KATA PENGANTAR. Ir. Hari Priyono, M.Si. NIP

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KATA PENGANTAR. Ir. Hari Priyono, M.Si. NIP"

Transkripsi

1

2

3 KATA PENGANTAR Pada hakikatnya pendekatan kawasan merupakan upaya pengembangan komoditas pertanian pada suatu wilayah yang memenuhi persyaratan agroekologis, memenuhi kelayakan agroekonomi dan agro-sosio-teknologi, aksesibilitas lokasi memadai, dan diseconomic-externality yang ditimbulkannya dapat dikendalikan agar kawasan yang terbangun berkelanjutan. Untuk itu, informasi daya dukung lahan menjadi sangat penting yang dibangun dari analisis sumber daya lahan. Peraturan Menteri Pertanian No.50/Permentan/OT.140/8/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian menekankan bahwa pengembangan komoditas unggulan perlu dilaksanakan dengan pendekatan kawasan. Ciri-ciri pengembangan kawasan pertanian, antara lain: (a) berbasis agroekosistem (komoditas yang dikembangkan sesuai dengan agroekosistem setempat); (b) agregat hamparan/populasi ditentukan dengan batasan tertentu dan dapat lintas batas kabupaten; (c) pengembangan kawasan bersifat menyeluruh/tidak parsial yang mencakup aspek hulu hingga hilir; (d) sistem pertanian dapat dilakukan secara terintegrasi; (e) program dan kegiatan pada kawasan terpadu baik antara Eselon I Kementan maupun antara Pusat dan Daerah; dan (f) pengembangan kawasan bersifat partisipatif melibatkan Kementan dan Kementerian/Lembaga terkait, Pemda Provinsi, Pemda Kabupaten/Kota, dan pelaku usaha. Pembangunan pertanian khususnya pengembangan kawasan pertanian padi, jagung, kedelai dan ubi kayu (PJKU) sangat membutuhkan data dan informasi dalam bentuk tabular dan spasial (peta). Peta yang dihasilkan memberikan informasi lokasi, sebaran, dan luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan kawasan pertanian PJKU. Peta-peta yang dihasilkan dari analisis sumber daya lahan ini merupakan informasi spasial tentang kondisi sumber daya lahan, tingkat kesesuaian komoditas, arahan pengembangan komoditas sampai potensi pengembangan kawasan pertanian. Atlas ini akan sangat bermanfaat bagi perencana di tingkat Pusat dan Daerah dalam menentukan arah pengembangan kawasan pertanian PJKU. Kepada semua pihak yang telah berperan aktif membantu tersusunnya Atlas ini disampaikan penghargaan dan terima kasih. Akhirnya semoga Atlas ini dapat bermanfaat dalam mendukung pencapaian swasembada padi, jagung, kedelai serta peningkatan produksi ubi kayu mendukung pertanian bioindustri. Jakarta, September 2015 Sekretaris Jenderal, Ir. Hari Priyono, M.Si. NIP ii

4 SUSUNAN TIM Tim Pengarah Tim Pengarah : Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian Wakil Ketua : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Sekretaris : Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Tim Pelaksana Ketua I : Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Ketua II Sekretaris I : : Kepala Biro Perencanaan, Kementerian Pertanian Kepala Bagian Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian Sekretaris II : Kepala Bagian Penyusunan Kebijakan, Program dan Wilayah, Kementerian Pertanian Tim Penyusun Penulis : Suparto, Yayan Apriyanto, Mirsa Sativa, Ardiya Yustika Aplikasi SIG dan Basisdata : Hapid Hidayat, Wahyu Supriyatna Disain dan Layout : Adi Priyono iii

5 INFORMASI UMUM A. Proyeksi Map : Transverse Mercotor TM B. Sumber Dana : Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian TA C. Diterbitkan oleh : Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian Website : Cetakan pertama, September 2015 iv

6 DAFTAR ISI Halaman SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN i KATA PENGANTAR ii SUSUNAN TIM iii INFORMASI UMUM iv DAFAR ISI v DAFTAR TABEL v DAFTAR PETA vi I. PENDAHULUAN 1 II. BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Metode 3 III. HASIL DAN PEMBAHASAN Kawasan Nasional 3.2. Kawasan Pulau Kawasan Provinsi Maluku 13 IV. PENUTUP 16 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Nasional 5 Tabel 2. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Sumatera 7 Tabel 3. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Jawa 8 Tabel 4. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Kalimantan 9 Tabel 5. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Sulawesi 10 Tabel 6. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Bali an Nusa Tenggara 11 Tabel 7. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Maluku 12 Tabel 8. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Papua 13 Tabel 9. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku 13 Tabel 10. Luas Potensi Pengembangan Jagung Provinsi Maluku 14 Tabel 11. Luas Potensi Pengembangan Kedelai Provinsi Maluku 15 Tabel 12. Luas Potensi Pengembangan Ubi Kayu Provinsi Maluku 15 DAFTAR PUSTAKA 17 v

7 DAFTAR PETA Halaman Peta 1. Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Nasional 18 Peta 2. Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Pulau Maluku 19 Peta 3. Peta 4. Peta 5. Peta 6. Peta 7. Peta 8. Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku 20 Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku lembar 1 21 Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku lembar 2 22 Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku lembar 3 23 Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku lembar 4 24 Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi Provinsi Maluku lembar 5 25 vi

8 I. PENDAHULUAN Kementerian Pertanian telah menetapkan salah satu kebijakan operasional pembangunan pertanian melalui pendekatan kawasan sebagaimana dituangkan dalam Permentan 50/2012 tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian. Sesungguhnya pendekatan kawasan pembangunan pertanian bukanlah suatu pendekatan yang sama sekali baru. Pendekatan kawasan ini lebih merupakan upaya reorientasi manajemen pembangunan pertanian yang merubah cara pandang pembangunan pertanian dari sudut pandang kawasan sentra produksi yang segregatif menjadi cara pandang kerja sama jaringan kelembagaan antar wilayah dengan komoditas unggulan sebagai perekat utamanya. Di samping itu, pendekatan kawasan ini juga mewacanakan diterapkannya revolusi perencanaan dengan digunakannya instrumen perencanaan teknokratis dalam pembangunan pertanian. Melalui pendekatan kawasan ini daya saing wilayah dan komoditas akan dapat dirancang secara optimal, karena dirumuskan sesuai dengan potensi dan prospek daya dukung sumberdaya wilayah hingga mencapai titik optimumnya. Dengan demikian pendekatan kawasan ini meniscayakan digunakannya analisis kuantitatif serta penguatan data base sumber daya yang ada di wilayah. Pembangunan kawasan pertanian sangat membutuhkan data, informasi, rekomendasi, dan arahan penataan sistem pertanian yang bersifat operasional di lapangan. Data dan informasi komoditas padi, jagung, kedelai, dan ubikayu (PJKU) sangat diperlukan untuk mendukung kedaulatan serta pencapaian swasembada pangan. Ketersediaan data dan informasi yang berbasis spasial kawasan pertanian PJKU dapat disajikan dalam beberapa tingkat, yaitu Nasional, Provinsi, dan Kabupaten. Tingkat Nasional setara dengan peta skala 1: , yang memberikan informasi wilayah-wilayah sumberdaya lahan pertanian (SDLP) berpotensi untuk pengembangan kawasan pertanian PJKU secara global. Tingkat Provinsi setara dengan peta skala 1: , yang memberikan informasi potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU lebih rinci untuk perencanaan pusat dan provinsi, sedangkan tingkat Kabupaten yang setara dengan peta skala 1:50.000, sudah dapat digunakan untuk operasional lapangan. Pada tingkat Kabupaten, selain kajian SDLP juga kajian sosial ekonomi wilayah pada tingkat kecamatan untuk analisis permasalahan yang timbul di lapangan, sehingga dapat memberikan kontribusi yang optimal dalam pembangunan suatu kawasan pertanian PJKU. Kegiatan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya untuk menyajikan data dan informasi mengenai potensi biofisik (tanah, iklim, terrain, dan vegetasi). Berkaitan dengan hal di atas, penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian sangat diperlukan. Tujuan kegiatan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi adalah : (1) Menyusun dan mengembangkan data dan informasi sumberdaya lahan pertanian kawasan PJKU Nasional dan Provinsi. (2) Menyusun peta pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi. 1

9 (3) Memperkuat Sistem Informasi Kawasan Pertanian (SIKP) Nasional dan Provinsi. Keluaran dari penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi adalah: (1) Tersedianya data dan informasi (data base) sumberdaya lahan kawasan PJKU Nasional dan Provinsi. (2) Tersedianya peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi. Peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi merupakan peta indikasi untuk pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dihasilkan dari analisis sumberdaya lahan dengan mempertimbangkan peta kawasan hutan skala 1: (Kemenhut, 2013), peta penggunaan lahan, Hak Guna Usaha (HGU) skala 1: (BPN, 2013), peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi (Bappeda Provinsi). Peta yang dihasilkan akan memberikan informasi lokasi, sebaran, dan luas lahan yang berpotensi untuk pengembangan kawasan pertanian PJKU. Hasil penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU disajikan dalam bentuk data tabular dan spasial. Provinsi Maluku mempunyai lahan sawah seluas ha, terdiri atas lahan sawah irigasi seluas ha dan lahan sawah non irigasi seluas ha. Produksi padi lahan sawah sebesar ton, sedangkan padi ladang sebesar ton. Produksi jagung sebesar ton, untuk ubi kayu sebesar ton ( go.id/in/pemerintah daerah/provinsi/maluku/sumber-daya-alam). Upaya untuk mewujudkan pengembangan komoditas strategis secara berkelanjutan di Provinsi Maluku membutuhkan perencanaan kinerja pengembangan komoditas yang dapat mengakselerasi potensi daya saing komoditas dan wilayah melalui optimalisasi sinergitas pengembangan komoditas (multiple cropping system dan crop livestock system), keterpaduan lokasi kegiatan dan keterpaduan sumber pembiayaan. Keterpaduan pengembangan komoditas yang didukung secara horisontal dan vertikal oleh segenap pelaku dan pemangku kepentingan dalam suatu hamparan yang berskala ekonomis mensyaratkan suatu pendekatan yang berbentuk kawasan. 2

10 II. BAHAN DAN METODE 2.1. Bahan dan Alat Data dan informasi yang diperlukan untuk penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi antara lain: 1. Peta dasar (base map) skala 1: dari Badan Informasi Geospasial (BIG) 2. Peta tanah skala 1: dari Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP, ). 3. Data potensi lahan (BBSDLP, 2014). 4. Peta audit lahan sawah Pulau Jawa skala 1:5.000 dan luar Pulau Jawa skala 1: (Kementerian Pertanian, 2010 dan 2012). 5. Peta daerah irigasi (DI) (Kementerian PUPR, 2012). 6. Peta Penggunaan lahan skala 1: dan perizinan penggunaan lahan Hak Guna Usaha (HGU) dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (Kementerian ATR/BPN, 2013). 7. Peta Status Kawasan Hutan dari Kementerian Kehutanan (Kementerian Kehutanan, 2013). 8. Peta Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi (Bappeda Provinsi). Peralatan yang diperlukan dalam penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi berupa: komputer PC atau Laptop dengan spesifikasi hardware tinggi Core i5, minimal 8 RAM. Software yang diperlukan ArcGis dan Microsoft Office Metode Potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional dan Provinsi diperoleh dari analisis sumberdaya tanah/lahan skala 1: (BBSDLP, 2013). Satuan lahan hasil pemetaan SDLP digunakan sebagai pendekatan dalam menganalisis potensi sumberdaya lahan. Satuan lahan dioverlay dengan Peta Audit Lahan Sawah skala 1: : menghasilkan Satuan Evaluasi. Satuan evaluasi merupakan wadah untuk proses evaluasi lahan. Satuan evaluasi mengandung karakteristik tanah/lahan unik yang diperlukan dalam kegiatan evaluasi lahan. Karakteristik tanah/lahan tersebut antara lain: curah hujan, suhu udara, drainase tanah, kelerengan, tekstur tanah, kedalaman tanah, tingkat kematangan gambut, ketebalan gambut, reaksi tanah (ph), dan karakteristik lingkungan lainnya. Kegiatan evaluasi lahan ini dilakukan dengan cara matching, yaitu dengan cara membandingkan antara karakteristik tanah/lahan dengan persyaratan tumbuh tanaman, yaitu padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Metode penilaian kesesuaian lahan menggunakan kerangka FAO (1976). Kesesuaian lahan dilakukan secara bio-fisik (kualitatif). Sistem kesesuaian lahan yang digunakan dibedakan menjadi ordo sesuai (S) dan ordo tidak sesuai (N). Lahan yang tergolong ordo sesuai (S) dibedakan atas kelas lahan sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), dan sesuai marginal (S3), sedangkan lahan tergolong ordo tidak sesuai (N) tidak dibedakan. Kriteria kesesuaian lahan tanaman mengacu pada Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian (Ritung et al., 2011). Hasil kegiatan evaluasi lahan berupa Kelas Kesesuaian Lahan untuk komoditas PJKU. Berdasarkan hasil evaluasi lahan tersebut ditetapkan Arahan Pengembangan Komoditas 3

11 Pertanian PJKU, yaitu lahan-lahan yang tergolong kelas S1 dan S2. Selanjutnya, data spasial arahan pengembangan komoditas pertanian PJKU tersebut dioverlay dengan data spasial penggunaan lahan dan HGU skala 1: , status kawasan hutan skala 1: , dan RTRW Provinsi skala 1: untuk menghasilkan Peta Potensi Pengembangan Pertanian PJKU. Penggunaan lahan yang diarahkan untuk pengembangan pertanian PJKU adalah tegalan, tanah terbuka, padang rumput, sawah, hutan, dan semak belukar non HGU. Status kawasan hutan yang diarahkan untuk pengembangan pertanian PJKU adalah Areal Penggunaan Lain (APL), Hutan Produksi dapat Dikonversi (HPK), dan Hutan Produksi (HP). RTRW yang diarahkan untuk pengembangan pertanian PJKU adalah kawasan budidaya. Peta potensi pengembangan pertanian PJKU merupakan dasar untuk delineasi Peta Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Provinsi. Berikut konsep dasar penyusunan Peta Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU: 1) Delineasi ditentukan berdasarkan luasan minimal dan konektivitas yang tidak dibatasi oleh batas wilayah administratif (Permentan No: 50/2012), dan 2) Batasan luasan minimum untuk kawasan padi sebesar ha, jagung ha, kedelai ha, dan ubi kayu ha. Delineasi kawasan tersebut dilakukan secara manual langsung di layar monitor (on screen digitizing). Kawasan pertanian PJKU adalah wilayah pengembangan komoditas PJKU yang terbangun dalam satu kesatuan konektivitas (kelembagaan dan infrastruktur) yang mencakup lahan potensial dan lahan yang secara eksisting sudah dibudidayakan untuk komoditas PJKU. Komoditas PJKU pada kawasan tersebut adalah komoditas dominan dengan penyebaran >50%. Peta pengembangan kawasan PJKU untuk setiap komoditas merupakan peta bernilai tunggal (single value map) artinya pada lahan yang sama dinilai untuk berbagai komoditas. Sebagai contoh, lahan sawah irigasi pada satu poligon (hamparan yang sama) dinilai untuk komoditas padi, komoditas jagung atau komoditas kedelai. Peta Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Nasional dihasilkan dari Peta Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Provinsi dengan melakukan penggabungan atribut dan delineasi potensi pengembangan pertanian PJKU. Prosedur penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian Nasional dan Provinsi PJKU disajikan pada Gambar 1. PETA AUDIT LAHAN SAWAH PERSYARATAN TUMBUH TANAMAN PETA PENGGUNAAN LAHAN + HGU DATA DAN INFORMASI SDLP - Spasial/Peta - Tabular PENYUSUNAN PETA SATUAN LAHAN EVALUASI SATUAN EVALUASI EVALUASI KESESUAIAN LAHAN PETA ARAHAN PENGEMBANGAN KOMODITAS PJKU PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PJKU AKURASI DATA - PETA STATUS KAWASAN HUTAN - PETA RTRW PERMENTAN 50/ Luas Minimum - Konektivitas Gambar 1. Prosedur Penyusunan Peta Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Nasional Dan Provinsi 4

12 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Kawasan Nasional Pengembangan kawasan pertanian PJKU Nasional yang dominan adalah komoditas padi, berikutnya komoditas jagung, ubi kayu, dan kedelai (Tabel 1). Sebaran kawasan pertanian PJKU Nasional disajikan pada Peta Kawasan Pertanian PJKU Nasional. Potensi pengembangan komoditas padi Nasional sekitar ha berupa padi irigasi, padi tadah hujan, padi lebak, padi pasang surut, dan padi gambut. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi sekitar ha, terbagi dalam 122 kawasan yang tersebar di seluruh pulau. Pengembangan kawasan padi banyak dijumpai di Pulau Jawa (33 kawasan) dan Pulau Sumatera (33 kawasan). Lahan pengembangan kawasan padi umumnya terdapat di dataran rendah (ketinggian tempat <700 m dpl) dan beriklim basah (curah hujan >2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas jagung Nasional sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung sekitar ha, terbagi dalam 131 kawasan yang tersebar di seluruh pulau. Pengembangan kawasan jagung banyak dijumpai di Pulau Sumatera (34 kawasan), Pulau Jawa (24 kawasan), dan Pulau Sulawesi (23 kawasan). Lahan pengembangan kawasan jagung umumnya terdapat di dataran rendah (ketinggian tempat <700 m dpl) dengan iklim basah dan kering. Tabel 1. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Nasional DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PULAU P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 SUMATERA JAWA KALIMANTAN SULAWESI BALI, NUSA TENGGARA MALUKU PAPUA TOTAL Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu Potensi pengembangan komoditas kedelai Nasional sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai sekitar ha, terbagi menjadi 28 kawasan yang tersebar hampir di seluruh pulau, kecuali Pulau Maluku. Pengembangan kawasan kedelai banyak dijumpai di Pulau Jawa, sebanyak 12 kawasan. Lahan pengembangan kawasan kedelai umumnya terdapat di dataran rendah (ketinggian tempat <700 m dpl). 5

13 Potensi pengembangan komoditas ubi kayu Nasional sekitar ha, terdapat pada lahan kering. Lahan yang termasuk dalam kawasan pengembangan ubi kayu sekitar ha, terbagi menjadi 41 kawasan yang tersebar hampir di seluruh pulau, kecuali Pulau Papua. Pengembangan kawasan ubi kayu banyak dijumpai di Pulau Sumatera, sebanyak 28 kawasan. Lahan pengembangan kawasan ubi kayu umumnya terdapat di dataran rendah (ketinggian tempat <700 m dpl) beriklim basah (curah hujan >2.000 mm/th) Kawasan Pulau Pengembangan kawasan pertanian PJKU per pulau dibagi menjadi 7 wilayah pulau, yaitu; (a) Sumatera, (b) Jawa, (c) Kalimantan, (d) Sulawesi, (e) Bali dan Nusa Tenggara (f) Maluku, dan (g) Papua. a. Pulau Sumatera Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Sumatera adalah komoditas padi, selanjutnya komoditas jagung, ubi kayu, dan kedelai (Tabel 2). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Sumatera sekitar ha berupa padi irigasi, padi tadah hujan, padi lebak, padi pasang surut, dan padi gambut. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi di Pulau Sumatera sekitar ha, terbagi dalam 33 kawasan yang tersebar hampir di seluruh provinsi, kecuali Provinsi Kepulauan Babel dan Riau. Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Sumatera umumnya terdapat di dataran rendah (ketinggian tempat <700 m dpl) beriklim basah (curah hujan >2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Sumatera sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung di Pulau Sumatera sekitar ha, terbagi menjadi 34 kawasan yang tersebar di hampir seluruh provinsi, kecuali Provinsi Bengkulu dan Kepulauan Riau. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Sumatera umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Sumatera sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Sumatera sekitar ha, terbagi menjadi 3 kawasan yang tersebar di Provinsi Aceh, Jambi, dan Lampung. Lahan pengembangan kawasan kedelai di Pulau Sumatera umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Sumatera sekitar ha yang terdapat pada lahan kering. Lahan yang termasuk dalam kawasan pengembangan ubi kayu di Pulau Sumatera sekitar ha, terbagi menjadi 28 kawasan yang tersebar di hampir seluruh provinsi, kecuali Provinsi Bengkulu dan Kepulauan Riau, Riau, dan Sumatera Selatan. Lahan pengembangan kawasan ubi kayu di Pulau Sumatera umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). 6

14 Tabel 2. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU Pulau Sumatera DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 ACEH BENGKULU JAMBI KEP. BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU LAMPUNG RIAU SUMATERA BARAT SUMATERA SELATAN SUMATERA UTARA T O T A L Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu b. Pulau Jawa Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Jawa adalah komoditas padi, selanjutnya komoditas jagung, ubi kayu, dan kedelai (Tabel 3). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Jawa sekitar ha, berupa padi irigasi dan padi tadah hujan. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi Pulau Jawa sekitar ha, terbagi menjadi 33 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi dalam luasan cukup luas, terutama di Pantai Utara Jawa (Pantura). Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Jawa umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Jawa sekitar ha yang terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung di Pulau Jawa sekitar ha, terbagi menjadi 24 kawasan yang tersebar di hampir seluruh provinsi. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Jawa umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Jawa sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang masuk dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Jawa sekitar ha, terbagi menjadi 12 kawasan yang tersebar di hampir seluruh provinsi. Lahan pengembangan kawasan kedelai di Pulau Jawa umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim kering (<2.000 mm/th). 7

15 Tabel 3. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Jawa DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 BANTEN DKI JAKARTA JAWA BARAT JAWATENGAH DAN DIY JAWA TIMUR T O T A L Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Jawa sekitar ha yang terdapat pada lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Jawa sekitar ha, tersebar di 5 kawasan. Lahan Pengembangan kawasan ubi kayu di Pulau Jawa umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). c. Pulau Kalimantan Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Kalimantan adalah komoditas padi, selanjutnya komoditas jagung, ubi kayu, dan kedelai (Tabel 4). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Kalimantan sekitar ha, berupa padi irigasi, padi tadah hujan, padi lebak, padi pasang surut, dan padi gambut. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi di Pulau Kalimantan sekitar ha, terbagi menjadi 17 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi dalam luasan cukup luas, kecuali Provinsi Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara. Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Kalimantan umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Kalimantan sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung Pulau Kalimantan sekitar ha yang terbagi menjadi 7 kawasan yang tersebar di hampir seluruh provinsi, kecuali Provinsi Kalimantan Utara. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Kalimantan umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Kalimantan sekitar ha, terdapat pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Kalimantan sekitar ha, hanya 1 kawasan, yaitu di Provinsi Kalimantan Selatan. Lahan pengembangan kawasan kedelai di Pulau Kalimantan terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). 8

16 Tabel 4. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Kalimantan DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 KALIMANTAN BARAT KALIMANTAN SELATAN KALIMANTAN TENGAH KALIMANTAN TIMUR KALIMANTAN UTARA T O T A L Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Kalimantan sekitar ha yang terdapat pada lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan ubi kayu di Pulau Kalimantan sekitar ha yang terdapat di 3 kawasan, yaitu di Provinsi Kalimantan Timur. Lahan pengembangan kawasan ubi kayu di Pulau Kalimantan terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). d. Pulau Sulawesi Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Sulawesi adalah komoditas padi, selanjutnya komoditas jagung, kedelai, dan ubi kayu (Tabel 5). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Sulawesi sekitar ha, berupa padi irigasi, padi tadah hujan, dan padi lebak. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi Pulau Sulawesi sekitar ha, terbagi menjadi 18 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi, kecuali di Sulawesi Tenggara. Provinsi Sulawesi Selatan merupakan provinsi terluas, yaitu ha yang terbagi menjadi 11 kawasan. Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Sulawesi umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Sulawesi sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung di Pulau Sulawesi sekitar ha, terbagi dalam 23 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi. Provinsi Sulawesi Selatan terluas, yaitu ha, terbagi menjadi 8 kawasan. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Sulawesi terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Sulawesi sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Sulawesi sekitar ha, terbagi menjadi 6 kawasan yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara. Penyebaran di Provinsi Sulawesi Selatan terluas, yaitu ha yang terbagi menjadi 3 kawasan. Lahan pengembangan kawasan 9

17 kedelai di Pulau Sulawesi terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim kering (<2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Sulawesi sekitar ha pada lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan ubi kayu di Pulau Sulawesi sekitar ha, terbagi menjadi 3 kawasan yang tersebar di Provinsi Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara. Penyebaran di Provinsi Sulawesi Selatan terluas, yaitu ha, terbagi menjadi 2 kawasan. Lahan pengembangan kawasan ubi kayu di Pulau Sulawesi terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Tabel 5. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Sulawesi DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P NP JG NJG KD NKD UK NUK LUAS (HA) 1 GORONTALO SULAWESI TENGGARA SULAWESI BARAT SULAWESI SELATAN SULAWESI TENGAH SULAWESI UTARA TOTAL Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu e. Pulau Bali dan Nusa Tenggara Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Bali dan Nusa Tenggara adalah komoditas jagung, selanjutnya komoditas kedelai, padi, dan ubikayu (Tabel 6). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha berupa padi irigasi, padi tadah hujan, dan padi lebak. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha, terbagi menjadi 10 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi. Provinsi NTB merupakan provinsi terluas, yaitu ha yang terbagi menjadi 4 kawasan. Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Bali dan Nusa Tenggara umumnya terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha, terbagi menjadi 15 kawasan yang tersebar di seluruh provinsi. Provinsi NTT yang terluas, yaitu ha, terbagi menjadi 9 kawasan. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Bali dan Nusa Tenggara terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim kering (<2.000 mm/th). 10

18 Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha, terbagi menjadi 8 kawasan yang tersebar di Provinsi NTT dan NTB. Provinsi NTT yang terluas, yaitu ha yang terbagi menjadi 5 kawasan. Lahan Pengembangan kawasan kedelai di Pulau Bali dan Nusa Tenggara terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Bali dan Nusa Tenggara sekitar ha pada lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan ubi kayu di Provinsi Nusa Tenggara Timur sekitar ha, terbagi menjadi 2 kawasan yang tersebar di Provinsi NTT. Lahan Pengembangan kawasan ubi kayu di NTT terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Tabel 6. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Bali dan Nusa Tenggara DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 BALI NTB NTT T O T A L Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu f. Pulau Maluku Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Maluku adalah komoditas jagung, selanjutnya komoditas padi, dan ubi kayu. Tidak terdapat kawasan pengembangan kedelai (Tabel 7). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Maluku sekitar ha, berupa padi irigasi dan padi tadah hujan. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi Pulau Maluku sekitar ha, terbagi menjadi 5 kawasan yang tersebar di Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Lahan pengembangan kawasan padi di Pulau Maluku terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Maluku sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung Pulau Maluku sekitar ha, terbagi menjadi 3 kawasan yang terdapat di Provinsi Maluku Utara. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Maluku terdapat di dataran rendah (<700 m dpl) beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Maluku sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Potensi pengembangan komoditas kedelai tersebut tersebar sporadis dan tidak terkonektivitas, sehingga di Pulau Maluku tidak terdapat kawasan pengembangan kedelai. 11

19 Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Maluku sekitar ha pada lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan ubi kayu di Pulau Maluku sekitar ha yang terdapat di Maluku Utara. Lahan pengembangan kawasan ubi kayu di Pulau Maluku terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Tabel 7. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Maluku DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN NO PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 MALUKU UTARA MALUKU TOTAL Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu g. Pulau Papua Pengembangan kawasan pertanian PJKU yang dominan di Pulau Papua adalah komoditas padi, selanjutnya komoditas jagung dan kedelai. Tidak terdapat kawasan pengembangan ubi kayu (Tabel 8). Potensi pengembangan komoditas padi di Pulau Papua sekitar ha, berupa padi irigasi dan padi tadah hujan. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan padi Pulau Papua sekitar ha, terbagi menjadi 2 kawasan yang tersebar di Provinsi Papua dan Papua Barat. Lahan Pengembangan kawasan padi di Pulau Papua terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas jagung di Pulau Papua sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan jagung Pulau Papua sekitar ha yang terdapat di Provinsi Papua. Lahan pengembangan kawasan jagung di Pulau Papua terdapat di dataran rendah (<700 m dpl). Potensi pengembangan komoditas kedelai di Pulau Papua sekitar ha pada lahan sawah dan lahan kering. Lahan yang termasuk di dalam kawasan pengembangan kedelai di Pulau Papua sekitar ha yang terdapat di Provinsi Papua. Lahan pengembangan kawasan kedelai di Pulau Papua terdapat di dataran rendah (<700 m dpl), dan beriklim basah (>2.000 mm/th). Potensi pengembangan komoditas ubi kayu di Pulau Pupua sekitar ha pada lahan kering. Potensi pengembangan komoditas ubi kayu tersebut tersebar sporadis dan tidak terkonektivitas, sehingga di Pulau Papua tidak terdapat kawasan pengembangan ubi kayu. 12

20 KAWASAN Tabel 8. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Pertanian PJKU di Pulau Papua DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN No PROVINSI P NP JG NJG KD NKD UK NUK P JG KD UK LUAS (HA) 1 PAPUA PAPUA BARAT TOTAL Keterangan: P = Pengembangan padi, NP = Non pengembangan padi, JG = Pengembangan jagung, NJG = Non pengembangan jagung, KD = Pengembangan kedelai, NKD = Non pengembangan kedelai, UK = Pengembangan ubi kayu, NUK = Non pengembangan ubi kayu 3.3. Kawasan Provinsi Maluku Hasil penyusunan peta potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU Provinsi Maluku disajikan dalam bentuk tabel dan peta. Provinsi Maluku mempunyai potensi pengembangan kawasan padi. Potensi pengembangan pertanian PJKU diuraikan per komoditas. a. Kawasan Padi Hasil penilaian dan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan padi di Provinsi Maluku yang terinci per kabupaten disajikan pada Tabel 9. Sebaran potensi pengembangan kawasan padi di Provinsi Maluku terdapat di 2 wilayah, yaitu (1) Kabupaten Buru seluas ha dan (2) Kabupaten Maluku Tengah seluas ha Potensi pengembangan komoditas padi di Provinsi Maluku berupa padi irigasi (PI), padi pasang surut (PS), dan padi tadah hujan (PT) seluas ha atau 0,87% dari luas Provinsi Maluku. Adapun rincian masingmasing padi terhadap luas total padi di Provinsi Maluku adalah padi irigasi (PI) seluas ha atau 35,32%, padi pasang surut (PS) seluas ha atau 4,91%, dan padi tadah hujan (PT) seluas ha atau 59,78%. Lahan yang berpotensi untuk kawasan pengembangan padi seluas ha atau 52,96% dari luas potensi pengembangan padi di Provinsi Maluku. Kabupaten Buru mempunyai penyebaran terluas. Lahan yang berpotensi untuk pengembangan padi, tetapi berada di luar kawasan, seluas ha atau 47,04% dari luas potensi pengembangan padi di Provinsi Maluku. Kabupaten yang mempunyai potensi untuk pengembangan padi cukup luas, tetapi tidak termasuk kawasan padi, karena penyebarannya sporadis dan tidak adanya konektivitas, antara lain: Maluku Tengah. Tabel 9. Luas Potensi Pengembangan Kawasan Padi di Provinsi Maluku URAIAN KABUPATEN/KOTA PI PS PT NP TOTAL LUAS (HA) BURU MALUKU TENGAH T O T A L

21 NON KAWASAN NON KAWASAN URAIAN KABUPATEN/KOTA PI PS PT NP TOTAL LUAS (HA) BURU BURU SELATAN KEPULAUAN ARU KOTA AMBON KOTA TUAL MALUKU BARAT DAYA MALUKU TENGAH MALUKU TENGGARA MALUKU TENGGARA BARAT SERAM BAGIAN BARAT SERAM BAGIAN TIMUR T O T A L Keterangan: PI = Padi irigasi, PL= Padi lebak, PS= Padi pasang surut, PT = Padi tanah hujan, NP= Non pengembangan padi b. Kawasan Jagung Hasil penilaian dan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan jagung di Provinsi Maluku yang terinci per kabupaten disajikan pada Tabel 10. Dari Tabel 10 menunjukkan tidak terdapat potensi pengembangan kawasan jagung di Provinsi Maluku. Kabupaten yang mempunyai potensi pengembangan jagung cukup luas tetapi tidak termasuk dalam pengembangan kawasan jagung karena penyebarannya sporadis dan tidak adanya konektivitas, antara lain: Kabupaten Maluku Tengah dan Buru. Tabel 10. Luas Potensi Pengembangan Jagung di Provinsi Maluku URAIAN Keterangan: JG1= Jagung lahan basah, JG2= Jagung lahan kering, NJG= Non pengembangan jagung c. Kawasan Kedelai KABUPATEN/KOTA BURU BURU SELATAN KEPULAUAN ARU KOTA AMBON KOTA TUAL MALUKU BARAT DAYA MALUKU TENGAH MALUKU TENGGARA MALUKU TENGGARA BARAT SERAM BAGIAN BARAT SERAM BAGIAN TIMUR T O T A L JG1 JG2 NJG TOTAL LUAS (HA) Hasil penilaian dan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan kedelai di Provinsi Maluku yang terinci per kabupaten disajikan pada Tabel 11. Dari Tabel 11 menunjukkan bahwa tidak terdapat potensi pengembangan kawasan kedelai di Provinsi Maluku. Pengembangan kedelai di lahan kering berpotensi lebih besar dibandingkan dengan di lahan basah. Kabupaten Buru dan Maluku Tengah merupakan kabupaten yang memiliki penyebaran cukup luas untuk pengembangan kedelai. 14

22 NON KAWASAN NON KAWASAN Tabel 11. Luas Potensi Pengembangan Kedelai di Provinsi Maluku URAIAN KABUPATEN/KOTA BURU BURU SELATAN KEPULAUAN ARU KOTA AMBON KOTA TUAL MALUKU BARAT DAYA MALUKU TENGAH MALUKU TENGGARA MALUKU TENGGARA BARAT SERAM BAGIAN BARAT SERAM BAGIAN TIMUR T O T A L KD1 KD2 NKD TOTAL LUAS (HA) Keterangan: KD1= Kedelai lahan basah KD2= Kedelai lahan kering, NK= Non pengembangan kedelai Tabel 12. Luas Potensi Pengembangan Ubi Kayu di Provinsi Maluku URAIAN KABUPATEN/KOTA BURU BURU SELATAN KEPULAUAN ARU KOTA AMBON KOTA TUAL MALUKU BARAT DAYA MALUKU TENGAH MALUKU TENGGARA MALUKU TENGGARA BARAT SERAM BAGIAN BARAT SERAM BAGIAN TIMUR T O T A L Keterangan: UK= Ubi kayu, NUK= Non pengembangan ubi kayu UK NUK TOTAL LUAS (HA) d. Kawasan Ubi Kayu Hasil penilaian dan penyusunan peta potensi pengembangan kawasan ubi kayu di Provinsi Maluku yang terinci per kabupaten disajikan pada Tabel 12. Dari Tabel 12 menunjukkan bahwa tidak terdapat potensi pengembangan kawasan ubi kayu di Provinsi Maluku. Potensi untuk pengembangan komoditas ubi kayu di Provinsi Maluku cukup luas, tetapi penyebarannya sporadis dan tidak adanya konektivitas, sehingga tidak termasuk kawasan ubi kayu, seperti di Kabupaten Maluku Tengah. 15

23 IV. PENUTUP Pembangunan sektor pertanian di Indonesia merupakan suatu proses pembangunan yang unik dibandingkan dengan pembangunan sektor lain, karena ketergantungan dan pengaruh timbal baliknya yang besar pada kondisi lingkungan dan sumber daya alam. Sumberdaya lahan sebagai salah satu komponen utama sumber daya alam, mempunyai peranan penting dalam menunjang pengembangan kawasan pertanian. Data dan informasi sumberdaya lahan, terutama data spasial yang menyajikan karakteristik tanah/lahan, potensi dan tingkat kesesuaian lahan, distribusi dan luasannya tersebut dibutuhkan dalam penentuan potensi pengembangan kawasan pertanian. Dengan tersedianya data sebaran potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU yang secara agroekosistem sesuai dan layak untuk dikembangkan di wilayah, maka akan memudahkan dalam penyusunan, pelaksanaan, dan pemantauan kegiatan pertanian dengan pendekatan kawasan untuk pencapaian swasembada Pajale. Data dan informasi SDLP sampai tersusunnya potensi pengembangan kawasan pertanian PJKU masih skala 1: , sehingga perlu ditindaklanjuti pada skala operasional (>1:50.000). Mengingat data sudah terformat dalam database yang dinamis, sehingga bisa di update menggunakan SIG untuk dapat memperkuat Sistem Informasi Kawasan Pertanian (SIKP). Provinsi Maluku mempunyai potensi pengembangan kawasan padi di 2 wilayah, yaitu: Buru dan Maluku Tengah dengan luas ha dan ha; Tidak terdapat potensi pengembangan kawasan jagung, kedelai, dan ubi kayu di Provinsi Maluku. 16

24 DAFTAR PUSTAKA Badan Pertanahan Nasional Peta Penggunaan Lahan skala 1: BPN, Jakarta. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian Peta Sumberdaya Tanah dan Potensi Sumberdaya Lahan skala 1: BBSDLP, Bogor. Balai Iklim dan Hidrologi Peta sumberdaya iklim Indonesia skala 1: Balitklimat, Bogor FAO A Framework of land Evaluation. FAO Soil Bulletin No. 6, Rome. Kementerian Kehutanan Peta Kawasan Hutan skala 1: Kemenhut, Jakarta. Kementerian Pertanian Peta Lahan Sawah Baku skala 1:5.000 (Jawa) dan skala 1: (luar Jawa). Kementan, Jakarta. Marsoedi Ds, Widagdo, Dai J, Suharta N, Darul SWP, Hardjowigeno S, Hof J, dan Jordens ER Pedoman klasifikasi landfrom. LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II, CSAR, Bogor. Sofyan Ritung, Kusumo Nugroho, Anny Mulyani, Erna Suryani Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Untuk Komoditas Pertanian. Badan Litbang Pertanian, BBSDLP, Bogor sumber-daya-alam. 17

25 PETA-PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN NASIONAL

26

27 99 0' 103 0' 107 0' 111 0' Vietnam 119 0' 123 0' 127 0' 131 0' 135 0' 139 0' 10 0' u) a la Thailand Philippines ACEH 6 0' 6 0' Pa ci fic I s la nd s (P 10 0' Myanmar (Bur ma) Cambodia 115 0' nei Bru KEPULAUAN RIAU Malaysia Sing apor e 2 0' 2 0' SUMATERA UTARA KALIMANTAN TIMUR RIAU KALIMANTAN BARAT SUMATERA BARAT SULAWESI TENGAH KALIMANTAN TENGAH KEP. BANGKA BELITUNG KALIMANTAN SELATAN PAPUA BARAT -2 0' JAMBI SULAWESI SELATAN SULAWESI BARAT SUMATERA SELATAN BENGKULU MALUKU SULAWESI TENGGARA Papua New Guinea PAPUA -6 0' LAMPUNG BANTEN JAWA BARAT JAWA TENGAH -6 0' -2 0' MALUKU UTARA GORONTALO SULAWESI UTARA DI YOGYAKARTA JAWA TIMUR I g) lin as tm r is Ch a esi on Ind nd Is la r Le Timo ste -10 0' e Ke s( co Co -10 0' NUSA TENGGARA BARAT NUSA TENGGARA TIMUR -14 0' -14 0' s nd s la Australia 99 0' 103 0' 107 0' 111 0' 115 0' 119 0' 123 0' 127 0' LEGENDA Potensi Pengembangan Kawasan Padi U Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, 2000 KEMENTERIAN PERTANIAN Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS Km 135 0' 139 0' PADI INDONESIA PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI INDONESIA 131 0'

28 121 0' 122 0' 123 0' 124 0' 125 0' 126 0' 127 0' 128 0' 129 0' 130 0' 131 0' 132 0' 133 0' 134 0' 135 0' 136 0' Prov. Maluku Utara Prov. Sulawesi Utara Prov. Gorontalo 1 0' 0 0' 0 0' Prov. Kalimantan Timur 1 0' 137 0' 2 0' 120 0' 2 0' 119 0' -1 0' -1 0' Prov. Papua Barat Prov. Sulawesi Tengah -2 0' -2 0' Prov. Sulawesi Selatan -3 0' Prov. Papua -4 0' -4 0' Prov. Sulawesi Tenggara Prov. Maluku -3 0' Prov. Sulawesi Barat DALAM KAWASAN LUAR KAWASAN P NP P NP LUAS (HA) 1 MALUKU UTARA MALUKU TOTAL P=potensi padi NP=non potensi padi -7 0' -6 0' PROVINSI -8 0' NO Prov. Nusa Tenggara Timur 120 0' 121 0' 122 0' 123 0' 124 0' 125 0' 126 0' 127 0' 128 0' 129 0' 130 0' 131 0' PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI KEPULAUAN MALUKU LEGENDA Potensi Pengembangan Kawasan Padi U Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 KEMENTERIAN PERTANIAN Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS Km 132 0' 133 0' 134 0' 135 0' 136 0' 137 0' PADI KEPULAUAN MALUKU 119 0' -5 0' TABEL LUAS KAWASAN MENURUT PROVINSI -8 0' -7 0' -6 0' -5 0'

29 Kab. Kepulauan Sula PROV. MALUKU UTARA 2 Kab. Seram Bagian Barat -3 6 Kab. Buru 13 Kab. Tel. Wondama Kab. Tel. Bintuni Kab. Buru Selatan 7 Kab. Seram Bagian Barat 9 8 Kab. Seram Bagian Barat 15 4 PROV. MALUKU Kab. Maluku Tengah 10 Kab. Tel. Wondama Kab. Fakfak Kab. Nabire Kab. Kaimana 18 PROV. PAPUA 19 Kab. Buru Selatan -4-3 PROV. PAPUA BARAT Kab. Seram Bagian Timur 16 AMBON Kab. Tel. Bintuni 2 Kab. Maluku Tengah Kab. Maluku Tengah 14 3 Kab. Kaimana Kab. Seram Bagian Timur 23 Kab. Dogiyai Kab. Kaimana -4 Kab. Mimika TUAL TUAL TUAL TUAL TUAL TUAL Kab. Maluku Tenggara Kab. Maluku Tenggara 38 Kab. Kepulauan Aru Kab. Kepulauan Aru Kab. Kepulauan Aru Kab. Kepulauan Aru Kab. Kepulauan Aru Kab. Maluku Tenggara Barat 45 Kab. Maluku Barat Daya Kab. Kepulauan Aru Kab. Kepulauan Aru -7 Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Tenggara Barat Kab. Maluku Barat Daya Kab. Maluku Barat Daya Kab. Maluku Barat Daya Kab. Alor Kab. Maluku Barat Daya Kab. Maluku Barat Daya Eksisting padi tadah hujan Potensi padi lahan lebak Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84-8 Kab. Maluku Tenggara Barat U KEMENTERIAN PERTANIAN Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS Km PADI PROV. MALUKU Eksisting padi irigasi 60 PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI PROVINSI MALUKU LEGENDA Potensi pengembangan kawasan padi 66 Kab. Maluku Tenggara Barat 59

30 -2 30' -2 45' ' ' ' -2 30' P. Tolun P. Itua -2 45' Kec. Seram Utara Barat P. Alei P. Hatela Wahai " Pasanea " KAB. MALUKU TENGAH Kec. Seram Utara P. Cempedak PROV. MALUKU P. Olat Tl. Saleman 2 Tl. Salawai # # ' # Potensi pengembangan kawasan padi Eksisting padi irigasi Eksisting padi tadah hujan # Potensi padi lahan lebak PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI LEMBAR 3 PROVINSI MALUKU Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 U ' 5 KEMENTERIAN PERTANIAN , SKALA 1: Km Lokasi Peta Peta Potensi Pengembangan Kawasan tidak ada kawasan PADI MALUKU 3 LEGENDA '

31 -2 30' ' ' ' -2 30' -2 45' -2 45' PROV. MALUKU KAB. MALUKU TENGAH 2 Tl. Hote Kec. Bula KAB. SERAM BAGIAN TIMUR -3 Kec. Seram Utara ' ' ' LEGENDA Potensi pengembangan kawasan padi Eksisting padi irigasi Eksisting padi tadah hujan Potensi padi lahan lebak Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI LEMBAR 4 PROVINSI MALUKU U KEMENTERIAN PERTANIAN , SKALA 1: Km Lokasi Peta Peta Potensi Pengembangan Kawasan tidak ada kawasan PADI MALUKU 4

32 126 45' ' ' -3-3 Kec. Waplau Kec. Namlea -3 15' -3 15' P. Suanggi Kec. Huamual Belakang Tl. Kajeli Kec. Waeapo PROV. MALUKU KAB. BURU S. Tel e S.Apu 1 S. Lata Kec. Bata Bual S.Kibo Kec. Namrole -3 30' KAB. BURU SELATAN ' ' ' -3 30' LEGENDA Potensi pengembangan kawasan padi Eksisting padi irigasi Eksisting padi tadah hujan Potensi padi lahan lebak Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI LEMBAR 7 PROVINSI MALUKU U KEMENTERIAN PERTANIAN , SKALA 1: Km Lokasi Peta Peta Potensi Pengembangan Kawasan tidak ada kawasan PADI MALUKU 7

33 129 45' ' ' -3 Bula KAB. MALUKU TENGAH. Bula " p Kec. Seram Utara G. Maneo Kec. Bula # G. Malnusa G. Simalhoos # # G. Museleina # G. Lihtikala G. Kiramtotnam G. Masmabem # # # # # PROV. MALUKU -3 15' Kec. Tehoru -3 15' KAB. SERAM BAGIAN TIMUR G. Kapaislili G. Tuntuat # # G. Yainoffan # # Kec. Werinama Tl. Taluti Werinama " Kec. Seram Timur -3 30' ' 130 Potensi pengembangan kawasan padi Eksisting padi irigasi Eksisting padi tadah hujan Potensi padi lahan lebak PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI LEMBAR 11 PROVINSI MALUKU Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 U ' 5 KEMENTERIAN PERTANIAN , SKALA 1: Km Lokasi Peta Peta Potensi Pengembangan Kawasan tidak ada kawasan PADI MALUKU 11 LEGENDA -3 30' '

34 -3 30' ' ' ' -3 30' S. Apu S. Kibo Kec. Waeapo KAB. BURU Kec. Bata Bual PROV. MALUKU Kec. Waisama S. Samana Kec. Namrole KAB. BURU SELATAN -3 45' -3 45' KAB. BURU SELATAN Kec. Ambalau ' ' ' LEGENDA Potensi pengembangan kawasan padi Eksisting padi irigasi Eksisting padi tadah hujan Potensi padi lahan lebak Potensi padi lahan pasang surut Potensi padi lahan gambut Peta dasar: - Peta Rupa Bumi Indonesia digital skala 1: , Badan Informasi Geospasial, Peta Wilayah Administrasi Indonesia, Badan Pusat Statistik, 2010 Proyeksi Peta Geografis, Datum WGS84 PETA POTENSI PENGEMBANGAN KAWASAN PADI LEMBAR 14 PROVINSI MALUKU U KEMENTERIAN PERTANIAN , SKALA 1: Km Lokasi Peta Peta Potensi Pengembangan Kawasan tidak ada kawasan PADI MALUKU 14

KATA PENGANTAR. Ir. Hari Priyono, M.Si. NIP

KATA PENGANTAR. Ir. Hari Priyono, M.Si. NIP KATA PENGANTAR Pada hakikatnya pendekatan kawasan merupakan upaya pengembangan komoditas pertanian pada suatu wilayah yang memenuhi persyaratan agroekologis, memenuhi kelayakan agroekonomi dan agro-sosio-teknologi,

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN

VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN VI. ARAH PENGEMBANGAN PERTANIAN BEDASARKAN KESESUAIAN LAHAN Pada bab V telah dibahas potensi dan kesesuaian lahan untuk seluruh komoditas pertanian berdasarkan pewilayahan komoditas secara nasional (Puslitbangtanak,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha)

Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Rekapitulasi Luas Penutupan Lahan Di Dalam Dan Di Luar Kawasan Hutan Per Provinsi Tahun 2014 (ribu ha) Kawasan Hutan Total No Penutupan Lahan Hutan Tetap APL HPK Jumlah KSA-KPA HL HPT HP Jumlah Jumlah

Lebih terperinci

Pengelolaan Data Lahan Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Jaringan Irigasi

Pengelolaan Data Lahan Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Jaringan Irigasi Pengelolaan Data Lahan Sawah, Alat dan Mesin Pertanian, dan Jaringan Irigasi Disampaikan pada Pertemuan Tahunan Forum Komunikasi Statistik dan Sistem Informasi Pertanian Aston Solo Hotel, 6-8 April 2016

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017

LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 LAPORAN KINERJA DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TRIWULAN III TAHUN 2017 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN OKTOBER 2017 2017 Laporan Kinerja Triwulan III DAFTAR ISI KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI

EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI EXECUTIVE SUMMARY PEMETAAN ZONASI POTENSI DAN ALIH FUNGSI LAHAN IRIGASI DESEMBER, 2014 Pusat Litbang Sumber Daya Air i KATA PENGANTAR Puji dan Syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas karunianya

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2

PANDUAN. Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 PANDUAN Aplikasi Database Tanah, Bangunan/Gedung, dan Rumah Negara Gol. 2 Bagian Pengelolaan Barang Milik Negara Sekretariat Direktorat Jenderal Cipta Karya DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN

Lebih terperinci

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Desa Hijau. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Desa Hijau Untuk Indonesia Hijau dan Sehat Direktorat Pemulihan Kerusakan Lahan Akses Terbuka Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2012 yang

Lebih terperinci

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut:

4. Upaya yang telah dilakukan dalam mengendalikan serangan OPT dan menangani banjir serta kekeringan adalah sebagai berikut: NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plh. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Maret 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN Disampaikan pada Acara Monev Gerakan Nasioanal Penyelamatan SDA sektor Kehutanan dan Perkebunan Tanggal 10 Juni 2015 di Gorontalo DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN JENIS

Lebih terperinci

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh

2016, No Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakh No.1368, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAKER. Hasil Pemetaan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2016 TENTANG HASIL PEMETAAN URUSAN PEMERINTAHAN DAERAH DI BIDANG

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017

KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 KEBIJAKAN PROGRAM DAN KEGIATAN DITJEN TANAMAN PANGAN TAHUN 2017 HASIL SEMBIRING DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN JAKARTA, 31 MEI 2016 PERKEMBANGAN

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN Dengan telah diterbitkannya undang undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang, maka semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata

Lebih terperinci

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi

Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang. sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Program Strategis Pengendalian Pemanfaatan Ruang dan Penguasaan Tanah serta Peranan SKMPP ATR sebagai supporting system Monitoring dan Evaluasi Oleh: Ir. Raden M. Adi Darmawan, M.Eng.Sc Plt. Direktur Penertiban

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir

NOTA DINAS banjir Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung kekeringan OPT banjir kekeringan OPT banjir NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : April 2017 Bersama ini kami

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN

KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN KEMENTERIAN KEHUTANAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN Jakarta, Juni 2012 KATA PENGANTAR Buku ini merupakan penerbitan lanjutan dari Buku Statistik Bidang Planologi Kehutanan tahun sebelumnya yang

Lebih terperinci

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015

Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Perkembangan Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan Dalam Proses Review RTRWP Per 31 Desember 2015 Luas Usulan Perubahan Persetujuan Perubahan Fungsi Kawasan Hutan (ha) Kawasan Hutan (ha) No Provinsi

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN I 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan

Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Penataan Ruang dalam Rangka Mengoptimalkan Pemanfaatan Ruang di Kawasan Hutan Disampaikan oleh: Direktur Jenderal Penataan Ruang Komisi Pemberantasan Korupsi - Jakarta, 13 Desember 2012 Outline I. Isu

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS DAN DAYA SAING KOMODITAS PERTANIAN Kementerian Pertanian Seminar Nasional Agribisnis, Universitas Galuh Ciamis, 1 April 2017 Pendahuluan Isi Paparan Kinerja dan permasalahan Posisi

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGELOLAAN SISTEM PENYEDIAAN BENIH TANAMAN PANGAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN DIREKTORAT PERBENIHAN TANAMAN

Lebih terperinci

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: Tinjauan Aspek Kesesuaian Lahan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN

Lebih terperinci

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH

8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Prospek Lahan Sawah 227 8. PELUANG PERLUASAN LAHAN SAWAH Sofyan Ritung, Anny Mulyani, Budi Kartiwa, dan H. Suhardjo Penduduk Indonesia dari tahun ke tahun semakin bertambah, dengan pertumbuhan sekitar

Lebih terperinci

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN

PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN PERMASALAHAN PENGELOLAAN PERKEBUNAN JENIS IZIN USAHA PERKEBUNAN Izin usaha perkebunan budidaya (IUP-B) diberikan kepada pelaku usaha dengan luasan 25 hektar atau lebih; Izin usaha perkebunan pengolahan

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018

RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 RANCANGAN KEGIATAN STRATEGIS TANAMAN PANGAN TAHUN 2018 Disampaikan pada Rapat Koordinasi Teknis Perecanaan Pembangunan Pertanian Tahun 2018 KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 1 SASARAN

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN

PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN PENATAAN RUANG KAWASAN HUTAN Dengan telah diterbitkannya undang undang nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan ruang, maka semua peraturan daerah provinsi tentang rencana tata ruang wilayah provinsi harus

Lebih terperinci

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014

STATISTIK PENDUDUK PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 STATISTIK PENDUDUK 1971-2015 PUSAT DATA DAN SISTEM INFORMASI PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2014 Statistik Penduduk 1971-2015 Ukuran Buku : 27 Cm x 19 Cm (A4) Jumlah Halaman : 257 halaman Naskah : Pusat

Lebih terperinci

Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia

Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia Sumber Daya Lahan untuk Kedelai di Indonesia A. Abdurachman, Anny Mulyani, dan Irawan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumber Daya Lahan Pertanian, Bogor PENDAHULUAN Kedelai merupakan komoditas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT

NOTA DINAS banjir OPT banjir kekeringan OPT banjir kekeringan OPT NOMOR: NOTA DINAS Yth. : Direktur Jenderal Tanaman Pangan Dari : Plt. Direktur Perlindungan Tanaman Pangan Hal : Laporan Perkembangan Serangan OPT, Banjir dan Kekeringan Tanggal : Mei 2017 Bersama ini

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Pemalang Provinsi Jawa tengah Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012

BALAI BESAR LITBANG SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 KODE JUDUL: X.144 Penelitian Identifikasi Dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Pertanian Pangan dan Peternakan di Wilayah Beriklim Kering NTT 1. Ir. Sofyan Ritung, MSc. 2. Dr. Kusumo Nugroho, MS. 3. Drs. Wahyunto,

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1652, 2014 KEMENDIKBUD. Mutu Pendidikan. Aceh. Sumatera Utara. Riau. Jambi. Sumatera Selatan. Kepulauan Bangka Belitung. Bengkulu. Lampung. Banten. DKI Jakarta. Jawa

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PEMBINAAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2012 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28

2.8 Kerangka Pemikiran Penelitian Hipotesis.. 28 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN PERNYATAAN PRAKATA DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN.. ix INTISARI... x ABSTRACK... xi I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar

Lebih terperinci

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun

FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA Periode Tahun 2017-2020 SK KETUA DEWAN RISET NASIONAL NOMOR: 27/Ka.DRN/X/2017 TENTANG PEMBENTUKAN FORUM KOORDINASI DEWAN RISET DAERAH SE-SUMATERA PERIODE

Lebih terperinci

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN. Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy

SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN. Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy ISSN 1907-0799 SUMBERDAYA LAHAN INDONESIA : POTENSI, PERMASALAHAN, DAN STRATEGI PEMANFAATAN Indonesian Land Resources: Potency, Problems, and Utilization Strategy A. Hidayat Balai Besar Penelitian dan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. DIREKTORAT INVENTARISASI DAN PEMANTAUAN SUMBER DAYA HUTAN DIREKTORAT JENDERAL PLANOLOGI KEHUTANAN DAN TATA LINGKUNGAN KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN TAHUN 2015 DEFORESTASI INDONESIA TAHUN 2013-2014

Lebih terperinci

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013

Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 Press Release Katam Terpadu MT I 2013/2014 untuk Pencapaian Swasembada Padi, Jagung dan Kedelai Jakarta, 26 September 2013 (1) Berdasarkan prakiraan BMKG dan beberapa lembaga penelitian lain mengindikasikan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP

KATA PENGANTAR. Jakarta, Juli Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Dr. Ir. Maman Suherman, MM NIP 2017 Laporan Kinerja Triwulan II KATA PENGANTAR Dalam rangka memonitor capaian kinerja kegiatan Ditjen Tanaman Pangan pada triwulan II TA 2017 serta sebagai bahan penilaian aspek akuntabilitas kinerja

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013

dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 Sarana dan Kegiatan Prasarana Penelitian KKegiatan Badan Litbang Pertanian saat ini didukung oleh sumber daya manusia dalam merefleksikan penelitian dan pengembangan pertanian pada TA. 2013 jumlah relatif

Lebih terperinci

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005

B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 B U K U: REKALKULASI PENUTUPAN LAHAN INDONESIA TAHUN 2005 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B

CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B CATATAN KECIL MENIGKUTI ASISTENSI DAN SUPERVISI DAERAH DALAM PENYUSUNAN DAN PENETAPAN RAPERDA TENTANG RTR DERAH YANG MENGAKOMODIR LP2B Oleh: Ir. ADRY NELSON PENDAHULUAN Kegiatan Asistensi dan Supervisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan

BAB I PENDAHULUAN. Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max [L] Merr.) merupakan tanaman komoditas pangan terpenting ketiga di Indonesia setelah padi dan jagung. Kedelai juga merupakan tanaman sebagai

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. No.1562, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPKP. Pembinaan. Pengawasan. Perubahan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN

Lebih terperinci

I. Pendahuluan. II. Permasalahan

I. Pendahuluan. II. Permasalahan A. PENJELASAN UMUM I. Pendahuluan (1) Padi sawah merupakan konsumen pupuk terbesar di Indonesia. Efisiensi pemupukan tidak hanya berperan penting dalam meningkatkan pendapatan petani, tetapi juga terkait

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2017 NOMOR : SP DIPA /2017 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 21 MOR SP DIPA-32.6-/21 DS264-891-4155-6432 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 1 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No. 1

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan

I. PENDAHULUAN. agribisnis, agroindustri adalah salah satu subsistem yang bersama-sama dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budidaya tanaman obat adalah salah satu cara penglolaan tanaman obat untuk mendatangkan keuntungan. Pembangunan ekonomi Indonesia bertumpu pada bidang pertanian dan

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 MOR SP DIPA-18.11-/216 DS13-4386-848-854 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU No.

Lebih terperinci

SOSIALISASI E-PROPOSAL UNTUK PERENCANAAN TAHUN 2016

SOSIALISASI E-PROPOSAL UNTUK PERENCANAAN TAHUN 2016 Biro Perencanaan SOSIALISASI E-PROPOSAL UNTUK PERENCANAAN TAHUN 2016 Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian I Rekapitulasi e-proposal 2015 (per 12 Januari 2015) EVALUASI e -PROPOSAL 2015 18.589 proposal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG SALINAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2014 TENTANG RINCIAN TUGAS LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI ACEH, PROVINSI SUMATERA UTARA, PROVINSI RIAU,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG SALINAN ENTERI PENDIDIKAN BLIK INDONESI PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 42 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 1 TAHUN

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun

Perkembangan Jumlah Penelitian Tahun Pada tahun anggaran 2012, Badan Litbang Perhubungan telah menyelesaikan 368 studi yang terdiri dari 103 studi besar, 20 studi sedang dan 243 studi kecil. Perkembangan jumlah studi dari tahun 2008 sampai

Lebih terperinci

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM

V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM V. KEBIJAKAN, STRATEGI, DAN PROGRAM Hingga tahun 2010, berdasarkan ketersediaan teknologi produksi yang telah ada (varietas unggul dan budidaya), upaya mempertahankan laju peningkatan produksi sebesar

Lebih terperinci

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

2

2 2 3 c. Pejabat Eselon III kebawah (dalam rupiah) NO. PROVINSI SATUAN HALFDAY FULLDAY FULLBOARD (1) (2) (3) (4) (5) (6) 1. ACEH

Lebih terperinci

I. EVALUASI UPSUS 2015

I. EVALUASI UPSUS 2015 OUTLINE I. EVALUASI UPSUS 2015 A. Realisasi Tanam Okmar 2014/15 B. Realisasi Tanam Bulan April dan Mei 2015 C. Evaluasi Serapan Anggaran Bansos D. Evaluasi Serapan Anggaran Kontraktual II. RANCANGAN KEGIATAN

Lebih terperinci

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung

SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung SOSIALISASI KALENDER TANAM MT II 2013 TIM GUGUS KATAM BPTP Kep. Bangka Belitung LATAR BELAKANG Keniscayaan perubahan dan dinamika iklim global serta lokal. Pilihan pola tanam bersifat spesifik lokasi dan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009

DEPARTEMEN KEHUTANAN November, 2009 Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 DEPARTEMEN KEHUTANAN vember, 2009 EKSEKUTIF DATA STRATEGIS KEHUTANAN 2009 ISBN : 979-606-075-2 Penyunting : Sub Direktorat Statistik dan Jaringan Komunikasi Data

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2011 yang

Lebih terperinci

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN

Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN Eksekutif DATA STRATEGIS KEHUTANAN DEPARTEMEN KEHUTANAN Ministry of Forestry 2008 KATA PENGANTAR Penyusunan Buku Eksekutif Data Strategis Kehutanan Tahun 2008 ini dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan data

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2017 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian a b Petunjuk Teknis Pengembangan

Lebih terperinci

BAB III PEMBAHASAN MASALAH

BAB III PEMBAHASAN MASALAH BAB III PEMBAHASAN MASALAH 3. 1 Analisa Aplikasi Perkembangan dunia pendidikan semakin meningkat dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang. Pendidikan adalah suatu kebutuhan yang mempunyai manfaat

Lebih terperinci

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016

FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 FORMULIR 3 RENCANA KERJA KEMENTRIAN/LEMBAGA (RENJA-KL) TAHUN ANGGARAN 2016 1. Kementrian/Lembaga : KEMENTERIAN PERTANIAN 2. Program : Program Peningkatan Diversifikasi dan Ketahanan Pangan Masyarakat 3.

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL INSTRUKSI KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL NOMOR 1/Ins/II/2013 TENTANG PERCEPATAN PELAKSANAAN PROGRAM STRATEGIS BADAN PERTANAHAN NASIONAL TAHUN 2013 KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan

Kajian. Hasil Inventarisasi LP2B. Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Kajian Hasil Inventarisasi LP2B Kabupaten Gowa Provinsi Sulawesi Selatan Sub Direktorat Basis Data Lahan Direktorat Perluasan dan Pengelolaan Lahan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian 2014

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri

2015, No Indonesia Tahun 2015 Nomor168); 3. Keputusan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 2003 tentang Pedoman Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1390, 2015 KEMENAG. Balai Pendidikan dan Pelatihan Keagamaan. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 59 TAHUN 2015 TENTANG ORGANISASI

Lebih terperinci

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013

PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 PREDIKSI DAN ANTISIPASI KEKERINGAN TAHUN 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN Disampaikan Pada RAPIM A Kementerian Pertanian 10 September 2013 MATERI PRESENTASI A. Prediksi Kekeringan

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016

PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PEDOMAN PELAKSANAAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN PENYULUH PERTANIAN SWADAYA TAHUN 2016 PUSAT PENYULUHAN PERTANIAN BADAN PENYULUHAN DAN PENGEMBANGAN SDM PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2015 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci