OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X

dokumen-dokumen yang mirip
Research Consortium OPPINET, Institut Teknologi Bandung

BAB I PENDAHULUAN. segi kuantitas dan kualitasnya. Penambahan jumlah konsumen yang tidak di ikuti

BAB III PEMODELAN SISTEM DINAMIK PLANT. terbuat dari acrylic tembus pandang. Saluran masukan udara panas ditandai dengan

TERMODINAMIKA TEKNIK II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

ANALISIS SCALING KETEL UAP PIPA API DI INDUSTRI TEKSTILCIREBON

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pembekuan

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan di bidang-bidang lain, seperti sosial, politik, dan budaya. perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin.

RANCANGAN ALAT SISTEM PEMIPAAN DENGAN CARA TEORITIS UNTUK UJI POMPA SKALA LABORATORIUM. Oleh : Aprizal (1)

Perhitungan Tahanan Kapal dengan Metode Froude

BAB II Model Aliran Multifasa Dalam Pipa

ANALISIS PENGARUH GANGGUAN HEAT TRANSFER KONDENSOR TERHADAP PERFORMANSI AIR CONDITIONING. Puji Saksono 1) ABSTRAK

BAB II LANDASAN TEORI

Simulasi dan Analisis Kinerja Prediktor Smith pada Kontrol Proses yang Disertai Tundaan Waktu

BAB V PERENCANAAN STRUKTUR

Efektifitas fasad selubung ganda dalam mengurangi beban panas pada dinding luar bangunan

III HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 2 LANDASAN TEORI

dimana p = massa jenis zat (kg/m 3 ) m= massa zat (kg) V= Volume zat (m 3 ) Satuan massa jenis berdasarkan Sistem Internasional(SI) adalah kg/m 3

PENGARUH VARIASI TABUNG UDARA TERHHADAP DEBIT PEMOMPAAN POMPA HIDRAM

BAB II LANDASAN TEORI

BAB III ANALISA TEORETIK

KARAKTERISTIK WATER CHILLER

KAJI NUMERIK PORTABLE PORTABLE COLD STORAGE TERMOELEKTRIK TEC

SOAL UJIAN SELEKSI CALON PESERTA OLIMPIADE SAINS NASIONAL 2013 TINGKAT PROPINSI

Studi Eksperimen Pengaruh Alur Permukaan Sirip pada Sistem Pendingin Mesin Kendaraan Bermotor

PENGGUNAAN METODE HOMOTOPI PADA MASALAH PERAMBATAN GELOMBANG INTERFACIAL

BAB I PENDAHULUAN. dalam skala prioritas pembangunan nasional dan daerah di Indonesia

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

BAHASAN ALGORITME ARITMETIK GF(3 ) Telah dijelaskan sebelumnya bahwa dalam mengonstruksi field GF(3 )

REVIEW GERAK HARMONIS SEDERHANA

PENYEARAH TERKENDALI SATU FASA BERUMPAN BALIK DENGAN PERUBAHAN GAIN PENGENDALI PI (PROPORSIONAL INTEGRAL)

Analisis Pengaruh Pipa Kapiler yang Dililitkan pada Line Suction Terhadap Performansi Mesin Pendingin 1)

PENJUMLAHAN MOMENTUM SUDUT

1. Penyearah 1 Fasa Gelombang Penuh Terkontrol Beban R...1

PETUNJUK UMUM Pengerjaan Soal Tahap Final Diponegoro Physics Competititon Tingkat SMA

PENGARUH WATER STORAGE VOLUME TERHADAP UNJUK KERJA SOLAR ASSISTED HEAT PUMP WATER HEATER (SAHPWH) MENGGUNAKAN HFC-134a

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) B-95

Sistem Linear Max-Plus Interval Waktu Invariant

KAJIAN METODE ZILLMER, FULL PRELIMINARY TERM, DAN PREMIUM SUFFICIENCY DALAM MENENTUKAN CADANGAN PREMI PADA ASURANSI JIWA DWIGUNA

BAB III METODE BEDA HINGGA CRANK-NICOLSON

Estimasi Sinyal Quantitative Ultrasound QUS dengan Algoritma Space Alternate Generalized Expectation (SAGE)

ANALISIS HOMOTOPI DALAM PENYELESAIAN SUATU MASALAH TAKLINEAR

Studi Eksperimen Pengaruh Dimensi Pipa Kapiler Pada Sistem Air Conditioning Dengan Pre-Cooling

PEMETAAN MEDAN ELEKTROMAGNETIK PADA PEMUKIMAN PENDUDUK DI BAWAH JARINGAN SUTT 150 KV PLN WILAYAH KALIMANTAN BARAT

Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia

Jl. Ir. Sutami 36A, Surakarta 57126; Telp

VARIASI HAMBATAN DOWNSTREAMKE SIDE ARM T- JUNCTION SUDUT 45 O PADA SALURAN MIRING TERHADAP KARAKTERISTIK PEMISAHAN KEROSENE - AIR

BAB III METODE ANALISIS

SIMULASI TURBIN AIR KAPLAN PADA PLTMH DI SUNGAI SAMPANAHAN DESA MAGALAU HULU KABUPATEN KOTABARU

STUDI KARAKTERISTIK PENDINGINAN MODEL SUNGKUP APWR DENGAN LAMINAR SUBCOOLED WATER FILM

GETARAN PEGAS SERI-PARALEL

Soal Seleksi Provinsi 2009 Bidang studi Fisika Waktu: 3 jam

APLIKASI INTEGER LINEAR PROGRAMMING UNTUK MEMINIMALKAN BIAYA PEMINDAHAN BARANG DI PT RST

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, No. 1, (2013) ISSN: ( Print) 1

BAB 3 ANALISIS DAN SIMULASI MODEL HODGKIN-HUXLEY

ANALISA PELETAKAN BOOSTER PUMP PADA ONSHORE PIPELINE JOB PPEJ (JOINT OPERATING BODY PERTAMINA PETROCHINA EAST JAVA)

PERBANDINGAN KINERJA ALGORITMA GENETIKA DAN ALGORITMA HEURISTIK RAJENDRAN UNTUK PENJADUALAN PRODUKSI JENIS FLOW SHOP

PENGARUH POSISI BEBAN DAN MOMEN INERSIA TERHADAP PUTARAN KRITIS PADA MODEL POROS MESIN KAPAL

PENUKAR KALOR CANGKANG DAN TABUNG EFEKTIF UNTUK MENDINGINKAN MINYAK PELUMAS MESIN DIESEL DENGAN PENYARINGAN SISTEM CABANG.

I. PENDAHULUAN. Jurnal Teknika ATW_Edisi 08 1

III. METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan, fabrikasi dan pengambilan data pada penelitian ini dilakukan di

ANALISIS PENGARUH KUALITAS UAP RATA-RATA TERHADAP KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS RATA-RATA PADA PIPA KAPILER DI MESIN REFRIGERASI FOCUS 808

MODEL MATEMATIKA SISTEM PERMUKAAN ZAT CAIR

BAB II PENYEARAH DAYA

BAB IV ANALISIS HASIL PENGUKURAN

ANALISIS ALGORITMA LOCALLY OPTIMAL HARD HANDOFF TERHADAP KECEPATAN DAN KORELASI JARAK

Penerapan Metode Simpleks Untuk Optimalisasi Produksi Pada UKM Gerabah

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... ii. DAFTAR ISI... iv. DAFTAR TABEL... vi. DAFTAR GAMBAR... vii. DAFTAR SIMBOL... viii BAB I PENDAHULUAN...

KAJIAN PEMANFAATAN AIR BAKU TERHADAP AREA PELAYANAN DI KECAMATAN CIBALONG KABUPATEN GARUT

BAB GELOMBANG ELEKTROMAGNETIK

Model Produksi dan Distribusi Energi

Perancangan Sistem Tracking Quadrotor untuk Sebuah Target Bergerak di Darat Menggunakan Sistem Fuzzy

[1] Beggs, H. Dale: Gas Production Operations, Oil and Gas Consultants International, Inc., Tulsa, Oklahoma, 1993.

UNIVERSITAS DIPONEGORO PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK UNTUK MENCARI NILAI OPTIMAL DESAIN PENUKAR KALOR JENIS SHELL AND TUBE TUGAS AKHIR

INSTANTON. Casmika Saputra Institut Teknologi Bandung

ANALISIS KINERJA COOLANT PADA RADIATOR

OPTIMALISASI PEROLEHAN MINYAK MENGGUNAKAN PEMISAHAN SECARA BERTAHAP

Karakteristik Perpindahan Panas dan Pressure Drop pada Alat Penukar Kalor tipe Pipa Ganda dengan aliran searah

Penentuan Akar-Akar Sistem Persamaan Tak Linier dengan Kombinasi Differential Evolution dan Clustering

SOAL OLIMPIADE SAINS NASIONAL (OSN) 2007 Bidang studi : FISIKA Tingkat : SMA Waktu : 4 jam

BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Dampak Pembangunan SMPN 3 Blitar Terhadap Kinerja Lalu Lintas Sekitarnya

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis

Garis alir pada fluida mengalir terdapat dua jenis, yaitu:

PENGARUH GEOMETRI TERAS TERHADAP KINERJA NEUTRONIK PADA REAKTOR PEMBIAK CEPAT DENGAN SIKLUS BAHAN BAKAR TERTUTUP

PENGARUH BENTUK COVER TERHADAP PRODUKTIFITAS DAN EFISIENSI SOLAR STILL

Pemodelan dan Simulasi Penurunan Tekanan pada Pipa Transmisi Menggunakan Metode Secant

Kajian Fisis pada Gerak Osilasi Harmonis

SIMULATOR UNTUK MENENTUKAN DISTRIBUSI TEKANAN DAN HEATING VALUE PADA SISTEM JARINGAN PIPA GAS ABSTRAK

STUDI SIMULASI BIAS ESTIMATOR GPH PADA DATA SKIP SAMPLING

Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro, Jl. Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. daya nasional yang memberikan kesempatan bagi peningkatan demokrasi, dan

PENERAPAN PERANGKAT LUNAK KOMPUTER UNTUK PENENTUAN KINERJA PENUKAR KALOR

Aisyah [1] Prodi S1 Ilmu Komputasi, Fakultas Informatika, Universitas Telkom [1] [1]

ABSTRAK. Keywords: Economic Quantity Production, Nasution, A.H, Perencanaan dan Pengendalian Persediaan. ABSTRACT

KARAKTERISTIK HIDRAULIK ALIRAN DUA FASA PADA PIPA KAPILER

The Rule of Oil Leak Volume Estimation in Environment Forensic Analysis

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

PERCOBAAN 3 RANGKAIAN PENGUAT COMMON SOURCE

Transkripsi:

IATMI 2006-TS-30 PROSIDING, Siposiu Nasional & Kongres IX Ikatan Ahli Teknik Perinyakan Indonesia (IATMI) 2006 Hotel The Ritz Carlton Jakarta, 5-7 Noveber 2006 OPTIMISASI SISTEM TRANSPORTASI MINYAK TITIK TUANG TINGGI: STUDI KASUS LAPANGAN X Daradi (Presenter), Leksono Muchara,2, Septoratno Siregar,2, Harry Budiharjo S.,2, Rela P. Paungkas, Sulistyo Rahutoo, Arudji Phudri 3, L. Ganda Ataja 3 ) Research Consortiu OPPINET, Institut Teknologi Bandung 2) Progra Studi Teknik Perinyakan, Institut Teknologi Bandung 3) BOB PT. BSP PERTAMINA HULU SARI Minyak produksi lapangan X epunyai titik tuang (pour point) yang tinggi sekitar 00 F. Sifat inyak yang deikian itu eerlukan penanganan khusus pada saat transportasi dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan. Hal ini disebabkan karena selaa engalir dala pipa, inyak akan engalai kehilangan teperatur akibat perpindahan panas ke lingkungan yang epunyai teperatur lebih rendah. Penurunan teperatur sapai di bawah titik tuang akan enyebabkan penggupalan inyak. Oleh karena itu, selaa transportasi enggunakan pipa, teperatur inyak harus dipertahankan di atas titik tuangnya agar inyak tetap dapat engalir sapai ke titik tujuan. Untuk itu diperlukan instalasi siste peanas di beberapa bagian ruas pipa untuk eanaskan inyak agar teperatur inyak tetap di atas titik tuangnya. Pada studi ini dilakukan siulasi enggunakan software OPPINET, yang dikebangkan oleh Institut Teknologi Bandung, untuk eodelkan siste transportasi inyak titik tuang tinggi. Software tersebut dapat digunakan untuk enghitung besarnya kehilangan tekanan dan teperatur fluida sepanjang pipa. Dengan engetahui besarnya kehilangan tekanan dan teperatur fluida sepanjang pipa, aka dapat ditentukan kebutuhan popa dan peanas yang diperlukan untuk entransportasikan inyak titik tuang tinggi dari stasiun pengupul ke titik penjualan dengan aan tanpa adanya penggupalan, pada berbagai diaeter pipa yang digunakan. Satu kasus lapangan disiulasikan untuk enggabarkan odel yang ada. Sebuah siste transportasi inyak terdiri dari dua segen pipa, pipa pertaa berdiaeter 24 in. dengan panjang 80 k, dan segen kedua pipa berdiaeter 6 in. dengan panjang 6 k. Hasilnya enunjukkan bahwa software OPPINET dapat digunakan untuk ensiulasikan siste transportasi inyak titik tuang tinggi. Hasil siulasi juga telah diuji dengan software koersial dengan hasil yang euaskan. PENDAHULUAN Lapangan X enghasilkan inyak dengan titik tuang (pour point) tinggi, yaitu sekitar 00 F. Pada saat diproduksikan dari suur-suur produksi keudian dikiri ke stasiun pengolahan, kondisi seperti itu tidak terlalu enjadi asalah karena teperatur inyak relatif asih tinggi dan lokasi suur suur produksi ke stasiun pengolahan relatif dekat. Akan tetapi, pada pipa transportasi dari stasiun pengolahan ke lokasi penjualan, hal tersebut bisa enibulkan asalah yang serius. Hal ini disebabkan karena teperatur inyak keluar dari stasiun pengolahan ulai turun dan jarak stasiun pengolahan ke lokasi penjualan cukup jauh, sehingga inyak akan engalai kehilangan teperatur cukup besar akibat adanya perpindahan panas dari inyak ke lingkungan yang epunyai teperatur lebih rendah. Dengan kondisi seperti itu, dikhawatirkan terjadi asalah dala transportasi inyak tersebut elalui pipa di perukaan, karena penurunan teperatur sapai di bawah titik tuang akan enyebabkan penggupalan inyak. Oleh karena itu, selaa transportasi enggunakan pipa, teperatur inyak harus dipertahankan di atas titik tuangnya agar inyak tetap dapat engalir sapai ke titik tujuan. Ada beberapa etode yang digunakan di lapangan untuk epertahankan teperatur inyak tetap di atas titik tuangnya, diantaranya adalah dengan enabahkan air, enabahkan bahan kiia, enabahkan inyak yang lebih ringan, atau dengan peasangan alat peanas. Penabahan air kedala inyak dapat enurunkan titik tuang inyak, sehingga diharapkan inyak tetap dapat engalir dala pipa sapai titik tujuan. Sedangkan penabahan bahan kiia atau inyak yang lebih ringan dapat enurunkan viskositas inyak berat

sehingga inyak tetap dapat engalir dala pipa. Alat peanas ditujukan untuk epertahankan teperatur inyak agar selalu berada di atas titik tuangnya. Pada studi ini dipelajari siste transportasi inyak titik tuang tinggi enggunakan alat peanas. Dengan peasangan alat peanas ini, diharapkan transportasi inyak di lapangan X, dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan yang berjarak kurang lebih 86 k, dapat berjalan lancar tanpa adanya penggupalan. Untuk itu dikebangkan odel yang dapat digunakan untuk eperkirakan kehilangan tekanan dan teperatur aliran inyak sepanjang pipa. Berdasarkan data kehilangan tekanan dan teperatur inyak tanpa alat peanas, aka dapat diperkirakan letak dan daya peanas yang dibutuhkan agar inyak tetap dapat engalir sapai titik tujuan tanpa terjadi penggupalan. Selain itu dapat juga ditentukan kebutuhan popa yang diperlukan untuk entransportasikan inyak titik tuang tinggi dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan. Siulasi dilakukan pada berbagai diaeter pipa untuk engetahui pengaruh diaeter pipa terhadap paraeter-paraeter keluaran, yaitu daya popa dan peanas serta letaknya. FORMULASI MODEL Persaaan yang digunakan untuk enggabarkan aliran fluida dala pipa diturunkan dari persaaan kesetibangan energi dengan beberapa asusi sebagai berikut: 4). Aliran steady state. 2. Fluida terdiri dari inyak dan air yang tercapur secara erata. 3. Efek Joule-Thopson diabaikan. 4. Tidak ada kerja yang dilakukan oleh/pada siste. 5. Faktor inersia diabaikan. Model untuk eprediksi kehilangan tekanan fluida dala pipa diberikan oleh Persaaan (), dan untuk eprediksi kehilangan teperatur diberikan oleh Persaaan (2) sebagai berikut: 4) 4 9.7x0 fq L Po Pi + 36.67 Lsin + = 0 () 5 D T T diana: T C exp ( C L.5280) o = i s + 2 s (2) C2 C2 C 2 C + T sin = (3) 778 Cp C.99974. D. Uh. Mw = 2 (4) Q Cp Paraeter densitas dan panas jenis fluida pada Persaaan () dan (2) erupakan sifat fluida yang bergantung pada nilai tekanan dan teperatur. Dengan deikian terdapat dua persaaan iplisit dengan variabel yang tidak diketahui yaitu tekanan dan teperatur. Dala studi ini dikebangkan etode iplisit Newton-Raphson untuk eecahkan kedua persaaan tersebut secara siultan. Dengan engetahui kehilangan tekanan dan teperatur fluida dala pipa, aka dapat ditentukan daya popa dan letak peanas yang dibutuhkan untuk engalirkan inyak dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan. Daya popa dihitung enggunakan Persaaan (5) berikut ini: ) BHP = 9, 3583 0 3 P Q 550 E p (5) Sedangkan letak peanas ditentukan berdasarkan lokasi diana teperatur fluida encapai titik tuangnya. Untuk eprediksi daya peanas yang dibutuhkan agar teperatur fluida tetap di atas titik tuangnya digunakan odel pada Persaaan (6) berikut ini 5). T,i q =,i (6) Q C L ( x ) T + x SIMULASI DAN PEMBAHASAN p Heater Perbandingan Dengan Software Koersial Pada kasus pertaa ini disiulasikan satu contoh kasus enggunakan data lapangan dengan tujuan untuk perbandingan dengan software koersial. Untuk entransportasikan inyak titik tuang tinggi digunakan dua segen pipa asing-asing berdiaeter 24 in. dengan panjang 80 k, dan diaeter 6 in. dengan panjang 6 k. Siulasi dilakukan dengan enggunakan software yang dikebangkan oleh Research Consortiu OPPINET (Optiization on Gas and Oil Transission and Distribution Pipeline Network), Institut Teknologi Bandung. Software tersebut dibangun berdasarkan odel yang dikebangkan dala studi ini. Data yang diperlukan untuk siulasi software OPPINET selengkapnya diperlihatkan pada Tabel.. sapai Tabel.3. - 2 -

Sifat-sifat Fisik Fluida Nilai Satuan Tekanan Inlet Pipa 265 psia Teperatur Inlet Pipa 78 F Teperatur Lingkungan 89,6 F Boiling Point Of Oil 88 F Titik Tuang Minyak 5 F Laju Alir Fluida 27.000 bpd Specific Gravity of Oil 0,8389 - Kandungan Air 0,05 % Kecepatan Angin 2 k/h Tabel.. Data sifat-sifat fisik fluida. Sifat-sifat Teral Nilai Satuan Konduktivitas Panas Pipa 23,69 BTU/h-ft-F Konduktivitas Panas Minyak 0,2 BTU/h-ft-F Kapasitas Panas Air 0,24003 BTU/lb-F Tabel. 2. Data sifat-sifat teral. Segen Pipa Panjang (K) Diaeter Luar (in.) Tebal Pipa (in.) Elevasi ( ) 80 24,688 0,344 0 2 6 6 0,375 0 Tabel. 3. Data karakteristik pipa. Hasil siulasi enggunakan data di atas diperoleh distribusi tekanan dan teperatur fluida sepanjang pipa sebagai berikut: (k) Tekanan (psia) Teperatur ( F) 0 265,0 78,0 2 264,7 7,9 0 263,4 46,9 2 26,4 23,7 3 259,7,3 40 258,0 03,4 50 256,2 98,3 60 254,4 95, 7 252,3 92,8 80 250,6 9,6 86 24,4 9, Tabel. 4. Hasil perhitungan software OPPINET. Software yang digunakan untuk perbandingan dengan software OPPINET adalah software ReO. Data yang diperlukan untuk siulasi enggunakan software ReO diberikan pada Tabel.5. Sedangkan hasil perhitungan distribusi tekanan dan teperatur diberikan pada Tabel.6. Secara grafis, perbandingan hasil perhitungan distribusi tekanan dan teperatur fluida sepanjang pipa dengan software OPPINET dan ReO diperlihatkan pada Gabar. dan Gabar.2. Tabel. 5. Data asukan software ReO. Tabel. 6. Hasil perhitungan software ReO. Tekanan (psia) Paraeter Nilai Satuan Panjang Pipa 80 K Diaeter Luar 24,688 in. Tebal Pipa 0,344 in. Panjang Pipa 2 6 K Diaeter Luar 6 in. Tebal Pipa 0,375 in. Persaaan Aliran Beggs/Brill - Kekasaran Dinding Pipa 0,002 in. Teperatur Lingkungan 89,6 F Koefisien Perpindahan Panas Keseluruhan 0,72 BTU/(h-ft 2 -F) (k) Tekanan (psia) Teperatur ( F) 0 265,0 78,0 6 264,0 30, 32 262,7 08, 48 26,3 98, 64 259,8 93,5 80 258,3 9,4 8 257,4 9,2 83 256,6 9, 84 255,7 9,0 86 254,8 90,9 270 265 260 255 250 245 240 235 230 0 0 20 30 40 50 60 70 80 90 (K) Software OPPINET Software ReO - 3 -

Gabar.. Grafik distribusi tekanan sepanjang pipa. Teperatur ( F) 90 70 50 30 0 90 70 50 0 0 20 30 40 50 60 70 80 90 (k) Software OPPINET Software ReO Gabar. 2. Grafik distribusi teperatur sepanjang pipa. Pada Gabar. terlihat bahwa hasil perhitungan kehilangan tekanan dengan software OPPINET lebih besar dibanding hasil perhitungan dengan software ReO. Besarnya kehilangan tekanan (pressure drop) hasil perhitungan software OPPINET adalah kurang lebih sebesar 23,6 psi, sedangkan hasil perhitungan software ReO sebesar 0,2 psi. Perbedaan ini disebabkan karena persaaan aliran yang digunakan berbeda. Software ReO enggunakan persaaan aliran Beggs & Brill, diana perhitungan distribusi tekanan sepanjang pipa tidak dipengaruhi oleh perubahan teperatur (odel isotheral). Sedangkan software OPPINET enggunakan odel aliran nonisotheral, diana perhitungan distribusi tekanan sepanjang pipa dipengaruhi oleh perubahan teperatur. Oleh karena pada kasus ini teperatur inyak turun sepanjang pipa, akibat terjadi perpindahan panas dengan lingkungan, aka densitas dan viskositas inyak akan naik. Akibatnya akan terjadi penurunan tekanan yang lebih besar pada pipa. Pada Gabar.2 terlihat bahwa hasil perhitungan distribusi teperatur sepanjang pipa dengan software OPPINET hapir saa dengan hasil perhitungan dengan software ReO. Dengan deikian dapat dikatakan bahwa odel iplisit Newton-Raphson yang dikebangkan dala penelitian ini, dapat digunakan untuk eprediksi distribusi tekanan dan teperatur pada pipa transportasi inyak titik tuang tinggi dengan hasil yang cukup euaskan. Studi Kasus Lapangan X Pada kasus kedua ini, disiulasikan kasus lapangan salah satu operator igas di Indonesia dengan tujuan untuk optiisasi siste transportasi inyak titik tuang tinggi. Minyak dari lapangan X, yang epunyai titik tuang 00 F, akan ditransportasikan dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan, seperti terlihat pada Gabar.3. Jarak stasiun pengupul ke lokasi penjualan adalah 37 k. Siulasi dilakukan untuk eperkirakan distribusi tekanan dan teperatur fluida sepanjang pipa pada kondisi laju alir inyak tertentu. Dengan engetahui distribusi tekanan dan teperatur inyak sepanjang pipa, aka dapat ditentukan diaeter pipa optiu, daya popa dan peanas yang diperlukan untuk engalirkan inyak dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan dengan aan. Penjualan P = 20 psia L = 37 k OD = 2,75 in. Gabar. 3. Pipa transisi inyak dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan. Data asukan software OPPINET untuk kasus ini diberikan pada Tabel.7 dan Tabel.8. Paraeter Nilai Satuan Tekanan Outlet Pipa 20 psia Teperatur Inlet Pipa 37 F Teperatur Lingkungan 86 F Boiling Point Of Oil 88 F Kapasitas Panas Air 0,24003 BTU/lb -F Laju Alir Fluida 40.000 bpd Specific Gravity of Oil 0,8389 - Kandungan Air 0,05 % Konduktivitas Panas Minyak 0,2 BTU/h-ft-F Tabel. 7. Data sifat-sifat fisik fluida. Stasiun Pengupul Q = 40.000 bpd T = 37 F SG = 0,8389 Paraeter Nilai Satuan Julah Segen Pipa - Panjang Pipa 37 K Sudut Elevasi 0 Kedalaan Pipa 0 in. Konduktivitas Panas Insulator 0.05 BTU/h-ft-F Tebal Insulator 2 in. Daya Peanas 0 kw Panjang Peanas 50 K Konduktivitas Panas Pipa 23,69 BTU/h-ft-F Tabel. 8. Karakteristik pipa transisi inyak. - 4 -

Siulasi dilakukan pada diaeter pipa 2,75, 4, 6, 8, dan 20 in., asing-asing dengan ketebalan dinding pipa 0,375 in. Hasil perhitungan distribusi tekanan sepanjang pipa untuk kasus pipa tanpa peanas diberikan pada Tabel.9. Secara grafis, distribusi tekanan untuk asing-asing diaeter pipa diperlihatkan pada Gabar.4. Tekanan (psia) (k) 2.75 4 6 8 20 0 43 255 35 82 56 3.2 377.9 234.33 25.0 76.65 52.92 6.4 343.0 23.7 5.0 7.29 49.83 9.7 308.3 93.3 05.0 65.92 46.72 2.9 273.80 72.59 95.00 60.55 43.62 6. 239.46 52.09 84.99 55.6 40.50 9.3 205.3 3.64 74.98 49.76 37.37 22.5 7.32.22 64.95 44.35 34.24 25.7 37.49 90.84 54.93 38.94 3.0 27.4 20.63 80.66 49.92 36.23 29.53 30.6 87.02 60.33 39.88 30.80 26.38 33.8 53.55 40.04 29.85 25.37 23.22 37.0 20.37 9.87 9.87 9.96 20.07 Teperatur ( F) (k) 2.75 4 6 8 20 0 37 37 37 37 37 3.2 32.88 32.58 32.6 3.80 3.47 6.4 29.06 28.5 27.77 27. 26.5 9.7 25.54 24.78 23.77 22.88 22.08 2.9 22.28 2.37 20.4 9.07 8. 6. 9.27 8.23 6.84 5.64 4.57 9.3 6.50 5.37 3.85 2.56.4 20.9 5.9 4.03 2.47.3 09.95 25.7.58 0.34 08.69 07.29 06.07 27.4 0.48 09.22 07.55 06.5 04.92 30.6 08.40 07.3 05.44 04.03 02.80 33.8 06.49 05.22 03.53 02.3 00.92 37.0 04.74 03.48 0.82 00.43 99.25 Tabel. 0. Distribusi teperatur sepanjang pipa tanpa peanas. 45 Teperatur vs Stasiun Pengupul-Titik Penjualan Tabel. 9. Distribusi tekanan sepanjang pipa tanpa peanas. 450 Tekanan vs Stasiun Pengupul-Titik Penjualan Teperatur ( F) 35 25 5 05 95 OD=2,75" OD=4" OD=6" OD=8" OD=20" Tekanan (psia) 400 350 300 250 200 50 00 50 0 0 5 0 5 20 25 30 35 40 (k) OD=2,75" OD=4" OD=6" OD=8" OD=20" Gabar. 4. Distribusi tekanan sepanjang pipa tanpa peanas. Hasil perhitungan distribusi teperatur sepanjang pipa untuk kasus pipa tanpa peanas diberikan pada Tabel.0. Secara grafis, distribusi teperatur untuk asing-asing diaeter pipa diperlihatkan pada Gabar.5. 85 0 5 0 5 20 25 30 35 40 (k) Gabar. 5. Distribusi teperatur sepanjang pipa tanpa peanas. Dari Gabar.5 terlihat bahwa, apabila pipa tidak dipasang peanas, teperatur fluida akan turun hingga dibawah titik tuangnya, endekati teperatur lingkungan. Penurunan teperatur fluida hingga di bawah titik tuangnya tersebut dapat engakibatkan penggupalan pada inyak sehingga inyak tidak dapat engalir dala pipa hingga titik penjualan. Untuk engatasi asalah tersebut aka dipasang peanas pada sebagian ruas pipa. Pada penelitian ini, peletakan peanas dan perkiraan julah peanas yang dibutuhkan dilakukan berdasarkan distribusi teperatur pada saat pipa tanpa peanas. Batas penurunan teperatur adalah saa dengan titik tuang - 5 -

ditabah faktor keaanan. Pada kasus ini titik tuang inyak adalah 00 F. Apabila faktor keaanan diasusikan sebesar 5%, aka batas penurunan teperatur yang diperbolehkan adalah sapai encapai 5 F. diana teperatur fluida encapai 5 F dianggap sebagai lokasi peasangan peanas pertaa kali dilakukan. Dari Tabel. 0 terlihat bahwa untuk pipa berdiaeter 2,75 in., teperatur inyak encapai 5 F kurang lebih di k 20. Akan tetapi, apabila diasusikan panjang tiap unit peanas adalah 0 k, aka pada ruas tersebut hanya bisa dipasang satu unit peanas ulai dari k 20 sapai 30. Dengan hanya satu unit peanas ternyata teperatur inyak akan turun sapai di bawah pour point di outlet pipa, bahkan dengan daya listrik hingga 00 kw. Untuk engatasi hal ini aka letak peanas diajukan sapai k 7 sehingga dapat dipasang 2 unit peanas sapai k 37. Untuk pipa berdiaeter 4 in., teperatur fluida encapai 5 F di k 9. Seperti halnya pada pipa 2,75 in., aka peanas ulai diletakkan pada k 7 agar dapat dipasang 2 unit sapai k 37. Deikian pula untuk pipa 6 in., peanas diletakkan pada k 7 sapai 37. Pada pipa 8 in., teperatur fluida encapai 5 F pada k 6. Dengan deikian aka peanas dipasang ulai k 6 sapai 36. Sedangkan pada pipa 20 in., teperatur fluida encapai 5 F pada k 5, aka peanas diletakkan ulai k 5 sapai 35. Distribusi teperatur fluida sepanjang pipa setelah dipasang peanas untuk berbagai diaeter pipa diberikan pada Tabel., dan secara grafis diperlihatkan pada Gabar.6. Teperatur ( F) (k) 2.75 4 6 8 20 0 37 37 37 37 37 3.2 32.88 32.58 32.6 3.80 3.47 6.4 29.06 28.5 27.77 27. 26.5 9.7 25.54 24.78 23.77 22.88 22.08 2.9 22.28 2.37 20.4 9.07 8. 6. 9.27 8.23 6.84 5.73 5.74 9.3 8.49 7.42 5.99 5.79 5.9 22.5 8.62 7.55 6.2 5.95 6.30 25.7 8.85 7.78 6.35 6.2 6.90 27.4 9.0 7.94 6.5 6.39 7.28 30.6 9.40 8.33 6.90 6.8 8.9 33.8 9.90 8.83 7.40 7.34 9.32 37.0 20.50 9.43 8.00 6.7 7.44 Tabel.. Distribusi teperatur sepanjang pipa dengan peanas. Teperatur ( F) 40 35 30 25 20 5 Teperatur vs Stasiun Pengupul-Titik Penjualan 0 0 5 0 5 20 25 30 35 40 (k) OD=2,75" OD=4" OD=6" OD=8" OD=20" Gabar. 6. Distribusi teperatur sepanjang pipa dengan peanas. Dari hasil perhitungan distribusi tekanan terlihat bahwa, peasangan alat peanas engakibatkan perubahan distribusi tekanan sepanjang pipa. Akan tetapi perubahan yang terjadi relatif kecil, bahkan untuk pipa berdiaeter besar, perubahan itu hapir tidak ada, seperti yang ditunjukkan pada Tabel.2. Hal ini enunjukkan bahwa peasangan peanas eberikan efek yang kurang signifikan pada sifatsifat fisik fluida. Tekanan (psia) (k) 2.75 4 6 8 20 0 42 255 35 82 56 3.2 376.9 234.33 25.0 76.65 52.92 6.4 342.02 23.7 5.0 7.29 49.83 9.7 307.33 93.3 05.0 65.92 46.72 2.9 272.82 72.59 95.00 60.55 43.62 6. 238.50 52.09 84.99 55.6 40.50 9.3 204.36 3.64 74.98 49.77 37.38 22.5 70.42.26 64.98 44.38 34.26 25.7 36.68 90.95 55.00 39.00 3.5 27.4 9.88 80.8 50.02 36.3 29.60 30.6 86.42 60.59 40.06 30.94 26.49 33.8 53.3 40.44 30.2 25.57 23.38 37.0 20.7 20.44 20.24 20.23 20.30 Tabel. 2. Distribusi tekanan sepanjang pipa dengan peanas. Berdasarkan hasil perhitungan di atas aka diperoleh letak, julah dan daya peanas yang dibutuhkan - 6 -

untuk epertahankan teperatur fluida tetap berada di atas titik tuang. Di saping itu juga dapat ditentukan daya popa yang dibutuhkan untuk engalirkan inyak dari stasiun pengupul ke lokasi penjualan untuk asing-asing diaeter pipa seperti diperlihatkan pada Tabel.3 berikut ini: Diaeter Pipa (in.) Beda Tekanan (psi) Daya Popa (HP) 2.75 39,84 383,36 4 234,56 249,55 6 4,76 47,63 8 6,77 02,55 20 35,70 80,37 Tabel. 3. Perhitungan beda tekanan dan daya popa untuk berbagai diaeter pipa. Berdasarkan hasil perhitungan di atas, aka dapat ditentukan kebutuhan popa dan peanas untuk entransportasikan inyak titik tuang tinggi dari stasiun pengupul ke titik penjualan pada berbagai diaeter pipa yang digunakan. KESIMPULAN. Pada penelitian ini berhasil dikebangkan odel iplisit Newton-Raphson yang dapat digunakan untuk eperkirakan distribusi tekanan dan teperatur fluida dala pipa transportasi inyak titik tuang tinggi secara siultan. 2. Hasil perbandingan dengan software ReO enunjukkan bahwa, untuk prediksi distribusi teperatur sepanjang pipa, software OPPINET yang enggunakan odel yang dikebangkan pada penelitian ini, eberikan hasil yang saa dengan hasil perhitungan software ReO. Sedangkan untuk prediksi distribusi tekanan sepanjang pipa, software OPPINET eberikan hasil yang berbeda dengan hasil perhitungan software ReO. Hal ini disebabkan karena odel perhitungan distribusi tekanan yang digunakan dala software OPPINET adalah odel nonisotheral, sedangkan pada software Reo adalah odel isotheral. 3. Software OPPINET dapat digunakan untuk eperkirakan kebutuhan popa dan peanas yang diperlukan untuk engalirkan inyak titik tuang tinggi dari stasiun pengupul ke titik penjualan dengan aan tanpa adanya penggupalan, pada berbagai diaeter pipa yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA. Arnold, K. dan Steward, M., Surface Production Operation, Gulf Publishing Copany, Houston, 986. 2. Beggs, H. Dale, Gas Production Operations, Oil & Gas Consultant International Inc., Tulsa, 985. 3. Incropera, Frank P. dan DeWitt, David P., Fundaentals of Heat and Mass Transfer, John Wiley & Sons Inc., New York, 996. 4. Muchara, L., dan Tobing, B.L., The Developent of an Iplicit Flow Model for Predicting the Flow Perforance of High Viscosity Oil and Water in Pipelines RC-IPA94-2.3-08, Jakarta, October, 994. 5. Muchara, L., Paungkas, R. P., Rahutoo, S., dan Daradi, Modeling of Oil Water Flow in High Pour Point Oil Transission Pipeline RC- OPPINET 5 th Year Annual Report, Bandung, March, 2006. DAFTAR SIMBOL Cp = kapasitas panas fluida, BTU/lb - o F D = diaeter pipa, in. f = faktor gesekan, tanpa satuan h = koefisien perpindahan panas konveksi udara, a BTU/h-ft- o F h = konduktivitas panas insulator, BTU/h-ft- o F ins k = konduktivitas panas insulator, BTU/h-ft- o F ins kf = konduktivitas panas fluida, BTU/h-ft- o F L = panjang pipa, ft L = panjang peanas, ft Heater Mw = berat olekul fluida, lb /lb ole N = Nuselt nuber, tanpa satuan Nu OD = diaeter luar pipa, in. Pipe P = tekanan di outlet pipa, psia o P = tekanan di inlet pipa, psia i Q = laju alir fluida, bpd q = daya peanas, BTU/h T = teperatur lingkungan, o F s T = teperatur di outlet pipa, o F o T = teperatur di inlet pipa, o F i Uh = koefisien perpindahan panas keseluruhan fluida, BTU/ft 2.s. o F = densitas fluida, lb /ft3 = sudut elevasi, derajat T, i = teperatur fluida di inlet peanas, o F x = jarak dari inlet peanas, ft - 7 -

APPENDIX Algorita Software OPPINET Interface Software OPPINET P eq. T eq.2 iterasi L > heater location iterasi L heater length P eq. 2 T eq. T T ax T i < T i + P eq. 2 T eq. T T in P eq. T eq.4 Gabar. 8. Algorita software OPPINET. Gabar. 7. Interface software OPPINET. - 8 -