PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN"

Transkripsi

1 PETUNJUK TEKNIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN 2017 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian a

2 b Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

3 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian i

4 ii Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

5 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian iii

6 iv Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

7 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian v

8 vi Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

9 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian vii

10 viii Petunjuk Teknis Petunjuk Teknis Pengembangan Pengembangan Kawasan Kawasan TanamanTanaman Pangan Pangan

11 KATA PENGANTAR Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2017 adalah Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Tanaman Pangan. Program tersebut dicanangkan dalam rangka pencapaian swasembada pangan dan upaya melakukan ekspor pangan. Kegiatan difokuskan pada komoditas padi, jagung dan kedelai. Dalam mewujudkan program tersebut memerlukan arah kebijakan, strategi dan sinergi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Arah kebijakan dan strategi tersebut dilakukan dengan pendekatan kawasan untuk memadukan rangkaian rencana dan implementasi kebijakan, program dan anggaran pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan. Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan ini disusun sebagai panduan Satuan Kerja Pusat, Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membidangi tanaman pangan, agar pelaksanaan pengembangan kawasan dapat berjalan efisien, efektif, transparan, dan akuntabel. Sebagai acuan teknis pengembangan kawasan pertanian, Satker Provinsi wajib menyusun Masterplan sebagai acuan teknis di tingkat daerah Provinsi, sedangkan Satker Kabupaten/Kota menyusun Action Plan sebagai acuan teknis di tingkat Kabupaten/Kota. Jakarta, April 2017 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian ix

12 x Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

13 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... ix DAFTAR ISI... xi DAFTAR TABEL... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xv BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Maksud dan Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Sasaran Indikator Ruang Lingkup Petunjuk Teknis Dasar Hukum Pengertian BAB II. PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN Prinsip Dasar Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Kriteria Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Ciri-Ciri Kawasan Tanaman Pangan Syarat Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Penetapan Kawasan Tanaman Pangan Strategi Pengembangan Kawasan BAB III. TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PROVINSI DAN KABUPATEN Tugas Dan Tanggungjawab Provinsi Tugas Dan Tanggungjawab Kabupaten Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian xi

14 BAB IV. PEMBINAAN, PENGAWALAN, MONITORING EVALUASI DAN PELAPORAN Pembinaan Pengawalan dan Pendampingan Monitoring dan Evaluasi Pelaporan BAB V. PENUTUP xii Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

15 DAFTAR TABEL 1. Tipologi lahan kawasan tanaman pangan berdasarkan kesesuaian lahan dan persyaratan agroklimat Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Padi Sawah Irigasi (Oryza sativa) Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Padi Gogo (Oryza sativa) Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Jagung (Zea mays) Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Kedelai (Glycine max) Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Ubi Kayu (Manihot utilisima) Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian xiii

16 xiv Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

17 DAFTAR LAMPIRAN 1. Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Komoditas Priotiras Tanaman Pangan. 2. Sistematika atau Outline Masterplan Contoh Matrik Tahunan Action Plan. 4. Matrik Rekapitulasi Rencana Pembiayaan Action Plan Kawasan Pertanian.. 5. Sistematika atau Outline Action Plan Kawasan Pertanian Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian xv

18 xvi Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

19 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan tanaman pangan pada dasarnya merupakan rangkaian upaya untuk memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya usaha tanaman pangan yang mampu menghasilkan produk mulai dari hulu sampai hilir. Pembangunan tanaman pangan berorientasi pada peningkatan produksi (ketersediaan) dan peningkatan pendapatan. Untuk itu, faktor optimalisasi efisiensi usaha, peningkatan produktivitas, peningkatan kapasitas usaha, serta peningkatan nilai tambah dan daya saing menjadi indikator penting dalam mewujudkan kedua orientasi tersebut. Tahun anggaran 2017, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengelola satu program, yakni Program Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Mutu Hasil Tanaman Pangan. Program ini difokuskan pada penguatan aspek ketersediaan pangan bersumber dari produksi dalam negeri, baik dalam kuantitas (jumlah) maupun kualitas (mutu). Program peningkatan produksi difokuskan pada tanaman Padi, Jagung dan Kedelai. Dalam rangka peningkatan produksi Padi, Jagung, Kedelai sebagai komoditas unggulan nasional, pembangunan pertanian tanaman pangan berskala ekonomi harus dilakukan melalui perencanaan wilayah secara komprehensif dan terpadu. Sesuai amanat Nawa Cita yang dituangkan dalam RPJMN , pembangunan nasional dilakukan dengan pendekatan holistiktematik, integrative dan spasial. Dalam konteks pembangunan pertanian, spasial dijabarkan sebagai pembangunan berbasis kawasan yang menjadi filosofi dasar pembangunan pertanian ke depan, untuk itu diperlukan kebijakan pengembangan kawasan pertanian yang telah diatur melalui Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56 Tahun 2016 sebagai revisi Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 tahun 2012 tentang Pedoman Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 1

20 Pengembangan Kawasan Pertanian. Untuk menindaklanjuti Peraturan Menteri Pertanian nomor 56 tahun 2016 tersebut, ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 830 Tahun 2016 tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional. Sebagai tindak lanjut Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56 tahun 2016 dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor 830 tahun 2016, Pemerintah Provinsi harus menyusun Masterplan Kawasan Pertanian yang ditetapkan melalui SK Gubernur, sedangkan Pemerintah Kabupaten/Kota menyusun Action Plan Kawasan Pertanian yang ditetapkan melalui SK Bupati/Walikota. Dokumen Masterplan dan Action Plan tersebut menjadi prasyarat dalam pengusulan program dan kegiatan pembangunan pertanian melalui E-Proposal Kementerian Pertanian mulai Tahun Anggaran Pengembangan Kawasan Pertanian dimaksudkan untuk memadukan rangkaian rencana dan implementasi kebijakan, program, kegiatan dan anggaran pembangunan pertanian di daerah yang ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian agar menjadi suatu kesatuan yang utuh, baik dalam perspektif sistem agribisnis maupun pembangunan yang berdimensi kewilayahan, sehingga dapat menjamin ketahanan pangan nasional, mengembangkan dan menyediakan bahan baku bioindustri, serta menyediakan bahan bakar nabati melalui peningkatan produksi komoditas pertanian secara berkelanjutan, berdaya saing dan mampu mensejahterakan semua pelaku usaha yang terlibat di dalamnya secara berkeadilan. Kawasan Pertanian terdiri atas Kawasan Pertanian Nasional, Kawasan Pertanian Provinsi, dan Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota. Berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56 Tahun 2016, yang dimaksud dengan Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh agroekosistem yang sama sedemikian rupa 2 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

21 sehingga mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru dan lokasinya dapat berupa hamparan atau spot partial (luasan terpisah) namun terhubung dengan aksesibilitas memadai. Pendekatan kawasan ini juga harus mengedepankan prinsip dan kriteria pembangunan berkelanjutan serta pelestarian fungsi lingkungan hidup. Untuk mendorong percepatan Pengembangan Kawasan Pertanian khususnya Kawasan Tanaman Pangan, perlu dilakukan koordinasi dan/atau kerja sama dengan Kementerian/Lembaga, lembaga penggerak swadaya masyarakat, perguruan tinggi, lembaga penelitian, dan/atau koperasi. Dalam operasionalnya tentu akan dihadapkan pada permasalahan teknis dan manajemen. Permasalahan teknis seperti perubahan iklim, bencana alam, gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT), perbedaan kapasitas sumber daya antar wilayah yang bersifat alamiah. Permasalahan teknis ini dapat diatasi dengan fasilitasi kebijakan teknis. Sedangkan permasalahan manajemen meliputi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi dan pelaporan kinerja. Permasalahan manajemen dapat diatasi dengan menyelaraskan arah kebijakan nasional dan daerah dengan aspirasi perencanaan masyarakat serta menggalang dukungan komitmen antar instansi lintas sektor, wilayah dan jenjang pemerintahan. Untuk menyelaraskan arah kebijakan perlu disusun Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun Petunjuk teknis ini dapat menjadi acuan bagi Pemerintah Daerah Provinsi dalam menyusun Masterplan Pengembangan Kawasan berbasis komoditas tanaman pangan dan bagi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam menyusun Action Plan yang selaras dengan kebijakan nasional, peraturan perundangan yang berlaku, potensi daerah, kearifan lokal dan mengakomodir aspirasi para pemangku kepentingan pembangunan tanaman pangan di wilayah masing-masing. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 3

22 1.2. Maksud dan Tujuan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Maksud Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan sebagai upaya memadukan rangkaian rencana dan implementasi kebijakan, program, kegiatan dan anggaran pembangunan tanaman pangan di daerah yang ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian agar menjadi suatu kesatuan yang utuh, baik dalam perspektif sistem agribisnis maupun pembangunan yang berdimensi kewilayahan sehingga dapat meningkatkan produksi tanaman pangan yang berkelanjutan, berdaya saing dan mampu mensejahterakan semua pelaku usaha yang terlibat di dalamnya secara berkeadilan. Tujuan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan untuk melanjutkan keberhasilan dan meningkatkan kinerja pembangunan tanaman pangan yang telah dilaksanakan sebelumnya di daerah-daerah yang telah ditetapkan sebagai Kawasan Pertanian melalui pengutuhan sistem dan usaha agribisnis di dalam maupun antar kawasan dalam rangka mendukung tercapainya tujuan dan sasaran pembangunan tanaman pangan baik secara nasional maupun daerah Maksud dan Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017 Maksud Penyusunan Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017, sebagai berikut : 1. Memberikan penjelasan secara umum tentang kebijakan pengembangan kawasan berbasis komoditas tanaman pangan yang terpadu; 2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman pangan selaras dengan kebijakan nasional dalam menetapkan sasaran dan lokasi kegiatan untuk mendukung pencapaian target produksi dan produktivitas komoditas unggulan tanaman pangan; dan 4 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

23 3. Memudahkan dalam pengendalian, monitoring, dan evaluasi sesuai sasaran yang sudah ditetapkan. Tujuan Penyusunan Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017, untuk : 1. Mendukung kebijakan Kementerian Pertanian dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan kawasan berbasis komoditas tanaman pangan yang terpadu dari aspek hulu, hilir dan aspek penunjangnya; dan 2. Mengarahkan perencanaan kawasan tanaman pangan selaras dengan kebijakan nasional dalam menetapkan sasaran dan lokasi kegiatan untuk mendukung pencapaian target produksi dan produktivitas komoditas unggulan tanaman pangan Sasaran Sasaran penyusunan Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017, sebagai berikut : 1. Tersedianya acuan bagi para perencana dan pengambil keputusan di provinsi, kabupaten dan pemangku kepentingan dalam menyusun masterplan dan action plan/rencana aksi pengembangan kawasan berbasis komoditas tanaman pangan; 2. Menyediakan informasi bagi pemangku kepentingan lain tentang masterplan dan action plan/rencana aksi pengembangan kawasan berbasis komoditas tanaman pangan sehingga dapat terlaksana koordinasi dengan baik Indikator Indikator Output kinerja Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dari aspek teknis dan manajemen, sebagai berikut : Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 5

24 1. Tersusunnya Masterplan dan Action Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan/Pertanian; 2. Meningkatnya produksi, produktivitas, dan mutu hasil tanaman pangan yang dikembangkan di Kawasan Tanaman Pangan; 3. Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani Ruang Lingkup Petunjuk Teknis Ruang lingkup Petunjuk Teknis ini, meliputi : 1. Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan yang terdiri dari Prinsip, Kriteria, Ciri, Syarat, Penetapan dan Strategi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan; 2. Tugas Dan Tanggungjawab Provinsi Dan Kabupaten; dan 3. Pembinaan, Pengawalan, Monitoring, Evaluasi Dan Pelaporan Dasar Hukum Adapun dasar hukum penyusunan Petunjuk Teknis Penyusunan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017, adalah: 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 Tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3478); 2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421); 3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

25 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438); 4. Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2006 Tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4660); 5. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700); 6. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725); 7. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068); 8. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 Tentang Informasi Geospasial (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara RI Nomor 5214); 9. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 Tentang Pangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 227, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5360); 10. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2013 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Petani (Lembaran Negara Tahun 2013 Nomor 131, Tambahan Lembaran Negara Nomor 5433); Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 7

26 11. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tamabahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587) yang telah diubah menjadi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2015 Tentang Penetapan Perppu Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah selanjutnya diubah menjadi Undang- Undang Nomor 9 Tahun 2015 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5679); 12. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 Tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405); 13. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406); 14. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2006 Tentang Tatacara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 97, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4664); 15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833); 16. Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2010 Tentang Usaha Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik 8 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

27 Indonesia Tahun 2010 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5106); 17. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 Tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 80); 18. Peraturan Presiden Nomor 2 tahun 2015 Tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) tahun ; 19. Peraturan Presiden Nomor 7 tahun 2015 Tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8); 20. Peraturan Presiden Nomor 45 tahun 2015 Tentang Kementerian Pertanian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 85); 21. Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2016 Tentang Percepatan Pelaksanaan Kebijakan Satu Peta pada Tingkat Ketelitian Peta Skala 1:50.000; 22. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 Tentang Pembentukan Kementerian dan Pengangkatan Menteri Kabinet Kerja tahun ; 23. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 Tentang Jenis Komoditas Tanaman Binaan Direktorat Jenderal Perkebunan, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan Direktorat Jenderal Hortikultura; 24. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/ OT.140/ 9/2009 Tentang Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian; 25. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 79 /Permentan/OT.140/8/2013 Tentang Pedoman Kesesuaian Lahan Pada Komoditas Tanaman Pangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 9

28 26. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 41/Permentan/ OT.140/ 3/2014 Tentang Pedoman Perencanaan Pembangunan Pertanian Berbasis E-Planning (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 361); 27. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 43/Permentan/OT.010/8/2015 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2015 Nomor 1243); 28. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 09/Permentan/RC.020/3/2016 Tentang Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun ; 29. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50/Permentan/PW.160/10/2016 Tentang Pedoman Pengelolaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Kementerian Pertanian; 30. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 56/Permentan/ RC.040/11/2016 Tentang Pedoman Pengembangan Kawasan Pertanian (Berita Negara Republik Indonesia tahun 2016 Nomor 1832); 31. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 830/Kpts/RC.040/12/2016 Tentang Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Pengertian Dalam Petunjuk Teknis Penyusunan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Tahun 2017 ada beberapa istilah yang diberi batasan : 1. Kawasan Pertanian adalah gabungan dari sentra-sentra pertanian yang memenuhi batas minimal skala ekonomi pengusahaan dan efektivitas manajemen pembangunan wilayah serta terkait secara fungsional dalam hal potensi 10 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

29 sumber daya alam, kondisi sosial budaya, faktor produksi dan keberadaan infrastruktur penunjang. 2. Sentra Pertanian adalah bagian dari kawasan pertanian yang memiliki ciri tertentu yang di dalamnya terdapat kegiatan produksi suatu jenis produk komoditas unggulan pertanian tertentu yang ditunjang oleh prasarana dan sarana produksi dalam suatu kesatuan fungsional fisik lahan, geografis, agroklimat, infrastruktur dan kelembagaan serta sumber daya manusianya. 3. Kawasan Pertanian Nasional adalah kawasan pertanian yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dan lokasinya dapat bersifat lintas Provinsi/Kabupaten/Kota untuk mengembangkan komoditas pertanian prioritas nasional yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian. 4. Kawasan pertanian Provinsi adalah kawasan pertanian yang ditetapkan oleh Gubernur dan lokasinya dapat bersifat lintas Kabupaten/Kota untuk mengembangkan komoditas pertanian prioritas Provinsi dan atau mengembangkan komoditas pertanian prioritas nasional yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian. 5. Kawasan Pertanian Kabupaten/Kota adalah kawasan pertanian di Kabupaten/Kota yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota untuk mengembangkan komoditas pertanian prioritas Kabupaten/Kota dan atau komoditas pertanian prioritas Provinsi dan atau komoditas pertanian prioritas Provinsi dan atau komoditas pertanian prioritas nasional yang sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian. 6. Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha pertanian tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya, dan infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh kesamaan tipologi agroekosistem untuk Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 11

30 mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha tanaman pangan 7. Masterplan adalah dokumen rancangan pengembangan kawasan pertanian di tingkat provinsi yang disusun secara teknokratik, bertahap, dan berkelanjutan sesuai potensi dari aspek daya dukung dan daya tampung sumberdaya, sosial ekonomi dan tata ruang wilayah. 8. Action Plan adalah dokumen rencana operasional pengembangan kawasan pertanian di tingkat kabupaten/kota yang merupakan penjabaran rinci dari Masterplan untuk mengarahkan implementasi pengembangan dan pembinaan Kawasan Pertanian di tingkat kabupaten/kota. 9. Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) adalah arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah negara untuk masa berlaku 20 tahun dengan tingkat ketelitian peta 1: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) provinsi adalah tata ruang yang bersifat umum dari wilayah provinsi, yang merupakan panjabaran dari RTRW Nasional, mencakup: tujuan, kebijakan, strategi penataan ruang wilayah provinsi. Masa berlaku 20 tahun dengan tingkat ketelitian peta 1: Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten adalah tata ruang yang bersifat umum dari wilayah kabupaten. Masa berlaku 20 tahun dengan tingkat ketelitian peta 1: Tim Pengarah Pusat adalah tim yang bertugas mengarahkan Tim Teknis Pusat dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan secara nasional. 12 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

31 13. Tim Teknis Pusat adalah tim yang bertugas menyelaraskan rencana dan pelaksanaan pengembangan kawasan pertanian secara nasional dengan dinamika implementasi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian di tingkat nasional. 14. Tim Pembina Provinsi adalah tim yang mengarahkan Tim Teknis Provinsi dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan kawasan pertanian secara regional Provinsi sesuai dinamika arah kebijakan, program dan kegiatan pembangunan pertanian di tingkat Provinsi. 15. Tim Pembina Kabupaten/Kota adalah tim yang bertugas mengarahkan Tim Teknis Kabupaten/Kota dalam merencanakan dan melaksanakan pengembangan kawasan pertanian di daerah Kabupaten/Kota sesuai dinamika program dan kegiatan pembangunan pertanian di tingkat lapangan. 16. Tim Teknis Kabupaten adalah tim yang bertugas menyelaraskan rencana dan pelaksanaan pengembangan kawasan pertanian di Kabupaten/Kota sesuai dinamika implementasi program dan kegiatan pembangunan pertanian di tingkat lapangan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 13

32 14 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

33 BAB II PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN 2.1. Prinsip Dasar Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Prinsip dasar Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan, sebagai berkut : 1. Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Pangan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan ditetapkan berdasarkan kesesuaian lahan dalam pengembangan komoditas tanaman pangan. Kesesuaian lahan adalah tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk penggunaan tanaman tertentu baik tanaman semusim maupun tanaman tahunan. Tipologi lahan Kawasan Tanaman Pangan berdasarkan kesesuaian lahan dan persyaratan agroklimat adalah sebagi berikut: Tabel 1: Tipologi Lahan Kawasan Tanaman Pangan Berdasarkan Kesesuaian Lahan Dan Persyaratan Agroklimat NO KAWASAN TANAMAN PANGAN KESESUAIAN LAHAN PERSYARATAN AGROKLIMAT 1 Tanaman Pangan secara umum Dataran rendah dan dataran Pangan tinggi, dengan bentuk Disesuaikan dengan lahan datar sampai berombak (lereng<8%), kesesuaian lahan komoditas yang tergolong S1, S2 atau S3, memiliki dan atau tidak memiliki prasarana irigasi untuk pengembangan. dikembangkan sesuai dengan agropedoklimat setempat Keterangan: S1 = lahan sangat sesuai, S2 = lahan cukup sesuai, S3 = sesuai marjinal Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 15

34 2. Lahan Tanaman Pangan Berkelanjutan Lokasi Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan yang telah ditentukan, selanjutnya akan ditetapkan sebagai lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan. Dengan demikian mekanisme perencanaan, pemanfaatan, pengembangan, pengendalian dan pembiayaan kawasan peruntukan pertanian mengikuti peraturan perundang-undangan terkait yang berlaku. 3. Mendukung ketahanan pangan nasional Pemerintah selalu berupaya untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional. Kawasan Tanaman Pangan ditetapkan dalam rangka mendukung ketahanan pangan nasional. Dengan ditetapkannya Kawasan Tanaman Pangan, maka pengembangan pembangunan pertanian akan berorientasi dan fokus pada upaya peningkatan produksi dan produktivitas yang optimal. 4. Tingkat Ketersediaan Air Ketersediaan air merupakan salah satu faktor penentu yang mendasar untuk keberhasilan dan keberlanjutan kawasan tanaman pangan. Ketersediaan air tersebut terutama untuk menunjang sub sistem usahatani primer (on-farm agribusiness) dalam peningkatan produksi budidaya tanaman pangan. Dalam budidaya tanaman pangan, kendala yang sering dihadapi adalah ketersediaan air, hal ini terkait dengan adanya dampak perubahan iklim yang semakin ekstrim. Apabila tidak ada ketersediaan air dapat menyebabkan gagal panen/puso. Guna mewujudkan pertanian berkelanjutan maka sumber daya air perlu dikelola secara berdaya guna dan berhasil guna Kriteria Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Kawasan Tanaman Pangan merupakan kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan oleh faktor alamiah, sosial budaya dan 16 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

35 infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh kesamaan tipologi agroekosistem untuk mencapai skala ekonomi dan efektivitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan Tanaman Pangan dapat berupa kawasan eksisting atau calon lokasi baru yang lokasinya dapat berupa satu hamparan atau hamparan parsial yang terhubung dengan aksesibilitas jaringan infrastruktur dan kelembagaan secara memadai. Berdasarkan Pasal 66 Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) diamanatkan tentang penyusunan Kriteria Teknis Kawasan Peruntukan Pertanian. Kawasan peruntukan pertanian meliputi kawasan yang mencakup kawasan budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Kriteria khusus Kawasan Tanaman Pangan ditentukan oleh total luas agregat kawasan untuk masing-masing komoditas unggulan tanaman pangan. Di samping aspek luas agregat, kriteria khusus Kawasan Tanaman Pangan juga mencakup berbagai aspek teknis lainnya yang bersifat spesifik komoditas. Kriteria khusus untuk komoditas padi, jagung, kedelai dan ubikayu, yaitu: 1. Memperhatikan Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubikayu Nasional Skala 1: dan atau Atlas Peta Potensi Pengembangan Kawasan Padi, Jagung, Kedelai dan Ubikayu Kabupaten Skala 1:50.000; 2. Memperhatikan luasan untuk mencapai skala ekonomi di 1 kawasan kabupaten/kota, yaitu: untuk padi, jagung dan ubikayu minimal ha, lokasi yang diprioritaskan adalah kecamatan yang berdekatan yaitu maksimal 3 kecamatan. Sedangkan untuk kedelai minimal ha, lokasi yang diprioritaskan adalah kecamatan yang berdekatan maksimal 2 Kecamatan. 3. Memperhatikan luasan gabungan lintas kabupaten/kota untuk mencapai skala ekonomi, yaitu: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 17

36 a. Untuk kawasan padi, jagung dan ubikayu dapat berbentuk gabungan 2 kabupaten/kota dengan luas gabungan minimal ha dan luas minimal per kabupaten/kota ha; b. Untuk kawasan padi, jagung dan ubikayu dapat berbentuk gabungan 3 kabupaten/kota dengan luas gabungan minimal ha dan luas minimal per kabupaten/kota ha; c. Untuk kawasan kedelai dapat berbentuk gabungan 2 kabupaten/kota dengan luas gabungan minimal ha dan luas minimal per kabupaten/kota ha. Untuk kawasan gabungan kabupaten, kawasan padi, jagung dan ubi kayu memprioritaskan kecamatan maksimal 3 kecamatan terdekat, sedangkan kawasan kedelai maksimal 2 Kecamatan. 4. Dalam Kawasan Tanaman Pangan, sistem budidaya menerapkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 48 tahun 2006 tentang Tentang Pedoman Budidaya Tanaman Pangan Yang Baik dan Benar (Good Agriculture Practices); 5. Memperhatikan apakah wilayah tersebut merupakan sentra produksi tanaman pangan atau tidak, serta kondisi Infrastruktur juga harus diperhatikan baik prapanen maupun pascapanen harus memadai; 6. Memperhatikan kesesuaian lahan spesifik lokasi sesuai dengan komoditas. Penggunaan lahan sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan lahan. Adapun kriteria kesesuaian lahan untuk komoditas padi, jagung, kedelai dan ubi kayu masingmasing komoditas diuraikan sebagai berikut: a. Padi Wilayah yang akan dijadikan kawasan padi harus sesuai dengan kriteria kesesuaian lahan. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan perencana dalam 18 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

37 mengalokasikan program dan anggaran pada lokasi yang tepat sehingga pelaksanaan budidaya dapat berjalan dengan baik. Berikut adalah tabel Kesesuaian lahan yang telah diusahakan untuk komoditas tanaman pangan Padi sawah irigasi (Oryza sativa). Tabel 2. Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Padi Sawah Irigasi (Oryza sativa) Persyaratan penggunaan / Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan *) Lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata - rata ( *C) < > 35 Ketersediaan air (wa) Irigasi irigasi irigasi Kelembaban (%) < 30 - > 90 - Media Perakaran (rc) Kriteria drainase Kelas Tekstur agak terhambat, sedang halus, agak halus terhambat, baik sangat terhambat, agak cepat cepat sedang agak kasar kasar Bahan Kasar (%) < > 35 Kedalaman tanah (cm) > < 25 Gambut : Ketebalan (cm) < > 140 Kematangan Saprik saprik, hemik hemik fibrik Retensi hara (nr) KTK tanah (cmol/kg) > < 5 - Kejenuhan basa (%) > < 35 - ph H2O 5,5-7,0 4,5-5,5 < 4,5-7,0-8,0 > 8,0 C - organik (%) > 1,2 0,8-1,2 < 0,8 - Hara tersedia (nr0 N total (%) sedang rendah sangat rendah - P2O5 (mg/100g) tinggi sedang rendah - sangat rendah - K2O (mg/100g) sedang rendah sangat rendah - Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < > 6 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < > 40 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > < 40 Bahaya longsor (eh) Lereng (%) < (diteras) 8-30 (diteras) > 30 Bahaya longsor sangat ringan ringan sedang berat Bahaya banjir/genangan pada masa tanam (fh) - Tinggi (cm) > 75 - Lama (hari) tanpa < > 14 Penyiapan Lahan (Ip) Bantuan di permukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25 Keterangan : SI : sangat sesuai, S2 : cukup sesuai, S3 : sesuai marginal, N : tidak sesuai, (-) : tidak diperhitungkan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 19

38 Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Padi Gogo (Oryza sativa) Persyaratan penggunaan / Karakteristik Lahan Kelas Kesesuaian Lahan *) S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata - rata (*C) < > 35 Ketersediaan air (wa) Zone agroklimat (Oldeman) C2, C3, D2, D3 A2, B2, B3 A1, B1, C1, D1, E1, D4, E2, E3 Kelembaban (%) < 30 - > 90 Media perakaran (rc) Kriteria Drainase baik, sedang agak cepat, agak terhambat Kelas Tekstur halus, agak halus, agak halus, sedang halus, sedang terhambat, sangat terhambat agak kasar E4 cepat kasar Bahan kasar (%) < > 55 Kedalaman tahah (cm) > < 25 Gambut : Ketebalan Kematangan Retensi hara (nr) KTK tanah (cmol/kg) > < 5 - Kejenuhan basa (%) > < 20 - ph H2O 5,5-7,5 5,0-5,5 <5,0 7,5-7,9 > 7,9 C - organik (%) > 1,2 0,8-1,2 < 0,8 Hara tersedia (nr0 N total (%) sedang rendah sangat rendah P2O5 (mg/100g) tinggi sedang rendah - sangat rendah K2O (mg/100g) sedang rendah sangat rendah Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < > 6 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < > 40 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) Bahaya longsor (eh) Lereng (%) < > 15 Bahaya longsor sangat ringan ringan - sedang berat - sangat berat Bahaya banjir/genangan pada masa tanam (fh) - Tinggi (cm) Lama (hari) Penyiapan Lahan (Ip) Bantuan di permukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25 Keterangan : SI : sangat sesuai, S2 : cukup sesuai, S3 : sesuai marginal, N : tidak sesuai, (-) : tidak diperhitungkan. 20 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

39 b. Jagung Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan jagung harus memiliki kriteria kesesuaian lahan untuk menghindari tanam liar yang dapat berdampak terhadap kerusakan lingkungan seperti banjir, longsor dan lain sebagainya. Kriteria kesesuaian lahan yang telah diusahakan untuk komoditas jagung dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 4. Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Jagung (Zea mays). Persyaratan penggunaan / Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan *) Lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata - rata (*C) < > 32 Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) > < 300 Kelembaban (%) > < 30 Ketersediaan oksigen (%) baik, sedang agak cepat, agak terhambat terhambat sangat terhambat, cepat Kriteria Drainase Media perakaran (rc) halus, agak halus, agak agak kasar kasar Kelas Tekstur halus, sedang halus, sedang Bahan kasar (%) < > 55 Kedalaman tahah (cm) > < 25 Gambut : Ketebalan - < > 100 Kematangan - saprik saprik, hemik - Retensi hara (nr) KTK tanah (cmol/kg) > < 5 - Kejenuhan basa (%) > < 35 - ph H2O 5,8-7,8 5,5-5,8 < 5,5-7,8-8,2 > 8,2 - C - organik (%) > 1,2 0,8-1,2 <0,8 - Hara tersedia (na) sangat N total (%) sedang rendah rendah - rendah - sangat P2O5 (mg/100g) tinggi sedang rendah - K2O (mg/100g) sedang rendah sangat rendah - Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < > 8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < > 25 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > < 40 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) < > 15 rungan - sedang berat - sangat berat Bahaya erosi - sangat ringan Bahaya banjir/genangan pada masa tanam (fh) - Tinggi (cm) > 25 - Lama (hari) - - < 7 > 7 Penyiapan Lahan (Ip) Bantuan di permukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25 Keterangan : SI : sangat sesuai, S2 : cukup sesuai, S3 : sesuai marginal, N : tidak sesuai, (-) : tidak diperhitungkan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 21

40 c. Kedelai Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Kedelai (Glycine max) dapat dilihat pada tabel sebagai berikut. Tabel 5. Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Kedelai (Glycine max). Persyaratan penggunaan / Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan *) Lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata - rata (*C) < > 32 Ketersediaan air (wa) Curah hujan pada masa pertumbuhan (mm) < > Kelembaban (%) < > 85 Ketersediaan oksigen (oa) Kriteria Drainase baik, sedang agak cepat, agak terhambat terhambat sangat terhambat, cepat Media perakaran (rc) Kelas Tekstur halus, agak halus, agak agak kasar kasar halus, sedang halus, sedang Bahan kasar (%) < >55 Kedalaman tahah (cm) > < 20 Gambut : Ketebalan - - < 60 > 60 Kematangan saprik, hemik fabrik Retensi hara (nr) KTK tanah (cmol/kg) > < 5 - Kejenuhan basa (%) > < 20 ph H2O 5,5-7,5 5,0-5,5 <5,0 - C - organik (%) > 1,2 0,8-1,2 < 0,8 - Hara tersedia (na) N total (%) sedang rendah sangat rendah P2O5 (mg/100g) tinggi sedang rendah - sangat rendah K2O (mg/100g) sedang rendah sangat rendah Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < >8 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) < >25 Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > < 40 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) < > 15 ringan - sedang berat - sangat berat' Bahaya erosi sangat ringan Bahaya banjir/genangan pada masa tanam (fh) - Tinggi (cm) 25 >25 - Lama (hari) <7 >_7 Penyiapan Lahan (Ip) Bantuan di permukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25 Keterangan : SI : sangat sesuai, S2 : cukup sesuai, S3 : sesuai marginal, N : tidak sesuai, (-) : tidak diperhitungkan. 22 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

41 d. Ubi Kayu Budidaya Ubi Kayu dalam kawasan harus memperhatikan kriteria kesesuaian lahan sesuai tabel berikut. Tabel 6. Kriteria Kesesuaian Lahan yang telah diusahakan untuk Komoditas Tanaman Pangan Ubi Kayu (Manihot utilisima) Persyaratan penggunaan / Karakteristik Kelas Kesesuaian Lahan *) Lahan S1 S2 S3 N Temperatur (tc) Temperatur rata - rata (*C) <18 Ketersediaan air (wa) Curah hujan tahunan (mm) < >4000 Lama bulan kering (bulan) 3, >7 Ketersediaan oksigen (oa) Kriteria Drainase baik, sedang agak cepat, agak terhambat Media perakaran (rc) Kelas Tekstur agak halus, halus, agak sedang kasar terhambat sangat halus sangat terhambat, cepat kasar Bahan kasar (%) < >55 Kedalaman tanah (cm) > <50 Gambut : Ketebalan tanpa tanpa < 60 > 60 Kematangan saprik, hemik fabrik Retensi hara (nr) KTK tanah (cmol/kg) > < 5 - Kejenuhan basa (%) 20 < 20 < 20 - ph H2O 5,2-7,0 4,8-5,2 <4,8-7,0-7,6 >7,6 - C - organik (%) > 1,2 0,8-1,2 < 0,8 - Hara tersedia (na) N total (%) sedang rendah sangat - rendah P2O5 (mg/100g) sedang rendah sangat - rendah K2O (mg/100g) sedang rendah sangat - rendah Toksisitas (xc) Salinitas (ds/m) < > 4 Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%) Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm) > < 40 Bahaya erosi (eh) Lereng (%) < > 15 Bahaya erosi sangat ringan ringan - sedang berat - sangat berat Bahaya banjir/genangan pada masa - Tinggi (cm) > 50 - Lama (hari) - < > 14 Penyiapan Lahan (Ip) Bantuan di permukaan (%) < > 40 Singkapan batuan (%) < > 25 Keterangan : SI : sangat sesuai, S2 : cukup sesuai, S3 : sesuai marginal, N : tidak sesuai, (-) : tidak diperhitungkan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 23

42 Manfaat penetapan kriteria kawasan tanaman pangan Manfaat penetapan kriteria kawasan tanaman pangan adalah sebagai berikut: 1. Meningkatkan daya dukung lahan baik kawasan pertanian yang telah ada maupun melalui pembukaan lahan baru untuk pertanian tanaman pangan dan pendayagunaan investasi. 2. Meningkatkan sinergitas dan keterpaduan pembangunan lintas sektor dan sub sektor yang berkelanjutan. 3. Meningkatkan pelestarian dan konservasi sumber daya alam untuk pertanian dan mengendalikan alih fungsi lahan dari pertanian ke non pertanian agar ketersediaan lahan tetap berkelanjutan; 4. Memberikan kemudahan dalam mengukur kinerja program dan kegiatan penumbuhan dan pengembangan kawasan tanaman pangan; 5. Mendorong tersedianya bahan baku industri hulu dan hilir dan/atau mendorong pengembangan sumber energi terbarukan, dan meningkatkan ketahanan pangan, kemandirian pangan dan kedaulatan pangan. 6. Menciptakan kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat, meningkatkan pendapatan nasional dan daerah, melestarikan nilai sosial budaya dan daya tarik kawasan perdesaan sebagai kawasan agropolitan dan agrowisata Ciri-ciri Kawasan Tanaman Pangan Ciri-ciri kawasan tanaman pangan sebagai berikut : 1. Lokasi mengacu pada RTRW provinsi dan kabupaten/kota, dan mengacu pada kesesuaian lahan baik pada lahan basah maupun lahan kering. 2. Pengembangan komoditas tanaman pangan pada lahan gambut mengacu pada kelas kesesuaian lahan gambut yang telah berlaku. 24 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

43 3. Dibangun dan dikembangkan oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta dan atau masyarakat sesuai dengan biofisik dan sosial ekonomi dan lingkungan. 4. Berbasis komoditas tanaman pangan nasional dan daerah dan atau komoditas lokal yang mengacu pada kesesuaian lahan 2.4. Syarat Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan 1. Lahan yang dipilih mempunyai kelas kesesuaian lahan S1 (sangat sesuai), S2 (cukup sesuai) atau S3 (sesuai marjinal). Diutamakan yang tergolong S1 atau S2. 2. Lahan pengembangan bukan merupakan lahan pertanian yang telah diusahakan, dan diutamakan pada lahan yang memiliki potensi, lahan terlantar atau lahan tidur 3. Letak kawasan pengembangan tidak jauh dari tempat tinggal petani dan potensi untuk pengembangan infrastruktur cukup mudah. 4. Pengembangan lahan tanaman pangan pada lahan basah mengikuti rencana pembangunan irigasi sebagai sumber air, sedangkan pengembangan lahan tanaman pangan di lahan kering harus mempertimbangkan jumlah curah hujan dan rencana pengembangan dan ketersediaan sumber air permukaan lainnya Penetapan Kawasan Tanaman Pangan Penetapan kawasan peruntukan pertanian ini diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan pertanian berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata ruang, kawasan pertanian termasuk ke dalam kawasan budidaya yaitu kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 25

44 dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Penetapan kawasan tanaman pangan didasarkan pada hasil analisis potensi wilayah, prospek pengembangan komoditas, permasalahan dan kinerja pembangunan tanaman pangan di daerah serta dinamika kebijakan perencanaan dan penganggaran di tingkat nasional. Kawasan Pertanian terdiri dari sebagai berikut: 1. Kawasan Nasional yaitu kawasan yang ditetapkan oleh Menteri Pertanian dengan kriteria dan batasan sebagai berikut: a. Mengembangkan komoditas pertanian prioritas nasional sesuai dengan arah dan kebijakan Kementerian Pertanian; b. Memiliki kontribusi produksi eksisting yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap produksi nasional; c. Lokasi Kawasan Pertanian Nasional dapat bersifat lintas provinsi/kabupaten/kota; d. Didukung oleh berbagai sumber pembiayaan, terutama dari swadaya masyarakat, investasi swasta, BUMN/BUMN dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Fasilitasi dukungan pendanaan dari APBN dialokasikan sebagai stimulan untuk mengakselerasi pengutuhan seluruh sub sistem agribisnis di Kawasan Pertanian. 2. Kawasan Provinsi yaitu kawasan yang ditetapkan oleh Gubernur dengan kriteria dan batasan sebagai berikut: a. Mengembangkan komoditas tanaman pangan provinsi dan atau komoditas tanaman pangan prioritas nasional yang sesuai dengan arah dan kebijakan Kementerian Pertanian; b. Memiliki kontribusi produksi eksisting yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap produksi provinsi; c. Lokasi Kawasan Tanaman Pangan Provinsi dapat bersifat lintas kabupaten/kota; d. Didukung oleh berbagai sumber pembiayaan, terutama dari swadaya masyarakat, investasi swasta, BUMN/BUMD dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Fasilitasi dukungan 26 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

45 pendanaan dari APBN terutama dialokasikan untuk penyelenggaraan standar pelayanan teknis minimal di bidang pertanian. 3. Kawasan Tanaman Pangan Kabupaten/Kota yaitu kawasan yang ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan kriteria dan batasan sebagai berikut: a. Mengembangkan komoditas tanaman pangan kabupaten/kota dan atau komoditas tanaman pangan prioritas provinsi dan atau komoditas pertanian nasional yang sesuai dengan arah dan kebijakan Kementerian Pertanian; b. Memiliki kontribusi produksi eksisting yang signifikan atau berpotensi tinggi terhadap produksi kabupaten/kota; c. Didukung oleh berbagai sumber pembiayaan, terutama dari swadaya masyarakat, investasi swasta, BUMN/BUMD dan APBD Provinsi/Kabupaten/Kota. Fasilitasi dukungan pendanaan dari APBN terutama dialokasikan untuk penyelenggaraan standar pelayanan teknis minimal di bidang tanaman pangan. Lokasi pengembangan kawasan tanaman pangan dapat berupa kawasan eksisting atau calon lokasi baru yang lokasinya dapat berupa satu hamparan atau hamparan parsial yang terhubung dengan aksesibilitas jaringan infrastruktur dan kelembagaan secara memadai. Komoditas prioritas pada Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan yaitu Padi, Jagung, Kedelai dan Ubi Kayu. Lokasi yang telah ditetapkan menjadi kawasan pengembangan padi sebanyak 31 Provinsi dan 284 Kabupaten. Lokasi pengembangan kawasan Jagung sebanyak 30 Provinsi dan 166 Kabupaten. Lokasi Pengembangan kawasan Kedelai sebanyak 21 Provinsi dan 107 Kabupaten. Sedangkan lokasi pengembangan Ubi Kayu sebanyak 18 Provins 70 Kabupaten. Adapun Lokasi masing-masing komoditas terlampir (lampiran 1). Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 27

46 2.6. Strategi Pengembangan Kawasan Beberapa strategi yang perlu dijalankan dalam pengembangan kawasan tanaman pangan kedepan yaitu : 1. Strategi penguatan perencanaan pengembangan kawasan Aspek penguatan perencanaan membutuhkan instrumen perencanaan yang mencakup : a. Peta Spasial Tematik Pertanian Penyusunan kriteria teknis kawasan pertanian harus merujuk pada peta-peta spasial tematik pertanian yang tersedia atau telah diterbitkan oleh Kementerian Pertanian sebagai instrumen perencanaan yang berbasis spasial. b. Masterplan Kawasan Pertanian Rencana strategis satuan kerja yang menyelenggarakan urusan pertanian di daerah provinsi membutuhkan penjabaran ke dalam Masterplan sebagai dokumen perencanaan strategis regional yang lebih terarah dan terukur. Hal tersebut dilakukan dalam rangka memperoleh gambaran utuh kondisi eksistig dan rencana pengembangan komoditas sekurang-kurangnya selama 5 (tahun) ke depan. c. Action Plan Kawasan Pertanian Masterplan yang telah disusun dapat dijabarkan lebih lanjut ke dalam Action Plan sebagai dokumen perencanaan operasional yang lebih rinci serta fokus pada lokasi kegiatan dan pelaku. 2. Strategi penguatan kerjasama dan kemitraan Penguatan kerjasama dapat dilakukan baik dengan kelompok yang lain maupun pihak pihak lain misalnya : lembaga pemerintah, Bank, Perusahaan, LSM dan lain sebagainya baik nasional maupun internasional. Bentuk kerjasama yang dilakukan dapat bermacam-macam misalnya : penyediaan saprodi, kerjasama pemasaran hasil, penyediaan modal, penyediaan teknologi, transfer ilmu dan teknologi, dan masih banyak lagi bentuk bentuk kerjasama lainnya yang bisa dilakukan. 28 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

47 Penguatan kemitraan bermaksud untuk membangun kerjasama dengan perusahaan, pemerintah dan organisasi yang mampu membawa sumber daya baru dan kredibilitas untuk pengembangan kawasan pertanian. 3. Strategi penguatan sarana dan prasarana Penguatan sarana dan prasarana pertanian harus ditingkatkan lagi untuk menunjang kebutuhan petani sebagai ujung tombak swasembada pangan. Dalam hal ini pemerintah telah mengalokasikan bantuan pemerintah berupa sarana dan prasarana pertanian yang bersumber dari anggaran APBN. Untuk selanjutnya diharapkan adanya kontribusi dari pemerintah daerah dengan bersumber APBD untuk menunjang sarana dan prasarana pertanian. 4. Strategi penguatan Sumber Daya Manusia (SDM) Penguatan SDM merupakan usaha yang dilakukan untuk membentuk manusia yang berkualitas dengan memiliki keterampilan, kemampuan kerja dan loyalitas kerja. Penguatan SDM tidak hanya dilakukan kepada aparatur pemerintah tetapi juga terhadap petani/masyarakat. Strategi penguatan SDM dapat dilakukan dengan cara : a. meningkatkan pendidikan b. melalui pelatihan budidaya dan agribisnis serta pelatihan lainnya c. pembinaan d. rekruitmen yang bertujuan untuk memperoleh SDM sesuai klasifikasi kebutuhan. 5. Strategi penguatan kelembagaan Penguatan kelembagaan dilakukan tidak hanya sekedar mengkatifkan atau mengadakan kelembagaan tetapi perlu disempurnakan struktur kelembagaan, mekanisme kerjanya, semangatnya dan komitmennya. Pendekatan kelembagaan telah menjadi strategi penting dalam pembangunan pertanian. Pengembangan kelembagaan pertanian baik formal maupun informal harus memberikan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 29

48 peran berarti di perdesaan. Hal tersebut dapat dilakukan diantaranya dengan: a. Peran antar lembaga pendidikan dan pelatihan, Balai Penelitian dan Penyuluhan (BPP) harus terkoordinasi dengan baik. b. Fungsi dan keberadaan lembaga penyuluhan dimanfaatkan secara baik. c. Meningkatkan koordinasi dan kinerja lembaga keuangan perbankan perdesaan. d. Koperasi perdesaan yang bergerak di sektor pertanian dioptimumkan. e. Keberadaan lembaga-lembaga tradisional di perdesaan dimanfaatkan secara optimal. 6. Strategi penguatan adopsi teknologi bioindustri dan bioenergi Upaya Kementerian Pertanian dalam rangka pengembangan dan penguatan bioindustri dan bioenergi diantaranya sebagai berikut: a. Menyusun peta jalan pengembangan bahan baku bioindustri dan bioenergi; b. Penguatan pasokan hasil produksi komoditas bahan baku bioindustri dan bioenergi melalui pola kawasan produksi; c. Mengembangkan industri pengolahan sederhana berbasis di pedesaan; d. Mendorong industri menerapkan zero waste management; e. Mendorong berkembangnya pengolahan lanjutan di dalam negeri dari komoditas pertanian dengan mengacu pohon industri yang ada dan berkembang. f. Mendorong investasi PMA dan PMDN bidang pengolahan hasil pertanian terutama berteknologi menengah dan tinggi. 7. Strategi pengembangan industri hilir Srategi pengembangan industri hilir tanaman pangan diantaranya sebagai berikut : a. memperkuat pengembangan hulu - hilir industri tanaman pangan, yaitu dengan cara menggalakkan kembali sistem 30 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

49 kemitraan antara perusahaan dan petani, meningkatkan kapasitas dan kualitas produk antara yang dihasilkan dalam jangka pendek, dan mendorong pengembangan industri hilir tanaman pangan yang mampu menghasilkan produk - produk akhir yang bernilai tambah tinggi dalam jangka menengah dan panjang. Aspek penguatan perencanaan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dapat dibagi ke dalam tahap-tahap: 1. Penentuan Kriteria Teknis Kawasan; 2. Penyusunan Masterplan (disusun di tingkat provinsi mencakup kabupaten/kota yang potensial untuk dikembangkan sebagai Kawasan Pertanian); 3. Penyusunan Action Plan (disusun di tingkat kabupaten/kota yang potensial untuk dikembangkan sebagai Kawasan Tanaman Pangan); 4. Sinkronisasi Rencana Pengembangan Kawasan Lingkup Provinsi 5. Sinkronisasi Rencana Pengembangan Kawasan Lingkup Eselon I Kementerian Pertanian. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 31

50 32 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

51 BAB III TUGAS DAN TANGGUNGJAWAB PROVINSI DAN KABUPATEN 3.1. Tugas dan Tanggungjawab Provinsi Dalam penguatan perencanaan pengembangan kawasan pertanian, Provinsi menyusun Masterplan yang merupakan dokumen rancangan pengembangan kawasan pertanian ditingkat Provinsi yang disusun secara teknokratik, bertahap dan berkelanjutan sesuai potensi dari aspek daya dukung dan daya tampung sumberdaya, sosial ekonomi, dan tata ruang wilayah. Penyusunan Masterplan melibatkan segenap pemangku kepentingan yang ada di tingkat provinsi dan di tingkat kabupaten/kota dengan memperhatikan tata ruang wilayah dan kebijakan strategis yang ada di daerah. Masterplan ditetapkan dengan keputusan gubernur Fungsi dan Manfaat Masterplan Fungsi Masterplan sebagai acuan teknis dalam menyusun arah pengembangan kawasan pertanian yang berskala regional sesuai agroekosistem dan kondisi sosial ekonomi di tingkat Provinsi. Manfaat Masterplan kawasan pertanian di tingkat Provinsi adalah sebagai berikut: 1. Sebagai acuan bagi provinsi dalam merancang strategi dan kebijakan serta merumuskan indikasi program dan kegiatan pengembangan kawasan pertanian secara terarah dan terfokus di tingkat Kabupaten/Kota. 2. Sebagai rujukan bagi Kabupaten/Kota untuk menyusun Action Plan pengembangan kawasan pertanian yang menjabarkan indikasi program dan kegiatan di dalam Masterplan ke dalam rencana yang lebih operasional termasuk alokasi dana yang diperlukan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 33

52 3. Sebagai acuan untuk mengevaluasi implementasi pengembangan kawasan pertanian Proses Penyusunan Masterplan Penyusunan Masterplan dilakukan dengan pendekatan politik, teknokratis, keterpaduan top down policy-bottom up planning, dan partisipatif. Proses penyusunan Masterplan sebagai berikut : 1. Masterplan disusun di tingkat Provinsi untuk satu komoditas atau beberapa komoditas yang disusun dan dikoordinasikan oleh Tim Teknis Provinsi. Masterplan dapat disusun dalam bentuk : a. gabungan semua komoditas yang ada di dalam satu sub sektor (tanaman pangan, hortikultura, perkebunan atau peternakan); b. gabungan beberapa komoditas dalam satu sub sektor; c. secara khusus hanya untuk satu jenis komoditas tergantung dari kontribusi komoditas tersebut terhadap perekonomian wilayah. 2. Penyusunannya memperhatikan dokumen perencanaan jangka menengah nasional di bidang pertanian, yaitu Renstra Kementerian Pertanian, RPJMD dan Renstra satuan kerja yang menyelenggarakan urusan pertanian dan satuan kerja penunjangnya di tingkat Provinsi. 3. Masterplan kawasan pertanian memuat substansi pokok sebagai berikut: a. Visi, misi, tujuan dan sasaran pengembangan kawasan; b. Isu-isu strategis terkait pengembangan kawasan; c. Arah kebijakan pengembangan kawasan di Kabupaten/ Kota yang potensial; d. Keterkaitan program dan kegiatan pengembangan kawasan pada aspek hulu, on farm, hilir dan penunjang serta terintegrasi dengan sektor pendukung lainnya; 34 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

53 e. Lay out atau tata letak jaringan infrastruktur dan kelembagaan di lingkup Provinsi serta keterkaitannya dengan struktur dan pola ruang wilayah Provinsi (dalam bentuk spasial); f. Road Map atau peta jalan pengembangan kawasan pertanian di lingkup Provinsi sebagai acuan penyusunan Action Plan Kabupaten/ Kota untuk sekurang-kurangnya selama 5 (lima) tahun ke depan. Sistematika atau outline Masterplan dapat dilihat pada lampiran Tugas dan Tanggungjawab Kabupaten Masterplan dan rencana strategis satuan kerja yang melaksanakan urusan pertanian di daerah kabupaten/kota membutuhkan penjabaran lebih lanjut ke dalam Action Plan sebagai dokumen perencanaan operasional yang lebih rinci serta fokus pada lokasi, kegitan dan pelaku. Penyusunan Action Plan melibatkan segenap pemangku kepentingan yang ada di tingkat kabupaten/kota dengan memperhatikan tata ruang wilayah dan kebijakan strategi yang ada di daerah; Action Plan ditetapkan dengan keputusan bupati/walikota Fungsi dan Manfaat Action Plan Action Plan disusun sebagai acuan teknis dalam menyusun rencana dan melaksanakan kegiatan pengembangan Kawasan Pertanian di tingkat kabupaten/kota. Substansi kegiatan yang dituangkan di dalam Action Plan menjadi rujukan utama dalam perencanaan tahunan yang diusulkan melalui mekanisme e- proposal. Manfaat Action Plan Kawasan Pertanian di tingkat kabupaten/kota meliputi: 1. Sebagai acuan operasional di tingkat lapangan dalam melaksanakan program dan kegiatan pengembangan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 35

54 Kawasan Pertanian secara terarah, fokus, bertahap dan berkesinambungan; 2. Sebagai rujukan bagi daerah kabupaten/kota dalam menigkatkan kualitas usulan e-proposal; 3. Sebagai acuan untuk memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program dan kegiatan pengembangan Kawasan Pertanian sesuai tahapan dan sasaran yang direncanakan Proses Penyusunan Action Plan Penyusunan Action Plan dilakukan dengan menggunakan pendekatan partisipatif dengan melibatkan para pemangku kepentingan mulai dari petani, aparatur pembina teknis terutama penyuluh pertanian serta pelaku usaha. Proses penyusunan Action Plan sebagai berikut: 1. Disusun disetiap Kabupaten/Kota lokasi Kawasan Pertanian oleh tim penyusun Action Plan yang dikoordinasikan oleh Tim Teknis Kabupaten/Kota dengan didampingi oleh Tim Teknis Provinsi; 2. Memperhatikan Masterplan yang disusun di Provinsi dan dokumen perencanaan jangka menengah daerah di bidang pertanian, yaitu RPJMD dan rencana strategis satuan kerja yang melaksanakan urusan pertanian di Kabupaten/Kota dan satuan kerja penunjangnya. 3. Dokumen utama Action Plan disusun dalam bentuk matrik tahunan yang mencakup : a. Program kegiatan; b. Indikator; c. Sasaran; d. Lokasi kegiatan di Kecamatan dan Desa; e. Satuan kerja pelaksana kegiatan; f. Rencana kebutuhan dan sumber pendanaan. 4. Keseluruhan matrik-matrik tahunan tersebut selanjutnya direkapitulasi ke dalam satu matrik induk untuk kegiatan selama 5 tahun, adapun matrik-matrik tahunannya dijadikan 36 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

55 sebagai lampiran dokumen Action Plan. Matrik Tahunan Action Plan terlampir (lampiran 3). Untuk mengisi substansi dari matrik Action Plan dilakukan melalui proses perencanaan partisipatif guna menggali permasalahan dan kebutuhan nyata dilapangan yang dirumuskan menjadi serangkaian daftar rencana kegiatan yang disepakati para pemangku kepentingan. Contoh matrik rekapitulasi rencana pembiayaan Action Plan Kawasan Pertanian dapat dilihat pada lampiran 4. Metode yang dapat digunakan dalam menggali permasalahan antara lain metode analisis pohon masalah (problem tree analysis), metode Important Performance Analysis (IPA) atau metode-metode lainnya. Untuk sistematika atau outline Action Plan kawasan pertanian dapat dilihat pada lampiran 5. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 37

56 38 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

57 BAB IV PEMBINAAN, PENGAWALAN, MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN 4.1. Pembinaan Pembinaan kegiatan dilaksanakan secara struktural organisasi untuk kelancaran dan ketertiban pelaksanaan program. Di tingkat Pusat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang didukung oleh Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian, Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian, Badan Litbang Pertanian serta Biro Perencanaan Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian. Di tingkat Provinsi dilakukan oleh Tim Pembina dan Tim Teknis Provinsi, sedangkan di tingkat Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Tim Pembina dan Tim teknis Kabupaten/ Kota. Pembinaan dilakukan melalui koordinasi, sinkronisasi, persiapan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi terhadap rencana dan hasil implementasi pengembangan kawasan di tingkat nasional, provinsi dan kabupaten/ kota Pengawalan dan Pendampingan Pengawalan dan pendampingan di tingkat Provinsi dilaksanakan secara koordinatif lintas sub sektor dan lintas sektor oleh Gubernur dengan memperhatikan kesinambungan kegiatan Provinsi dan Kabupaten/Kota serta mengupayakan sinergitas antar kegiatan pembangunan. Pengawalan dan pendampingan di tingkat Kabupaten/Kota dilakukan secara koordinatif oleh Bupati/Walikota dalam rangka menjamin keterkaitan dan keharmonisan antar kegiatan sehingga dapat secara efektif dan efisien mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 39

58 4.3. Monitoring dan Evaluasi Secara umum pelaksanaan monitoring dimaksudkan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dapat berjalan sesuai dengan Action Plan yang telah disusun. Adapun hasil evaluasi dimaksudkan untuk digunakan sebagai umpan balik dan masukan dalam penyempurnaan dan tindak lanjut perencanaan sesuai tahaptahap rencana yang tertuang dalam Action Plan. Prinsip-prinsip umum dari pemantauan dan evaluasi sebagai berikut: 1. Ruang lingkup waktu pelaksanaan monitoring dan evaluasi mulai dari tahap pra pelaksanaan, pelaksanaan dan hasil pelaksanaan yang dilakukan secara reguler tiga bulanan, insidentil dan berjenjang. 2. Ruang lingkup substansi pemantauan dan evaluasi kegiatan pengembangan kawasan dilakukan terhadap rencana dan realisasi tahapan-tahapan yang tertuang dalam Action Plan. 3. Pelaksana pemantauan dan evaluasi sesuai dengan tanggung jawab tugas dan fungsi organisasi yang telah dibentuk. Proses dan metode pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pengembangan Kawasan Tanaman Pangan sebagai berikut: 1. Tim Teknis Pusat menyusun format acuan dan kuesioner umum dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di lingkup Nasional. 2. Tim Teknis Provinsi menjabarkan format acuan dan kuesioner di masing-masing provinsi dan mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di lingkup provinsi. 3. Tim Teknis Kabupaten/Kota mengkoordinasikan pelaksanaan kegiatan pemantauan dan evaluasi pengembangan Kawasan Pertanian di lingkup kabupaten/kota sesuai format acuan dan kuesioner yang disusun oleh Tim Teknis Provinsi. 40 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

59 4. Guna menjamin obyektivitas hasil evaluasi, proses evaluasi dilakukan secara partisipatif dengan menggunakan metode Project Performance Management System (PPMS) yang melibatkan petani dan pelaku usaha sebagai penerima manfaat. 5. Kegiatan pemantauan dan evaluasi dilakukan dengan: (1) membandingkan realisasi program/kegiatan dibandingkan dengan targetnya; (2) menyusun check list kriteria keberhasilan pada aspek manajerial dan teknis; (3) mengukur progress dari tahapan pengembangan kawasan; dan (4) mengidentifikasi masalah dan solusi serta usulan tindak lanjut Pelaporan Pelaporan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan difokuskan pada aspek teknis kinerja pengembangan sesuai Masterplan dan Action Plan di masing-masing daerah. Adapun laporan administrasi keuangan dan aset dilaksanakan masingmasing satuan kerja sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Laporan teknis kinerja pengembangan kawasan merupakan laporan yang bersifat substantif dan komprehensif berbentuk laporan tinjauan hasil (tengah tahunan) dan laporan tahunan. Substansi pelaporan menyajikan hasil pemantauan dan evaluasi pengembangan kawasan, mencakup: (1) jenis-jenis kegiatan yang telah dilaksanakan; (2) hasil dari kegiatan berupa output dan outcome sesuai indikator kinerja; (3) check list kriteria keberhasilan baik aspek manajemen dan aspek teknis; (4) capaian tahapan pengembangan kawasan; dan (5) permasalahan, solusi dan usulan tindak lanjut. Proses dan metode pelaksanaan pelaporan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan sebagai berikut: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 41

60 1. Tim Teknis Kabupaten/Kota melaporkan pelaksanaan kegiatan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta kinerja pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di lingkup kabupaten/kota dalam bentuk laporan tinjauan hasil (tengah tahunan) dan laporan tahunan kepada Tim Teknis Provinsi dan Bupati/Walikota melalui Tim Pembina Kabupaten/Kota. 2. Tim Teknis Provinsi melaporkan pelaksanaan kegiatan pembinaan, monitoring dan evaluasi serta kinerja pengembangan Kawasan Tanaman Pangan seluruh kabupaten/kota di lingkup provinsi dalam bentuk laporan tinjauan hasil (tengah tahunan) dan laporan tahunan kepada Tim Teknis Pusat dan Gubernur/Kepala Daerah melalui Tim Pembina Provinsi. 3. Tim Teknis Pusat melaporkan pelaksanaan kegiatan pembinaan, pemantauan dan evaluasi serta kinerja pengembangan Kawasan Tanaman Pangan di lingkup nasional dalam bentuk laporan tinjauan hasil (tengah tahunan) dan laporan tahunan kepada Menteri Pertanian melalui Tim Pengarah Pusat. 42 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

61 BAB V PENUTUP Keberhasilan pelaksanaan program, kegiatan dan anggaran berbasis kinerja sangat tergantung pada komitmen dan konsistensi baik aparatur negara, kepercayaan masyarakat serta motivasi peningkatan kualitas kinerja pemerintah. Untuk itu, perlu terus ditingkatkan keterpaduan pelaksanaan pembangunan tanaman pangan melalui pemantapan sistem dan metoda perencanaan, peningkatan kualitas sumberdaya manusia, penataan kelembagaan, dan peningkatan koordinasi antar instansi terkait. Penetapan kawasan tanaman pangan ini diperlukan untuk memudahkan dalam penumbuhan dan pengembangan kawasan tanaman pangan berbasis agribisnis mulai dari penyediaan sarana produksi, budidaya, pengolahan pasca panen dan pemasaran serta kegiatan pendukungnya secara terpadu, terintegrasi dan berkelanjutan. Kawasan tanaman pangan akan menjadi suatu wilayah yang akan terus berkembang, oleh karena itu perlu ada proses perencanaan dan pengembangan yang berkelanjutan, terintegrasi dan sinergitas. Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi perencana dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan pertanian khususnya tanaman pangan baik di Pusat/Provinsi/Kabupaten/Kota. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 43

62 44 Petunjuk Teknis Petunjuk Teknis Pengembangan Pengembangan Kawasan Kawasan TanamanTanaman Pangan Pangan

63 Lampiran Direktorat Direktorat Jenderal Jenderal Tanaman Tanaman Pangan Pangan Kementerian Pertanian 45

64 46 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

65 Lampiran 1. Lokasi Pengembangan Kawasan Pertanian Nasional Komoditas Prioritas Tanaman Pangan NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 1 Aceh 1 Aceh Barat v 2 Aceh Barat Daya v 3 Aceh Besar v v 4 Aceh Jaya v 5 Aceh Selatan v v 6 Aceh Tamiang v v v v 7 Aceh Tenggara v v 8 Aceh Timur v v v v 9 Aceh Utara v v v 10 Bireuen v v v 11 Gayo Lues v v 12 Nagan Raya v 13 Pidie v v 14 Pidie Jaya v v 15 Simeuleu v 2 Sumatera Utara 16 Asahan v 17 Batu Bara v 18 Padang Lawas v 19 Deli Serdang v 20 Gunung Sitoli v 21 Humbang Hasundutan v 22 Labuhan Batu v 23 Labuhan Batu Utara v 24 Langkat v 25 Mandailing Natal v 26 Nias v 27 Nias Barat v 28 Nias Selatan v 29 Nias Utara v 30 Padang Lawas Utara v 31 Serdang Bedagai v 32 Simalungun v 33 Tapanuli Selatan v 34 Tapanuli Tengah v 35 Tapanuli Utara v 36 Toba Samosir v 37 Binjai v 38 Dairi v 39 Karo v 40 Labuhan Batu Selatan v 41 Padang Sidempuan v 42 Pakpak Bharat v 43 Samosir v 44 Tebing Tinggi v 45 Pematang Siantar v Direktorat Direktorat Jenderal Jenderal Tanaman Tanaman Pangan Pangan Kementerian Pertanian 47

66 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 3 Riau 46 Indragiri Hilir v 47 Indragiri Hulu v 48 Kuantan Singingi v 49 Bengkalis v 50 Kampar v 51 Kepulauan Meranti v 52 Pelalawan v v 53 Rokan Hilir v v 54 Rokan Hulu v v 55 Siak v 4 Jambi 56 Bungo v 57 Kerinci v v 58 Kota Sungai Penuh v 59 Merangin v v v 60 Sarolangun v 61 Tanjung Jabung Barat v 62 Tanjung Jabung Timur v v v v 63 Tebo v v 64 Muaro Jambi v v v 5 Sumatera Barat 65 Agam v v v 66 Dharmasraya v 67 Padang Pariaman v v 68 Pasaman v 69 Pasaman Barat v 70 Pesisir Selatan v v 71 Sijunjung v 72 Solok v 73 Solok Selatan v v 74 Lima Puluh Kota v v v 75 Tanah Datar v v v 6 Sumatera Selatan 76 Banyuasin v v v v 77 Empat Lawang v 78 Lahat v v 79 Muara Enim v 80 Musi Banyuasin v v 81 Musi Rawas v 82 Ogan Ilir v 83 Ogan Komering Ilir v 84 Ogan Komering Ulu Selatan v 85 Ogan Komering Ulu Timur v v 86 Ogan Komering Ulu v 48 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

67 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 7 Lampung 88 Lampung Barat v v 89 Lampung Selatan v v v v 90 Lampung Tengah v v v v 91 Lampung Timur v v v v 92 Lampung Utara v v v 93 Mesuji v v v 94 Pesawaran v v v 95 Pesisir Barat v 96 Pringsewu v v 97 Tanggamus v 98 Tulang Bawang v v v 99 Tulang Bawang Barat v v 100 Way Kanan v v 101 Kota Metro v 8 Bengkulu 102 Bengkulu Selatan v v 103 Bengkulu Tengah v 104 Bengkulu Utara v 105 Kaur v 106 Kepahiang v 107 Lebong v 108 Muko-Muko v v 109 Rejang Lebong v 110 Seluma v 9 Bangka Belitung 111 Bangka Selatan v v 10 Jawa Barat 112 Bandung v v v 113 Bandung Barat v v 114 Bekasi v 115 Bogor v v 116 Ciamis v v v 117 Cianjur v v v v 118 Cirebon v 119 Garut v v v v 120 Indramayu v v v 121 Karawang v 122 Kota Banjar v 123 Kota Tasikmalaya v v 124 Kuningan v 125 Majalengka v v v 126 Pangandaran v v 127 Purwakarta v v v 128 Subang v v 129 Sukabumi v v v v 130 Sumedang v v v v 131 Tasikmalaya v v v v Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 49

68 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 11 Jawa Tengah 132 Blora v v v 133 Boyolali v v 134 Brebes v v v 135 Cilacap v v 136 Demak v v 137 Grobogan v v v 138 Karanganyar v 139 Kebumen v v 140 Klaten v v 141 Pati v v v v 142 Pemalang v 143 Sragen v v v 144 Sukoharjo v v 145 Temanggung v 146 Wonogiri v v v 147 Purworejo v v 148 Kendal v v 149 Rembang v v 150 Tegal v 151 Banyumas v 152 Wonosobo v 12 D.I.Y 153 Bantul v v v 154 Gunung Kidul v v v 155 Kulon Progo v v v 156 Sleman v v 13 Jawa Timur 157 Bangkalan v v 158 Banyuwangi v v v 159 Blitar v v 160 Bojonegoro v 161 Bondowoso v 162 Gresik v v 163 Jember v v v 164 Jombang v v v 165 Kediri v v 166 Lamongan v v v 167 Lumajang v v v 168 Madiun v v v 169 Magetan v v v 170 Malang v v v 171 Mojokerto v v v 172 Nganjuk v v v 173 Ngawi v v v 174 Pacitan v v v 175 Pamekasan v v 176 Pasuruan v v 177 Ponorogo v v v v 178 Probolinggo v v 179 Sampang v v v v 180 Sidoarjo v 181 Situbondo v v 182 Sumenep v v v 183 Trenggalek v v v v 184 Tuban v v 185 Tulungagung v v v 50 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

69 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 14 Banten 186 Kota Serang v 187 Lebak v v 188 Pandeglang v v v 189 Serang v v 190 Tangerang v 15 Bali 191 Badung v 192 Bangli v 193 Buleleng v v 194 Gianyar v 195 Jembarana v 196 Karangasem v v 197 Klungkung v 198 Kota Denpasar v 199 Tabanan v 16 NTB 200 Dompu v v v 201 Bima v v v 202 Kota Mataram v 203 Lombok Barat v v v 204 Lombok Tengah v v 205 Lombok Timur v v v 206 Lombok Utara v v 207 Sumbawa v v v 208 Sumbawa Barat v v v 209 Kota Bima v 17 NTT 210 Manggarai v 211 Manggarai Barat v v 212 Manggarai Timur v 213 Nagekeo v v 214 Ngada v v 215 Rote Ndao v 216 Sumba Barat v 217 Sumba Barat Daya v 218 Sumba Tengah v 219 Sumba Timur v 220 Belu v 221 Flores Timur v 222 Kupang v 223 Lembata v 224 Malaka v 225 Sikka v v 226 Timor Tengah Selatan v 227 Timor Tengah Utara v 228 Ende v 18 Kalimantan Barat 229 Kapuas Hulu v 230 Kubu Raya v 231 Sambas v 232 Sanggau v 233 Bengkayang v Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 51

70 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 19 Kalimantan Tengah 234 Barito Selatan v 235 Barito Timur v 236 Barito Utara v 237 Kapuas v 238 Katingan v 239 Kota Waringin Barat v v 240 Kota Waringin Timur v v 241 Lamandau v v 242 Pulang Pisau v 243 Seruyan v v 244 Sukamara v v 20 Kalimantan Selatan 245 Balangan v 246 Banjar v v 247 Barito Kuala v 248 Hulu Sungai Selatan v 249 Hulu Sungai Tengah v 250 Hulu Sungai Utara v 251 Kotabaru v v 252 Tabalong v 253 Tanah Bumbu v 254 Tanah Laut v v v v 255 Tapin v 21 Kalimantan Timur 256 Kutai Kertanegara v v 257 Paser v 258 Penajam Paser Utara v 259 Berau v 260 KutaI Barat v 261 Kutai Timur v 22 Sulawesi Utara 262 Bolaang Mongondow v v v 263 Bolaang Mongondow Utara v v 264 Bolaang Mongondow Timur v 265 Minahasa Selatan v v v 266 Minahasa Utara v 267 Minahasa Tenggara v v 268 Bolaang Mongondow Selatan v 269 Kota Tomohon v 270 Minahasa v v v 271 Kota Kotamobagu v 52 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

71 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 23 Sulawesi Selatan 272 Barru v 273 Bone v v v 274 Bulukumba v v v 275 Gowa v v v 276 Luwu v v 277 Luwu Timur v v 278 Luwu Utara v v 279 Maros v v v 280 Pangkajene Kepulauan v 281 Pinrang v 282 Sidenreng Rappang v 283 Sinjai v 284 Soppeng v v 285 Takalar v v 286 Wajo v v 287 Bantaeng v 288 Kota Palopo v 289 Jeneponto v v 24 Sulawesi Tengah 290 Banggai v v v 291 Buol v v 292 Donggala v v 293 Morowali v 294 Morowali Utara v v 295 Parigi Moutong v v v 296 Poso v v v v 297 Sigi v v v 298 Toli-toli v 299 Tojo Una-Una v v 25 Sulawesi Tenggara 300 Konawe v v 301 Konawe Selatan v v v v 302 Bombana v v v 303 Kolaka Timur v v v 304 Kolaka v v v 305 Kolaka Utara v v 306 Buton v v v 307 Buton Utara v v v 308 Kota Bau-bau v v 309 Kota Kendari v 310 Muna v v v 311 Muna Barat v v 312 Konawe Utara v 313 Wakatobi v 26 Gorontalo 314 Boalemo v v 315 Gorontalo v v 316 Pohuwato v v v 317 Gorontalo Utara v v 318 Bone Bolango v Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 53

