HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambaran Umum
|
|
- Glenna Widjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Proses Fermentasi Sabut Kelapa Sawit Sabut kelapa sawit (SS) yang difermentasi oleh jamur Pleurotus ostreatus pada penelitian ini dijadikan sebagai bahan pakan pengganti rumput gajah (RG). Biomasa SS yang telah mengalami fermentasi selama 60 hari ditunjukkan pada Gambar 6b dan 6c. Biomasa dalam gambar dipanen pada fase vegetatif yaitu pertumbuhan miselium sebelum tumbuh tubuh buah, dimana semua media SS dipenuhi oleh hifa berbentuk benang putih. Bahan organik dalam biomasa SS masih terkumpul dan belum tertranspormasi sehingga masih banyak nutrien yang dapat dimanfaatkan sebagai pakan untuk ternak (Priono, 2007). Setelah SS difermentasi oleh Pleurotus ostreatus, struktur SS menjadi lebih rapuh dan warnanya menjadi lebih terang. a) b) c) Gambar 6. (a) SS Sebelum Fermentasi (b) SS Setelah Fermentasi (c) Substrat SS yang Dipenuhi Miselium Pleurotus ostreatus Kandungan nutrien SS dan rumput gajah ditunjukkan dalam Tabel 6. Fermentasi dengan menggunakan Pleurotus ostreatus meningkatkan kandungan bahan kering (BK), protein kasar (PK), bahan ekstrak tanpa nitrogen (BETN) dan 28
2 selulosa pada SS. Kandungan protein kasar pada SS (9,50%) hampir setara dengan protein kasar pada rumput gajah (8,56%). Namun, setelah difermentasi protein kasar SS mengalami peningkatan sebesar 49,02% sehingga kadar protein kasar menjadi 14,16%. Peningkatan tersebut lebih besar dibandingkan hasil fermentasi Pleurotus ostreatus menggunakan kulit kakao (39,90%) pada penelitian Alemawor (2009). Peningkatan kandungan protein substrat setelah fermentasi disebabkan adanya biokonversi gula menjadi protein miselium (Iyayi, 2004). Pertumbuhan hifa miselium awalnya akan memanfaatkan sumber nutrisi terutama sumber karbon yang terkandung pada bahan bahan baku pembuatan bag log seperti dedak padi dan kapur. Begitu pula dengan kandungan selulosa, semakin meningkatnya jumlah selulosa pada sabut kelapa sawit fermentasi (SSf) menyebabkan semakin banyak pula jumlah selulosa yang dapat dimanfaatkan oleh domba yang mendapat ransum perlakuan. Peningkatan selulosa ini berkaitan dengan menurunnya kadar lignin SS setelah difermentasi. Tabel 6. Kandungan Nutrien Sabut Kelapa Sawit dan Rumput Gajah Nutrien Bahan (% BK) (%) SS 1 SSf 1 RG 3 BK 88,38 90,09 20,12 Abu 11,95 9,88 15,65 PK 9,50 14,16 8,56 SK 54,75 50,49 32,47 LK 6,76 0,80 2,92 BETN 17,04 24,67 40,40 Selulosa 31, ,89 30,79 Lignin 21, ,18 15,21 Keterangan : SS = Sabut kelapa sawit; SSf = Sabut kelapa sawit fermentasi. 1 Hasil analisis proksimat Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Perternakan IPB, Hasil analisis Irawadi, et al., Hasil analisis Suparjo et al., Kandungan serat kasar pada SS lebih tinggi dibanding serat kasar pada rumput gajah (Tabel 6). Fermentasi SS mampu menurunkan kandungan serat kasar menjadi 50,49%. Penurunan kandungan serat kasar diduga disebabkan adanya peran enzim ekstraselular yaitu lakase dan peroksidase yang berasal dari miselium 29
3 Pleurotus ostreatus dalam degradasi lignin dan selulosa pada SS (Cahyana, 2009). Begitu pula dengan kandungan lemak kasar pada SS, setelah dikukus kadar lemak kasar turun menjadi 4,81% dan setelah difermentasi menjadi 0,80%. Selain disebabkan adanya pengukusan sebelum fermentasi, rendahnya kandungan lemak kasar pada SS ini diduga karena kandungan nutrien tersebut luruh selama proses fermentasi. Hal ini ditandai dengan adanya minyak dibagian bawah bag log. Tabel 7. Kandungan Nutrien Ransum Perlakuan (100% BK) Nutrien Perlakuan R0 R1 R2 BK 83,97 84,56 84,85 Abu 9,63 9,14 10,10 PK 19,70 19,04 20,53 SK 27,81 27,25 28,47 LK 2,79 1,71 2,31 BETN 39,37 42,86 38,59 TDN 59,16 57,08 53,82 Keterangan : R0 = 30% RG + 70% Konsentrat ; R1 = 15 % RG + 15 % SSf + 70% Konsentrat ; R2 = 30 % SSf + 70% Konsentrat. Hasil Analisis proksimat Lab. Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Perternakan IPB, Berat media substrat (bag log) SS yang telah dipenuhi oleh miselium menjadi berkurang rata-rata sebanyak 20 g sehingga terjadi penyusutan sebesar 2,5%. Adanya penurunan berat ini menandakan bahwa terjadi degradasi lignin yang menyebabkan terbentuknya rongga antara ikatan lignoselulosa sehingga kekuatan bahan berkurang sampai level tertentu dan bahan menjadi rapuh. Hal ini dapat dilihat pada tabel 6, kandungan lignin SS setelah fermentasi mengalami penurunan walaupun hanya sedikit. Berdasarkan hasil pengamatan, rata-rata pertumbuhan miselium jamur Pleurotus ostreatus adalah 0,80 cm per hari. Proses pertumbuhan dan fermentasi Pleurotus ostreatus sangat bergantung pada faktor lingkugan khususnya suhu, kelembaban dan intensitas cahaya. Semakin rendahnya suhu, meningkatnya kelembaban dan rendahnya intensitas cahaya ruangan akan mempercepat pertumbuhan miselium dalam substrat SS sehingga menyebabkan waktu panen pada masa vegetatif (pertumbuhan miselium) semakin cepat. 30
4 Kebersihan dan optimalisasi proses sterilisasi ruangan juga merupakan hal yang penting dalam pertumbuhan Pleurotus ostreatus. Pertumbuhan Miselium Rataan (cm) H1 H3 H5 H7 H9 H12 Hari Ke- Grafik 2. Pertumbuhan Miselium Pleurotus ostreatus yang Tumbuh dalam Media Sabut Kelapa Sawit Kondisi Kandang Sistem ventilasi kandang yang lebih terbuka yang digunakan dalam penelitian ini menyebabkan sirkulasi udara berlangsung dengan baik sehingga terbentuk suhu dan kelembaban yang nyaman bagi domba. Kondisi ini menyebabkan ternak tidak mengalami stress panas sehingga berpengaruh terhadap performa dan keadaan fisiologis ternak yang semakin baik. Profil Darah Darah menggambarkan kondisi fisiologis terutama yang terkait dengan sirkulasi, metabolisme dan kesehatan ternak. Sel - sel darah terdiri atas leukosit, eritrosit, dan trombosit yang sering disebut sebagai benda-benda darah (Ganong, 2002). Darah mengandung faktor - faktor penting untuk pertahanan tubuh. Fungsi utama dari sistem pertahanan tubuh adalah kemampuan benda-benda darah tertentu dalam membedakan antara sel tubuhnya sendiri dengan sel yang berasal dari luar tubuh, yang merupakan hal penting dalam mempertahankan tubuh dari serangan benda-benda asing atau mikroorganisme dan sel-sel yang tidak dikehendaki tubuh (Radji dan Biomed, 2010). Sistem pertahanan tubuh yang baik dan kuat akan menjadikan tubuh dapat tumbuh dan bereproduksi dengan baik pula. 31
5 Eritrosit, Hematokrit dan Hemoglobin Eritrosit atau butir darah merah (BDM) merupakan bagian dari darah yang berfungsi sebagai pengikat oksigen serta mengedarkannya ke seluruh jaringan tubuh (Ganong, 2002). Jain (2010) menyatakan bahwa pada kondisi normal jumlah eritrosit untuk domba adalah 9 15 juta/mm 3. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah eritrosit pada domba perlakuan R1 berada dalam kisaran normal (Tabel 8). Jika dilihat dari jumlah eritrosit sebelum perlakuan, R1 mengalami penurunan sehingga berada kondisi normal setelah diberi perlakuan berupa penambahan SSf sebanyak 15% dari total ransum. Pada kontrol dan perlakuan R2 terjadi peningkatan jumlah eritrosit setelah diberi perlakuan sehingga jumlah eritrosit melebihi jumlah normal. Jumlah eritrosit yang melebihi normal diduga karena ternak mengalami dehidrasi sehingga kadar viskositas darah meningkat dan berdampak pada meningkatnya produksi eritrosit di dalam darah (Frandson, 1992). Ransum perlakuan tidak mempengaruhi nilai hematokrit dan kadar hemoglobin pada domba percobaan. Nilai hematokrit pada setiap perlakuan berada dalam kisaran normal yaitu antara 27% 45% (Jain, 2010). Begitu pula dengan kadar hemoglobin darah juga berada dalam rataan kisaran normal (Tabel 8). Data tersebut mengindikasikan domba tidak mengalami anemia. Jain (2010) menyatakan bahwa kondisi normal kadar hemoglobin dalam darah domba adalah 9 15 g/%. SSf memiliki kemampuan yang setara dengan rumput gajah dalam mempertahankan nilai hematokrit dan hemoglobin pada domba lokal. Jumlah eritrosit, hematokrit dan kadar hemoglobin memiliki korelasi yang erat. Hemoglobin memberikan kemampuan eritrosit untuk mengangkut oksigen serta menyebabkan warna merah pada darah. Ransum perlakuan R1 dan R2 yang terdiri dari SSf oleh Pleurotus ostreatus memiliki kandungan zat besi (Fe) dan niasin (Widyastuti dan Koesnandar, 2005). Kedua komponen ini merupakan zat-zat yang penting dalam penyusunan Heme dan globin dalam pembentukan hemoglobin. Sedangkan Hematokrit atau packed cell volume (PCV) merupakan persentase sel darah merah dalam 100 ml darah. Hematokrit memiliki nilai yang berbanding lurus dengan nilai viskositas darah. Semakin meningkatnya nilai viskositas darah, maka nilai hematokrit akan semakin meningkat pula. Gambaran hematokrit dan hemoglobin darah menunjukkan bahwa 32
6 penggunaan SSf sebagai pengganti rumput gajah tidak mengganggu viskositas darah dan fungsi hemoglobin. Leukosit dan Diferensiasi Leukosit atau sel darah putih merupakan bagian dari darah yang paling aktif dalam sistem kekebalan tubuh. Pemberian ransum mengubah jumlah leukosit pada domba percobaan (P<0,05). Pengaruh ransum perlakuan terhadap jumlah leukosit bersifat linear dengan persamaan y = -0,235x + 16,20 dan R 2 = 0,964. Semakin tingginya persentase penggunaan SSf dalam ransum menyebabkan jumlah leukosit domba semakin menurun dan lebih mendekati kisaran normal yaitu 4-8 ribu/mm 3 (Jain, 2010). Jumlah yang mendekati normal menunjukkan bahwa proses produksi leukosit di dalam sumsum tulang belakang juga berjalan dengan baik. Penurunan jumlah leukosit ini diduga karena adanya kandungan senyawa aktif pleuran di dalam ransum R1 dan R2 yang tersusun dari SSf. Pleurotus ostreatus memiliki senyawa yang bersifat antimikroba dan cukup besar efeknya terhadap peningkatan kekebalan tubuh (Daneshmand et al., 2011). Senyawa ini mengikat permukaan sel makrofag dan sel Natural Killer (NK) di dalam darah sehingga mengaktivasi makrofag untuk mencari dan membunuh benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh. Jumlah makrofag pun semakin banyak sehingga sistem pertahanan tubuh domba semakin meningkatkan. Rataan Jumlah Leukosit (ribu/mm3) R2 R1 y = x R² = Taraf Penggunaan SSf (%) R0 Grafik 3. Hubungan antara Ransum Perlakuan dan Jumlah Leukosit pada Domba 33
7 Tabel 8. Rataan Komponen Darah pada Domba yang Mendapat Ransum tanpa atau dengan SSf Komponen Darah Perlakuan R0 R1 R2 P0 P1 P0 P1 P0 P1 Nilai Normal Eritrosit (juta/mm 3 ) 13,32 ± 4,51 16,14 ±3,96 15,20 ± 6,19 13,76 ± 3,57 14,95 ± 3,69 16,60 ± 4, Hematokrit (%) 33,38 ± 5,30 31,81 ± 3,04 37,06 ± 2,97 26,94 ± 7,42 36.,35 ± 3,32 29,31 ± 3, Hemoglobin (g/%) 12,31 ± 2,01 11,57 ± 1,32 13,09 ± 2,66 11,31 ± 1,69 13,43 ± 1,09 10,90 ± 2, Leukosit (ribu/mm 3 ) 12,48 ± 3,16 16,60 ± 1,47 a 12,61 ± 3,75 11,90 ± 4,02 b 9,43 ± 2,98 9,55 ± 2,14 b 4-8 Limfosit (%) 42,25 ± 19,52 48,00 ± 12,83 29,75 ± 14,36 51,25 ± 8,42 23,00 ± 5,23 45,00 ± 18, Neutrofil (%) 50,50 ± 22,17 46,25 ± 10,59 63,50 ± 15,11 44,25 ± 6,65 68,75 ± 10,40 50,00 ± 17, Monosit (%) 2,50 ± 0,58 2,25 ± 1,50 3,50 ± 1,29 2,00 ± 1,41 2,00 ± 1,41 2,25 ± 0, Eosinofil (%) 4,75 ± 4,86 3,50 ± 1,00 3,25 ± 2,06 2,50 ± 1,29 6,25 ± 6,65 2,75 ± 1, Selisih ( ) Leukosit (ribu/mm 3 ) +4,12-0,71 +0,13 Limfosit (%) +5,75 +21,50 +22,00 Neutrofil (%) -4,25-19,25-18,75 Keterangan : P0 = Gambaran Darah Sebelum Perlakuan; P1 = Gambaran Darah Setelah Perlakuan; Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0.05). Nilai normal berdasarkan Jain (2010). 34
8 Terjadi peningkatan jumlah leukosit yang relatif tinggi pada domba yang diberi ransum kontrol. Tingginya peningkatan jumlah leukosit domba pada kontrol yang melebihi batasan normal mengindikasikan adanya mikroorganisme asing yang masuk ke dalam tubuh. Kondisi ini menyebabkan sumsum tulang membentuk dan melepaskan lebih banyak sel darah putih sebagai respon terhadap infeksi (Radji dan Biomed, 2010). Menurut Jain (1993), kondisi stress, baik secara fisik maupun emosional atau adanya penyakit atau infeksi menyebabkan peningkatan sekresi epinefrin dan kortikosteroid yang akhirnya menyebabkan peningkatan jumlah leukosit. Limfosit merupakan antigen khusus dalam leukosit yang bersifat nonfagosit, terdiri dari limfosit T dan limfosit B. Limfosit T berfungsi sebagai bagian dari sistem pengawas kekebalan tubuh yang dapat mengenal dan membedakan benda asing yang masuk ke dalam tubuh (Radji dan Biomed, 2010). Sedangkan limfosit B bertanggung jawab atas pembentukan antibodi dan berjumlah 5%-15% dari limfosit dalam sirkulasi darah (Kresno, 2001). Ransum perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata terhadap pembentukan limfosit pada domba. Jumlah limfosit domba pada penelitian ini berada dalam kisaran normal yaitu 45,00% 51,25%. Jain (2010) menyatakan bahwa pada kondisi normal jumlah limfosit untuk domba adalah 40%- 55%. Jika dibandingkan dengan rataan jumlah limfosit domba sebelum perlakuan, perlakuan R1 dan R2 meningkat drastis untuk mencapai kisaran normal dengan persentase kenaikan sebesar R1 21,50% dan R2 22,00% dibanding kontrol yang hanya naik 5,75%. Peningkatan jumlah limfosit pada domba yang mendapat ransum perlakuan R1 dan R2 ini selaras dengan perubahan jumlah leukosit yang semakin mendekati kondisi normal. Meningkatnya jumlah limfosit berarti meningkat pula jumlah antibodi dan sel - sel pertahanan dalam tubuh domba terhadap mikroorganisme. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan R1 dan R2 memiliki manfaat yang lebih tinggi dibanding kontrol dalam memperbaiki kondisi limfosit agar mencapai kisaran normal. Peningkatan jumlah limfosit ini diduga karena adanya kandungan senyawa aktif pleuran di dalam ransum R1 dan R2 yang tersusun dari SSf. Synytsya et al. (2009) menyatakan bahwa bagian dari jamur ini termasuk miseliumnya mengandung senyawa serat larut terutama β-d glukan ( g/kg) 35
