HASIL DAN PEMBAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
HASIL DAN PEMBAHASAN

TINJAUAN PUSTAKA Landak Hystrix javanica, Sunda Porcupine/ Javan Porcupine

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

STUDI HEMATOLOGI PADA LANDAK JAWA (Hystrix javanica) ELSYE MINAR SINAMBELA

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. rawat inap di RSU & Holistik Sejahtera Bhakti Kota Salatiga. kanker payudara positif dan di duga kanker payudara.

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem

Tabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba

HASIL DAN PEMBAHASAN

Indek Eritrosit (MCV, MCH, & MCHC)

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hemoglobin. Hemoglobin Burung Merpati Jantan dan Betina sebelum dan sesudah Dilatih Terbang

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

RENCANA KEGIATAN PEMBELAJARAN MINGGUAN

GAMBARAN HEMATOLOGI ANJING PELACAK OPERASIONAL RAS LABRADOR RETRIEVER DI SUBDIT SATWA POLRI-DEPOK GITA WIDARTI ANGGAYASTI

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Kuda (Dokumentasi)

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN. diberi Fructooligosaccharide (FOS) pada level berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Central RSUP Dr. Kariadi

SISTEM PEREDARAN DARAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan

BAB IV METODE PENELITIAN. dan Penyakit Kandungan dan Ilmu Patologi Klinik. Penelitian telah dilaksanakan di bagian Instalasi Rekam Medis RSUP Dr.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

Bila Darah Disentifus

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Hasil Perlakuan Dosis Akut Asap Divine Pada Mencit (Blood count dan Lineage Erytrocyte)

HEMATOLOGI KLINIK ANJING PENDERITA DIROFILARIASIS. Menurut Atkins (2005), anjing penderita penyakit cacing jantung

HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan Praktikum V Darah dan Peredaran

HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Leukosit Total

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Darah adalah cairan yang terdapat pada semua makhluk hidup (kecuali

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

PROFIL DARAH MONYET EKOR PANJANG (Macaca fascicularis) YANG DIBERI PAKAN BERENERGI TINGGI PADA PERIODE OBESITAS EMPAT BULAN KEDUA

HEMATOLOGICAL STUDY IN THE FRUITS-EATER BAT (Cynopterus sp.)

IV.Kajian Pustaka : 1. Sel darah merah (eritrosit)

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Antibodi pada Mukus Ikan. Data tentang antibodi dalam mukus yang terdapat di permukaan tubuh

Tabel 3 Tingkat prevalensi kecacingan pada ikan maskoki (Carassius auratus) di Bogor

INTERPRETASI HASIL LABORATORIUM DISTEMPER ANJING

TINJAUAN PUSTAKA Taksonomi Kucing Karakteristik Kucing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. daerah di Indonesia. Prevalensi yang lebih tinggi ditemukan di daerah perkebunan

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta

TINJAUAN PUSTAKA. genetis ayam, makanan ternak, ketepatan manajemen pemeliharaan, dan

PRAKTIKUM II : DARAH, PEMBULUH DARAH, DARAH DALAM BERBAGAI LARUTAN, PENGGOLONGAN DARAH SISTEM ABO DAN RHESUS.

Kompetensi SISTEM SIRKULASI. Memahami mekanisme kerja sistem sirkulasi dan fungsinya

ANFIS SISTEM HEMATOLOGI ERA DORIHI KALE

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Viskositas darah didefinisikan sebagai kontribusi faktor reologik darah terhadap

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler merupakan ayam ras tipe pedaging yang umumnya dipanen

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Plasma darah, merupakan bagian yang cair dan bagian korpuskuli yakni

HASIL DAN PEMBAHASAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM BIOLOGI PERHITUNGAN JUMLAH ERITROSIT DARAH

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

PEMBAHASAN Jumlah dan Komposisi Sel Somatik pada Kelompok Kontrol

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (cairan darah) dan 45% sel-sel darah.jumlah darah yang ada dalam tubuh sekitar

SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. masa kehamilan. Anemia fisiologis merupakan istilah yang sering. walaupun massa eritrosit sendiri meningkat sekitar 25%, ini tetap

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

BAB III METODE PENELITIAN

STRUKTUR & PERKEMBANGAN HEWAN. Achmad Farajallah

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. rusak dan terkontaminasi oleh zat-zat yang tidak berbahaya maupun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Darah merupakan media transportasi yang membawa nutrisi dari saluran

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan Juli 2016,

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

KAJIAN KEPUSTAKAAN. beriklim kering. Umumnya tumbuh liar di tempat terbuka pada tanah berpasir yang

BAB I PENDAHULUAN. hormon insulin baik secara relatif maupun secara absolut. Jika hal ini dibiarkan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Salah satu kondisi berbahaya yang dapat terjadi. pada ibu hamil adalah anemia.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan rekayasa genetik dari bangsa-bangsa ayam dengan produktivitas tinggi,

GAMBARAN DARAH ANJING KAMPUNG JANTAN (Canis familiaris) UMUR 3 SAMPAI 7 BULAN KRESNA NURDIN NUNU NUGRAHA

IMUNITAS NON-SPESIFIK DAN SINTASAN LELE MASAMO (Clarias sp.) DENGAN APLIKASI PROBIOTIK, VITAMIN C DAN DASAR KOLAM BUATAN ABSTRAK

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I. PENDAHULUAN. progresif. Proses ini dikenal dengan nama menua atau penuaan (aging). Ada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

MATERI DAN METODE. Materi

TINJAUAN PUSTAKA Burung Merpati

HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indeks Eritrosit atau Mean Cospuscular Value adalah suatu nilai rata-rata

Darah 8 % bb Komposisi darah : cairan plasma ± 60 % Padatan 40-45% sel darah merah (eritrosit), sel darah putih, trombosit

GAMBARAN DARAH IKAN II (SDP, AF DAN DL)

BAB I PENDAHULUAN. kronis yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraseluler. mengenai organ lain kecuali susunan saraf pusat.

I. PENDAHULUAN. Broiler adalah ayam yang memiliki karakteristik ekonomis, memiliki

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum

BAB V PEMBAHASAN. (2009), dimana kesalahan pengambilan spesimen pada fase pra-analitik dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ayam Pedaging Klasifikasi biologis ayam (Gallus gallus) berdasarkan Rasyaf (2003) adalah sebagai berikut :

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Transkripsi:

HASIL DAN PEMBAHASAN Morfologi Sel-Sel Darah Eritrosit (RBC) Dari hasil penelitian, sel eritrosit pada landak Jawa terlihat berbentuk bikonkaf dengan variasi bentuk (Gambar 6), dan tidak memiliki inti.beberapa sel eritrosit landak Jawamemiliki bentuk seperti bulan sabit. Ukuran diameter total sel eritrosit pada landak Jawa adalah 7.98±0.055 µm (Lampiran 7) denganratarata area bikonkaf 4.15±1.135 µm (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa area bikonkaf pada sel eritrosit landak Jawa mengisi lebih dari setengah ukuran diameter sel eritrositnya.diameter bikonkaf yang relatif lebih besar ini diduga sebagai adaptasi untuk dapat mengikat oksigen dengan jumlah yang lebih banyak.berdasarkan morfologinya, sel eritrosit landak Jawa mirip dengan mamalia pada umumnya seperti yang dilaporkan oleh Tizard (1988), Jain (1993), dan Williams (1987), yaitu sel eritrosit hewan mamaliatidak memiliki inti dengan ukuran diameter 4-9 µm. Variasi morfologi sel eritrosit yang terdapat pada landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 6. a b c 1 2 3 4 Gambar 6Variasi morfologi sel eritrosit pada landak Jawa. Keterangan: Sel eritrosit dengan bentuk bikonkaf yang berukuran besar (1a), kecil (2b), sedang (3b). Sel eritrosit dengan bentuk bikonkaf seperti bulan sabit (4c).Bar 10 µm. Leukosit (WBC) Leukosit merupakan sel darah yang aktif dalam sistem pertahanan tubuh (Schalm 1971).Jumlah sel leukosit pada masing-masing jenis hewan bervariasi, bahkan pada setiap individu dalam satu spesies. Menurut Frandson (1992), meningkatnya jumlah sel leukosit merupakan pertanda adanya infeksi. Fluktuasi

jumlah sel leukosit pada tiap individu cukup besar pada kondisi tertentu, misalnya: stress, aktivitas fisiologis, status gizi, umur dan lain-lain (Dellmann dan Brown 1992). Dari hasil penelitian, jumlah sel leukosit yang diperoleh dapat dilihat padatabel 4. Tabel 4 Hasil analisis rataansel leukosit dari masing-masing landak Jawa Kode Landak (Jenis Kelamin) Sel leukosit (x10 3 /mm 3 ) A ( ) 12.5 B ( ) 11.65 C ( ) 5.5 D ( ) 9.15 E ( ) 11.73 Rataan 10.11 Tingkat kesalahan (SD) 2.87 Berdasarkan data daritabel4,menunjukkan bahwa jumlah sel leukosit yang diperoleh dari masing-masing landak Jawa berbeda-beda.hal ini membuktikan bahwa setiap individu memiliki derajat ketahanan tubuh yang berbeda-beda walaupun masih dalam spesies yang sama.dari hasil penelitian, rataan jumlah sel leukosit yang diperoleh adalah 10.11±2.87 (x10 3 /mm 3 ) dalam kisaran 5.5-12.5 (x10 3 /mm 3 ).Landak C memiliki jumlah sel leukosit yang paling rendah dari kelima landak tersebut.walaupun demikian, jumlah sel leukosit ini masih dalam kisaran angka pada kondisi normal atau fisiologisbila dibandingkan pada hewan rodensia lain dan selama penelitian landak C tidak memperlihatkan gejala klinis sakit.selain itu, pada waktu pengambilan darah landak dilakukan dalam kondisi teranastesi, sehingga dapat meminimalisir keadaan stress pada landak. Secara umum, nilai normal sel leukosit pada landak Jawa relatif lebih dekat dengan kelinci dan beberapa rodensia lain. Perbandingan nilai normal jumlah sel leukosit pada landak Jawa dengankelinci dan beberapa rodensia lain dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Perbandingan nilai normal jumlah rataansel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan Jenis hewan Sel leukosit (x10 3 /mm 3 ) Landak Jawa 10.11±2.87 Kelinci Putih New Zealand* 8.179±1.882 Kelinci Wild Jack* 4.908±2.193 Marmut* 11.111±2.891 Tikus Long Evants* 8.309±2.365 Tikus Sprangue-Dawley* 9.975±2.680 Mencit strain Regular Yellow* 6.333±3.721 Mencit strain Paker* 7.517±3.009 Sumber: *Jain 1993. Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 5, jumlah sel leukosit pada landak Jawa lebih dekat dengan jumlah leukosit pada tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 9.975±2.680(x10 3 /mm 3 ) dan marmut, yaitu 11.111±2.891 (x10 3 /mm 3 ). Dari kedekatan jumlah ini, diduga bahwa landak Jawa memiliki respon imunnon spesifik yang relatif sama dengan tikus jenis Sprangue-Dawley dan marmut. Pemeriksaan lanjut yang dilakukan yaitu pemeriksaan diferensiasi dari masing-masingjenis sel leukosit pada setiap landak. Sel leukosit pada landak Jawa dapat dibedakan menjadi dua yaitu sel leukosit yang memiliki granul (neutrofil, eosinofil, dan basofil) dan sel leukosit yang tidak memiliki granul (limfosit dan monosit).persentase nilai normal diferensiasi sel leukosit dari masing-masing landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel6 Persentase rataan diferensiasi sel leukosit dari masing-masing landak Jawa Kode Landak Diferensiasisel leukosit (%) (Jenis Kelamin) Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil Basofil A ( ) 61 2 33 2 2 B ( ) 65.5 1 30 2.5 1 C ( ) 78.5 1 12.5 6 2 D ( ) 78.5 2.5 14.5 4.5 0 E ( ) 71 2.5 22.5 3 1 Rataan 70.9 1.8 22.5 3.6 1.2 SD 7.79 0.76 9.09 1.64 0.84 Berdasarkan data yang diperoleh dari Tabel 6, hal yang menarik untuk dikaji adalah tingginya persentase sel eosinofil dan rendahnya persentase sel neutrofil pada landak C dan landak D bila dibandingkan dengan landak lain.hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya infeksi agen penyakit tertentu. Infeksi parasit (cacing dan protozoa) dapat menyebabkan nilai sel eosinofil yang tinggi (Tizard

1988) dan nilai sel neutrofil yang rendah (Levine 1978). Menurut Levine (1978), sel neutrofil yang rendah terjadi sebagai akibat dari adanya cacing muda yang telah menembus dinding usus masuk ke rongga peritoneum dan menginfeksi organ di sekitarnya. Menurut penelitian identifikasi telur cacing yang dilakukan oleh Muhni (2011) pada tinja landak C dan landak D ditemukan beberapa jenis telur cacing, yaitu Strongyloid dan Trichuris. Hal ini diduga menjadi penyebab persentase sel eosinofil lebih tinggi dan persentase sel neutrofil lebih rendah pada landak C dan landak D dari pada landak lain. Meskipun demikian, data-data mengenai tingginya persentase sel eosinofil dan rendahnya persentase sel neutrofil pada landak C dan landak D masih dalam kisaran normal, bila dibandingkan dengan beberapa rodensia lain. Nilai normal persentase sel leukosit pada landak Jawa relatif lebih dekat dengan nilai normal persentasesel leukosit pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang memiliki hubungan kekerabatan yang lebih dekat dengan landak Jawa. Perbandingan nilai normal persentasediferensiasisel leukosit pada landak Jawa dengan kelinci danbeberapa rodensia lain dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Perbandingan nilai normal persentase rataan diferensiasi sel leukosit pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan Jenis hewan Diferensiasi sel leukosit (%) Limfosit Monosit Neutrofil Eosinofil Basofil Landak Jawa 70.9±7.79 1.8±0.76 22.5±9.09 3.6±1.64 1.2±0.84 Kelinci putih New Zealand* 62.5±13.9 3.2±2.6 29.2±9.1 1.1±1.0 2.7±2.2 Kelinci Wild Jack* 54.2±11.6 6.3±3.5 34.6±11.4 4.5±3.6 0.4±0.6 Marmut* 71.4±9.6 2.7±1.9 23.4±9.5 2.4±3.3 0.05±0.15 Tikus Long Evants* 68.3±9.1 3.0±2.3 24.9±7.6 3.6±3.1 0.08±0.20 Tikus Sprangue-Dawley* 71.1±8.7 2.5±2.0 24.5±8.0 1.7±1.3 0.08±0.28 Mencit strain Regular Yellow* 74.3±13.1 2.4±2.0 21.0±11.5 1.5±1.6 0.08±0.40 Mencit strain Paker* 76.9±10.1 1.6±1.5 20.4±9.7 1.1±1.3 0.01±0.06 Sumber: *Jain 1993. Limfosit Data persentase diferensiasi sel leukosit yang terdapat pada Tabel 7, menunjukkan bahwa persentase normal sel limfosit pada landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel limfosit pada tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 71.1±8.7%.Menurut Dellman dan Brown (1992), masa hidup sel limfosit adalah berminggu-minggu, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, akan tetapi hal ini

tergantung pada kebutuhan tubuh. Hal ini diduga sebagai penyebab persentase sel limfosit yang relatif lebih dominan atau lebih tinggi bila dibandingkan dengan jenis sel leukosit lain. Dari hasil penelitian, ukuran rata-rata sel limfosit adalah 8.5±0.5 µm (Lampiran 8).Menurut Bacha dan Bacha (1990), ukuran sel limfosit dibagi menjadi beberapa kelas yaitu kecil, sedang, dan besar.sel limfosit pada mamalia memiliki ukuran dengan kisaran 6-15 µm. Menurut Jain (1993), morfologi sel limfosit mamalia dibedakan atas dua tipe yaitu tipe besar dan tipe kecil. Sel limfosit tipe kecil merupakan sel limfosit dewasa yang memiliki diameter 6-9 µm. Sel limfosit tipe besar merupakan sel limfosit muda yang memiliki diameter 9-15 µm.oleh karena itu, sel limfosit pada landak Jawa memiliki ukuran sedang bila dibandingkan dengan mamalia pada umumnya (Gambar 7). a b Gambar 7 Variasi morfologi sel limfosit pada landak Jawa. Keterangan: a: sel limfosit muda. b: sel limfosit dewasa. Bar 10 µm. Monosit Persentase normal sel monosit pada landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel monosit pada mencit jenis Paker, yaitu1.6±1.5% (Tabel 7).Menurut Dellman dan Brown (1992), sel monosit memiliki masa hidup 10-20 jam dalam sirkulasi.hal ini diduga sebagai penyebab persentase sel monosit jauh lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase sel limfosit. Menurut Bacha dan Bacha (1990), ukuran sel monosit mamalia merupakan ukuran sel leukosit yang paling besar, yaitu15-20 µm dan berbentuk seperti kacang. Hal yang sama terlihat pada sel monosit landak Jawa, yaitu memiliki inti yang terlihat seperti kacang atau melengkung dan terletak disalah satu sisi sitoplasmasel. Landak Jawa memiliki ukuran diameter rata-rata sel monosit sebesar 10.5±0.5 µm (Lampiran 8).Ukuran sel monosit pada landak Jawa ini relatif lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran sel monosit pada mamalia lain

yang dilaporkan oleh Bacha dan Bacha (1990). Variasi morfologi sel monosit pada landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 8. a b c Gambar 8 Variasi morfologi sel monosit padalandak Jawa. Keterangan: a: bentuk inti melengkung.b: bentuk inti lebih melengkung seperti kacang.c: bentuk inti lebih jelas dengan lekungan seperti kapal kuda. Bar 10 µm. Neutrofil Persentase sel neutrofil dari data Tabel 7, menunjukkan bahwa persentase normal sel neutrofil landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel neutrofil pada marmut, yaitu 23.4±9.5%. Menurut Tizard (1988), sel neutrofil dibentuk di dalam sumsum tulang selama 3-7 hari. Sel neutrofil bermigrasi dalam peredaran darah, yang tinggal selama 12 jam sebelum bermigrasi ke dalam jaringan. Proses pembentukan sel neutrofil relatif lebih cepat, karena pada saat terjadi infeksi bakteri, sel neutrofil harus segera bermigrasi untuk melawan infeksi tersebut. Oleh karena itu, hal ini diduga yang mempengaruhi persentase sel neutrofil relatif lebih tinggi dari pada jenis sel leukosit lain, kecuali sel limfosit. Dari hasil penelitian, ukuran sel neutrofil pada landak Jawa sebesar 14±0.5 µm (Lampiran 8).Menurut Bacha dan Bacha (1990), sel neutrofil tikus memiliki ukuran 12-15 µm dan memiliki inti sebanyak 3-5 lobus.dengan demikian, ukuran sel neutrofil pada landak Jawa juga mirip dengan ukuran sel neutrofil pada tikus.gambaran beberapa jenis sel neutrofil yang ditemukan pada landak Jawa seperti yang disajikan pada Gambar 9.

a b c d e Gambar 9 Variasi morfologi sel neutrofil pada landak Jawa. Keterangan:a: inti sel neutrofil terdiri dari 5 lobus yang besatu,sehingga terlihat seperti satu inti yang besar.b: inti sel neutrofil terdiri dari 5 lobus. c: inti sel neutrofil terdiri dari 4 lobus yang bersambung.d: inti sel neutrofil terdiri dari3 lobus yang bersambung.e: inti sel neutrofil terdiri dari 4 lobusyang terpisah jelas.bar 10 µm. Basofil Persentase normal sel basofil pada landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel basofil pada kelinci putih jenis New Zealand, yaitu 2.7±2.2% (Tabel 7).Sel basofil pada landak Jawa memiliki inti 2 atau 3 lobus yang ditutupi oleh granul dan berukuran 11±3 µm (Lampiran 8). Hal ini mirip dengan sel basofil pada mamalia umumnya, yaitu sel basofil pada mamalia memiliki ukuran diameter 12 µm dan terdapat granuldengan inti 2 atau 3 lobus (Bacha dan Bacha 1990). Secara fisik sel basofil terlihat seperti limfosit. Akan tetapi, sel basofil dapat dibedakan dengan sel limfosit, yaitu berdasarkan ukuran dan dengan adanya granul. Sel basofil memiliki ukuran yang lebih besarbila dibandingkan dengan sel limfosit dan memiliki granul. Morfologi sel basofil landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 10. a b Gambar 10 Variasi morfologi sel basofil pada landak Jawa. Keterangan: a: sel basofilyang didominasi oleh granul, namun masih mengandung sedikit sitoplasma. b: sel basofil yang hampir seluruh sel didominasi oleh granul. Bar 10 µm. Eosinofil Persentase sel eosinofil yang terdapat pada Tabel 7, menunjukkan bahwa persentase normal sel eosinofil landak Jawa lebih dekat dengan persentase normal sel eosinofil pada tikus jenis Long Evants, yaitu 3.6±3.1%. Persentase sel

eosinofil relatif lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase jenis sel leukosit lain. Hal ini dipengaruhi oleh waktu paruh yang dimiliki sel eosinofil hanya 30 menit dalam aliran darah, kemudian sel eosinofil tersebut bermigrasi ke dalam jaringan tubuh yang memiliki waktu paruh sekitar 12 hari(tizard 1988). Ukuran sel eosinofil yang diperoleh dari hasil penelitian 11.5±0.5 µm (Lampiran 8). Bentuk dan ukuran sel eosinosil pada landak Jawa ini mirip dengan hewan mamalia pada umumnya, yaitu memiliki inti sebanyak 2 lobus dan ukuran diameter 10-15 µm (Bacha dan Bacha 1990). Variasi morfologi sel eosinofil landak Jawa dapat dilihat pada Gambar 11. a b Gambar 11 Variasi morfologi sel eosinofil pada landak Jawa. Keterangan: a: inti dengan 2 lobus yang terpisah.b:inti dengan 2 lobus yang bersambung seperti bentuk kacamata.bar 10 µm. Hemoglobin (Hb), Hematokrit (PCV), dan Eritrosit (RBC) Kadar Hb, persentase PCV, dan jumlah RBC dipengaruhi oleh spesies hewan, umur, jenis kelamin, nutrisi, serta keadaan fisiologis yaitu laktasi, kebuntingan, sirkulasi estrus, suhu, dan lingkungan (Sturkie 1976).Nilai Hb, PCV, dan RBC yang diperoleh dari masing-masing landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8 Hasil rataan analisis nilai Hb, PCV, dan RBC dari masing-masing landak Jawa Kode Landak Hb (gr %) PCV (%) RBC (x10 6 /mm 3 ) (Jenis Kelamin) A ( ) 15.52 47.25 4.55 B ( ) 15.46 44.63 4.61 C ( ) 10.58 36.88 3.46 D ( ) 13.34 43.5 4.46 E ( ) 16.76 43.08 3.99 Rataan 14.33 43.08 4.21 SD 2.43 3.82 0.49

Menurut Tizard (1988), Perbedaan nilai normal hematologi dari masing-masing individu dipengaruhi oleh kemampuan laju metabolisme tubuh dan status kesehatan masing-masing individu tersebut. Data yang diperoleh dari Tabel 8, menunjukkan bahwa landak C dan landak D memiliki nilai Hb, PCV, dan RBC lebih rendah dari pada nilai rataan dan kelima landak lain. Pada landak ini diketahui juga memiliki persentase sel eosinofil yang tinggi dan terdapat telur cacing dalam tinjanya.hal ini diduga berpengaruh terhadap rendahnya nilai Hb, PCV, dan RBC.Selain itu landak D merupakan landak yang berkelamin betina.perbedaan jenis kelamin dapat menjadi faktor perbedaan nilai Hb, PCV, dan RBC. Menurut Sturkie (1976), hewan betina memiliki nilai Hb, PCV, dan RBC lebih rendah dari pada nilai Hb, PCV, dan RBC pada hewan jantan. Hal ini dipengaruhi oleh laju metabolisme, yaitu laju metabolisme pada hewan betina lebih rendah dari pada jantan. Nilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada landak Jawa relatif lebih dekat dengan nilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang telah dilaporkan oleh Jain (1993) pada Tabel 9. Tabel 9 Perbandingannilai rataan Hb, PCV, dan RBC pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan Jenis hewan Hb (gr/dl) PCV (%) RBC (x10 6 /µl) Landak Jawa 14.33±2.43 43.08±3.82 4.21±0.49 Kelinci Putih New Zealand* 13.3±0.9 42.0±2.7 5.98±0.39 Kelinci Wild Jack* 15.97±1.30 49.08±3.98 7.73±0.78 Marmut* 12.09±1.2 42.1±3.1 5.09±0.47 Tikus Long Evants* 15.2±0.6 47.4±2.2 8.26±0.65 Tikus Sprangue-Dawley* 14.8±0.8 46.1±2.5 7.83±0.62 Mencit strain Regular Yellow* 13.1±1.5 40.4±3.8 8.25±0.90 Mencit strain Paker* 13.4±1.1 41.8±3.0 8.45±0.62 Sumber: *Jain 1993. Menurut Whittow (1977), hewan yang hidup di daerah terestrial di dalam lubang tanah membutuhkan simpanan oksigen lebih tinggi dari pada hewan yang hidup di

daerah terestrial di permukaan tanah. Landak Jawa merupakan satwa terestrial yang membuat sarang berupa lubang di dalam tanah dengan kedalaman sekitar 5 meter sebagai tempat peristirahatannya (Setiawan 2007).Dengan demikian, landak membutuhkan simpanan oksigen lebih tinggi dari pada hewan yang hidup di daerah terestrial di permukaan tanah. Berdasarkan data dari Tabel 9, nilai PCV yang relatif dekat dengan nilai PCV pada landak Jawa adalah marmut, yaitu 42.1±3.1 gr%, begitu juga dengan nilai RBC, yaitu 5.09±0.47 (x10 6 /mm 3 ), sedangkan nilai Hb yang relatif dekat dengan landak Jawa adalah tikus jenis Sprangue-Dawley, yaitu 14.8±0.8 gr/dl.perbedaan nilai Hb, PCV, dan RBC yang dikandung oleh masing-masing spesies hewan, dipengaruhi oleh kebutuhan fisiologis tubuh hewan tersebut. Oleh karena itu, nilai fisiologis Hb, PCV, dan RBC dari spesies hewan berbeda-beda, walaupun masih dalam ordo hewan yang sama. MCV (Mean Corpuscular Volume), MCH (Mean Corpuscular Hemoglobin), dan MCHC (Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration) Nilai MCVberhubungan dan mempengaruhi ukuran sel darah merah, sedangkan nilai MCHdan MCHC berhubungan dan mempengaruhi jumlah atau konsentrasi Hb pada setiap sel darah merah.nilai MCV, MCH, dan MCHC diperoleh dari hasil perhitungan nilai Hb, PCV, dan RBC (Lampiran 3 dan Lampiran 4). Hasil analisis MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Hasil analisis rataan MCV, MCH, dan MCHC dari masing-masing landak Jawa Kode Landak (Jenis Kelamin) MCV (femtoliter) MCH (pigtogram/sel) MCHC (gram desiliter) A ( ) 103.85 34.04 32.78 B ( ) 96.85 33.58 34.60 C ( ) 106.66 31.30 29.33 D ( ) 97.85 30.08 30.64 E ( ) 108.1 42.28 38.90 Rataan 102.66 34.25 33.25 SD 5.10 4.77 3.75

Berdasarkan hasil analiasis nilai rataan MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa yang terlihat pada Tabel 10, relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada kelinci dan beberapa rodensia lain yang dilaporkan oleh Jain (1993). Perbadingan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dengan nilai normal MCV, MCH, dan MCHC pada kelinci dan beberapa rodensia lain dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Perbandingan nilai rataan MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa dengan beberapa spesies hewan Jenis hewan MCV (fl) MCH (pg) MCHC (gr/dl) Landak Jawa 102.66±5.10 34.25±4.77 33.25±3.75 Kelinci Putih New Zealand* 70.4±2.9 31.7±1.1 22.3±1.1 Kelinci Wild Jack* 63.62±2.47 32.52±1.04 20.70±1.07 Marmut* 83.0±4.0 30.6±1.2 - Tikus Long Evants* 57.3±5.6 32.0±1.1. 18.5±1.5 Tikus Sprangue-Dawley* 59.0±3.2 32.5±1.1 18.9±1.2 Mencit strain Regular Yellow* 49.1±3.4 32.3±1.4 15.9±1.1 Mencit strain Paker* 49.0±4.0 31.5±2.9 15.9±1.0 Sumber: *Jain 1993. Nilai MCV pada suatu spesies hewan menggambarkan ukuran diameter sel eritrosit dari hewan tersebut. Dari data yang terdapat pada Tabel 11, terlihat bahwa nilai MCV pada landak Jawa relatif lebih besar bila dibandingkan dengan nilai MVC pada kelinci dan beberapa rodensia lain Hal ini terlihat juga pada ukuran area bikonkaf dan ukuran diameter sel eritrosit pada landak Jawa relatif lebih besar bila dibandingkan dengan mamalia pada umumnya (Gambar 5). Namun, menurut Schalm (1971), nilai MCV pada kelinci sebesar 110.4 fl, sehingga nilai MCV ini relatif lebih mirip dengan nilai MCV pada landak Jawa. Menurut Whittow (1977), kelinci merupakan hewan yang hidup di daerah terestrial yang membuat lubang di dalam tanah. Dengan adanya kemiripan habitat dan perilaku pada kelinci dan landak Jawa merupakan faktor yang mempengaruhi kemiripan ukuran sel eritrosit. Nilai MCH dan MCHC pada hewan menggambarkan intensitas warna atau kandungan heme dari eritrosit tersebut.data yang diperoleh dari Tabel 11, terlihat bahwa nilai MCH dan MCHC pada landak Jawa relatif lebih tinggi bila dibandingkan dengan nilai MCH dan MCHC pada kelinci dan beberapa rodensia lain (Jain 1993).Namun, menurut Schalm (1971), nilai MCH dan MCHC pada

kelinci 38.11 pg dan 34.41 gr/dl.berdasarkan data ini, maka nilai MCH dan MCHC pada landak Jawa lebih dekat dengan nilai MCH dan MCHC pada kelinci.oleh karena itu, dapat diduga bahwa kandungan hemedan intensitas warna sel eritrosit pada landak Jawa relatif sama dengan kandungan heme dan intensitas warna sel eritrosit pada kelinci. Dari hasil analisis nilai MCV, MCH, dan MCHC landak Jawa memiliki nilai yang relatif lebih tinggi terhadap kisaran normal pada kelinci dan beberapa rodensia lain. Tingginya nilai MCV, MCH, dan MCHC pada landak Jawa ini diduga sebagai adaptasi terhadap habitat dan perilaku membuat sarang berupa lubang di dalam tanah. Landak Jawa memerlukan konsentrasi hemoglobin yang lebih tinggi dan ukuran eritrosit lebih besar untuk dapat mengikat oksigen lebih banyak. Hal ini diperlukan karena di dalam sarang berupa lubang didalam tanah kadar oksigen lebih rendah dibandingkan dengan di permukaan tanah.