BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Definisi Rekayasa Ulang Proses Bisnis Definisi rekayasa ulang menurut Hammer & Champy (1993) adalah pemikiran ulang secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses-proses bisnis untuk mendapatkan perbaikan dramatis dalam hal ukuran-ukuran kinerja yang penting dan kontemporer, seperti biaya, kualitas, pelayanan dan kecepatan. Dengan memperhatikan keempat kata kunci tersebut di atas maka timbul penalaran yang berkembang sebagai berikut : Pemikiran ulang secara fundamental dimaksudkan untuk mempertanyakan hal yang paling dasar tentang bagaimana suatu perusahaan mengoperasikan proses usahanya. Ruang lingkup perubahan yang radikal dimaksudkan tidak hanya merancang ulang dengan menciptakan cara-cara yang sama sekali baru dalam menyelesaikan pekerjaan. Tujuan perbaikan yang Dramatis yaitu suatu bentuk pencapaian kinerja perusahaan seperti suatu lompatan besar atau quantum leap melalui suatu rekayasa ulang. Orientasi perubahan adalah Proses yang menjadi pusat perhatian utama kegiatan rekayasa ulang, merupakan sekumpulan aktivitas yang meliputi satu jenis masukan atau lebih dan menciptakan sebuah keluaran yang bernilai bagi pelanggan. Untuk dapat mengembangkan langkah-langkah perubahan dengan mendasarkan pada keempat kata kunci tersebut di atas, diperlukan suatu cara penalaran yang terstruktur dengan baik. 2.2. Metodologi Rekayasa Ulang Proses Bisnis 2.2.1. Rapid Re Methodology Rapid Re methodology dikemukakan oleh Manganelli & Klein (1994). Metode yang terdiri dari 5 tahapan dengan beberapa langkahnya ini, didasarkan pada kecepatan dalam memberikan hasil yang substansial (berkisar 6 bulan hingga 1 tahun) dan mengingat kebutuhan yang cukup mendesak untuk melakukan perubahan pada sistem yang sedang berjalan. Di samping itu, masih relatif barunya paradigma rekayasa ulang proses bisnis di Indonesia yang tentu saja memerlukan panduan yang mudah dipahami merupakan bahan pertimbangan tambahan bagi penulis untuk memilih metodologi ini, terutama dengan tahapan-tahapannya yang disusun secara sistematis yang tujuan akhirnya terdefinisikan dengan jelas.
Walaupun diartikan bahwa tidak seluruh perubahan yang diharapkan dapat terealisasi dalam kurun waktu dimaksud, setidaknya keputus-asaan para pelaksana di lapangan untuk mengalami perubahan yang biasanya berlarut-larut dari suatu proyek rekayasa (ulang) proses, dapat dihindarkan jika menggunakan metode tersebut di atas. Pada umumnya, penyebab kegagalan penerapan rekayasa ulang suatu proses antara lain karena kurang jelasnya pemahaman pada makna rekayasa ulang yang dimaksudkan sebagai usaha perbaikan belaka. Maka, perlu ditegaskan bahwa suatu rekayasa ulang bukanlah suatu perbaikan atas kualitas produk semata, juga bukan merupakan aktivasi otomatisasi proses yang menerapkan teknologi informasi, ataupun kegiatan untuk melakukan reorganisasi maupun perampingan yang bertujuan merubah struktur maupun hirarki sumber daya manusianya guna meningkatkan produktivitas; melainkan merupakan suatu terobosan untuk merubah kinerja proses guna memperoleh perbaikan secara multi-dimensional yang tidak hanya terbatas pada aspek kualitas produknya namun juga menyangkut pembiayaan, fleksibilitas dan kecepatan proses, ketepatan pelayanan, kepuasan pelanggannya serta aspek-aspek lainnya. Adapun tahapan-tahapan yang disarankan dalam metode ini, merupakan rangkaian beberapa langkah yang menjadi pengarah dalam melakukan rekayasa ulang seperti dijelaskan pada bagian berikut ini. Tahap 1 : Persiapan Tahap ini bertujuan untuk mobilisasi, mengorganisasi serta memberdayakan pihak-pihak yang berkepentingan dengan keberhasilan rekayasa ulang. Gugus tugas yang dibutuhkan terdiri dari pengenalan kebutuhan perubahan, mengembangkan konsensus pengambil keputusan atau eksekutif, dan merencanakan perubahan yang bakal dilakukan. Tahap 2 : Identifikasi Dalam tahapan ini dikembangkan suatu model yang berorientasi untuk memahami kebutuhan pelanggan. Gugus tugas yang dianjurkan meliputi : penggambaran model pelanggan, mendefinisikan dan mengukur kinerja, mendefinisikan entitas, menentukan model proses-proses yang ada, mengidentifikasi aktivitas-aktivitas, memperluas model proses, memetakan organisasi, memetakan sumber daya dan menyusun skala prioritas proses. Tahap 3 : Visi Tujuan dari tahapan ini yaitu mengembangkan kemampuan dalam menangkap gambaran tentang suatu proses agar dapat berhasil menembus kinerja dari proses-proses yang akan dipilih guna direkayasa ulang. Maka gugus tugas yang mesti dilakukan meliputi : pemahaman struktur proses, pemahaman aliran proses, identifikasi aktivitas-aktivitas yang mempunyai nilai tambah, menentukan acuan (benchmark) kinerja, menentukan faktor penggerak kinerjanya, menaksir peluang-peluang yang ada, memvisualisasikan kondisi ideal lingkungan eksternal dan internal, mengintegrasikan visualisasi tersebut dan mendefinisikan bagian atau sub-sub visualisasi dimaksud. Tahap 4 : Solusi
Pada tahap ini dibedakan menjadi 2 tahapan, yaitu : Tahap Solusi Perancangan Teknis Tujuan utama tahap ini adalah menentukan dimensi teknis dari proses baru yang akan diusulkan. Gugus tugas yang ada meliputi : membuat model hubungan antar entitas, menguji ulang keterkaitan proses, identifikasi instrumen dan informasi, konsolidasi antar-muka (interfaces) dan informasi, pendefinisian ulang alternatif-alternatif, relokasi dan penjadwalan ulang pengendali, pembagian modul-modul, menentukan pengaturan, aplikasi teknologi dan perencanaan untuk implementasi. Tahap Solusi Perancangan Sosial Tujuan tahap ini dimaksudkan untuk menentukan dimensi sosial dari proses baru yang akan ditetapkan. Gugus tugas yang dimiliki meliputi : memberdayakan kontak dengan pelanggan secara personal, identifikasi pengelompokan karakteristik penugasan, mendefiniskan tugas dan kelompok kerja, mendefinisikan tuntutan ketrampilan dan staff, menentukan struktur management, menggambarkan kembali batas-batas organisasi, menemukan perubahan-perubahaan penugasan, merancang jalur karir, mendefinisikan pergeseran organisasi, merancang perubahan program management, merancang insentif dan merencangkan implementasinya. Tahap 5 : Transformasi Tahapan ini bertujuan untuk merealisasikan visi dari proses yang baru dengan gugus tugas meliputi : perancangan sistem bisnis yang lengkap, menerapkan rancangan teknis yang telah dibuat, mengembangkan pengujian dan perencanaan berlanjut, evaluasi para personal, membangun sistem, pelatihan sumber daya manusia, mengarahkan pada proses yang baru, pembenahan dan penyelarasan, serta perbaikan tiada henti. Tahapan-tahapan tersebut di atas hanyalah merupakan salah satu dari beberapa metode untuk mencapai keberhasilan suatu rekayasa ulang suatu proses. Namun dalam prakteknya, ada kalanya perlu melakukan penyesuaian-penyesuaian mengingat kondisi dan potensi serta situasi di lingkungan proses dimaksud yang sangat luas bidang singgungnya dengan aspek produksi dan aspek lainnya. Maka dari itu dalam melaksanakan rekayasa ulang suatu sistem proses, mutlak dibutuhkan kejelian seseorang dalam mengamati, menyelami secara mendalam dan memahami secara utuh fundamental sistem proses yang sedang berjalan untuk mencapai keberhasilan perubahan yang radikal dan dramatis. 2.2.2. Metodologi Business Process Reenginering Menurut ISACA (Information Systems Audit and Control Association) Menurut ISACA, pada dasarnya ada 2 macam pendekatan rekayasa ulang proses bisnis, yaitu pendekatan top-down yang dikemukakan oleh Hammer & Chammpy, dan pendekatan bottom-up yang diperkenalkan oleh Harrington.
Pada pendekatan top-down, tim BPR harus fokus pada penentuan langkahlangkah pembaharuan supaya tujuan strategis perusahaan dapat tercapai tanpa dipengaruhi oleh proses yang sedang berjalan. Sedangkan pada pendekatan bottom-up, pertama-tama tim BPR harus mampu memahami proses bisnis yang saat ini sedang berjalan dan kemudian mengadakan perubahan secara bertahap untuk memenuhi tujuan strategis perusahaan. Pada kenyataannya, tim BPR perlu untuk mengkombinasikan kedua pendekatan tersebut. Jika hanya menggunakan metodologi top-down saja, tetap masih diperlukan pemahaman terhadap fungsionalitas yang sedang berjalan dan kemudian mendefinisikan jalur transisi ke arah yang dikehendaki. Jika hanya pendekatan bottom-up saja yang digunakan, tim BPR bisa jadi menghabiskan terlalu banyak waktu di tahapan pemahaman proses yang berjalan dan dapat kehilangan pemikiran yang inovatif. Dengan gabungan antara kedua pendekatan di atas, tim akan mampu mengadakan pembaharuan secara highlevel tanpa harus berkutat dengan detil-detil dari proses yang berjalan. Metode gabungan ini diturunkan lagi secara detil menjadi beberapa langkah dasar sebagai berikut : Tahap 1. Envision Pada tahap ini, para eksekutif-eksekutif senior dan para profesional yang paham akan proses bisnis perusahaan mulai menganalisa dan menentukan proses bisnis mana yang perlu pembaharuan atau peningkatan berdasarkan hasil review strategi bisnis dengan harapan dapat meningkatkan performasi perusahaan secara keseluruhan. Tahap 2. Inisiatif Tahapan ini merangkum tugas-tugas dari setiap anggota tim rekayasa ulang, menentukan tujuan performansi, perencanaan proyek, dan pemberitahuan pada pemegang saham dan karyawan. Tahap 3. Diagnosa Merupakan tahapan dokumentasi terhadap proses yang telah ada dan semua sub prosesnya, dalam artian atribut proses yang mencakup aktivitas, resource, komunikasi, Information System dan biaya. Dalam mengidentifikasi kebutuhan proses dan nilai-nilai pelanggan, penyebab utama dari permasalahan yang ada dan aktifitas-aktifitas yang tidak memiliki nilai tambah dapat teridentifikasi. Tahap 4. Desain Ulang Mengembangkan desain proses yang baru. Dilakukan dengan membuat beberapa desain proses melalui brainstorm dan teknik-teknik yang kreatif. Desain yang baru ini harus memenuhi tujuan strategis perusahaan dan sesuai dengan arsitektur sumber daya manusia dan sistem informasi. Tahap 5. Konstruksi Ulang Tahapan ini sangat bergantung pada teknik management change yang baik sehingga perpindahan dari proses lama ke proses baru dapat berjalan dengan mulus. Pada tahapan ini, platform IT dan sistem-sistem baru diimplementasikan dan user menjalani proses pelatihan dan transisi.
Tahap 6. Evaluasi Pada tahapan terakhir ini dilakukan pengawasan terhadap proses baru dan kemudian dievaluasi apakah proses baru ini sudah memenuhi tujuan perusahaan.