9 dan sejumlah kecil glukan lain seperti kitin dan galaktomannan yang mempunyai efek positif sebagai anti virus, anti bakteri, anti jamur dan dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Jumlah konsumsi protein juga sangat berpengaruh terhadap pembentukan antibodi pada tubuh domba. Protein merupakan bahan utama dalam memproduksi antibodi di dalam tubuh, dimana struktur dasar antibodi memiliki 4 rantai protein yaitu dua rantai ringan (light chain) dan dua rantai berat (heavy chain) yang identik (Radji dan Biomed, 2010). Pemberian ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah neutrofil domba. Data pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa kadar neutrofil domba (44,25%-50,00%) pada penelitian berada dalam kisaran normal yaitu 10% 50% (Jain, 2010). Hal ini berarti bahwa domba tidak berada dalam kondisi stress sehingga produksi neutrofil berlangsung dengan normal. Jumlah neutrofil pada domba yang mendapat ransum perlakuan R1 dan R2 mengalami penurunan yang tinggi (R1 19,25% dan R2 18,75%) dibanding kontrol (4,25%) dalam upaya memperbaiki kondisi neutrofil menuju kisaran normal. Ini menandakan ransum yang mengandung SSf memiliki kemampuan yang lebih tinggi dibanding kontrol dalam memperbaiki sistem pertahanan tubuh domba. Monosit juga merupakan bagian dari leukosit yang memiliki fungsi utama merespon adanya tanda-tanda inflamasi dengan cara bergerak cepat menuju tempat terinfeksi. Monosit akan menjadi makrofag yang bersifat fagositik, memiliki ukuran besar dan terikat pada jaringan tubuh (Radji dan Biomed, 2010). Ransum perlakuan tidak mempengaruhi jumlah monosit domba. Penggunaan 30% SSf dalam ransum memiliki kemampuan yang setara dalam penyediaan nutrien untuk pembentukan monosit. Jumlah monosit domba pada keadaan normal 0%-6% (Jain, 2010) yang menandakan bahwa jumlah monosit domba percobaan berada dalam kisaran normal yaitu 2,00%-2,25%. Begitu pula dengan jumlah eosinofil pada penelitian ini juga berada dalam kisaran normal yaitu 2,5% 3,5%. Menurut Jain (2010), kondisi normal jumlah eosinofil pada domba adalah 0% 10%. Eosinofil merupakan bagian dari sel darah putih yang berperan sangat efektif dalam membunuh jenis parasit tertentu. Zat-zat kimia yang dikeluarkan oleh eosinofil berfungsi menghancurkan cacing, parasit dan berperan penting dalam manifestasi reaksi alergi (Radji dan Biomed, 2010). 36
10 Total Kolesterol Darah Kolesterol merupakan substansi berwarna putih dan memiliki bentuk seperti lilin yang mempunyai fungsi sangat penting bagi tubuh (Arora, 2007). Kolesterol merupakan komponen utama sel otak dan saraf, serta sebagai bahan antara pembentukan sejumlah steroid penting, seperti asam empedu, asam folat, hormon - hormon adrenal korteks, estrogen, androgen, dan progesterone. Namun, kolesterol juga dapat membahayakan tubuh jika keberadaannya melebihi kapasitas normal dan terdapat dibagian tertentu (Almatsier, 2006). Tabel 9. Kadar Kolesterol Serum Darah pada Domba yang Mendapat Ransum tanpa atau dengan SSf Perlakuan Kolesterol Darah (mg/dl) Persentase Penurunan P0 P1 (%) R0 67,13 ± 17,93 55,15 ± 7,57 13,51 R1 76,99 ± 20,92 54,96 ± 12,13 27,04 R2 70,94 ± 16,11 63,55 ± 12,92 7,7 Nilai Normal Keterangan : Hasil Analisis Kolesterol Serum di Laboratorium Terpadu, Fakultas Peternakan, IPB. Nilai normal berdasarkan Smith dan Mangkoewidjojo (1988). Penggunaan SSf (Tabel 9) dalam ransum perlakuan tidak berpengaruh nyata terhadap kadar kolesterol darah domba. Kadar kolesterol darah pada semua perlakuan berada dalam kisaran normal yaitu 54,96-63,55 mg/dl. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa kondisi normal kolesterol darah pada domba adalah mg/dl. Kondisi kolesterol darah sebelum perlakuan yang lebih tinggi dibanding setelah perlakuan (Tabel 9) menunjukkan adanya peran ransum terhadap penurunan kadar kolesterol darah. Perlakuan R1 menunjukkan penurunan yang paling tinggi dibandingkan kontrol dan perlakuan R2. Penurunan kadar kolesterol darah diduga memiliki hubungan yang erat dengan konsumsi karbohidrat, protein dan lemak pada makanan. Hal ini disebabkan ketiga komponen tersebut merupakan bahan baku untuk mensintesis kolesterol di dalam hati (Almatsier, 2006). Pleurotus ostreatus mengandung 2,8% lovastatin (C 24 H 36 O 5 ) yang termasuk dalam kelompok statin. Zat ini merupakan agen hipolipidemik yang dapat menghambat metabolisme kolesterol di dalam tubuh sehingga dapat menurunkan 37
11 kadar kolesterol darah (Gunde dan Cimerman, 1995). Obat sintesis ini bekerja sebagai inhibitor hydroxymethyl-glutaryl-coa redutase (Vrecer et al., 2003). Namun, pada penelitian ini efek penurunan kolesterol yang disebabkan pemberian ransum belum terlihat jelas. Ini diduga karena masa perlakuan terhadap ternak hanya dilakukan selama 1 bulan. Menurut Parakkasi (1999), kolesterol pada ruminan merupakan kolesterol endogenus yang sedikit sekali dipengaruhi oleh kolesterol pakan (eksogenus). Manfaat Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dalam Ransum Domba Menurut Aregheore (2001), konsumsi merupakan faktor yang penting dalam menentukan produktifitas ruminansia. Konsumsi pakan dapat diekspresikan dengan satuan g/ekor/hari (van Hao dan Liden, 2001), g/kg BB/hari (Van et al., 2005) atau g/kg BB 0.75 /hari (Mandal et al., 2005). Pada penelitian ini, konsumsi yang diamati berdasarkan bobot badan metabolis (BB 0.75 ). Pengukuran konsumsi berdasarkan bobot metabolis digunakan untuk mengetahui kebutuhan energi sesuai dengan berat badan 0,75. Selain itu, pengukuran tersebut juga dapat dijadikan sebagai petunjuk adanya perbaikan kecernaan zat makanan (Parakkasi, 1999). Tabel 10. Rataan Konsumsi dan Nutrien Tercerna berdasarkan Bobot Badan Metabolis pada Domba yang Mendapat Ransum Percobaan (100% BK) Parameter Konsumsi (g/kg BB 0.75 /hari) Perlakuan Standar Rataan R0 R1 R2 Error BK metabolis 80,05 77,81 86,10 81,32 2,20 BO metabolis 60,46 60,36 69,44 63,42 2,11 Nutrien tercerna (g/kg BB 0.75 /hari) BK tercerna metabolis 26,92 27,91 26,98 27,27 0,82 BO tercerna metabolis 36,69 36,68 38,85 37,40 1,01 Keterangan : R0 = 30% RG + 70% Konsentrat ; R1 = 15 % RG + 15 % SSf + 70% Konsentrat ; R2 = 30 % SSf + 70% Konsentrat. Ransum perlakuan yang diberikan tidak mempengaruhi jumlah konsumsi bahan kering (BK) berdasarkan bobot metabolis pada domba perlakuan. Konsumsi BK pada domba berkisar antara 77,81-86,10 g/kg BB 0.75 /hari. Nilai ini hampir sama 38
12 dengan hasil penelitian Setyowati (2005) yang menggunakan ransum substrat serbuk gergaji yang difermentasi dengan jamur isolate HS yaitu 78,38-94,32 g/kg BB 0.75 /hari. Konsumsi bahan organik (BO) berdasarkan bobot badan metabolis menunjukkan hasil yang selaras dengan konsumsi BK berdasarkan bobot badan metabolis. Hal ini menunjukkan bahwa SSf dapat menggantikan peran rumput gajah sebagai hijauan pakan domba yang berkualitas. Rataan konsumsi BO selama penelitian adalah 60,36 69,44 g/kg BB 0.75 /hari. Perbedaan konsumsi BO dan BK diduga dipengaruhi oleh palatabilitas ransum dan kesehatan ternak. Pengaruh lingkungan seperti suhu dan kelembaban juga berperan dalam menentukan tingkat konsumsi. Jumlah konsumsi yang tinggi juga tidak berarti tanpa proses pencernaan yang baik di dalam tubuh. Nutrien tercerna merupakan bagian zat makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan dan diserap oleh tubuh serta tidak dibuang melalui feses (McDonald et al., 2002). Nutrien tercerna mencerminkan besarnya sumbangan nutrien dalam tubuh ternak yang menunjukkan kemampuan nutrien tersebut dalam memenuhi hidup pokok maupun produksi ternak (Yusmadi, 2008). Ransum perlakuan yang diberikan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bahan kering (BK) dan bahan organik (BO) tercerna berdasarkan bobot badan metabolis. Nilai BK tercerna berdasarkan bobot badan metabolis pada penelitian ini adalah R0 = 26,92%; R1= 27,91%; R2 = 26,98%. Sedangkan hasil perhitungan BO tercerna berdasarkan bobot badan metabolis masing-masing perlakuan menunjukkan hasil R0 = 36,69%; R1 = 36,68%; R2 = 38,85%. Komposisi dan rasio bahan pakan yang hampir sama diduga menjadi penyebab tidak berbedanya pengaruh pemberian ransum perlakuan terhadap BK dan BO tercerna metabolis pada domba. Menurut McDonald et al., (2002) bahwa kecernaan ransum dipengaruhi oleh komposisi bahan pakan, rasio konsentrat, penyiapan ransum, faktor hewan dan juga level pemberian pakan. Pembahasan Umum Kondisi profil dan kolesterol darah domba perlakuan dalam penelitian ini sangat berhubungan erat dengan kualitas dan jumlah ransum yang dikonsumsi oleh domba. Semakin tingginya kualitas jumlah konsumsi maka semakin banyak pula nutrien yang tersedia untuk kebutuhan hidup pokok, fungsi fisiologis dan produksi 39
13 ternak. Salah satunya adalah untuk pembentukan sistem pertahanan tubuh yang kuat sehingga menghasilkan suatu individu ternak yang sehat. Pada penelitian ini terdapat hubungan antara jumlah butir darah merah (BDM) dengan jumlah bahan organik (BO) yang dikonsumsi oleh ternak dengan persamaan BDM = - 18,32 + 0,045 konsumsi BO dan R 2 = 0,586. Hasil ini selaras dengan penelitian Sutiarna (2010) yang menyatakan bahwa jumlah sel darah merah berkaitan erat dengan konsumsi BO. Kandungan nutrien yang terkandung di dalam ransum seperti protein dan beberapa mineral merupakan bahan dasar untuk memproduksi sel darah merah. Semakin banyaknya jumlah ransum yang dikonsumsi maka semakin banyak bahan nutrien yang ada di dalam tubuh untuk memproduksi sel darah merah sehingga jumlah sel darah merah semakin meningkat. Dalam penelitian ini terlihat pula nilai profil darah terutama leukosit, limfosit, dan neutrofil (Tabel 8) pada domba yang mendapat ransum SSf (R1 dan R2) mendekati nilai normal dibandingkan dengan domba yang mengkonsumsi ransum ideal R0. Jika diamati dari selisih leukosit, limfosit dan neutrofil darah pada ternak antara sebelum dan sesudah perlakuan, domba yang mengkonsumsi ransum mengandung SSf selama 1 bulan mengalami peningkatan kekebalan tubuh yang cukup tinggi. Kondisi ini tergambar dari meningkatnya jumlah limfosit sampai 22% sebagai indikator imunitas. Hal ini menunjukkan bahwa peran senyawa aktif dalam ransum tersebut mampu meningkatkan kesehatan domba. Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa pengaruh pada penurunan kolesterol yang sangat nyata pada domba sebelum dan sesudah mendapat ransum perlakuan. Penggunaan 15% SSf di dalam ransum R1 yang dikombinasikan dengan 15% rumput gajah menurunkan kolesterol darah dua kali lipat dari penurunan R0, namun peningkatan penggunaan SSf sampai 30% tanpa rumput gajah hanya sedikit menurunkan kolesterol darah. Sedikitnya penurunan kolesterol darah ini diduga karena mekanisme kerja lovastatin yang belum berperan nyata dalam menurunkan kolesterol. Kemungkinan kendalanya adalah proses fermentasi sabut kelapa sawit dengan Pleurotus ostreatus yang dilakukan secara belum ideal, sehingga SSf yang dihasilkan belum optimal yang dapat terlihat pada Tabel 6, dimana kadar lignin masih sangat tinggi dibandingkan dengan rumput gajah. 40
HASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi oleh Pleurotus ostreatus dan Kandungan Ransum Penelitian Peranan Pleurotus ostreatus pada Kualitas Sabut Kelapa Sawit Fermentasi dengan Pleurotus
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien Biskuit Rumput Lapang dan Daun Jagung Komposisi nutrien diperlukan untuk mengetahui kandungan zat makanan yang terkandung di dalam biskuit daun jagung dan rumput
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciPENDAHULUAN. puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Komoditi unggas yang telah lama berkembang di Indonesia salah satunya ialah puyuh (Cortunix cortunix japonica). Produk yang berasal dari puyuh bermanfaat sebagai sumber
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciHASIL DA PEMBAHASA. Konsumsi Bahan Kering Ransum
HASIL DA PEMBAHASA Konsumsi Bahan Kering Ransum 200 mg/kg bobot badan tidak mempengaruhi konsumsi bahan kering. Hasil yang tidak berbeda antar perlakuan (Tabel 2) mengindikasikan bahwa penambahan ekstrak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi merupakan jumlah makanan yang dimakan oleh ternak, zat makanan yang dikandungnya akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan untuk produksi hewan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) adalah tanaman yang dapat tumbuh di daerah yang minim nutrisi. Rumput gajah membutuhkan sedikit atau tanpa tambahan nutrien
Lebih terperinciKOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN
1 KOMPOSISI PAKAN DAN TUBUH HEWAN M.K. Pengantar Ilmu Nutrisi Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB Zat makanan adalah unsur atau senyawa kimia dalam pangan / pakan yang dapat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ternak disamping manajemen pemeliharaan dan pemberian pakan adalah faktor manajemen lingkungan. Suhu dan kelembaban yang
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Ransum Komplit Ransum yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari rumput gajah, konsentrat, tepung daun kembang sepatu, dan ampas teh. Rumput gajah diperoleh dari Laboratorium
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura
14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki
Lebih terperinciBAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ransum merupakan campuran bahan pakan yang disusun untuk memenuhi kebutuhan zat makanan ternak selama 24 jam. Ransum menjadi sangat penting dalam pemeliharaan ternak,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 482,91 55, ,01 67,22
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi dan Kecernaan Bahan Kering Konsumsi dan kecernaan bahan kering dapat dilihat di Tabel 8. Penambahan minyak jagung, minyak ikan lemuru dan minyak ikan lemuru terproteksi tidak
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk. Domba Lokal memiliki bobot badan antara kg pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba pada umumnya dipelihara sebagai penghasil daging (Edey, 1983). Domba Lokal yang terdapat di Indonesia adalah Domba Ekor Tipis, Priangan dan Domba Ekor Gemuk.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. nutrisi makanan. Sehingga faktor pakan yang diberikan pada ternak perlu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Produktivitas ternak dipengaruhi oleh berbagai faktor salah satunya adalah pakan. Davendra, (1993) mengungkapkan bahwa pertumbuhan dan perkembangan berat badan maupun
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak. Indonesia populasi domba pada tahun 2015 yaitu ekor, dan populasi
1 I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Domba adalah salah satu ternak ruminansia kecil yang banyak dikembangbiakan oleh masyarakat. Pemeliharaan domba yang lebih cepat dibandingkan ternak sapi, baik sapi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest
HASIL DAN PEMBAHASAN Korelasi Analisa Proksimat dan Fraksi Serat Van Soest Penelitian ini menggunakan data hasil analisa proksimat (kadar air, abu, protein kasar, lemak kasar, serat kasar dan ) dan fraksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciSISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH)
SISTEM IMUN (SISTEM PERTAHANAN TUBUH) FUNGSI SISTEM IMUN: Melindungi tubuh dari invasi penyebab penyakit; menghancurkan & menghilangkan mikroorganisme atau substansi asing (bakteri, parasit, jamur, dan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang
1 BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Manusia diciptakan Allah SWT di muka bumi ini sebagai makhluk yang sempurna, dan diciptakannya manusia di bumi sebagai kholifah yang seharusnya kita memperhatikan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Total Leukosit Pada Tikus Putih Leukosit atau disebut dengan sel darah putih merupakan sel darah yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh dan merespon kekebalan tubuh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. tersebut merupakan faktor pendukung keberhasilan budidaya sapi Bali (Ni am et
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sapi di Indonesia terus berkembang seiring meningkatkan pengetahuan dan teknologi dibidang peternakan. Sapi Bali adalah jenis sapi lokal yang memiliki kemampuan
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan produksi protein hewani untuk masyarakat Indonesia selalu meningkat dari tahun ke tahun yang disebabkan oleh peningkatan penduduk, maupun tingkat kesejahteraan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan menjadi salah satu faktor penentu dalam usaha peternakan, baik terhadap produktivitas, kualitas produk, dan keuntungan. Usaha peternakan akan tercapai bila mendapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Obat adalah zat yang digunakan untuk terapi, mengurangi rasa nyeri, serta mengobati dan mencegah penyakit pada manusia maupun hewan (Koga, 2010). Pada saat ini banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ketersediaan pakan khususnya pakan hijauan baik kualitas, kuantitas maupun kontinuitasnya merupakan faktor yang penting dalam menentukan keberhasilan usaha peternakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pakan Ternak Devendra dan Burns (1994) menyatakan bahwa kambing menyukai pakan beragam dan tidak bisa tumbuh dengan baik bila terus diberi pakan yang sama dalam jangka waktu yang
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Unit Pendidikan, Penelitian dan Peternakan Jonggol (UP3J) merupakan areal peternakan domba milik Institut Pertanian Bogor (IPB) yang terletak di desa Singasari
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 6. Kondisi Kandang Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Laboratorium Lapang Ternak Daging dan Kerja Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor merupakan laboratorium lapang yang terdiri dari empat buah bangunan
Lebih terperinciTabel 1 Nilai (rataan ± SD) PBBH, FEC, dan gambaran darah domba selama masa infeksi Parameter Amatan Domba
3 Diferensiasi SDP dilakukan berbasis preparat ulas darah total. Darah diulas di preparat kemudian difiksasi dengan metanol selama 2 menit. Preparat ulas darah diwarnai menggunakan pewarna giemsa selama
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. baik dalam bentuk segar maupun kering, pemanfaatan jerami jagung adalah sebagai
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jerami Jagung Jerami jagung merupakan sisa dari tanaman jagung setelah buahnya dipanen dikurangi akar dan sebagian batang yang tersisa dan dapat diberikan kepada ternak, baik
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. memiliki ciri-ciri fisik antara lain warna hitam berbelang putih, ekor dan kaki
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Sapi perah yang dipelihara di Indonesia pada umumnya adalah Friesian Holstein (FH) dan Peranakan Friesian Holstein (PFH) (Siregar, 1993). Sapi FH memiliki ciri-ciri
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Permintaan masyarakat terhadap sumber protein hewani seperti daging, susu, dan telur terus meningkat sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk. Untuk memenuhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciGambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang
Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Nutrisi Dedak Gandum (Wheat Bran) setelah Fermentasi Berdasarkan hasil analisis proksimat yang disajikan pada Tabel 7, kandungan wheat bran yang difermentasi (WBF) mengalami
Lebih terperinciKECERNAAN, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus
KECERNAAN, RETENSI NITROGEN DAN PERFORMA DOMBA YANG DIBERI RANSUM MENGANDUNG SABUT KELAPA SAWIT FERMENTASI DENGAN Pleurotus ostreatus SKRIPSI APDILA SAFITRI DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur adalah tanaman berspora yang bersifat biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Jamur merupakan organisme tidak berkhlorofil. Terdapat empat macam sifat hidup
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rumput Gajah (Pennisetum purpureum) Rumput gajah berasal dari afrika tropis, memiliki ciri-ciri umum berumur tahunan (Perennial), tingginya dapat mencapai 7m dan akar sedalam
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 2. Contoh Domba Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur tiram putih yaitu protein
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih merupakan salah satu produk pertanianyang mempunyai kandungan gizi tinggi dibandingkan dengan jamur lain. Menurut Cahyana (1999),kandungan gizi jamur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pakan Kebutuhan pokok dan produksi pada sapi perah dapat dilakukan dengan cara peningkatan pemberian kualitas pakan ternak. Kebutuhan pokok bertujuan untuk mempertahankan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Salah satu jenis ternak pengahasil daging dan susu yang dapat dikembangkan dalam memenuhi kebutuhan protein hewani adalah kambing. Mengingat kambing adalah
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciI. PENGANTAR. konsumsi (edible mushroom), yang telah banyak dibudidayakan, karena selain
I. PENGANTAR A. Latar Belakang Jamur telah digunakan selama ribuan tahun, baik sebagai makanan maupun obat herbal. Studi-studi menunjukkan bahwa jamur bisa meningkatkan produksi dan aktivitas sel-sel darah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Unit Pendidikan dan Penelitian Peternakan (UP3) Jonggol, Laboratorium Biologi Hewan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati
Lebih terperinciSISTEM PEREDARAN DARAH
SISTEM PEREDARAN DARAH Tujuan Pembelajaran Menjelaskan komponen-komponen darah manusia Menjelaskan fungsi darah pada manusia Menjelaskan prinsip dasar-dasar penggolongan darah Menjelaskan golongan darah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yang tinggi terhadap kondisi alam setempat (Sumardianto et al., 2013). Selain itu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing lokal Indonesia yang memiliki keunggulan antara lain pemeliharaan yang mudah serta memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang
Lebih terperinciHasil. rumen domba. efektivitas. cairan Aktifitas enzim (UI/ml/menit) , Protease. Enzim
22 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Uji Efektivitas Cairan Rumen Domba Penelitian Tahap 1 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui volume enzim cairan rumen domba dan lama waktu inkubasi yang tepat untuk penurunan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Jumlah pasar tradisional yang cukup banyak menjadikan salah satu pendukung tersedianya sampah khususnya sampah organik. Sampah organik yang berpeluang digunakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinci