Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting"

Transkripsi

1 Analisis dan Pemetaan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) dengan Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting Artikel Ilmiah Diajukan kepada Program Studi Sistem Informasi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sistem Informasi Oleh: Kardia Ivana Maatuil Charitas Fibriani, S.Kom, M.Eng Program Studi Sistem Informasi Fakultas Teknologi Informasi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Agustus 2016

2 ii

3 iii

4 iv

5 v

6 vi

7 1. Pendahuluan Kabupaten Kepulauan Talaud, Sulawesi Utara merupakan daerah otonom baru yang sedang berkembang dengan Pulau Karakelang sebagai pulau utama dan pusat pembangunan. Seiring perkembangannya, Kabupaten Kepulauan Talaud masih dihadapkan pada kendala sanitasi yang belum dikelola secara maksimal, salah satunya belum ada fasilitas TPA sampah sehingga menyebabkan pencemaran lingkungan, tata kota yang kurang beraturan, serta kerentanan masyarakat terhadap penyakit. Menurut data hasil penelitian tim Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Pemukiman (PPSP) Kabupaten Talaud, sebagian besar wilayah Pulau Karakelang tergolong area berisiko sanitasi dengan persampahan sebagai faktor penyebab terbesar. Menyikapi masalah ini, pemerintah daerah telah merencanakan pembangunan jaringan persampahan yang berwawasan lingkungan, sebagai implementasi dari UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan. Namun saat ini belum ditemukan lokasi yang memenuhi standar nasional (BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud, 2014). Berdasarkan latar belakang tersebut, penelitian dilakukan dengan memanfaatkan Sistem Informasi Geografis (SIG) dan metode Simple Additive Weighting (SAW) untuk mendukung pemilihan lokasi TPA baru sesuai dengan acuan standar SNI No Adapun output yang dihasilkan berupa peta informasi lokasi layak dan direkomendasikan untuk pembangunan TPA baru beserta keterangan fisik wilayah. 2. Tinjauan Pustaka Penelitian berjudul Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir Kabupaten Kudus Berdasarkan Aspek Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas Berbasis Sistem Informasi Geografis mengolah data-data terkait aspek ancaman, kerentanan, dan kapasitas untuk menghasilkan tingkat risiko banjir setiap kecamatan, sehingga hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam kegiatan penanggulangan bencana untuk melakukan tindakan pengurangan tingkat risiko bencana oleh berbagai tatanan masyarakat. Aplikasi SIG digunakan dalam perancangan peta digital tingkat risiko banjir untuk mempermudah pemetaan tanpa mengurangi keakuratan peta (Chernovita, 2013). Penelitian lainnya berjudul Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Guna Pemetaan Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa membahas tentang pemanfaatan aplikasi SIG dalam menganalisa kualitas tanah dan hubungannya dengan penyebab tingkat kerusakan tanah untuk produksi biomassa serta memetakan potensi dan menetapkan status kerusakan tanah yang akan dipergunakan sebagai salah satu acuan dalam penyusunan langkah tindak lanjut untuk meningkatkan, memelihara, melestarikan serta memperbaiki kualitas tanah dan/ atau lahan (Simanjuntak, 2013). Sementara itu penelitian berjudul Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat memanfaatkan teknik overlay SIG untuk mendapatkan lokasi pembangunan TPA. Tujuan penelitian ini adalah menyusun alternatif lokasi pembangunan TPA yang potensial tanpa menyebabkan penurunan kualitas lingkungan (Anggraini, 2009). Sedangkan penelitian ini membahas tentang analisis dan pemetaan lokasi pembangunan TPA baru, memanfaatkan perpaduan SIG dan metode SAW di wilayah Pulau Karakelang, dan lebih mengacu pada tata wilayah. Output yang dihasilkan berupa peta 1

8 rekomendasi lokasi TPA yang memenuhi standar nasional, dan diharapkan dapat membantu pihak pemerintah dalam pemilihan lokasi dari segi waktu, biaya, serta akurasi. Metode Simple Additive Weighting Konsep dasar metode SAW adalah mencari penjumlahan terbobot dari rating kinerja pada setiap alternatif pada semua atribut (Fishburn, 1967) (MacCrimmon, 1968). Metode SAW membutuhkan proses normalisasi matriks keputusan (X) ke suatu skala yang dapat diperbandingkan dengan semua rating alternatif yang ada. Metode SAW mengharuskan pembuat keputusan menentukan bobot bagi setiap atribut. Skor total untuk alternatif diperoleh dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara rating (yang dapat dibandingkan lintas atribut) dan bobot tiap atribut. Langkah Penyelesaian SAW sebagai berikut : (1) Menentukan kriteria-kriteria yang akan dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan yaitu C i. (2) Menentukan rating kecocokan setiap alternatif pada setiap kriteria. (3) Membuat matriks keputusan berdasarkan kriteria (C i ), kemudian melakukan normalisasi matriks berdasarkan persamaan yang disesuaikan dengan jenis atribut (atribut keuntungan ataupun atribut biaya) sehingga diperoleh matriks ternormalisasi R. { ( ) ( ) (1) (4) Hasil akhir diperoleh dari proses perankingan yaitu penjumlahan dari perkalian matriks ternormalisasi R dengan vektor bobot sehingga diperoleh nilai terbesar yang dipilih sebagai alternatif terbaik (A i ) sebagai solusi. Formula untuk melakukan normalisasi tersebut adalah: Nilai V i yang lebih besar mengindikasikan bahwa alternatif A i lebih terpilih. (2) Gambaran Persampahan Kabupaten Kepulauan Talaud Pengelolaan persampahan di Kabupaten Talaud secara teknis dilaksanakan oleh Dinas Pasar, Kebersihan dan Pertamanan (DISPARSIHTA) secara konvensional. Dominasi kebiasaan masyarakat pada perlakuan akhir sampah juga masih tidak tertata, yaitu dibakar, dibuang ke lahan kosong, ke hutan, atau dibiarkan membusuk. Sementara perlakuan lainnya yang sangat menimbulkan resiko pencemaran lingkungan adalah membuang sampah ke sungai dan laut (Buku Putih Sanitasi Kabupaten Talaud, 2013). 2

