Produksi Bersih. Proses: Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Produksi Bersih. Proses: Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif"

Transkripsi

1 TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Produksi Bersih dan Penerapannya Produksi bersih didefinisikan sebagai penerapan secara kontinyu dari strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif pada proses produksi, produk dan jasa untuk meningkatkan efisiensi secara keseluruhan dan mengurangi resiko terhadap manusia dan lingkungan akibat dari kegiatan yang dilakukan (UNEP DTIE dan DEPA 2000). Pendekatan produksi bersih secara holistik menurut UNIDO dalam upaya meningkatkan daya saing industri dan memenuhi persyaratan lingkungan disajikan pada Gambar 1. Produksi Bersih Pada tingkat sektoral Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif yang diterapkan pada keseluruhan siklus produksi dan jasa Pada tingkat perusahaan Produk: Proses: Mengurangi limbah Konservasi bahan melalui desain yang baku, energi, dan air lebih baik Mengurangi emisi Menggunakan pada sumbernya limbah untuk produk Mengevaluasi opsiopsi teknologi baru Mengurangi biaya dan resiko Jasa: Manajemen lingkungan yang efisien dalam perancangan dan pengiriman Dampak: Peningkatan efisiensi Peningkatan kinerja lingkungan Peningkatan keunggulan kompetitif Gambar 1 Pendekatan produksi bersih UNIDO yang bersifat holistik (de Bruijn dan Hofman 2001)

2 7 Dalam berbagai rujukan, istilah produksi bersih dikaitkan dengan inovasi teknologi, termasuk upaya pencegahan yang terpadu, pengendalian pencemaran, dan bahkan remediasi serta cleanup. Akan tetapi, produksi bersih lebih tepat diartikan sebagai pendekatan operasional ke arah pengembangan sistem produksi dan konsumsi yang dilandasi suatu pendekatan pencegahan untuk perlindungan lingkungan dengan tujuan akhir suatu kondisi nir limbah (zero waste) (Pauli 1997). Produksi bersih berbeda dengan kontrol polusi Produksi bersih difokuskan pada upaya pengurangan limbah yang dihasilkan selama siklus hidup dari suatu produk yang dihasilkan. Upaya tersebut dilakukan untuk meminimalkan sumberdaya dan energi yang digunakan dengan melibatkan penggunaan desain produk, teknologi yang ramah lingkungan, proses dan kegiatan yang meminimalkan limbah. Teknologi pengolahan limbah (endofpipe) tidak berarti menjadi tidak diperlukan dengan diterapkannya produksi bersih, tetapi dengan penerapan filosofi produksi bersih menyebabkan berkurangnya masalah limbah dan polusi yang pada akhirnya mengurangi beban yang harus diolah dengan teknik pengolahan limbah (Andrews et al 2002; UNEP DTIE dan DEPA 2000). Produksi bersih diterapkan antara lain pada 1. proses produksi meliputi penghematan bahan baku dan energi, penggantian bahan baku yang bersifat racun, dan mengurangi jumlah dan kandungan bahan berbahaya pada limbah dan emisi yang dihasilkan; 2. desain dan pengembangan produk meliputi pengurangan dampak negatif yang meliputi siklus hidup dari suatu produk dari bahan baku hingga pembuangan akhir; dan 3. industri jasa meliputi penerapan pertimbangan aspek lingkungan dalam desain dan pengadaan layanan atau jasa (UNEP DTIE dan DEPA 2000). Beberapa upaya dan teknikteknik yang dapat dilakukan dalam penerapan produksi bersih disajikan pada Gambar 2 dan Tabel 1.

3 8 TEKNIK PRODUKSI BERSIH Pengurangan Sumber Pencemar Daur Ulang Pengubahan Produk Penggantian Produk Pengubahan Komposisi Produk Pengendalian Sumber Pencemar Pengambilan Kembali Diproses untuk: Mendapatkan kembali bahan asal Memperoleh produk samping Penggunaan Kembali Pengembalian ke proses asal Penggantian bahan baku untuk proses lain Pengubahan Material Input Pemurnian material Penggantian material Pengubahan Teknologi Pengubahan proses Pengubahan tata letak, peralatan atau perpipaan Pengubahan tatanan dan ketentuan operasi Otomatisasi peralatan Tata Cara Operasi Tindakantindakan prosedural Pencegahan kehilangan Pemisahan aliran limbah Peningkatan penanganan material Penjadwalan produksi Gambar 2 Teknikteknik Produksi Bersih. Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000)

4 Tabel 1 Upayaupaya yang dapat diterapkan pada produksi bersih Jenis Upaya Keterangan Good Housekeeping Penerapan produksi bersih melalui perbaikan tatacara kerja dan upaya perawatan yang memadai sehingga dihasilkan suatu keuntungan yang nyata. Upaya ini memerlukan biaya yang rendah. Optimisasi Proses Konsumsi terhadap sumberdaya yang digunakan dapat dikurangi dengan mengoptimalkan proses yang digunakan. Upaya ini memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan housekeeping Substitusi Bahan Baku Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat menghindari masalah lingkungan yang mungkin timbul dengan mengganti bahanbahan yang berbahaya bagi lingkungan dengan bahan lain yang bersifat lebih ramah lingkungan. Upaya ini kemungkinan memerlukan perubahan peralatan proses produksi yang digunakan. Teknologi Penerapan produksi bersih melalui upaya ini dapat mengurangi Baru konsumsi sumberdaya dan meminimalkan limbah yang dihasilkan melalui peningkatan efisiensi operasi/kerja. Upaya ini umumnya memerlukan invesitasi modal yang tinggi tetapi jangka waktu kembali modal (payback periods) umumnya singkat Desain Produk Baru Penerapan produksi bersih melalui desain produk baru menghasilkan keuntungan melalui siklus hidup produk tersebut termasuk mengurangi penggunaan bahanbahan berbahaya, limbah yang dihasilkan, konsumsi energi, dan meningkatkan efisiensi proses produksi. Desain produk baru merupakan strategi jangka panjang yang membutuhkan peralatan produksi baru dan upaya pemasaran yang lebih intensif, tetapi hasil yang diperoleh sangat menjanjikan Sumber: UNEP DTIE dan DEPA (2000) Keberhasilan penerapan upaya perbaikan melalui pendekatan produksi bersih didukung antara lain melalui 1. perubahan sikap dari pihakpihak yang terlibat didalam suatu organisasi yang menerapkan produksi bersih dan hal ini sama pentingnya dengan penerapan perubahan teknologi; 2. penerapan pengetahuan yang berarti peningkatan efisiensi, penerapan teknik manajemen yang lebih baik, perbaikan teknik tata cara kerja (housekeeping practices), dan penyempurnaan kebijakan dan prosedur kerja perusahaan; dan 3. perbaikan teknologi yang dilakukan antara lain dengan perubahan proses dan teknologi manufaktur; perubahan penggunaan input proses (bahan baku, sumber energi, resirkulasi air dan lainlain); perubahan produk akhir atau 9

5 10 pengembangan produkproduk alternatif; dan penggunaan kembali limbah dan hasil samping (UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000). Produksi bersih yang diterapkan pada berbagai bidang memberikan keuntungan antara lain: 1. perbaikan proses produksi yang dilakukan dan produk yang dihasilkan; 2. penghematan bahan baku dan energi sehingga mengurangi biaya produksi; 3. peningkatan daya saing sebagai akibat penggunaan teknologi baru dan yang telah diperbaiki; 4. mengurangi kekhawatiran terhadap peraturan lingkungan yang diterapkan; 5. mengurangi upaya yang berkaitan dengan penanganan, penyimpanan, dan pembuangan bahanbahan berbahaya; 6. meningkatkan kesehatan, keselamatan, dan moral para pekerja; 7. meningkatkan citra perusahaan; dan 8. mengurangi biaya penanganan limbah yang dihasilkan (UNEP CCP dan the CRC WMPC 1999; UNEP DTIE dan DEPA 2000; Maiellaro dan Lerario 2000). Fauzi (2003) menambahkan bahwa penggerak utama untuk implementasi prinsip produksi bersih pada suatu industri adalah 1. kebijakan pemerintah dalam bentuk peraturan atau akibat adanya tekanan publik; 2. persaingan ekonomi; dan 3. kelayakan saintifik dan teknologi. Karet Remah (Crumb Rubber) Karet remah (crumb rubber) atau karet spesifikasi teknis (Technically Spesified Rubber, TSR) mulai diproduksi secara komersial di Indonesia tahun 1968 dan skema Standard Indonesian Rubber (SIR) diterapkan pertama kali pada tahun Teknologi pengolahan karet remah dan skema SIR mengalami perkembangan seiring dengan usaha peningkatan efisiensi dan mutu serta kondisi bahan olah, terutama bahan olah karet rakyat (bokar) (Suparto et al. 2002). Karet remah diproduksi melalui tahapan pembersihan dan pengecilan ukuran bahan baku, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan pengempaan hingga

6 11 dihasilkan bongkahan karet kering. Bongkahan karet kering karet selanjutnya dibungkus rapi dalam plastik polietilen. Bahan baku karet remah dapat berupa lateks kebun atau bahan olah karet berupa koagulum. Bahan baku berupa lateks kebun dapat diolah menjadi karet remah bermutu tinggi yaitu SIR 3, sedangkan bahan baku berupa koagulum lapang, seperti slab, lump, dan ojol, diolah menjadi karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo 2004). Secara umum tahapan proses pengolahan karet remah pada pabrik pengolahan karet remah untuk berbagai jenis mutu disajikan pada Gambar 3 dan Gambar 4. Lateks kebun Penambahan HNS (SIR3CV) atau SMBS (SIR 3L) Penerimaan, penyaringan, pengenceran, dan koagulasi Pabrik B Pabrik A Macerator/creper Coagulum crusher Macerator/creper Hammermill Shredder Dryer Pengempaan & pengemasan Dryer Pengempaan & pengemasan SIR 3 Gambar 3 Proses pengolahan karet remah SIR 3 (Maspanger dan Honggokusumo 2004).

7 12 Berbahan baku bokar bersih Lump/Slab Slicer/Slab Cutter/manual sortasi/preblending Breaker mangel Prebreaker Rotary screen + hammermill Mixing/blending/washing tank Washing tank Vibrator screen + washing tank Vibrator screen Hammermill/ Granulator Creper Hammermill Breaker halus Hammermill + vibrator screen Hammermills Mixing/blending/washing tank Hammermill /Pelletizer Static screen + mixing tank Macerator + Creper Shredder + washing tank + vibrator screen + creper Rak gulung Kamar gantung angin Shredder Creper Creper HM Shredder Washing tank + vibrator screen Dryer/Tunnel dryer Metal detector+ Sortasi + Pengempaan + Pengemasan Karet Remah SIR 20 Gambar 4 Proses pengolahan karet remah SIR 10 dan SIR 20 (Maspanger dan Honggokusumo 2004).

8 13 Berdasarkan jenis bahan olah karet yang telah ditetapkan, karet remah diproduksi dengan jenis mutu SIR 3L, SIR 3 CV, dan SIR 3WF menggunakan bahan baku lateks kebun, dan SIR 10 serta SIR 20 menggunakan bahan baku koagulum lapangan (Suparto et al. 2002). Pemerintah melalui Badan Standardisasi Nasional merevisi SNI Bokar menjadi SNI yang bersifat wajib (Tabel 2) seperti yang diatur Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan no. 616/MPP/10/1999 (Maspanger dan Honggokusumo 2004). Bahan olah SIR 20 adalah koagulum lapang yang harus memenuhi persyaratan dalam SNI Standar mutu SIR untuk berbagai jenis mutu secara lengkap disajikan pada Tabel 3. Tabel 2 Persyaratan mutu bokar (SNI ) No. Jenis Uji Lateks kebun 1. Kadar Karet Kering Mutu I (%) 28 Mutu II (%) Ketebalan maksimum Mutu I (mm) Mutu II (mm) Mutu III (mm) Mutu IV (mm) 3. Kebersihan (B) Persyaratan Sheet Slab Lump Tidak terdapat kotoran Batas toleransi pengotor (maks. %) Jenis Koagulan Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*) >150 Tidak terdapat kotoran 5 Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*) serta penggumpalan alami Keterangan: *) bahan yang merusak mutu karet sebagai contoh pupuk TSP dan tawas >150 Tidak terdapat kotoran 5 Asam semut dan bahan lain yang tidak menurunkan mutu karet*) serta penggumpalan alami

9 Tabel 3 Skema Standard Indonesian Rubber (SIR) berdasarkan SK Menteri Perdagangan no. 184/Kp/VI/88SNI SKEMA SIR 3CV SIR 3L SIR 3WF SIR 5 SIR 10 SIR 20 Lateks Koagulu m lateks tipis a Koagulum lapang b Kadar kotoran, % maks (b/b) Kadar abu, % maks (b/b) Kadar zat menguap, % maks (b/b) PRI, min Po, min Nitrogen, % maks (b/b) Viskositas/ASHT maks, Wallace 8 Viskositas Mooney, ML (1 + 4) * C Warna, maks, Lovibond 6 Curing characteristic **) **) **) Warna lambang pada kemasan Hijau Hijau Hijau Hijau Coklat Merah garis coklat Plastik pembungkus warna Transp. Transp. Transp. Transp. Transp. Transp. tebal, mm titik leleh, min, 0 C Warna pita plastic Jingga Transp. Putih susu Keterangan: *) CV50 : 4555; CV60 : 5565; CV70 : 6575 **) Disertakan rheograph dari karakteristik vulkanisasinya a) Koagulum lateks tipis adalah lateks segar yang digumpalkan dengan asam format, kemudian digiling dengan ketebalan 1,5 2 cm b) Koagulum lapang adalah kenisjenis bahan olah karet (Bokar) baik dari perkebunan rakyat maupun perkebunan besar yang tercantum dalam SNI Bokar. Putih susu Putih susu 14 Putih susu Suparto et al. (2002) menyatakan bahwa karet remah jenis mutu SIR 20 berkembang di Indonesia akibat adanya beberapa keterbatasan yaitu: 1. Keadaan perkebunan rakyat, yang merupakan lebih dari 80 persen dari total area tanaman karet Indonesia, sebagian besar merupakan tanaman tua dengan produktivitas yang rendah, letaknya terpencar dan infrastruktur seperti jalan yang kurang mendukung, sangat sulit untuk mencari bahan baku lateks cair, dan semua karet alam yang dihasilkan oleh kebun rakyat dalam kondisi sudah membeku baik secara alami maupun setelah penambahan koagulan; dan 2. Permintaan SIR 20 sangat tinggi sehingga memproses koagulum karet menjadi SIR 20 sangat mudah terserap pasar (Tunas 2002).

10 15 Penelitian Terdahulu Penelitian tentang upaya pencegahan pencemaran lingkungan yang disebabkan produksi karet remah menggunakan prinsip produksi bersih relatif belum banyak dilakukan terutama yang melakukan kajian pengaruhnya apabila diterapkan pada petani karet sebagai penghasil bokar, pedagang perantara atau KUD sebagai pengumpul dan pengangkut bokar, dan pabrik karet yang mengolah bokar menjadi karet remah. Kajian upaya pencegahan pencemaran lingkungan melalui perbaikan proses produksi karet umumnya dilakukan secara parsial, antara lain kajian penyebab rendahnya mutu bokar yang dihasilkan petani karet dan upaya perbaikannya serta upaya penghematan penggunaan sumber daya, dalam hal ini air, di pabrik karet dengan proses penggunaan ulang air. Walujono (1976) yang meneliti tentang upaya mempertahankan mutu bokar berdasarkan nilai plasticity retention index (PRI) menyatakan bahwa 1. nilai PRI slab menurun dengan tajam setelah direndam selama 5 hari dalam air, baik tidak mengalir dan mengalir, dan serum; 2. nilai PRI slab yang dihasilkan dengan koagulan asam format lebih tinggi dibandingkan dengan slab yang dihasilkan menggunakan koagulan tawas, alumunium sulfat, dant tanpa koagulan (koagulasi alami); 3. nilai PRI dapat dipertahankan dengan mengeluarkan serum sisa proses penggumpalan lateks dengan proses pengepresan; 4. nilai PRI slab yang disimpan selama 1 bulan dapat dipertahankan dengan penggunaan desinfektan berupa pnitrofenol dan formalin dalam koagulan 5. nilai PRI slab dengan mutu rendah dapat dipertahankan dengan melakukan pencampuran antara slab dengan bernilai PRI rendah dengan slab yang bernilai PRI tinggi; 6. upaya perendaman dalam antioksidan dan senyawa pengikat logam tidak selalu memberikan hasil yang diinginkan; 7. slab yang terlalu lama disinari matahari atau telah digiling terlalu banyak tidak dapat dinaikkan lagi nilai PRI nya.

11 16 Budiman (1976) yang meneliti tentang aspek penting pada pengolahan karet remah dari bahan baku bokar menyatakan bahwa 1. masalah utama pada proses pengolahan karet remah berbahan baku lump adalah rendahnya nilai PRI dan Po, serta tingkat keragaman nilainya yang tinggi di lapang; 2. Nilai PRI bokar yang rendah disebabkan proses pemeraman yang lama terutama di dalam air; sedangkan nilai Po yang rendah disebabkan akibat karet teroksidasi pada proses pengeringan; 3. Nilai PRI dapat dicegah penurunannya dengan melakukan pemeraman bokar secara kering di udara; 4. Untuk mendapatkan keseragaman nilai PRI, bokar diolah terlebih dahulu dengan proses macroblending pada cacahan dengan gilingan palu pada tangki yang dilengkapi pengaduk yang dilanjutkan dengan proses penggilingan menjadi lembaran pada proses microblending. Suwardin et al. (1988) yang meneliti tentang jenis bokar rakyat anjuran menyatakan bahwa bokar yang bermutu baik dihasilkan dengan 1. tidak ditambahkan kotoran baik berupa pasir, tatal, tanah maupun bahan lainnya; 2. digunakan bahan pembeku berupa asam format dengan dosis 4 cc larutan asam format 90 persen per kg karet kering; 3. dilakukan pengepresan bokar dengan cara digiling atau dipres; 4. dilakukan penyimpanan bokar di dalam gudang atau bedengan khusus dan tidak dilakukan penjemuran atau perendaman dalam air. Suwardin (1988) yang meneliti tentang model unit pengolahan sit angin dalam upaya meningkatkan mutu bokar rakyat menyatakan bahwa dengan menggunakan model ini maka bokar yang dihasilkan dalam bentuk sit dapat bertahan sampai dengan 21 hari. Selain itu, unit pengolahan sit angin menghasilkan sit dengan KKK mencapai 98 persen setelah 5 hari dan belum tampak pertumbuhan jamur sehingga disarankan sebagai saat sit untuk dijual. Suparto dan Alfa (1996) yang meneliti tentang daur ulang air pada pengolahan karet menyatakan bahwa penerapan daur ulang air dapat dilakukan dengan menggunakan air buangan hammermill creper dan shredder sebagai

12 17 umpan bak macroblending atau prebreaker, sedangkan air buangan dari bak macroblending dapat didaurulangkan setelah mengalami perlakukan untuk meningkatkan kualitasnya. Solichin dan Anwar (2003) yang meneliti tentang penggunaan asap cair terhadap bau bokar menyatakan bahwa 1. asap cair dapat mengatasi masalah kerusakan bokar karena mengandung senyawasenyawa yang bersifat desinfektan, fenol dan derivatnya yang bersifat antioksidan, dan senyawasenyawa berbau khas asap seperti karbonil, furan, fenol, sikolpenten, benzena, dan lainlain; 2. koagulum karet yang digumpalkan asap cair (deorub) dapat disimpan selama 14 hari tanpa timbul bau busuk, sedangkan koagulum yang digumpalkan dengan asam format dan proses koagulasi alami mengalami kerusakan dengan timbulnya bau busuk; dan 3. tidak terdapat perbedaan yang nyata antara nilai Po, PRI, dan V R koagulum yang digumpalkan dengan asap cair dan asam format; Supriadi dan Nancy (2001) yang meneliti tentang peranan dan potensi pengembangan karet alam dalam mendukung perekonomian di Provinsi Sumatera Selatan mengungkapkan tentang terdapatnya dua tipe desa atau daerah karet rakyat yang sangat berbeda karakteristiknya yaitu daerah maju dan daerah belum maju. Lebih lanjut Supriadi dan Nancy (2001) menjelaskan bahwa daerah maju umumnya terletak relatif dekat dengan jalan utama dengan pra sarana jalan yang cukup baik, mempunyai fasilitas pasar dan penangkar bibit karet, dekat dengan pusat informasi atau penyuluhan, dan berada di dalam atau sekitar proyek pengembangan perkebunan karet yang berhasil. Karakteristik usahatani karet di daerah maju menunjukkan bahwa bahan tanam klon unggul dan jarak tanam yang dianjurkan telah diterapkan, kegiatan pemeliharaan tanaman telah dilakukan dengan semestinya, dan sebagian petani telah menghasilkan bokar berbentuk slab tipis menggunakan koagulan asam semut. Daerah belum maju mempunyai karakteristik klon yang tidak jelas jenisnya, jarak tanam tidak teratur dengan populasi padat, melakukan penyadapan berat, input pemupukan rendah, bokar berbentuk slab tebal yang terampur skrep dan kotoran.

13 18 Haris (2006) yang meneliti tentang rekayasa model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber menyimpulkan bahwa 1. model aliansi strategis merupakan bentuk kelembagaan kerjasama jangka panjang yang menempatkan petani karet dan pengusahan agro industri crumb rubber sebagai pelaku utama yang dijembatani oleh lembaga ekonomi petani; 2. model aliansi strategis sistem agroindustri crumb rubber dilandasi oleh tujuan utama meningkatkan sinergi penggabungan sumberdaya dan kompetensi yang dimiliki oleh petani dan pengusaha agroindustri crumb rubber; 3. tujuan ini selanjutnya menjadi daya dorong terciptanya akses petani terhadap simpul pengolahan dan pemasaran produk crumb rubber dan menjamin kontinuitas pasok bokar sebagai bahan baku bagi agroindustri crumb rubber; dan 4. tujuan ini menjadi perantara terciptanya koordinasi vertikal rantai pasokan sistem komoditas crumb rubber untuk mencapai rantai nilai yang optimal dan memberikan distribusi marjin yang proporsional terhadap pelaku transaksi dan meningkatkan daya saing karet alam di pasar internasional.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Perdagangan Internasional Suatu Negara membutuhkan negara lain dan saling menjalin hubungan perdagangan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup bagi masyarakat. Hubungan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia.

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara produsen karet alam terbesar dunia. Khususnya Indonesia kontribusi sebesar 26 persen dan total produksi karet alam dunia. Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Provinsi Lampung Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi pertanian penting di lingkungan Internasional dan juga Indonesia. Di Indonesia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

TINJAUAN PUSTAKA. terjadinya prakoagulasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut : II. TINJAUAN PUSTAKA Lateks kebun yang bermutu baik merupakan syarat utama mendapatkan hasil olah karet yang baik. Penurunan mutu biasanya disebab terjadinya prakoagulasi. Prakoagulasi akan menjadi masalah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam (natural rubber, Hevea braziliensis), merupakan komoditas perkebunan tradisional sekaligus komoditas ekspor yang berperan penting sebagai penghasil devisa negara

Lebih terperinci

Mulai. Studi pustaka. Pengumpulan d. Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab. - Po - PRI. Apakah control chart. terkendali?

Mulai. Studi pustaka. Pengumpulan d. Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab. - Po - PRI. Apakah control chart. terkendali? Lampiran 1. Bagan alir penelitian Mulai Studi pustaka Pengumpulan d Penyusunan control chart Xbar-R dengan Minitab - Po - PRI Ya Apakah control chart terkendali? Tidak Menetapkan spesifikasi konsumen Penelusuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi hasil pertanian yang keberadaannya sangat penting dan dibutuhkan di Indonesia. Tanaman karet sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar

I. PENDAHULUAN. Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Karet (Hevea brasiliensis M.) merupakan salah satu komoditi penting dan terbesar di Indonesia. Lampung adalah salah satu sentra perkebunan karet di Indonesia. Luas areal

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN)

II. TINJAUAN PUSTAKA. menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara (PBN) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet di Propinsi Lampung Perkebunan karet di Provinsi Lampung menurut status pengusahaanya dibedakan menjadi tiga, yaitu Perkebunan Rakyat (PR), Perkebunan Besar Negara

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional

SNI Standar Nasional Indonesia. Bahan olah karet ICS. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia Bahan olah karet ICS Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Standar Nasional Indonesia...i No...4 Parameter...4 No...5 Parameter...5 i Prakata Standar Nasional Indonesia (SNI)

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. fisika dan daya tahan karet dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karet Alam Karet alam adalah komoditi homogen yang cukup baik. Karet mempunyai daya lentur yang sangat tinggi, kekuatan tarik dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah, daya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan peralatan yang menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah bila jatuh dari suatu tempat. Peningkatan

Lebih terperinci

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI TANAH BUMBU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN BUPATI TANAH BUMBU NOMOR 23 TAHUN 2016 TENTANG PENINGKATAN MUTU BAHAN OLAH KARET MELALUI PENATAAN DAN PENGUATAN KELEMBAGAAN KELOMPOK TANI DENGAN

Lebih terperinci

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam

4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Agroindustri Karet Alam 4 ANALISIS SISTEM 4.1 Kondisi Situasional Sistem agroindustri karet alam merupakan rangkaian industri dari hulu ke hilir yang membentuk struktur rantai pasok guna menghasilkan berbagai barang pada industri

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG

PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERATURAN GUBERNUR JAMBI NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENGOLAHAN, PEMASARAN DAN PENGAWASAN BAHAN OLAH KARET BERSIH YANG DIPERDAGANGKAN DI PROVINSI JAMBI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas merupakan keseluruhan karakteristik dan keistimewaan dari suatu produk atau jasa yang dihasilkan dari kemampuan produk atau jasa untuk memuaskan sebagian atau

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet Indonesia adalah jenis karet remah yang dikenal sebagai karet Standar Indonesia Rubber

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR)

PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR 38/Permentan/OT.140/8/2008 TENTANG PEDOMAN PENGOLAHAN DAN PEMASARAN BAHAN OLAH KARET (BOKAR) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PERTANIAN. Menimbang Mengingat :

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

BAB 3 METODE PENELITIAN. Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 30 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan 3.1.1. Alat Adapun alat alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Beaker glass 250 ml Blender Cawan platina Gelas ukur 200 ml Gunting Kertas saring

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penanganan Pasca Panen Lateks Dalam SNI (2002), pengolahan karet berawal daripengumpulan lateks kebun yang masih segar 35 jam setelah penyadapan. Getah yang dihasilkan dari proses

Lebih terperinci

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS

PETANI DI BABEL MASIH MENGGUNAKAN TAWAS SEBAGAI KOAGULAN LATEKS Anjloknya harga karet Indonesia akhir-akhir ini berkaitan erat dengan kualitas bokar (bahan olah karet) yang diproduksi oleh petani, dimana dalam pengolahan bokar-nya masih banyak petani karet yang mempergunakan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periode ini. Beberapa bukti maupun catatan telah memperkuat bahwa karet alam

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. periode ini. Beberapa bukti maupun catatan telah memperkuat bahwa karet alam BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sejarah Karet Alam Karet alam pertama kali ditemukan oleh Christopher Columbus pada tahun 1493 ketika melihat seorang anak penduduk asli pulau Haiti sedang bermain bola berwarna

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PT. RIAU CRUMB RUBBER FACTORY PEKANBARU. PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) merupakan Perusahaan Modal

BAB II GAMBARAN UMUM PT. RIAU CRUMB RUBBER FACTORY PEKANBARU. PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) merupakan Perusahaan Modal BAB II GAMBARAN UMUM PT. RIAU CRUMB RUBBER FACTORY PEKANBARU A. Sejarah PT. Riau Crumb Rubber Factory PT. Riau Crumb Rubber Factory (RICRY) merupakan Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) yang bergerak

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN METODOLOGI PENELITIAN Kerangka Pemikiran Industri karet remah di Indonesia sebagian besar merupakan industri yang melibatkan petani karet sebagai penghasil bahan baku berupa bokar dan pabrik karet sebagai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan

TINJAUAN PUSTAKA Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan 7 TINJAUAN PUSTAKA Konsepsi Pembangunan Industri Berwawasan Lingkungan Pertumbuhan ekonomi, keseimbangan ekologi dengan aplikasi teknologi ramah lingkungan, dan kemajuan serta kemakmuran masyarakat menjadi

Lebih terperinci

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih

Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Teknologi Pengolahan Bokar Bersih Afrizal Vachlepi disampaikan pada Bimbingan Teknis Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan Berbasis GMP Direktorat Jenderal Perkebunan Pusat Penelitian Karet 23-27 Mei 2016

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Pengawasan. Mutu. SIR

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Pengawasan. Mutu. SIR No.393, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERDAGANGAN. Pengawasan. Mutu. SIR PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG PENGAWASAN MUTU BAHAN OLAH

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Proses Produksi Ribbed Smoked Sheet dan Estate Brown Crepe Lateks hasil sadapan dari kebun diangkut ke tiap afdeling. Lateks dikumpulkan disebuah bak yang ada tiap afdeling yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet

BAB 1 PENDAHULUAN. Rubber (SIR) merupakan jenis karet alam padat yang diperdagangkan saat ini. Karet BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara penghasil karet terbesar di dunia. Produk karet Indonesia adalah jenis karet remah yang dikenal sebagai karet Standar Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 53/M-DAG/PER/10/2009 TENTANG PENGAWASAN MUTU BAHAN OLAH KOMODITI EKSPOR STANDARD INDONESIAN RUBBER YANG DIPERDAGANGKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet

II. TINJAUAN PUSTAKA. Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karet Alam Karet alam dihasilkan dari tanaman karet (Hevea brasiliensis). Tanaman karet termasuk tanaman tahunan yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae, tumbuh baik di dataran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan. PT. Hadi Baru didirikan tanggal 1 Agustus 1964 di hadapan notaris, Roesli SH, di Medan dengan akte No. 97/HB/1/1961 tertanggal 17 Januari 1961 dengan

Lebih terperinci

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK

KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK KOMODITAS KARET (Hevea brasiliensis) UNTUK SRG DAN PASAR FISIK Dr. Sinung Hendratno Pusat Penelitian Karet Kegiatan Pertemuan Teknis Komoditas tentang Paparan Komoditas Karet untuk PBK/SRG/PL Biro Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan.

I. PENDAHULUAN. menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik khususnya pada hasil perkebunan. 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian di Indonesia masih menjadi primadona untuk membangun perekonomian negara. Kinerja ekspor komoditas pertanian menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. atas Karunia-Nya penulis dapat menyusun Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL)

KATA PENGANTAR. atas Karunia-Nya penulis dapat menyusun Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas Karunia-Nya penulis dapat menyusun Laporan Praktek Kerja Lapang (PKL) ini hingga selesai. Laporan ini dapat disusun

Lebih terperinci

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar

PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET. Rudi Munzirwan Siregar PENENTUAN PLASTISITAS AWAL DAN PLASTISITAS RETENSI INDEKS KARET Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang Penentuan Plastisitas Awal dan Plastisitas Retensi Indeks karet telah dilakukan. Kedalam

Lebih terperinci

KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU

KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 175-182 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 175-182 KARAKTERISASI KONDISI PENGGUMPALAN DAN MUTU KARET YANG DIGUMPALKAN DENGAN KOAGULAN DEORUB FORMULA BARU

Lebih terperinci

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar

PENERAPAN IPTEKS PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS. Oleh Rudi Munzirwan Siregar PERBANDINGAN ASAM ASETAT DENGAN ASAM FORMIAT SEBAGAI BAHAN PENGGUMPAL LATEKS Oleh Rudi Munzirwan Siregar Abstrak Penelitian tentang perbandingan asam asetat dengan asam formiat sebagai bahan penggumpal

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indo

2016, No Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Monopoli dan Persaingan Usaha yang Tidak Sehat (Lembaran Negara Republik Indo No.1194, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENDAG. BOKARSIR. Pengawasan Mutu. PERATURAN MENTERI PERDAGANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 54/M-DAG/PER/7/2016 TENTANG PENGAWASAN MUTU BAHAN OLAH KARET SPESIFIKASI

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN

I. METODOLOGI PENELITIAN I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mutu Program Studi Teknologi Pengolahan Hasil Perkebunan di Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian Aagrobisnis Perkebunan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT. Abstrak PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAGULANT Eli Yulita (1), (2), (2) Balai Riset dan Standardisasi Industri Palembang (1) Fakultas

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. KARET ALAM DAN KARET ALAM PADAT (SIR 20) Karet alam adalah senyawa hidrokarbon yang dihasilkan melalui penggumpalan getah dari hasil penyadapan tanaman tertentu. Getah tersebut

Lebih terperinci

TEKNOLOGI BOKAR BERSIH DAN LATEKS PEKAT

TEKNOLOGI BOKAR BERSIH DAN LATEKS PEKAT TEKNOLOGI BOKAR BERSIH DAN LATEKS PEKAT Afrizal Vachlepi, STP, MT disampaikan pada TEMU USAHA KARET Kegiatan Pengembangan Kemitraan Usaha Perkebunan DINAS PERKEBUNAN KABUPATEN MUSI RAWAS 24 Mei 2017 Komoditas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. SOCFINDO (SOCFINDO) berdiri pada tanggal 7 Desember 1930 dengan nama Socfin Medan S.A. Pada tahun 1965, PT. SOCFINDO dialihkan di bawah pengawasan

Lebih terperinci

DOK.KTI 721. Proceeding of. Second Added Value Of Energy Resources. 2 nd AvoER Palembang, Juli 2009

DOK.KTI 721. Proceeding of. Second Added Value Of Energy Resources. 2 nd AvoER Palembang, Juli 2009 DOK.KTI 721 Proceeding of Second Added Value Of Energy Resources 2 nd AvoER 2009 Palembang, 29 30 Juli 2009 PENINGKATAN EFISIENSI KAPASITAS KAMAR PENGERING SIT ASAP DENGAN PEMANFAATAN SINAR MATAHARI Mili

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemilihan Judul Perdagangan merupakan proses pembelian dan penjualan barang yang dilakukan pada suatu tempat. Perdagangan telah dilakukan oleh orang-orang terdahulu

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Karet dan Lateks Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Devisi : Spermatophyta Subdivisi :

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan Kebun Batang Serangan dibuka pada tahun 1910 yang dikelola oleh pemerintahan Belanda dengan nama perusahaan NV.BDM (Breningde Deli Maatscappinjen).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lateks adalah cairan koloid yang berwarna putih susu yang diperoleh dari pohon karet (Havea Brasiliensis) dengan partikel-partikel karet terdispersi air. Lateks dikenal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengeringan Pengeringan adalah satuan unit operasi yang berfungsi untuk memisahkan kandungan air dari suatu bahan dengan menggunakan panas. Kandungan air di dalam bahan yang

Lebih terperinci

PENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS

PENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS Jurnal Penelitian Karet, 2012, 30 (2) : 108-116 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2012, 30 (2) : 108-116 PENGUJIAN MUTU KRITEX SP SEBAGAI PENGGUMPAL LATEKS Quality Test of Kritex SP as a Latex Coagulant Mauritz

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT

PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT Jurnal Dinamika Penelitian Industri Vol. 22 No. 1 Tahun 2011 Hal. 35-40 PEMANFAATAN ASAP CAIR SERBUK KAYU SEBAGAI KOAGULAN BOKAR THE UTILIZATION OF LIQUID SMOKE FROM SAWDUST AS BOKAR COAQULANT Eli Yulita

Lebih terperinci

POLIISOPREN. Oleh : Dr.Ir. Susinggih Wijana, MS. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian BRAWIJAYA UNIVERSITY

POLIISOPREN. Oleh : Dr.Ir. Susinggih Wijana, MS. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian BRAWIJAYA UNIVERSITY POLIISOPREN 1 Oleh : Dr.Ir. Susinggih Wijana, MS. Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian BRAWIJAYA UNIVERSITY SEJARAH PRODUK ELASTOMER The chemistry of vulcanization is a combination

Lebih terperinci

SIH Standar Industri Hijau

SIH Standar Industri Hijau SIH Standar Industri Hijau INDUSTRI PENGASAPAN KARET (RIBBED SMOKED SHEET RUBBER) Daftar isi Daftar isi... 1 Prakata... 2 1 Ruang Lingkup... 3 2 Acuan... 3 3 Definisi... 3 4 Simbol dan Singkatan Istilah...

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET

KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET KEPUTUSAN MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 38/KPTS/KB.020/6/2016 PEDOMAN PENANGANAN PASCAPANEN TANAMAN KARET Direktorat Pengolahan Dan Pemasaran Hasil Perkebunan Direktorat Jenderal Perkebunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Kelapa sawit (Elaesis guineesis Jacq.) merupakan tanaman penghasil utama minyak nabati yang mempunyai produktivitas lebih tinggi dari pada tanaman penghasil minyak nabati

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis) II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Tinjauan Agronomis Karet Alam (Hevea brasiliensis) Karet adalah tanaman perkebunan tahunan berupa pohon batang lurus. Pohon karet pertama

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut :

BAB III PROSES PRODUKSI kg kering per hari adalah sebagai berikut : BAB III PROSES PRODUKSI III.1 Pengolahan Crumb Rubber Flow process pabrik pengolahan Crumb Rubber Gunung Para kapasitas 30.000 kg kering per hari adalah sebagai berikut : III.1.1. Penerimaan coumpound

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di dalam dunia industri, kualitas merupakan faktor dasar yang mempengaruhi pilihan konsumen untuk berbagai jenis produk yang berkembang pesat dewasa ini. Perusahaan

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk

IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA. Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk 48 IV. GAMBARAN UMUM INDUSTRI KARET REMAH (CRUMB RUBBER) INDONESIA 4.1. Gambaran Umum Karet Karet merupakan polimer hidrokarbon yang bersifat elastis dan terbentuk dari emulsi kesusuan yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah

Lebih terperinci

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS

PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS M-2 PENGARUH BEBERAPA JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS DAN HUBUNGANNYA DENGAN SUSUT BOBOT, KADAR KARET KERING DAN PLASTISITAS Mili Purbaya 1), Tuti Indah Sari 2), Chessa Ayu Saputri 2), Mutia Tama Fajriaty

Lebih terperinci

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT.

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT. 7= / 7-14 ( qci7 ax2 ' KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT Oleh z NUR BERLIAN VENUS ALI F 25, 0717 1993

Lebih terperinci

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT.

KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT. 7= / 7-14 ( qci7 ax2 ' KAilAM KESERAGAMAN KUALITAS CRUMB RUBBER Dl PABWlK PEWGOLAHWN KARET ALAM PTP XI! PERKEBUN AN CIIQUMPAY, KABUPATEN PURWAKARTA, JAWA BARAT Oleh z NUR BERLIAN VENUS ALI F 25, 0717 1993

Lebih terperinci

PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS

PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS Jurnal Penelitian Karet, 2015, 33 (2) : 193-202 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2015, 33 (2) : 193-202 PENGGUNAAN GARAM AMMONIUM DALAM PRODUKSI KARET VISKOSITAS RENDAH DARI LATEKS The Use of Ammonium Salt

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN NILAI PRI DARFI PRODUK SIR 20 DAN SIR 3 UNTUK TEMPERATUR YANG BERBEDA-BEDA KARYA ILMIAH REZEKIKA HARAHAP

ANALISA PERBANDINGAN NILAI PRI DARFI PRODUK SIR 20 DAN SIR 3 UNTUK TEMPERATUR YANG BERBEDA-BEDA KARYA ILMIAH REZEKIKA HARAHAP ANALISA PERBANDINGAN NILAI PRI DARFI PRODUK SIR 20 DAN SIR 3 UNTUK TEMPERATUR YANG BERBEDA-BEDA KARYA ILMIAH REZEKIKA HARAHAP 062401043 PROGRAM STUDI DIPLOMA 3 KIMIA ANALIS DEPARTEMEN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1 Sejarah dan Perkembangan PT ADEI Crumb Rubber Industry PT ADEI Crumb Rubber Indusry adalah perusahaan swasta yang bergerak dalam bidang industri pengolahan karet dan eksportir

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik

II. TINJAUAN PUSTAKA. Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asap Cair Asap cair adalah hasil destilasi atau pengembunan dari uap hasil pembakaran baik secara langsung maupun tidak langsung. Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan asap

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA

PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA PEMANFAATAN LIMBAH PASAR SEBAGAI PAKAN RUMINANSIA SAPI DAN KAMBING DI DKI JAKARTA DKI Jakarta merupakan wilayah terpadat penduduknya di Indonesia dengan kepadatan penduduk mencapai 13,7 ribu/km2 pada tahun

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM

PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM Jurnal Penelitian Karet, 2014, 32 (1) : 74-80 Indonesian J. Nat. Rubb. Res. 2014, 32 (1) : 74-80 PENGARUH BERBAGAI JENIS PENGGUMPAL PADAT TERHADAP MUTU KOAGULUM DAN VULKANISAT KARET ALAM Effect of Various

Lebih terperinci

PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA

PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PARADIGMA PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besaar besaran, karet memiliki sejarah yang cukup

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU SIR 20 EFFECT OF THE LATEX COAGULANT USED TO QUALITY OF SIR 20

PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU SIR 20 EFFECT OF THE LATEX COAGULANT USED TO QUALITY OF SIR 20 PENGARUH PENGGUNAAN JENIS BAHAN PENGGUMPAL LATEKS TERHADAP MUTU SIR 20 EFFECT OF THE LATEX COAGULANT USED TO QUALITY OF SIR 20 Ganif Hidayoko 2, Okta Wulandra 1 1 Program Studi Teknologi Pertanian Fakultas

Lebih terperinci

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari

Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks. oleh: Faranita Lutfia Normasari Laporan Teknologi Pengolahan Komodit Perkebunan Hulu Pengolahan Lateks oleh: Faranita Lutfia Normasari 131710101029 Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember 2014

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas

BAB 1 PENDAHULUAN. sehari-hari. Banyak penduduk yang hidup dengan mengandalkan komoditas 13 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman karet memiliki peranan yang besar dalam kehidupan perekonomian Indonesia, Karena, banyak terdapat kegunaan dari tanaman ini, contohnya tanaman menghasilkan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan PT. Hadi Baru didirikan tanggal 1 Agustus 1964 dihadapan notaris, Roesli SH, di Medan dengan Akte No.97/HB/1961 tertanggal 17 Januari 1961 dengan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015, bertempat di Laboratorium Daya dan Alat Mesin Pertanian dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah

BAB 1 PENDAHULUAN. peningkatan devisa Indonesia. Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Negara Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Awal mulanya karet hanya ada di Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sejarah Perkembangan Karet Sejak pertama kali ditemukan sebagai tanaman yang tumbuh secara liar sampai dijadikan tanaman perkebunan secara besar-besaran, karet memiliki sejarah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton)

I. PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Produksi Karet Indonesia Berdasarkan Kepemilikan Lahan pada Tahun Produksi (Ton) A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Tanaman karet merupakan tanaman tahunan dengan bentuk pohon batang lurus. Bagian yang dipanen dari tanaman karet adalah getah atau lateks. Lateks tanaman karet banyak digunakan

Lebih terperinci

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman

Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro Industri Ramah Lingkungan Dede Sulaeman Agro-industri Ramah Lingkungan Nopember 2007 Penulis: Dede Sulaeman, ST, M.Si Subdit Pengelolaan Lingkungan, Dit. Pengolahan Hasil Pertanian, Ditjen PPHP-Deptan

Lebih terperinci

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan

perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengeringan Dalam industri kimia sering sekali bahan-bahan padat harus dipisahkan dari suspensi, misalnya secara mekanis dengan penjernihan atau filtrasi. Dalam hal ini pemisahan

Lebih terperinci

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN

5 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 26 Pasar dikatakan tidak ada hubungan/tidak terintegrasi pada jangka pendek jika IMC tinggi dan pada jangka panjang jika nilai sangat mendekati 0. Jika terjadi integrasi maka perubahan harga yang terjadi

Lebih terperinci

Oleh Ir. Kgs. Abdul Kodir, M.Si Budi Raharjo, S.Tp.,M.Si I.K.W. Edi, SP

Oleh Ir. Kgs. Abdul Kodir, M.Si Budi Raharjo, S.Tp.,M.Si I.K.W. Edi, SP Oleh Ir. Kgs. Abdul Kodir, M.Si Budi Raharjo, S.Tp.,M.Si I.K.W. Edi, SP LATAR BELAKANG Koridor Sumatera adalah produsen karet terbesar di Indonesia, menghasilkan ± 65 % dari produksi karet nasional Sumatera

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Karet alam termasuk salah satu komoditi strategis agroindustri di Indonesia karena memberikan peranan yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara dari sub-sektor perkebunan

Lebih terperinci

PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA

PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA PENDEKATAN ECO-EFFISIENSI DALAM PENGELOLAAN USAHA SEBUAH PENDEKATAN PENGELOLAAN USAHA BERUPA UPAYA MENINGKATKAN EFISIENSI UNTUK MENINGKATKAN MANFAAT, BAIK DARI ASPEK EKONOMI, ORGANISASI MAUPUN LINGKUNGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Singkat Perusahaan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Singkat Perusahaan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Sejarah Singkat Perusahaan PT Sunan Rubber berdiri pada tahun 1949 dengan nama NV Sunan Rubber Handel Matchapply (NV Sunan Rubber Trading Company Limited). Pada awal pendiriannya,

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam

BAB 1 PENDAHULUAN. produksi karet alam dunia 8,307 juta ton. Diprediksi produk karet alam BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sampai tahun 2004, produksi karet alam Indonesia 1,905 juta ton, masih menempati nomor 2 setelah Thailand sebesar 2,848 juta ton dari produksi karet alam dunia 8,307

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak

BAB I PENDAHULUAN. untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti saat ini, emansipasi wanita bukanlah hal asing untuk didengar. Kesejajaran kedudukan antara wanita dengan pria sudah tidak menjadi kendala

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

Aplikasi Energi Surya Dalam Pengolahan Ribbed Smoke Sit (RSS) Dengan Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengumpulan dan Pengawet Karet SIT di Palembang

Aplikasi Energi Surya Dalam Pengolahan Ribbed Smoke Sit (RSS) Dengan Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengumpulan dan Pengawet Karet SIT di Palembang logo lembaga PKPP-54 (F.78) Aplikasi Energi Surya Dalam Pengolahan Ribbed Smoke Sit (RSS) Dengan Menggunakan Asap Cair Sebagai Pengumpulan dan Pengawet Karet SIT di Palembang Koordinator/ PU Sutopo BALAI

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

Analisis Pengendalian Kualitas Produk SIR 3L di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu

Analisis Pengendalian Kualitas Produk SIR 3L di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu Jurnal Agro Industri Perkebunan Analisis Pengendalian Kualitas Produk SIR 3L di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Usaha Way Berulu (Analysis of Quality Control SIR 3L Product on PT Perkebunan Nusantara

Lebih terperinci

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS

TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI. Oleh : Ir. Nur Asni, MS TEKNIK PASCAPANEN UNTUK MENEKAN KEHILANGAN HASIL DAN MEMPERTAHANKAN MUTU KEDELAI DITINGKAT PETANI Oleh : Ir. Nur Asni, MS Peneliti Madya Kelompok Peneliti dan Pengkaji Mekanisasi dan Teknologi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN. Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah

3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN. Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah 106 3VERIFIKASI MODELDANPEMBAHASAN Model Protokol Audit Produksi Bersih Agroindustri Karet Remah Pengembangan model protokol audit produksi bersih bagi agroindustri karet remah didasarkan pada perpaduan

Lebih terperinci