JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

dokumen-dokumen yang mirip
3/30/2012 PENDAHULUAN PENDAHULUAN METODE PENELITIAN

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print)

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

DAFTAR ISI. HALAMAN JUDUL... i. HALAMAN PENGESAHAN... i. HALAMAN PERNYATAAN... iii. INTISARI... iii. ABSTRACT... iv. KATA PENGANTAR...

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

BAB IV METODE PENELITIAN

STUDI PEMANTAUAN LINGKUNGAN EKSPLORASI GEOTHERMAL di KECAMATAN SEMPOL KABUPATEN BONDOWOSO dengan SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN

BAB 1 PENDAHULUAN I-1

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

III. METODOLOGI PENELITIAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

Gambar 9. Peta Batas Administrasi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN. menggunakan Analisis Tidak Langsung berdasarkan SNI Kecamatan Karangkobar, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah

PERENCANAAN MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA AMBON Hertine M. Kesaulya¹, Hanny Poli², & Esli D. Takumansang³

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR LAHAN DI KECAMATAN DAU, KABUPATEN MALANG DENGAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN GEOMORFOLOGI

BAB I PENDAHULUAN. Banjarnegara merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang

EVALUASI ARAHAN PEMANFAATAN LAHAN TAMBAK DI KABUPATEN SAMPANG MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. BAHAN DAN METODE

TOMI YOGO WASISSO E

Faktor penyebab banjir oleh Sutopo (1999) dalam Ramdan (2004) dibedakan menjadi persoalan banjir yang ditimbulkan oleh kondisi dan peristiwa alam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN. Secara astronomi Kecamatan Cipanas terletak antara 6 o LS-6 o LS

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

STUDI UPAYA PENGELOLAAN LINGKUNGAN (UKL) EKSPLORASI GEOTHERMAL DI KECAMATAN SEMPOL, KABUPATEN BONDOWOSO DENGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

BAB I PENDAHULUAN. Secara umum kondisi geologi menyimpan potensi kebencanaan yang dapat

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS STUDI KASUS KABUPATEN BONDOWOSO

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

BAB II METODE PENELITIAN

EVALUASI KEMAMPUAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGANN PARIWISATA DENGAN MENGGUNAKAN DATA CITRA SATELIT FELIK DWI YOGA PRASETYA

STUDI TENTANG IDENTIFIKASI LONGSOR DENGAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DAN ASTER (STUDI KASUS : KABUPATEN JEMBER)

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

ANALISIS DAN PEMETAAN DAERAH KRITIS RAWAN BENCANA WILAYAH UPTD SDA TUREN KABUPATEN MALANG

BAB IV KONDISI UMUM. Gambar 3 Peta Lokasi Sub-sub DAS Keyang, Slahung, dan Tempuran.

BAB I PENDAHULUAN. merupakan bencana banjir dan longsor (Fadli, 2009). Indonesia yang berada di

Pemetaan Pola Hidrologi Pantai Surabaya-Sidoarjo Pasca Pembangunan Jembatan Suramadu dan Peristiwa Lapindo Menggunakan Citra SPOT 4

ANALISIS DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN WAY KRUI TAHUN 2015 (JURNAL) Oleh. Catur Pangestu W

BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Cindy P. Welang¹, Windy Mononimbar², Hanny Poli³

BAB III METODE PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

APLIKASI PJ UNTUK PENGGUNAAN TANAH. Ratna Saraswati Kuliah Aplikasi SIG 2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Bencana alam sebagai salah satu fenomena alam dapat terjadi setiap saat,

DAFTAR ISI ABSTRAK KATA PENGANTAR...

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

BAB 3 PENGOLAHAN DATA

BAB I PENDAHULUAN. tanahdengan permeabilitas rendah, muka air tanah dangkal berkisar antara 1

PEMETAAN DAERAH RAWAN LONGSOR DENGAN METODE PENGINDERAAN JAUH DAN OPERASI BERBASIS SPASIAL, STUDI KASUS KOTA BATU JAWA TIMUR

ANALISIS KESESUAIAN UNTUK LAHAN PERMUKIMAN KOTA MALANG

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

KESESUAIAN LAHAN PENGEMBANGAN PERKOTAAN KAJANG KABUPATEN BULUKUMBA

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

KAJIAN PEMANFAATAN LAHAN PADA DAERAH RAWAN LONGSOR DI KECAMATAN TIKALA KOTA MANADO

Pemanfaatan Analisa Spasial Untuk Kesesuaian Lahan Tanaman Jarak Pagar (Studi Kasus: Kabupaten Sumenep Daratan)

KEADAAN UMUM DAS KONAWEHA. Luas dan Wilayah Administrasi DAS Konaweha. Iklim

Pemetaan Potensi Batuan Kapur Menggunakan Citra Satelit Landsat 8 di Kabupaten Tuban

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

IDENTIFICATION OF FLOOD PRONE AREA WITH GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM (CASE STUDY : PADANG CITY)

MITIGASI DAERAH RENTAN GERAKAN TANAH DI KABUPATEN ENREKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah longsor merupakan bencana yang sering terjadi di Indonesia. Selama periode telah terjadi 850

BAB IV METODE PENELITIAN

GERAKAN TANAH DAN BANJIR BANDANG DI WILAYAH KECAMATAN TAHUNA DAN SEKITARNYA, KABUPATEN SANGIHE, SULAWESI UTARA

BAB III GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

ABSTRAK PENDAHULUAN. Desi Etika Sari 1, Sigit Heru Murti 2 1 D3 PJ dan SIG Fakultas Geografi UGM.

Analisis Spasial Untuk Menentukan Zona Risiko Bencana Banjir Bandang (Studi Kasus Kabupaten Pangkep)

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

BAB I PENDAHULUAN I-1

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

BAB IV METODE PENELITIAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. tersebut relatif tinggi dibandingkan daerah hilir dari DAS Ciliwung.

GAMBARAN UMUM SWP DAS ARAU

Gambar 2 Peta administrasi DAS Cisadane segmen hulu.

ANALISA BATAS DAERAH ALIRAN SUNGAI DARI DATA ASTER GDEM TERHADAP DATA BPDAS (STUDI KASUS : SUB DAS BUNGBUNTU DAS TAROKAM)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Banjir 2.2 Tipologi Kawasan Rawan Banjir

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Transkripsi:

Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia email: taufik_m@geodesy.its.ac.id C78 Abstrak Indonesia adalah negara yang rawan bencana dilihat dari aspek geografis, klimatologis dan demografis. Letak geografis Indonesia di antara dua benua dan dua samudera menyebabkan Indonesia mempunyai potensi yang bagus dalam perekonomian sekaligus juga rawan dengan bencana [1]. Berdasarkan IRB (Indeks Resiko Bencana) yang dikeluarkan BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) pada tahun 2013, Kabupaten Kediri menempati urutan ke-65 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Untuk menghindari kerugian akibat bencana tersebut dilakukan tindakan pengelolaan resiko bencana. Dengan memanfaatkan TanDEM-X dapat dihasilkan peta kemiringan lereng berdasarkan kontur dari TanDEM-X. Kemudian peta kemiringan lereng dikelaskan sesuai dengan parameter penyebab longsor. Citra Landsat kemudian dilakukan klasifikasi terbimbing (supervised) untuk mendapatkan peta tutupan lahan. Peta kemiringan lereng dan tutupan lahan kemudian dioverlaykan dengan peta geologi, peta curah hujan dan peta jenis tanah dan dilakukan skoring dan pembobotan untuk mendapatkan daerah rawan tanah longsor. Hasil penelitian menunjukkan 12 desa di Kecamatan Mojo, Semen dan Banyakan memiliki tingkat rawan tanah longsor tinggi sebesar 8,26%.. Daerah tersebut terletak pada dataran tinggi dengan kelerengan berkisar antara 25-40% dan lebih dari 40% dengan jenis tanah litosol. Kata Kunci Tanah Longsor, SIG, TanDEM-X. T I. PENDAHULUAN ANAH longsor salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng [2]. Berdasarkan IRB yang dikeluarkan BNPB pada tahun 2013, Kabupaten Kediri merupakan salah satu dari abupaten/kota di Jawa Timur yang memiliki indeks kebencanaan tinggi. Untuk indeks resiko bencana tanah longsor Kediri menempati urutan ke-65 dari 497 kabupaten/kota di Indonesia. Karena hal itu Kabupaten Kediri rentan terhadap bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Untuk menghindari kerugian akibat bencana tersebut dilakukan tindakan pengelolaan resiko bencana. Salah satu cara untuk dapat mengelola resiko terjadinya bencana adalah dengan memperkirakan daerah berpotensi terkena tanah longsor. Analisa ini dapat dilakukan dengan menggunakan parameterparameter penyebab tanah longsor dengan memanfaatkan SIG. Dengan memanfaatkan TanDEM-X dapat dihasilkan peta kemiringan lereng berdasarkan kontur dari TanDEM-X. Kemudian peta kemiringan lereng dikelaskan sesuai dengan parameter penyebab longsor. Citra Landsat kemudian dilakukan klasifikasi terbimbing (supervised) untuk mendapatkan peta tutupan lahan. Peta kemiringan lereng dan tutupan lahan kemudian dioverlaykan dengan peta geologi, peta curah hujan dan peta jenis tanah dan dilakukan skoring dan pembobotan untuk mendapatkan daerah rawan tanah longsor. Keluaran dari penelitian ini berupa peta daerah rawan bencana tanah longsor di Kabupaten Kediri. Peta ini dapat digunakan sebagai acuan dalam memitigasi bencana alam serta untuk rekomendasi dalam perencanaan tata ruang wilayah. A. Lokasi Penelitian II. METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini daerah penelitian mencakup 5 kecamatan di Kabupaten Kediri yaitu Kecamatan Mojo, Kecamatan Semen, Kecamatan Banyakan, Kecamatan Kras dan Kecamatan Ngadiluwih. B. Data yang Digunakan 1) Citra TanDEM-X Terkoreksi Kabupaten Kediri tahun 2011 2) Citra Landsat 8 path/row 119/65 tahun 2015 3) Data curah hujan harian Kabupaten Kediri (sumber : UPTPSA Wilayah Sungai Puncu Selodono Kediri) 4) Peta Geologi Digital Kabupaten Kediri skala 1: 125.000 (sumber : BAPPEDA Kabupaten Kediri) 5) Peta Jenis Tanah Digital Kabupaten Kediri skala 1: 125.000 (sumber : BAPPEDA Kabupaten Kediri) Gambar 1. Peta Daerah Penelitian

C79 C. Pengolahan Data Pengolahan data pada penelitian ini terdiri dari beberapa proses untuk mendapatkan parameter-parameter penyebab banjir dan tanah longsor.peta jenis tanah,geologi dan tutupan lahan berupa shapefile dilakukan clip pada daerah penelitian. Pengolahan curah hujan dilakukan dengan membuat poligon Thiessen dari 9 stasiun penakar curah hujan di daerah penelitian.metode Thiessen merupakan metode yang ditentukan dengan cara membuat poligon antar stasiun pada suatu wilayah.setelah area ditentukan kemudian menghitung curah hujan tahunan dari data tabular curah hujan harian pada tahun 2015. Pengolahan Landsat 8 dilakukan klasifikasi supervised yang dikelaskan menjadi 6 kelas tutupan lahan yaitu hutan, sawah, semak, pemukiman, kebun dan tanah kosong. Kemudian hasil klasifikasi dilakukan uji ketelitian dengan keadaan dilapangan. Pengolahan TanDEM-X dilakukan untuk mendapatkan kemiringan lereng, DEM diekstrak menjadi kontur dan kemiringan. Kemiringan DEM dikelaskan menjadi 5 kelas.kemiringan ekstraksi DEM data berupa raster karena itu harus diubah menjadi data shapefile dengan cara reclassify untuk mendapatkan info table kemiringan kemudian dilakukan convert raster to polygon. Setelah diperoleh parameter parameter tanah longsor kemudian dilakukan pemberian skor pada masing-masing kelas dan bobot pada masing-masing parameter kemudian dioverlaykan.analisa daerah potensi rawan banjir dan longsor didasarkan pada nilai total skor pada masing-masing area. Penetapan tingkat kerawanan daerah kejadian longsor di daerah penelitian didasarkan kepada model pendugaan kawasan rawan tanah longsor oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/DVMBG (2004). Skor = (30 % x faktor kelas curah hujan) + ( 20% x geologi) + (20 % x faktor kelas jenis tanah) + (15% x penggunaan lahan) + (15 % x faktor kelas lereng) Tabel 1. Parameter Pembobotan Tanah Longsor Parameter Besaran Skor Bobot Kemiringan CH Tahunan (mm/tahun) Jenis Tanah Geologi <8% 1 8-15% 2 15-25% 3 25-45% 4 >45% 5 <1000 1 1000-2000 2 2000-2500 3 2500-3000 4 >3000 5 Tidak peka 1 Agak peka 2 Kurang peka 3 Peka 4 Sangat peka 5 Bahan Alluviaal 1 Bahan Vulkanik 1 2 Bahan Sedimen 1 3 15% 30% 20% 20% Tutupan Lahan Bahan Sedimen 2 Vulkanik 2 4 Hutan/vegetasi lebat dan badan air 1 Kebun dan campuran semak belukar 2 Perkebunan dan sawah irigasi 3 Kawasan industri dan pemukiman 4 Lahan-lahan kosong 5 III. HASIL DAN ANALISA 15% A. Curah Hujan Data curah hujan didapatkan dari Unit Pelaksana Teknis Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah sungai Puncu Selodono Kediri,berupa data tabular curah hujan harian (2015).Data curah hujan ini didapatkan dari 9 stasiun penakar hujan yang ada di 5 kecamatan.pengolahan dilakukan dengan menggunakan Poligon Thiessen pada ArcMap. Curah hujan pada daerah penelitian berkisar antara 1400 3000 mm/tahun dengan nilai curah hujan tinggi terjadi pada stasiun penakar di Kecamatan Mojo.Peta persebaran kelas curah hujan pada daerah penelitian dapat dilihat pada gambar 4 dibawah ini. Gambar 2. Peta Curah Hujan Pada peta diatas curah hujan digolongkan menjadi 2 kelas seuai dengan skoring dari parameter banjir dan longsor yaitu kelas dengan curah hujan 1000-2000 mm/tahun dan 2000-3000 mm/tahun. Dari peta diatas dapat diketahui bahwa pada daerah penelitian bagian barat memiliki curah hujan tertinggi dibanding dengan daerah penelitian yang lain. Berikut hasil curah hujan pada daerah penelitian tahun 2015 yang terbagi menjadi 6 poligon: Tabel 2. Luas Curah Hujan Curah Hujan Prosentase No Luas (ha) (mm/tahun) (%) 1 1467 3899,66 10,27 2 1600 6753,84 17,79 3 1658 5603,07 14,76 4 1662 1298,81 3,42 5 1913 9575,21 25,22

C80 6 2864 10836,40 28,54 Total 37967,00 100,00 Dapat dilihat pada gambar 2. poligon berwarna biru muda pada bagian barat yang terletak di lereng gunung Wilis memiliki curah hujan tertinggi. Hal ini menyebabkan daerah pada poligon tersebut rawan terhadap tanah longsor karena memiliki curah hujan tinggi B.. Penggunaan Lahan Peta tutupan lahan didapatkan dari hasil pengolahan Landsat 8. Interpretasi visual dilakukan dengan metode Supervised Classification kemudian dilakukan uji ketelitian dengan menggunakan matriks konfusi. Hasil ketelitian dari interpretasi citra sebesar 90,38%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa hasil interpretasi tutupan lahan dapat diterima karena memenuhi persyaratan batas minimal ketelitian interpretasi data penginderaan jauh yaitu lebih besar dari 80% Gambar 4. Peta Jenis Tanah Dari peta diatas dapat dilihat jenis tanah Litosol Coklat Kemerahan terdapat pada bagian barat daerah penelitian. Jenis tanah ini sangat rawan terhadap longsor. D. Geologi Geologi daerah penelitian terdiri dari 3 jenis yaitu Young Quaternary Vulkanic Products, Undifferentiaed Quaternary Vulkanic Products dan Alluvium.Jenis geologi mayoritas berupa Young Quaternary Vulkanic Products pada 3 kecamatan di lereng Gunung Wilis yang umum pada daerah gunung. Berikut adalah peta jenis tanah daerah penelitian : Gambar 3. Peta Tutupan Lahan Dari peta diatas dapat dilihat pada bagian barat daerah penelitian didominasi oleh hutan, kebun dan semak belukar, sedangkan pada bagian timur didominasi oleh pemukiman dan sawah. C. Jenis Tanah Dari peta jenis tanah yang bersumber dari BAPPEDA Kab. Kediri didapatkan 6 jenis tanah daerah penelitian yaitu aluvial coklat kekelabuan, aluvial kelabu, asosiasi aluvial kelabu & aluvial coklat kelabu, litosol coklat kemerahan, mediteran coklat kemerahan dan regosol coklat kekelabuan.jenis tanah litosol coklat kemerahan dan mediteran coklat kemerahan umum terdapat di daerah gunung. Berikut adalah peta jenis tanah daerah penelitian: Gambar 5. Peta Geologi Dari peta diatas dapat dilihat daerah penelitian bagian barat memiliki geologi Alluvium dan bagian timur memiliki geologi Undifferentiaed Quaternary Vulkanic Products dan Young Quaternary Vulkanic Products. E. Kelerengan Kelerengan pada daerah penelitian bervariasi dan dikelompokkan menjadi 5 kelas yaitu <8%, 8%-15%, 15%- 25%, 25%-40%, dan >40%. Berikut ini adalah peta kemiringan lereng daerah penelitian :

C81 Gambar 6. Peta Kelerengan Dari peta tersebut dapat dilihat terdapat variasi kemiringan lereng pada daerah penelitian. 3 kecamatan yaitu Mojo, Semen dan Banyakan memiliki variasi kemiringan lereng dari datar hingga curam. Hal ini ditunjukkan dengan tampilan warna yang bervariasi dari merah hingga hijau. Sedangkan pada Kecamatan Kras dan Ngadiluwih memiliki kemiringan lereng yang datar. F. Daerah Rawan Tanah Longsor Penentuan tingkat kerawanan tanah longsor didasarkan dari hasil skor kumulatif yang didapat dari keseluruhan parameter. Hasilnya dari pekalian berkisar antara 5,00-1,33 yang kemudian dikonversi pada beberapa tingkatan sesuai kebutuhan. Pada penelitian ini digunakan 3 kelas kerawanan yaitu rendah, sedang dan tinggi. Penetapan tingkat kerawanan daerah kejadian longsor di daerah penelitian didasarkan kepada model pendugaan kawasan rawan tanah longsor oleh Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi/DVMBG (2004). Berdasarkan analisis dari model pendugaan yang dilakukan Tim DVMBG, diketahui bahwa parameter yang berpengaruh tinggi terhadap terjadinya bencana tanah longsor adalah jumlah curah hujan sehingga proporsi nilainya lebih tinggi dari parameter lainnya. No Tingkat Potensi Tanah Longsor Tabel 3. Tingkat Kerawanan Tanah Longsor Nilai Luasan (ha) Prosentase 1 Rendah <2,26 14.896,40 39,24 2 Sedang 2,26-3,53 18.303,57 48,21 3 Tinggi >3,53 4.767,03 12,56 Berdasarkan tabel diatas,dapat dilihat daerah tingkat sedang mendominisi sebanyak 48,21% atau setara dengan luasan 18.303,57 ha. Kenudian daerah tingkat kerawanan rendah memiliki luasan 14.896,40 ha atau setara 39,24%. Terakhir, daerah tingkat kerawanan tinggi memiliki luasan terkecil yaitu 4.767,03 ha atau setara 12,56%. Gambar 7. Peta Rawan Tanah Longsor Berdasarkan gambar diatas, dapat dilihat bahwa daerah dengan tingkat kerawanan tinggi terletak di bagian barat daerah penelitian. Sebaran zonasi daerah rawan tanah longsor dalam penelitian ini menunjukkan hasil yang mirip dengan peta geologi, curah hujan dan kemiringan lereng. Daerah dengan tingkat kerawanan sedang tersebar dari barat hingga tengah daerah penelitian. Sedangkan daerah tingkat kerawanan rendah terletak di bagian timur daerah penelitian. Tabel 4. Luas Daerah Rawan Tanah Longsor No Nama Desa Kecamatan Luas (ha) 1 Ngetrep Mojo 151,72 2 Keniten Mojo 121,92 3 Blimbing Mojo 660,03 4 Jugo Mojo 841,43 5 Petungroto Mojo 790,13 6 Pamongan Mojo 403,53 7 Ponggok Mojo 29,84 8 Parang Banyakan 266,33 9 Joho Semen 473,40 10 Konyoran Semen 771,74 11 Pagung Semen 36,18 12 Selopanggung Semen 220,77 Total 4.767,03 Dari data Desa Rawan I Bencana Kabupaten Kediri yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kabupaten Kediri, daerah dengan tingkat kerawanan tanah longsor tinggi adalah Kecamatan Mojo, Semen dan Banyakan. Hal ini cocok dengan Peta Rawan Tanah Longsor yang dihasilkan,tampak pada gambar daerah lereng Gunung WIlis pada 3 kecamatan ini memiliki tingkat rawan longsor yang tinggi.kecamatan Mojo, Semen dan Banyakan memang area yang berpotensi terjadi tanah longsor karena termasuk daerah yang sangat curam dengan curah hujan tinggi dan jenis tanah litosol. Pada desa-desa lain, belum terdapat laporan terjadinya tanah longsor., namun bukan berarti daerah tersebut tidak berpotensi terjadi tanah longsor.desa Petungroto, Blimbing dan Pagung contohnya,daerah ini termasuk daerah lereng curam dan curah hujan tinggi sehingga berpotensi terjadi tanah longsor.pada Kecamatan Kras dan Ngadiluwih tidak berpotensi longsor karena letaknya pada dataran rendah sehingga tingkat

C82 kelerengannya datar selain itu curah lebih rendah dibandingkan dengan daerah pada lereng Gunung Wilis. IV. KESIMPULAN DAN SARAN Adapun beberapa hal yang bisa disimpulkan dari penelitian ini adalah : 1) Daerah rawan tanah longsor tinggi terletak pada lereng Gunung Wilis yang memiliki tingkat kemiringan lereng sebesar 25%-45% dan lebih dari 45%. Daerah tersebut memiliki jenis tanah litosol dengan curah hujan tinggi sebesar 2500-300 mm/tahun.. 2) Daerah rawan longsor terbagi menjadi 3 tingkatan yaitu rendah sebesar 39,24% atau setara dengan luasan 14.896,40 ha, sedang sebesar 48,21% atau setara dengan luasan 18.303,57 ha, dan tinggi sebesar 12,56% atau setara dengan luasan 4.767,03 ha. 3) Daerah yang berpotensi tinggi tanah longsor terdapat pada 12 desa di Kecamatan Mojo, Semen dan Banyakan dengan luas sebesar 4.767,03 m 2. Terdapat 7 desa di Kecamatan Mojo yang rawan terhadap tanah longsor dengan luasan sebesar 2998.60 ha, 4 desa di Kecamatan Semen dengan luasan 1502.09 ha, dan 1 desa di Kecamatan Banyakan dengan luasan 266,33 ha. Adapun beberapa saran dari penelitian ini adalah : 1) Untuk hasil yang lebih mendetail sebaiaknya menggunakan data curah hujan dalam kurun waktu harian atau bulanan. 2) Perlu adanya pengecekan kejadian tanah longsor yang terdapat pada area penelitian dengan pihak BPBD Kab. Kediri DAFTAR PUSTAKA [1] Perka BNPB No 2 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko. Bencana [2] UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.