TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

dokumen-dokumen yang mirip
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

POLIISOPREN. Oleh : Dr.Ir. Susinggih Wijana, MS. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian BRAWIJAYA UNIVERSITY

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

III. METODOLOGI PENELITIAN

TEKNOLOGI BOKAR BERSIH DAN LATEKS PEKAT

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT.

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT.

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

I. METODOLOGI PENELITIAN

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

II. TINJAUAN PUSTAKA

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PRODUKSI DAN KUALITAS LATEKS PADA BERBAGAI JARAK TANAM TANAMAN KARET. Jl. Slamet Riyadi, Broni Jambi Telp

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

Produksi Bersih. Proses: Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU SIR 20 EFFECT OF THE LATEX COAGULANT USED TO QUALITY OF SIR 20

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

PENGARUH WAKTU TERHADAP KESTABILAN INTENSITAS BERKAS CAHAYA PADA LATEKS

Analisis Pengendalian Kualitas Produk SIR 3L di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Pengawasan. Mutu. SIR

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periode ini. Beberapa bukti maupun catatan telah memperkuat bahwa karet alam

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. kehidupan sehari-hari adalah bangsa amerika asli. Mereka mengambil getah dari

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu penelitian

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG

Prosedur Teknis Aplikasi TX-300

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. melakukan uji morfologi, Laboratorium Teknik Kimia Ubaya Surabaya. mulai dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

PERKEMBANGAN KARET ALAM DI MYANMAR

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Latek merupakan suatu cairan berwarna putih sampai kekuning-kuningan yang

III. METODOLOGI 3.1 Bahan dan Alat 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian 3.3 Metode Penelitian

IV. GAMBARAN UMUM KARET INDONESIA. Di tengah masih berlangsungnya ketidakpastian perekonomian dunia dan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi.

KARYA ILMIAH FREDDY WAHYUDI

PENGARUH PENGGUNAAN NANAS DAN UMBI POHON GADUNG SEBAGAI KOAGULAN TERHADAP KUALITAS BAHAN OLAHAN KARET RAKYAT

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian adalah eksperimen. Penelitian ini dilakukan dilaboratorium Kimia Universitas

PENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS

Pengaruh Dosis Serum Lateks terhadap Koagulasi Lateks (Hevea brasiliensis) (The Effect of Dose Latex Serum to Latex Coagulation [Hevea brasiliensis])

Mahasiswa Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung 2,3

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

III. METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian

VI. DAYA DUKUNG WILAYAH UNTUK PERKEBUNAN KARET

BAB 1 PENDAHULUAN. Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet

HASIL DAN PEMBAHASAN

PEMANFAATAN BUAH LIMPASU (Baccaurea lanceolata) SEBAGAI PENGENTAL LATEKS ALAMI

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

PENGARUH EKSTRAK BELIMBING WULUH (Averrhoa bilimbi L) SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU KARET SKRIPSI KHAIRINA SAFITRI

KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU

Yoghurt Sinbiotik - Minuman Fungsional Kaya Serat Berbasis Tepung Pisang

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

LAPORAN PRAKTEK KERJA LAPANG DI PT. BUDIDUTA AGROMAKMUR DESA MARGAHAYU KECAMATAN LOA KULU KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA KALIMANTAN TIMUR.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN TEORITIS. Karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) merupakan tanaman asli dari

Tanaman karet akan mengeluarkan getah atau lebih dikenal dengan sebutan lateks. Lateks keluar pada saat dilakukan penyadapan pada tanaman karet.

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Asap Cair dan Arang Aktif Tempurung Kelapa pada Mutu Karet Krep

PROSES PEMBUATAN PAKAN

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

METODE PENYIMPANAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) OLEH PEDAGANG PENGUMPUL TINGKAT USAHATANI DI PURUK CAHU KABUPATEN MURUNG RAYA

Transkripsi:

II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah dalam proses pengolahan sit (sit asap atau sit angin) dan crepe, sedangkan dalam pengolahan karet bongkah (SIR) tidak menjadi masalah. Prakoagulasi pada lateks dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah aktifitas mikroorganisme, aktivitas enzim, iklim, budaya tanaman, dan jenis klon, pengangkutan, serta adanya kontaminasi dari luar. Untuk mencegah terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : 1. Alat-alat penyadapan dan pengangkutan harus senantiasa bersih dan tahan karat. 2. Lateks harus segera diangkut ke tempat pengolahan tanpa banyak goncangan. 3. Lateks tidak boleh terkena langsung sinar matahari. 4. Kultur teknis pertanaman harus baikuntuk mengurangi kerusakan yang disebabkan oleh penyakit. 5. Apabila usaha di atas masih kurang berhasil dapat digunakan bahan anti koagulun seperti amonia atau natrium-sulfit (Swardin, dkk., 1992). 4

A. Partikel dan Molekul Karet Partikel karet merupan kompartemen karet yang ada dalam sitisol sel pembuluh lateks. Pertikel karet berbentuk bola (sperical) dan berisi komponen yang homogen yaitu karet asal usul (ontogeni) partikel karet belum diketahui namun jika dilihat dari struktur dan biokimianya diduga berasal dari retikulum endoplasma. Partikel karet mempuyai persamaan yaitu lapis tunggal dan mengandung protein mioti pada permukaannya (Tistama, 2009). Karet mempunyai berat molekul tinggi dengan distribusi berat yang bervariasi. Distribusi berat molekul karet dari beberapa klon Hevea dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe antara lain : 1. Distribusi bimodal (berbentuk 2 puncak) tegas dengan tinggi puncak sama dan berdekatan. 2. Distribusi bimodal (berbentuk 2 puncak) dengan puncak molekular rendah dan kecil. 3. Distribusi unimodal (berbentuk 1 puncak) runcing dengan membentuk bahu (Tistama dan Sumarmadji, 2006). 5

B. Jenis Bahan Olah Karet Dalam rangka perbaikan mutu bahan olah karet pemerintah telah menetapkan satndart mutu bahan olah karet yang meliputi nilai kadar karet kering (KKK), kebersihan, dan ketebalanya. Untuk memperoleh bahan olah karet yang bermutu baik, beberapa persyaratan teknis harus diikuti yaitu : 1. Tidak ditambah bahan-bahan non-karet. 2. Dibekukan dengan asam semut pada dosis yang tepat. 3. Segera digiling dalam keadaan segar. 4. Disimpan di tempat yang teduh dan terlindung, serta tidak direndam. 1. Lump Mangkok Lum mangkok adalah lateks kebun yang dibiarkan menggumpal secara alamiah dalam mangkok. Pada musim penghujan, untuk mempercepat proses penggumpalan lateks dapat digunakan asam semut yang ditambahkan ke dalam mangkok. Pembuatan lum mangkok memiliki berbagai keuntungan, antara lain: 1. Kebutuhan tenaga relatif lebih sedikit dibanding metode pengolahan bahan olah karet lainnya. 2. Tidak ada resiko prakoagulasi. 3. Penanganannya mudah dan praktis 6

Beberapa kerugian dapat muncul, misalnya : 1. Masih ada kemungkinan tejadi manipulasi berat yang dilakukan dengan jalan menambahkan bahan-bahan non-karet. 2. Teknik pengukuran kadar karet kering yang akurat tidak mudah, karena tingkat kebersihan dan pemeraman lum mangkok yang beraneka ragam. 3. Terjadi penurunan mutu terutama nilai Plasticity Retention Index (PRI) dan laju vulkanisasi akibat penyimpanan tidak memenuhi syarat. 4. Tidak dapat dihasilkan karet remah dengan mutu prima. 2. Slab Tipis Slab tipis dibuat dari lateks atau campuran lateks dengan lum mangkok yang dibekukan dengan asam semut di dalam bak pembeku yang berukuran 60 cm x 40 cm x 6 cm, tanpa perlakuan penggilingan. Proses pembuatan slab tipis dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Masukan dan susun lum mangkok secara merata didalam bak pembeku. 2. Tambahkan larutan asam semut 1% kedalam lateks kebun,dengan dosis 110 ml per liter lateks, kemudian diaduk. 3. Tuangkan campuran tersebut kedalam bak pembeku yang telah diisi lum mangkuk. 4. Biarkan sekitar 2 jam, lalu gumpalan diangkat diatas rak dalam tempat yang teduh. 7

Dengan membuat slab tipis akan diproleh keuntungan antara lain : 1. Mutu seragam dengan kadar karet kering sekitar 50%. 2. Tidak ada risiko prakoagulasi. 3. Mudah dalam pengangkutan. Kendala yang mungkin dihadapi dalam pembuatan slab tipis antara lain perlu tambahan biaya untuk pengadaan asam semut, dan kemungkinan terjadi manipulasi berat karet dengan menambah bahan-bahan non-karet ke dalam slab. Untuk meningkatkan kadar karet kering menjadi sekitar 70%, slab tipis dapat digiling dengan menggunakan hand mangel, dan hasilnya disebut dengan slab giling. Kelebihan lain sleb giling adalah nilai ketahanan plastisitasnya lebih tinggi. 3. Blanket Sleb tipis dapat diolah menjadi blanket melalui penggilingan dengan mesin creper. Proses penggilingan dilakukan sebanyak 4 6 kali sambil disemprot dengan air bersih untuk menghilangkan kotoran yang terdapat di dalam sleb. Hasil blanket mempunyai ketebalan sekitar 0,6 cm 1 cm, dengan kadar karet kering sekitar 75%. 8

Keuntungan yang diperoleh dengan membuat blanket adalah : 1. Mutu seragam, bersih, dan kadar karet kering tinggi. 2. Pengangkutan dan pengolahan di pabrik lebih efisien. 3. Nilai ketahanan plastisitas karet tinggi. 4. Hasil dapat langsung dijual kepada industri barang jadi karet. Kendala yang mungkin dihadapi adalah : 1. Biaya investasi relatif tinggi. 2. Lokasi pengolahan harus dekat dengan sumber air. 3. Proses pengerjaan harus dilakukan secara kelompok. 4. Perlu pengetahuan dan keterampilan pengolahan mesin. 4. Shet Angin Sit angin adalah lembaran karet hasil penggumpalan lateks yang digiling dan dikeringanginkan, sehingga memiliki kadar karet kering 90% - 95%. Pengolahan sit angin dilakukan melalui berbagai tahap yaitu penerimaan dan penyaringan lateks, pengenceran, penggumpalan, pemeraman, penggilingan, pencucian, dan pengeringan (Swardin, dkk., 1992). 9

C. Karakteristik Mutu Tingkat keeratan model dari masing-masing karakteristik mutu berbedabeda yaitu : 1. Kadar kotoran, yaitu benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul dari vulkanisat karet alam, antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut mengganggu proses pembuatan vulkanisat tipis. 2. Kadar abu, didalam karet mentah terdiri dari okisa, kabonat, dan fosfat dari kalium, magnesium, kalsium, natrium dan beberapa oksida lain dalam jumlah yang berbeda. 3. Kadar yang menguap, hal ini menunjukkan semakin tinggi temperatur pengeringan dan semakin lama pengeringan maka nilai bahan menguap semakin rendah (Suwardin, Jamaran, Basith, dan Budiman, 1995). D. Mutu Mutu karet Indonesia ditentukan oleh keberhasilan peningkatan mutu bahan olah karet dari perkebunan rakyat, karena sebagian besar produksi karet alam berasal dari perkebunan rakyat. Mutu barang bahan olah karet terutama dipengaruhi oleh cara pengolahan yang berhubungan dengan harga, kondisi tanaman, pemeliharaan, dan 10

penyadapan. Ini berarti bahwa peningkatan mutu karet Indonesia merupakan permasalahan yang kompleks dan memerlukan penangan yang serius dan terpadu. Pemeliharaan tanaman karet yang kurang baik akan menurunkan mutu, penurunan mutu berakibat pemotongan harga jual. Dipihak lain pembelian dilakukan pedagang perantara tidak memperhatikan kondisi bahan olah karet, sehingga petani karet cenderung melakukan manipulasi berat bahan olah karet dibandingkan dengan meningkatkan mutu untuk meningkatkan perolehan penjualan bahan olah karet. Hal tersebut menjadikan bahan olah karet rakyat kotor dan bercampur dengan material-material lainnya. Penyadapan yang salah, dan kurang bersih, mengakibatkan bahan olah karet rakyat bermutu rendah. Penyadapan yang salah dan terlalu sering mempuyai dampak langsung yang merugikan terhadap tanaman karet (Mubyarto dan Dewanta, 1991). 11