72 NO. PROVINSI KABUPATEN/KOTA Padi Jagung Kedelai Ubi Kayu 27 Sulawesi Barat 319 Polewali Mandar v v v 320 Mamasa v v 321 Mamuju v v 322 Mamuju Tengah v v v 323 Mamuju Utara v v v 324 Majene v v 28 Maluku 325 Buru v 326 Maluku Tengah v v 327 Seram Bagian Barat v v 328 Seram Bagian Timur v v 329 Maluku Barat Daya v 330 Maluku Tenggara Barat v 29 Maluku Utara 331 Halmahera Timur v 332 Halmahera Utara v v v 333 Halmahera Barat v v v 334 Halmahera Selatan v v v 335 Halmahera Tengah v 336 Kota Tidore v 30 Papua Barat 337 Manokwari v 31 Papua 338 Merauke v v 339 Nabire v 340 Keerom v 341 Jayapura v v 54 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

73 Lampiran 2. Sistematika atau outline Masterplan KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN OUTLINE PENYUSUNAN MASTERPLAN KOMODITAS TANAMAN PANGAN I. PENDAHULUAN Berisi uraian mengenai latar belakang, maksud, tujuan dan sasaran, dasar hukum, konsep dan definisi serta ruang lingkup Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan dan Sasaran 1.3. Dasar Hukum 1.4. Konsep dan Definisi 1.5. Ruang Lingkup II. III. ARAH DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN Uraian ini bertujuan untuk menjabarkan gambaran umum kawasan, isu-isu strategis terkait pengembangan kawasan tanaman pangan. Selanjutnya dibahas pula sinergitas program dan kegiatan antara pusat dan daerah Gambaran Umum Kawasan 2.2. Isu Strategis dalam Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan 2.3. Arah dan Kebijakan (pusat dan daerah) a. Visi Pengembangan Kawasan b. Misi Pengembangan Kawasan (dalam rangka mencapai visi) c. Keterkaitan Dengan Program Prioritas (RPJMN, Renstra K/L dan RPJMD) KERANGKA PIKIR Menjelaskan kerangka dasar penyusunan Masterplan pengembangan Kawasan Tanaman Pangan mulai dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 55

74 kondisi eksisting, analisis potensi, analisis kesenjangan dan peluang peningkatan, hingga Road Map pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dalam bentuk bagan alur pikir pembentukan atau pengembangan kawasan. IV. METODOLOGI Mencakup jenis data yang diperlukan dan sumbernya, metode pengumpulan serta pengolahan dan analisisnya sesuai dengan kerangka pikir pengembangan Kawasan Tanaman Pangan Data teknis, data sosial ekonomi dan data pendukung lainnya Metode pengumpulan, pengolahan dan analisis data. V. ANALISIS PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN Menjelaskan pembahasan analisis mengenai kondisi kawasan saat ini, potensi pengembagnan Kawasan Tanaman Pangan dan senjang antara kondisi saat ini dan potensi Kondisi kawasan saat ini 5.2. Potensi kapasitas daya dukung dan daya tampung kawasan 5.3. Senjang (gap) antara kondisi saat ini dan potensi yang mencakup: luas baku lahan, luas tanam/populasi, produksi, produktivitas, prasarana dan sarana penunjang, kondisi sosial ekonomi, SDM (petani dan aparatur lapangan), pasca panen dan pengolahan, pemasaran dan kebutuhan investasi. VI. STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Menjelaskan formulasi strategi dan indikasi program pengembangan Kawasan Pertanian, mencakup: 6.1. Pengembangan infrastruktur dasar yang relevan (transportasi, perumahan, pendidikan, energi, industri, komunikasi, dll Penyediaan saranda dan prasarana pertanian. 56 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

75 VII. VIII. IX Peningkatan produksi/populasi melalui: produktivitas, perluasan areal, perluasan tanam/panen dan diversifikasi Pengembangan pasca panen, pengolahan dan pemasaran Pengembangan dan pembinaan teknologi dan sumber daya manusia Skenario kerjasama pembiayaan (swadaya dan APBD/APBN) dan investasi. ROAD MAP PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN Berisi simulasi garis-garis besar: kondisi saat ini, kebijakan dan strategi, tahapan dan sasaran akhir pengembangan kawasan di tingkat provinsi selama 5 (lima) tahun ke depan (dalam bentuk bagan alir/skema) INDIKATOR KEBERHASILAN Berisi tujuan dan sasaran yang ingin dicapai dari pengembangan kawasan terhadap pembangunan wilayah (NTP, produksi/populasi, diversifikasi produk, perdangann, investasi, penyerapan tenaga kerja, PDRB, dll) SISTEM PEMANTAUAN, EVALUASI DAN PELAPORAN 9.1. Pemantauan dan Evaluasi 9.2. Pelaporan X. RANCANGAN TATA LETAK KAWASAN TANAMAN PANGAN Berisi gambaran simulasi peta tata letak jaringan infrastruktur dan kelembagaan (di dalam struktur dan pola ruang wilayah). LAMPIRAN 1. Tabel target produksi/populasi di tiap kabupaten/kota 2. Tabel target perluasan areal di tiap kabupaten/kota 3. Peta-peta Kawasan Tanaman Pangan skala 1: s/d 1: Lampiran lainnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 57

76 Lampiran 3. Contoh Matrik Tahunan Action Plan Tahun Pelaksanaan : NO Sasaran Sasaran Rencana Pembiayaan Rencana Pembiayaan Program, Lokasi Lokasi Satker Satker Indikator (ton, (ton, ha, ha, APBD APBD APBD Kegiatan Kec/Desa Kec/Desa Pelaksana Pelaksana APBN APBN unt, dll) unt, dll) Prov Kab/Kota Prov Kab/Kota Hulu Produksi Hilir Penunjang Jumlah Jumlah Kebutuhan Anggaran Anggaran Lampiran 4. Matrik Rekapitulasi Rencana Pembiayaan Action Plan Kawasan Pertanian NO Total Total Sasaran Sasaran Total Kebutuhan Total Kebutuhan Anggaran Tahun Anggaran I s/d Tahun V I s/d Tahun V Program, Program, Program, APBN APBN APBD Prov APBD Prov APBD Kab APBD Kab Kegiatan Kegiatan Kegiatan I III IIII IVIII V IV I V II IIII IV II VIII I IV II V III I IV IIV III IV V Total Anggaran 58 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

77 Lampiran 5. Sistematika atau outline Action Plan Kawasan Pertanian KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR LAMPIRAN OUTLINE PENYUSUNAN ACTION PLAN KAWASAN TANAMAN PANGAN I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Maksud, Tujuan, dan Sasaran 1.3. Dasar Hukum II. RANCANGAN PROGRAM DAN KEGIATAN 2.1. Sasaran Program dan Kegiatan 2.2. Rencana Pelaksanaan Kegiatan a. Lokasi (Kec/Desa) b. Waktu c. Satker Pelaksana d. Rencana Pembiayaan 2.3. Indikator III. MANAJEMEN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN 3.1. Koordinasi Implementasi Kawasan 3.2. Pemantauan, Evaluasi dan Pelaporan LAMPIRAN Matrik Program Action Plan Rekapitulasia Matrik Program Action Plan Peta Kawasan Pertanian Skala 1: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian 59

78 60 Petunjuk Teknis Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

2013, No.1041 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 5 2013, No.1041 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 79/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN KESESUAIAN LAHAN PADA KOMODITAS TANAMAN PANGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa kesesuaian

Lebih terperinci

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi

Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Karakteristik dan Kesesuaian Lahan Tanaman Cabai & Bawang Merah Dr. Dedi Nursyamsi Kepala BB. Litbang Sumber Daya Lahan Pertanian Topik bahasan : KONSEP DASAR EVALUASI LAHAN SYARAT TUMBUH CABAI & BAWANG

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1992 Nomor No.1832, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Kawasan Pertanian. Pengembangan. Pedoman. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 56/Permentan/RC.040/11/2016 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 46 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN PENGEMBANGAN DAN PEMBINAAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI...

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) tanaman kelapa sawit diantaranya Divisi Embryophyta Siphonagama, Sub-devisio 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kelapa Sawit(Elaeis guineensis) Kelapa sawit (Elaeis guineensis) berasal dari Afrika dan Brazil. Di Brazil, tanaman ini tumbuh secara liar di tepi sungai. Klasifikasi dan pengenalan

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal

Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.2 (2015) 001-004 http://www... Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Kacang Tanah di Desa Sampuran, Kecamatan Ranto Baek, Kabupaten Mandailing Natal Endang

Lebih terperinci

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C)

Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Lampiran 1 : Data suhu udara di daerah Kebun Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang ( 0 C) Bln/Thn 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 Total Rataan Jan 25.9 23.3 24.0 24.4 24.7

Lebih terperinci

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat :

HAMDAN SYUKRAN LILLAH, SHALATAN WA SALAMAN ALA RASULILLAH. Yang terhormat : SAMBUTAN KADISTAN ACEH PADA ACARA WORKSHOP/PERTEMUAN PERENCANAAN WILAYAH (REVIEW MASTER PLAN) PENGEMBANGAN KAWASAN PERTANIAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA ACEH DI GRAND NANGGROE HOTEL BANDA ACEH TANGGAL

Lebih terperinci

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI

KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI TOPIC KESESUIAN OF MANUSCRIPT LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2. No.2 (2015) 17-21 http:www... KESESUAIAN LAHAN DI POLITEKNIK PERTANIAN NEGERI PAYAKUMBUH UNTUK BUDIDAYA KEDELAI Puspita Handayani

Lebih terperinci

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN 2012, No.205 4 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN, PANGAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Durian 1. Karakteristik tanaman durian Durian (Durio zibethinus Murr.) merupakan salah satu tanaman hasil perkebunan yang telah lama dikenal oleh masyarakat yang pada umumnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit

Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Lampiran 1. Kriteria Kelas Kesesuaian Lahan Kelapa sawit Persyaratan penggunaan lahan/ karakteristik lahan Temperatur (tc) Temperatur rerata ( C) 25-28 22 25 28 32 Kelas keesuaian lahan S1 S2 S3 N Ketersedian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Lahan Pasir Pantai. hubungannya dengan tanah dan pembentukkannya. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Lahan Pasir Pantai Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim relief/topografi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan,

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) 1. Karakteristik Tanaman Ubi Jalar Tanaman ubi jalar tergolong famili Convolvulaceae suku Kangkungkangkungan, dan terdiri dari 400 species. Ubi jalar

Lebih terperinci

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN

Mela Febrianti * 1. Pendahuluan. Abstrak KESESUAIAN LAHAN KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No. 2 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kopi, Sawit, Jagung, Kayu Manis, Kelapa, Tembakau, Kedelai, Kakao

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993)

TINJAUAN PUSTAKA. yang mungkin dikembangkan (FAO, 1976). Vink, 1975 dalam Karim (1993) TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Evaluasi Lahan Evaluasi lahan adalah proses penilaian penampilan atau keragaman lahan jika dipergunakan untuk tujuan tertentu, meliputi pelaksanaan dan interpretasi survei serta

Lebih terperinci

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara

Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia. Universitas Sumatera Utara Lampiran 1. Peta/ luas areal statement kebun helvetia Lampiran 2. Struktur organisasi Kebun Helvetia STRUKTUR ORGANISASI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO) KEBUN HELVETIA WILAYAH HELVETIA MANAGER Kadis

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 020-024 http://www.perpustakaan.politanipyk.ac.id Kesesuaian Lahan Jagung Pada Tanah Mineral dipoliteknik Pertanian Negeri Payakumbuh Moratuah

Lebih terperinci

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI)

PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) PENINGKATAN PRODUKSI DAN PRODUKTIVITAS TANAMAN TAHUNAN PEDOMAN TEKNIS KOORDINASI KEGIATAN PENGEMBANGAN TANAMAN TAHUNAN TAHUN 2015 (REVISI) DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET 2015

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 76/Permentan/OT.140/12/2012 TENTANG SYARAT DAN TATA CARA PENETAPAN PRODUK UNGGULAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teoritis 2.1.1 Gambaran Umum Lahan Pertanian di Area Wisata Posong Desa Tlahap terletak di Kecamatan Kledung, Kabupaten Temanggung tepatnya pada koordinat 7 19 20.87-7

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

LAMPIRAN. Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) LAMPIRAN Lampiran 1. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) Persyaratan Penggunaan/Karakteristik Lahan Temperatur (tc) Temperatur ratarata ( 0 C) 1618 14 16 Ketersediaan Air (wa)

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 19982007 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 1998 77 72 117 106 68 30 30 227 58 76 58 63

Lebih terperinci

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K

2012, No.62 2 Mengingat : 1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; 2. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang K LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.62, 2012 LINGKUNGAN HIDUP. Pengelolaan. Daerah Aliran Sungai. Pelaksanaan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5292) PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA

BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA BUPATI JEMBRANA PROVINSI BALI PERATURAN BUPATI JEMBRANA NOMOR 18 TAHUN 2016 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN KOMODITAS PERKEBUNAN KABUPATEN JEMBRANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JEMBRANA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 58/Permentan/OT.140/9/2012 TENTANG PERLINDUNGAN, PEMELIHARAAN, PEMULIHAN, SERTA PENINGKATAN FUNGSI LAHAN BUDIDAYA HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN. NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 49/Permentan/OT.140/10/2009 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa untuk mengoptimalkan

Lebih terperinci

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN

BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN BAB III TUJUAN, SASARAN, PROGRAM DAN KEGIATAN 3.1 Telaahan Terhadap Kebijakan Nasional Berdasarkan Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2010 2014 (Edisi Revisi Tahun 2011), Kementerian Pertanian mencanangkan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara

Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Lampiran 1. Data curah hujan di desa Sipahutar, Kecamatan Sipahutar, Kabupaten Tapanuli Utara Data curah hujan (mm) Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jan 237 131 163 79 152 162 208

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PENGELOLAAN AIR IRIGASI TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii

Lebih terperinci

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani

Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani KESESUAIAN LAHAN Kesesuian lahan untuk tanaman papaya dan durian dipolitani Ahmad Tohir 1, Hasnah Wita 1 1 Mahasiswi semester 3 Prodi. Tata Air Pertanian Jurusan Teknologi Pertanian Politeknik Pertanian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014).

I. TINJAUAN PUSTAKA. bahan induk, relief/ topografi dan waktu. Tanah juga merupakan fenomena alam. pasir, debu dan lempung (Gunawan Budiyanto, 2014). I. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah merupakan sebuah bahan yang berada di permukaan bumi yang terbentuk melalui hasil interaksi anatara 5 faktor yaitu iklim, organisme/ vegetasi, bahan induk,

Lebih terperinci

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BERITA DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 PERATURAN GUBERNUR NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KRITERIA DAN SYARAT KAWASAN PERTANIAN DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Jurnal Nasional Ecopedon JNEP Vol. 2 No.1 (2015) 038-042 http://www.perpustakaan politanipyk.ac.id. Kesesuaian Lahan Kayu Manis di Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Adeha Suryani1

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 29 TAHUN 2008 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN STRATEGIS CEPAT TUMBUH DI DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI DALAM NEGERI, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanah dan Lahan. bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanah dan Lahan Tanah adalah salah satu komponen lahan, berupa lapisan teratas kerak bumi, yang terdiri dari bahan mineral dan bahan organik, serta mempunyai sifat fisik, kimia,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya

Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Sosialisasi Undang-Undang 41/2009 beserta Peraturan Perundangan Turunannya Latar Belakang Permasalahan yang menghadang Upaya pencapaian 10 juta ton surplus beras di tahun 2014 : Alih fungsi lahan sawah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Deskripsi Profil

Lampiran 1. Deskripsi Profil Lampiran 1. Deskripsi Profil A. Profil pertama Lokasi : Desa Sinaman kecamatan Barus Jahe Kabupaten Tanah Karo Simbol : P1 Koordinat : 03 0 03 36,4 LU dan 98 0 33 24,3 BT Kemiringan : 5 % Fisiografi :

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN PERHUTANAN SOSIAL NOMOR: P. 1 /V-SET/2014 TENTANG PEDOMAN TEKNIS PEMBENTUKAN SENTRA HASIL HUTAN BUKAN KAYU UNGGULAN DIREKTUR JENDERAL

Lebih terperinci

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG

GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG 1 GUBERNUR JAWA TENGAH PERATURAN GUBERNUR JAWA TENGAH NOMOR 47 TAHUN 2013 TENTANG PETUNJUK TEKNIS KRITERIA, PERSYARATAN, DAN TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PROVINSI JAWA TENGAH

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA DRAF FINAL+MASUKAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/OT.210/3/2014 TENTANG PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENYELENGGARAAN HORTIKULTURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS

TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS 2018 TUGAS KULIAH SURVEI TANAH DAN EVALUASI LAHAN SETELAH UTS Sudarto, Aditya Nugraha Putra & Yosi Andika Laboratorium Pedologi dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan (PSISDL) 9/4/2018 TUGAS SURVEI TANAH

Lebih terperinci

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015

RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 RUMUSAN RAPAT KOORDINASI PANGAN TERPADU SE KALTIM TAHUN 2015 Pada Kamis dan Jumat, Tanggal Lima dan Enam Bulan Maret Tahun Dua Ribu Lima Belas bertempat di Samarinda, telah diselenggarakan Rapat Koordinasi

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 03/Permentan/OT.140/1/2011 TENTANG PEDOMAN PEMBINAAN TENAGA HARIAN LEPAS TENAGA BANTU PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh

Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh KESESUAIAN LAHAN Kesesuaian Lahan Tanaman Kelapa di Lahan Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh Fitriawati Sandri* Mahasiswi semester 6 Prodi. Manajemen Produksi Pertanian, Jurusan Budidaya Tanaman Pangan,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN

TATA CARA PENELITIAN IV. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Februari hingga Mei 2017 di Kecamatan Playen yang terletak di Kabupaten Gunungkidul serta Laboratorium Tanah Fakultas

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38/PERMEN-KP/2013 TENTANG KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENYULUHAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 72/Permentan/OT.140/10/2011 TENTANG PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

PENGANTAR. Surabaya, Desember 2015 Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur

PENGANTAR. Surabaya, Desember 2015 Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur [i] PENGANTAR Pertanian merupakan salah satu sektor andalan dalam menunjang perekonomian di Jawa Timur. Jadi sudah selayaknya unsur-unsur pembangunan pertanian tetap menjadi perhatian, salah satunya adalah

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan,

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, 12 III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai Januari sampai Maret 2017. Pengambilan sampel tanah dilakukan di Lahan pesisir Pantai Desa Bandengan, Kecamatan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Penetapan visi sebagai bagian dari perencanaan strategi, merupakan satu langkah penting dalam perjalanan suatu organisasi karena

Lebih terperinci

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA

DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA DUKUNGAN PASCAPANEN DAN PEMBINAAN USAHA PEDOMAN TEKNIS PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN TAHUN 2014 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN DESEMBER 2013 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2009 TENTANG PEDOMAN PENILAIAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang : a. bahwa semakin terbatasnya ketersediaan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 1 PERATURAN DAERAH PROVINSI SUMATERA SELATAN NOMOR 5 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI TERPADU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA SELATAN, Menimbang : a. bahwa Daerah

Lebih terperinci

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN

PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN PROVINSI ACEH PERATURAN BUPATI BIREUEN NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG PENGEMBANGAN KAWASAN PERDESAAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BIREUEN DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA BUPATI BIREUEN, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN

STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN 94 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura STRATEGI DAN KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA JAWA TIMUR Master Plan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan

Lebih terperinci

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN BAWANG MERAH (Allium ascalonicum L.) DI KECAMATAN MUARA KABUPATEN TAPANULI UTARA The Evaluation of Land Suitability Onion (Allium ascalonicum L.) in Muara Subdistrict

Lebih terperinci

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG

- 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG - 1 - PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA TIMUR NOMOR 13 TAHUN 2013 TENTANG PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA DAN KELURAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR JAWA TIMUR,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok

TINJAUAN PUSTAKA. A. Tanaman Singkong. prasejarah. Potensi singkong menjadikannya sebagai bahan makanan pokok II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Singkong 1. Karakteristik Tanaman Singkong Singkong atau cassava (Manihot esculenta) pertama kali dikenal di Amerika Selatan yang dikembangkan di Brasil dan Paraguay pada

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BULUKUMBA PROVINSI SULAWESI SELATAN PERATURAN BUPATI BULUKUMBA NOMOR 109 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BULUKUMBA NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERLINDUNGAN LAHAN

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PEMBIAYAAN PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 25/Permentan/PL.130/5/2008 TENTANG PEDOMAN PENUMBUHAN DAN PENGEMBANGAN USAHA PELAYANAN JASA ALAT DAN MESIN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN,

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi Dinas Pertanian Daerah Kabupaten Nganjuk Visi merupakan pandangan jauh ke depan, ke mana dan bagaimana Pembangunan Pertanian

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

DUKUNGAN MANAJEMEN DAN DUKUNGAN TEKNIS LAINNYA PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN TAHUN 2016

DUKUNGAN MANAJEMEN DAN DUKUNGAN TEKNIS LAINNYA PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN TAHUN 2016 DUKUNGAN MANAJEMEN DAN DUKUNGAN TEKNIS LAINNYA PEDOMAN TEKNIS PENYUSUNAN MASTERPLAN PENGEMBANGAN KAWASAN BERBASIS KOMODITAS PERKEBUNAN TAHUN 2016 DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN KEMENTERIAN PERTANIAN MARET

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011

LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 40/Permentan/SR.230/7/2015 TENTANG FASILITASI ASURANSI PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2011 TENTANG PENETAPAN DAN ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 81/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PEDOMAN TEKNIS TATA CARA ALIH FUNGSI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN

PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN PERATURAN MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : P.78/Menhut-II/2014 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN PROGRAMA PENYULUHAN KEHUTANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi yang terjadi saat ini telah melahirkan tuntutan kehidupan yang semakin

I. PENDAHULUAN. Era globalisasi yang terjadi saat ini telah melahirkan tuntutan kehidupan yang semakin 1 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Era globalisasi yang terjadi saat ini telah melahirkan tuntutan kehidupan yang semakin kompetitif bagi manusia, salah satunya dalam bidang pertanian. Penyusutan luas lahan

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2012 TENTANG PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa sesuai ketentuan

Lebih terperinci

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN

PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR : 72/Permentan/OT.140/10/2011 TANGGAL : 31 Oktober 2011 PEDOMAN FORMASI JABATAN FUNGSIONAL PENYULUH PERTANIAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Pembangunan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 80/Permentan/OT.140/8/2013 TENTANG KRITERIA DAN TATA CARA PENILAIAN PETANI BERPRESTASI TINGGI PADA LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN Menimbang : a. DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun

LAMPIRAN. Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun LAMPIRAN Lampiran 1. Data Jumlah Curah Hujan (milimeter) di Stasiun Onan Runggu Periode Tahun 20002009 Bln Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des THN 2000 47 99 147 114 65 19 56 64 220 32 225

Lebih terperinci

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da

2018, No Menteri Pertanian sebagaimana dimaksud dalam huruf a perlu ditinjau kembali; c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud da No.124, 2018 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMTAN. Penyuluhan Pertanian. Pencabutan. PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 03/Permentan/SM.200/1/2018 TENTANG PEDOMAN PENYELENGGARAAN PENYULUHAN

Lebih terperinci

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP

PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT. Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PENINGKATAN EFEKTIVITAS PUPUK DI LAHAN MARGINAL UNTUK KELAPA SAWIT Research & Development of Fertilizer Division SARASWANTI GROUP PERKENALAN SARASWANTI GROUP HEAD OFFICE: AMG Tower Lt.19-21 Jl. Dukuh Menanggal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PEMBIAYAAN PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL

PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL PERATURAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 08/Permentan/KB.400/2/2016 TENTANG PEDOMAN PERENCANAAN PERKEBUNAN BERBASIS SPASIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG INSENTIF PERLINDUNGAN LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I

PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I PERATURAN DAERAH PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR NOMOR 12 TAHUN 2009 TENTANG I R I G A S I DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR NUSA TENGGARA TIMUR, Menimbang : a. bahwa irigasi merupakan salah satu

Lebih terperinci

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN

BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN SALINAN BUPATI PATI PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN PATI NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG PEMBANGUNAN KAWASAN PERDESAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI PATI, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci