanaman kacang bogor didera hujan hampir setiap hari, sehingga cukup banyak tanaman yang terserang penyakit, karena keadaan di sekitar tanaman yang menjadi lembab. Handoko (1993) menyatakan karena banyak hujan, maka banyak air yang dapat diuapkan sehingga suatu daerah menjadi lembab. Secara umum kondisi pertanaman kacang bogor pada saat penelitian cukup baik. Data iklim dapat dilihat pada Lampiran 3. Lingkungan tempat tumbuh kacang bogor juga menjadi faktor penentu munculnya serangan penyakit. Di sekitar lahan penelitian tumbuh beberapa pohon yang tinggi, sehingga ada petak yang mendapat naungan dan ada pula petak yang tidak mendapat naungan. Petak yang mendapat naungan dari pohon lebih banyak terserang penyakit dibandingkan yang tidak mendapat naungan. Banyaknya tanaman yang mati ini mempengaruhi terhadap seleksi hasil nantinya. Benih kacang bogor yang ditanam tidak semua dapat tumbuh dengan baik, hal ini diduga karena kondisi awal benih saat ditanam. Hal ini ditunjukkan dengan adanya perbedaan persentase kematian antara kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung yaitu 16.87%, 34.42%, dan 13.73%. Persentase kematian

24 14 tertinggi dimiliki oleh kacang bogor asal Sukabumi, hal ini diduga karena kondisi awal kacang bogor ini yang didapatkan sudah dalam bentuk benih kering. Kacang bogor asal Darmaga dan Parung masih dalam keadaan segar atau basah yang kemudian terlebih dahulu dikeringkan sebelum ditanam. Tanaman kacang bogor relatif lebih tahan terhadap serangan hama dibandingkan tanaman kacang-kacangan lainnya seperti kacang tanah dan cowpea (Billington Beggemann, 1988 dalam Karikari et al., 1995). Selama masa pertanaman dijumpai gangguan antara lain oleh hama dan penyakit. Hama yang menyerang pertanaman kacang bogor dalam penelitian ini adalah hama belalang (Valanga nigricornis) yang menyerang dari awal hingga akhir masa pertanaman dengan memakan daun (Gambar 3) dan hama kepik penghisap polong (Riptortus linearis) yang menyerang setelah tanaman kacang bogor memasuki masa generatif dan menyebabkan kehampaan pada polong kacang bogor. Serangan kutu daun (Aphis sp.) juga menyerang pertanaman kacang bogor dengan gejala yang ditimbulkan adalah bekas lubang-lubang hasil tusukan kutu daun. Semut (Hymenoptera sp.) memakan biji tanaman kacang bogor saat awal tanam. Hama yang menyerang pada saat penjemuran benih kacang bogor atau saat penanganan pasca panen adalah hama gudang (Sitophilus sp.) yang mengakibatkan rusaknya benih-benih kacang bogor (Gambar 3). Gambar 3. Tanaman yang terserang hama belalang (kiri) dan Sitophilus sp. (kanan) Penyakit yang menyerang tanaman adalah bercak daun dan penyakit keriting yang disebabkan oleh virus. Bercak daun yang disebabkan oleh cendawan Cescospora arachidicola adalah penyakit yang cukup serius menyerang tanaman kacang tanah (McDonald et al., 1985). Kondisi kelembaban relatif yang tinggi dengan kisaran suhu o C akan memicu proses infeksi dan perkembangan penyakit (Saleh, 2010). Gejalanya adalah timbulnya bercak-bercak kecil yang kemudian membesar kemudian daun menjadi kering. Penyakit tersebut juga

25 15 menyebabkan daun menjadi layu dan berwarna bercak coklat dan pada serangan yang berat, daun menjadi luruh. Penyakit bercak daun umumnya terjadi pada fase generatif tanaman dan akan bertambah selama pembungaan sampai pengisian polong (Sumartini, 2008; Nugrahaeni, 1993). Penyakit ini sering dihubungkan dengan tanaman yang siap panen, tetapi penyakit ini juga dapat menyerang tanaman yang masih muda. Penyakit bercak daun dapat mengurangi fotosintesis daun yang berakibat berkurangnya produksi polong yang berpengaruh terhadap bobot panen. Tanaman yang diserang penyakit keriting, daunnya menjadi keriting dan pertumbuhannya terhambat (kerdil). Daun dan tangkai daun menjadi kecil dan mengkerut. Serangan penyakit ini dapat menyebabkan hasil produksi rendah yang ditandai dengan jumlah polong, bobot basah dan kering yang rendah bahkan tidak ada sama sekali. Gambar 4. Tanaman yang terserang penyakit bercak daun (kiri) dan keriting (kanan) Masalah lain yang menyulitkan pemeliharaan tanaman adalah gangguan gulma. Beberapa tanaman pangan kacang-kacangan tidak kuat berkompetisi dengan gulma dan menyebabkan penurunan produksi. Pertumbuhan gulma di lahan penelitian sangat cepat karena penggunaan pupuk kandang. Selain itu, lahan yang digunakan adalah lahan bera yang tinggi persaingan gulmanya. Pengendalian gulma dilakukan secara manual dengan intensitas pengendalian yang tinggi di seluruh area pertanaman. Gulma yang tumbuh antara lain Borreria alata, Mimosa pudica, Arachis sp., Phylanthus niruri, Phylantus angulata, Axonopus compressus dan Cynodon dactylon yang mengganggu selama pertanaman kacang bogor dan berkompetisi dalam memperoleh cahaya serta sarana tumbuh lainnya seperti unsur hara. Tanaman kacang bogor memasuki masa generatif pada umur 41 HST dan 50% populasi tanaman kacang bogor telah berbunga pada umur 50 HST. Menurut

26 16 Nasoetion (1981), tanaman kacang bogor mulai membentuk bunga ketika telah mencapai umur 50 HST. Kakikari et al. (1972) melaporkan tanaman kacang bogor memasuki umur berbunga pada HST, umumnya pada 80 HST 50% populasi telah berbunga. Pada umur 111 HST tanaman kacang bogor sudah dapat dipanen. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang terus menerus hujan yang disertai dengan tingkat penyebaran penyakit yang tinggi. Selain itu tanaman kacang bogor merupakan tanaman tahunan sehingga perlu dipotong siklusnya untuk menentukan waktu panen. Dari keseluruhan polong yang dihasilkan ada beberapa polong yang telah berkecambah, hal ini diduga karena biji yang terdapat dalam polong telah memasuki masak fisiologisnya. Keragaan Tanaman Kacang Bogor Karakter kuantitatif yang diamati terdiri atas karakter vegetatif dan generatif. Karakter vegetatif yang diamati meliputi diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah cabang dan jumlah buku. Karakter generatif mencakup umur berbunga, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong basah, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Populasi kacang bogor dipisahkan menjadi lima berdasarkan petakan yang ditanam yaitu Darmaga, Sukabumi 1, Sukabumi 2, Parung 1 dan Parung 2. Kelima petakan tersebut dibandingkan berdasarkan nilai-nilai keragaan, uji nilai tengah, korelasi antar karakter dan kehomogenan koefisien korelasi. Pada Lampiran 6 disajikan keragaan tanaman kacang bogor untuk kelima petak tersebut. Umur berbunga diamati untuk menghitung waktu pengisian polong kacang bogor yang berguna untuk menentukan waktu panen. Periode perkembangan polong paling lama 30 hari setelah penyerbukan. Biji berkembang dalam 10 hari berikutnya (Doku dan Karikari, 1971). Pengamatan hari berbunga dilakukan saat populasi tanaman mulai berbunga sampai 50% populasi tanaman berbunga. Diameter kanopi dan panjang tangkai tanaman diamati untuk melihat hubungannya dengan produksi seperti jumlah polong dan bobot polong untuk penyeleksian di lapang. Diameter kanopi pada penelitian ini dapat digolongkan dengan diameter semi kompak pada tanaman kacang bogor dengan ukuran cm.

27 17 Bobot polong basah diamati dengan menghitung bobot polong setelah panen. Jumlah polong bernas merupakan jumlah polong yang memiliki biji kacang bogor. Jumlah polong bernas sangat diperlukan untuk perhitungan produksi hasil, karena permintaan konsumsi dan ketersediaan benih. Polong cipo adalah polong tanpa biji atau polong hampa. Harapan yang diinginkan pada peubah ini adalah didapatkan populasi yang memiliki polong cipo dengan nilai tengah dan ragam yang kecil. Pengamatan ini dilakukan saat kondisi polong kering. Polong cipo ini muncul karena terlalu lamanya siklus panen. Kacang bogor merupakan tanaman tahunan sehingga siklus pertumbuhannya harus dipotong untuk menentukan waktu panen. Jumlah polong cipo pada penelitian ini cukup banyak sekitar 30% dari jumlah polong total. Penurunan jumlah polong cipo dapat dilakukan dengan memperpanjang umur panen, sehingga polong-polong tersebut memiliki kesempatan untuk tahap pengisian polong. Namun polong-polong lain yang sudah matang akan mulai berkecambah, sehingga polong cipo tidak dapat dihilangkan. Berdasarkan hasil korelasi, semakin banyak jumlah polong maka semakin banyak jumlah polong cipo, namun semakin banyak jumlah polong bernas tidak berkorelasi dengan jumlah polong cipo. Pengamatan bobot polong kering dilakukan saat polong kacang bogor telah mencapai kadar air yang memenuhi syarat layak simpan yaitu dibawah 10 o C. Penjemuran dilakukan di greenhouse. Penjemuran tidak dilakukan dengan menebarkan kacang bogor di lantai melainkan dengan cara membuka kantong panen yang berisi polong kacang bogor dan dijemur di lantai greenhouse. Setiap hari kantong panen harus diperiksa dengan cara membalik-balikan polong kacang bogor agar panas merata, tidak busuk dan terhindar dari semut. Berdasarkan alasan tersebut, pengeringan kacang bogor memerlukan waktu yang lama yaitu sekitar satu bulan.

28 18 Tabel 1. Komponen kisaran, rataan dan ragam beberapa peubah kacang bogor dari penelitian Actaria (2012) Peubah Min Max Rataan Ragam Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Bobot polong kering bernas Umur berbunga Panjang tangkai tanaman Diameter kanopi Ragam bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas pada penelitian Actaria (2012) lebih kecil (Tabel 1) daripada ragam populasi pada penelitian ini (Lampiran 6). Namun nilai tengah penelitian Actaria (2012) lebih tinggi daripada penelitian ini. Dengan demikian nilai tengah dan penyimpangan penelitian Actaria (2012) lebih tinggi daripada penelitian ini. Uji Nilai Tengah Populasi Asal Ketujuh karakter tersebut diuji dengan uji F dan uji t untuk mengetahui hasil yang terbaik. Hal pertama yang dilakukan adalah menguji dua petak yang berasal dari asal yang sama yaitu Sukabumi (petak Sukabumi 1 dan Sukabumi 2) dan Parung (petak Parung 1 dan Parung 2). Hasil uji F antara petak Sukabumi 1 dan Sukabumi 2 pada semua karakter yang diamati menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata artinya ragam populasi di kedua petak adalah sama (homogen). Namun berbeda dengan hasil uji F antara petak Parung 1 dan Parung 2, pada karakter umur berbunga dan jumlah polong cipo menunjukkan hasil berbeda nyata artinya ragam populasi umur berbunga dan jumlah polong cipo di kedua petak adalah tidak sama (heterogen) (Lampiran 4). Ragam populasi diantara kedua petak sudah diketahui yaitu ragam sama untuk Sukabumi serta ragam sama dan tidak sama untuk Parung, sehingga pengujian dilanjutkan dengan uji t ragam sama (Sukabumi) serta uji t ragam sama dan tidak sama (Parung). Hasil uji t antara petak Sukabumi 1 dan Sukabumi 2 pada karakter umur berbunga menunjukkan hasil berbeda nyata (Lampiran 5)

29 19 artinya nilai tengah populasi yang dimiliki kedua petak berbeda, sehingga untuk pengujian selanjutnya diperlukan beberapa pertimbangan. Pertimbangan ini mengacu pada tujuan akhir dari penelitian ini yaitu perbaikan produksi, sehingga dibutuhkan populasi yang memiliki potensi yang baik untuk dilanjutkan pada pemuliaan tanaman kacang bogor untuk tahap seleksi berikutnya. Pengujian ini berkaitan dengan nilai tengah, maka perlu dilihat nilai tengah populasi dari masing-masing petak. Antara petak Sukabumi 1 dan Sukabumi 2 yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Sukabumi 2 (49 HST) dengan harapan umur berbunga yang lebih genjah akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi. Sedangkan untuk karakter lainnya, hasil uji t menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata artinya nilai tengah populasi yang dimiliki kedua petak sama, sehingga kedua petak tersebut dapat kembali menjadi satu populasi yaitu Sukabumi. Hasil uji t antara petak Parung 1 dan Parung 2 pada karakter umur berbunga, bobot polong basah dan jumlah polong cipo menunjukkan hasil berbeda nyata. Pada karakter umur berbunga antara petak Parung 1 dan Parung 2 yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah Parung 2 (55 HST), karena memiliki umur berbunga yang lebih genjah. Petak Parung 1 memiliki potensi untuk dikembangkan pada karakter bobot polong basah dan jumlah polong cipo yaitu g dan 6 polong cipo dari 23 polong total per tanaman yang dihasilkan. Sedangkan untuk karakter lainnya, hasil uji t menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, sehingga kedua petak tersebut dapat kembali menjadi satu populasi yaitu Parung. Pada peubah umur berbunga, hasil uji t antara petak Darmaga dan Sukabumi 2 menunjukkan hasil yang berbeda nyata (Tabel 2) begitu pula antara Darmaga dan Parung 2 serta antara Sukabumi 2 dan Parung 2. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa umur berbunga yang lebih genjah dimiliki oleh petak Parung 2 (55 HST + 5 hari). Dengan umur berbunga yang lebih genjah diharapkan akan menghasilkan produksi yang lebih tinggi pula.

30 20 Tabel 2. Hasil uji nilai tengah beberapa peubah pada populasi asal kacang bogor Peubah D vs S Pr > t D vs P Pr > t S vs P Pr > t Umur berbunga D vs S * D vs P2 < ** S2 vs P2 < ** Diameter kanopi D vs S D vs P S vs P Panjang tangkai tanaman D vs S D vs P ** S vs P < ** Bobot polong basah D vs S ** D vs P * S vs P Jumlah polong total D vs S D vs P S vs P Jumlah polong bernas D vs S ** D vs P * S vs P Jumlah polong cipo D vs S D vs P S vs P Bobot polong kering total D vs S * D vs P * S vs P Bobot polong kering bernas D vs S 0.014* D vs P ** S vs P Keterangan: *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda nyata pada taraf 1% Tabel 3. Keragaan tanaman kacang bogor asal Sukabumi Peubah Kisaran Rataan Simpangan Ragam Koefisien keragaman Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Bobot polong kering bernas Hasil uji t pada peubah diameter kanopi, jumlah polong total dan jumlah polong cipo antara Darmaga dan Sukabumi menunjukkan hasil tidak berbeda nyata begitu pula antara Darmaga dan Parung serta antara Sukabumi dan Parung. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tengah untuk peubah diameter kanopi, jumlah polong total dan jumlah polong cipo yang dimiliki kacang bogor asal Darmaga, Sukabumi dan Parung adalah sama. Pada peubah panjang tangkai tanaman, hasil uji t antara Darmaga dan Parung serta antara Sukabumi dan Parung menunjukkan hasil yang berbeda nyata, namun berbeda dengan hasil uji t antara Darmaga dan Sukabumi yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tengah untuk peubah panjang tangkai tanaman yang dimiliki kacang bogor asal Darmaga dan Sukabumi adalah sama. Namun dengan melihat koefisien keragaman yang dimiliki, kacang bogor asal Sukabumi memiliki koefisien keragaman yang lebih besar yaitu 20.91% dengan nilai tengah sebesar cm (Tabel 3).

31 21 Hasil uji t pada peubah bobot polong basah antara Darmaga dan Sukabumi serta antara Darmaga dan Parung 1 menunjukkan hasil yang berbeda nyata, namun berbeda dengan hasil uji t antara Sukabumi dan Parung 1 yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tengah untuk peubah bobot polong basah yang dimiliki kacang bogor Sukabumi dan Parung 1 adalah sama. Namun dengan melihat koefisien keragaman yang dimiliki, kacang bogor asal Sukabumi memiliki koefisien keragaman yang lebih besar yaitu 79.88% dengan nilai tengah sebesar g. Apabila nilai tengahnya ditambahkan dengan simpangannya, maka didapatkan nilai sebesar g yang peningkatannya hampir dua kali nilai tengahnya. Angka ini masih jauh dibawah nilai tertingginya yaitu g. Oleh karena itu, peubah bobot polong basah tersebut dapat dinaikkan sebesar 4.5 kali dari nilai tengahnya hingga mencapai potensi tertingginya. Pada peubah jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas, hasil uji t antara Darmaga dan Sukabumi serta antara Darmaga dan Parung menunjukkan hasil yang berbeda nyata, namun berbeda dengan hasil uji t antara Sukabumi dan Parung yang menunjukkan hasil tidak berbeda nyata. Berdasarkan pengujian tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai tengah untuk peubah jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas yang dimiliki kacang bogor asal Sukabumi dan Parung adalah sama. Namun dengan melihat koefisien keragaman yang dimiliki, kacang bogor asal Sukabumi memiliki koefisien keragaman yang lebih besar. Pada peubah jumlah polong bernas, koefisien keragaman yang dimiliki sebesar 74.85% dengan nilai tengah sebesar polong. Jika nilai tengahnya ditambahkan dengan simpangannya, maka nilainya berkisar 30 polong yang peningkatannya hampir dua kali nilai tengahnya. Angka ini masih jauh dibawah nilai tertingginya yaitu 71 polong. Oleh karena itu, peubah jumlah polong bernas tersebut dapat dinaikkan sebesar empat kali dari nilai tengahnya hingga mencapai potensi tertingginya. Pada peubah bobot polong kering total, koefisien keragaman yang dimiliki sebesar 83.73% dengan nilai tengah sebesar g. Koefisien keragaman yang dimiliki peubah bobot polong kering bernas yaitu 84.24% dengan nilai tengah sebesar g. Hal ini menunjukkan bahwa kacang

32 22 bogor asal Sukabumi ini memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas dengan individu yang lebih beragam. Populasi Terpilih Tanaman terpilih diambil satu atau dua tanaman dari setiap baris tanaman dari masing-masing petak yang dilakukan berdasarkan keragaan diameter kanopi terbaik diantara tanaman dalam satu baris. Diameter kanopi terbaik yang dipilih adalah tanaman dengan diameter kanopi paling lebar. Pemilihan ini berdasarkan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tabel 4. Hasil uji nilai tengah beberapa peubah pada tanaman kacang bogor terpilih Peubah Darmaga Sukabumi 1 Sukabumi 2 Parung 1 Parung 2 Umur berbunga tn ** * tn ** Diameter kanopi tn ** ** ** ** Panjang tangkai tanaman tn ** ** ** ** Bobot polong basah ** ** ** ** ** Jumlah polong total ** ** ** ** ** Jumlah polong bernas ** ** ** ** ** Jumlah polong cipo tn ** * ** ** Bobot polong kering total ** ** ** ** ** Bobot polong kering bernas ** ** ** ** ** Keterangan: *: berbeda nyata pada taraf 5% **: berbeda nyata pada taraf 1% tn: tidak berbeda nyata pada taraf 5% Uji nilai tengah ini dilakukan untuk mengetahui pemilihan tanaman berdasarkan diameter kanopi terbaik akan memberikan hasil yang terbaik pula. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara tanaman tidak terpilih dengan tanaman terpilih. Kacang bogor yang tumbuh asal Darmaga berjumlah 69 tanaman. Kemudian dilakukan pengambilan tanaman terpilih dari setiap baris berjumlah satu atau dua tanaman terbaik diantara tanaman lain dalam satu baris berdasarkan diameter kanopi terbaik, sehingga didapatkan tanaman terpilih sebanyak 7 tanaman. Dengan tanaman tidak terpilih berjumlah 62 tanaman. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara tanaman tidak terpilih

33 23 dengan tanaman terpilih. Hasil pengujian menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada peubah bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan tanaman terpilih berdasarkan diameter kanopi terbaik akan menghasilkan bobot polong basah, jumah polong dan bobot polong kering yang lebih baik dibandingkan populasi asalnya. Kacang bogor yang tumbuh asal Sukabumi 1, Sukabumi 2, Parung 1 dan Parung 2 berjumlah 281 tanaman, 128 tanaman, 288 tanaman dan 357 tanaman. Dengan jumlah tanaman terpilih sebanyak 32 tanaman (Sukabumi 1), 14 tanaman (Sukabumi 2), 25 tanaman (Parung 1) dan 36 tanaman (Parung 2). Dengan tanaman tidak terpilih dari kacang bogor asal Sukabumi 1, Sukabumi 2, Parung 1 dan Parung 2 berjumlah 249 tanaman, 114 tanaman, 263 tanaman dan 321 tanaman. Hasil pengujian menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada semua peubah kecuali peubah umur berbunga pada kacang bogor asal Parung 1. Hal ini menunjukkan bahwa pengambilan tanaman terpilih berdasarkan diameter kanopi terbaik akan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan populasi asalnya. Hampir semua peubah pada tanaman terpilih memiliki nilai tengah yang lebih besar dengan koefisien keragaman yang lebih kecil (Lampiran 8 dan 7) dibandingkan populasi asal, kecuali pada peubah umur berbunga dan jumlah polong cipo. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman terpilih lebih baik dibandingkan populasi asalnya. Berdasarkan hasil uji t ini dapat disimpulkan bahwa dengan menyeleksi diameter kanopi terbaik, diharapkan akan diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi. Korelasi Antar Karakter Hubungan antara satu karakter dengan karakter lainnya perlu diketahui. Karakter bobot polong basah merupakan karakter produksi yang diharapkan akan baik hasilnya dalam penelitian ini. Bobot polong basah ini nantinya akan diseleksi untuk mendapatkan tanaman yang dapat diperbaiki berdasarkan karakter tersebut. Namun untuk menyeleksi karakter ini di lapangan akan sulit dilakukan. Oleh karena itu, seleksi terhadap kenampakan fenotipe akan lebih mudah dilakukan,

34 24 yaitu diameter kanopi dan panjang tangkai tanaman. Berdasarkan hal tersebut dilakukan analisis korelasi antar karakter. Populasi Darmaga Umur berbunga tidak berkorelasi dengan semua karakter (Tabel 5). Jumlah cabang memiliki korelasi positif hanya dengan jumlah polong cipo, sedangkan jumlah buku tidak berkorelasi dengan karakter produksi. Hubungan antara banyaknya cabang dengan produksi menurut Baharsjah (1983), terutama secara tidak langsung tetapi melalui banyaknya polong; dengan demikian posisi polong dalam sistem percabangan menjadi sangat penting. Kacang bogor membentuk polong pada buku di setiap cabang, oleh karena itu dengan semakin banyaknya cabang dan buku jumlah polong pun meningkat. Akan tetapi semakin jauh cabang dan buku dari batang utama, polong makin muda sehingga polong cipo semakin banyak. Namun jumlah polong cipo yang banyak bukanlah hasil yang diharapkan dalam penelitian ini, karena polong cipo merupakan tanda bahwa pada saat panen percabangan makin melebar dan makin jauh dari batang utama. Tabel 5. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Darmaga Karakter Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Bobot polong basah * Jumlah polong total Jumlah polong bernas * Jumlah polong cipo * Bobot polong kering total ** Bobot polong kering bernas * Keterangan: n=7 db=5 r 0.05 =0.754 r 0.01 =0.874 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Diameter kanopi memiliki korelasi yang positif dengan bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi

35 25 yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tabel 6. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Darmaga Karakter Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Jumlah polong total 0.773* Jumlah polong bernas ** Jumlah polong cipo * Bobot polong kering total Bobot polong kering bernas ** Keterangan: n=7 db=5 r 0.05 =0.754 r 0.01 =0.874 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Jumlah polong total memiliki korelasi yang positif dengan bobot polong basah, jumlah polong bernas dan jumlah polong cipo (Tabel 6). Jumlah polong bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi dan jumlah polong total (Tabel 5 dan 6). Elia (1985) menyatakan bahwa jumlah polong dan jumlah cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Bobot polong basah memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi dan jumlah polong total (Tabel 5 dan 6). Bobot polong kering total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi dan bobot polong kering bernas. Bobot polong kering bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi dan bobot polong kering total. Populasi Sukabumi 1 Umur berbunga memiliki korelasi yang positif hanya dengan jumlah cabang (Tabel 7). Jumlah cabang memiliki korelasi yang positif dengan umur berbunga, diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah buku, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Jumlah buku memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, jumlah cabang, bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Damayanti (1991) juga menyatakan bahwa pada saat panen jumlah cabang dan jumlah buku berkorelasi positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering.

36 26 Diameter kanopi memiliki korelasi yang positif dengan panjang tangkai tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 7). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tabel 7. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi 1 Karakter Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman ** Jumlah cabang 0.366* 0.732** 0.414** Jumlah buku ** ** Bobot polong basah ** 0.599** 0.758** 0.476** Jumlah polong total ** 0.536** 0.736** Jumlah polong bernas ** 0.489** 0.760** 0.470** Jumlah polong cipo * 0.367** Bobot polong kering total ** 0.565** 0.685** 0.427* Bobot polong kering bernas ** 0.551** 0.679** 0.427* Keterangan: n=32 db=30 r 0.05 =0.349 r 0.01 =0.449 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Jumlah polong total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah cabang, bobot polong basah, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 7 dan 8). Jumlah polong bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, bobot polong basah, jumlah polong total, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Elia (1985) menyatakan bahwa jumlah polong dan jumlah cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Bobot polong basah memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 7 dan 8). Bobot polong kering total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah

37 27 cabang, jumlah buku, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo dan bobot polong kering bernas. Bobot polong kering bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah cabang, jumlah buku, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo dan bobot polong kering total. Tabel 8. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi 1 Karakter Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Jumlah polong total 0.885** Jumlah polong bernas 0.922** 0.922** Jumlah polong cipo 0.384* 0.665** Bobot polong kering total 0.983** 0.842** 0.880** 0.361* Bobot polong kering bernas 0.978** 0.832** 0.880** ** Keterangan: n=32 db=30 r 0.05 =0.349 r 0.01 =0.449 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Populasi Sukabumi 2 Umur berbunga memiliki korelasi yang negatif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 9). Jumlah cabang dan buku tidak berkorelasi dengan karakter produksi. Tabel 9. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi 2 Karakter Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Diameter kanopi * Panjang tangkai tanaman ** Jumlah cabang Jumlah buku Bobot polong basah * 0.877** 0.714** Jumlah polong total ** 0.536* Jumlah polong bernas * 0.770** Jumlah polong cipo Bobot polong kering total * 0.920** 0.803** Bobot polong kering bernas ** 0.886** 0.754** Keterangan: n=14 db=12 r 0.05 =0.532 r 0.01 =0.661 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Diameter kanopi memiliki korelasi yang positif dengan panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot

38 28 polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 9). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Diameter kanopi memiliki korelasi yang negatif dengan umur berbunga. Tabel 10. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Sukabumi 2 Karakter Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Jumlah polong total 0.842** Jumlah polong bernas 0.842** 0.907** Jumlah polong cipo 0.611* 0.843** 0.539* Bobot polong kering total 0.934** 0.788** 0.821** Bobot polong kering bernas 0.959** 0.723** 0.779** ** Keterangan: n=14 db=12 r 0.05 =0.532 r 0.01 =0.661 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Jumlah polong total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. (Tabel 9 dan 10). Jumlah polong bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas serta memiliki korelasi yang megatif dengan umur berbunga. Elia (1985) menyatakan bahwa jumlah polong dan jumlah cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Bobot polong basah memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas serta memiliki korelasi yang negatif dengan umur berbunga (Tabel 9 dan 10). Bobot polong kering total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering bernas serta memiliki korelasi yang negatif dengan umur berbunga. Bobot polong kering bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah,

39 29 jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering total serta memiliki korelasi yang negatif dengan umur berbunga. Populasi Parung 1 Umur berbunga tidak berkorelasi dengan semua karakter (Tabel 11). Jumlah cabang dan buku tidak berkorelasi dengan karakter produksi. Diameter kanopi memiliki korelasi yang positif dengan bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 11). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tabel 11. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung 1 Karakter Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Bobot polong basah ** Jumlah polong total ** Jumlah polong bernas ** Jumlah polong cipo * Bobot polong kering total * Bobot polong kering bernas * Keterangan: n=25 db=23 r 0.05 =0.396 r 0.01 =0.505 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% 1 =koefisien korelasi sebesar 3.15 x 10-4 Jumlah polong total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 11 dan 12). Jumlah polong bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong total, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Elia (1985) menyatakan bahwa jumlah polong dan jumlah cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor.

40 30 Bobot polong basah memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 11 dan 12). Bobot polong kering total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering bernas. Bobot polong kering bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering total. Tabel 12. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung 1 Karakter Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Jumlah polong total 0.729** Jumlah polong bernas 0.937** 0.835** Jumlah polong cipo ** Bobot polong kering total 0.964** 0.614** 0.874** Bobot polong kering bernas 0.963** 0.602** 0.873** ** Keterangan: n=25 db=23 r 0.05 =0.396 r 0.01 =0.505 **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Populasi Parung 2 Umur berbunga tidak berkorelasi dengan semua karakter (Tabel 13). Jumlah cabang dan buku tidak berkorelasi dengan karakter produksi. Tabel 13. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung 2 Karakter Umur berbunga Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman Jumlah cabang Jumlah buku Diameter kanopi Panjang tangkai tanaman ** Jumlah cabang Jumlah buku Bobot polong basah ** 0.421* Jumlah polong total ** Jumlah polong bernas ** 0.388* Jumlah polong cipo Bobot polong kering total ** 0.364* Bobot polong kering bernas ** 0.381* Keteramga: n=36 db=34 r 0.05 =0.329 r 0.01 =0.424 *=berkorelasi nyata pada taraf 5%, **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Diameter kanopi memiliki korelasi yang positif dengan panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot

41 31 polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 13). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Damayanti (1991) yang mengatakan bahwa diameter kanopi saat panen mempunyai korelasi yang positif dengan bobot polong basah dan jumlah polong tetapi tidak dengan bobot polong kering. Tabel 14. Koefisien korelasi antar karakter pada tanaman terpilih asal Parung 2 Karakter Bobot polong basah Jumlah polong total Jumlah polong bernas Jumlah polong cipo Bobot polong kering total Jumlah polong total 0.647** Jumlah polong bernas 0.906** 0.779** Jumlah polong cipo ** Bobot polong kering total 0.909** 0.444** 0.766** Bobot polong kering bernas 0.937** 0.504** 0.799** ** Keteramga: n=36 db=34 r 0.05 =0.329 r 0.01 =0.424 **=berkorelasi nyata pada taraf 1% Jumlah polong total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, bobot polong basah, jumlah polong bernas, jumlah polong cipo, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 13 dan 14). Jumlah polong bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Elia (1985) menyatakan bahwa jumlah polong dan jumlah cabang per tanaman merupakan komponen hasil yang penting pada kacang bogor. Bobot polong basah memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, jumlah polong total, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas (Tabel 13 dan 14). Bobot polong kering total memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering bernas. Bobot polong kering bernas memiliki korelasi yang positif dengan diameter kanopi, panjang tangkai tanaman, bobot polong basah, jumlah polong total, jumlah polong bernas dan bobot polong kering total. Berdasarkan uraian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa karakter yang memiliki korelasi yang positif dengan karakter lain menunjukkan bahwa peningkatannya akan diikuti dengan karakter lain yang memiliki hubungan

42 32 dengannya. Karakter yang memiliki korelasi yang negatif dengan karakter lain menunjukkan bahwa peningkatannya tidak akan diikuti dengan karakter lain yang memiliki hubungan dengannya melainkan sebaliknya yaitu mengalami penurunan. Oleh karena itu, untuk menyeleksi tanaman berdasarkan jumlah polong, bobot basah dan bobot keringnya yang besar dapat dilakukan hanya dengan menyeleksi diameter kanopi. Karakter vegetatif memiliki koefisien keragaman yang kecil karena pada karakter vegetatif, gen-gen yang mempengaruhi fenotipiknya tidak banyak. Koefisien keragaman yang lebih kecil ini juga menunjukkan bahwa karakterkarakter ini lebih stabil dari pada karakter produksi sehingga akan lebih tepat jika seleksi dilakukan pada karakter vegetatif. Kehomogenan Koefisien Korelasi Kehomogenan koefisien korelasi perlu dilakukan untuk mengetahui peubah pengamatan yang dapat dijadikan faktor penentu produksi di semua kacang bogor yang ditanam. Pengujian ini dilakukan pada lima petak sekaligus dimana tanaman terpilih pada masing-masing petak sudah harus memiliki korelasi antar peubahnya, jika salah satu petak tidak memiliki korelasi antar peubahnya maka pengujian ini masih dapat dilakukan namun tidak dapat mewakili semua petak. Jika hasil pengujian menunjukkan tidak berbeda nyata, maka akan didapatkan satu koefisien korelasi gabungan yang mewakili kelima petak. Sedangkan hasil pengujian yang menunjukkan berbeda nyata, maka koefisien korelasi yang digunakan adalah koefisien korelasi yang sudah didapatkan sebelumnya. Pengujian kehomogenan koefisien korelasi hanya dilakukan pada korelasi antara diameter kanopi dengan bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas; antara bobot polong basah dengan jumlah polong total; anatara jumlah polong total dengan jumlah polong bernas dan jumlah polong cipo; serta antara bobot polong kering total dengan bobot polong kering bernas. Hal ini dilakukan dikarenakan untuk korelasi antar peubah lainnya tidak semua petaknya memiliki korelasi, sehingga pengujian kehomogenan koefisien korelasi tidak dilakukan (Lampiran 9).

43 33 Tabel 15. Kehomogenan koefisien korelasi antar peubah pada tanaman kacang bogor terpilih Peubah 2 hitung Keterangan rp Diameter kanopi dengan Bobot polong basah Heterogen - Diameter kanopi dengan Jumlah polong bernas Homogen Diameter kanopi dengan Bobot polong kering total Heterogen - Diameter kanopi dengan Bobot polong kering bernas Heterogen - Bobot polong basah dengan Jumlah polong total Homogen Jumlah polong total dengan Jumlah polong bernas Homogen Jumlah polong total dengan Jumlah polong cipo Homogen Bobot polong kering total dengan Bobot polong kering bernas Heterogen - Keterangan : 2 =kriteria uji untuk kehomogenan korelasi; rp=koefisien korelasi gabungan yang diperoleh jika homogen; n = 5 petak; db = 4; 2 tabel (db = 4, = 0.05) = 9.49; 2 hitung < 2 tabel : Homogen ; 2 hitung > 2 tabel : Heterogen Hasil pengujian koefisien korelasi menunjukkan bahwa korelasi antara diameter kanopi dengan bobot polong basah, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas serta antara bobot polong kering total dengan bobot polong kering bernas adalah heterogen (Tabel 15). Hal ini berarti peubah diameter kanopi tidak dapat menjadi faktor penentu produksi (bobot polong basah dan bobot polong kering) pada semua kacang bogor yang ditanam. Korelasi antara diameter kanopi dengan jumlah polong bernas menunjukkan hasil pengujian yang homogen (Tabel 15). Hal ini menjadikan peubah diameter kanopi sebagai faktor penentu produksi (jumlah polong) pada semua kacang bogor yang ditanam. Begitu pula dengan hasil pengujian kehomogenan koefisien korelasi antara bobot polong basah dengan jumlah polong total serta antara jumlah polong total dengan jumlah polong bernas dan jumlah polong cipo yang menunjukkan hasil yang homogen.

44 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Populasi dasar kacang bogor asal Sukabumi memiliki produksi tinggi serta memiliki potensi untuk dikembangkan berdasarkan peubah bobot polong basah, jumlah polong bernas, bobot polong kering total dan bobot polong kering bernas. Dengan menyeleksi keragaan fenotipik terbaik yaitu diameter kanopi, diharapkan akan diperoleh tanaman dengan potensi produksi tinggi. Adanya korelasi positif nyata antara diameter kanopi dengan hasil. Pengujian kehomogenan koefisien korelasi antara diameter kanopi dengan jumlah polong bernas bersifat homogen, sehingga peubah diameter kanopi ini dapat dijadikan sebagai faktor penentu produksi (jumlah polong) pada semua kacang bogor yang ditanam. Saran Penggunaan jarak tanam 60 x 60 cm dapat digunakan agar tanaman menunjukkan keragaan terbaik. Hal ini berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa diameter kanopi yang dimiliki tanaman kacang bogor dapat mencapai 80 cm. Pelaksanaan pembumbunan sebaiknya dilakukan ketika 50% populasi tanaman telah berbunga yang dapat ditentukan dengan melihat sudah munculnya polong di permukaan tanah. Penentukan waktu panen pada penanaman kacang bogor sangat penting diperhatikan agar produksi yang dihasilkan optimum. Penentuan waktu panen ini juga dapat dilakukan dengan memperhatikan hari berbunga saat 50% populasi tanaman telah berbunga atau saat tanaman mulai membentuk polong yang terlihat di permukaan tanah.

45 DAFTAR PUSTAKA Actaria, D Evaluasi Galur-Galur Kacang Bogor (Vigna subterranean (L.) Verdcourt) asal Sukabumi. Skripsi. Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Baharsjah, J. S Legum Pangan. Departemen Agronomi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 110 hal. Damayanti, A Pengaruh Pemilahan Warna Benih terhadap Hasil dan Komponen Hasil Kacang Bogor (Vigna subterranean (L.) Verdcourt). Skipsi. Jurusan Budi Daya Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 40 hal. De Kock, C Bambara groundnut. Food of Africa Pvt Ltd. Zimbabwe. 6 halaman. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia Nilai Gizi Beberapa Jenis Legum Pangan Bentuk Biji dan Beras (per 100 g BDD). Departemen Kesehatan. Jakarta. Doku, E. V. dan S. K. Karikari Bambara groundnut. Economy Botany 25(3): Duke, J. A., B. N. Okigbo, C. F. Reed and J. K. P. Weder Voandzeia subterranea (L.) Thousars. Tropical Grain Legume Bull. (10):8-11. Elia, F. M Variability for yield and seed yield components in Bambara groundnut (Voandzeia subterranea Thoars). Trop. Grain Legume Bull. 31: Goli, A. E. F Bibliography Review. Proceedings of the workshop on Conservation and Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranean (L.) Verdc.) November International Plant Genetic Resources Institute. Harare, Zimbabwe. Hal Handoko Klimatologi Dasar Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-unsur Iklim. Jurusan Geofisika dan Meteorologi. Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 177 hal. Karikari Correlation studies between yield and some agronomic characters in bambara groundnut (Voandzeia subterranean Thousars). p 30. In IITA. Bambara groundnut Voandzeia subterranean Thousars. Ibadan Nigeria (Abstr.).

46 36 Kasno, A., A. Bari, A. A. Mattjik, Subandi, dan S. Somaatmadja Pendugaan parameter genetik sifat-sifat kuantitatif kacang tanah dalam beberapa lingkungan tumbuh dan penggunaannya dalam seleksi. Penelitian Pertanian 3(1): Key, D. E Crop and Product Digest no. 3-Food Legume. Tropical Produce Institute. London. 438 p. Kurniawan, A. A. Minarto, dan A. Rahman. Rancang Bangun Mesin Pengupas Kulit Luar Kacang Bogor (Kacang Kapri) Guna Peningkatan Hasil Produksi Pasca Panen Pimnas Universitas Muhammadiyah Malang. Lineman, A. R. and S. Azam-Ali Bambara groundnut. In: J. T. Williams (Ed). Pulses and Vegetables. Chapman and Hall. London. 247 p. Madamba, R Breeding Bambara Groundnut Varieties Suitable for Zimbabwean Conditions. Proceedings of The Workshop on Conservation and Improvement of Bambara Groundnut (Vigna subterranea (L.) Verdc.) Internatonal Plant Genetic Resources Institutes. Zimbabwe. Vol. 9: Maesen, L. J. G PROSEA. Dalam Sadikin Somaatmadja (Ed.). Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 139 p. McDonald, D., P. Subrahmanyam, R. W. Gibbons and D. H. Smith Early and Late Leaf Spots of Groundnut. Information Bulletin International Crops Research Institute for The Semi-Arid Tropics. Vol. 21:1. NAS (National Academy of Science) Tropical Legume : Resources for the Future. National Academy of Science. Washington D. C. 331 p. Nugrahaeni, N Pemuliaan kacang tanah untuk ketahanan terhadap peyakit dan cekaman lingkungan fisik, hal Dalam Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang (Ed.). Monograf Balittan Malang : Kacang Tanah. Balai Penelitian Tanaman Pangan Malang. Malang. PROSEA (Plant Resources of South-East Asia) Bambara Groundnut. (Terhubung berkala). (7 Desember 2010). ( Purseglove, J. W Tropical Crops Dicotyledons. 3 rd Group Limited. London. 719 p. edition. Logmann Purseglove, J. W Tropical Crops: Dicotyledons Vol 1 and 2 combined. The English Languange Book Society and Longman. 719 p. Rao, T. S Assessment of genetic variation in bunch groundnut. In National Seminar on the application of genetic to improvement of groundnut, July

47 , 1980, Tamil Nadu Agricultural University. Coimbatore India (Abstr.) Rukmana dan Oesman Kacang Bogor Budidaya dan Prospek Usaha Tani. Kanisius. Yogyakarta. 32 hal. Saleh, N Optimalisasi pengendalian terpadu penyakit bercak daun dan karat pada kacang tanah. Pengembangan Inovasi Pertanian 3(4) : Samsoedin dan I. S. Harmastin A little known food legume. Food Legume Coarse Grain (8):2-3. Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika (diterjemahkan dari : Principles and Procedures of Statistics, penerjemah : B. Sumantri). PT Gramedia. Jakarta. 748 hal. Sumartini Bioekologi dan pengendalian penyakit bercak daun pada kacang tanah. Bul. Palawija 16 : Tano, F., E. Sebastian, and G. Bianchi Vegetative, reproductive and yield characteristics of soybean from late sowings. Informatore Agrario. 36(28): (Abstr.) Walpole, R. E Pengantar Statistika Edisi ke-3 (diterjemahkan dari : Introduction to Statistics 3 rd edition, penerjemah : B. Sumantri). PT Gramedia. Jakarta. 515 hal.

48 LAMPIRAN Lampiran 1. Cara pengukuran beberapa karakter pengamatan kacang bogor Keterangan: pengukuran diameter kanopi (kiri) dan panjang tangkai tanaman (kanan) Lampiran 2. Bunga kacang bogor Lampiran 3. Data curah hujan dari bulan Maret sampai Juli 2011 di Darmaga Lokasi: 6 o 33 LS 106 o 5 BT Elevasi: 207 m Bulan Temperatur ( o C) Penyinaran Matahari Curah hujan Evaporasi Rata-rata Max Min (mm) (mm) Lama (%) Intensitas (Cal/Cm2/hari) Kelembaban (mm) Maret April Mei Juni Juli Sumber: Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, IPB yang berada pada ketinggian 220 m di atas permukaan laut dengan tipe tanah latosol. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 7 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penanaman di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan Darmaga Bogor. Kebun percobaan memiliki topografi datar dengan curah hujan rata-rata sama dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Desa Manjung, Kecamatan Sawit, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah. Kecamatan Sawit memiliki ketinggian tempat 150 m dpl. Penelitian ini dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Bahan dan Alat Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2012 di Dusun Bandungsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Lampung. Analisis tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga Agustus 2009 di Kebun Karet Rakyat di Desa Sebapo, Kabupaten Muaro Jambi. Lokasi penelitian yang digunakan merupakan milik

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij

BAHAN DAN METODE. Y ij = + i + j + ij 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm IPB Darmaga Bogor pada ketinggian 240 m dpl. Uji kandungan amilosa dilakukan di

Lebih terperinci

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili

Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam. taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Menurut van Steenis (2003), sistematika dari kacang tanah dalam taksonomi termasuk kelas Dicotyledoneae; ordo Leguminales; famili Papilionaceae; genus Arachis; dan spesies Arachis hypogaea L. Kacang tanah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk

BAHAN DAN METODE. Y ijk = μ + U i + V j + ε ij + D k + (VD) jk + ε ijk 12 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan mulai Februari-Agustus 2009 dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan, Dramaga, Bogor. Areal penelitian bertopografi datar dengan jenis tanah

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI

UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI UJI DAYA HASIL LANJUTAN GALUR-GALUR KEDELAI (Glycine max (L ) Merr) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI DESA SEBAPO KABUPATEN MUARO JAMBI Oleh : Rina Yunita A24053094 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA.1 Kacang Panjang.1.1 Klasifikasi Tanaman Kacang Panjang Tanaman kacang panjang diklasifikasikan sebagai berikut : Kerajaan Divisi Kelas Sub kelas Ordo Famili Genus : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim

II. TINJAUAN PUSTAKA. wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan iklim 15 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Tanaman Buncis Buncis berasal dari Amerika Tengah, kemudian dibudidayakan di seluruh dunia di wilayah beriklim sedang, tropis, dan subtropis. Tanaman ini memerlukan

Lebih terperinci

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A

UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A UJI DAYA HASIL LANJUTAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.) TOLERAN NAUNGAN DI BAWAH TEGAKAN KARET RAKYAT DI PROVINSI JAMBI OLEH DEDI PRASETYO A24052710 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis

TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tegas, kering, berwarna terang segar bertepung. Lembab-berdaging jenis 16 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Ada 2 tipe akar ubi jalar yaitu akar penyerap hara di dalam tanah dan akar lumbung atau umbi. Menurut Sonhaji (2007) akar penyerap hara berfungsi untuk menyerap unsur-unsur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar Glycine ururiencis, merupakan kedelai yang

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 12 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Desa Negara Ratu Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri

TINJAUAN PUSTAKA. pada perakaran lateral terdapat bintil-bintil akar yang merupakan kumpulan bakteri TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Siahaan dan Sitompul (1978), Klasifikasi dari tanaman kedelai adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Subdivisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Plantae : Spermatophyta

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai

2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai 3 2 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan dan Biologi Tanaman Kedelai Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) bukanlah tanaman asli Indonesia. Kedelai diduga berasal dari daratan China Utara atau kawasan subtropis. Kedelai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di lahan petani di Dusun Pabuaran, Kelurahan Cilendek Timur, Kecamatan Cimanggu, Kotamadya Bogor. Adapun penimbangan bobot tongkol dan biji dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

II. TINJAUAN PUSTAKA. daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kacang Tanah Kacang tanah tumbuh secara perdu setinggi 30 hingga 50 cm dan mengeluarkan daun-daun kecil. Kacang tanah kaya dengan lemak, protein, zat besi, vitamin E

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Taksonomi dan Morfologi Tanaman kedelai (Glycine max [L.] Merrill) merupakan salah satu tanaman pangan dari famili Leguminosae yang berumur pendek. Secara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pertumbuhan Vegetatif Dosis pupuk kandang berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman (Lampiran 5). Pada umur 2-9 MST, pemberian pupuk kandang menghasilkan nilai lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.))

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Van Steenis (2005), bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)) termasuk ke dalam Kelas : Magnoliopsida, Ordo : Fabales, Famili : Fabaceae, Genus : Pachyrhizus, Spesies

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat 16 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Dramaga, Bogor mulai bulan Desember 2009 sampai Agustus 2010. Areal penelitian memiliki topografi datar dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Percobaan 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Perkecambahan benih-benih purwoceng terjadi pada waktu yang berbedabeda karena tidak dilakukan persemaian serempak. Tanaman dikelompokkan sesuai umur untuk

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengamatan setelah panen dilanjutkan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Rancangan Percobaan 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penanaman dilakukan pada bulan Februari 2011. Tanaman melon selama penelitian secara umum tumbuh dengan baik dan tidak ada mengalami kematian sampai dengan akhir penelitian

Lebih terperinci

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH Oleh Baiq Wida Anggraeni A34103024 DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus:

II. TINJAUAN PUSTAKA. Ordo: Polypetales, Famili: Leguminosea (Papilionaceae), Genus: II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani Tanaman Kedelai Suprapto (1999) mennyatakan tanaman kedelai dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom: Plantae, Divisi: Spermatophyta, Kelas: Dicotyledone, Ordo:

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi 24 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian BPTP Unit Percobaan Natar, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Alat dan Bahan Metode Percobaan 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Jagung University Farm IPB Jonggol, Bogor. Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Tanah, Departemen Tanah, IPB. Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Deskripsi Kualitatif Karakter kualitatif yang diamati pada penelitian ini adalah warna petiol dan penampilan daun. Kedua karakter ini merupakan karakter yang secara kualitatif berbeda

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENELITIAN

PELAKSANAAN PENELITIAN PELAKSANAAN PENELITIAN Persiapan Lahan Disiapkan lahan dengan panjang 21 m dan lebar 12 m yang kemudian dibersihkan dari gulma. Dalam persiapan lahan dilakukan pembuatan plot dengan 4 baris petakan dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lahan penelitian yang digunakan merupakan lahan yang selalu digunakan untuk pertanaman tanaman padi. Lahan penelitian dibagi menjadi tiga ulangan berdasarkan ketersediaan

Lebih terperinci

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda

Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Percobaan 3. Pertumbuhan dan Produksi Dua Varietas Kacang Tanah pada Populasi Tanaman yang Berbeda Latar Belakang Untuk memperoleh hasil tanaman yang tinggi dapat dilakukan manipulasi genetik maupun lingkungan.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Desa Muara Putih Kecamatan Natar Lampung Selatan dengan titik

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kacang Hijau Kacang hijau termasuk dalam keluarga Leguminosae. Klasifikasi botani tanman kacang hijau sebagai berikut: Divisio : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Classis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Percobaan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Oktober 2010 sampai dengan Februari 2011.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Taksonomi dan Morfologi Kacang Tunggak Kacang tunggak (Vigna unguiculata (L.)) merupakan salah satu anggota dari genus Vignadan termasuk ke dalam kelompok yang disebut catjangdan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. akar-akar cabang banyak terdapat bintil akar berisi bakteri Rhizobium japonicum TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik, pertumbuhan akar tunggang lurus masuk kedalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Pada akar-akar cabang banyak terdapat

Lebih terperinci

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik

Tinggi tongkol : cm : Menutup tongkol cukup baik 42 Lampiran 1. Deskripsi Varietas Jagung Hibrida BISI-18 Nama varietas : BISI-18 Tanggal dilepas : 12 Oktober 2004 Asal : F1 silang tunggal antara galur murni FS46 sebagai induk betina dan galur murni

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A

KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A KARAKTERISTIK PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI LIMA VARIETAS KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh INNE RATNAPURI A34103038 PROGRAM STUDI AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 KARAKTERISTIK

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Kacang Tanah Kacang tanah (Arachis hypogaea L.) berasal dari benua Amerika Selatan, diperkirakan dari lereng pegunungan Andes, di negara-negara Bolivia, Peru, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh

TINJAUAN PUSTAKA. Syarat Tumbuh 3 TINJAUAN PUSTAKA Syarat Tumbuh Tanah Jenis tanah yang sesuai untuk pertumbuhan kacang tanah adalah lempung berpasir, liat berpasir, atau lempung liat berpasir. Keasaman (ph) tanah yang optimal untuk

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 14 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor pada ketinggian 250 m dpl dengan tipe tanah Latosol. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai 2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai Kedelai telah dibudidayakan sejak abad ke-17 dan telah ditanam di berbagai daerah di Indonesia. Daerah utama penanaman kedelai

Lebih terperinci

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan

METODE PERCOBAAN. Tempat dan Waktu. Alat dan Bahan 12 METODE PERCOBAAN Tempat dan Waktu Percobaan dilakukan di lahan petani di Dusun Jepang, Krawangsari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung. Lokasi berada pada ketinggian 90 m di

Lebih terperinci

- PENGARUH JARAK TANAM DAN WAKTU PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG BOGOR (CUigna aubterranea (L.) Verdcourt)

- PENGARUH JARAK TANAM DAN WAKTU PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG BOGOR (CUigna aubterranea (L.) Verdcourt) - PENGARUH JARAK TANAM DAN WAKTU PEMBUMBUNAN TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KACANG BOGOR (CUigna aubterranea (L.) Verdcourt) DUDY ARFlAN A 24.0523 JURUSAN BUDIDAYA PERTANIAN FAKULTAS PERTANlAN INSTITUT

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian dimulai bulan November 2009 sampai dengan bulan Mei 2010. Kondisi curah hujan selama penelitian berlangsung berada pada interval 42.9 mm sampai dengan 460.7

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di lahan kering daerah Kecamatan Ungaran Timur Kabupaten Semarang dan di Laboratorium Penelitian Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal

Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal LAMPIRAN 41 42 Lampiran 1. Hasil analisis tanah awal Variabel Satuan Nilai Kriteria Tekstur Pasir Debu Liat % % % 25 46 29 Lempung berliat ph (H 2 O) 5.2 Masam Bahan Organik C Walklel&Black N Kjeidahl

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di lahan kering dengan kondisi lahan sebelum pertanaman adalah tidak ditanami tanaman selama beberapa bulan dengan gulma yang dominan sebelum

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009 di Kebun Percobaan IPB Leuwikopo, Dramaga, Bogor yang terletak pada ketinggian 250 m dpl dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Botani Tanaman Cabai 3 TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Tanaman Cabai Cabai ditemukan pertama kali oleh Columbus pada saat menjelajahi Dunia Baru. Tanaman cabai hidup pada daerah tropis dan wilayah yang bersuhu hangat. Selang beberapa

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Bahan dan alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan tempat Penelitian ini dilakukan di Bagian Ilmu dan Teknologi Benih, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Darmaga dan Balai Besar

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kedelai merupakan tanaman hari pendek dan memerlukan intensitas cahaya yang tinggi. Penurunan radiasi matahari selama 5 hari atau pada stadium pertumbuhan akan mempengaruhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah

TINJAUAN PUSTAKA. Botani dan Morfologi Kacang Tanah TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Kacang Tanah Kacang tanah tergolong dalam famili Leguminoceae sub-famili Papilinoideae dan genus Arachis. Tanaman semusim (Arachis hypogaea) ini membentuk polong dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2011 Maret 2012. Persemaian dilakukan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ilmiah Tanaman Kedelai Klasifikasi ilmiah tanaman kedelai sebagai berikut: Divisi Subdivisi Kelas Suku Ordo Famili Subfamili Genus Spesies : Magnoliophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB

Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB LAMPIRAN 34 35 Lampiran 1. Hasil Analisis Tanah di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Data analisa Kandungan Kriteria (*) ph (H 2 O 1:1) 5.20 Masam C-organik (%) 1.19 Rendah N-Total 0.12 Rendah P (Bray 1) 10.00

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Keadaan Umum Penelitian Tanah yang digunakan pada penelitian ini bertekstur liat. Untuk mengurangi kelembaban tanah yang liat dan menjadikan tanah lebih remah, media tanam

Lebih terperinci

MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR

MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura MENGGALI POTENSI GENETIK TANAMAN KACANG BOGOR (Vigna subterranea (L.) Verdcourt) Searching genetically potention of Bambara Groundnut (Vigna subterranea

Lebih terperinci

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi

V. KACANG HIJAU. 36 Laporan Tahun 2015 Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi V. KACANG HIJAU 5.1. Perbaikan Genetik Kacang hijau banyak diusahakan pada musim kemarau baik di lahan sawah irigasi maupun tadah hujan. Pada musim kemarau ketersediaan air biasanya sangat terbatas dan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Tanaman. Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Tanaman kedelai (Glycine max L. Merrill) memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar sekunder yang tumbuh dari akar tunggang, serta akar cabang yang

Lebih terperinci

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung.

I. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. I. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Politeknik Negeri Lampung, Bandar Lampung. Waktu penelitian dilaksanakan sejak bulan Mei 2010 sampai dengan panen sekitar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Kondisi Umum Percobaan studi populasi tanaman terhadap produktivitas dilakukan pada dua kali musim tanam, karena keterbatasan lahan. Pada musim pertama dilakukan penanaman bayam

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan pertanian Fakultas Pertanian Universitas Islam Negri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Unit Kebun Percobaan Natar, Desa Negara Ratu, Kecamatan Natar, Kabupaten

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A

KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI. Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A KERAGAAN KARAKTER PURWOCENG (Pimpinella pruatjan Molk.) HASIL INDUKSI MUTASI SINAR GAMMA DI TIGA LOKASI Oleh Muhammad Yusuf Pulungan A34403065 PROGRAM STUDI PEMULIAAN TANAMAN DAN TEKNOLOGI BENIH FAKULTAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengenalan Tanaman Sorgum Tanaman Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) berasal dari negara Afrika. Tanaman ini sudah lama dikenal manusia sebagai penghasil pangan, dibudidayakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Kacang Hijau Kacang hijau (Vigna radiata L.) merupakan salah satu komoditas tanaman kacang-kacangan yang banyak dikonsumsi rakyat Indonesia. Kacang hijau termasuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Keadaan tanaman cabai selama di persemaian secara umum tergolong cukup baik. Serangan hama dan penyakit pada tanaman di semaian tidak terlalu banyak. Hanya ada beberapa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini dilaksanakan di Unit Lapangan Pasir Sarongge, University Farm IPB yang memiliki ketinggian 1 200 m dpl. Berdasarkan data yang didapatkan dari Badan Meteorologi

Lebih terperinci

UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.)

UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) UJI DAYA HASlL BEBERAPA KULTIVAR KACANG TANAH (Arachis hypogaea L.) Oleh Widirahayu Lukitas A34102037 PROGRAM STUD1 AGRONOMI FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN WIDIRAHAW LUKITAS.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah

I. PENDAHULUAN. Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jagung (Zea mays L.) merupakan tanaman pangan penting di dunia setelah gandum dan padi. Di Indonesia sendiri, jagung dijadikan sebagai sumber karbohidrat kedua

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang

TINJAUAN PUSTAKA. Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang 17 TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Sawi hijau sebagai bahan makanan sayuran mengandung zat-zat gizi yang cukup lengkap untuk mempertahankan kesehatan tubuh. Komposisi zat-zat makanan yang terkandung dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani

TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Sifat Botani 3 TINJAUAN PUSTAKA Asal-usul dan Penyebaran Geografis Pepaya (Carica papaya) merupakan tanaman buah-buahan tropika. Pepaya merupakan tanaman asli Amerika Tengah, tetapi kini telah menyebar ke seluruh dunia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Cabai Cabai merah (Capsicum annuum L.) termasuk kedalam famili Solanaceae. Terdapat sekitar 20-30 spesies yang termasuk kedalam genus Capsicum, termasuk diantaranya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot. 100 cm. 15 cm. x x x x. 40 cm. 200 cm. Universitas Sumatera Utara 34 Lampiran 1. Bagan penanaman pada plot 40 cm x x 15 cm 100 cm x x x x x 200 cm x x 35 Lampiran 2. Bagan Lahan Penelitian III 100 cm I I 50 cm 200 cm T0R3 T1R2 T1R3 T0R0 T0R2 T1R1 100 cm U T0R1 T1R0 T1R2

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Konidisi Umum Penelitian Berdasarkan hasil Laboratorium Balai Penelitian Tanah yang dilakukan sebelum aplikasi perlakuan didapatkan hasil bahwa ph H 2 O tanah termasuk masam

Lebih terperinci

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang disajikan dalam bab ini adalah pengamatan selintas dan pengamatan utama. 1.1. Pengamatan Selintas Pengamatan selintas merupakan pengamatan yang hasilnya

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Tabel Rataan Tinggi Tanaman (cm) 2 MST W0J0 87,90 86,60 86,20 260,70 86,90 W0J1 83,10 82,20 81,00 246,30 82,10 W0J2 81,20 81,50 81,90 244,60 81,53 W1J0 78,20 78,20 78,60 235,00 78,33 W1J1 77,20

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar,

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di lahan Kebun Percobaan BPTP Natar, Lampung Selatan mulai Maret 2013 sampai dengan Maret 2014. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN

EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN EVALUASI KERAGAAN FENOTIPE TANAMAN SELEDRI DAUN (Apium graveolens L. Subsp. secalinum Alef.) KULTIVAR AMIGO HASIL RADIASI DENGAN SINAR GAMMA COBALT-60 (Co 60 ) Oleh Aldi Kamal Wijaya A 34301039 PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Berdasarkan data Badan Meteorologi dan Geofisika Darmaga, Bogor (Tabel Lampiran 1) curah hujan selama bulan Februari hingga Juni 2009 berfluktuasi. Curah hujan terendah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia

METODE PENELITIAN. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Kulon Progo provinsi DIY. Sebelah selatan berbatasan dengan Samudera Indonesia III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada lahan bekas tambang PT. Aneka Tambang Tbk (ANTAM), Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah pada bulan Maret

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera.

BAHAN DAN METODE. I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. 11 BAHAN DAN METODE I. Uji Daya Hasil Galur-galur Padi Gogo Hasil Kultur Antera. Waktu dan Tempat Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Babakan, Kecamatan Darmaga, Bogor Jawa Barat. Kebun terletak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gladiol termasuk ke dalam famili Iridaceae dan memiliki daun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman gladiol termasuk ke dalam famili Iridaceae dan memiliki daun yang 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani dan Morfologi Tanaman Gladiol Bunga gladiol yang berasal dari daratan Afrika Selatan ini memang sangat indah. Bunga ini simbol kekuatan, kejujuran, kedermawanan, ketulusan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan 10 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Percobaan Percobaan dilakukan di Kebun Percobaan Babakan Sawah Baru, Darmaga Bogor pada bulan Januari 2009 hingga Mei 2009. Curah hujan rata-rata dari bulan Januari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Hasil analisis tanah sebelum perlakuan dilakukan di laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan IPB. Lahan penelitian tergolong masam dengan ph H O

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Morfologi tanaman kedelai ditentukan oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun, batang, polong, dan biji. Akar kedelai muncul dari belahan kulit biji yang muncul di sekitar

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Percobaan dilakukan di Desa Dukuh Asem, Kecamatan Majalengka, Kabupaten Majalengka pada tanggal20 April sampai dengan 2 Juli 2012. Lokasi percobaan terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan IPB Cikarawang, Darmaga, Bogor. Penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Februari 2011. Analisis tanah dan hara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 2.1 Botani Tanaman Kedelai BAB II TINJAUAN PUSTAKA Kedelai merupakan tanaman asli Daratan Cina dan telah dibudidayakan oleh manusia sejak 2500 SM. Sejalan dengan makin berkembangnya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci