BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William (1955). Pada model ini, kondisi lalu lintas dianalogikan sebagai aliran fluida dengan mengasumsikan kendaraan sebagai partikel yang berada pada aliran tersebut. Lebih jauh lagi, pola arus lalu lintas dimodelkan melalui metode dinamika fluida. Melalui hukum konservasi massa, diperoleh bahwa model LWR dirumuskan secara matematis oleh persamaan diferensial parsial hiperbolik sebagai berikut: (4.1) dimana ρ(x,t) merepresentasikan kepadatan (jumlah kendaraan per satuan jarak) lalu lintas pada suatu titik x dan waktu t, sedangkan q(ρ) merepresentasikan fluks (jumlah kendaraan per satuan waktu) lalu lintas pada kepadatan tertentu. Perhatikan bahwa fluks lalu lintas merupakan fungsi yang diberikan oleh (4.2) dengan V(ρ) adalah kecepatan lalu lintas pada kepadatan tertentu. 37
Hubungan antara kecepatan dan kepadatan lalu lintas diberikan secara non linear, yaitu 38 (4.3) dimana V dan ρ secara berturut-turut merepresentasikan kecepatan dan kepadatan maksimum lalu lintas. Hubungan ini secara umum dapat digambarkan melalui gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik Fundamental Hubungan Antara Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas Perhatikan gambar 4.1. Pada kondisi AB, kepadatan lalu lintas masih relatif kecil sehingga kendaraan masih bisa meningkatkan kecepatan. Kecepatan kendaraan bisa terus meningkat sampai pada suatu kondisi dimana kemacetan mulai terjadi (jam point), yang berada di titik B. Tepat pada titik B, kecepatan kendaraan mencapai kecepatan maksimum (V ). Seiring dengan bertambahnya kepadatan, maka pada kondisi BC kecepatan kendaraan akan menurun, sampai akhirnya berhenti pada titik C, dimana terjadi kepadatan maksimum lalu lintas.
39 Lebih jauh lagi, substitusikan persamaan (4.2) dan (4.3) ke dalam persamaan (4.1), sehingga diperoleh persamaan diferensial hiperbolik orde satu yang menggambarkan model kepadatan lalu lintas, yaitu (4.4) Asumsikan bahwa kepadatan lalu lintas pada saat awal pengamatan yaitu pada saat t = 0 adalah sebagai berikut: (4.5) Dengan demikian, persamaan (4.4) dan (4.5) merupakan masalah nilai awal yang akan diselesaikan secara analitik dan numerik pada subbab berikutnya. 4.2 Metode Karakteristik Pada sub bab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan diselesaikan dengan metode karakteristik. Pertama-tama, tuliskan persamaan (4.1) ke dalam bentuk aturan rantai yaitu (4.6) Sedangkan hubungan antara fluks, kepadatan, dan kecepatan lalu lintas dapat diperoleh melalui persamaan (4.2) dan (4.3) yaitu (4.7) sehingga diperoleh
40 (4.8) Berdasarkan persamaan (4.8), maka persamaan (4.6) dapat dituliskan sebagai berikut (4.3) Berdasarkan metode karakteristik, maka dari persamaan (4.9) diperoleh (4.10) sehingga persamaan garis karakteristiknya adalah (4.11) Solusi dari persamaan (4.9) sepanjang garis karakterisitk (4.11) adalah
41 (4.12) untuk sebarang fungsi f. Ingat bahwa kita memiliki syarat awal (4.5), sehingga dari persamaan (4.12) diperoleh (4.13) Persamaan (4.13) merupakan solusi analitik untuk masalah nilai awal (4.4) dan (4.5). Perhatikan bahwa solusi kepadatan lalulintas tersebut merupakan solusi implisit. 4.3 Skema Beda Hingga Pada subbab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan disimulasikan secara numerik melalui metode beda hingga. Pertama-tama, hampiri melalui deret Taylor yaitu sehingga diperoleh hampiran forward time untuk dan backward space untuk secara berturut-turut sebagai berikut (4.14)
42 (4.15) Dengan cara yang serupa, diperoleh hampiran backward space untuk (4.16) sehingga skema beda hingga FTBS (Forward Time Backward Space) untuk persamaan diferensial parsial (4.1) adalah (4.17) dan dari persamaan (4.7) dapat diperoleh (4.18) (4.19) Perhatikan bahwa persamaan (4.17) adalah bentuk skema beda hingga yang masih mengaitkan antara fluks (q) dan kepadatan (ρ). Oleh karena itu, substitusikan persamaan (4.18) ke dalam persamaan (4.17) untuk memperoleh skema beda hingga yang hanya bergantung pada kepadatan saja, sehingga diperoleh (4.2 0) yang dapat disederhanakan menjadi
43 (4.21) Selain itu diberikan juga syarat kestabilan sebagai berikut : Diketahui bahwa dt = Time Discretedan dx = Space Discrete. Serta dimisalkan,, maka persamaan menjadi Dimisalkan, Karena, Sehingga
44 Dari persamaan diatas didapat bahwa dan disimpulkan bahwa 4.4 Simulasi Pada subbab ini akan diberikan beberapa contoh kasus untuk disimulasikan. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan arus lalu lintas juka data diubah-ubah. Data simulasi yang digunakan pada subbab ini berasal dari data sekunder yang dilakukan oleh M.H. Khabir (2010). a. Kasus I Pada kasus yang pertama ini, akan diambil suatu nilai awal yang berupa fungsi yaitu (4.22)
45 Pemilihan nilai awal kepadatan yang berupa fungsi ini bertujuan agar kita bisa mendapatkan solusi analitik dari (4.13) secara eksplisit. Pertama-tama, substitusikan persamaan (4.22) ke dalam (4.13) sehingga diperoleh 2 1 3ρ ρ ( x, t ) = x V 1 2 t 2 (4.23) ρ Melalui manipulasi aljabar maka diperoleh persamaan kuadrat dalam fungsi ρ ( x, t) yaitu 2 2 2 3V tρ 2ρ ρ + ( x V t) ρ 0 (4.24) = sehingga solusi dari (4.23) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ± ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ Perhatikan bahwa nilai ρ + ρ 3 ρ akan 2 4 Vt( x Vt) 2 melebihi nilai ρ sehingga kita pilih bahwa solusi analitik dari persamaan (4.4) dengan kepadatan awal (4.22) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ b. Kasus II Misalkan kita mengamati suatu ruas jalan yang panjangnya 10 km selama 6 menit. Asumsikan kepadatan jalan (banyaknya kendaraan) pada jarak 0 km, ρ(0,t) adalah tetap yaitu sebesar 21/km, kepadatan jalan maksimum ρ = 250/km dan kecepatan arus jalan imum V = 60 km/jam.
46 Pada kasus kedua ini, kepadatan awal jalan ρ(x,0) tidak diberikan berupa fungsi seperti pada kasus 1. Kepadatan awal jalan diberikan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Gambar 4.2 Kepadatan jalan awal, ρ(x,0) Perhatikan Gambar 4.2, gambar tersebut menunjukkan bahwa kepadatan awal tidak dapat dinyatakan ke dalam suatu fungsi yang sederhana. Dengan demikian, kita tidak dapat mencari solusi analitiknya secara eksplisit, sehingga pada kasus ini hanya akan dilihat solusi numeriknya saja. Ingat bahwa hubungan antara kecepatan dan kepadatan arus lalu lintas yang kita miliki adalah non linear yang diberikan oleh persamaan berikut (4.25) Berdasarkan hubungan (4.25) tersebut, dapat kita lihat bahwa kecepatan lalu lintas akan nol ketika kepadatan lalu lintas sama dengan kepadatan imum yang dapat dicapai oleh ruas jalan.
47 Lebih jauh lagi, perhatikan gambar 4.3 dan gambar 4.4. Nilai kecepatan lalu lintas tidak pernah mencapai nol, karena kepadatan lalu lintas tidak pernah mencapai nilai kepadatan maksimum yang dapat ditampung oleh jalan tersebut. Lebih rinci lagi, kepadatan terbesar yang dicapai adalah 24/km (yaitu saat t = 0), sedangkan kepadatan maksimum jalan adalah ρ = 250/km, sehingga kecepatan lalu lintas tidak pernah nol. Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4 kita juga dapat melihat bahwa seiring dengan bertambahnya waktu dan jarak, maka nilai kepadatan dan kecepatan lalu lintas semakin tidak fluktuatif atau dengan kata lain semakin homogen. Hal ini jelas masuk akal, mengingat bahwa kepadatan lalu lintas bisaanya akan terurai dengan sendirinya walaupun dalam waktu yang sangat lama. Kepadatan awal juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas di setiap titik. Gambar 4.3 Profil Kepadatan lalu lintas, ρ(x,t)
48 Gambar 4.4 Profil Kecepatan lalu lintas, v(x,t) Selain itu, dari hubungan (4.25) juga diperoleh bahwa semakin besar nilai kepadatan lalu lintas ρ, maka kecepatan arus lalu lintas V semakin kecil. Hal ini terlihat juga pada gambar 4.3 dan gambar 4.4. Saat kepadatan lalu lintas ρ konstan, maka kecepatan lalu lintas juga konstan. Keadaan ini sudah sesuai dengan grafik fundamental dari kepadatan lalu lintas yang diberikan pada gambar 4.1. Lebih detail lagi, gambar 4.5 dan gambar 4.6 secara berturut-turut menggambarkan profil kepadatan dan kecepatan lalu lintas pada saat 2 menit, 4 menit, dan 6 menit. Perhatikan bahwa pada saat t = 2 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.25 km. Saat t = 4 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.5 km. Saat t = 6 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 1 km. Dengan demikian, seiring dengan bertambahnya waktu, maka semakin jauh dari
titik asal kita akan merasakan perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas. 49 Gambar 4.5 Profil Kepadatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Gambar 4.6 Profil kecepatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda
50 Gambar 4.7 Profil fluks lalu lintas Gambar 4.8 Profil fluks lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Sudut pandang yang berbeda (Fluks dan Kepadatan) menghasilkan permukaan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena kepadatan melihat jumlah kendaraan yang ada pada suatu ruas jalan. Sedangkan fluks adalah banyaknya kendaraan yang lewat selama waktu tertentu.
51 4.5 Tampilan Halaman Gambar 4.9 Halaman Muka Tampilan muka awal saat program dijalankan.
52 Gambar 4.10 Halaman Input Tampilan input pertama, dimana user harus memasukan data-data awal dan data numeric yang akan di proses.
53 Gambar 4. 11 Halaman Input Kondisi Awal Tampilan input kedua, dimana user memasukan data awal yang bisa berupa file dengan ekstensi txt, atau secara manual menentukan kepadatan di titik tertentu saat t=0.
54 Gambar 4.12 Fluks pada 2, 4, 6 menit Tampilan fluks diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
55 Gambar 4.13 Permukaan Fluks selama 6 Menit Tampilan fluks dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.
56 Gambar 4.14 Kepadatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kepadatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
57 Gambar 4.15 Permukaan Kepadatan selama 6 Menit Tampilan kepadatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.
58 Gambar 4.16 Kecepatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kecepatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.
59 Gambar 4.17 Permukaan Kecepatan selama 6 Menit Tampilan fkecepatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.