9 Gambar 1 Grafik Pengelolaan Sampah Cluster Pada gambar 1 dijelaskan bahwa pengelolaan yang sangat beresiko sanitasi dikalangan masyarakat kebanyakan disebabkan oleh perilaku masyarakat, juga minimnya akses terhadap infastruktur persampahan. Oleh sebab itu, pemerintah berupaya menyusun proses perencanaan pengelolaan sampah secara terpadu mulai dari penyusunan Strategi Sanitasi Kabupaten, layanan persampahan (Peta Cakupan Layanan Persampahan), peta lokasi infrastruktur utama persampahan (TPA, TPST, TPS). 3. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan cara utama yang digunakan peneliti untuk mencapai tujuan dan menentukan jawaban atas masalah yang diteliti (Nasir, 1988). Penelitian ini dilakukan menggunakan lima tahapan yang digambarkan sebagai berikut: Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Perancangan Penelitian dan Pengolahan Data Analisis Spasial dan SAW Penulisan Laporan Gambar 2 Tahapan Penelitian 3

10 Identifikasi Masalah dan Studi Pustaka Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini ditemukan dengan survey langsung dan wawancara dengan pihak pemerintah, yaitu Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Kepualauan Talaud terkait pengelolaan sanitasi daerah, khususnya persampahan. Studi pustaka dilakukan dengan mempelajari literatur yang berkaitan dengan penelitian, seperti penelitian terdahulu yang memanfaatkan SIG untuk pemetaan, pengelolaan persampahan daerah, serta karakteristik wilayah Kabupaten Talaud, khususnya Pulau Karakelang. Desain Penelitian dan Pengolahan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Peta Administrasi, Peta Landuse, Peta Bencana (banjir dan Tsunami), dan Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun beserta keterangannya dalam bentuk legenda. Masing-masing peta mengandung kategori informasi mengenai fisik wilayah yang nantinya dipergunakan dalam pengolahan data serta analisis kelayakan lokasi. Gambar 3 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kepulauan Talaud Gambar 3 merupakan peta wilayah administrasi yang berisi data pembagian wilayah kecamatan dan kelurahan secara administratif. Data yang diambil adalah batas kecamatan dan kelurahan, untuk mengetahui spesifikasi lokasi TPA baru berada di kecamatan dan kelurahan apa. 4

11 Gambar 4 Peta Landuse Kabupaten Kepulauan Talaud Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa Peta Landuse berisi informasi tata guna lahan kabupaten kepulauan Talaud yang terdiri atas 12 pola ruang berbeda. Pola ruang tersebut merupakan data-data yang akan diolah untuk memastikan lokasi TPA baru tidak berada dalam kawasan lindung. Kawasan yang direkomendasikan untuk pembangunan TPA baru adalah kawasan pertanian tahunan yang berlahan cukup kering dan luas. Gambar 5 Peta Potensi Banjir dan Tsunami Kabupaten Kepulauan Talaud Gambar 5 adalah Peta potensi bencana yang berisi pembagian area rawan bencana tsunami dan banjir. Lokasi TPA baru tidak seharusnya berada di daerah-daerah pesisir, oleh karena itu data dari peta potensi banjir dan tsunami digunakan untuk membatasi lokasi TPA baru agar tidak berada terlalu dekat dengan sumber maupun badan air. 5

12 Gambar 6 Peta Curah Hujan Kabupaten Kepulauan Talaud Gambar 6 merupakan peta curah hujan yang mengandung data intensitas air hujan di kabupaten kepulauan Talaud. Data-data tersebut diambil sebagai variabel penentu agar TPA baru tidak terletak di daerah dengan curah hujan tinggi. Data yang diperoleh dari peta-peta dengan format gambar (.JPEG) dikonversi ke format digital menggunakan teknik digitasi (digitizing on screen) yang menghasilkan peta yang lebih terklasifikasi sehingga lebih detil untuk dianalisis. Metode pertama yang digunakan adalah analisis spasial yang bertujuan untuk mempersempit jumlah alternatif dan mempermudah untuk analisis selanjutnya. Analisis Spasial dan Metode SAW Teknik analisis spasial yang digunakan dalam penelitian ini adalah (a) Buffering, yaitu teknik GIS yang untuk membuat poligon baru berdasarkan jarak yang telah ditentukan pada data garis, titik maupun poligon. Contohnya saat dilakukan buffer terhadap sungai dengan jarak 50 meter per ring, fasilitas buffer mengolah sesuai pengaturan yang telah dibuat. (b) Overlay adalah proses menampalkan suatu peta digital pada peta digital yang lain beserta parameternya dan menghasilkan peta gabungan keduanya yang memiliki informasi parameter dari kedua peta tersebut. Penelitian ini menggunakan tipe Intersect, yaitu memotong sebuah tema atau layer input atau masukan dengan parameter dari tema atau overlay untuk menghasilkan output dengan parameter yang memiliki data parameter dari kedua tema. (c) Skoring adalah pembobotan setiap karakteristik wilayah sesuai dengan kriteria yang telah ditentukan, yaitu SNI No Kriteria Tata Guna Lahan (landuse) Bencana Jarak DAS Jarak Jalan Tabel 1 Kriteria lokasi TPA sesuai SNI No Penilaian - Semakin berdampak sedikit terhadap pertanian sekitar, semakin baik. - Tidak boleh berada pada daerah lindung/cagar alam. - Tidak boleh berada pada lokasi perencanaan wisata. Bukan daerah rawan bencana (banjir dan tsunami) Harus lebih dari 100 meter dari DAS. Harus lebih dari 500 meter dari jalan umum. 6

13 Jarak Pemukiman Curah Hujan Harus lebih dari 1 kilometer dari pemukimaan warga. Curah hujan semakin rendah dianggap baik. Pada Tabel 1 dapat dilihat enam kriteria lokasi TPA menurut standar SNI No yang disesuaikan dengan data spasial mengenai karakteristik wilayah Pulau Karakelang, Kabupaten Kepulauan Talaud. Kriteria-kriteria tersebut diklasifikasikan dan diberi bobot untuk dapat dianalisis secara spasial dan parameter. Pembobotan kriteria disesuaikan dengan jumlah sub kriteria dan nilai kesesuaian terhadap kelayakan lokasi TPA. Tabel 2 Pembobotan kriteria Landuse Kriteria Sub Kriteria Bobot Semak/Belukar 5 Tanah Terbuka 4 Kawasan tanaman tahunan perkebunan/ Hutan lahan 3 Landuse kering Kawasan Agropolitan 2 Kawasan pertambangan, Hutan lindung & suaka alam, kawasan wisata, & kawasan lindung bakau 1 Tabel 2 merupakan pembobotan kriteria landuse atau tata guna lahan. TPA baru sebaiknya berada pada kawasan lahan yang tidak produktif agar tidak menimbulkan dampak buruk bagi produktivitas lahan lainnya. Oleh karena itu, semakin lahan tersebut tidak produktif, bobotnya semakin tinggi. Tabel 3 Pembobotan kriteria Bencana Kriteria Sub Kriteria Bobot Bencana Terletak pada daerah dengan potensi bencana rendah 2 Terletak pada daerah dengan potensi bencana tinggi 1 Tabel 3 adalah pembobotan kriteria bencana, dalam hal ini banjir dan tsunami. TPA baru harus terletak jauh dari kawasan dengan potensi bencana tinggi. Oleh karena itu, semakin rendah potensi bencana, semakin baik. Tabel 4 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap DAS Kriteria Sub Kriteria Bobot Jarak terhadap DAS >100 Meter 2 <100 Meter 1 Tabel 4 adalah pembobotan kriteria jarak terhadap Daerah Aliran Sungai (DAS). TPA baru tidak seharusnya berada terlalu dekat dengan sungai, karena akan mencemari aliran sungai tersebut. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap DAS, semakin tinggi pula bobotnya. 7

14 Tabel 5 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Jalan Umum Kriteria Sub Kriteria Bobot Jarak terhadap Jalan >500 Meter 2 Umum <500 Meter 1 Tabel 5 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap jalan umum, untuk menghindari lokasi TPA baru berada terlalu dekat dengan jalan raya dan akan mengganggu aktivitas lalu lintas. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap jalan umu, semakin baik. Tabel 6 Pembobotan kriteria Jarak Terhadap Pemukiman Kriteria Sub Kriteria Bobot >1 Kilometer 2 Jarak terhadap Pemukiman <1 Kilometer 1 Tabel 6 merupakan pembobotan kriteria jarak TPA terhadap pemukiman. Lokasi TPA baru seharusnya berada lebih dari satu kilometer dari lokasi pemukiman warga, agar tidak menyebabkan penyakit dan mengganggu aktivitas warga. Oleh karena itu, semakin jauh jarak terhadap pemukiman, semakin baik. Tabel 7 Pembobotan kriteria curah hujan Kriteria Sub Kriteria Bobot Curah hujan rata-rata Tabel 7 merupakan pembobotan kriteria curah hujan. Lokasi TPA baru seharusnya berada di kawasan dengan curah hujan rendah. Oleh karena itu, semakin rendah curah hujan, semakin baik. Tabel 8 Range skor kelayakan lokasi Skor Total Kelayakan Sangat Layak Layak 11 Cukup 9-10 Kurang Layak 6-8 Tidak Layak Tabel 8 memperlihatkan range skor kelayakan lokasi yang didapatkan dari penjumlahan bobot alternatif terhadap kriteria yang dilakukan pada tahap analisis spasial, yaitu overlay, buffer, dan skoring. 8

15 Gambar 7 Hasil analisis spasial (Overlay, Buffer, Skoring) Gambar 7 memperlihatkan hasil analisis spasial yang dilakukan terhadap data peta dan kriteria kelayakan TPA yang sudah ditentukan sebelumnya. Penjumlahan skor menghasilkan 2632 data baru, dan terdapat 253 alternatif atau lokasi dengan skor 16 yaitu Sangat Layak. Alternatif-alternatif tersebut kemudian dianalisis kembali menggunakan metode SAW pada tahap penyisih. Bobot alternatif terhadap kriteria pada tahap analisis SAW memiliki range yang sama dengan bobot analisis spasial. Tabel 9 merupakan sebagian dari koleksi data alternatif lokasi dengan skor Sangat Layak. Tabel 9 Data alternatif lokasi hasil analisis spasial dengan skor Sangat Layak Alternatif C 1 C 2 C 3 C 4 C 5 C 6 Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi

16 Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Lokasi Kriteria dan alternatif tersebut kemudian dimasukkan ke matriks keputusan berdasarkan kriteria (C i ), dan dinormalisasi berdasarkan formula yang disesuaikan dengan jenis atribut. Hasil yang diperoleh adalah berupa matriks ternormalisasi R yang dapat dilihat pada tabel 10. Tabel 10 Matriks Ternormalisasi (R) R = Nilai yang dihasilkan dari matriks R selanjutnya di ranking menggunakan persamaan nilai preferensi sesuai dengan bobot tiap kriteria yang telah ditentukan oleh pengambil keputusan. Bobot kriteria ditentukan oleh pengambil keputusan untuk mengetahui tingkat relevansi masing-masing kriteria seperti pada tabel

17 Tabel 11 Pembobotan tiap kriteria oleh pengambil keputusan C ij Kriteria Bobot C1 Bencana 25% C2 Curah Hujan 20% C3 Landuse 16% C4 Jarak Terhadap DAS 14% Pengambil keputusan menentukan bobot relevansi tertinggi berada pada kriteria bencana, karena Kabupaten kepulauan Talaud merupakan daerah pesisir dengan banyak titiktitik berpotensi bencana banjir dan tsunami. Pemukiman warga juga mayoritas terletak di pesisir. Oleh karena itu penempatan lokasi TPA harus memperhatikan bencana sebagai faktor penentu terbesar. Tabel 12 Proses perhitungan nilai preferensi (V) A C1 C2 C3 C4 C5 C6 V 1 (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.8) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(0.8) (0.16)(0.8) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(0.8) (0.16)(0.6) (0.14)(0.5) (0.14)(1) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(1) (0.11)(0.5) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) (0.25)(1) (0.20)(1) (0.16)(0.6) (0.14)(1) (0.14)(0.5) (0.11)(1) Tabel 12 memperlihatkan proses perhitungan nilai preferensi (V). Hasil perhitungan nilai preferensi memperoleh satu lokasi dengan nilai tertinggi, yaitu lokasi 13 (Desa Bulude dan Lalue) dengan nilai Perincian karakteristik lokasi terpilih dijelaskan pada tabel

18 Tabel 13 Karakteristik lokasi TPA baru Kriteria Sub Kriteria Landuse Kawasan Tanaman Tahunan Perkebunan/Hutan Kering Curah Hujan Potensi Bencana Daerah rendah potensi bencana Jarak terhadap Pemukiman > 1 KM Jarak terhadap DAS > 100 M Jarak terhadap Jalan Umum > 500 M Skor Total 16 Nilai Preferensi Kelayakan Sangat Layak 4. Kesimpulan Kesimpulan yang didapat dari penelitian ini adalah (1) Penerapan SIG dan metode SAW dalam pemilihan lokasi TPA baru memperoleh menghasilkan lokasi dengan nilai preferensi tertinggi, yaitu lokasi 13 dengan nilai 0.968; dan (2) Pemilihan Lokasi TPA baru dapat dilakukan dengan menggabungkan analisis spasial Sistem Informasi Geografis dan Metode Simple Additive Weighting. 5. Saran Saran yang dipertimbangkan adalah (1) Penggunaan data yang lebih banyak dan detail untuk menunjang hasil penelitian yang lebih akurat; dan (2) Pemanfaatan web untuk tampilan yang lebih dinamis dan akses yang mudah untuk pengguna informasi. 12

19 Daftar Pustaka BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud Talaud Dalam Angka (TDA) BAPPEDA Kabupaten Kepulauan Talaud Strategi Sanitasi Kabupaten Kepulauan Talaud (SSK) Anonim SNI tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi Tempat Pembuangan Akhir Sampah. Dinas Pekerjaan Umum Anonim Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah. Prahasta, Eddy SIG: Sistem Informasi Geografis Konsep Konsep Dasar (Perspektif Geodesi dan Geomtaika). Bandung: Informatika. Prahasta, Eddy SIG: Tutorial Arcview. Bandung: Informatika. Chernovita, H.P Pemetaan Wilayah Risiko Bencana Banjir Kabupaten Kudus Berdasarkan Aspek Ancaman, Kerentanan, dan Kapasitas Berbasis Sistem Informasi Geografis. Skripsi. Program Studi Sistem Informasi Pariwisata Fakultas Teknologi Informasi, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Simanjuntak, B.H Pemanfaatan Sistem Informasi Geografi Guna Pemetaan Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa, Sensakom. Anggraini, O.D Pemilihan Calon Lokasi TPA Dengan Metode GIS di Kabupaten Bandung Barat, Jurnal Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung, Indonesia. Nofriansyah, Dicky Konsep Data Mining Vs. Sistem Pendukung Keputusan. Yogyakarta: Deepublish. 13

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014

Jurnal Geodesi Undip Januari 2014 Analisis Geospasial Persebaran TPS dan TPA di Kabupaten Batang Menggunakan Sistem Informasi Geografis Mufti Yudiya Marantika, Sawitri Subiyanto, Hani ah *) Program Studi Teknik Geodesi, Fakultas Teknik,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengalihan fungsi lahan sebagai Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota semakin banyak terjadi pada saat sekarang. Hal ini seiring dengan permintaan pembangunan berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana.

BAB I PENDAHULUAN. sehingga masyarakat yang terkena harus menanggapinya dengan tindakan. aktivitas bila meningkat menjadi bencana. BAB I BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang sangat rawan bencana. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya berbagai bencana yang melanda berbagai wilayah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. baik. Terwujudnya sistem sanitasi yang baik tidaklah mudah, diperlukan

BAB I PENDAHULUAN. baik. Terwujudnya sistem sanitasi yang baik tidaklah mudah, diperlukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas kebersihan lingkungan menjadi pokok utama dalam menjaga kelangsungan hidup manusia. Salah satu aspek utama yang mencerminkan kondisi kualitas kebersihan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan

BAB III METODE PENELITIAN. ditentukan sesuai dengan SNI nomor :1994 yang dianalisis dengan BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif, yakni penentuan lokasi untuk TPA sampah. Penentuan lokasi TPA sampah ditentukan sesuai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang

BAB I PENDAHULUAN. Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Banjir merupakan aliran air di permukaan tanah ( surface run-off) yang relatif tinggi dan tidak dapat ditampung oleh saluran drainase atau sungai, sehingga melimpah

Lebih terperinci

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS

PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH KABUPATEN BANGKALAN DENGAN BANTUAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Siti Maulidah 1, Yuswanti Ariani Wirahayu 2, Bagus Setiabudi Wiwoho 2 Jl. Semarang 5

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster.

SISTEM INFORMASI GEOGRAFI. Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. GEOGRAFI KELAS XII IPS - KURIKULUM GABUNGAN 14 Sesi NGAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI A. MODEL DATA SPASIAL Data spasial direpresentasikan di dalam basis data sebagai vektor atau raster. a. Model Data Vektor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Sampah merupakan suatu hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia saat ini. Hampir setiap kegiatan yang dilakukan manusia selalu menghasilkan sampah, terutama

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian

METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Ruang Lingkup Penelitian METODE PENELITIAN Kerangka Pemikiran Dalam rangka perumusan kebijakan, pembangunan wilayah sudah seharusnya mempertimbangkan pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan atas dasar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. di wilayah Kabupaten Siak Propinsi Riau. Jaringan jalan yang terdapat di I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Subsektor prasarana wilayah khususnya prasarana jalan dan jembatan merupakan hal yang sangat menentukan didalam memacu pertumbuhan ekonomi di wilayah Kabupaten Siak Propinsi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kabupaten Bandung merupakan salah satu Kabupaten di Indonesia yang rawan terhadap bencana banjir lokal atau banjir genangan. Bencana banjir dapat dikatagorikan

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui potensi terjadinya banjir di suatu wilayah dengan memanfaatkan sistem informasi geografi

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT

IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Prosiding SENTIA 2017 Politeknik Negeri Malang Volume 9 ISSN: 2085-2347 IDENTIFIKASI ATRIBUT DATA SPASIAL KAWASAN RAWAN BENCANA SIGDa LOMBOK BARAT Agus Pribadi1 1, Heroe Santoso 2 1,2 Jurusan Teknik Informatika

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI ANALISIS TINGKAT KETAHANAN PANGAN KOTA SALATIGA MENGGUNAKAN METODE WEIGHTED PRODUCT BERBASIS SISTEM INFORMASI GEOGRAFI Charitas Fibriani 1 1 Program Studi Sistem Informasi, Fakultas Teknologi Informasi,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan

METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan 27 METODE PENELITIAN Kerangka Pendekatan Pertumbuhan penduduk dan peningkatan aktivitas ekonomi yang terjadi pada tiap waktu membutuhkan peningkatan kebutuhan akan ruang. Di sisi lain luas ruang sifatnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Hasil penelitian yang pernah dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai

BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN. 1.1 Kesimpulan. Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai BAB V KESIMPULAN, SARAN, DAN KETERBATASAN 1.1 Kesimpulan Dari hasil analisis data dan pembahasan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut. 1. Penyusunan data atribut (keterangan) aset tanah dan bangunan

Lebih terperinci

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL

PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL PEMANFAATAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS UNTUK ARAHAN PENGGUNAAN LAHAN DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) DI KABUPATEN KENDAL Febriana Yogyasari, Dedy Kurnia Sunaryo, ST.,MT., Ir. Leo Pantimena, MSc. Program Studi

Lebih terperinci

Umu Habibah, Ely Setyo Astuti 1, Dwi Puspitasari 2. Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang.

Umu Habibah, Ely Setyo Astuti 1, Dwi Puspitasari 2. Program Studi Teknik Informatika, Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Malang. RANCANG BANGUN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN UNTUK MENENTUKAN PRIORITAS PERBAIKAN SARPRAS WISATA ALAM DI TAMAN NASIONAL BROMO TENGGER SEMERU MENGGUNAKAN METODE SAW Umu Habibah, Ely Setyo Astuti 1, Dwi Puspitasari

Lebih terperinci

Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK) p-issn: Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hlm e-issn:

Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK) p-issn: Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hlm e-issn: Jurnal Teknologi Informasi dan Ilmu Komputer (JTIIK) p-issn: 2355-7699 Vol. 4, No. 2, Juni 2017, hlm. 127-135 e-issn: 2528-6579 ANALISIS PENENTUAN LOKASI EVAKUASI BENCANA BANJIR DENGAN PEMANFAATAN SISTEM

Lebih terperinci

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA

TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA TUGAS UTS SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PEMETAAN DAERAH RAWAN BANJIR DI SAMARINDA Oleh 1207055018 Nur Aini 1207055040 Nur Kholifah ILMU KOMPUTER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS MULAWARMAN

Lebih terperinci

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis

Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis Jurnal Rekayasa LPPM Itenas No.1 Vol. XV Institut Teknologi Nasional Januari Maret 2011 Pembangunan Basis Data Guna Lahan Kabupaten Bengkalis M. ABDUL BASYID, DIAN SURADIANTO Jurusan Teknik Geodesi FTSP

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penelitian ini dirumuskan dengan menentukan tingkat bahaya banjir kemudian menentukan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir. Penentuan kelas kerentanan

Lebih terperinci

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai)

Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten Sinjai) Analisis Spasial untuk Menentukan Zona Risiko Banjir Bandang (Studi Kasus: Kabupaten ) Risma, Paharuddin, Sakka Program Studi Geofisika Jurusan Fisika FMIPA Unhas risma.fahrizal@gmail.com Sari Penelitian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto

SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto SIG (SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS) Oleh : Djunijanto Pengertian SIG Sistem informasi yang menggunakan komputer untuk mendapatkan, mengolah, menganalisis dan menyajikan data yang mengacu pada lokasi geografis

Lebih terperinci

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48

Penataan Ruang Berbasis Bencana. Oleh : Harrys Pratama Teguh Minggu, 22 Agustus :48 Pewarta-Indonesia, Berbagai bencana yang terjadi akhir-akhir ini merujuk wacana tentang perencanaan tata ruang wilayah berbasis bencana. Bencana yang terjadi secara beruntun di Indonesia yang diakibatkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto

Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto Sistem Informasi Geografis (SIG) Pemetaan Lahan Pertanian di Wilayah Mojokerto Retno Mufidah 1, Arif Basofi S.Kom., M.T., OCA 2, Arna Farizza S.Kom., M.Kom 3 Mahasiswa Jurusan Teknik Informatika 1, Dosen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Berdasarkan UU No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa Penataan Ruang di selenggarakan dengan memperhatikan kondisi fisik wilayah

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 232 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Setelah data dan hasil analisis penelitian diperoleh kemudian di dukung oleh litelature penelitian yang relevan, maka tiba saatnya menberikan penafsiran dan pemaknaan

Lebih terperinci

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE

KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE KAJIAN KAWASAN RAWAN BANJIR DENGAN MENGGUNAKAN SISTEM INFORMASI GEOGRAFI DI DAS TAMALATE 1 Cindy Tsasil Lasulika, Nawir Sune, Nurfaika Jurusan Pendidikan Fisika F.MIPA Universitas Negeri Gorontalo e-mail:

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian terdahulu tentang analisis tigkat bahaya dan tingkat kerentanan wilayah terhadap bencana banjir sudah banyak dilakukan dengan judul

Lebih terperinci

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012)

Gambar 6. Peta Lokasi Kabupaten Majalengka (Sumber : PKSKL IPB 2012) 21 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada tanggal 3 Juni 5 Juli 2013, meliputi pengumpulan data, pengolahan data, analisis data dan pengamatan lapangan (ground

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sampah adalah sebagian dari sesuatu yang tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang harus dibuang yang umumnya berasal dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia

Lebih terperinci

Metode Simple Additive Weighting Sebagai Sistem Pendukung Keputusan Penerima Beasiswa Murid Berprestasi

Metode Simple Additive Weighting Sebagai Sistem Pendukung Keputusan Penerima Beasiswa Murid Berprestasi Metode Simple Additive Weighting Sebagai Sistem Pendukung Keputusan Penerima Beasiswa Murid Berprestasi Rachmat Hidayat AMIK Bina Sarana Informatika Tangerang Jl. Gatot Subroto No.8 Cimone, Karawaci, Kota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota menurut Alan S. Burger The City yang diterjemahkan oleh (Dyayadi, 2008) dalam bukunya Tata Kota menurut Islam adalah suatu permukiman yang menetap (permanen) dengan

Lebih terperinci

Keywords - Rekrutmen, SAW (Simple Additive Weighting) 12 JURNAL TRANSFORMATIKA, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016

Keywords - Rekrutmen, SAW (Simple Additive Weighting) 12 JURNAL TRANSFORMATIKA, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016 ANALISA PENERIMAAN DOSEN BARU DENGAN MENGGUNAKAN SAW (SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING) Nurtriana Hidayati anna@usm.ac.id Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang Abstract - Penerimaan

Lebih terperinci

Keywords - Rekrutmen, SAW (Simple Additive Weighting) 12 JURNAL TRANSFORMATIKA, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016

Keywords - Rekrutmen, SAW (Simple Additive Weighting) 12 JURNAL TRANSFORMATIKA, Volume 14, Nomor 1, Juli 2016 ANALISA PENERIMAAN DOSEN BARU DENGAN MENGGUNAKAN SAW (SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING) Nurtriana Hidayati anna@usm.ac.id Fakultas Teknologi Informasi dan Komunikasi Universitas Semarang Abstract - Penerimaan

Lebih terperinci

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) Geographic Information System (SIG) 24/09/2012 10:58 Sistem (komputer) yang mampu mengelola informasi spasial (keruangan), memiliki kemampuan memasukan (entry), menyimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Polusi maupun efek rumah kaca yang meningkat yang tidak disertai. lama semakin meninggi, sehingga hal tersebut merusak BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Meningkatnya frekuensi curah hujan, khususnya yang terjadi di musimmusim penghujan dan bertambahnya populasi serta permukiman penduduk di daerah Kota Medan setiap

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR

PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR PENGEMBANGAN MODEL SIG PENENTUAN KAWASAN RAWAN LONGSOR SEBAGAI MASUKAN RENCANA TATA RUANG Studi Kasus; Kabupaten Tegal TUGAS AKHIR Oleh: JOKO SUSILO L2D 004 326 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS TEMPAT PENGOLAHAN BARANG BEKAS DI SURAKARTA Disusun Oleh : Widya Lestafuri K3513074 Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas

Lebih terperinci

BAB II METODE PENELITIAN

BAB II METODE PENELITIAN BAB II METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam analisis tingkat kekritisan lahan kawasan budidaya pertanian yaitu dengan menggunakan metode analisis data sekunder yang dilengkapi dengan

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78

JURNAL TEKNIK ITS Vol. 5, No. 2, (2016) ISSN: ( Print) C78 Identifikasi Daerah Rawan Tanah Longsor Menggunakan SIG (Sistem Informasi Geografis) Dr. Ir. M. Taufik, Akbar Kurniawan, Alfi Rohmah Putri Jurusan Teknik Geomatika, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penelitian yang Pernah Dilakukan Penelitian tentang analisis tingkat bahaya dan kerentanan wilayah terhadap bencana banjir banyak dilakukan sebelumnya, tetapi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang terletak pada pertemuan 3 (tiga) lempeng tektonik besar yaitu lempeng Indo-Australia, Eurasia dan Pasifik. Pada daerah pertemuan

Lebih terperinci

Penentuan Lokasi Rumah Pompa Kota Surabaya Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process(AHP)

Penentuan Lokasi Rumah Pompa Kota Surabaya Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process(AHP) Penentuan Lokasi Rumah Pompa Kota Surabaya Menggunakan Metode Analytical Hierarchy Process(AHP) Lutfiyah Rahmawati 1, Arna Fariza S.Kom M.Kom 2, Ira Prasetyaningrum S.Si, M.T 2 Mahasiswa Jurusan Teknik

Lebih terperinci

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA

SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS PERTANIAN PADI DI KABUPATEN BANTUL, D.I. YOGYAKARTA Agus Rudiyanto 1 1 Alumni Jurusan Teknik Informatika Univ. Islam Indonesia, Yogyakarta Email: a_rudiyanto@yahoo.com (korespondensi)

Lebih terperinci

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI

BAB 11: GEOGRAFI SISTEM INFORMASI GEOGRAFI 1. Sistem Informasi Geografi merupakan Sistem informasi yang memberikan gambaran tentang berbagai gejala di atas muka bumi dari segi (1) Persebaran (2) Luas (3) Arah (4) Bentuk 2. Sarana yang paling baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam dan lingkungan hidup merupakan salah satu modal utama untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan nasional, yaitu pemanfaatan sumber daya yang sebesar-besarnya

Lebih terperinci

STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI

STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI STUDI PEMILIHAN LOKASI TEMPAT PEMBUANGAN AKHIR (TPA) SAMPAH DENGAN METODE SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG) DI KOTA TEBING TINGGI TUGAS AKHIR PUTRA AMANTHA HASIBUAN 08 0404 031 BIDANG STUDI TEKNIK SUMBER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha

BAB I PENDAHULUAN. Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perencanaan pengembangan wilayah merupakan salah satu bentuk usaha yang memanfaatkan potensi sumberdaya lahan secara maksimal untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat

Lebih terperinci

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAKANAN BURUNG PUYUH DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING

SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAKANAN BURUNG PUYUH DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PEMILIHAN MAKANAN BURUNG PUYUH DENGAN METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Komputer (S.Kom) Pada Program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng/kulit bumi aktif yaitu lempeng Indo-Australia di bagian selatan, Lempeng Euro-Asia di bagian utara dan Lempeng Pasifik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa

BAB I PENDAHULUAN. Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kepadatan penduduk di Kabupaten Garut telah mencapai 2,4 juta jiwa pada tahun 2006 memberikan konsekuensi pada perlunya penyediaan perumahan yang layak huni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komputer dapat digunakan sebagai alat bantu untuk menyelesaikan berbagai persoalan. Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem manajemen berupa informasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota

BAB 1 PENDAHULUAN. Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kotamadya Jakarta Pusat yang terletak di tengah-tengah Provinsi DKI Jakarta dan sebagai pusat pemerintahan, perdagangan dan pusat bisnis di Ibukota Jakarta, merupakan

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) UNTUK REKOMENDASI PEMBERIAN BANTUAN PUPUK BAGI PETANI YANG KURANG MAMPU SKRIPSI

IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) UNTUK REKOMENDASI PEMBERIAN BANTUAN PUPUK BAGI PETANI YANG KURANG MAMPU SKRIPSI IMPLEMENTASI METODE SIMPLE ADDITIVE WEIGHTING (SAW) UNTUK REKOMENDASI PEMBERIAN BANTUAN PUPUK BAGI PETANI YANG KURANG MAMPU SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagaian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT

ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT ALGORITMA C4.5 UNTUK PEMODELAN DAERAH RAWAN BANJIR STUDI KASUS KABUPATEN KARAWANG JAWA BARAT Ahmad Khusaeri 1, Septian Ilham 2, Desi Nurhasanah 3, Derrenz Delpidat 4, Anggri 5, Aji Primajaya 6, Betha Nurina

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN BAB I 1.1. Latar Belakang Pembukaan lahan untuk perumahan dan pemukiman pada daerah aliran sungai (DAS) akhir-akhir ini sangat banyak terjadi khususnya pada kota-kota besar, dengan jumlah dan pertumbuhan

Lebih terperinci

12. Tarigan, Robinson Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara : Jakarta. 13. Virtriana, Riantini. 2007, Analisis Korelasi Jumlah Penduduk

12. Tarigan, Robinson Perencanaan Pembangunan Wilayah. Bumi Aksara : Jakarta. 13. Virtriana, Riantini. 2007, Analisis Korelasi Jumlah Penduduk DAFTAR PUSTAKA 1. Andries, Benjamin. 2007. Pengembangan Metode Penilaina Tanah dengan Mempertimbangkan Aspek Ekonomi, Sosial dan Lingkungan untuk Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sebagai Fungsi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang

PENDAHULUAN. banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang PENDAHULUAN Latar Belakang Perkembangan dunia era sekarang ini begitu cepat, ditandai dengan banyaknya daerah yang dulunya desa telah menjadi kota dan daerah yang sebelumnya kota telah berkembang menjadi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Contoh Pembagian Rayon dalam Suatu Wilayah

BAB 1 PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Contoh Pembagian Rayon dalam Suatu Wilayah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan otonomi yang dimiliki perusahaan daerah untuk mengelola air minum menghadapi masalah pemetaan. Masalah pemetaan ini disebabkan oleh pembagian wilayah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan teknologi komputer dari waktu ke waktu membawa dampak semakin banyaknya sarana-sarana yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia. Dampak perkembangannya

Lebih terperinci

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO

PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO PEMANFAATAN LAHAN BERBASIS MITIGASI BENCANA LONGSOR DI KOTA MANADO Iqbal L. Sungkar 1, Rieneke L.E Sela ST.MT 2 & Dr.Ir. Linda Tondobala, DEA 3 1 Mahasiswa S1 Program Studi Perencanaan Wilayah & Kota Universitas

Lebih terperinci

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV.

BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK. a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas. lampung kepada CV. BAB III KEGIATAN KERJA PRAKTIK 3.1. Persiapan 3.1.1.Persiapan Administrasi a. Surat permohonan kerja praktik dari Fakultas Teknik Universitas lampung kepada CV. Geoplan Nusantara b. Transkrip nilai semester

Lebih terperinci

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP

TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP TINGKAT KERAWANAN BENCANA TSUNAMI KAWASAN PANTAI SELATAN KABUPATEN CILACAP Lailla Uswatun Khasanah 1), Suwarsito 2), Esti Sarjanti 2) 1) Alumni Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Keguruan dan

Lebih terperinci

APLIKASI SISTEM PEMILIHAN JURUSAN SEKOLAH BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE FUZZY SAW DI SMAN 1 KAMPAK TRENGGALEK SKRIPSI

APLIKASI SISTEM PEMILIHAN JURUSAN SEKOLAH BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE FUZZY SAW DI SMAN 1 KAMPAK TRENGGALEK SKRIPSI Artikel Skripsi APLIKASI SISTEM PEMILIHAN JURUSAN SEKOLAH BERBASIS WEB MENGGUNAKAN METODE FUZZY SAW DI SMAN 1 KAMPAK TRENGGALEK SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR

KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR KESESUAIAN PEMANFAATAN LAHAN WILAYAH PESISIR KABUPATEN DEMAK TUGAS AKHIR Oleh: TAUFIQURROHMAN L2D 004 355 JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2009 KESESUAIAN

Lebih terperinci

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E

Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi. Diajukan Oleh : Mousafi Juniasandi Rukmana E PEMODELAN ARAHAN FUNGSI KAWASAN LAHAN UNTUK EVALUASI PENGGUNAAN LAHAN EKSISTING MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI SUB DAERAH ALIRAN SUNGAI OPAK HULU Penelitian Untuk Skripsi S-1 Program Studi Geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gunungapi Merapi merupakan jenis gunungapi tipe strato dengan ketinggian 2.980 mdpal. Gunungapi ini merupakan salah satu gunungapi yang masih aktif di Indonesia. Aktivitas

Lebih terperinci

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi

Gambar 3. Peta Orientasi Lokasi Studi BAB III METODOLOGI. Lokasi dan Waktu Kegiatan studi dilakukan di Dukuh Karangkulon yang terletak di Desa Wukirsari, Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan luas

Lebih terperinci

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG

Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Dasar Legalitas : UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 26 TAHUN 2007 TENTANG PENATAAN RUANG Menggantikan UU No. 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman

Lebih terperinci

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN

Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW), Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN PENGEMBANGAN SISTEM INFORMASI PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN SEBAGAI PENUNJANG KEPUTUSAN PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN (STUDI KASUS JALAN KABUPATEN DI KECAMATAN PARAKAN KABUPATEN TEMANGGUNG) KETUT CHANDRA

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian 20 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam rentang waktu 4 bulan, pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2012. Persiapan dilakukan sejak bulan Maret 2011

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta lokasi penelitian

Gambar 3 Peta lokasi penelitian IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Tempat Penelitian mengenai kajian penentuan rute kereta api yang berwawasan lingkungan sebagai alat transportasi batubara di Propinsi Kalimantan Selatan ini dilaksanakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan

BAB I PENDAHULUAN. pemukiman, pertanian, kehutanan, perkebunan, penggembalaan, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan penduduk di Indonesia tergolong besar. Saat ini berdasarkan survey terakhir, jumlah penduduk Indonesia adalah 230 juta lebih. Laju pertumbuhan penduduk

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso

KATA PENGANTAR. RTRW Kabupaten Bondowoso KATA PENGANTAR Sebagai upaya mewujudkan perencanaan, pemanfaatan dan pengendalian pemanfaatan ruang yang efektif, efisien dan sistematis guna menunjang pembangunan daerah dan mendorong perkembangan wilayah

Lebih terperinci

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi

3.2 Alat. 3.3 Batasan Studi 3.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain alat tulis dan kamera digital. Dalam pengolahan data menggunakan software AutoCAD, Adobe Photoshop, dan ArcView 3.2 serta menggunakan hardware

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-September 2011, dengan lokasi penelitian untuk pengamatan dan pengambilan data di Kabupaten Bogor, Jawa

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total

BAB I PENGANTAR. keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah Amerika Serikat (AS), Kanada dan Rusia dengan total panjang keseluruhan 95.181

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN BAB IV METODE PENELITIAN A. Konsep Penelitian Penyusunan penelitian ini dilakukan dengan menentukan tingkat bahaya banjir yang kemudian dilanjutkan dengan menentukan tingkat kerentanan wilayah terhadap

Lebih terperinci

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe

JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe JURNAL APLIKASI FISIKA VOLUME 8 NOMOR 1 FEBRUARI 2012 Pemetaan Ancaman Bencana Tanah Longsor di Kabupaten Konawe Taufik Q, Firdaus, Deniyatno Jurusan Fisika FMIPA Universtas Haluoleo e-mail : firdaus66@ymail.com,

Lebih terperinci

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11

Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana. Adipandang Y 11 Skoring Wilayah Rawan Bencana dan Daerah Perlindungan Bencana Adipandang Y 11 Multiple Criteria Evaluation (MCE) According to Smith (1980), multiple criteria evaluation (MCE) is defined as: "The weighting

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah

III. METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah 25 III. METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian survei. Survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data

Lebih terperinci

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO

ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO ANALISIS PEMANFAATAN RUANG PADA KAWASAN RESAPAN AIR DI KELURAHAN RANOMUUT KECAMATAN PAAL DUA KOTA MANADO Erlando Everard Roland Resubun 1, Raymond Ch. Tarore 2, Esli D. Takumansang 3 1 Mahasiswa S1 Program

Lebih terperinci

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI)

ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI) ANALISIS SPASIAL UNTUK MENENTUKAN ZONA RISIKO BANJIR BANDANG (STUDI KASUS KABUPATEN SINJAI) Risma 1, Paharuddin 2,Sakka 3 Program Studi Geofisika Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... 1 HALAMAN PENGESAHAN... II PERNYATAAN... III ABSTRACT... IV INTISARI... V KATA PENGANTAR... VI DAFTAR ISI... IX DAFTAR TABEL... XI DAFTAR GAMBAR... XII DAFTAR LAMPIRAN... XV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

BAB I PENDAHULUAN. bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut UU RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan pesatnya pertumbuhan penduduk dan pembangunan di berbagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian bencana mewarnai penelitian geografi sejak tsunami Aceh 2004. Sejak itu, terjadi booming penelitian geografi, baik terkait bencana gempabumi, banjir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pemanfaatan data spasial belakangan ini semakin meningkat sehubungan dengan kebutuhan masyarakat agar segalanya menjadi lebih mudah dan praktis terkait

Lebih terperinci

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana

BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana BAB. V Indikasi Permasalahan dan Posisi Pengelolaan Sanitasi Kabupaten Jembrana 5.1. Area Berisiko Sanitasi Pemetaan Kelurahan dan Desa beresiko dilakukan untuk mendapatkan 4 klasifikasi kelurahan, berdasarkan

Lebih terperinci

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab.

Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. C6 Pemetaan Daerah Risiko Banjir Lahar Berbasis SIG Untuk Menunjang Kegiatan Mitigasi Bencana (Studi Kasus: Gunung Semeru, Kab. Lumajang) Zahra Rahma Larasati, Teguh Hariyanto, Akbar Kurniawan Departemen

Lebih terperinci

http://www.gunadarma.ac.id/ KAJIAN PENAMPUNGAN DAN PENGANGKUTAN SAMPAH DI KOTA DEPOK ISI PRESENTASI: LATAR BELAKANG IDENTIFIKASI MASALAH BATASAN MASALAH TUJUAN PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA METODOLOGI PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kota Bandung sejak jaman kolonial Belanda identik dengan keindahan dan kenyamanannya, dikenal sebagai kota yang indah, sejuk dan nyaman hingga diberi julukan

Lebih terperinci

Abstrack. Kata kunci : Sistem Informasi Geografis, Overlay, Sumber Daya Hutan

Abstrack. Kata kunci : Sistem Informasi Geografis, Overlay, Sumber Daya Hutan Sistem Informasi Geografis (SIG) Hasil Sumber Daya Hutan Dan Reboisasi Di Wilayah Perum Peri KPH Semarang Hendri Setiawan, Amiq Fahmi, S.Kom, M.Kom Mahasiswa Jurusan Sistem Informasi, Dosen Pembimbing

Lebih terperinci