BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur"

Transkripsi

1 8 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lateks Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur padaiklimtropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 80 o F (27 o C) dan mengalami penurunan hujan tahunan sebanyak 80 inci (Blackley, 1997). Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso,dkk. 1995). Lateks karet alam yang diperoleh dari lateks Hevea brasiliensis adalahberupa cairan putih seperti susu yang diperoleh dari proses penyadapan batang pohon karet. Cairan ini mengandung 30-40% partikel-partikel hidrokarbon karet yang terkandung di dalam serum dan mengandung partikel-partikel seperti protein, karbohidrat dan lainnya (Ong et al,1998). Sementara itu, menurut Goutara, et al (1985), lateks merupakan suatu sistem koloid dengan partikel karet yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam air. Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet. Lateks atau getah karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar lateks yang terdapat di dalam tanaman dapat keluar. Faktor-faktor yang

2 9 mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap, frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996). Lateks segar ketika baru disadap dari pohon bersifat sedikit basa atau netral. Lateks segar dapat dengan cepat berubah menjadi asam akibat kerja bakteri. Pembentukan asam organik menetralisasi muatan negatif pada partikel karet dan lateks terkoagulasi secara otomotis. Akan tetapi hal ini harus dicegah, biasanya dengan penambahan 0,7 % amoniak (Loganathan, 1998). Telah diketahui bahwa material karet dalam aplikasinya tidak terdiri dari komponen tunggal. Biasanya, ditambahkan satu atau lebih material dasar (kompon) yang terdiri atas elastomer bersama dengan pemvulkanisasi, pengisi, pemplastisasi, antioksidan, pigmen dan lain-lain. Bahan dasar yang diubah menjadi karet pada campuran diatas terntunya adalah polimer, suatu bahan yang memiliki massa molekul tinggi. Polimer jenis ini yang telah dikenal dan telah lama digunakan adalah karet alam. Karet alam terdiri dari rantai linier cis-1,4- poliisoprena yang bermassa molekul tinggi, yang terjadi secara alami sebagai partikel koloid yang terdispersi pada lateks dari spesies tanaman tertentu. Sejauh ini, spesies yang paling penting adalah Hevea brasiliensis. Ketertarikan yang tinggi pada produksi karet alam terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20 disebabkan perkembangan industry motor. Dari periode perang dunia I, terjadi ketertarikan pada produksi karet sintetis sebagai alternatif karet alam. Polimer karet tersebut dihasilkan dari polimerisasi monomer yang biasanya diperolehdari minyak tanah (Lovell, 1997). Faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas lateks yaitu : 1. Iklim Musim hujan akan mendorong terjadinya prokogulasi, sedangkan musim kemarau akan menyebabkan keadaan lateks tidak stabil.

3 10 2. Alat-alat yang digunakan untuk penyadapan, pengumpulan, dan pengangkutan. Peralatan yang digunakan harus bersih untuk menjaga kualitas lateks. 3. Pengaruh ph Pengaruh ph dapat terjadi karena adanya penambahan asam, basa ataupun elektrolit sehingga membuat lateks tidak stabil dan menggumpal. 4. Pengaruh jasad renik Jasad renik yang berasal dari udara maupun dari peralatan yang digunakan akan menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum lateks yang menghasilkan asam sehingga membuat lateks menggumpal. 5. Pengaruh mekanis Pengaruh mekanis ini dapat disebabkan oleh proses pengangkutan yang menyebabkan guncangan-guncangan sehingga partikel akan bertubrukan satu sama lain yang dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan mengakibatkan penggumpalan (Ompusunggu, 1987). 2.2 Komposisi Lateks Secara fisiologis lateks merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang mengandung partikel karet, lutoid, nukleus, mitokondria, partikel Frey Wessling, dan ribosom. Selain partikel karet, di dalam lateks terdapat bahan-bahan bukan karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun dalam jumlah relatif kecil (Suparto, 2002).

4 11 Apabila lateks Hevea Brasiliensis dilakukan sentrifugasi pada kecepatan rpm selama 1 jam, maka akan terbentuk 4 (empat) fraksi : 1. Fraksi Karet Fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan diameter 0,05 3 mikron (μ). Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap. 2. Fraksi Kuning Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula ditemukan oleh Frey Wyssling, sehingga disebut partikel Frey Wyssling. Ukuran partikel dan berat jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti bola. Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak di bawah partikel karet dan di atas fraksi dasar. 3. Fraksi Serum Fraksi serum juga disebut fraksi C (centrifuge cerumi) mengandung sebagian besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein, dan ion-ion logam. 4. Fraksi Dasar Fraksi dasar biasanya terdiri dari partikel-partikel dasar. Partikel dasarmempunyai diameter 2-5 mikron dan berat jenisnya lebih besar dari berat jenis karet, sehingga pada saat pemusingan partikel-partikel dasar berkumpul di bagian bawah atau dasar (Bhatnagar, 2004).

5 12 Komposisi lateks segar dari kebun dapat dilihat dalam tabel 2.1sebagai berikut : Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar dari Kebun Komponen Komposisi dalam Lateks Segar (%) Karet hidrokarbon 36 Protein 1,4 Karbohidrat 1,6 Lipida 1,6 Persenyawaan organik 0,4 Sumber: (Ompusunggu, 1987). Komposisi lateks dalam karet kering dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut : Tabel 2.2 Komposisi Lateks dalam Karet Kering Komponen Komposisi dalam Lateks Kering (%) Karet hidrokarbon Protein 2,5 3,5 Karbohidrat - Lipida 2,5 3,2 Persenyawaan organik - Persenyawaan anorganik 0,1-0,5 Air 0,3 1,0 Sumber: (Ompusunggu, 1987). 2.3 Sifat Lateks Kualitas dan hasil produk karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar perbandingan yang baik untuk barang barang karet buatan manusia.

6 13 Secara umum sifat sifat lateks adalah sebagai berikut : a. Sifat fisik 1. Warna setelah koagulasi putih hingga coklat. 2. Elatisitas lateks tersebut semakin bertambah setelah vulkanisasi. 3. Larut dalam benzen. 4. Tidak larut dalam air. 5. Sensitif terhadap perubahan temperatur. 6. Bila dipanaskan maka sifat fisiknya akan semakin baik. b. Sifat kimia 1. Mudah teroksidasi oleh udara 2. Bila dibakar lateks alam akan berubah menjadi CO 2 dan H 2 O (Yayasan Karet, 1983). Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis (rubberiness). Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang cukup baik. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan, gesekan dan koyakan sangat baik. Namun, karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah, pelarut lemak (degreaser), pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik dan daya tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat terbang, ban truk raksasa dan ban ban kendaraan) dan produksi produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi (Spillane,J.J., 1989).

7 14 Sifat sifat karet alam dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut : Tabel 2.3 Sifat Sifat Karet Alam No. Sifat Parameter 1 Massa jenis (g/cm3) 0,91 0,93 2 Indeks bias (nd25) 1,519 3 Kuat tarik Elongasi (%) Modulus tarik (105 psi) 0,025 6 Titik leleh ( o C) Tidak tajam (Amorf) 7 Titik transisi gelas ( o C) Suhu pakai ( o C) -50 sampai 80 9 Kekerasan Sifat dinamik Baik 11 Sifat listrik Baik 12 Permanen set Rendah 13 Adhesi Baik 14 Ketahanan cuaca Cukup 15 Ketahanan ozon Rendah 16 Ketahanan minyak/pelarut organik Rendah 17 Ketahanan abrasi Cukup Sumber: (Studebaker, 1984). Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa karet alam mempunyai beberapa kelebihan dibanding material lain, yaitu mempunyai kekenyalan yang tinggi dengan kalor yang terjadi rendah, daya rekat cukup tinggi, ketahanan leleh cukup tinggi, sangat elastis, mempunyai kekuatan tumbuk (Impact Strength) yang baik. serta kuat tarik yang tinggi. Sedangkan kelemahan karet alam yaitu: relatif dapat terdegradasi oleh sinar UV dan ozon karena mempunyai ikatan rangkap, serta mudah mengalami pengembunan (swelling).

8 Penggumpalan Lateks Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, enzim, asam, maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks dari luar atau disengaja untuk mempercepat proses penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah.. Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Untuk memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan. Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan) butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks agar menjadi suatu gumpalan atau koagulum. Perubahan lateks menjadi suatu koagulum membutuhkan bahan pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang diperoleh dari hasil penyadapan memiliki ph 6,5. Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena muatan partikel karet di dalam lateks, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan. Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan ph lateks, dengan menurunkan ph hingga tercapai titik isoelektrik yaitu ph dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol. Titik isoelektrik karet di dalam lateks kebun adalah pada ph 4,5 4,8 (tergantung jenis klon) (Manday, 2008).

9 16 Adapun hubungan antara ph dan muatan listrik pada lateks dapat dilihat pada gambar 2.1 sebagai berikut : Daerah stabil ( + ) Titik Isoelektrik Daerah stabil Daerah ( - ) Pembekuan Gambar 2.1 Hubungan antara ph dan Muatan Listrik Sumber : (Manday, 2008) Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara alamiah akibat aktivitas mikroba. Karbohidrat dan protein lateks menjadi sumber energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak eteris (asam formiat, asam asetat dan propionat). Semakin tinggi konsentrasikonsentrasi asam tersebut maka ph lateks akan semakin menurun dan setelah tercapai titik isoelektrik karet akan menggumpal (Manday, 2008). Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0 1,5 % dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya interaksi antara sesama partikel karet seperti digambarkan pada gambar 2.2.

10 17 O - H + H + O - 3 H +H + H + H + O - 1 O - H + H + O - H + 2 H + O - H + H + Gambar 2.2. Partikel Karet dengan Lapisan Pelindung dan Molekul air 1. Partikel karet 2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif 3. Molekul air Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan (Safitri, 2009). Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak, mengakibatkan karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas (Al 3+ ) sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan tawas kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi karet oleh udara yang menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah. Pada pembuatan lump mangkok untuk bahan olah SIR 20 atau SIR 10 penggumpalan secara alamiah sering dilakukan. Lateks dibiarkan menggumpal selama 24 jam, kemudian besok harinya dipungut. Lump mangkok harus dideres setiap harinya, agar variasi mutu bahan olah lump tersebut tidak terlalu besar (Manday, 2008).

11 18 Beberapa cara penggumpalan lateks dari luar antara lain: 1. Penurunan ph lateks Penurunan ph lateks dapat dilakukan dengan penambahan larutan asam. Asamasam yang banyak digunakan sebagai penggumpal lateks adalah asam formiat dan asam asetat. Pada proses ini, ph lateks diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks yaitu 4,4-5,3 dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol. 2. Penambahan larutan elektrolit Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca 2+, Mg 2+, Ba 2+, K +, Al 3+ kedalam lateks menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet dan mengakibatkan lateks menggumpal. 3. Penambahan senyawa penarik air Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan menambahkan senyawa alkohol dan aseton yang dapat mengganggu lapisan molekul air di dalam lateks. Penggumpalan dengan cara ini jarang dilakukan karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik (Ompusunggu, 1987). 2.5 Struktur Kimia Karet Polyisoprena adalah gabungan dari unit unit monomer hidrokarbon C 5 H 8 (isoprene) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet alam adalah makro molekul polyisoprenayang bergabung dengan ikatan kepala ke ekor. Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi cis dengan susunan ruang yang teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis polyisoprena. Susunan ruang demikian membuat karet mempunyai sifat kenyal.

12 19 Adapun rumus bangun dari isoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 sebagai berikut : CH 3 CH 2 C CH CH 2 Gambar 2.3 Struktur monomer Isoprena CH 2 CH2 C = C CH 3 H n Gambar 2.4 Rumus bangun cis - 1,4 Polyisoprena Sumber: (Stevens, 2001). n adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah monomer dalam rantai polimer. Nilai n dalam karet berkisar antara Viskositas karet berkorelasi dengan nilai n. Semakin besar nilai n akan semakin penjang rantai molekul karet menyebabkan viskositas mooney semakin tinggi. Karet yang terlalu keras kurang disukai konsumen, karena akan mengkonsumsi energi yang lebih besar sewaktu proses vulkanisasi pada pembuatan barang jadi. Tetapi sebaliknya karet yang viskositas mooney-nya terlalu rendah juga kurang disukai karena sifat tegangan putus dan perpanjangan putus menjadi rendah. Adanya ikatan rangkap karbon ( -C=C- ) padas molekul karet memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet oleh udara (O 2 ) terjadi pada ikatan rangkap molekul, sehingga viskositas mooney menurun. Terjadinya pemutusan ikatan rangkap molekul, sehingga panjang rantai polimer

13 20 semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer mengakibatkan sifat Po dan PRI karet jadi rendah. Oksidasi karet oleh udara (O 2 ) akan semakin lambat bila kadar antioksidan alam (protein dan lipida) tinggi serta kadar ion ion logam dalam karet (Ca, Mg, Cu, Fe, Na, Rb dan Mn) rendah (Ompusunggu, 1987). 2.6 Tempe Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe cepat busuk ( Sarwono, 2005). Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase.bahan pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai jenis mikroorganisme (Buckle, 2007). Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus. Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin - vitamin B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo, 1990).

14 21 Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu jam. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya, tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi adalah karbohidrat (Winarno, 1984). Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan amonia (Astawan, 2008). Komposisi kimia dalam 100 gr tempe kedelai dapat dilihat pada tabel 2.4 sebagai berikut : Tabel 2.4 Komposisi Kimia dalam 100 gram Tempe Kedelai Komposisi Jumlah Kaloro (kal) 149,00 Air (gr) 64,00 Protein kasar (gr) 18,30 Lemak (gr) 4,00 Vitamin A (SI) 50,00 Karbohidrat (gr) 12,70 Kalsium (gr) 129,00 Fosfor (mg) 154,00 Vitamin B1 (mg) 0,17 Besi (mg) 10,00 Sumber: (Direktorat Gizi Depkes RI, 1992),

15 Limbah cair tempe Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis (Nisandi, 2007). Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989). Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H 2 S, amoniak ataupun fosfin sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut (Wardoyo,1975). Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang. Ketidakseimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut. Bahan yang terbuang dalam proses pembuatan tempe yang berasal dari 1000 gram tempe kedelai adalah sebesar 21,9 % yang terdiri dari 8 % kulit, 12,2 % larut dalam proses perebusan dan 1,7 % hilang pada proses inkubasi. Pada proses pembuatan tempe diperlukan proses perebusan kedelai selama kurang lebih setengah jam kemudian dilakukan perendaman kedelai selama satu malam dan proses fermentasi selama dua hari.

16 23 Adapun bagan proses pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 2.3 sebagai berikut : KEDELAI Air untuk merebus PEREBUSAN air limbah Kedelai masak Air rendaman PERENDAMAN air limbah Kedelai rendaman PENCUCIAN air limbah Kedelai bersih PEMECAHAN Air pemisahan Campuran kedelai kupas dan kulit PEMISAHAN KULIT air limbah + kulit Kedelai kupas Air pencuci PENCUCIAN air limbah Kedelai bersih Air pelarut ragi PERAGIAN PENIRISAN air limbah PEMBUNGKUSAN (Dengan Daun Pisang) TEMPE Gambar 2.5 Bagan Proses Pembuatan Tempe ( Said dan Herlambang, 2003).

17 24 Berdasarkan bagan diatas nampak bahwa hampir disetiap tahap pembuatan tempe menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnya dapat diduga akan terkandung unsur unsur tersebut. Hasil analisis kandungan limbah cair tempe dapat dilihat pada tabel 2.5 Tabel 2.5 Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Tempe Air Limbah No. Parameter Satuan Baku Mutu Air Limbah (Gol. 1V) (Gol. 1V) Limbah Cair Dari Rebusan Kedelai (Rata rata) Limbah Cair Dari Rendaman Kedelai (Rata rata) 1 Suhu o C TDS (Total Dissolve mg/ l Solid) 3 TSS (TotalSuspended mg/ l Solid) 4 ph mg/ l ,16 5 NH 3 N (Amoniak bebas) mg/ l 20 16,5 26,7 6 NO 3 N (Nitrat) mg/ l 50 12,52 14,08 7 DO (Dissolve Oxygen) mg/ l - Ttd Ttd 8 BOD mg/ l ,03 31,380,87 (BiologicalOxygen Demand) 9 COD (Chemical Oxygen Demand ) mg/ l , ,87 Keterangan: Tercetak tebal berarti melampaui standart Baku Mutu Limbah Cair. Ttd berarti tidak terdeteksi (Erry Wiryani).

18 25 Berdasarkan Tabel 2.5 diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari rebusan kedelai mencapai 75 0 C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan limbah cair dengan suhu yangtinggi maka akan membahayakan kehidupan organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah C.Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan suhu (Wardhana, 2004). Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 10 0 C atau diatas 40 0 C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih tinggi. 2.8 Karet SIR-20 Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber (SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahan seperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum. Prinsip tahapan proses pengolahan karet SIR-20 yaitu tahapan sortasi bahan baku, tahapan pembersihan dan pencampuran makro, tahapan peremahan pengeringan, tahapan pengempaan bandela, dan tahapan pengemasan.

19 26 Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR 20 bahan baku koagulum (lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari, peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35 Kg), pengemasan dan karet SIR-20 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987). 2.9 Uji Mutu Karet Plastisitas Awal (Po) Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman didalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan olah yang terlalu lama dapat menyebabkan nilai Po. Nilai Po yang rendah juga bias disebabkan oleh adanya pengeringan suhu yang terlalu tinggi (<130 0 C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet yang kurang matang.. Pemeraman juga dapat menyebabkan karet menjadi keras dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI. Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku yaitu lateks kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun ketahanan karet terhadap pengusangan (PRI) Plastisitas Retention Index (PRI) Plasticity Retention Index (PRI) adalah cara pengujian yang sederhana dan cepat untuk mengukur ketahanan karet terhadap degadasi oleh oksidasi pada suhu

20 27 tinggi. Oksidasi karet oleh udara (O 2 ) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet, yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga panjang rantai polimer semakin pendek. Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat. Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan karet. Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi pada karet. adalah: Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain a. Sinar Matahari Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan koagulum. b. Pengenceran lateks dan Koagulum Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat non-karet didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan barang jadi karet yang selanjutnya menurunkan PRI pada karet.

21 28 c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan) Kandungan ion-ion log seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga (Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah. d. Pengeringan karet Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127 o C, dengan waktu pengeringan 2-4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan. Nilai PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun (Omppusunggu, 1987). Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi khususnya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah akan peka terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat lunak. Faktor utama yang mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan prooksidan dan antioksidan dalam karet (Wadah, 1991). Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji sebelum dan sesudah pengusangan didalam oven. Nilai PRI diukur dari besarnya keliatan karet mentah yang masih tertinggal apabila sampel karet tersebut dipanaskan didalam oven selama 30 menit pada suhu C. Nilai PRI adalah persentase keliatan karet sesudah dipanaskan dan ditentukan dengan alat ukur Wallace Plastimeter.

22 29 Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degadasi oleh oksidasi. Besarnya nilai plasticity retention index (PRI) dapat dihitung dengan rumus 2.1 sebagai berikut : Plasticity Retention Index (PRI) = 100% (2.1) dimana : Pa = plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah pengusangan ) Po = plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan) (Kartowardoyo, 1980) Viskositas Mooney Viskositas mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya semangkin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya semakin viskous dan keras. Apabila berat molekul tinggi maka viskositas mooneyakan naik sehingga karet menjadi viskous dan keras sehingga energi yang dibutuhkan untuk melumat karet sangat besar maka akan kurang menguntungkan maka hal itu tidak dikehendaki oleh konsumen. Sebaliknya apabila viskositasnya rendah hidrokarbon karet dengan berat molekul yang rendah membutuhkan energi yang lebih sedikit jumlahnya, tetapi sifat fisika yang dihasilkan kurang baik. Oleh karena itu karet alam dengan berat molekul yang medium dapat memberikan titik temu antara energi yang hemat dengan sifat fisika yang unggul. Pengukuran viskositas mooney dilakukan dengan mooney viskometer, yaitu berdasarkan pengukuran gesekan rotor pada karet padat yang berfungsi sebagai tahanan dengan meletakkan sampel karet di atas dan di bawah rotor yang

23 30 dapat berputar.sebelum rotor dijalankan, dipanaskan 1 menit. Kemudian rotor dijalankan dan rotor akan berputar. Tenaga yang digunakan untuk memutar rotor didalam sampel karet dapat dibaca pada skala. Pembacaan dilakukan setelah 5 menit. Bila pada skala tercatat 55, artinya viskositas mooney adalah 55 (ML1+4) pada suhu 100 C dengan pengertian satuan sebagai berikut : M = Mooney L = Large rotor(rotor ukuran besar) 1 = Pemanasan pendahuluan 1 menit 100 C = Suhu yang dipakai untuk pengujian 5 = Pembacaan 5 menit setelah rotor dipanaskan dan dijalankan. Mooney viskometer pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran viskositas gesek yang dirancang pada ML (1+4) dengan tingkat ketegangan ± 1,5/detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu C selama 1 menit, kemudian dilanjutkan periode gesekan selama 4 menit. Pengukuran aliran dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu C Kadar Kotoran Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325 mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan vulkanisat tipis. Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal kemudian dituangkan melalui saringan 325 mesh. Kotoran yang tertinggal pada

24 31 saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah didinginkan. Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah bergeraknya kotoran kering didalam saringan. Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus 2.2 sebagai berikut : Kadar kotoran = 100% (2.2) dimana: A = bobot saringan + kotoran B = bobot saringan kosong C = bobot contoh Kadar Abu Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium, Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan mentah karet. Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan kadar abu karet kering tinggi. Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu, dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah, misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena sebagian besar akan tercuci bersama serum (Kartowardoyo, 1980).

25 32 Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul ( heat build - up) dan ketahanan retak Ientur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet slam. Kadar abu dapat dihitung dengan rumus 2.3 sebagai berikut : Kadar Abu = 100% (2.3) dimana : A = bobot cawan + abu B = bobot kosong C = bobot contoh Kadar Karet Kering Kadar karet kering adalah banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam lateks yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada suhu 70 o C selama 16 jam atau pada suhu C selama 2 jam. Kadar karet kering ( DRC ) pada lateks pekat dengan Medium Amonia adalah 60%.

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Bakso Bakso adalah jenis makanan yang dibuat dari bahan pokok daging dengan penambahan bumbu-bumbu dan bahan kimia lain sehingga dihasilkan produk yang strukturnya kompak atau

Lebih terperinci

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan

Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan Tanaman karet berasal dari bahasa latin yang bernama Havea brasiliensis yang berasal dari Negara Brazil. Tanaman ini merupakan sumber utama bahan tanaman karet alam dunia. Saat ini Asia menjadi sumber

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Lateks karet alam didapat dari pohon Hevea Brasiliensis yang berasal dari famili Euphorbia ceae ditemukan dikawasan tropikal Amazon, Amerika Selatan. Lateks karet

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Persiapan dan Karakteristik Bahan Baku 1. Lateks Pekat Jenis lateks pekat yang digunakan dalam penelitian ini adalah lateks pekat perdagangan yang telah ditambahkan amonia.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Limbah Organik Cair Limbah adalah kotoran atau buangan yang merupakan komponen penyebab pencemaran berupa zat atau bahan yang dianggap tidak memiliki manfaat bagi masyarakat.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20

Tabel 3. Hasil uji karakteristik SIR 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK BAHAN BAKU 1. Karakteristik SIR 20 Karet spesifikasi teknis yang digunakan dalam penelitian ini adalah SIR 20 (Standard Indonesian Rubber 20). Penggunaan SIR 20

Lebih terperinci

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH

KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH KUALITAS TEPUNG BERAS SEBAGAI BAHAN BAKU CAMPURAN RAGI TEMPE (Rhizopus oligosporus) DILIHAT DARI HASIL PRODUKSI TEMPE KEDELAI ARTIKEL PUBLIKASI ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna

Lebih terperinci

ANALISIS KANDUNGAN LIMBAH CAIR PABRIK TEMPE. Erry Wiryani Lab. Ekologi Dan Biosistematik Jur. Biologi F MIPA. UNDIP Semarang.

ANALISIS KANDUNGAN LIMBAH CAIR PABRIK TEMPE. Erry Wiryani Lab. Ekologi Dan Biosistematik Jur. Biologi F MIPA. UNDIP Semarang. 1 ANALISIS KANDUNGAN LIMBAH CAIR PABRIK TEMPE Erry Wiryani Lab. Ekologi Dan Biosistematik Jur. Biologi F MIPA. UNDIP Semarang. ABSTRAK Limbah cair yang berasal dari proses pembuatan tempe apabila tidak

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Dalam industri kimia sering sekali bahan-bahan padat harus dipisahkan dari suspensi, misalnya secara mekanis dengan penjernihan atau filtrasi. Dalam hal ini pemisahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point

BAB I PENDAHULUAN. pencemaran yang melampui daya dukungnya. Pencemaran yang. mengakibatkan penurunan kualitas air berasal dari limbah terpusat (point BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah yang timbul akibat meningkatnya kegiatan manusia adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampui daya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah

TINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi

PENDAHULUAN. segar mudah busuk atau rusak karena perubahan komiawi dan kontaminasi PENDAHULUAN Latar Belakang Daging merupakan salah satu komoditi pertanian yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan protein, karena daging mengandung protein yang bermutu tinggi, yang mampu menyumbangkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak

BAB I PENDAHULUAN. berdampak positif, keberadaan industri juga dapat menyebabkan dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberadaan sektor industri menjadi salah satu sektor penting, dimana keberadaannya berdampak positif dalam pembangunan suatu wilayah karena dengan adanya industri maka

Lebih terperinci

TELUR ASIN PENDAHULUAN

TELUR ASIN PENDAHULUAN TELUR ASIN PENDAHULUAN Telur asin,merupakan telur itik olahan yang berkalsium tinggi. Selain itu juga mengandung hampir semua unsur gizi dan mineral. Oleh karena itu, telur asin baik dikonsumsi oleh bayi

Lebih terperinci

Pengeringan Untuk Pengawetan

Pengeringan Untuk Pengawetan TBM ke-6 Pengeringan Untuk Pengawetan Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau mengilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan menguapkan sebagian besar air yang di kandung melalui penggunaan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Karakterisasi Minyak Jarak. B. Pembuatan Faktis Gelap IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Jarak Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui karakteristik minyak jarak yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan faktis gelap. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis

BAB I PENDAHULUAN. Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet alam merupakan cairan getah dari tumbuhan Hevea brasiliensis merupakan polimer alam dengan monomer isoprena. Karet alam memiliki ikatan ganda dalam konfigurasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak hanya menghasilkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya sektor industri pertanian meningkatkan kesejahteraan dan mempermudah manusia dalam pemenuhan kebutuhan hidup. Namun disamping itu, industri yang ada tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu sumber protein yang dikonsumsi oleh sebagian besar masyarakat dan merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17%

BAB I PENDAHULUAN. komposisi senyawanya terdiri dari 40% protein, 18% lemak, dan 17% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50% dari konsumsi kedelai di Indonesia dilakukan dalam

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet sudah lama sekali digunakan orang, penggunaannya meningkat sejak Googyear pertama kali memvulkanisasinya pada tahun 1839 dengan cara memanaskan campuran karet

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan

Buletin Peternakan Edisi IV 2017 Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Sulawesi Selatan PROSES PEMBUATAN TELUR ASIN SEBAGAI PELUANG USAHA Oleh : Andi Mulia, Staff Pengajar di UIN Alauddin Makassar Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan

Lebih terperinci

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe

Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya. sebagai Media Usar Tempe Penggunaan Tepung Tempe, Tepung Kedelai dan Campurannya sebagai Media Usar Tempe (The Use of Tempe, Soybean Flour and Both as a media of Tempe Starter) Oleh, Fitriana Wahyu Nugraheni NIM : 412011003 SKRIPSI

Lebih terperinci

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE

PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE PRAKTIKUM PRAKARYA KIMIA PEMBUATAN TEMPE Disusun Oleh: Mukaromah K3310058 Nuryanto K3310060 Sita Untari K3310079 Uswatun Hasanah K3310081 Pendidikan Kimia A PROGAM STUDI PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asap Cair Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan

II. TINJAUAN PUSTAKA Pengasapan Ikan. Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengasapan Ikan Pengasapan adalah salah satu teknik dehidrasi (pengeringan) yang dilakukan untuk mempertahankan daya awet ikan dengan mempergunakan bahan bakar kayu sebagai penghasil

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian,

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan september 2011 hingga desember 2011, yang bertempat di Laboratorium Energi dan Elektrifikasi Departemen

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM :

KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE. Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM : KARYA ILMIAH PELUANG BISNIS PEMBUATAN TEMPE Disusunoleh: Nama: Yulia Nur Isnaini Kelas : S1 TI 2I NIM : 10 11 4210 1 INDUSTRI PEMBUATAN TEMPE 1). Pengertian Tempe Tempe adalah makanan yang dibuat dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

Kompos Cacing Tanah (CASTING)

Kompos Cacing Tanah (CASTING) Kompos Cacing Tanah (CASTING) Oleh : Warsana, SP.M.Si Ada kecenderungan, selama ini petani hanya bergantung pada pupuk anorganik atau pupuk kimia untuk mendukung usahataninya. Ketergantungan ini disebabkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC

PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC 1 PEMBUATAN KOMPOS DARI AMPAS TAHU DENGAN ACTIVATOR STARDEC Farida Ali, Muhammad Edwar, Aga Karisma Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Indonesia ABSTRAK Ampas tahu selama ini tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan. Limbah Cair Industri Tahu COD. Digester Anaerobik 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Kerangka Teori Pemanfaatan Limbah Cair Industri Tahu sebagai Energi Terbarukan Limbah Cair Industri Tahu Bahan Organik C/N COD BOD Digester Anaerobik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain

BAB I PENDAHULUAN. Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telur adalah salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan dan susu. Umumnya telur yang dikonsumsi berasal dari jenis-jenis unggas, seperti ayam,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet

TINJAUAN PUSTAKA. juga produksi kayu yang tinggi. Penelitian untuk menghasilkan klon-klon karet TINJAUAN PUSTAKA Klon Tanaman Karet PB 260 dan IRR 118 Klon unggul merupakan salah satu komponen teknologi terpenting yang secara langsung berperan dalam meningkatkan potensi hasil tanaman. Sejalan dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih

TINJAUAN PUSTAKA. nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih II. TINJAUAN PUSTAKA A. Cangkang Kelapa Sawit Kelapa Sawit (Elleis Guinensis) merupakan salah satu sumber minyak nabati yang penting di Indonesia. Kelapa minyak sawit mengandung kurang lebih 80% pericarp

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Pengenalan Air Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan,

Lebih terperinci

OLEH: YULFINA HAYATI

OLEH: YULFINA HAYATI PENGOLAHAN HASIL KEDELAI (Glycine max) OLEH: YULFINA HAYATI PENDAHULUAN Dalam usaha budidaya tanaman pangan dan tanaman perdagangan, kegiatan penanganan dan pengelolaan tanaman sangat penting diperhatikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae,

I PENDAHULUAN. hampir di seluruh wilayah di Indonesia. Kelapa termasuk dalam famili Palmae, I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM

LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM LAPORAN PRAKTIKUM KIMIA ANALISIS BAHAN MAKANAN ANALISIS KADAR ABU ABU TOTAL DAN ABU TIDAK LARUT ASAM Kelompok 10 Delis Saniatil H 31113062 Herlin Marlina 31113072 Ria Hardianti 31113096 Farmasi 4B PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang

BAB I PENDAHULUAN. dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan lele dumbo merupakan komoditas perikanan yang banyak dibudidayakan di air tawar dan disukai oleh masyarakat karena rasanya yang gurih. Selain itu ikan lele dumbo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air

BAB I PENDAHULUAN. masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya kegiatan manusia akan menimbulkan berbagai masalah, salah satunya adalah tercemarnya air pada sumber-sumber air karena menerima beban pencemaran yang melampaui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Natural Rubber Natural rubber (karet alam) berasal dari getah pohon karet atau yang biasa dikenal dengan istilah lateks. Di dalam lateks terkandung 25-40% bahan karet mentah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

Nur Rahmah Fithriyah

Nur Rahmah Fithriyah Nur Rahmah Fithriyah 3307 100 074 Mengandung Limbah tahu penyebab pencemaran Bahan Organik Tinggi elon Kangkung cabai Pupuk Cair Untuk mengidentifikasi besar kandungan unsur hara N, P, K dan ph yang terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: Latar belakang, Identifikasi masalah, Maksud dan tujuan penelitian, Manfaat penelitian, Kerangka Berpikir, Hipotesa penelitian dan Waktu dan tempat penelitian.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd

putri Anjarsari, S.Si., M.Pd NATA putri Anjarsari, S.Si., M.Pd putri_anjarsari@uny.ac.id Nata adalah kumpulan sel bakteri (selulosa) yang mempunyai tekstur kenyal, putih, menyerupai gel dan terapung pada bagian permukaan cairan (nata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahan makanan pada umumnya sangat sensitif dan mudah mengalami penurunan kualitas karena faktor lingkungan, kimia, biokimia, dan mikrobiologi. Penurunan kualitas bahan

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN

MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN MATERI 7 ANALISIS ASPEK LINGKUNGAN Analisis aspek lingkungan dalam studi kelayakan bisnis mengacu pada Analisis Mengenai Dampak Lingkungan ( AMDAL ) yang disusun oleh konsultan AMDAL. Di Indonesia AMDAL

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN

TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN TELUR ASIN 1. PENDAHULUAN Telur adalah salah satu sumber protein hewani yang memilik rasa yang lezat, mudah dicerna, dan bergizi tinggi. Selain itu telur mudah diperoleh dan harganya murah. Telur dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Turi (Sesbania grandiflora) merupakan tanaman asli Indonesia, yang termasuk kedalam jenis kacang-kacangan. Kacang turi merupakan jenis kacang-kacangan dari pohon turi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan. Kebutuhan yang utama bagi terselenggaranya kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum sehingga merupakan modal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun,

Pupuk organik cair termasuk dalam salah satu pupuk organik yang memiliki manfaat memperbaiki sifat fisik tanah, membantu pembentukan klorofil daun, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya tanaman merupakan kegiatan pemeliharaan sumber daya hayati yang dilakukan pada suatu areal lahan untuk diambil manfaat maupun hasil panennya, misalnya budidaya

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis

HASIL DA PEMBAHASA. Tabel 5. Analisis komposisi bahan baku kompos Bahan Baku Analisis IV. HASIL DA PEMBAHASA A. Penelitian Pendahuluan 1. Analisis Karakteristik Bahan Baku Kompos Nilai C/N bahan organik merupakan faktor yang penting dalam pengomposan. Aktivitas mikroorganisme dipertinggi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber

II. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama

Lebih terperinci