HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

dokumen-dokumen yang mirip
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Percobaan 1 : Pengaruh Pertumbuhan Asal Bahan Tanaman terhadap Pembibitan Jarak Pagar

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB I PENDAHULUAN. Pemanasan global yang terjadi pada beberapa tahun terakhir ini menyebabkan

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Tinggi Tanaman. Hasil penelitian menunjukan berbagai kadar lengas tanah pada stadia

Hasil dari tabel sidik ragam parameter tinggi tanaman menunjukkan beda. nyata berdasarkan DMRT pada taraf 5 % (lampiran 8) Hasil rerata tinggi tanaman

HASIL DA PEMBAHASA. Percobaan 1. Pengujian Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Viabilitas Benih Padi Gogo Varietas Towuti dan Situ Patenggang

I. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif. Hasil sidik ragam variabel pertumbuhan vegetatif tanaman yang meliputi tinggi

TINJAUAN PUSTAKA. A. Kacang Hijau

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil dan pembahasan. A. Pertumbuhan tanaman. maupun sebagai parameter yang digunakan untuk mengukur pengaruh lingkungan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 5. Tanaman Mengugurkan Daun dan Mati Sumber: Dokumentasi Peneitian

HASIL DAN PEMBAHASAN. kompos limbah tembakau memberikan pengaruh nyata terhadap berat buah per

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Pertumbuhan. Variabel pertumbuhan tanaman Kedelai Edamame terdiri atas tinggi tanaman, jumlah daun,

IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tajuk. bertambahnya tinggi tanaman, jumlah daun, berat segar tajuk, berat kering tajuk

PELAKSANAAN PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. lingkungan atau perlakuan. Berdasarkan hasil sidik ragam 5% (lampiran 3A)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Bio-slurry dan tahap aplikasi Bio-slurry pada tanaman Caisim. Pada tahap

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. perlakuan dan pemberian berbagai macam pupuk hijau (azolla, gamal, dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Tinggi Tanaman Umur 35 Hari Setelah Tanam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merril) merupakan salah satu

). Produksi asiatikosida dari Casi 016 pada naungan 25% nyata lebih tinggi (1.84 g m -2 ) daripada aksesi lokal (Casi 013); sedangkan pada naungan

PENDAHULUAN. ternyata dari tahun ke tahun kemampuannya tidak sama. Rata-rata

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Parameter pertumbuhan yang diukur adalah tinggi, berat basah, dan berat

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

tanaman pada fase perkembangan reproduktif sangat peka terhadap cekaman kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan dapat menyebabkan gugurnya

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

STUDI MORFO-ANATOMI DAN PERTUMBUHAN KEDELAI (Glycine max (L) Merr.) PADA KONDISI CEKAMAN INTENSITAS CAHAYA RENDAH. Oleh

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang

(g/ kg gambut) D0(0) DI (10) D2 (20) D3 (30)

Pertumbuhan tanaman dan produksi yang tinggi dapat dicapai dengan. Pemupukan dilakukan untuk menyuplai unsur hara yang dibutuhkan oleh

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAHAN METODE PENELITIAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengelompokan tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambar 5. Pertumbuhan Paspalum notatum Fluegge Setelah Ditanam

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA Padi Gogo

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Cabe (Capsicum annum L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang memiliki nilai ekonomi penting di

4. HASIL DAN PEMBAHASAN


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Penentuan Karakter Morfologi Penciri Ketahanan Kekeringan Pada Beberapa Varietas Kedelai

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL. Tabel 2 Pengaruh media terhadap pertumbuhan tajuk dan sistem perakaran pada sebelas aksesi jarak pagar

PEMBAHASAN UMUM Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil Padi Varietas Unggul

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil dan pembahasan penelitian sampai dengan ditulisnya laporan

TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Padi

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

12/04/2014. Pertemuan Ke-2

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Vegetatif Tanaman Jagung Manis. dalam siklus kehidupan tanaman. Pertumbuhan dan perkembangan berlangsung

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL ANALISIS & PEMBAHASAN. sumber nutrisi memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman

HASIL DAN PEMBAHASAN

Lampiran 1. Data persentase hidup (%) bibit A. marina dengan intensitas naungan pada pengamatan 1 sampai 13 Minggu Setelah Tanam (MST)

Akhmad Fauzi Anwar (A ) di bimbing oleh: Prof. Dr Ir. H. M. H. Bintoro, M.Agr

STAF LAB. ILMU TANAMAN

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penetapan Kadar Air Media Perlakuan Laju penurunan kadar air media tumbuh tanaman dapat dilihat dari proses evapotranspirasi tanaman yang dihubungkan dengan penurunan bobot media perlakuan. Kehilangan air pada media diduga disebabkan oleh evaporasi dan transpirasi. Evapotranspirasi adalah ukuran total kehilangan air dari suatu luasan lahan melalui evaporasi permukaan tanah dan transpirasi permukaan daun. Secara potensial evapotranspirasi ditentukan oleh faktor iklim dan secara aktual ditentukan juga oleh keadaan tanah dan tanaman (Handoko, 1994). Untuk keperluan penelitian maka data penurunan bobot media pra perlakuan digunakan sebagai pedoman untuk penelitian utama. Semakin lama media tanam tidak disiram maka semakin lambat penurunan bobot media tanam (Gambar 1). Pada akhir percobaan kadar air pada kondisi kapasitas lapang (100 % KL) adalah 24 + 1 %, sedangkan kadar air pada kondisi tercekam (25 % KL) adalah 6 + 1 %. Kadar air media pada kondisi tercekam dapat tercapai pada 26 hari tanpa penyiraman. 10,0 9,5 Evapotranspirasi Bobot Media (kg) 9,0 8,5 8,0 7,5 7,0 6,5 Evapotranspirasi 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 Interval Hari Penimbangan Gambar 1. Penurunan Bobot Media Tanam Berdasarkan Laju Evapotranspirasi

