BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

dokumen-dokumen yang mirip
BAB 1 PENDAHULUAN. menimbulkan permasalahan baru seputar arus kepadatan jalan. Sebagai

Analisis dan Perancangan Program Arus. Kepadatan Jalan Dengan Dinamika Fluida. Berbasis Python

BAB I PENDAHULUAN. terbagi dalam berberapa tingkatan, gelombang pada atmosfir yang berotasi

Sidang Tugas Akhir - Juli 2013

BAB 2 LANDASAN TEORI Interaksi Manusia dan Komputer

I PENDAHULUAN II LANDASAN TEORI

I. PENDAHULUAN. dan kotoran manusia atau kotoran binatang. Semua polutan tersebut masuk. ke dalam sungai dan langsung tercampur dengan air sungai.

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. analitik dengan metode variabel terpisah. Selanjutnya penyelesaian analitik dari

Pemodelan Matematika dan Metode Numerik

BAB II LANDASAN TEORI. dalam penulisan skripsi ini. Teori-teori yang digunakan berupa definisi-definisi serta

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal (SWE)

BAB II LANDASAN TEORI. selanjutnya sebagai bahan acuan yang mendukung tujuan penulisan. Materi-materi

Bab 2. Landasan Teori. 2.1 Persamaan Air Dangkal Linier (Linier Shallow Water Equation)

PEMODELAN ARUS LALU LINTAS ROUNDABOUT

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB III PEMBAHASAN. dengan menggunakan penyelesaian analitik dan penyelesaian numerikdengan. motode beda hingga. Berikut ini penjelasan lebih lanjut.

1 BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN

BAB 4 LOGICAL VALIDATION MELALUI PEMBANDINGAN DAN ANALISA HASIL SIMULASI

SIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV

Persamaan Diferensial

BAB II LANDASAN TEORI. eigen dan vektor eigen, persamaan diferensial, sistem persamaan diferensial, titik

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Asumsi yang digunakan dalam sistem mangsa-pemangsa. Dimisalkan suatu habitat dimana spesies mangsa dan pemangsa hidup

Persamaan Diferensial

III PEMBAHASAN. 3.1 Analisis Metode. dan (2.52) masing-masing merupakan penyelesaian dari persamaan

1.1 Latar Belakang dan Identifikasi Masalah

SIMULASI NUMERIK ARUS LALU LINTAS PADA JARINGAN JALAN MENGGUNAKAN METODE GODUNOV

PERBANDINGAN SOLUSI MODEL GERAK ROKET DENGAN METODE RUNGE-KUTTA DAN ADAM- BASHFORD

Solusi Numerik Persamaan Gelombang Dua Dimensi Menggunakan Metode Alternating Direction Implicit

Bab 4 DINDING SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

Bab 3 MODEL MATEMATIKA INJEKSI SURFACTANT POLYMER 1-D

Mata Kuliah :: Matematika Rekayasa Lanjut Kode MK : TKS 8105 Pengampu : Achfas Zacoeb

Bab III Solusi Dasar Persamaan Lapisan Fluida Viskos Tipis

BAB III APLIKASI METODE EULER PADA KAJIAN TENTANG GERAK Tujuan Instruksional Setelah mempelajari bab ini pembaca diharapkan dapat: 1.

BAB 2 LANDASAN TEORI

SOLUSI PENYEBARAN PANAS PADA BATANG KONDUKTOR MENGGUNAKAN METODE CRANK-NICHOLSON

BAB I Pendahuluan Latar BelakangMasalah

BAB II KAJIAN TEORI. homogen yang dikenal sebagai persamaan forced Korteweg de Vries (fkdv). Persamaan fkdv yang dikaji dalam makalah ini adalah

DASAR SINUSOIDAL SEBAGAI REFLEKTOR GELOMBANG

APLIKASI METODE BEDA HINGGA SKEMA EKSPLISIT PADA PERSAMAAN KONDUKSI PANAS

TINJAUAN MATEMATIS PADA MODEL MAKROSKOPIK DAN MIKROSKOPIK ARUS LALU-LINTAS RIA SUSILIAWATI G

BAB III PEMODELAN PERSAMAAN INTEGRAL PADA ALIRAN FLUIDA

Metode Elemen Batas (MEB) untuk Model Konduksi-Konveksi dalam Media Anisotropik

Metode Beda Hingga untuk Penyelesaian Persamaan Diferensial Parsial

PDP linear orde 2 Agus Yodi Gunawan

PENGANTAR MATEMATIKA TEKNIK 1. By : Suthami A

II LANDASAN TEORI. dengan, 1,2,3,, menyatakan koefisien deret pangkat dan menyatakan titik pusatnya.

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

TINJAUAN PUSTAKA. Jika y = f(x) dengan f(x) adalah suatu fungsi yang terdiferensialkan terhadap

BAB II DASAR TEORI. 2.1 Persamaan Kontinuitas dan Persamaan Gerak

BAB II LANDASAN TEORI

BAB VI PENYELESAIAN DERET UNTUK PERSAMAAN DIFERENSIAL

ANALISIS KESTABILAN HELICOVERPA ARMIGERA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN. satu tempat ke tempat yang lain. Sistem transportasi yang andal merupakan sarana

Persamaan Difusi. Penurunan, Solusi Analitik, Solusi Numerik (Beda Hingga, RBF) M. Jamhuri. April 7, UIN Malang. M. Jamhuri Persamaan Difusi

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari, diantaranya

PEMILIHAN RUTE PERJALANAN

BAB IV SIMULASI NUMERIK

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Permasalahan

ANALISA GELOMBANG KEJUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP ARUS LALU LINTAS DI JALAN SARAPUNG MANADO

Distribusi Air Bersih Pada Sistem Perpipaan Di Suatu Kawasan Perumahan

HUBUNGAN KECEPATAN, KEPADATAN DAN VOLUME LALU LINTAS DENGAN MODEL GREENSHIELDS (STUDI KASUS JALAN DARUSSALAM LHOKSEUMAWE)

Bab II Model Lapisan Fluida Viskos Tipis Akibat Gaya Gravitasi

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II KAJIAN TEORI. syarat batas, deret fourier, metode separasi variabel, deret taylor dan metode beda

TINJAUAN PUSTAKA. diketahui) dengan dua atau lebih peubah bebas dinamakan persamaan. Persamaan diferensial parsial memegang peranan penting di dalam

BAB 3 SISTEM DINAMIK ORDE SATU

II LANDASAN TEORI. Contoh. Ditinjau dari sistem yang didefinisikan oleh:

BAB II PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

BAB II LANDASAN TEORI

TINJAUAN MATA KULIAH... Kegiatan Belajar 2: PD Variabel Terpisah dan PD Homogen Latihan Rangkuman Tes Formatif

Bab 4 Simulasi Kasus dan Penyelesaian Numerik

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 4 MODEL RUANG KEADAAN (STATE SPACE)

BAB 4 BAB 3 HASIL DAN PEMBAHASAN METODE PENELITIAN. 3.2 Peralatan

BAB I KONSEP DASAR PERSAMAAN DIFERENSIAL

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB II KAJIAN TEORI. dinamik, sistem linear, sistem nonlinear, titik ekuilibrium, analisis kestabilan

FISIKA KINEMATIKA GERAK LURUS

BAB IV ANALISA PENELITIAN. Kebon Jeruk - Simprug dan arah Simprug - Kebon Jeruk. Total. rabu dan jum at. Pengambilan waktu dari pukul

RENCANA PEMBELAJARAN SEMESTER (RPS)

Simulasi Model Mangsa Pemangsa Di Wilayah yang Dilindungi untuk Kasus Pemangsa Tergantung Sebagian pada Mangsa

Analisa Numerik. Teknik Sipil. 1.1 Deret Taylor, Teorema Taylor dan Teorema Nilai Tengah. 3x 2 x 3 + 2x 2 x + 1, f (n) (c) = n!

Metode Beda Hingga pada Persamaan Gelombang

BAB I PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA ORDE SATU

Penerapan Metode Beda Hingga pada Model Matematika Aliran Banjir dari Persamaan Saint Venant

SIMULASI ARUS LALU LINTAS DENGAN MENGGUNAKAN KECEPATAN MODEL KERNER KONHÄUSER

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah

II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengantar Oseanografi V

MATERI 2 MATEMATIKA TEKNIK 1 PERSAMAAN DIFERENSIAL ORDE SATU

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

I. PENDAHULUAN. kemajuan. Salah satunya adalah cabang ilmu matematika yang sampai saat ini

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. kestabilan model predator-prey tipe Holling II dengan faktor pemanenan.

SATUAN ACARA PERKULIAHAN ( SAP ) Mata Kuliah : Rekayasa Lalulintas Kode : CES 5353 Semester : V Waktu : 1 x 2 x 50 menit Pertemuan : 3 (tiga)

TUJUAN :Mahasiswa memahami konsep ilmu fisika, penerapan besaran dan satuan, pengukuran serta mekanika fisika.

BAB II PENGANTAR SOLUSI PERSOALAN FISIKA MENURUT PENDEKATAN ANALITIK DAN NUMERIK

Barisan dan Deret Agus Yodi Gunawan

Kestabilan Aliran Fluida Viskos Tipis pada Bidang Inklinasi

Transkripsi:

BAB 4 ANALISIS DAN BAHASAN 4.1 Model LWR Pada skripsi ini, model yang akan digunakan untuk memodelkan kepadatan lalu lintas secara makroskopik adalah model LWR yang dikembangkan oleh Lighthill dan William (1955). Pada model ini, kondisi lalu lintas dianalogikan sebagai aliran fluida dengan mengasumsikan kendaraan sebagai partikel yang berada pada aliran tersebut. Lebih jauh lagi, pola arus lalu lintas dimodelkan melalui metode dinamika fluida. Melalui hukum konservasi massa, diperoleh bahwa model LWR dirumuskan secara matematis oleh persamaan diferensial parsial hiperbolik sebagai berikut: (4.1) dimana ρ(x,t) merepresentasikan kepadatan (jumlah kendaraan per satuan jarak) lalu lintas pada suatu titik x dan waktu t, sedangkan q(ρ) merepresentasikan fluks (jumlah kendaraan per satuan waktu) lalu lintas pada kepadatan tertentu. Perhatikan bahwa fluks lalu lintas merupakan fungsi yang diberikan oleh (4.2) dengan V(ρ) adalah kecepatan lalu lintas pada kepadatan tertentu. 37

Hubungan antara kecepatan dan kepadatan lalu lintas diberikan secara non linear, yaitu 38 (4.3) dimana V dan ρ secara berturut-turut merepresentasikan kecepatan dan kepadatan maksimum lalu lintas. Hubungan ini secara umum dapat digambarkan melalui gambar 4.1. Gambar 4.1 Grafik Fundamental Hubungan Antara Kecepatan dan Kepadatan Lalu Lintas Perhatikan gambar 4.1. Pada kondisi AB, kepadatan lalu lintas masih relatif kecil sehingga kendaraan masih bisa meningkatkan kecepatan. Kecepatan kendaraan bisa terus meningkat sampai pada suatu kondisi dimana kemacetan mulai terjadi (jam point), yang berada di titik B. Tepat pada titik B, kecepatan kendaraan mencapai kecepatan maksimum (V ). Seiring dengan bertambahnya kepadatan, maka pada kondisi BC kecepatan kendaraan akan menurun, sampai akhirnya berhenti pada titik C, dimana terjadi kepadatan maksimum lalu lintas.

39 Lebih jauh lagi, substitusikan persamaan (4.2) dan (4.3) ke dalam persamaan (4.1), sehingga diperoleh persamaan diferensial hiperbolik orde satu yang menggambarkan model kepadatan lalu lintas, yaitu (4.4) Asumsikan bahwa kepadatan lalu lintas pada saat awal pengamatan yaitu pada saat t = 0 adalah sebagai berikut: (4.5) Dengan demikian, persamaan (4.4) dan (4.5) merupakan masalah nilai awal yang akan diselesaikan secara analitik dan numerik pada subbab berikutnya. 4.2 Metode Karakteristik Pada sub bab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan diselesaikan dengan metode karakteristik. Pertama-tama, tuliskan persamaan (4.1) ke dalam bentuk aturan rantai yaitu (4.6) Sedangkan hubungan antara fluks, kepadatan, dan kecepatan lalu lintas dapat diperoleh melalui persamaan (4.2) dan (4.3) yaitu (4.7) sehingga diperoleh

40 (4.8) Berdasarkan persamaan (4.8), maka persamaan (4.6) dapat dituliskan sebagai berikut (4.3) Berdasarkan metode karakteristik, maka dari persamaan (4.9) diperoleh (4.10) sehingga persamaan garis karakteristiknya adalah (4.11) Solusi dari persamaan (4.9) sepanjang garis karakterisitk (4.11) adalah

41 (4.12) untuk sebarang fungsi f. Ingat bahwa kita memiliki syarat awal (4.5), sehingga dari persamaan (4.12) diperoleh (4.13) Persamaan (4.13) merupakan solusi analitik untuk masalah nilai awal (4.4) dan (4.5). Perhatikan bahwa solusi kepadatan lalulintas tersebut merupakan solusi implisit. 4.3 Skema Beda Hingga Pada subbab ini, masalah nilai awal yang diberikan oleh persamaan (4.4) dan (4.5) akan disimulasikan secara numerik melalui metode beda hingga. Pertama-tama, hampiri melalui deret Taylor yaitu sehingga diperoleh hampiran forward time untuk dan backward space untuk secara berturut-turut sebagai berikut (4.14)

42 (4.15) Dengan cara yang serupa, diperoleh hampiran backward space untuk (4.16) sehingga skema beda hingga FTBS (Forward Time Backward Space) untuk persamaan diferensial parsial (4.1) adalah (4.17) dan dari persamaan (4.7) dapat diperoleh (4.18) (4.19) Perhatikan bahwa persamaan (4.17) adalah bentuk skema beda hingga yang masih mengaitkan antara fluks (q) dan kepadatan (ρ). Oleh karena itu, substitusikan persamaan (4.18) ke dalam persamaan (4.17) untuk memperoleh skema beda hingga yang hanya bergantung pada kepadatan saja, sehingga diperoleh (4.2 0) yang dapat disederhanakan menjadi

43 (4.21) Selain itu diberikan juga syarat kestabilan sebagai berikut : Diketahui bahwa dt = Time Discretedan dx = Space Discrete. Serta dimisalkan,, maka persamaan menjadi Dimisalkan, Karena, Sehingga

44 Dari persamaan diatas didapat bahwa dan disimpulkan bahwa 4.4 Simulasi Pada subbab ini akan diberikan beberapa contoh kasus untuk disimulasikan. Simulasi ini dilakukan untuk mengetahui kecenderungan perubahan arus lalu lintas juka data diubah-ubah. Data simulasi yang digunakan pada subbab ini berasal dari data sekunder yang dilakukan oleh M.H. Khabir (2010). a. Kasus I Pada kasus yang pertama ini, akan diambil suatu nilai awal yang berupa fungsi yaitu (4.22)

45 Pemilihan nilai awal kepadatan yang berupa fungsi ini bertujuan agar kita bisa mendapatkan solusi analitik dari (4.13) secara eksplisit. Pertama-tama, substitusikan persamaan (4.22) ke dalam (4.13) sehingga diperoleh 2 1 3ρ ρ ( x, t ) = x V 1 2 t 2 (4.23) ρ Melalui manipulasi aljabar maka diperoleh persamaan kuadrat dalam fungsi ρ ( x, t) yaitu 2 2 2 3V tρ 2ρ ρ + ( x V t) ρ 0 (4.24) = sehingga solusi dari (4.23) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ± ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ Perhatikan bahwa nilai ρ + ρ 3 ρ akan 2 4 Vt( x Vt) 2 melebihi nilai ρ sehingga kita pilih bahwa solusi analitik dari persamaan (4.4) dengan kepadatan awal (4.22) adalah 2 ρ ρ( x, t) = ρ 4 3V 3V t( x V t 2 t) ρ b. Kasus II Misalkan kita mengamati suatu ruas jalan yang panjangnya 10 km selama 6 menit. Asumsikan kepadatan jalan (banyaknya kendaraan) pada jarak 0 km, ρ(0,t) adalah tetap yaitu sebesar 21/km, kepadatan jalan maksimum ρ = 250/km dan kecepatan arus jalan imum V = 60 km/jam.

46 Pada kasus kedua ini, kepadatan awal jalan ρ(x,0) tidak diberikan berupa fungsi seperti pada kasus 1. Kepadatan awal jalan diberikan dalam bentuk grafik yang ditunjukkan oleh Gambar 4.2. Gambar 4.2 Kepadatan jalan awal, ρ(x,0) Perhatikan Gambar 4.2, gambar tersebut menunjukkan bahwa kepadatan awal tidak dapat dinyatakan ke dalam suatu fungsi yang sederhana. Dengan demikian, kita tidak dapat mencari solusi analitiknya secara eksplisit, sehingga pada kasus ini hanya akan dilihat solusi numeriknya saja. Ingat bahwa hubungan antara kecepatan dan kepadatan arus lalu lintas yang kita miliki adalah non linear yang diberikan oleh persamaan berikut (4.25) Berdasarkan hubungan (4.25) tersebut, dapat kita lihat bahwa kecepatan lalu lintas akan nol ketika kepadatan lalu lintas sama dengan kepadatan imum yang dapat dicapai oleh ruas jalan.

47 Lebih jauh lagi, perhatikan gambar 4.3 dan gambar 4.4. Nilai kecepatan lalu lintas tidak pernah mencapai nol, karena kepadatan lalu lintas tidak pernah mencapai nilai kepadatan maksimum yang dapat ditampung oleh jalan tersebut. Lebih rinci lagi, kepadatan terbesar yang dicapai adalah 24/km (yaitu saat t = 0), sedangkan kepadatan maksimum jalan adalah ρ = 250/km, sehingga kecepatan lalu lintas tidak pernah nol. Berdasarkan gambar 4.3 dan gambar 4.4 kita juga dapat melihat bahwa seiring dengan bertambahnya waktu dan jarak, maka nilai kepadatan dan kecepatan lalu lintas semakin tidak fluktuatif atau dengan kata lain semakin homogen. Hal ini jelas masuk akal, mengingat bahwa kepadatan lalu lintas bisaanya akan terurai dengan sendirinya walaupun dalam waktu yang sangat lama. Kepadatan awal juga memberikan pengaruh yang besar terhadap perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas di setiap titik. Gambar 4.3 Profil Kepadatan lalu lintas, ρ(x,t)

48 Gambar 4.4 Profil Kecepatan lalu lintas, v(x,t) Selain itu, dari hubungan (4.25) juga diperoleh bahwa semakin besar nilai kepadatan lalu lintas ρ, maka kecepatan arus lalu lintas V semakin kecil. Hal ini terlihat juga pada gambar 4.3 dan gambar 4.4. Saat kepadatan lalu lintas ρ konstan, maka kecepatan lalu lintas juga konstan. Keadaan ini sudah sesuai dengan grafik fundamental dari kepadatan lalu lintas yang diberikan pada gambar 4.1. Lebih detail lagi, gambar 4.5 dan gambar 4.6 secara berturut-turut menggambarkan profil kepadatan dan kecepatan lalu lintas pada saat 2 menit, 4 menit, dan 6 menit. Perhatikan bahwa pada saat t = 2 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.25 km. Saat t = 4 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 0.5 km. Saat t = 6 menit, kepadatan dan kecepatan arus lalu lintas mulai terlihat berbeda ketika x > 1 km. Dengan demikian, seiring dengan bertambahnya waktu, maka semakin jauh dari

titik asal kita akan merasakan perubahan kepadatan dan kecepatan lalu lintas. 49 Gambar 4.5 Profil Kepadatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Gambar 4.6 Profil kecepatan lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda

50 Gambar 4.7 Profil fluks lalu lintas Gambar 4.8 Profil fluks lalu lintas pada beberapa waktu yang berbeda Sudut pandang yang berbeda (Fluks dan Kepadatan) menghasilkan permukaan yang berbeda pula. Hal ini disebabkan karena kepadatan melihat jumlah kendaraan yang ada pada suatu ruas jalan. Sedangkan fluks adalah banyaknya kendaraan yang lewat selama waktu tertentu.

51 4.5 Tampilan Halaman Gambar 4.9 Halaman Muka Tampilan muka awal saat program dijalankan.

52 Gambar 4.10 Halaman Input Tampilan input pertama, dimana user harus memasukan data-data awal dan data numeric yang akan di proses.

53 Gambar 4. 11 Halaman Input Kondisi Awal Tampilan input kedua, dimana user memasukan data awal yang bisa berupa file dengan ekstensi txt, atau secara manual menentukan kepadatan di titik tertentu saat t=0.

54 Gambar 4.12 Fluks pada 2, 4, 6 menit Tampilan fluks diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.

55 Gambar 4.13 Permukaan Fluks selama 6 Menit Tampilan fluks dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.

56 Gambar 4.14 Kepadatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kepadatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.

57 Gambar 4.15 Permukaan Kepadatan selama 6 Menit Tampilan kepadatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.

58 Gambar 4.16 Kecepatan pada 2, 4, 6 menit Tampilan kecepatan diskritisasi saat t=2, 4, 6 pada ruas jalan 0 sampai 10 km.

59 Gambar 4.17 Permukaan Kecepatan selama 6 Menit Tampilan fkecepatan dalam bentuk permukaan di setiap ruas pada waktu 0 sampai 6 menit.