15 Respon Bibit Kelapa Sawit terhadap Cekaman Kekeringan Kondisi Umum Penelitian Pada pagi hari suhu screen house berkisar antara 26-34 o C dan siang hari suhu berkisar 37-43 o C. Kelembaban udara pada pagi hari berkisar 62-91 %, sedangkan pada siang hari berkisar 37-53 % (Lampiran 2). Selama penelitian terdapat beberapa gangguan diantaranya serangan tungau merah yang mulai teramati pada 1 minggu setelah perlakuan dengan intensitas serangan 10-15 % dari populasi. Kadar air media memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman 4 MSP, diameter batang 2-4 MSP, jumlah daun hijau 2-4 MSP, petiole cross section 2-4 MSP, kadar air jaringan, berat kering akar, berat kering tajuk, panjang akar, volume akar, dan kandungan klorofil pada 4 MSP. Genotipe bibit tanaman menunjukkan pengaruh nyata terhadap tinggi tanaman 0-4 MSP, diameter batang 2 MSP, jumlah daun hijau 0 MSP, petiole cross section 4 MSP, jumlah stomata 0-4 MSP, volume akar 4 MSP. Jumlah daun hijau, kadar air jaringan, dan klorofil total pada 4 MSP, serta petiole cross section pada 2-4 MSP dipengaruhi oleh interaksi antara perlakuan kadar air media dan genotipe. Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk semua peubah dapat dilihat pada Lampiran 3. Tinggi Tanaman Kadar air media memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman pada 4 MSP, sedangkan genotipe berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi tanaman pada semua periode pengamatan (Lampiran 4). Tinggi tanaman pada kadar air media 100% nyata lebih tinggi dibandingkan dengan kadar air media 25%. Tinggi tanaman akhir percobaan pada kadar air media 100% sebesar 56.85 cm atau meningkat 4.6% dibandingkan pada 0 MSP dan tinggi tanaman dengan kadar air media 25% sebesar 53.65 cm atau meningkat 1.5% dibandingkan pada 0 MSP. Genotipe A34 menghasilkan pertumbuhan bibit lebih tinggi selama percobaan dibandingkan dengan keempat genotipe lainnya. Pada akhir percobaan genotipe A34 menghasilkan bibit dengan tinggi 63.00 cm dengan peningkatan

16 tinggi 0.5% dari tinggi bibit 0 MSP (awal percobaan), sedangkan tinggi bibit terendah terdapat pada genotipe A02, yaitu sebesar 49.83 cm atau meningkat 1.6% dari tinggi awal percobaan (Tabel 1). Tabel 1. Tinggi Bibit Kelapa Sawit pada Beberapa Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) Peningkatan 0 2 4 (%). (cm).. 100% 54.34 54.39 56.85a 4.6 25% 53.53 53.65 54.35b 1.5 Genotipe B20 52.60c 53.53c 54.71c 2.1 A34 62.50a 62.94a 63.00a 0.5 A19 49.75d 49.84d 51.35d 2.4 A03 56.61b 56.91b 57.37b 0.8 A02 48.28d 48.59d 49.83d 1.6 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Diameter Batang Kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2-4 MSP, genotipe bibit hanya memberikan pengaruh nyata terhadap diameter batang pada 2 MSP, sedangkan interaksi keduanya tidak berpengaruh nyata terhadap diameter batang (Lampiran 5). Bibit kelapa sawit pada media dengan kadar air 100% KL menghasilkan diameter batang nyata lebih besar dibandingkan dengan kadar air 25% KL. Pada umur bibit 4 MSP, diameter batang pada kadar air 100% KL sebesar 34.7 mm atau meningkat 17.2% dibandingkan pada diameter 0 MSP, sedangkan diameter bibit pada kadar air 25% KL sebesar 30.40 mm dan mengalami penambahan diameter 1.0% dari diameter awal percobaan. Pemberian kadar air media 25% KL secara nyata menurunkan diameter batang sebesar 66.7% dibandingkan pada kondisi optimal (Tabel 2). Bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan B20 memiliki diameter batang lebih besar dibandingkan dengan genotipe lain yaitu masing-masing sebesar

32.9 mm atau mengalami peningkatan diameter masing-masing sebesar 10.0% dan 6.5 % dari diameter awal percobaan, sedangkan genotipe A34 memiliki diameter batang terendah yaitu sebesar 29.6 mm pada periode akhir percobaan, meskipun diameter batang kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata pada 4 MSP (Tabel 2). Terdapat beberapa kesalahan dalam melakukan pengukuran diameter batang yang menyebabkan penurunan data diameter batang pada tiap periode pengamatan. Kesalahan tersebut disebabkan oleh tidak konsistennya dalam menentukan titik diameter batang yang akan diukur sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Tabel 2. Diameter Batang Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Umur Bibit (MSP) 0 2 4.(mm).. Peningkatan (%) Kadar Air Media 100% 29.6 33.8a 34.7a 17.2 25% 30.1 27.0b 30.4b 1.0 Genotipe B20 30.9 32.6a 32.9 6.5 A34 28.3 30.3b 29.6 4.6 A19 30.1 32.9a 31.0 3.0 A03 29.9 31.3b 30.3 1.3 A02 29.9 30.7b 32.9 10.0 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah Daun Hijau Kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun hijau pada 2-4 MSP, genotipe bibit hanya memberikan pengaruh nyata terhadap jumlah daun hijau pada 0 MSP, sedangkan interaksi keduanya berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun hijau pada 4 MSP (Lampiran 6). Bibit kelapa sawit pada media dengan kadar air 100% KL menghasilkan jumlah daun hijau nyata lebih banyak dibandingkan dengan kadar air 25% KL. Pada umur bibit 4 MSP, kadar air 100% KL menghasilkan jumlah daun hijau sebesar 9.1 pelepah atau meningkat 4.5% dibandingkan pada 0 MSP, sedangkan 17

jumlah daun hijau pada kadar air 25% KL sebesar 3.0 pelepah atau mengalami penurunan jumlah daun hijau sebesar 64.5% jika dibandingkan dengan jumlah daun hijau pada 0 MSP (Tabel 3). Tabel 3. Jumlah Daun Hijau Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Umur Bibit (MSP) 0 2 4..(pelepah). 18 Peningkatan (%) Kadar Air Media 100% 8.7 8.4a 9.1a 4.5 25% 8.4 7.1b 3.0b -64.5 Genotipe B20 8.3b 7.7 6.0-27.3 A34 8.3b 7.8 5.7-31.1 A19 8.4b 7.7 6.2-25.6 A03 9.5a 8.2 5.9-37.8 A02 8.4b 7.5 6.4-24.4 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah daun hijau pada akhir percobaan dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan genotipe (Lampiran 6). Pada kadar air media 100% KL genotipe A03 menghasilkan jumlah daun hijau terbanyak yaitu 9.7 pelepah. Kemudian pada kadar air 25% KL, genotipe A19 dan A02 memiliki jumlah daun hijau paling banyak masing masing memiliki jumlah sebesar 3.7 dan 3.8 pelepah atau mengalami penurunan jumlah daun hijau masing-masing 58.8% dan 57.3% dibandingkan jumlah daun hijau pada kondisi kadar air 100% KL (Tabel 4). Tabel 4. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Jumlah Daun Hijau pada 4 MSP Genotipe Kadar Air Media Peningkatan 100% 25% (%)...(pelepah) B20 9.1b 2.8d -69.2 A34 8.9b 2.5d -71.9 A19 8.8b 3.7c -58.0 A03 9.7a 2.2d -77.5 A02 8.9b 3.8c -57.3 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

19 Petiole Cross Section (PCS) Pengukuran petiole cross section (PCS) merupakan salah satu perameter untuk menentukan tingkat pertumbuhan bibit kelapa sawit. Ukuran petiole cross section nyata dipengaruhi oleh kadar air media pada 2-4 MSP, genotipe pada 4 MSP, dan interaksi keduanya pada 2-4 MSP (Lampiran 7). Pada umur bibit 4 MSP, kadar air 100% KL menghasilkan petiole cross section sebesar 34.1 mm atau mengalami peningkatan ukuran petiole cross section sebesar 31.2 % dibandingkan dengan 0 MSP, sedangkan petiole cross section pada kadar air 25% KL sebesar 21.2 mm atau mengalami penurunan sebesar 16.2% dari ukuran petiole cross section pada 0 MSP (Tabel 5). Pada akhir percobaan genotipe B20 menghasilkan petiole cross section lebih tinggi dibandingkan dengan keempat genotipe lainnya. Genotipe B20 menghasilkan bibit b dengan petiole cross section sebesar 33.03 mm atau mengalami peningkatan sebesar 34.3%, sedangkan petiole cross section bibit terendah terdapat pada genotipe A02, yaitu sebesar 23.4 mm atau mengalami penurunan ukuran petiole cross section sebesar 0.8% dari ukuran petiole cross section pada awal percobaan (Tabel 5). Terdapat beberapa kesalahan dalam melakukan pengukuran petiole cross section yang menyebabkan penurunan data petiole cross section pada beberapa periode pengamatan. Hal ini disebabkan oleh tidak konsistennya dalam mengukur petiole cross section sehingga data yang dihasilkan kurang akurat. Tabel 5. Petiole Cross Section Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) 0 2 4......(mm) Peningkatan (%) 100% 26.0 32.8a 34.1a 31.2 25% 25.3 22.6b 21.2b -16.2 Genotipe B20 24.8 29.0 33.3a 34.3 A34 26.4 29.0 29.5ab 11.7 A19 26.7 27.3 27.4bc 2.6 A03 23.6 28.7 24.9bc 5.5 A02 23.6 24.3 23.4c -0.8 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

Ukuran petiole cross section pada akhir percobaan dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan genotipe (Lampiran 7). Pada kadar air 100% KL genotipe B20 menghasilkan bibit dengan ukuran petiole cross section tertinggi yaitu 45.1 mm dibandingkan dengan genotipe lainnya. Pada kadar air 25% KL, Genotipe A19 dan A34 menghasilkan ukuran petiole cross section tertinggi yaitu masing-masing sebesar 22.2 mm dan 23.2 mm atau mengalami penurunan ukuran petiole cross section masing-masing sebesar 32.1% dan 35.0% dibandingkan ukuran petiole cross section pada kondisi kadar air 100% KL (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Ukuran Petiole Cross Section pada 2 dan 4 MSP Genotipe Kadar Air Media 100% 25%.(mm) 2 B20 36.8ab 21.2ef -42.4 A34 31.6bc 26.5cde -16.1 A19 30.0cd 24.6def -18.0 A03 37.3a 20.1f -46.1 A02 28.2cd 20.4f -27.7 4 B20 45.1a 21.4e -52.5 A34 35.7b 23.2d -35.0 A19 32.7bc 22.2d -32.1 A03 30.1bcd 19.7e -34.6 A02 27.1cde 19.7e -27.3 Umur Bibit (MSP) 20 Peningkatan (%) Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada umur bibit yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5% Jumlah Stomata Jumlah stomata sangat nyata dipengaruhi oleh genotipe, sedangkan kadar air media dan interaksi keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap jumlah stomata pada 0-4 MSP (Lampiran 8). Bibit dengan genotipe A34, A03 dan A02 memiliki jumlah stomata yang berbeda nyata dibandingkan dengan bibit dengan genotipe B20 dan A19. Jumlah stomata terbanyak pada masing-masing genotipe tersebut berturut-turut yaitu 29.56 mm 2 (A34), 29.16 mm 2 (A03), 29.16 mm 2 (A02) atau masing masing mengalami peningkatan stomata sebesar 9.4% (A34), 8.9% (A03), dan 17.2% (A02) jika dibandingkan dengan jumlah stomata pada

awal percobaan. Genotipe B20 dan A19 memiliki jumlah stomata terendah yaitu 23.97 mm 2 dan 25.84 mm 2 pada 4 MSP atau mengalami peningkatan masingmasing sebesar 4.4% dan 1.2% dibandingkan dengan awal percobaan (Tabel 7). Tabel 7. Jumlah Stomata Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Umur 0 4 MSP Perlakuan Kadar Air Media Umur Bibit (MSP) 0 2 4...(mm 2 )... 21 Peningkatan (%) 100% 25.45 27.49 26.35 3.5 25% 25.54 27.19 26.78 4.9 Genotipe B20 22.95c 24.73b 23.97b 4.4 A34 27.02a 29.86a 29.56a 9.4 A19 25.52b 26.78b 25.84b 1.2 A03 26.78a 28.93a 29.16a 8.9 A02 24.87b 26.40b 29.16a 17.2 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kandungan Klorofil Daun Kandungan klorofil dipengaruhi sangat nyata oleh kadar air media dan interaksi antara kadar air media dan genotipe (Lampiran 9). Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 mempunyai kandungan klorofil a, b dan klorofil total tertinggi yaitu berturut-turut sebesar 0.99 mg, 0.37 mg, dan 1.41 mg. Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A34 mempunyai kandungan klorofil a, b, dan klorofil total berturut-turut sebesar 0.98 mg, 0.37 mg, dan 1.39 mg. Kedua genotipe tersebut diatas mengalami penurunan klorofil total paling rendah dibandingkan dengan genotipe lain masing-masing sebesar 40.76% dan 41.10% (Tabel 8).

Genotipe Tabel 8. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Kandungan Klorofil Daun Klorofil a Klorofil b Klorofil Total Kadar Air Media Kadar Air Media Kadar Air Media 100% 25% 100% 25% 100% 25%.(mg/g) 22 Peningkatan (%) B20 1.49a 0.89bc 0.89a 0.30a 2.73a 1.22a -55.31 A34 1.43a 0.98b 0.72b 0.37a 2.36b 1.39a -41.10 A19 1.45a 0.86bc 0.80ab 0.32a 2.54ab 1.21a -52.36 A03 1.48a 0.77c 0.85ab 0.31a 2.63ab 1.12a -57.41 A02 1.43a 0.99b 0.72b 0.37a 2.38b 1.41a -40.76 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada peubah dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Kadar Air Jaringan Pengukuran kadar air jaringan merupakan cara yang mudah untuk menentukan status hara tanaman atau jumlah air yang tersimpan di tajuk dan akar tanaman. Kadar air jaringan sangat nyata dipengaruhi oleh kadar air media dan interaksinya dengan genotipe pada akhir percobaan (Lampiran 10). Pada kadar air 100% KL, genotipe A03 memiliki kadar air jaringan tertinggi yaitu sebesar 66.55%, sedangkan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 62.03% (Tabel 9). Pada kadar air media 25% KL, genotipe A02 memiliki kadar air jaringan tertinggi sebesar 53.59% atau mengalami penurunan kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 13.61%, sedangkan genotipe B20 memiliki kadar air jaringan terendah yaitu sebesar 47.17% atau mengalami penurunan kadar air jaringan paling tinggi dibandingkan dengan kadar air jaringan pada kondisi optimal (Tabel 9). Tabel 9. Pengaruh Kadar Air Media dan Genotipe terhadap Kadar Air Jaringan Tanaman pada Akhir Percobaan (4 MSP) Genotipe Kadar Air Media Peningkatan 100% 25% (%)...(%)... B20 64.50ab 47.17e -26.87 A34 63.17ab 51.22cde -18.92 A19 63.65ab 52.55cd -17.44 A03 66.55a 48.83de -26.63 A02 62.03b 53.59c -13.61 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%

23 Panjang Akar Kadar air media berpengaruh sangat nyata terhadap panjang akar, sedangkan genotipe dan interaksinya dengan kadar air tidak berpengaruh (Lampiran 11). Panjang akar pada kadar air media 100% KL nyata lebih panjang daripada kadar air media 25% KL. Panjang akar pada kadar air 100% KL yaitu 46.47 cm, sedangkan panjang akar pada kadar air 25% KL yaitu 38.28 cm atau mengalami penurunan panjang akar sebesar 17.60% dibandingkan dengan panjang akar pada kadar air 100% (Tabel 10). Tabel 10. Panjang Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Panjang Akar (cm) Kadar Air Media 100% 46.47a 25% 38.28b Genotipe B20 42.10 A34 42.32 A19 43.94 A03 42.58 A02 40.93 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Volume Akar Kadar air media dan genotipe masing-masing berpengaruh sangat nyata terhadap volume akar, tetapi interaksi antara kedua perlakuan tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap volume akar (Lampiran 12). Volume akar berkurang secara nyata pada bibit yang diberi media dengan kadar air 25% KL, yaitu dari 46.76 cm 3 menjadi 23.33 cm 3 atau mengalami penurunan volume akar sebesar 50.11% dibandingkan dengan volume akar pada kadar air 100% KL (Tabel 11). Genotipe B20 memiliki volume akar tertinggi yaitu sebesar 39.93 cm 3, sedangkan genotipe A02 memiliki volume akar terendah yaitu sebesar 27.48 cm 3 (Tabel 11).

Tabel 11. Volume Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Volume Akar (cm 3 ) Kadar Air media 100% 46.76a 25% 23.33b Genotipe B20 39.93a A34 34.15a A19 36.27a A03 37.38a A02 27.48b Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. 24 Berat Kering Akar Berat kering akar nyata dipengaruhi oleh kadar air media, tetapi tidak dipengaruhi oleh perlakuan genotipe dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 13). Berat kering akar bibit pada kadar air 100% KL (12.24 gram) nyata lebih besar dibandingkan dengan berat kering akar pada kadar air 25% KL (8.66 gram). Berat kering akar pada kadar air 25% KL mengalami penurunan sebesar 29.24% dibandingkan dengan berat kering akar pada kadar air 100% KL (Tabel 12). Tabel 12. Berat Kering Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Berat Kering Akar (gram) Kadar Air Media 100% 12.24a 25% 8.66b Genotipe B20 11.41 A34 10.44 A19 10.70 A03 10.68 A02 9.03 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%.

25 Berat Kering Tajuk Kadar air media sangat berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk, tetapi berat kering tajuk tidak dipengaruhi oleh perlakuan genotipe dan interaksi kedua perlakuan tersebut (Lampiran 14). Berat kering tajuk bibit pada kadar air 100% KL nyata lebih besar daripada perlakuan kadar air 25% KL dengan berat kering tajuk masing-masing berturut-turut yaitu 31.28 gram dan 17.28 gram. Berat kering akar a pada kadar air 25% KL mengalami penurunan sebesar 44.76% dibandingkan dengan berat kering akar kadar air 100% KL. Tabel 13. Berat Kering Tajuk Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Berat Kering Tajuk (gram) Kadar Air Media 100% 31.28a 25% 17.28b Genotipe B20 24.95 A34 25.06 A19 24.09 A03 23.98 A02 23.31 Keterangan: Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada perlakuan dan kolom yang sama tidak berbeda nyata pada uji DMRT 5%. Nisbah Tajuk-Akar Kadar air media, genotipe dan interaksinya tidak berpengaruh nyata terhadap nisbah tajuk-akar (Lampiran 15). Genotipe A02 dan A34 mempunyai nisbah tajuk-akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain yaitu masingmasing sebesar 2.52 dan 2.43, tetapi kelima genotipe tersebut memiliki nisbah tajuk-akar yang tidak berbeda (Tabel 14).

Tabel 14. Nisbah Tajuk-Akar Bibit Kelapa Sawit pada Berbagai Kadar Air Media dan Genotipe pada Akhir Percobaan Perlakuan Nisbah Tajuk-Akar Kadar Air Media 100% 2.62 25% 2.02 Genotipe B20 2.15 A34 2.43 A19 2.26 A03 2.23 A02 2.52 26 Kajian Karakter Toleransi terhadap Cekaman Kekeringan Tinggi Tanaman Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan B20 memiliki kriteria toleran serta agak toleran, genotipe A19 dan A02 memiliki kriteria agak peka. Sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 15). Tabel 15. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Tinggi Tanaman pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 47.92 51.74 0.94 98.23 100 3.76 C A03 54.30 60.44 0.94 95.27 100 3.76 B A19 49.57 53.13 0.94 98.94 100 3.76 C A34 62.56 63.45 0.94 104.56 100 3.76 E B20 53.92 55.51 0.94 103.00 100 3.76 D Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

27 Diameter Batang Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman memiliki indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan A02 memiliki kriteria masing-masing toleran dan agak toleran. Sedangkan genotipe A03, A19, dan B20 miliki kriteria agak peka (Tabel 16). Tabel 16. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Diameter Batang pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 27.55 33.91 0.78 104.10 100 4.72 D A03 25.86 34.67 0.78 95.58 100 4.72 C A19 26.78 35.29 0.78 97.22 100 4.72 C A34 26.85 32.44 0.78 106.04 100 4.72 E B20 28.13 37.13 0.78 97.07 100 4.72 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Jumlah Daun Hijau Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang mampu mempertahankan tingkat dan jumlah kehijauan daun lebih banyak dalam kondisi kekeringan, hal ini akan terkait dengan proses fotosintesis. Genotipe A02 dan A19 masing-masing memiliki kriteria toleran dan agak toleran. Genotipe A34 dan B20 memiliki kriteria agak peka, sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 17). Tabel 17. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Jumlah Daun Hijau pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 3.80 8.90 0.33 128.57 100 26.38 E A03 2.17 9.67 0.33 67.49 100 26.38 B A19 3.67 8.80 0.33 125.47 100 26.38 D A34 2.53 8.93 0.33 85.39 100 26.38 C B20 2.83 9.17 0.33 93.07 100 26.38 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

28 Petiole Cross Section Petiole cross section (PCS) merupakan salah satu parameter untuk menentukan tingkat pertumbuhan bibit kelapa sawit. Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A02, A03, A19 dan A34 memiliki kriteria agak toleran, sedangkan genotipe B20 memiliki kriteria peka (Tabel 18). Tabel 18. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Petiole Cross Section pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 19.67 27.11 0.64 113.92 100 15.05 D A03 19.74 30.13 0.64 102.89 100 15.05 D A19 22.15 32.67 0.64 106.48 100 15.05 D A34 23.24 35.67 0.64 102.34 100 15.05 D B20 21.38 45.14 0.64 74.38 100 15.05 B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Jumlah Stomata Tanaman yang memiliki jumlah stomata sedikit akan memiliki laju transpirasi kecil sehingga kehilangan air dapat diminimalisir. Genotipe A02, A19, dan B20 memiliki kriteria agak toleran. Sedangkan genotipe A03 dan A34 memilki kriteria masing-masing peka dan agak peka (Tabel 19). Tabel 19. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Jumlah Stomata pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 24.70 24.50 1.02 99.35 100 3.02 D A03 30.09 28.23 1.02 105.01 100 3.02 B A19 25.53 25.50 1.02 98.65 100 3.02 D A34 29.78 29.33 1.02 100.02 100 3.02 C B20 23.78 24.16 1.02 96.98 100 3.02 D Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

29 Kandungan Klorofil Total Tanaman yang memiliki kandungan klorofil tinggi memiliki cadangan karbohidrat yang banyak untuk sintesa protein dan proses fotosintesis. Genotipe A02 dan A34 memilki kriteria toleran, genotipe A19 dan B20 memiliki kriteria agak peka, sedangkan genotipe A03 memiliki kriteria peka (Tabel 20). Tabel 20. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Kandungan Klorofil Total pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 1.41 2.38 0.51 116.82 100 15.55 E A03 1.12 2.63 0.51 84.03 100 15.55 B A19 1.21 2.54 0.51 94.42 100 15.55 C A34 1.39 2.36 0.51 116.29 100 15.55 E B20 1.22 2.73 0.51 88.45 100 15.55 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Kadar Air Jaringan Kadar air jaringan menggambarkan total jumlah air yang terkandung dalam tanaman baik di akar, batang maupun tajuk. Tanaman yang memiliki nilai indeks sensitivitas tinggi adalah tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 memiliki kriteria toleran, genotipe A19 dan A34 memilki kriteria agak tahan, sedangkan genotipe A03 dan B20 memilki kriteria peka (Tabel 21). Tabel 21. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Kadar Air Jaringan pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 53.59 62.03 0.79 108.93 100 7.40 E A03 48.83 66.55 0.79 92.51 100 7.40 B A19 52.55 63.65 0.79 104.09 100 7.40 D A34 51.22 63.17 0.79 102.24 100 7.40 D B20 47.17 64.50 0.79 92.22 100 7.40 B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

30 Panjang Akar Tanaman yang toleran terhadap cekam kekeringan akan memiliki panjang akar yang panjang, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam mendapatkan air. Genotipe A02 dan A03 memiliki kriteria toleransi masing-masing toleran dan agak toleran. Sedangkan genotipe A19, A34, dan B20 memiliki kriteria agak peka (Tabel 22). Tabel 22. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Panjang Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 38.68 43.19 0.83 108.53 100 5.14 E A03 38.66 46.50 0.83 100.76 100 5.14 D A19 38.96 48.92 0.83 96.50 100 5.14 C A34 37.38 47.26 0.83 95.83 100 5.14 C B20 37.73 46.47 0.83 98.38 100 5.14 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Volume Akar Tanaman yang toleran terhadap terhadap cekaman kekeringan akan memeiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Volume akar sangat mempengaruhi tanaman dalam mendapatkan air. Genotipe A02 memiliki kriteria toleran, genotipe A03 dan A34 memiliki kriteria agak toleran sedangkan genotipe A19 dan B20 memiliki kriteria masing-masing agak peka dan peka (Tabel 23). Tabel 23. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Volume Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 19.73 35.23 0.56 110.89 100 10.34 E A03 25.53 49.23 0.56 102.68 100 10.34 D A19 23.90 48.63 0.56 97.30 100 10.34 C A34 23.73 44.57 0.56 105.43 100 10.34 D B20 23.73 56.13 0.56 83.70 100 10.34 B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

31 Berat Kering Tajuk Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan akan memiliki nilai indeks sensitivitas (IS) tinggi. Genotipe A34 dan A02 memiliki kriteria toleran serta agak toleran. Sedangkan genotipe A03, A10 dan B20 memilki kriteria agak peka (Tabel 24). Tabel 24. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Berat Kering Tajuk pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 16.73 29.89 0.55 101.11 100 9.53 D A03 16.21 31.76 0.55 92.19 100 9.53 C A19 17.02 31.15 0.55 98.70 100 9.53 C A34 19.55 30.57 0.55 115.56 100 9.53 E B20 16.89 33.01 0.55 92.44 100 9.53 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Berat Kering Akar Berat kering akar menggambarkan kemampuan akar tanaman dalam mengabsorbsi air. Tanaman yang memilki nilai IS akar tinggi adalah tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 dan A03 masingmasing memilki kriteria agak toleran dan toleran. Genotipe A19, A34 dan B20 memilki kriteria akar agak peka terhadap perlakuan kekeringan (Tabel 25). Tabel 25. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Berat Kering Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 7.97 10.09 0.72 110.39 100 13.63 D A03 9.80 11.57 0.72 118.39 100 13.63 E A19 8.34 13.06 0.72 89.26 100 13.63 C A34 8.40 12.48 0.72 94.05 100 13.63 C B20 8.81 14.00 0.72 87.92 100 13.63 C Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran

32 Nisbah Tajuk-Akar Tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang memiliki pertumbuhan akar lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan tajuk. Genotipe A02 dan A03 memiliki kriteria agak toleran sedangkan genotipe A19, A34, dan B20 memiliki kriteria peka (Tabel 26). Tabel 26. Nilai Indeks Sensitivitas Berdasarkan Nisbah Tajuk-Akar pada 4 MSP Genotipe Gi25 Gi100 R IS X SD Kelas A02 2.09 2.95 0.78 91.25 100 15.97 D A03 1.68 2.77 0.78 78.33 100 15.97 D A19 2.04 2.47 0.78 106.33 100 15.97 B A34 2.35 2.51 0.78 120.52 100 15.97 B B20 1.92 2.39 0.78 103.57 100 15.97 B Keterangan: A = sangat peka, B = peka, C = agak peka, D = agak toleran, E = toleran, F = sangat toleran Berdasarkan indeks sensitivitas, jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar dan kandungan klorofil total, maka genotipe A02 diprediksi lebih toleran dibandingkan dengan genotipe lain. Genotipe A34 lebih toleran untuk peubah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil dibandingkan dengan genotipe lain. Berdasarkan berat kering akar, genotipe A03 lebih toleran dibanding dengan genotipe lain. Genotipe A03 lebih peka dibanding genotipe A02, A19 dan A34 untuk peubah tinggi tanaman, jumlah daun hijau, jumlah stomata, kadar air jaringan serta kandungan klorofil total (Tabel 27). Berdasarkan uji korelasi dapat dilihat bahwa beberapa peubah mempunyai korelasi yang tinggi terhadap peubah lainnya kecuali peubah tinggi tanaman yang tidak mempunyai korelasi yang nyata pada kadar air jaringan, berat kering akar, dan panjang akar. Sedangkan jumlah stomata hanya berkorelasi nyata pada tinggi tanaman (Tabel 28).

Tabel 27. Matriks Genotipe untuk Masing-Masing Peubah Berdasarkan Nilai Indeks Sensitivitas pada 4 MSP GENOTIPE TT DH DB PCS STMT KAJ BKT BKA PA VA T/A KT A02 C E D D D E D D E E D E A03 B B C D B B C E D D D B A19 C D C D D D C C C C B C A34 E C E D C D E C C D B E B20 D C C B D B C C C B B C Keterangan: TT = Tinggi Tanaman, DH = Daun Hijau, DB = Diameter Batang, PCS = Petiole Cross Section, STMT = Jumlah Stomata, KAJ = Kadar Air Jaringan, BKT = Berat Kering Tajuk, BKA = Berat Kering Akar, PA = Panjang Akar, VA = Volume Akar, T/A = Nisbah Tajuk Akar, KT = Klorofil Total 33 Untuk menyeleksi genotipe-genotipe kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman kekeringan diperlukan peubah-peubah yang mudah diamati, cepat, dan murah. Peubah jumlah daun hijau merupakan peubah yang dapat digunakan untuk menyeleksi genotipe kelapa sawit secara dini karena peubah kadar air jaringan berkorelasi nyata pada kadar air jaringan (koefisien korelasi (r) = 0.949), berat kering akar (r = 0.673), berat kering tajuk (r = 0.911), nisbah tajuk-akar (r = 0.900), panjang akar (r = 0.855), volume akar (r = 0.856), diameter batang (r = 0.809), petiole cross section (r = 0.720), serta klorofil total (r = 0.946) (Tabel 28). Pembahasan Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa kadar air media memberikan pengaruh nyata terhadap tinggi bibit kelapa sawit pada 4 MSP. Bibit yang diberi kadar air 100% KL menghasilkan pertambahan tinggi bibit yang lebih tinggi dibandingkan dengan bibit yang diberi kadar air 25% KL. Lambatnya pertambahan tinggi tanaman pada kadar air 25% KL disebabkan oleh berkurangnya tekanan turgor daun dan hal tersebut merupakan faktor yang pertama kali terjadi ketika tanaman mengalami cekaman kekeringan (Hale dan David, 1987). Penurunan tekanan turgor dapat menghambat pembentukan dan perkembangan sel, terganggunya metabolisme karbohidrat dan protein serta mempengaruhi pertumbuhan vegetatif.

Tabel 28. Matriks Koefisien Korelasi Antar Peubah pada 4 MSP KAJ BKA BKT T/A PA VA TT DH DB PCS KT BKA 0.594** BKT 0.902** 0.723** T/A 0.872** 0.835** 0.983** PA 0.866** 0.669** 0.845** 0.846** VA 0.817** 0.874** 0.899** O.943** 0.819** TT 0.293 0.286 0.412* 0.402* 0.29 0.369* DH 0.949** 0.673** 0.911** 0.900** 0.855** 0.856** 0.254 DB 0.776** 0.764** 0.893** 0.909** 0.674** 0.864** 0.213 0.809** PCS 0.682** 0.812** 0.805** 0.851** 0.618 0.895** 0.347 0.720** 0.789** KT 0.934** 0.672** 0.897** 0.889** 0.848** 0.852* 0.281 0.946** 0.794** 0.740** STMT -0.016 0.003 0.013 0.012 0.026-0.053 0.630** -0.134-0.174-0.121-0.108 Keterangan: TT = Tinggi Tanaman, DH = Daun Hijau, DB = Diameter Batang, PCS = Petiole Cross Section, STMT = Jumlah Stomata, KAJ = Kadar Air Jaringan, BKT = Berat Kering Tajuk, BKA = Berat Kering Akar, PA = Panjang Akar, VA = Volume Akar, T/A = Nisbah Tajuk Akar, KT = Klorofil Total, ** = berkorelasi nyata pada pada taraf 1%, * = berkorelasi nyata pada taraf 5%. 34

35 Bibit kelapa sawit yang digunakan sejak awal penelitian memiliki tinggi yang beragam. Bibit dengan genotipe A34 menghasilkan pertumbuhan bibit lebih tinggi dibandingkan keempat geotipe lainnya sedangkan bibit terendah rerdapat pada genotipe A02. Bibit kelapa sawit yang diberi kadar air 100% KL menghasilkan diameter batang lebih besar dibandingkan dengan bibit yang diberi kadar air 25% KL. Adanya penyerapan dan ketersediaan air yang lebih baik tentunya lebih memacu pertumbuhan bibit melalui pembelahan sel, pembesaran dan pemanjangan sel serta pengisian sel oleh hasil metabolisme. Diameter batang bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan A03 lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Sedangkan bibit dengan genotipe A34 meghasilkan diameter batang terendah. Menurut Kramer (1963), air digunakan oleh tanaman untuk pembelahan dan pembesaran sel. Pada tahap pertumbuhan vegetatif, stres air sedikit saja dapat menyebabkan pebelahan dan pembesaran sel lambat atau terhenti, dan bila tanaman mengalami cekaman air yang sangat berat, diferensiasi organ-organ baru dan perluasan organ yang sudah ada a yang akan terkena pengaruh pertama kali. Hasil uji lanjut pada jumlah daun hijau menunjukkan bahwa pada kadar air media 100% KL genotipe A03 menghasilkan jumlah daun hijau terbanyak. Pada kadar air 25% KL dengan genotipe A19 dan A02 memiliki jumlah daun hijau paling banyak dibandingkan dengan genotipe lainnya. Menurut Pearson (1982) tanaman yang toleran terhadap cekaman kekeringan adalah tanaman yang mampu mempertahankan jumlah daun paling banyak, hal ini akan berkaitan dengan proses fotosintesis. Tanaman yang memiliki jumlah daun paling banyak akan lebih efisien dalam proses fotosintesis karena memiliki jumlah klorofil lebih banyak. Genotipe A19 dan A02 pada kadar air 25% KL dapat mmpertahankan jumlah daun hijau lebih banyak dibandingkan dengan genotipe lainnya pada kadar air 25% KL. Hal tersebut mengindikasikan bahwa genotipe A19 dan A02 termasuk bibit b yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Bibit kelapa sawit pada kadar air 100% KL dengan genotipe B20 menghasilkan bibit dengan ukuran petiole cross section tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Pada kadar air 25% KL dengan Genotipe A19 dan A34

36 menghasilkan ukuran petiole cross section tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A34, A03, dan A02 memiliki jumlah stomata terbanyak dibandingkan dengan bibit dengan genotipe B20 dan A19. Menurut hasil penelitian Poejiastuti (1994) pada studi komparatif anatomi daun beberapa genotipe kedelai yang peka dan yang toleran terhadap cekaman kekeringan menunjukkan adanya perbedaan kerapatan stomata pada genotipe yang tahan dan yang peka, adanya penyiraman atau sebaliknya pada perlakuan cekaman kekeringan tidak menimbulkan adanya perubahan kerapatan stomata. Genotipe A19 dan B20 mengindikasikan toleran terhadap cekaman kekeringan k diduga dengan cara mengurangi stomata sehingga laju transpirasi dapat berkurang dan kehilangan air dapat diminimalkan. Menurut Lestari (2006) somaklon beberapa genotipe padi toleran kekeringan mempunyai kerapatan stomata per mm 2 lebih rendah daripada yang peka dan indeks stomata lebih rendah dianggap lebih tahan terhadap kekeringan. Bibit pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 dan A34mempunyai kandungan klorofil a, b dan klorofil total tertinggi. Kedua genotipe tersebut diatas mengalami penurunan klorofil total paling rendah dibandingkan dengan genotipe lain. Peningkatan kandungan klorofil a dan b menyebabkan kemampuan dalam menangkap energi radiasi cahaya klon toleran lebih efisien dibandingkan dengan klon peka, sehingga fotosintesis klon toleran lebih tinggi dibandingkan dengan klon peka (Djukri dan Purwoko, 2003). Kandungan klorofil dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari. Berdasarkan penelitian Anggarwulan et al., (2008) intensitas cahaya yang tinggi akan menghambat biosintesis klorofil, khususnya pada biosintesis 5-aminolevulinat sebagai prekursor klorofil. Selain itu, kandungan klorofil akan tinggi apabila terdapat karbohidrat dalam jumlah yang banyak yang digunakan dalam sintesis klorofil. Berdasarkan kandungan klorofil dapat diduga bahwa genotipe A02 dan genotipe A34 mengindikasikan sebagai genotipe yang toleran terhadap cekaman kekeringan. Pengukuran kadar air jaringan merupakan cara yang mudah untuk menetunkan status hara tanaman atau jumlah air yang tersimpan di tajuk dan akar

37 tanaman. Pada kadar air 100% KL, genotipe A03 memiliki kadar air jaringan tertinggi, sedangkan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan terendah. Pada kadar air media 25% KL dengan genotipe A02 memiliki kadar air jaringan tertinggi, sedangkan genotipe B20 memiliki kadar air jaringan terendah. Panjang akar pada kadar air media 100% KL nyata lebih panjang daripada kadar air media 25% KL. Kemudian volume akar berkurang secara nyata pada bibit yang diberi media dengan kadar air 25% KL dibandingkan dengan volume akar pada kadar air 100% KL. Genotipe B20 menghasilkan volume akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya, sedangkan genotipe A02 menghasilkan volume akar terendah. Salah satu mekanisme tanaman kelapa sawit dalam menghadapi cekaman kekeringan k diduga dengan memperpanjang akar. Kekeringan pada tanaman dipengaruhi oleh sistem perakaran yang cenderung menyebar dekat dengan permukaan tanah sehingga sangat peka terhadap fluktuasi kadar air tanah. Menurut Turner dan Gilbanks (1974) akar kuarter pada tanaman kelapa sawit mempunyai peranan penting dalam mengabsorbsi unsur hara dan air, maka diduga tanaman yang mempunyai panjang akar dan volume akar yang tinggi akan mampu mengasorbsi air lebih banyak, sehingga mampu bertahan dalam kondisi kekeringan. Berat kering akar dan tajuk bibit pada kadar air 100% KL nyata lebih besar daripada berat kering akar pada kadar air 25% KL. Genotipe B20 memiliki berat kering akar tertinggi gram sedangkan genotipe A02 memiliki berat kering akar terendah tetapi berat kering akar kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A34 memilki berat kering tajuk tertinggi sedangkan A02 memiliki berat tajuk terendah dibandingkan dengan genotipe lainnya tetapi berat kering tajuk dari kelima genotipe tersebut tidak berbeda nyata. Mutu akar yang lebih baik ternyata menghasilkan bobot tajuk yang lebih tinggi. Karena kondisi ini meningkatkan kemampuan tanaman untuk dapat menyerap hara yang lebih banyak dari tanah. Hara yang diserap tersebut digunakan untuk proses fotosintesis dan selanjutnya fotosintat yang dihasilkan digunakan untuk pertumbuhan tajuk lebih tinggi (Taiz dan Zeiger, 1991).

38 Menurut Teare dan Peet (1983) penurunan berat kering tanaman dipengaruhi oleh keseimbangan antara laju fotosintesis dan respirasi tanaman. Pada kondisi ketersediaan air terbatas maka terjadi penutupan stomata dan laju fotosintesis akan berkurang sehingga menyebabkan peningkatan suhu daun dan laju respirasi, akibatnya berat kering menurun jika terjadi cekaman kekeringan. Genotipe A02 dan A34 mempunyai nisbah tajuk-akar tertinggi dibandingkan dengan genotipe lain tetapi kelima genotipe tersebut memiliki nisbah tajuk-akar yang tidak berbeda. Salah satu mekanisme adaptasi tanaman untuk dapat bertahan pada kondisi kekeringan dengan tetap mempertahankan status air tanaman tetap tinggi adalah dengan mengembangkan sistem perakaran tanaman, sehingga meningkatkan kemampuan tanaman dalam mengabsorbsi air. Menurut Hale dan David (1987) peningkatan sistem perakaran umumnya diikuti dengan penurunan pertumbuhan tajuk. Tanaman yang mengutamakan pertumbuhan akar daripada pertumbuhan tajuknya mempunyai kemampuan yang lebih baik pada saat kondisi kekeringan. Indeks sensitivitas merupakan cara untuk mengetahui tingkat toleransi tanaman terhadap cekaman kekeringan. Genotipe A02 memiliki kriteria lebih toleran berdasarkan indeks sensitivitas jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar dan kandungan klorofil total dibandingkan dengan genotipe lain. Genotipe A34 memiliki kriteria lebih toleran untuk peubah tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil total dibandingkan dengan genotipe lain. Bibit kelapa sawit dengan genotipe A02 dan A34 mengindikasikan memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan, karena berdasarkan analisis indeks sensitivitas genotipe ini memiliki sifat toleran pada peubah jumlah daun hijau, kadar air jaringan, panjang akar, volume akar, tinggi tanaman, diameter batang, berat kering tajuk serta kandungan klorofil total. Genotipe A02 dan A34 diduga memiliki 2 mekanisme pertahanan terhadap cekaman kekeringan dengan cara melalui penghindaran terhadap cekaman kekeringan (drought escape), yaitu genotipe ini akan mempertahankan status air dalam jaringan dengan meningkatkan absorbsi air oleh akar dan mengurangi kehilangan air lewat tajuk. Hal ini terlihat genotipe A02 memiliki diameter batang, jumlah daun hijau,

39 kandungan klorofil, kadar air jaringan serta nisbah tajuk-akar lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lainnya, dan genotipe A34 memiliki tinggi tanaman, petiole cross section kandungan klorofil, kadar air jaringan serta nisbah tajuk akar yang relative lebih tinggi dibandingkan dengan genotipe lain. Mekanisme selanjutnya yang diterapkan oleh kedua genotipe tersebut yaitu toleransi terhadap kekeringan (drought tolerance), yaitu genotipe ini tetap dapat melangsungkan metabolismenya pada kondisi status air yang rendah dengan cara mengakumulasi senyawa terlarut, sehingga dapat mempertahankan turgor sel tetap tinggi. Untuk menyeleksi genotipe-genotipe kelapa sawit yang toleran terhadap cekaman kekeringan diperlukan peubah-peubah yang mudah diamati, cepat, dan murah. Peubah jumlah daun hijau merupakan peubah yang dapat digunakan untuk menyeleksi genotipe kelapa sawit secara dini karena peubah kadar air jaringan berkorelasi nyata pada kadar air jaringan, berat kering akar, berat kering tajuk, nisbah tajuk-akar, panjang akar, volume akar, diameter batang, petiole cross section, serta klorofil total.